Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN PERPAJAKAN

Aspek Akuntansi dan Pajak Penggabungan dan Peleburan Usaha

Disusun oleh :

73-16-28611 Setianti Chrisnamurti


73-16-28612 Alvin
73-16-28613 Ika Pratiwi
73-16-28614 Aghni Mira Shufia

STIE YKPN YOGYAKARTA


2017 / 2018

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan ke-empat atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan
Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan,
atau Pemekaran Usaha.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2017 tentang Penggunaan
Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta Dalam Rangka
Penggabungan, Peleburan, Pemekaran atau Pengambilalihan Usaha.
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku atas
Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Pelebuaran, atau Pemekaran
Usaha.
Surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008 tentang
Penyampaian dan Pemonitoran pelaksanaan Peraturan menterfi Keuangan
Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekarn Usaha beserta
Peraturan Pelaksanaannya.
Peraturan Menteri Keuangan 91/PMK.03/2006 tentang Pemberian
Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

2. Definisi (Secara Umum)


a. Definisi
Menurut PSAK 22 Penggabungan usaha (business combination) adalah penyatuan dua
atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan
menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi
perusahaan lain.

2
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara membentuk suatu perseroan baru dan masing-masing
perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang
dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseoroan tersebut. Istilah
Peleburan Usaha tidak dikenal dalam PSAK No. 22 sehingga dapat disimpulkan bahwa
peleburan usaha digolongkan ke dalam penggabungan usaha. Sementara istilah Pengambil
alihan dikenal dengan istilah akuisisi yang didefinisikan sebagai suatu penggabungan usha
dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva netto dan
operasi perusahaan yang diakuisisi dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu
kewajiban atau mengeluarkan saham.
b. Alasan penggabungan usaha
Menurut Birigham dan Houston (2001) menyebutkan adanya motif yang terkait dengan
dilakukannya merger oleh suatu perusahaan yaitu:
1. Sinergi
Adalah kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar dari pada hasil penjumlahan
bagian-bagiannya.Motifasi utama dalam sebagian merger adalah meningkatkan nilai
perusahaan yang bergabung.
2. Pertimbangan pajak
Merger dapat dipilih untuk meminimalkan pajak dan menggunakan pajak yang berlebi
dan mengurangi laba kena pajak.
3. Pembelian aktiva dibawah nilai penggantinya
Perusahaan diambil alih karena nilai penggantian aktivanya jauh lebih tinggi dari pada
nilai pasar persahaan itu sendiri.
4. Diversifikasi
Dapat membantu menstabilkan laba perusahaan sehingga bermanfaat bagi pemiliknya.
5. Mendapatkan pengendalian atas perusahaan yang lebih besar

3
MANFAAT & KELEMAHAN PENGGABUNGAN USAHA

Secara umum, ada beberapa manfaat yang mungkin diperoleh oleh pihak-pihak yang melakukan
penggabungan usaha, antara lain :

1. Mengoptimalkan sinergi,
2. Memperluas pasar,
3. Proteksi pasar,
4. Akuisisi terhadap produk pesaing,
5. Memperkuat bisnis inti,
6. Merebut saluran distribusi,
7. Penetrasi pasar,
8. Meningkatkan daya saing,
9. Melakukan efisiensi perpajakan

Di samping memperoleh berbagai manfaat, Suta (1992:12) mengemukakan bahwa


penggabungan usaha juga memiliki kelemahan sebagai berikut :

1. Proses integrasi yang tidak mudah.


2. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat.
3. Biaya konsultan yang mahal.
4. Meningkatnya kompleksitas birokrasi.
5. Biaya koordinasi yang mahal.
6. Seringkali menurunkan moral organisasi.
7. Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan.
8. Tidak menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham.

