Anda di halaman 1dari 9

CLIFF TEMPLE TENGALLINGGAH

a. History
Sebagai daerah dengan mayoritas penduduknya beragama Hindu, maka tak
mengherankan jika di Bali banyak ditemukan pura maupun tempat pertapaan. Bahkan pura
ataupun tempat pertapaan tersebut telah ada sejak zaman purbakala sehingga terkadang
menyerupai goa maupun candi. Selain Goa Gajah dan Goa Garba yang telah dibangun sejak
zaman sejarah, beberapa tahun yang lalu kembali ditemukan sebuah candi di daerah
Tegallinggah, Bedulu, Blahbatu, Kabupaten Gianyar. Candi yang ditemukan oleh ahli
purbakala asli Belanda, Krijsman, diperkirakan dibangun pada abad ke-12. Dengan
ditemukannya candi tersebut semakin memperkuat kedudukan Gianyar sebagai pusat situs
purbakala di Bali.
Adalah seorang ahli purbakala berkebangsaan Belanda yang berhasil menemukan situs
sejarah yang kaya akan nilai historis-filosofis ini di sebuah tebing Sungai Pakerisan, Gianyar,
Bali. Krijsman menemukan candi ini saat tengah melakukan penggalian penyelidikan
terhadap sebuah bangunan kecil yang sebelumnya hanya dianggap gapura biasa saja oleh
penduduk setempat. Kala itu Krijsman sedang melakukan penyelidikan dengan melakukan
penggalian di sebuah bangunan kecil yang berada di lembah sungai Pakerisan. Bangunan
tersebut dipahatkan di dinding tebing dan hanya dianggap sebagai gapura masuk oleh
masyarakat setempat. Namun, dari penggalian tersebut diketahui bahwa terdapat tangga
menuju atas di dalamnya. Pada masing-masing tebing yang terpisah oleh aliran sungai,
ditemukan candi lengkap dengan beberapa cerukan yang berbeda-beda.
b. Attraction
Air Pancuran/Mata Air
Ketika sampai diujung anak tangga, pengunjung akan langsung menemukan 4 buah
pancoran dari mata air Sungai Pakerisan. Pancoran yang telah dipasangkan pipa air
tersebut menyemburkan air yang sangat jernih dan segar. Air dari pancoran tersebut
dianggap suci dan disakralkan oleh masyarakat setempat sehingga digunakan untuk
membersihkan diri. Bahkan air dari pancoran tersebut dapat langsung diminum,
khususnya 3 pancoran yang bersebelahan. Pancoran yang letaknya di pojok, merupakan
pancoran air khusus dan biasanya digunakan untuk sembahyang ke Pura. Pada bagian
yang berlawanan, terdapat sebuah pelinggih/pura yang diselimuti kain putih kuning.
Disana penduduk maupun pengunjung dapat menghaturkan canang sebelum meminta air
dari pancoran. Masyarakat dan pengunjung juga meletakkan canang tersebut disetiap
pancoran yang ada sebelum meminta air dari pancoran tersebut.
Candi
Setelah berjalan menyusuri pahatan tangga diatas dua buah tebing yang terbelah,
pengunjung akan melihat bebatuan besar dan dibelakangnya terdapat dua buah candi. Dua
buah candi yang memiliki tinggi sekitar 6-7 meter tersebut terpahat di sebuah tebing yang
menjulang 90 derajat. Arsitekturnya mirip dengan candi di Gunung Kawi namun
bebatuannya terlihat lebih kokoh, padat dan mendetail. Didepan candi tersebut terdapat 2
buah pancoran yang juga disucikan dan dapat langsung diminum oleh masyarakat dan
pengunjung.
Tujuh buah cerukan dengan tiga lingga juga ditemukan di candi tersebut. Lingga-
lingga tersebut menggambarkan tiga dewa utama dalam agama Hindu yang dikenal
dengan sebutan Trimurti, yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Shiwa. Menurut
penduduk setempat, terdapat sekitar 18 cerukan pada masing-masing sisi dinding yang
diperkirakan digunakan sebagai tempat pertapaan dalam kosmologi Hindu guna
mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak hanya
cerukan candi disekitar halaman candi, terdapat pula cerukan yang terpahat di sisi tebing
yang berseberangankarena dipisahkan oleh aliran sungai Pakerisandimana pada
masing-masing dinding terdapat bentuk candi serta sejumlah cerukan yang berbeda.
Semula penduduk setempat hanya mengetahui sebuah bangunan tersebut hanya berupa
gapura masuk saja, namun setelah digali terdapat sebuah tangga menuju keatas tebing di
dalamnya.
Gapura
Selain candi dan cerukan, ada juga area Gapura yang menjadi bagian dari benda
cagar budaya ini. Gapura ini berada disebelah cerukan dan Candi yang masih berada satu
lokasi dengan halaman candi. Gapura tersebut awalnya hanya dianggap sebagai sebuah
pintu masuk oleh penduduk setempat tanpa mengetahui isi didalamnya. Setelah dilakukan
penggalian, ditemukan beberapa anak tangga yang menjulang keatas tebing, namun tidak
menunjukkan sesuatu diatasnya untuk saat ini
Gapura tersebut terdiri atas dua bangunan dimana gapura sebelah kiri memiliki
bentuk seperti biara yang setengah jadi. Diperkirakan pengerjaan biara tersebut belum
selesai lantaran terjadi bencana gempa bumi sehingga terpaksa dihentikan pengerjaannya.
Gapura sebelah kanan memiliki bentuk yang lebih besar. Namun sayangnya kini gapura
tersebut hanya berupa reruntuhan saja.
Sungai Pakerisan
Sepanjang perjalanan menyusuri puluhan tangga akan terdengar suara-suara burung
berkicau hingga suara aliran air sungai Pakerisan. Selain melihat kemegahan bangunan
dari masa lalu, daerah sekitar Candi Tebing Tegallinggah juga memiliki kenampakan
alam yang cukup mempesona indah. Hamparan sawah penduduk yang berundak akan
memanjakan mata pengunjung selama perjalanan. Semilir angin sawah membawa
suasana sejuk dan segar serta menemani pengunjung dalam menuruni anak tangga. Rasa
lelah dari perjalanan pengunjung turut hilang dengan indah dan segarnya suasana
disekitar. Pengunjung tidak perlu khawatir ketika berjalan di anak tangga tersebut, karena
anak tangga dari batu tersebut telah dibuat permanen sehingga cukup aman dilalui. Selain
itu sepanjang jalan setapak menuju tangga juga terdapat tambak-tambak ikan milik petani
ikan disekitar candi. Tidak hanya itu, terdapat pula kebun bunga serta taman yang indah
ditumbuhi tanaman hias.
c. Activities
Arriving at the end of the stairs, visitors should immediately use a shawl or prayer clothes
and put the offering in every existing fountain, rocks, and Pelinggih. Because of this place is
sacred to the locals especially the fountain, at least as visitors, we respect the traditions of
the locals. After that, visitors can clean themselves and drink water from the three existing
fountain, then can walk down to see the beauty of Tegallinggah Cliff Temple. Most people
come just to take water from this fountain. In addition, visitors who want to feel the
sensation of meditation can also do and feel the serenity of this place. Visitors can also
capture the moment but must remain cautious because there is no buffer fence around the
cliffs and some point is very slippery to pass.
d. Accessibility
Candi Tebing Tegalliggah dapat ditempuh selama sekitar 1 jam 10 menit (40 km)
dari Bandara I Gusti Ngurah Rai dan 12 menit dengan jarak 4,6 km dari Kota Gianyar via
Jalan Mahendradata. Selain itu Candi Tebing Tegallinggah ini dapat ditempuh selama
sekitar 20 menit dari Ubud via Jalan Cok Gede Rai, 23 menit dari Bali Zoo dan 25 menit
dari Sukawati via Jalan Udayana. Kemudian 25 menit dari Goa Gajah dengan via Jalan
Raya Sakah dan Jalan Udayana, 28 menit dari Gunung Kawi via Jalan Raya Pejeng
Tampaksiring dan 33 menit dari Tegallalang Rice Terrace via Jalan Raya Andong.
Setibanya didekat candi, pengunjung akan menemukan papan nama bertuliskan
"Benda Cagar Budaya/Situs Candi Tebing Tegallinggah", dari penanda ini kemudian ke
timur untuk menemukan candi yang letaknya agak di bawah ini. Sebelum itu pengunjung
dapat memarkirkan kendaraannya dipekarangan rumah penduduk dan berjalan kaki
menuju gang yang cukup dilalui dua orang. Telusurilah gang melalui jalan setapak
tersebut dan pengunjung akan melihat sejumlah tangga yang harus dilalui. Selama
penelusuran pengunjung akan melewati area kolam dan tambak udang milik penduduk.
Pengunjung akan menyusuri anak tangga yang berjumlah puluhan buah tersebut.
Anak tangga itu berlapiskan semen dan batu sikat yang sangat memadai dan nyaman
untuk dilalui. Pada beberapa titik terdapat sejumlah anak tangga yang rusak namun masih
dapat dilalui secara hati-hati. Untuk menuju halaman candi, pengunjung akan menapaki
susunan anak tangga yang dipahat langsung dari bebatuan tebing dan ukurannya hanya 1
pijakan sehingga harus bergiliran. Setibanya diujung tangga, pengunjung harus berhati-
hati untuk menapaki bebatuan besar yang tidak tersusun agar sampai di halaman candi.
Untuk melihat candi lebih dekat, pengunjung dapat menyusuri halaman candi namun
tetap hati-hati karena sangat licin dan becek dipenuhi air yang turun dari mata air Sungai
Pakerisan. Halaman candi yang lain cukup kering dan biasanya digunakan untuk duduk
bersantai melihat candi atau menyantap makanan ringan yang dibawa.
Ada sebuah jembatan dari kayu yang sangat aman untuk dilalui karena tampaknya
baru dibenahi akhir-akhir ini. Jembatan kayu sepanjang 5-6 meter tersebut
menyambungkan kedua tebing yang dipisahkan oleh Sungai Pakerisan. Sebelumnya
jembatan tersebut sudah lumayan rapuh dan cukup berbahaya untuk dilewati. Jembatan
tersebut akan menghubungkan cerukan-cerukan yang ada diseberangnya, Di jembatan ini
pengunjung akan merasa nyaman untuk melihat arus Sungai Pakerisan dari ketinggian.
e. Ancillary Service
Hingga saat ini, tidak ada pungutan biaya untuk masuk ke area situs Candi Tebing
Tegalinggah ini. Pengelolaannya hanya sebatas swadaya masyarakat disekitar seperti
menyapu dan membersihkan candi, memberikan petunjuk arah kepada para pengunjung,
menyediakan halamannya sebagai lahan parkir, warung makanan, toilet serta
memberikan sejumlah informasi umum tentang sejarah candi dan perubahan yang
dialami. Terakhir kalinya, di candi ini dilakukan KKN oleh mahasiswa Universitas
Udaya dengan menyediakan fasilitas tangga, jembatan dan pancuran. Belum ditujukan
secara mengkhusus tentang jenis wisata di candi ini apakah religi atau sejarah namun
kedua jenis wisata tersebut dapat dikombinasikan menjadi satu.
f. Amenities
Wisata Candi Tebing Tegallinggah di Blahbatuh Gianyar Bali memiliki beberapa fasilitas
dan pelayanan di antaranya sebagai berikut:
Area parkir kendaraan
Area parkir kendaraan yang disediakan merupakan halaman dari seorang rumah
penduduk yang beralaskan tanah serta beberapa titik sudah disemen. Ukurannya
sekitar 6 x 10 m dan dapat menampung sejumlah motor dan mobil yang tidak terlalu
banyak.
Warung Makan
Terdapat sebuah warung makan di depan areal parkir ini yang dimiliki oleh
penduduk. Warung tersebut berjumlah 2 buah dengan kapasitas tempat duduk yang
masih minim dan ukurannya yang juga minim.
MCK Umum
Tidak disediakan MCK umum melainkan toilet masyarakat setempat yang dapat
dipinjam tanpa dikenakan biaya. Rumah masyarakat ini sendiri hanya sampai jalan
setapak awal, sehingga selama perjalanan menyusuri tangga dan sampai di lokasi
tidak akan ditemukan toilet.
Tempat Istirahat
Sesampainya dilokasi, pengunjung akan dapat beristirahat di halaman candi yang
cukup bersih dan hanya akan ditemukan sampah dedaunan. Halaman tersebut sangat
luas dan nyaman untuk rileksasi seusai menuruni tangga.
g. Stereotype & Culture
Candi Tebing Tegallinggah berada di Kabupaten Gianyar, maka berikut adalah stereotype
dari masyarakat Gianyar
Masyarakat Gianyar biasanya memiliki tutur kata dan penggunaan bahasa yang pelan,
halus dan penuh basa basi.
Demikian akrab obrolan dengan tutur kata yang bagus, sehingga tak terasa waktu
sudah terbuang lama. Sehingga terkadang ketika tamu/lawan bicara akan pulang
mereka baru akan menawarkan minuman dengan berkata Dong gegeson pesan
mulih, tusing ngidih kopi malu? (Dont go home quickly, please have a cup of coffee
first before you go)
h. SWOT
Strength
1. Memiliki keunikan dan keindahan arsitektur bangunan kuno khususnya tempat
pertapaan/meditasi. Pengunjung yang ingin bermeditasi juga dapat langsung
merasakannya karena tempat ini masih cukup sepi dan hening suasananya yang masih
sejuk dan asri
2. Terdapat mata air langsung dari Sungai Pakerisan yang menambah keindahan dan
pengalaman bagi para pengunjung yang datang dengan mencoba membersihkan
diri dengan air dari pancoran tersebut
3. Terdapat sebuah jembatan kayu yang melintang diantara dua tebing yang dibelah oleh
sungai Pakerisan sehingga sangat menarik dari atas jembatan ini untuk melihat arus
Sungai Pakerisan
4. Terdapat satu buah air terjun kecil yang turun dari tebing tempat pancoran berada
sehingga menambah keunikanya. Selain itu diatas candi juga terdapat air yang
merembes dari tebing diatasnya sehingga menambah suasanya keasrian tempat ini
Weakness
1. Belum tersedianya fasilitas yang memadai, baik itu akses jalan setapak menuju
tempat parkir, tempat parkir yang aman dan beraturan, warung makan atau kios
cinderamata yang waktu operasionalnya kurang baik, anak tangga yang rusak dan
tidak ada pagar penyangga tebing agar lebih aman.
2. Kurangnya penunjuk arah ke Candi, papan larangan bagi pengunjung yang haid atau
kotor, papan nama dari setiap pancoran dan kegunaan biasanya oleh penduduk,
kurang tersediannya pelinggih/tempat untuk menghaturkan canang dan sesari, tidak
adanya papan untuk nama nama cerukan, candi, dan sebagainya serta kegunaan dan
sejarah singkatnya
3. Kurangnya kesadaran masyarakat akan keberadaan candi khususnya melayani
pengunjung yang menanyakan dimana persisnya lokasi candi serta sampah penduduk
yang berada di depan gang menuju anak tangga candi serta alat kebersihan yang tidak
diletakkan sebagaimana mestinya
4. Kurangnya pengelolaan masyarakat seperti donasi/tiket masuk dan penyediaan
pemandu wisata khususnya yang dapat berbahasa asing
5. Kurangnya kerjasama dengan daya tarik/destinasi wisata lain yang sejenis atau
melewati keberadaan Candi Tebing Tegallinggah
6. Terdapat banyak sampah dedaunan dan sampah plastik yang dibuang ke bawah tebing
Sungai Pakerisan oleh masyararakat yang membersihkan atau pengunjung yang
datang sehingga sangat nampak sekali apabila dilihat dari jembatan.
1. Dapat dibuat menjadi wisata religi sekaligus wisata sejarah
2. Kondisinya yang masih sangat alami dan asri sehingga cocok untuk pengunjung yang
ingin merasakan ketenangan bersama candi tanpa menuruni terlalu banyak tangga
seperti di Gunung Kawi, dll
3. Potensi atraksi wisata tambahan yaitu air terjun dari air yang turun melalui pancoran
dan tebing diatasnya menuju sungai Pakerisan
4. Potensi aktivitas wisata tambahan yaitu memelihara tambak ikan seperti melakukan
pengairan, memanen hasil tambak hingga merawat tambak untuk periode selanjutnya
sesuai dengan musim/siklus tambak
5. Potensi aktivitas wisata tambahan yaitu menjadi petani bunga
Threat
1. Membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama mengelola daya tarik
wisata ini. Daya tarik wisata ini tidak akan berkembang apabila mereka mengelolanya
dengan terpisah-pisah atau sendiri melainkan bersama-sama. Jika ada pengunjung
datang satu dari mereka mengarahkan parkir, kemudian mengarahkan ke loket
donasi/tiket masuk dan ada yang menemani selama perjalanan dan kegiatan wisata di
candi serta dapat memberikan informasi lengkap tentang candi ini.
2. Kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah rumah
tangga dan sampah dipekarangannya dibuang pada bagian depan dari gang untuk
menuju anak tangga sehingga memberikan kesan buruk
3. Kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah di candi. Beberapa masyarakat
memang membersihkan dan menyapu dianak tangga serta halaman candi, namun
sampah yang dikumpulkan tidak dibawa keatas untuk dibuang/diserahkan ke DKP
tetapi dibuang ke sungai khususnya potensi atraksi yaitu air terjun dari air pancoran
4. Rusaknya bangunan candi atau cerukan apabila masyarakat atau pengunjung tidak
menjaga pijakan atau sentuhannya terhadap bangunan berserajah tersebut, karena
tidak adanya larangan untuk menyentuh atau menginjak bangunan tersebut
5. Resiko tingginya kecelakaan karena beberapa anak tangga yang rusak, bebatuan yang
licin dan tidak disediakannya pagar pinggiran ditebing khususnya tebing yang dibagi
oleh Sungai Pakerisan
6. Bencana longsor dari tanah diatas tebing akibat hujan deras atau gempa bumi yang
akan menimpa candi, cerukan dan gapura bahkan pengunjung yang sedang berwisata
i. Suggestion
To visitor:
Saran dan tips sebelum menuju ke Candi Tebing Tegallinggah, yaitu pantaulah cuacanya
terlebih dahulu supaya tidak menghalangi liburan karena lokasinya yang berada di alam
terbuka, bila perlu bawalah payung untuk antisipasi. Pengunjung perlu mempersiapkan
keperluan yang akan dibutuhkan seperti membawa bekal, air minum dan lainnya karena akan
menyusuri tangga yang berkelak-kelok dan tidak ditemui warung makan yang berada
disepanjang jalan. Tidak hanya itu, sebelum menuruni tangga hendaknya kencing terlebih
dahulu, karena tidak terdapat toilet umum dan tidak disarankan untuk kencing di pancoran
atau sungai karena dianggap suci oleh masyarakat setempat. Jangan lupa untuk membawa
selendang, canang, ataupun pakaian ganti bagi yang ingin membersihkan diri di pancuran
suci tersebut.
To develop:
Penyediaan pagar penyangga di tebing agar pengunjung lebih merasa aman
Penyediaan tong sampah yang memadai karena hanya terdapat 1 buah tong sampah yang
memadai serta ruang tempat alat kebersihan yang lengkap
Penyediaan fasilitas penyewaan selendang, pembelian dupa dan canang serta kotak sesari
Penyediaan kios cinderamata dan warung makanan-minuman ringan ataupun masakan
khas Tegallinggah yang akan menambah pengalaman pengunjung dan membuka usaha
masyarakat setempat
Penyediaan lahan parkir yang lebih memadai dan akses masuk yang diperlebar
Penyediaan petunjuk arah menuju candi yang lebih diperjelas
Membenahi titik-titik anak tangga yang rusak dan memastikan agar tidak terjadi
kerusakan dititik yang sama atau titik lain
Penyediaan donasi atau tiket masuk agar dana yang dihimpun dapat digunakan untuk
menyediakan sarana yang dibutuhkan
Penyediaan penjaga untuk menjelaskan secara detail tentang candi yang mampu
berbahasa inggris minimal dengan cara memberikan pengetahuan kepada mereka akan
arti pentingnya pariwisata di daya tarik tersebut dan dampak yang akan mereka peroleh
terhadap pengembangan pariwisata disana
Bekerjasama dengan penduduk setempat agar mengatur warung, tambak dan pengelolaan
sampahnya agar tidak mengganggu pengunjung tapi justru menambah nilai plus dari daya
tarik wisata ini
Melakukan promosi melalui web/blog resmi, akun media sosial dan sebagainya yang
memberikan keterangan/fakta yang mendetail, bekerjasama dengan travel agent atau
destinasi wisata lain yang berada dekat atau searah dengan keberadaan candi ini

Anda mungkin juga menyukai