Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KEGIATAN

F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

IMUNISASI

Disusun Oleh:
dr. Candra Aji Setiawan

Puskesmas Kota Salatiga


Periode April 2017 - Juli 2017
Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2017 - November 2017

0
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


Laporan F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Topik:
Imunisasi

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia
di Puskesmas Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Mei 2017

Mengetahui,
Dokter Internsip, Dokter Pendamping

dr. Candra Aji Setiawan dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

1
A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular
khususnya Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang
diberikan kepada tidak hanya anak sejak masih bayi hingga remaja tetapi juga
kepada dewasa.1
Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat, yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau
pengobatan, dan rehabilitatif. Dua puluh tahun terakhir, upaya pencegahan
telah membuahkan hasil yang dapat mengurangi kebutuhan kuratif dan
rehabilitatif. Imunisasi sendiri merupakan suatu upaya pencegahan primer
guna menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang dapat mengakibatkan
seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat.1,2
Imunisasi merupakan salah satu investasi kesehatan yang paling cost-
effective (murah), karena terbukti dapat mencegah dan mengurangi kejadian
sakit, cacat, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga 3 juta
kematian tiap tahunnya.1
Dibandingkan dengan negara lain di antara sebelas negara di Asia
Tenggara (SEARO), Indonesia memiliki cakupan imunisasi campak sebesar
84% dan termasuk dalam kategori cakupan imunisasi campak sedang (World
Health Statistics 2015).1
Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan
bahwa setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan
ketentuan untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi dan pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap
bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013.1
Program imunisasi nasional disusun berdasarkan keadaan epidemiologi
penyakit yang terjadi saat itu. Maka jadwal program imunisasi nasional dapat
berubah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui
jadwal program imunisasi nasional yang terbaru yakni tahun 2014.2
Seiring dengan cakupan imunisasi yang tinggi, maka penggunaan
vaksin juga meningkat sehingga reaksi vaksinasi yang tidak diinginkan juga

2
meningkat. Hal yang penting dalam menghadapi reaksi vaksinasi yang tidak
diinginkan ialah: Apakah kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin yang
diberikan? Ataukah bersamaan dengan penyakit lain yang telah diderita
sebelum pemberian vaksin (koinsidensi)? Seringkali hal ini tidak dapat
ditentukan dengan tepat sehingga oleh WHO digolongkan dalam kelompok
adverse events following immunisation (AEFI) atau kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI). 3
B. Permasalahan
Imunisasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang
diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit
namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Tujuannya
adalah untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit
yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh
dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang
masuk tersebut.4
Adakalanya suatu imunisasi diikuti dengan KIPI (Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi) yang merupakan kejadian sakit yang terjadi setelah
menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. KIPI sering
menjadi topik utama perbincangan di kalangan masyarakat umum
dikarenakan sifatnya yang mengikuti imunisasi secara kronologis. Tidak
semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada
hubungannya dengan imunisasi.5
Beberapa waktu sebelumnya terjadi suatu KIPI di wilayah posyandu
balita Pamot, Kelurahan Noborejo. Rumor telah beredar di masyarakat dan
hal tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap
imunisasi.. Berkaitan dengan hal di atas, pengetahuan imunisasi dan KIPI
sangat diperlukan bagi masyarakat. untuk memperkuat keyakinan masyarakat
akan pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling
efektif.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
1. Kegiatan

3
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan
(empowerment). Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan
kemampuan kepada individu (sasaran) melalui penyuluhan yang dibarengi
dengan kegiatan Posyandu Balita. Pesan-pesan pokok materi penyuluhan
imunisasi antara lain : definisi dari imunisasi, pemaparan program
imunisasi wajib dasar dari pemerintah, pertanyaan dan jawaban seputar
imunisasi, tanda dan gejala KIPI, dan penanganan KIPI.
2. Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan imunisasi ini
adalah sasaran primer yaitu ibu dan balita yang datang ke posyandu balita
Pamot, kelurahan Noborejo.
3. Menetapkan Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang
imunisasi.
b. Tujuan Khusus
Memberi tambahan informasi kepada masyarakat tentang definisi
imunisasi
Memberi informasi kepada masyarakat tentang program imunisasi
wajib dasar dari pemerintah.
Memberi edukasi kepada masyarakat tentang KIPI dan bagaimana
cara penanganan awal dari KIPI.
4. Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE
Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan pada
kelompok posyandu balita Pamot, Noborejo. Media atau saluran
komunikasi yang digunakan adalah slide power point.
5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari dokter internsip dan
petugas PKM Cebongan

D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penyuluhan tentang imunisasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan anggota Posyandu Balita
Pamot tentang imunisasi
Peserta : Anggota posyandu balita berjumlah 20 ibu dan 20 balita

4
Waktu : Rabu, 10 Mei 2017, pukul 09.00-10.00 WIB
Metode : Pemberian materi melalui slide presentasi dengan Ms.
Power Point yang berisi materi penyuluhan imunisasi
antara lain : definisi dari imunisasi, pemaparan program
imunisasi wajib dasar dari pemerintah, pertanyaan dan
jawaban seputar imunisasi, tanda dan gejala KIPI, dan
penanganan KIPI.
Penanggung Jawab : Dokter internsip dan petugas PKM Cebongan

E. Monitoring dan Evaluasi


Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan bersamaan dengan agenda
pertemuan rutin bulanan Kelompok Posyandu Balita Pamot. Salah satu acara
dalam kegiatan tersebut adalah penyuluhan. Dalam kesempatan kali ini kami
menyampaikan tentang Imunisasi kepada para anggota kelompok posyandu.
Tujuan penyuluhan ini adalah untuk memberikan tambahan informasi kepada
anggota tentang imunisasi.
Saat pemberian penyuluhan, peserta menyimak dengan tenang dan
terlihat antusias. Selama sesi diskusi, banyak dari peserta yang bertanya.
Adapun beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta:
1. Kapan waktu yang tepat untuk melakukan imunisasi?
2. Apa manfaat dari imunisasi yang diprogramkan oleh pemerintah?
3. Bagaimana bila anak terlambat imunisasi?
4. Apa penanganan bila terjadi demam pada anak setelah imunisasi?
5. Apakah lumpuh di satu sisi wajah ada hubungannya dengan
imunisasi?
6. Apakah imunisasi harus diberikan pada saat anak sehat?
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman
peserta penyuluhan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar
materi yang telah disampaikan. Pertanyaan dijawab dengan benar oleh peserta
penyuluhan merupakan bukti keberhasilan bahwa penyuluhan yang dilakukan
mampu diterima dan dipahami oleh peserta. Dengan adanya pemahaman
tersebut diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap imunisasi meningkat
kembali.
Proses penyuluhan berjalan lancar, sesuai dengan tujuan penyuluhan.
Para peserta berusaha untuk memahami materi, memanfaatkan sesi diskusi

5
dengan baik dan banyak dari peserta yang bertanya. Penyuluhan dimulai
pukul 09.00 dan diakhiri pukul 10.00.
Target pemberian pengetahuan kepada masyarakat sudah tercapai dan
semoga menambah kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi
pemerintah. Dengan demikian pencegahan penyakit menular khususnya
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) dapat berjalan
maksimal demi mencapai tujuan eradikasi PD3I.

F. Tinjauan Pustaka Imunisasi


1. Definisi
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada
antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata
immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit
itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan
imunisasi lainnya.1,5

2. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi
kematian sebanyak 2,5 juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat
dicegah melalui vaksinasi. Radang paru yang disebabkan oleh
pneumokokus menduduki peringkat utama (716.000 kematian), diikuti
penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus (diare), Haemophilus
influenza tipe B, pertusis dan tetanus. Dari jumlah semua kematian
tersebut, 76% kematian balita terjadi dinegara-negara sedang berkembang,
khususnya Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).1,6
Cara kerja imunisasi yaitu dengan dengan memberikan antigen
bakteri atau virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan
tujuan merangsang system imun tubuh untuk membentuk antibodi.
Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi berguna untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif sehingga

6
dapat mencegah atau mengurangi akibat penularan Penyakit Yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). 1
WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah
melalui vaksinasi akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global
tercapai. Dalam hal ini bisa tercapai bila lebih dari > 90% populasi telah
mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit tersebut.6,7

3. Imunisasi Wajib
a. Imunisasi dasar
Merupakan imunisasi dasar untuk balita yang diprogramkan
oleh departemen kesehatan untuk selruh balita di Indonesia.Imunisasi
ini bertujuan untuk mencegah penularan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I). Tahun 2014, departeman kesehatan
mengeluarkan jadwal imunisasi wajib dasar dan lanjutan untuk balita
yang terbaru dengan rincian sebagai berikut.8
Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi dasar

Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak


Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik
Swasta, imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.

Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-
HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status
imunisasi T2.

b. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak
batita dan anak usia sekolah.
Tabel 2. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun

Umur Jenis Imunisasi


18 bulan DPT-HB-Hib 7
24 bulan Campak
Tabel 3. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar

Waktu
Sasaran Imunisasi
Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib
dinyatakan mempunyai status imunisasi T3.

Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan
Td dinyatakan mempunyai status imunisasi T4 dan T5.8

4. KIPI dan Maturasi Program Imunisasi


Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI
(KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.7
Seiring dengan cakupan imunisasi yang tinggi maka penggunaan
vaksin juga meningkat dan sebagai akibatnya kejadian berupa reaksi
simpang yang berhubungan dengan imunisasi juga meningkat. Hal ini bisa
dilihat dalam maturasi imunisasi yang digambarkan oleh Robert T Chen. 3

8
Gambar 1. Maturasi Program Imunisasi
Pada grafik tersebut, digambarkan maturase program imunisasi deiring
dengan waktu. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Prevaksinasi. Pada saat ini insidens penyakit masih tinggi (jumlah kasus
banyak), imunisasi belum dilakukan sehingga KIPI belum menjadi
masalah
2. Cakupan meningkat. Pada fase ini, imunisasi telah menjadi program di
suatu negara, maka makin lama cakupan makin meningkat yang
berakibat penurunan insidens penyakit. Seiring dengan peningkatan
cakupan imunisasi terjadi peningkatan KIPI di masyarakat
3. Kepercayaan masyarakat (terhadap imunisasi) menurun. Meningkatnya
KIPI dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program
imunisasi. Fase ini sangat berbahaya oleh karena akan menurunkan
cakupan imunisasi, walaupun kejadian KIPI tampak menurun tetapi
berakibat meningkatnya kembali insidens penyakit sehingga terjadi
kejadian luar biasa (KLB)
4. Kepercayaan masyarakat timbul kembali. Apabila KIPI dapat
diselesaikan dengan baik, yaitu pelaporan dan pencatatan yang baik,
penanganan KIPI segera, maka kepercayaan masyarakat terhadap

9
program imunisasi akan pulih kembali. Pada saat ini, cakupan imunisasi
yang tinggi akan tercapai kembali dan diikuti penurunan angka kejadian
penyakit, walaupun KIPI tampak akan meningkat lagi
5. Eradikasi. Hasil akhir program imunisasi adalah eradikasi suatu
penyakit. Pada fase ini telah terjadi maturasi kepercayaan masyarakat
terhadap imunisasi, walaupun KIPI tetap dapat dijumpai 3,8
5. Klasifikasi KIPI
Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan dalam:
1. Induksi vaksin (vaccine induced). Terjadinya KIPI disebabkan oleh
karena faktor intrinsik vaksin terhadap individual resipien. Misalnya,
seorang anak menderita poliomielitis setelah mendapat vaksin polio
oral.
2. Provokasi vaksin (vaccine potentiated). demam pasca imunisasi yang
terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi kejang.
3. Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors). Gejala KIPI
timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan
pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian. Contoh: terjadi indurasi
pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan
secara intramuskular diberikan secara subkutan.
4. Koinsidensi (coincidental). KIPI terjadi bersamaan dengan gejala
penyakit lain yang sedang diderita. Contoh: Bayi yang menderita
penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.7

6. Gejala Klinis KIPI


Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi gejala lokal dan sistemik
serta reaksi lainnya, dapat timbul secara cepat maupun lambat. Pada
umumnya, makin cepat KIPI terjadi makin berat gejalanya.
Standar keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat-
obatan. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi
diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama
bayi. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek
samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi perlu