c. Macam-macam penggabungan usaha


Merger adalah penggabungan badan usaha dengan cara mengambil alih secara
langsung kekayaan bersih (net assets) satu atau lebih perusahaan oleh perusahaan lain.
Perusahaan yang mengambil alih kekayaan bersih perusahaan lain tetap
mempertahankan identitasnya dan melanjutkan usaha sebagai satu kesatuan ekonomi

4
yang lebih besar, sedangkan perusahaan yang kekayaan bersihnya diambil alih
dibubarkan dan kehilangan identitasnya.
Akuisisi adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan cara menguasai posisi
control terhadap perusahaan lain. Posisi control ini diperoleh dengan jalan menguasai
sebagian besar (lebih dari 50%) saham perusahaan lain.
Konsolidasi adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang
modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.
d. Metode penggabungan usaha berdasarkan perlakuan akuntansi
1. Metode pembelian (purchase)
Metode pembelian terjadi jika dalam kegiatan penggabungan usaha melibatkan
transaksi pembelian mayoritas saham perusahaan target secara tunai, yang berakibat
beralihnya pengendalian terhadap menejemen perusahaan.
2. Metode penyatuan (pooling of interest)
Metode penyatuan terjadi ketika pemegang saham perusahaan yang bergabung tetap
melanjutkan kepemilikannya pterhadap perusahaan hasil penggabungan.Dalam metode
penyatuan ini tidak ditemukan proses jual beli dengan pihak lainnya, tidak pihak yang
diamnggap sebagai pengambil alih dan tidak ada pihak yang dominan timbul dari
kegiatan merger dan akuisisi tersebut.
Menurut PSAK 22 terdapat dua metode pencatatan akuntansi dalam transaksi
penggabungan usaha:
1. Metode Purchase (Nilai Pasar) digunakan untuk penggabungan usaha melalui akuisisi.
- Pada Metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai biaya perolehan (cost of investment)
yaitu sejumlah kas atau harga pasar aktiva lain yang dikeluarkan untuk membeli
perusahaan.
- Nilai aktiva diadjust sesuai harga pasar (fair value) dan menjadi dasar pengenaan
depresiasi dan amortisasi yang baru bagi perusahaan setelah akuisisi.
- Goodwill diakui sebagai selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan harga
pasar (fair value) aktiva perusahaan yang diakuisisi. Nantinya akan diamortisasi oleh
perusahaan setelah akuisisi.
2. Metode Pooling of Interest (Nilai Buku) digunakan untuk penggabungan usaha melalui
akuisisi penyatuan kepemilikan

5
- Pada metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai nilai buku (book value), tidak
terdapat goodwill dan kenaikan nilai aktiva.
- Selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan nilai buku (book value) aktiva
perusahaan
- Wajib Pajak yang boleh menggunakan nilai buku adalah mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan
merger dan pemekaran usaha adalah untuk melunasi seluruh utang pajak dari tiap
badan usaha yang terkait; dan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose
test).
- Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh
mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan
diri/Wajib Pajak yang dilebur.
Menurut ketentuan perpajakan untuk menghitung kewajiban pajak yang terutang
dari penggabungan usaha adalah menggunakan metode purchase atau pembelian karena
metode purchase dilakukan dengan mengurangi nilai pasar dari nilai buku sehingga
menghasilkan goodwill. Sehingga goodwill tersebut yang menjadi objek pajak menurut
pasal 10 ayat 3 Undang-undang PPh No 36 Tahun 2008.
Namun, untuk menyesuaikan dengan ketentuan akuntansi yang berlaku, diberikan
juga alternatif pemakaian nilai buku sebagai nilai perolehan aktiva yang
dialihkan.Ketetapan dan syaratnya diatur oleh Menteri Keuangan dalam KMK-
422/KMK.04/1998 Jo KMK-469/KMK.04/1998 Jo. KMK-211/KMK.03/2003 Jo. PMK-
75/PMK.03/2005 yang memuat ketentuan sebagai berikut :

a. Wajib Pajak (WP) dapat menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan atau
peleburan usaha
b. Untuk dapat melakukan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha dengan
menggunakan nilai buku, WP wajib mengajukan permohonan kepada Direktorat
Jenderal Pajak dan melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha terkait
c. WP yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan menggunakan nilai
buku, tidak boleh mengalihkan kerugian/sisa kerugian badan usaha lama, kecuali :

6
Wajib Pajak tersebut melakukan revaluasi aktiva tetapnya terlebih dahulu; dan masih
aktif menjalankan usahanya; danWajib Pajak yang menerima penggabungan usaha atau
Wajib Pajak hasil peleburan usaha harus aktif menjalankan usaha sekurang-kurangnya
sampai dengan 2 (dua) tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha.

Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dengan nilai buku mencatat nilai perolehan
harta tersebut sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan
pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan
Penyusutan atas harta yang diterima berdasarkan nilai buku dilakukan berdasarkan masa
manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak
yang mengalihkan
Apabila penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang menggunakan nilai buku
dilakukan dalam tahun berjalan, maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari
pihak atau pihak-pihak yang menerima penghasilan tidak boleh pihak kecil dari jumlah
angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.
Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah dilakukan oleh
pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukannya penggabungan,
peleburan atau pemekaran usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran,
pemungutan, atau pemotongan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima
pengalihan.Penggunaan nilai buku sebagai nilai perolehan aktiva yang dialihkan ini
menunjukkan kesamaan perlakuan dengan Pooling of Interest Method dalam akuntansi
komersial di Indonesia.

7
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Bentuk Penggabungan Usaha
A. Dari segi jenis usaha perusahaan yang bergabung.
1. Penggabungan horizontal: Penggabungan ini terjadi apabila perusahaan-perusahaan
yang bergabung menjalankan fungsi produksi dan penjualan barang-barang sejenis.
2. penggabungan vertical: Apabila perusahaan yang semula merupakan langganan
terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan lain atau sebaliknya
perusahaan lain adalah supplies bahan baku baginya dan kemudian mengadakan
penggabungan perusahaan.
3. Penggabungan konglongmerat(conglomerate combinations): Penggabungan ini
merupakan kombinasi dari penggabungan horizontal dengan vertikal.penggabungan
konglongmerat terbentuk apabila perusahaan yang bergabung buka perusahaan
sejenis.
B. Dilihat menurut kejadian hukumnya
1. Merger: Adalah penggabungan perusahaan dengan jalan pemilikan langsung oleh
suatu perusahaan terhadap harta milik dari satu atau lebih perusahaan lain yang
digabungkan.
2. Akuisisi: Penggabungan perusahaan disebut dengan akuisisi adalah penggabungan
dua atau lebih perusahaan dengan cara menguasai posisi control terhadap perusahaan
lain. Posisi control ini diperoleh dengan jalan menguasai sebagian besar (lebih dari
50%) saham perusahaan lain.

Kadang-kadang suatu penggabungan usaha dapat mengakibatkanterjadinya legalmerger.


Suatu legal merger biasanya merupakan merger duabadan usaha melalui salah satu cara
berikut (PSAK 22) :
1. Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan laindan
perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau
2. Aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan keperusahaan baru
dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihantersebut dibubarkan (PSAK No.
22)

8
3.2 Metode Penggabungan usaha dalam ketentuan perpajakan
Ada dua prosedur pencatatan akuntansi apabila ada dua atau lebih badanusaha yang
diselenggarakan bersama atau digabung yaitu :
a. Pembelian (by purchase)
Penggabungan badan usaha dikatakan atas dasar pembelian apabila penggabungan
badan usaha tersebut berakibat para pemilik perusahaan yang bergabung tidak ikut
berpartisipasi secara substansial di dalam perusahaan tunggal yang dibentuk.Selanjutnya
apabila suatu kombinasi usaha dianggap suatu pembelian maka harta kekayaan yang
diperoleh dalam transaksi penggabungan harus dicatat dalam buku-buku usaha yang
memperolehnya atas dasar harga perolehan yang diukur dengan uang.Singkatnya metode
pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi
dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang
bergabung. Ilustrasi berikut ini akan memberikan gambaran jelas mengenaipenggabungan
badan usaha secara merger atas dasar pembelian PT Aku memperoleh aktiva bersih PT Dia
melalui penggabungan dengan metodepembelian atau by purchase. Berikut ini adalah neraca
dari PT Dia.

9
Tabel 1
Neraca dengan asumsi Metode by Purchase

Neraca PT DIA
Per 31 Maret 2013

Nilai Buku Nilai Wajar


Aktiva
Kas Rp 50,000,000 Rp 50,000,000
Piutang bersih Rp 150,000,000 Rp 140,000,000
Persediaan Rp 200,000,000 Rp 250,000,000
Tanah Rp 50,000,000 Rp 100,000,000
Bangunan Rp 300,000,000 Rp 500,000,000
Peralatan Rp 250,000,000 Rp 350,000,000
Hak Paten Rp 50,000,000
Total Aktiva Rp 1,000,000,000 Rp 1,440,000,000

Kewajiban
Hutang Usaha Rp 60,000,000 Rp 60,000,000
Wesel Bayar Rp 150,000,000 Rp 135,000,000
Kewajiban Lain-
lain Rp 40,000,000 Rp 45,000,000
Total Kewajiban Aktiva Bersih Rp 250,000,000 Rp 240,000,000
Rp 750,000,000 Rp 1,200,000,000

PT Aku membayar Rp 400.000.000 tunai dan menerbitkan 50.000 lembar saham biasa
dengan nilai nominal Rp 10.000, nilai pasar Rp 20.000 per saham untuk memperoleh aktiva
bersih PT Dia. Ayat jurnal untuk mencatat penggabungan usaha pada buku PT Aku adalah
sebagai berikut :
Investasi pada PT Dia Rp 1.400.000.000
Kas Rp 400.000.000
Saham-biasa Rp 500.000.000
Tambahan modal disetor Rp 500.000.000

10
Untuk mencatat penerbitan 50.000 lembar saham biasa nominal Rp. 10.000 ditambah dengan kas
Rp 400.000.000 dalam penggabungan usaha dengan metode pembelian atas PT Dia adalah
Kas Rp 50.000.000
Piutang bersih Rp 140.000.000
Persediaan Rp 250.000.000
Tanah Rp 100.000.000
Bangunan Rp 500.000.000
Peralatan Rp 350.000.000
Hak paten Rp 50.000.000
Goodwill Rp 200.000.000
Hutang usaha Rp 60.000.000
Wesel bayar Rp 135.000.000
Kewajiban lain-lain Rp 45.000.000
Investasi pada PT Dia Rp 1.400.000.000
Goodwill sebesar Rp 200.000.000 merupakan selisih antara nilai wajar aktiva dan nilai perolehan
suatu aktiva dalam hal ini selisih antara Rp 1.400.000.000 dan Rp 1.200.000.000.Sesuai dengan
prinsip akuntansi goodwill yang timbul sebesar Rp 200.000.000 ini nantinya harus diamortisasi.

b. Metode Pooling of Interest


Apabila suatu penggabungan usaha dianggap sebagai suatu pooling of interest maka badan
usaha yang baru dianggap sebagai kelanjutan dari semua badan usaha yang bergabung, baik
dalam bentuk suatu badan usaha yang tunggal maupun sebagai induk perusahaan dengan satu
atau beberapa anak perusahaan. Ilustrasi di bawah ini akan memperjelas penggunaan metode
pooling of interest. Berikut ini adalah neraca saldo PT Bunga dan PT Mawar.

11
Tabel 2
Neraca Saldo dengan asumsi Metode Pooling of Interest

Neraca Saldo PT Bunga dan PT Mawar


Per 31 Maret 2013
PT Bunga PT Mawar
Aktiva lain-lain Rp 750,000,000 Rp 290,000,000
Beban-beban Rp 150,000,000 Rp 60,000,000
Total debet Rp 900,000,000 Rp 350,000,000
Modal Saham @ Rp.
10000 Rp 500,000,000 Rp 200,000,000
Laba ditahan Rp 200,000,000 Rp 50,000,000
Pendapatan Rp 200,000,000 Rp 100,000,000
Total kredit Rp 900,000,000 Rp 350,000,000

Apabila PT Bunga bermaksud ingin menggabungkan diri dengan PT Mawar,


dengan penerbitan 20.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000 untuk
memperoleh aktiva tetap milik PT Mawar dimana dalam hal ini identitas PT Bunga tetap
atau tidak akan ada perusahaan baru yang terbentuk, maka pencatatan yang dilakukan di
dalam pembukuan PT Bunga adalah :
Aktiva Lain-lain Rp 1.040.000.000
Beban-beban Rp 210.000.000
Modal saham Rp 700.000.000
Laba ditahan Rp 250.000.000
Pendapatan Rp 300.000.000

Dari kedua metode di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa apabila
penggabungan perusahaan dengan menggunakan metode by purchase, maka harta
kekayaan yang diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilan tersebut
dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya (penilaian kembali), sebaliknya modal saham
dicatat dengan jumlah yang sama. Hal ini mendorong untuk diakui adanya Aktiva Tak

12
Berwujud (Goodwill) yang merupakan selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian (interest)
perusahaan pengakusisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi pada
tanggal transaksi. Apabila penggabungan badan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan
pooling of interest, maka jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan
perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri contoh di atas PT Bunga dan PT Mawar
dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan menggunakan metode ini sama
sekali tidak menimbulkan adanya pengakuan aktiva tak berwujud atau dalam hal ini goodwill
atau bisa disimpulkan bahwa penggabungan perusahaan atas dasar pooling of interest, harta,
kewajiban, modal dan beban yang menjadi milik kedua perusahaan digabungkan seperti biasa.
Misalnya pada contoh di atas aktiva lain-lain milik PT Bunga dan PT Mawar berturut turut
Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000.Apabila kedua perusahaa menggabungkan diri dengan
metode pooling of interest, maka jumlah aktiva yang dilaporkan dalam neraca perusahaan baru
atau perusahaan yang tetap mempertahankan identitasnya adalah merupakan penjumlahan antara
Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000.
Ketentuan perpajakan menganjurkan perusahaan yang melakukan penggabungan usaha untuk
menggunakan metode purchase dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, namun juga dapat
menggunakan nilai buku dengan persyaratan tertentu, yaitu;
(a) mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan
dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;
(b) melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
(c) memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test). Yaitu:
tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha
yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk
penghindaran pajak;
kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai
dengan tanggal efektif merger;
kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi wajib
dilanjutkan olehWajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5
(lima) tahun setelah tanggal efektifmerger;
kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka merger tetap
berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;

13
kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran usaha
wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif pemekaran
usaha; dan
harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger
atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima
harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran
usaha.

3.3 Aspek Perpajakan dalam Merger dan Akuisisi


1. Aspek Pajak Penghasilan
Apabila suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain, transaksi tersebut mungkin
terkena pajak mungkin pula tidak. Dalam peristiwa taxable acquisition, pemegang saham
dari perusahaan yang diakuisisi diperlakukan sebagai menjual saham yang mereka miliki,
dan karenanya akan memperolehcapital gains (yang akan dikenakan pajak) atau loss.
Dalam peristiwa akuisisi yang taxable, perusahaan yang mengakuisisi mungkin melakukan
revaluasi atas aktiva tetap dari perusahaan yang diakuisisi.
Seperti yang kita ketahui bahwa menurut PSAK terdapat dua metode dalam
melakukan merger atau akuisisi, yaitu metode Nilai Pasar (Purchase) dan Pooling of
Interest.Prinsip akuntansi membebaskan perusahaan untuk memilih metode mana yang
dipakai dengan meperhatikan makna ekonomisnya. Sedangkan dalam Pasal 10 ayat 3
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan tentang dasar pengenaan
pajak atas penggabungan usaha, mengatur bahwa: Nilai perolehan atau pengalihan harta
yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan.
Pihak Direktorat Jendral Pajak memutuskan untuk tidak menggunakan pooling of
interset yang menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari
penggabungan perusahaan. Hal ini dikarenakan penggabungan perusahaan dengan metode
pooling of interest samasekali tidak menghasilkan penghasilan kena pajak, karena
penggabungantersebutdidasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan

14
berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar. Lain halnya apabila menggunakan
metode By Purchase yang berdasarkan pada nilai pasar.
Bagi pihak perusahaan yang melakukan merger atau akuisisi sepintas akan terlihat
bahwa merger dengan nilai buku akan lebih menguntungkan karena dapat terhindar dari
PPh atas laba selisih kenaikan aktiva (objek pajak UU PPh pasal 4 ayat 1d-3). Namun
merger nilai pasar akan memberi keuntungan laba kena pajak yang lebih minim di masa
depan karena adanya amortisasi goodwill (UU PPh pasal 11A ayat 1) dan depresiasi yang
lebih besar dari kenaikan nilai aktiva.
Dalam melakukan merger atau akuisisi dengan menggunakan metode Purchaseakan
menimbulkan pengenaan pajak penghasilan atas keuntungan atau goodwill lyang
diperoleh dalam proses merger atau akuisisi. Dalam pasal 4 (1) (d) angka 3 Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa keuntungan
karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemecahan, pengambilalihan, likuidasi usaha
dengan nama dan bentuk apapun, merupakan objek pajak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 79/PMK.03/2008 atas revaluasi
aktiva untuk merger degan nilai pasar dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 10% dan
bersifat Final.
Dari contoh PT Dia dengan menggunakan metode Purchase menghasilkan goodwill
sebesar Rp 200.000.000.Goodwill ini akan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 10% dan
bersifat final. Maka pajak terutang yang muncul adalah :
10% x Rp 200.000.000 = Rp 20.000.000

2. Aspek PPN
Dalam pasalUndang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
& Pajak Penjualan Barang Mewah pasal 1A ayat (2) huruf (d) menyatakan bahwa
pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan
dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. Sehingga dalam penyerahan Barang Kena Pajak
yang dilakukantidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
3. Aspek BPHTB

15
Dalam Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000, yang dimaksud
dengan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.Sedangkan
pada Pasal 2 ayat (1) huruf (a) UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )
dijelaskan mengenai objek BPHTB yaitu Pemindahan Hak karena :
Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan
melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung.
Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan
cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang
bergabung tersebut.
Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha
atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian
aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa
melikuidasi badan usaha yang lama.
Dari penjelasan Undang-Undang di atas dapat disimpulkan bahwa pengalihan hak
atas tanah dan bangunan karena merger atau konsolidasi merupakan objek BPHTB.BPHTB
dikenakan sebesar 5% dari Nilai Jual Objek Pajak dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan 91/PMK.03/2006
dijelaskan bahwa besarnya BPHTB karena merger atau akuisisi dapat diajukan
permohonan pengurangan sebesar 50% jika menggunakan nilai buku.Besarnya
NPOPTKP adalah maksimal 60 juta dan maksimal 300juta untuk waris.

3.4 Masalah Perpajakan dalam Penggabungan Usaha


Aspek perpajakan berpengaruh terhadap penentuan metode apa yang akandipakai dalam
penggabungan usaha selain dengan menggunakan pertimbanganhukum. Perlu diketahui bahwa
pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-UndangPerpajakan No. 10 Tahun 1994, menyebutkan
bahwa keuntungan karena penjualanatau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena
likuidasi,penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usahaadalah

16
salah satu objek pajak.Kemudian Pasal 10 ayat 3, Undang-undang Pajak Penghasilan No. 10
Tahun1994mengatur tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal
inimengatur bahwa:
"Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi,penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilan usahaadalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan hargapasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri
keuangan "
Apabila mengacu pada peraturan pajak ini berarti bisa diambil suatukesimpulan bahwa
penggabungan usaha yang diperkenankan menurut ketentuanperpajakan adalah dengan
menggunakan metode by purchase, yang menilai aktivaberdasarkan harga pasar bukan
menggunakan metode pooling of interest, yangmenilai aktiva berdasarkan nilai sisa buku. Hal
ini dijelaskan dalam Pasal 10 ayat 3, Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur
tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini mengatur bahwa: "Nilai
perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh
menteri keuangan.
Dalam pelaksanaannya penggunaan metode Pooling of Interest diperbolehkan
digunakan dengan diatur dalam Peraturan Menteri Keuanagn Republik Indonesia Nomor
43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka
Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Pada pasal 2 dijelaskan mengenai syarat
wajib pajak yang melakukan penggabungan usaha menggunakan nilai buku, antara lain:
a. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan
tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;
b. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
c. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (Business Purpose Test).
Ketentuan perpajakan tidak seperti prinsip akuntansi yang mengatur bahwa pemilihan
metode penggabungan usaha yang dipakai didasarkan dengan memperhatikan makna
ekonomisnya dan bukan melihat pada bagaimana transaksi itu menurut hukumnya

17
(formalitas).Dengan demikian bisa diartikan bahwa prinsip akuntansi membebaskan perusahaan
untuk memilih metode mana yang akan dipakai.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Direktorat Jenderal Pajak memutuskan untuk
tidak memperbolehkan penggunaan metode pooling of interestdalam rangka penggabungan
usaha. Jawabannya tidak lain bahwa dengan pooling of interset, tidak ada pajak yang dibebankan
atas penggabungan usaha tersebut, lain halnya apabila menggunakan metode by purchase yang
berdasarkan pada nilai pasar.Meskipun demikian seperti yangdikatakan dalam pasal 10 ayat 3
bahwa dasar penilaian lain dimungkinkan, dalamhal ini menggunakan metode pooling of interest
dengan terlebih dahulu meminta izinkepada menteri keuangan.
Contoh di atas akan dipergunakan untuk memperjelas perbedaan antara kedua metode
tersebut dari sisi pengenaan pajak penghasilan. Pada metode by purchase nilai buku aktiva (book
value) dari PT Dia adalah Rp 750.000.000, sedangkan nilai wajar atau nilai pasarnya (market
price) sebesar Rp 1.200.000.000, maka ada penghasilan sebesar Rp 450.000.000 yang timbul
sebagai akibat adanya selisih antara nilai wajar (market price) dengan nilai buku (book value)
Penghasilan inilah yang merupakan objek pajak penghasilan yang nantinya akan dikenakan
Pajak Penghasilan sebesar 10% dan bersifat final.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Perpajakan
No. 10 Tahun 1994 bahwa: Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun Selanjutnya huruf d angka 3
dari pasal 4 ini menyebutkan bahwa salah satu yang termasuk objek pajak adalah
Keuntungankarena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
ataupengambilalihan usaha Jadi keuntungan yang diperoleh oleh PT Aku yangdisebabkan
karena penggabungan usaha dengan cara melakukan pembelian aktivamilik PT Dia adalah
merupakan objek pajak.
Sekarang bagaimana dasar pengenaan pajak untuk perusahaan yangmelakukan
penggabungan usaha atas dasar metode pooling of interest.Seperti telahdijelaskan di atas, metode
pooling of interest menggunakan nilai buku sebagai dasardalam pengalihan harta dari
penggabungan perusahaan. Dengan ini berarti bahwapenggabungan perusahaan dengan metode
pooling of interest, sama sekali tidakmenghasilkan penghasilan kena pajak, karena

18
penggabungan tersebut didasarkanatas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan
suatu penilaiankembali atau nilai pasar.
Apabila diteliti lebih lanjut dengan menggunakan kasus penggabungan PT Akudan PT.
Dia di atas, bisa dilihat bahwa sebenarnya keuntungan yang diperolehapabila ditinjau dari
perusahaan yang diambil alih, keuntungan yang diperolehbukan dari selisih harga pasar dengan
nilai sisa buku saja, yang merupakan objek pajak,tetapi juga nilai goodwillnya. Jadi proses
penggabungan usaha antara PT Aku dan PT. Dia, memberikan keuntungan sebesar Rp
650.000.000 yang merupakanpenjumlahan antara goodwill, Rp 200.000.000 dan Rp 450.000.000
yang merupakanselisih antara harga pasar dan nilai sisa buku. Bila diteliti dengan seksama
jumlahinilah yang sebenarnya merupakan objek pajak, karena keuntungan yang diperolehdari
penggabungan usaha tersebut juga termasuk nilai goodwill didalamnya, bukanhanya keuntungan
yang diakibatkan selisih antara harga pasar dan nilai buku.
Yang harus diwaspadai, usaha-usaha perusahaan dalam melakukan pengalihanharta
dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha, seringdijadikan sebagai suatu
cara untuk memanipulasi pajak, dengan cara menetapkanharga pasar yang lebih rendah.

19
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan:
Terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi
yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan
perusahaan yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham. Termasuk motif ekonomi adalah motif untuk mencapai sinergi dan motif
untuk mencapai posisi strategi. Motif strategi dimaksudkan untuk membangun keunggulan
kompetitif jangka panjang perusahaan yang pada akhirnya bermuara kepada peningkatan nilai
perusahaan atau peningkatan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain motif non ekonomi
adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan
pada keinginan subjektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan. Hanya alasan
yang bersifat ekonomis dan rasional yang bisa diterima sehingga aktivitas merger dan akuisisi
bisa dipertanggungjawabkan
Dalam melakukan merger dan akuisisi banyak kendala yang harus diatasi oleh
perusahaan, yaitu modal, tenaga kerja, maupun budaya perusahaan. Untuk menyatukan kedua
perusahaan dengan budaya yang berbeda, tentunya sangat sulit dan ini harus dipilih salah satu
budaya mana yang sekiranya cocok untuk tetap dipergunakan dalam melaksanakan merger dan
akuisisi. Sebelum melakukan merger dan akuisisi kedua perusahaan ini, harus berkoordinasi
dengan perwakilan karyawan dari masing-masing perusahaan tentang langkah atau kebijakan
yang akan diambil perusahaan nantinya setelah merger dan akuisisi. Karena budaya perusahaan
merupakan hal yang sangat sulit untuk dirubah, sehingga dalam melakukan perubahan ini perlu
diakukan secara bertahap.Keuntungan-keuntungan yang diperoleh perusahaan yang melakukan
merger dan akuisisi :
1. Pengurangan tenaga kerja
2. Dari pencapaian tingkat skala ekonomi
3. Dari penguasaan teknologi baru
4. Sinergi juga bisa meningkatkan jangkauan pasar perusahaan
5. Dari peuang memperoleh pembiayaan yang lebih besar

20
DAFTAR PUSTAKA

Surat Edaran Direktur jenderal Pajak Nomor : SE-45/PJ/2008


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008
PSAK 22
http://www.ortax.org
http://haeselen-pajak.blogspot.com/2013/11/aspek-pajak-merger-konsolidasi-
akuisisi.html

21

Anda mungkin juga menyukai