Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Trombositopenia yang diinduksi obat-obatan adalah efek samping yang


berpotensi serius dan umum terjadi pada sejumlah agen obat-obatan. Kondisi ini
ditandai dengan petekie, lesi purpura dan terkadang perdarahan yang serius seperti
perdarahan intrakranial.
Trombositopenia yang diinduksi obat dapat disebabkan oleh inhibisi
proliferasi megakariosit dan produksi platelet atau oleh destruksi platelet di
sirkulasi perifer. Destruksi platelet perifer dapat terjadi oleh mekanisme yang
diperantarai imun, yang menyebabkan ikatan antibodi dengan platelet karena
adanya paparan obat, yang mengakibatkan pembersihan platelet di sistem
retikuloendotelial.
Lebih dari 200 obat telah dilaporkan menyebabkan trombositopenia.
Namun, sebagian besar dari studi kasus ini secara definitif belum dapat
membuktikan adanya hubungan kausal antara obat dan trombositopenia. Dengan
peningkatan jumlah obat yang tersedia dalam penggunaan klinis setiap tahunnya,
frekuensi laporan kasus tersebut juga terus meningkat. Salah satu obat yang
dikaitkan dengan trombositopenia imun diantaranya Antagonis reseptor-histamin
yaitu ranitidin.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FISIOLOGI TROMBOSIT


2.1.1 Trombopoiesis
Trombosit adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-4 mm yang
berasal dari megakariosit. Hitung trombosit normal di dalam darah tepi adalah
150.000-400.000/L dengan proses pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum
tulang. Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi
menjadi megakariosit (Candrasoma, 2005). Megakariosit ini melakukan replikasi inti
endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan
lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma menjadi granular dan trombosit
dilepaskan dalam bentuk platelet/keping-keping. Enzim pengatur utama produksi
trombosit adalah trombopoietin yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-
MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11. Trombosit berperan penting dalam
hemostasis, penghentian perdarahan dari cedera pembuluh darah.

2.1.2 Struktur Trombosit


Trombosit memiliki zona luar yang jernih dan zona dalam yang berisi organel-
organel sitoplasmik. Permukaan diselubungi reseptor glikoprotein yang digunakan
untuk reaksi adhesi dan agregasi yang mengawali pembentukan sumbat hemostasis.
Membran plasma dilapisi fosfolipid yang dapat mengalami invaginasi membentuk
sistem kanalikuler. Membran plasma ini memberikan permukaan reaktif luas sehingga
protein koagulasi dapat diabsorpsi secara selektif. Area submembran, suatu
mikrofilamen pembentuk sistem skeleton, yaitu protein kontraktil yang bersifat lentur
dan berubah bentuk. Sitoplasma mengandung beberapa granula, yaitu: granula densa,
granulaa, lisosom yang berperan selama reaksi pelepasan yang kemudian isi granula
disekresikan melalui sistem kanalikuler. Energi yang diperoleh trombosit untuk

2
kelangsungan hidupnya berasal dari fosforilasi oksidatif (dalam mitokondria) dan
glikolisis anaerob.

2.1.3 Fungsi Trombosit


1. Mencegah kebocoran darah spontan pada pembuluh darah kecil dengan cara
adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi (hemostasis).
2. Sitotoksis sebagai sel efektor penyembuhan jaringan.
3. Berperan dalam respon inflamasi.
Cara kerja trombosit dalam hemostasis dapat dijelaskan sebagai berikut. Adanya
pembuluh darah yang mengalami trauma maka akan menyebabkan sel endotelnya
rusak dan terpaparnya jaringan ikat kolagen (subendotel). Secara alamiah, pembuluh
darah yang mengalami trauma akan mengerut (vasokontriksi). Kemudian trombosit
melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka atas peranan faktor von Willebrand
dan reseptor glikoprotein Ib/IX (proses adhesi). Setelah itu terjadilah pelepasan isi
granula trombosit mencakup ADP, serotonin, tromboksan A2, heparin, fibrinogen,
lisosom (degranulasi). Trombosit membengkak dan melekat satu sama lain atas
bantuan ADP dan tromboksan A2 (proses agregasi). Kemudian dilanjutkan
pembentukan kompleks protein pembekuan (prokoagulan). Sampai tahap ini
terbentuklah hemostasis yang permanen. Pada suatu saat bekuan ini akan dilisiskan
jika jaringan yang rusak telah mengalami perbaikan oleh jaringan yang baru.