10
diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI
(reaksi cepat). Pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi
harus dilakukan observasi paling sedikit selama 15 menit.7
Tabel 4. Gejala KIPI7
Reaksi lokal Abses pada tempat
suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang
berat,misalnya selulitis,
BCG-itis
Reaksi SSP Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Reaksi lain Reaksi alergi: urtikaria,
dermatitis, edema
Reaksi anafilaksis
(hipersensitivitas)
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam
Episod hipotensif
hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit
yang terus menerus
Sindrom syok toksik

11
7. Penanganan KIPI 8
Dengan adanya data KIPI, dokter Puskesmas dapat memberikan pengobatan segera. Apabila KIPI tergolong serius harus segera dirujuk untuk
pemeriksaan lebih lanjut dan pemberian pengobatan segera. Berikut merupakan pemaparan berbagai macam KIPI dan penanganan yang harus diberikan,
baik oleh keluarga balita maupun oleh petugas kesehatan.

Tabel 5. Gejala KIPI dan tindakan yang harus dilakukan

No KIPI Gejala Tindakan Keterangan

1 Vaksin

Reaksi lokal ringan Nyeri, eritema, bengkak di daerah Kompres hangat Pengobatan dapat dilakukan oleh
bekas suntikan < 1 cm. Timbul < 48 Jika nyeri mengganggu guru UKS atau orang
jam setelah imunisasi dapat diberikan tua
parasetamol Berikan pengertian kepada
ibu/keluarga bahwa hal ini dapat
sembuh sendiri walaupun tanpa
obat

Reaksi lokal berat Eritema/indurasi > 8 cm Kompres hangat Jika tidak ada perubahan hubungi
(jarang terjadi) Nyeri, bengkak dan manifestasi Parasetamol Puskesmas terdekat.
sistemik

No KIPI Gejala Tindakan Keterangan


12
Reaksi Arthus Nyeri, bengkak, indurasi dan Kompres hangat
edema Parasetamol
Terjadi akibat reimunisasi pada Dirujuk dan dirawat di RS
pasien dengan kadar antibodi yang
masih tinggi
Timbul beberapa jam dengan
puncaknya 12-36 jam setelah
imunisasi
Reaksi umum Demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, Berikan minum hangat
(sistemik) dan menggigil dan selimut
Parasetamol

Kolaps/ keadaan seperti Episode hipotonik-hiporesponsif Rangsang dengan


syok Anak tetap sadar tetapi tidak wangian atau bauan yang
bereaksi terhadap rangsangan. merangsang.
Pada pemeriksaan frekuensi, Bila belum dapat
amplitudo nadi serta tekanan darah diatasi dalam waktu 30
tetap dalam batas normal. menit segera rujuk ke
Puskesmas terdekat

13
No KIPI Gejala Tindakan Keterangan
Reaksi Khusus :
Sindrom Guillain Lumpuh layu, simetris, asendens Rujuk segera ke RS untuk
Barre (jarang terjadi) (menjalar ke atas) biasanya tungkai perawatan dan pemeriksaan
bawah lebih lanjut
Ataksia
Penurunan refleksi tendon
Gangguan menelan
Gangguan pernafasan
Parestesi
Meningismus
Tidak demam
Peningkatan protein dalam cairan
serebrospinal tanpa
pleositosis
Terjadi antara 5 hari sd 6 minggu
setelah imunisasi.
Perjalanan penyakit dari 1 s/d
3-4 hr
Prognosis umumnya baik.

Neuritis brakialis Nyeri dalam terus menerus pada Parasetamol


(Neuropati pleksus daerah bahu dan lengan atas Bila gejala menetap
brakialis) Terjadi 7 jam sd 3 minggu setelah rujuk ke RS untuk
imunisasi fisioterapi.

No KIPI Gejala Tindakan Keterangan

14
Syok anafilaktik Terjadi mendadak Suntikan adrenalin Setiap petugas yang berangkat ke
Gejala klasik: kemerahan 1:1.000, dosis 0,1 - 0.3 lapangan harus membawa
merata, edem ml, sk/im. emergency kit yang berisi:
Urtikaria, sembab pada kelopak Jika pasien membaik epinephrine, dexamethasone dan
mata, sesak, nafas berbunyi Jantung dan stabil dilanjutkan antihistamine
berdebar kencang dengan suntikan
Tekanan darah menurun deksametason (1 ampul)
Anak pingsan/tidak sadar secara intravena/
Dapat pula terjadi langsung berupa intramuskular
tekanan darah menurun dan pingsan Segera pasang infus
tanpa didahului oleh gejala lain NaCl 0,9% 12
tetes/menit
Rujuk ke RS terdekat

2 Tata laksana Program

Abses dingin Bengkak dan keras, nyeri daerah Kompres hangat Jika tidak ada perubahan hubungan
bekas suntikan. Terjadi karena vaksin Parasetamol Puskesmas terdekat
disuntikkan masih dingin

Pembengkakan Bengkak di sekitar suntikan Kompres hangat Jika tidak ada perubahan hubungan
Terjadi karena penyuntikan Puskesmas terdekat
kurang dalam

No KIPI Gejala Tindakan Keterangan

15
Sepsis Bengkak di sekitar bekas suntikan Kompres hangat
Demam Parasetamol
Terjadi karena jarum suntik tidak Rujuk ke RS terdekat
steril
Gejala timbul 1 minggu atau lebih
setelah
Penyuntikan
Tetanus Kejang, dapat disertai dengan demam, Rujuk ke RS terdekat
anak tetap sadar
Kelumpuhan/ Lengan sebelah (daerah yang Rujuk ke RS terdekat untuk di
kelemahan otot disuntik) tidak bisa digerakkan. fisioterapi
Terjadi karena daerah
penyuntikan salah (bukan
pertengahan muskulus deltoid)
3 Faktor penerima/pejamu

Alergi Pembengkakan bibir dan Suntikan dexametason Tanyakan pada orang tua adakah
tenggorokan, sesak nafas, eritema, 1 ampul im/iv penyakit alergi
papula, terasa gatal Jika berlanjut pasang
Tekanan darah menurun infus
NaCl 0,9%

No KIPI Gejala Tindakan Keterangan

16
Faktor psikologis Ketakutan Tenangkan penderita Sebelum penyuntikkan guru sekolah
dapat memberikan pengertian dan
menenangkan murid

Berteriak Beri minum air hangat


Pingsan Beri wewangian/ Bila berlanjut hubungi Puskesmas
alkohol
Setelah sadar beri
minum teh manis
hangat

4 Koinsiden (faktor kebetulan)


Gejala penyakit terjadi secara Tangani penderita sesuai
kebetulan bersamaan dengan waktu gejala
imunisasi Cari informasi di sekitar
Gejala dapat berupa salah satu anak apakah ada kasus lain
gejala KIPI tersebut di atas atau yg mirip tetapi anak tidak
bentuk lain diimunisasi.
Kirim ke RS untuk
pemeriksaan lebih lanjut

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2016. Situasi Imuniasi di Indonesia. Info Datin. Edisi April 2016.
Jakarta: Pusdatin Kemkes RI.
2. Ranuh, IG.N.G., Suyitno, H., Hadinegoro, S.R.S., et al. 2014. Pedoman
Imunisasi di Indonesia Edisi Kelima. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia
3. Chen RT. 1999. Safety of vaccines. Dalam: Plotkin SA, Mortimer WA, ed.
Vaccines. Edisi ketiga. Philadelphia, Tokyo: WB Saunders :1144-57.
4. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. Dalam : Sumarno S. Poorwo
Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI : Jakarta. p 125-136.
5. Watson C, ed. 1997. National Immunisation Program: The Australian
Immunisation Handbook. Edisi ke-6. Commonwealth of Australia: National
Health and Medical Research Council.
6. Suharjo, JB. 2010. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Jakarta :
Kanisius.
7. Hadinegoro SRS. 2000. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri. Vol.
2, No. 1, Juni 2000: 2 - 10
8. Depkes. 2014. PMK No. 42 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg
%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf. Diakses Mei 2017.
LAMPIRAN

Foto Kegiatan di Posyandu Pamot, 10 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai