Anda di halaman 1dari 11

Laboratorium / SMF Kedokteran Farmakologi Referat

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman


RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

FLUTIKASON

oleh:

ZUNIVA ANDAN P.B

NIM. 1110015039

Pembimbing:

Dra. Khemasili Kosala Apt. Sp. FRS

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Farmakologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

November, 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
komponen sel. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat serta batuk terutama malam dan dini hari. Gejala episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Data World Health Association (WHO) 2001 menunjukkan bahwa lima
penyakit paru utama adalah merupakan penyebab kematian di dunia. Laporan
South East Asia Medical Information Center (SEANIC 2001) menunjukkan
bahwa 5 penyakit paru utama adalah bagian dari 10 penyebab kematian utama di
Indonesia, yaitu pneumonia, tuberkulosis, bronkitis, emfisema, asma dan
keganasan paru. 2
Asma dapat menyebabkan keterbatasan fisik, emosi dan kehidupan sosial
pasien yang berdampak pada pendidikan dan kariernya. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Keterbatasan tersebut lebih besar
terlihat pada kondisi asma tidak terkontrol karena perjalanan penyakitnya tidak
dapat diprediksi.1,2
Tujuan penanganan asma adalah perbaikan segera gejala dengan
mengurangi obstruksi jalan napas karena efek pengobatan awal menentukan
pengobatan selanjutnya dan prognosis penyakit. Salah satu komponen utama
penatalaksanaan asma adalah pemantauan tanda dan gejala asma. Gejala dan tanda
asma dinilai serta dipantau setiap kunjungan ke dokter melalui berbagai
pertanyaan dan pemeriksaan fisik. Program penatalaksanaan asma yang lain
adalah merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang agar pasien
dapat mencapai keadaan asma terkontrol. Obat pengontrol adalah medikasi asma
yang diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Kortikosteroid inhalasi merupakan salah satu obat

1
pengontrol untuk menurunkan frekuensi eksaserbasi asma sehingga dapat
memperbaiki nilai VEP, dan Kualitas hidup.1
Kortikosteroid adalah hormon yang diproduksi secara alami oleh kelenjar
adrenal dan digunakan untuk mengurangi peradangan di paru. Fluticasone adalah
kortikosteroid sintetis yang cara kerjanya mencegah pelepasan zat kimia tertentu
yang terlibat dalam memproduksi kekebalan dan alergi yang mengakibatkan
peradangan.3

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui profil obat cefixime,
dari biokimia, farmakokinetik, farmakodinamik, indikasi, dosis dan sediaan, serta
kontraindikasi dan efek samping obat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi
Flutikason adalah glukokortikoid sintetik. Flutikason furoat dan flutikason
propionat keduanya dapat digunakan sebagai anti-inflamasi topikal.4

Gambar 2.1 Struktur Kimia Flutikason

Flutikason propionat (C25H31F3O5S) adalah glukokortikoid sintetik


generasi kedua dalam bentuk propionat ester. Flutikason propionat digunakan
sebagai antiinflamasi dan antipruritik. Nama kimianya adalah S-fluoromethyl-
6alpha,9alpha-difluoro-11beta-hydroxy-16alpha-methyl-3-oxo-
17alphapropionyloxyandrosta-1,4-diene-17beta-carbothioate, seperti yang terlihat
pada gambar 2.2 di bawah ini. Flutikason propionat merupakan serbuk putih, yang

3
tidak larut dalam air, larut dalam dimethyl sulfoxide dan dimethylformomide,
sangat tidak larut dalam alkohol. 4

Gambar 2.2 Struktur Kimia Flutikason Propionat

Glukokortikoid berfungsi untuk regulasi karbohidrat dan lemak,


metabolisme protein dan menghalangi pelepasan ACTH (adrenocorticotropic
hormone). Glukokortikoid juga memiliki pengaruh terhadap otot dan
mikrosirkulasi, berperan serta dalam menjaga tekanan darah arteri, meningkatkan
sekresi gaster, merubah respon connective tissue terhadap cedera, menghalangi
produksi kartilago, menghambat inflamasi, alergi dan respon imunologi,
mengurangi jumlah limposit sirkulasi, dan berpengaruh terhadap fungsi sistem
saraf pusat.5
Flutikason propionat merupakan agonis sangat selektif pada reseptor
glukokortikoid yang tidak memiliki aktivitas pada androgen, estrogen, atau
reseptor mineralokortikoid, sehingga menghasilkan efek anti-inflamasi dan
vasokonstriksi. Telah terbukti memiliki berbagai efek penghambatan pada
beberapa jenis sel (sel mast misalnya, eosinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit)
dan mediator (misalnya histamin, eikosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat
dalam peradangan. Flutikason propionat dinyatakan mengerahkan efek topikal
pada paru-paru tanpa efek sistemik yang signifikan pada dosis biasa, karena
bioavailabilitas sistemik rendah. 4,5