2.2 DEFINISI TROMBOSITOPENIA


Trombositopenia adalah suatu keadaan jumlah trombosit darah perifer kurang
dari normal yang disebabkan oleh menurunnya produksi, distribusi abnormal, dan
destruksi trombosit yang meningkat atau artifactual. Pada orang normal jumlah
trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara 150.000-450.000/l, rata-rata berumur 7-
10 hari. Kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit di dalam sirkulasi darah mengalami
penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk mempertahankan jumlah trombosit

3
supaya tetap normal diproduksi 150.000-450.000 sel trombosit per-hari1.

2.3 KLASIFIKASI TROMBOSITOPENIA


a. Trombositopenia artifaktual
1. Trombosit bergerombol (Platelet clumping) disebabkan oleh anticoagulant-
dependent immunoglobulin (Pseudotrombositopenia)
2. Trombosit satelit (Platelet satellitism)
Terjadi penggumpalan trombosit setelah sampel darah diambil, terutama
pada darah yang diberi antikoagulan EDTA. Mesin penghitung trombosit
menganggap ini sebagai penurunan hitung trombosit karena banyaknya
trombosit yang melekat jadi satu massa. Terdapat satelit trombosit dan Giant
trombosit.
3. Giant Trombosit (Giant Platelet)
Giant trombosit terdapat pada apusan darah tepi penderita ITP. Trombosit ini
berukuran lebih besar dari normal.
b. Penurunan Produksi Trombosit
1. Hipoplasia megakariosit
2. Trombopoesis yang tidak efektif
3. Gangguan kontrol trombopoetik
4. Trombositopenia herediter
c. Peningkatan destruksi Trombosit
1. Proses imunologis
a) Autoimun, idiopatik sekunder : infeksi, kehamilan, gangguan kolagen
vaskuler, gangguan limfoproliferatif.
b) Alloimun : trombositopenia neonates, purpura pasca-transfusi.
2. Proses Nonimunologis

4
a) Trombosis Mikroangiopati : Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC), Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), Hemolytic-Uremic
Syndrome (HUS).
b) Kerusakan trombosit oleh karena abnormalitas permukaan vaskuler:
infeksi, tranfusi darah massif, dll.
3. Abnormalitas distribusi trombosit atau pooling
a) Gangguan pada limpa (lien)
b) Hipotermia
c) Dilusi trombosit dengan transfuse massif
4. Drugs Inducer Trombositopenia (DIT)
DIT merupakan gangguan trombosit akibat penggunaan bahan kimia atau
obat-obatan. Percobaan terbaru membuktikan bahwa patogenesis pada
kebanyakan DIT bukan berdasarkan hipotesis hapten maupun innocent
bystander melainkan berdasarkan adanya antibodi yang bereaksi dengan epitop
yang terbentuk karena interaksi antara obat dengan satu atau lebih glikoprotein
membran trombosit, termasuk diantarany Glikoprotein Ib/IX, Glikoprotein
Iib/IIIa, dan PECAM-1.
Table 1. Daftar Obat Sebagai Pemicu pada Drug Induced Trombocytopenia
Kategori Obat Obat yang meliputi 5 atau Obat lainnya
lebih laporan
Heparin Unfractionated heparin,
Heparin berat molekul rendah
Cinchona alkaloids Kuinin, Kuinidin
Platelet inhibitor Abciximab, eptifibatida,
tirofiban
Agen antirematik Garam emas D-penicillamine
Agen antimikrobial Linezolid, rifampin,
sulfonamide, varicomycin

5
Agen antikonvulsan Carbamazepine, phenytoin, Diazepam
dan sedative valproic acid
Antagonis reseptor- Cimetidine Ranitidine
hepistamin
Agen analgesik Acetaminophen, diclofenak, Ibuprofen
naproxen
Agen diuretik Klorotiazida Hidroklorotiazida
Imunosupresan dan Fludarabine, oxaliplatin Siklosporin, rituximab
kemoterapi

2.4 KRITERIA DIAGNOSIS DRUG INDUCED TROMBOCYTOPENIA


Kriteria diagnosis Drug Induced Trombocytopenia
1. Terapi dengan obat kandidat mendahului terjadinya trombositopenia dan
setelah terapi dihentikan, jumlah trombosit menjadi normal dan hal ini menetap
2. Obat kandidat adalah satu-satunya obat yang diberikan sebelum penghentian
obat kandidat jumlah trombosit tetap normal
3. Penyebab trombositopenia lain sudah disingkirkan
4. Trombositopenia akan kembali terjadi jika obat kandidat diberikan lagi
Tingkatan bukti
I (Definite) Pasti : Jika kriteria 1, 2, 3, 4 terpenuhi
II (Probable) : Jika kriteria 1, 2, 3 terpenuhi
III (Possible) : Jika hanya kriteria 1 terpenuhi
IV (Unlikely) : Jika kriteria 1 pun tidak terpenuhi

2.5 RANITIDIN
Ranitidin memiliki rumus molekul C13H22N4O3S dengan bobot molekul
314,4 g/mol. Ranitidin adalah salah satu senyawa yang mengantagonis reseptor
histamin H2 yang menghambat sekresi asam lambung. Selain digunakan dalam

6
terapi penyakit ulkus peptikum dan gastroesophageal refluks, ranitidin juga dapat
digunakan sebagai antihistamin pada berbagai kondisi alergi pada kulit
Ranitidin memiliki nama ilmiah NN-Dimenthyl-5[2-(1-methylamino-
2nitrovinylamino). Ranitidin yang tersedia umumnya adalah ranitidin hidroklorida.
Ranitidin merupakan serbuk kristalin berwarna putih hingga kuning pucat, praktis
tidak berbau, mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol. Larutan 1%
ranitidin dalam air mempunyai pH 4,5-6,0. Setiap 168 mg ranitidin hidroklorida
setara dengan 150 mg ranitidin base.

Rumus Struktur Ranitidin

2.5.1 FARMAKODINAMIK RANITIDIN


Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2
akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian ranitidine sekresi
cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi ranitidin terhadap reseptor H2 lainnya,
tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap ranitidine dapat menghambat sekresi
cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. ranitidin mengurangi
volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung
mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.

2.5.2 FARMAKOKITENIK RANITIDIN


Bioavailabilitas ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat
pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 -3 jam pada orang dewasa, dan
memanjang pada orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa

7
paruh ranitidine juga memanjang meskipun tidak sebesar pada ginjal.Padaginjal
normal, volume distribusi 1,7 L/kg sedangkan klirens kreatinin 25-35 ml/menit. Kadar
puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah penggunaan ranitidine 150 mg secara
oral, dan terikat protein plasma hanya 15 %. Ranitidine mengalami metabolism lintas
pertama di hati dalam jumlah yang cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidine dan
matabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70%
dari ranitidine yang diberikan IV dan 30 % yang diberikan secara oral diekskresi dalam
urin dalam bentuk asal.
Ranitidin lebih jarang berinteraksi dengan obat lain dibandingkan dengan
simetidin. Nifedin, warfarin, teofilin dan metoprolol dilaporkan berinteraksi dengan
ranitidin. Selain menghambat sitokrom P-450, Ranitidin dapat juga menghambat
absorbsi diazepam dan mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Sebaiknya obat
yang dapat berinteraksi dengan ranitidin diberi selang waktu minimal 1 jam. Ranitidin
dapat menyebabkan gangguan SSP ringan , karena lebih sukar melewati sawar darah
otak dibanding simetidin.
2.5.3 INDIKASI RANITIDIN
Ranitidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan
hipersekresi yang patologis, misal sindrom ZollingerEllison. Pemberian dosis pada
ranitidine adalah 150300 mg anitidin 300 mg/hari. Ranitine menyebabkan penurunan
70% sekresi asam lambung; sedangkan terhadeap sekresi malam hari, masing-masing
menyebabkan penghambatan 70% dan 90%.
2.5.3 EFEK SAMPING RANITIDIN
1 Efek samping pada susunan saraf pusat, jarang terjadi : malaise, pusing,
mengantuk, insomnia, vertigo, agitasi, depresi, halusinasi.
2 Gastrointestinal : konstipasi / susah buang air besar, diare, mual, muntah, nyeri
perut, jarang dilaporkan : pankreatitis.
3 Hematologik : leukopenia, granulositopenia, trombositopenia. Kasus jarang terjadi
seperti agranulositopenia, pansitopenia, trombositopenia, anemia aplastik pernah
dilaporkan.
4 Endokrin : ginekomastia, impoten, dan hilangnya libido pernah dilaporkan pada
penderita pria.

8
4.3 MEKANISME RANITIDIN TERHADAP PENGHANCURAN TROMBOSIT
Patogenesis trombositopenia imun yang diinduksi obat-obatan telah menjadi
subyek dari banyak perdebatan sejak Ackroyd pertama menunjukkan antibodi
terhadap trombosit yang bergantung obat-obatan pada tahun 1949. Dalam
penelitiannya yang memeriksa trombositopenia yang disebabkan oleh sedormid
sedatif, serangkaian penelitian in vitro menunjukkan terjadinya aglutinasi
trombosit pada manusia normal karena adanya obat dan serum yang berasal dari
pasien dengan trombositopenia yang diinduksi sedormid. Penambahan komplemen
mengakibatkan lisis trombosit. Dari penelitian ini, Ackroyd mengusulkan bahwa
obat bertindak sebagai hapten, menggabungkan kovalen dengan trombosit untuk
membentuk kompleks antigen plateletobat. Hal ini menyebabkan produksi
antibodi yang bergantung obat, yang mengenali dan mengikat kompleks ini.
Trombosit yang dilapisi antibodi kemudian dibersihkan oleh sistem
retikuloendotelial secara prematur, sehingga terjadi trombositopenia.
Namun, hipotesis hapten milik Ackroyd kemudian ditantang oleh Miescher et
al dan Shulman. Atas dasar penelitiannya pada trombositopenia yang diinduksi
quinidine, Shulman menunjukkan bahwa ikatan obat pada trombosit bersifat lemah
dan bisa dibersihkan relatif mudah dari sel-sel. Selain itu, obat bebas yang berlebih
tidak menghambat pengikatan antibodi terhadap trombosit. Pendapatnya bahwa
teori hapten tidak benar didukung oleh penelitian pada hewan yang menunjukkan
bahwa hapten tidak mengikat makromolekul secara kuat, tidak imunogenik, dan
kelebihan hapten menghambat pengikatan antibodi. Oleh karena itu, Shulman
mengusulkan suatu hipotesis kompleks imun atau innocent bystander.
Dalam mekanisme innocent bystander, obat mengikat erat protein plasma dan
memunculkan respon antibodi. Pengikatan antibodi terhadap kompleks protein
obat membentuk kompleks imun yang secara non-spesifik diabsorbsi oleh
trombosit tetangga melalui reseptor Fc, mengakibatkan kerusakan platelet. Namun,

9
penelitian terbaru telah memberikan bukti terhadap mekanisme ini, termasuk
pengamatan bahwa antibodi mengikat trombosit melalui domain Fab, bukan
domain Fc dan bahwa antibodi mengenali glikoprotein trombosit spesifik. Selain
itu, ketika antibodi yang bergantung obat mempengaruhi lebih dari satu jenis sel
darah (misalnya, trombosit dan granulosit), menyebabkan trombositopenia dan
neutropenia, dua antibodi yang berbeda yang bereaksi dengan dua antigen
trombosit dan granulosit berbeda telah ditemukan, sitopenia yang terjadi bersamaan
bukan disebabkan oleh pengendapan non-spesifik kompleks obatantibodi pada
kedua trombosit dan granulosit, seperti yang diyakini sebelumnya.

4.3.1 PATOGENESIS

Data eksperimental yang ada saat ini menunjukkan bahwa baik hipotesis
hapten yang diusulkan oleh Ackroyd maupun hipotesis saksi innocent bystander
yang diusulkan oleh Miescher dan Shulman adalah dasar dari trombositopenia imun
yang disebabkan oleh sebagian besar obat. Satu pengecualian yang mungkin adalah
trombositopenia yang disebabkan oleh dosis besar penisilin dan obat-obat
sejenisnya. Obat ini mampu membentuk suatu kovalen dengan membran platelet,
dan mekanisme hapten dapat menjelaskan trombositopenia pada kondisi ini.
Pengecualian lain adalah trombositopenia yang diinduksi heparin (HIT) dimana
kompleks heparin-platelet factor 4 (PF4)-antibodi berikatan dengan trombosit oleh
reseptor FC-IIA pada trombosit dalam suatu mekanisme yang mirip dengan
hipotesis innocent bystander. Namun, bahkan dalam HIT, mekanisme ini berlaku
hanya sebagai langkah awal dalam interaksi trombosit obat, seperti yang kita telah
ketahui bahwa antibodi HIT juga mengikat trombosit dengan kompleks
PF4/heparin melalui domain Fab pada permukaan platelet saat platelet diaktivasi.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pada sebagian besar
trombositopenia imun yang diinduksi obat-obatan, antibodi bereaksi dengan epitop
atau epitop dibentuk oleh interaksi obat dengan satu atau lebih glikoprotein

10
trombosit, termasuk GP Ib / IX, GP IIb / IIIa, GP V, dan molekul adhesi platelet /
sel endotel 1 (PECAM-1). Pengikatan antibodi bergantung obat dengan trombosit
menimbulkan kerusakan trombosit yang diopsonisasi oleh makrofag dalam sistem
retikuloendotelial. Mekanisme pasti bagaimana epitop glikoprotein obat / pl atelet
yang terbentuk tidak sepenuhnya diketahui. Namun, ada kemungkininan bahwa
ikatan obat ke glikoprotein trombosit menyebabkan perubahan konformasi,
memperlihatkan suatu domain asing dari glikoprotein yang belum pernah dilihat
oleh sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, sehingga mengakibatkan pembentukan
autoantigen atau neoantigen. Kemungkininan, namun kecil kemungkininannya,
bahwa interaksi yang dekat dari obat dan domain peptida pada glikoprotein nampak
pada senyawa epitop.
Trombositopenia yang diinduksi obat-obatan melibatkan ranitidin, sebagai
agen penyebab. Studi-studi telah menunjukkan bahwa ranitidin menginduksi
antibodi yang spesifik untuk glikoprotein membran platelet, yaitu kompleks GP Ib
/ IX. Antibodi yang akan secara langsung menyerang glikoprotein trombosit lain
seperti GP IIb / IIIa , GP V (35) dan PECAM-1 (16) juga telah dijelaskan. Ikatan
dari glikoprotein trombosit oleh antibodi nampak dalam klirens trombosit oleh
sistem retikuloendotelial yang meningkat, dan karenanya terjadilah
trombositopenia.
Sejumlah obat lain juga telah dilaporkan dapat memicu trombositopenia melalui
induksi antibodi antiplatelet. Agen-agen ini diantaranya adalah Kinina digunakan
untuk pengobatan klinis malaria, quinidine sebelumnya digunakan untuk
pengobatan aritmia jantung.rifampisin digunakan untuk pengobatan tuberkulosis,
carbimazole digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme dan metabolit obat
naproxen dan acetaminophen

11
Kompleks Glikoprotein Ib / IX

GP Ib / IX adalah kompleks glikoprotein mayor yang diekspresikan pada


permukaan trombosit sebanyak sekitar 25.000 buah per platelet. Kompleks ini
terdiri dari tiga polipeptida, GP I dan GP IX, yang masing-masing dikodekan oleh
gen yang berbeda (55,56). Subunit GP I (Mr = 143 kDa) berikatan disulfida dengan
GP I (Mr = 25 kDa), dan kedua subunit tersebut secara non-kovalen berikatan
dengan GP IX (Mr 5 22 kDa). Tiga subunit dinyatakan dalam rasio 01:01:01 (57).
Pada membran platelet, GP Ib / IX juga secara non-kovalen terikat dengan GP V
(Mr = 82 kDa) dengan rasio 2:1. Keempat subunit adalah anggota dari superfamili
motif yang kaya leusin (LRM) yang terlibat dalam beragam proses seperti
pensinyalan sel, adhesi sel, dan pengembangan. Regio ekstraselular GP I berisi
regio O-glikosilasi dan domain amino-terminal. Regio kedua berisi delapan LRM
dan merupakan tempat pengikatan faktor von Willebrand (VWF), P selectin, Mac-
1, dan trombin (Gambar 29-3). Ikatan dari VWF ke GP Ib / IX menghasilkan
aktivasi trombosit dan adhesi terhadap subendothelium yang tereskpos.

12
Bukti eksperimental pertama bahwa antibodi dependen obat bereaksi dengan
kompleks GP Ib / IX berasal dari pengamatan bahwa trombosit dari pasien dengan
sindrom Bernard-Soulier (BSS) yang tidak lisis dengan antibodi dependen
ranitidin. Pasien dengan BSS mengalami kekurangan GP Ib / IX, GP V, dan protein
kDa-100 dan, sebagai akibatnya, memiliki kondisi perdarahan seumur hidup yang
ditandai dengan trombosit raksasa. Hal ini menunjukkan bahwa satu atau lebih
defisien glikoprotein ini adalah antigen target.
Pada tahun 1983, kami memberikan bukti secara langsung pertama kali bahwa
GP Ib / IX adalah autoantigen trombosit untuk antibodi dependen ranitidin. Kami
mengamati bahwa GP Ib dan GP IX bisa mengalami imunopresipitasi dalam
keadaan kebergantungan obat menggunakan serum dari pasien dengan
trombositopenia yang diinduksi quinidine. Hal ini kemudian dikonfirmasi oleh
Devine dan Rosse. Penelitian lebih lanjut baru-baru ini menunjukkan bahwa GP
Ib/IX adalah antigen target pada kebanyakan pasien yang didiagnosis dengan
trombositopenia yang diinduksi ranitidin.
Penelitian terbaru kami telah difokuskan pada karakteristik tempat pengikatan
antibodi obat pada kompleks Ib/IX GP. Studi ini dilakukan dengan menggunakan
sel tikus L dan sel ovarium hamster Cina (CHO) yang ditransfeksi dengan
kombinasi yang berbeda dari tiga subunit GP Ib / IX: GP I, GP I2 dan GP IX.
Penelitian ini menunjukkan bahwa antibodi obat secara kasar terbagi dalam tiga
kategori: Sekitar 50% dari pasien memiliki antibodi yang menargetkan GP IX saja,
sekitar 10% memiliki antibodi yang mengikat GP I, dan sekitar 40% memiliki
antibodi yang mengikat kedua domain.
Karena GP IX merupakan target utama untuk antibodi, kami memetakan regio
struktural yang dikenali oleh antibodi. Atas dasar pengetahuan bahwa antibodi
dependen obat adalah spesies yang spesifik, bereaksi hanya dengan glikoprotein
trombosit yang ada pada manusia atau primata tapi bukan dari spesies lain, kami
membuat empat konstruksi chimeric tikus / GP IX manusia. Pada setiap konstruksi,

13
sebuah fragmen dari GP IX manusia digantikan oleh fragmen yang sesuai dengan
GP IX tikus. Konstruksi ini kemudian ditransfeksi dengan stabil dalam sel CHO
dalam hubungan dengan GP I dan GP I2. Dengan menggunakan antibodi
monoklonal SZ1 yang telah diketahui dapat mengikat epitop yang sama, atau mirip
dengan, tempat pengikatan antibodi dependen obat, menunjukkan bahwa SZ1 tidak
mengikat 3 chimera yang berisi sekuens tikus pada daerah ekstraseluler C-terminal
dari GP IX antara asam amino 64 dan 135. Hasil ini menunjukkan bahwa antibodi
dependen obat berikatan pada domain C-terminal ekstraseluler GP IX manusia ini.
Hal ini selanjutnya didukung oleh kurangnya antibodi dependen obat yang
mengikat chimera 3 dengan menggunakan serum dari enam pasien dengan
trombositopenia yang diinduksi ranitidin. Dengan menyelaraskan sekuens manusia
dan tikus pada regio C-terminal ini dari asam amino 64 hingga 135, kami
mengidentifikasi residu yang tidak terkonservasi. Residu ini bermutasi oleh
perubahan asam amino tunggal dan GP IX mutan yang stabil yang diekspresikan
dalam sel CHO. Studi menunjukkan bahwa arginin 110 (R110) dan glutamin 115
(Q115) sangat penting untuk mengikat oleh baik SZ1 dan antibodi pasien. Oleh
karena itu, kedua residu di regio C-terminal GP IX memainkan peran penting dalam
mengikati antibodi GP IX yang diinduksi ranitidin.
Hasil ini menunjukkan bahwa antibodi yang diinduksi oleh empat obat,
ranitidine, rifampisin, quinidine, dan kinina, mengikat ke tempat yang sama atau
yang berdekatan pada GP IX. Oleh karena itu, regio GP IX ini mungkin memainkan
peran penting dalam pembentukan epitop untuk antibodi yang diinduksi obat-
obatan.
Meskipun jarang, antibodi dependen obat juga menargetkan subunit GP Ib
dari kompleks GP Ib / IX. Percobaan awal pada tahun 1981 menunjukkan bahwa
ikatan antibodi-trombosit secara kompetitif menghambat dalam adanya GP Ib
alloantibodi atau GP Ib murni, yang menunjukkan bahwa glikoprotein yang terakhir
adalah target untuk antibodi obat. Selanjutnya, penelitian lebih rinci pada 12 pasien

14
menunjukkan bahwa serum dari satu pasien bereaksi dengan GP I di domain N-
terminal glycocalicin. Hal ini berbeda dengan sebagian besar antibodi antiplatelet
yang diinduksi obat yang secara predominan mengenali regio terkait-membran dari
kompleks GP Ib / IX. Studi rinci lebih lanjut yang melibatkan pembelahan
enzimatik GP I di tempat tertentu menggunakan mocarhagin dan tripsin telah
memetakan daerah target pada GP I menjadi antara asam amino 283 dan 293.

Glikoprotein V
GP Ib / IX secara non-kovalen terkait dengan GP V, suatu glikoprotein
membran 82-kDa. Peran yang tepat dari GP V masih belum jelas saat ini, tetapi GP
V adalah protein membran platelet utama yang bertindak sebagai substrat untuk
trombin. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa GP V berperan dalam aktivasi
trombin. Namun, observasi pada trombosit pasien dengan Bernard-Soulier yang
kekurangan GP V yang masih dapat diaktifkan oleh trombin tidak sependapat
dengan teori ini. Selain itu, reseptor trombin terletak pada permukaan trombosit
dan sel endotel baru saja dapat diidentifikasi dan diketahui penting untuk aktivasi
platelet yang diinduksi trombin. Kloning reseptor trombin ini menunjukkan bahwa
hal itu berbeda dari GP V.
Satu studi pada tahun 1986 mendokumentasikan ikatan GP V pada serum
dari enam pasien dengan trombositopenia yang diinduksi quinidine. Antibodi tidak
bereaksi dengan GP Ib. Namun, temuan ini belum dapat dilakukan oleh peneliti
lain. Oleh karena itu, masih belum jelas apakah GP V adalah target klinis yang
relevan dalam trombositopenia yang diinduksi obat.

Kompleks GP IIb / IIIa


Kompleks GP IIb / IIIa adalah integrin yang paling berlimpah yang
diekspresikan pada permukaan trombosit sejumlah sekitar 50.000 sampai 80.000
buah per platelet. Kompleks glikoprotein bersifat heterodimer, yang terdiri dari GP
IIb dan IIIa GP, dikodekan oleh gen yang berbeda. Subunit GP IIb disintesis sebagai

15
peptida tunggal dan kemudian dibelah menjadi ranta I (M r = 132 kDa) dan I2 (M r
= 22 kDa) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida (Gambar 29-5). GP IIIa adalah
suatu polipeptida, yang dihubungkan oleh beberapa ikatan disulfida. Senyawa ini
memiliki berat molekul 95 kDa dalam keadaan non-reduksi dan 114 kDa di keadaan
reduksi. Aktivasi Trombosit menghasilkan perubahan konformasi dalam domain
ekstraselular dari kompleks GP IIb / IIIa, yang memungkinkan untuk mengikat
fibrinogen dan VWF, yang kemudian menyebabkan agregasi platelet dan
pembentukan trombus. Pasien dengan Glanzman thrombasthenia kekurangan GP
IIb / IIIa dan platelet mereka tidak mampu beragregasi.
Meskipun sebagian antibodi dependen kinina menargetkan kompleks GP Ib
/ IX, beberapa telah diketahui menargetkan kompleks GP IIb / IIIa. Studi-studi
menunjukkan bahwa antibodi mengikat GP IIb / IIIa menjadi hilang ketika asam
amino Ala50, Arg62, dan Asp66 bermutasi, yang menunjukkan bahwa residu
memainkan peran yang penting. Berdasarkan analisis struktur kristal, epitop target
pada GP IIIa diketahui melekat dalam domain hybrid dan plexin, semaphorin,
domain homologi integrin (PSI) dari glikoprotein.
GP IIb / IIIa juga terlibat sebagai antigen target untuk antibodi yang
diinduksi obat, termasuk antibodi yang berhubungan dengan metabolit obat dari
obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), naproxen, dan acetaminophen dan obat
antidepresan oral Mirtazapine. Karakterisasi lebih lanjut dari epitop yang dikenali
oleh antibodi yang diinduksi obat akan meningkatkan pemahaman kita tentang
mekanisme molekuler dimana obat menyebabkan kerusakan trombosit dan jenis sel
lainnya yang diinduksi obat.

Molekul Adhesi Platelet / Sel Endotelial 1 (PECAM-1)


PECAM-1 adalah anggota dari superfamili gen imunoglobulin, yang
diekspresikan pada permukaan trombosit, leukosit, dan sel-sel endotel (di
interselular junction. PECAM-1 terdiri dari enam loop immunoglobulin-like
ekstraseluler, sebuah daerah transmembran, dan berbagai ekor sitoplasmik yang

16
terlibat dalam adhesi selular, migrasi, transduksi sinyal, dan stabilitas vaskular.
Meskipun peran yang pasti dari PECAM-1 pada platelet masih belum jelas,
trombosit yang kekurangan PECAM-1 akan terlihat mengalami peningkatan
agregasi dan penyebaran, dan membentuk trombi yang secara signifikan lebih besar
dalam aliran arteri. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa PECAM-1 memainkan
peran regulasi negatif dalam aktivasi platelet dan pembentukan trombi.
PECAM-1 sebagai antigen target baru yang penting untuk antibodi yang
diinduksi obat (baik sendiri atau dengan antigen trombosit lainnya), dan harus
dipertimbangkan selain GP Ib / IX dan GP IIb / IIIa dalam trombositopenia yang
diinduksi obat.

17
BAB III
KESIMPULAN
Trombositopenia imun yang diinduksi obat-obatan salah satunya seperti
ranitidine adalah suatu komplikasi yang berpotensi mengancam nyawa. Karena
jumlah agen yang tersedia untuk penggunaan klinis meningkat setiap tahun,
diperkirakan bahwa laporan trombositopenia yang diinduksi obat-obatan juga akan
meningkat. Kondisi ini ditandai dengan adanya antibodi dependen obat yang
menargetkan epitop tertentu pada permukaan trombosit atau pada obat yang
mengikat platelet. Hal ini menyebabkan peningkatan pembersihan trombosit oleh
sistem retikuloendotelial, dan menyebabkan trombositopenia. Biasanya, target
antibodi adalah tempat khusus pada glikoprotein trombosit seperti GP Ib / IX, GP
IIb / IIIa dan PECAM-1.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI 2006
2. Sherwood, Lauree. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.2. Jakarta:EGC. 2001
3. Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta
4. Katzung, B. Farmakologi Dasar dan Klinik (edisi 4) (Agus. A., Chaidir. J., Munaf.
S., Tanzil. S., Kamaluddin. M. T., Nattadiputra. S., dkk, penerjemah). Jakarta:
EGC.
5. G. Gentilini, B.R. Curtis, and R.H. Aster. An Antibody From a Patient With
Ranitidine-Induced Thrombocytopenia Recognizes a Site on Glycoprotein IX That
Is a Favored Target for Drug-Induced Antibodies. The American Society of
Hematology Vol 92, No 7 (October 1), 1998: pp 2359-2365
6. Richard H, Aster MD, and Daniel W. Drug-Induced Immune Thrombocytopenia.
N Engl J Med 2007;357:580-7
7. Gian PV, Chao YL. Drug Induced Thrombocytopenia. Hematol Oncol Clin North
Am. 2007 August ; 21(4): 685vi.

19

Anda mungkin juga menyukai