4
2.2 Farmakokinetik
Absorbsi perkutaneus kortikosteroid topikal ditentukan oleh banyak faktor,
termasuk integritas sawar epidermal. Bioavaibilitas, intranasal =< 2%; setelah
terhirup bioavaibilitas absolut dari flutikason propionat adalah 10-30% tergantung
pada jenis inhaler. Penyerapan sistemik terutama terjadi di paru-paru. Bagian dari
dosis inhalasi dapat tertelan, tetapi eksposur sistemik yang minimal karena
kelarutan rendah obat dalam air dan metabolisme lintas pertama melalui hati
(bioavaiblitas flutikason propionat kurang dari 2 %) ada korelasi langsung antara
jumlah dosis inhalasi dengan efek sistemik flutikason propionat. Sekitar 91%
flutikason terikat pada protein plasma. Flutikason propionat di metabolisme di
hati oleh sitokrom P450 dengan partisipasi CYP3A4. Waktu paruh sekitar 8 jam.
Klirens ginjal kurang 0,2% dengan output urin kurang 5 %.4,5

2.3 Farmakodinamik
Flutikason merupakan vasokonstriktor kuat dan merupakan anti-inflamasi.
Flutikason berikatan dengan reseptor glukokortikoid. Kortikosteroid terikat
melintasi membran sel seperti sel mast dan eosinofil, berikatan dengan
Glucocorticoid Receptors (GR). Hasilnya meliputi perubahan transkripsi dan
sistesis protein, penurunan pelepasan asam leukotrin, penurunan proliferasi
fibroblast, pencegahan akumulasi makrofag pada lokasi inflamasi, pengurangan
deposisi kolagen, gangguan adhesi leukosit ke dinding kapiler, penurunan
permeabilitas membran kapiler dan edema berkelanjutan, penurunan komponen
komplemen, penghambatan histamin dan pengeluaran kinin, dan gangguan dalam
pembentukan jaringan parut. Penatalaksanaan asma, kompleks reseptor
glukokortikoid menurunkan regulasi mediator proinflamasi seperti interleukin-
(IL)-1,3, dan 5, dan meningkatkan regulasi mediator inflamasi seperti IkappaB
(inhibitory molecule for nuclear factor kappa B1), IL-10, dan IL-12. Efek
antiinfalamasi dari glukokortikoid juga diduga berhungan dengan penghambatan
cytosolic phospholipase A2 (melewati aktivasi dari lipocortin-1) (annexin)) yang
mengontrol biosintesis dari mediator poten inflamasi seperti prodtaglandin dan
leukotrin.5,6

5
2.4 Dosis dan Sediaan
Dewasa dan remaja >16 tahun 500-2000 mcg 2x/hari; Anak dan remaja 4-
16 tahun 1000 mcg 2x/hari. Untuk semprot hidung diberikan dengan 2 x semprot
ke tiap lubang hidung 1x/hari, sebaiknya pada pagi hari. Pada kasus tertentu juga
dapat diberikan 2 semprot 2x/hari. Maksimal 4 semprot/hari kedalam setiap
lubang hidung/hari. Krim dapat diberikan dengan cara dioleskan tipis.
Sediaan Nebules 0,5 mg/2ml x 10; 2mg/2ml x 10. Krim 0,005% x 5 g, 10
g. Semprot hidung 50 mcg/dose x 120 semprot terukur x 1.

2.5 Efek Samping


Iritasi hidung, epistaksis, nassal discharge, rhonorrhea, sinusitis rasa tidak
menyenangkan dan bau, perforasi septum hidung; aerosol inhalasi - Kandidiasis
mukosa mulut, suara serak, nyeri tenggorok, rasa kering pada tenggorokan,
pengembangan bronkospasme paradoks; krim dan salep - Pembakaran dan gatal
pada tempat aplikasi, striae, gipopigmentatsiya, hypertryhoz, tipe kontak alergi; di
aplikasi lama - hiperkortisolisme gejala. Katarak, mata kering, konjungtivitis,
penglihatan kabur, glaukoma.5,6,9

2.6 Interaksi obat


Ritonavir adalah obat yang umum digunakan dalam pengobatan HIV.
Penggunaan bersama dari ritonavir dan flutikason dapat menyebabkan
peningkatan kadar fluticakason dalam tubuh, yang dapat menyebabkan Sindrom
Cushing dan supresi adrenal. Ketoconazole, obat anti jamur, juga telah terbukti
meningkatkan konsentrasi fluticasone menyebabkan efek samping sistemik
kortikosteroid.10

2.7 Peringatan
Akan waspada ditunjuk setelah penggunaan sistemik glukokortikoid,
terutama ketika disfungsi kelenjar adrenal, aerosol inhalasi - dengan TB paru.
Nasal Spray dianjurkan secara berkala; aerosol pengobatan inhalasi tidak harus
berhenti tiba-tiba, sebelum prosedur, itu diinginkan untuk dihirup agonis beta2-

6
adrenergik short-acting, dan setelah itu - bilas mulut Anda. Menghindari krim atau
salep mata, sebelum menerapkan perban baru kulit diobati.5,6

Keamanan Ibu Hamil


Kategori tindakan menghasilkan FDA - C. (Studi reproduksi pada hewan
telah menunjukkan efek buruk pada janin, dan studi yang memadai dan terkendali
dengan baik pada wanita hamil belum diadakan, Namun, potensi manfaat, terkait
dengan obat dalam hamil, mungkin membenarkan penggunaannya, terlepas dari
risiko yang mungkin). 4,5,6

2.8 Indikasi
Flutikason propionat adalah kortikosteroid sintetik yang dapat digunakan
secara topikal untuk meredakan gejala inflamasi dan pruritus dari dermatosis dan
psoriasis.Terapi anti inlamasi dasar asma pada orang dewasa, anak-anak, dan
orang tua. Pengobatan penyakit paru obstruktif kronik pada orang dewasa. Dapat
digunakan untuk rinitis alergi, polip hidung, berbagai gangguan kulit dan penyakit
Crohn dan kolitis ulserativa. Hal ini juga digunakan untuk mengobati eosinophilic
esophagitis.5

2.9 Kontraindikasi
Semua bentuk: hipersensitivitas, kehamilan, laktasi; salep dan krim: jerawat
(warna merah muda, biasa), dermatitis perioral, perianal dan genital gatal, lesi
kulit primer bakteri, etiologi virus dan jamur, masa bayi (untuk 1 tahun); Semprot
aerosol: masa kanak-kanak (untuk 4 tahun). 5,8

2.10 Nama dagang 5,6


Ezicas
Flixonase
Flixotide
Flovent
Floventhfa
Flunase

7
Nasofan
Pirinase
Seretide

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Flutikason adalah obat golongan kortikosteroid khususnya glukokortikoid
yang berperan sebagai obat pengontrol pada pasien asma.
Flutikason propionat merupakan agonis sangat selektif pada reseptor
glukokortikoid yang tidak memiliki aktivitas pada androgen, estrogen,
atau reseptor mineralokortikoid, sehingga menghasilkan efek anti-
inflamasi dan vasokonstriksi.
Dosis sama sediaan Dewasa dan remaja >16 tahun 500-2000 mcg 2x/hari;
Anak dan remaja 4-16 tahun 1000 mcg 2x/hari. Sediaan Nebules 0,5
mg/2ml x 10; 2mg/2ml x 10. Krim 0,005% x 5 g, 10 g
Flutikason yang tersedia di Indonesia yaitu, Medicort (SDM Lab),
Flixotide (GlaxoSmithKline Indonesia), dan Flixonase (GlaxoSmithKline
Indonesia).

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunnegoro, H., Widjaya, A., Sutoyo, D., Yunus, F., Prajnaparamita,


Suryanto, et al. (2004). Definisi Asma. Dalam: Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma di Indonesia. 1st ed. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.

2. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. (Publication


number 02-3659, revised 2002). Global Strategy for Asthma Management
and Prevention. NHLBI/WHO Workshop Report January 1995. National
Institute of Health. National Heart, Lung, and Blood Institute.

3. Eddy Surjanto, Y. S. (2010). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.


Dipetik Oktober 29, 2015, dari fk.uns.ac.id.

4. AHFS. (2008). Fluticasone Nasal Spray. American Society of Health-System


Pharmacists, revised 2010 Sept 1; reviewed 2010 Sept 1; cited 2014 Nov 2.

5. Fluticasone Propionate. (2015-10-31). PubChem (Open Chemistry Database)


National Center for Biotechnology Information. U.S National Library of
Medicine, 1-1.

6. American Society of Health System Pharmacists; AHFS Drug Information


2009. Bethesda, MD. (2009), p. 2898

7. BPOM. (2015). Flutikason Propionat. Dipetik November 2, 2015, dari Pusat


Informasi Obat Nasional: http://pionas.pom.go.id/monografi/flutikason-furoat

8. Flutikason Propionat. (2015). Dipetik November 2, 2015, dari Pusat Informasi


Obat Nasional: http://pionas.pom.go.id/monografi/flutikason-furoat

9. American Society of Health System Pharmacists; AHFS Drug Information


2009. Bethesda, MD. (2009), p. 2897

10. Foisy, M., Yakiwchuk, E., Chiuw, I., & Singh, A. (2008). Adrenal suppression
and Cushing's syndrome secondary to an interaction between ritonavir and
fluticasone: a review of the literature. HIV Medicine, 9: 389396.

11. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 11. (2011/2012). Jakarta: PT.
Medidata Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai