Laporan Pendahuluan Pneumonia
Laporan Pendahuluan Pneumonia
Pneumonia
A. Definisi Penyakit
Pneumonia merupakan suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang
terjadi pada anak (Suriadi, 2006). Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada
parenkim paru (Betz, 2002). Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Staf
FKUI, 2006). Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. Bila seseorang
menderita pneumonia, nanah dan cairan mengisi alveoli dalam paru yang mengganggu
penyerapan oksigen, dan membuat sulit bernapas (WHO, 2006). Pneumonia adalah setiap
penyakit radang paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Bahan kimia
atau agen lain bisa menyebabkan paru menjadi meradang. Suatu jenis pneumonia yang
terkait dengan influenza kadang-kadang berakibat fatal.
Pneumonia berpotensi fatal lainnya dapat dihasilkan dari makanan atau inhalasi
cair (pneumonia aspirasi). Hanya mempengaruhi beberapa pneumonia lobus paru
(pneumonia lobaris), namun ada juga yang menyebar lebih (bronkopneumonia). Nyeri
dada, sputum mukopurulen, dan meludah darah (hemoptisis) adalah tanda-tanda umum
dan gejala penyakit. Jika udara di paru digantikan oleh cairan dan puing-puing inflamasi,
jaringan paru kehilangan tekstur kenyal dan menjadi bengkak dan membesar
(konsolidasi). Konsolidasi berhubungan terutama dengan pneumonia bakteri, bukan
pneumonia virus.
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah jenis pneumonia erat terkait dengan
AIDS. Bukti terbaru menunjukkan bahwa hal itu disebabkan oleh jamur yang berada di
dalam atau pada kebanyakan orang (flora normal), tetapi tidak menyebabkan kerugian
selama individu tetap sehat. Ketika sistem kekebalan tubuh mulai gagal, organisme ini
menjadi menular (oportunistik). Diagnosis bergantung pada pemeriksaan biopsi jaringan
paru-paru atau pencucian bronkial (lavage) (Gylys & Wedding, 2009). Pneumonia adalah
suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga
alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.
B. Etiologi
Etiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing. Berdasarkan
anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi, pneumonia dibagi menjadi pneumonia
lobaris, pneumonia lobularis (bronkhopneumonia), dan pneumonia intersitialis
(bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang paru yang biasanya
didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas dan disertai dengan
panas tinggi. Keadaan yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi,
penyakit menahun, gizi kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik
seperti trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna
merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO
diberbagai negara berkembang Streptococus pneumonia dan Hemophylus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9%
aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes, 2009)
Dari seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah merupakan
etiologi tersering dari pneumonia bakteri dan yang paling banyak diselidiki
patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit ini di pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan penduduk. Anak laki
laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak perempuan (Prober, 2009)
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia
sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan
timbulnya.
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai
penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini :
1. Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus
pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh
virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang
merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien
yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
C. Patofisologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru.
Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru (tiga di paru kanan, dan dua di paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasif
yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae. Kuman
pneumokokus dapat menyerang paru selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga
mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi pneumokokus invasif bias berdampak pada
kecacatan permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi,
kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga kematian.
4. WOC (terlampir)
5. Data Fokus
1. Wawancara
a. Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir, usia,
berat badan, tinggi badan. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat
sosial klien
b. Orang tua
mencakup nama, umur, alamat, pekerjaaan, riwayat kehamilan serta riwayat
kesehatan keluarga
c. Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering sekali tanpa demam dan batuk.
Anak kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Gejala yang sering terlihat adalah tapikneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok
umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar
pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar,
bisa juga ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada
perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles
(ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri
dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit
dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas. Batasan takipnea pada
anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50 kali / menit atau lebih, sementara untuk
anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam pada fase inspirasi. Pada
pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising
gesek pleura.
3. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar diagnosis utama
pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi
pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai
dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa apa tetapi
gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat
membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis
yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau
segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat
pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau
Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchal
cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis.
Gambaran pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak
infiltrat halus sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle dan
efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran berupa
infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan
perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli
sepakat adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu
diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/l dengan dominasi netrofil
sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri.
Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak
khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan
empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah
jarang positif pada 3 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae
kemungkinan positif 25 95%. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai
spesifitas dan sensitifitas rendah.
G. Analisa Data
H. Diagnosa keperawatan .
Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian
dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Pneumonia diantaranya :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif.
NOC : Status pernapasan: Ventilasi
NIC :
1) Penghisapan jalan napas
2) Fisioterapi dada
b. Pola napas tidak efektif
NOC : Status Pernapasan : Kepatenan Jalan Napas
NIC :
1) Managemen Jalan Napas
2) Terapi Oksigen
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
NOC : Termoregulasi
NIC :
1) Regulasi Temperatur
2) Pengobatan Deman
3) Managemen Cairan
d. Nyeri Akut berhubungan dengan proses penyakit
NOC : kontrol nyeri
NIC :
1) Managemen nyeri
2) Pemberian Analgetik
3) Monitor TTV
Diagnosa Keperawatan NANDA, Kriteria Hasil NOC dan Intervensi Keperawatan NIC
b. Batuk Efektif
Aktivitas :
Monitor hasil tes fungsi paru, kapasitas
vital, kekuatan maksimal dari inspirasi
dan ekspirasi
Kaji pasien untuk duduk dengan posisi
kepala sedikit fleksi, bahu dalam
kondisi rileks, dan lutu fleksi
Dorong pasien untuk bernafas dalam
beberapa kali
Dorong pasien nafas dalam, tahan
beberapa detik dan batukan dua sampai
tiga kali
Ajarkan pasien untuk menghirup dalam,
tekukan kedepan dan ucapkan huff
sebanyak 2-3 kali
Ajarkan pasien menghirup dalam
beberapa waktu, lalu keluarkan pelan-
pelan lalu di akhiri dengan batuk
Tingkatkan hidrasi sistemik.
2. KETIDAKEFEKTIFAN POLA Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas a. Managemen Jalan Napas
NAPAS Demam tidak ada Aktivitas :
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi Ansietas tidak ada Buka jalan nafas dengan teknik
yang tidak menyediakan ventilasi Sesak tidak ada mengangkat dagu atau dengan
yang adekuat. Frekuensi napas IER* mendorong rahang sesuai keadaan
Irama napas IER Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Batasan Karakteristik ventilasi yang potensial
Keluaran sputum dari jalan napas
- Napas dalam
Tidak ada suara napas tambahan Identifikasi masukan jalan nafas baik
- Perubahan gerakan dada yang aktual ataupun potensial
Lainnya
- Mengambil posisi tiga titik Masukkan jalan nafas/ nasofaringeal
- Bradipneu sesuai kebutuhan
- Penurunan tekanan ekspirasi Keluarkan sekret dengan batuk atau
- Penurunan tekanan inspirasi suction/pengisapan
- Penurunan ventilasi semenit Dorong nafas dalam, pelan dan batuk
- Penurunan kapasitas vital
Ajarkan bagaimana cara batuk efektif
- Dispneu
Kaji keinsetifan spirometer
- Peningkatan diameter
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
anterior-posterior
ventilasi yang turun atau yang hilang
- Napas cuping hidung
dan catat adanya bunyi tambahan
- Ortopneu
- Fase ekspirasi yang lama Lakukan pengisapan endotrakeal atau
- Pernapasan pursed-lip nasotrakeal
- Takipneu Beri bronkodilator jika diperlukan
- Penggunaan otot-otot bantu Ajarkan pasien tentang cara penggunaan
untuk bernapas inhaler
Beri aerosol, pelembab/oksigen,
Faktor yang berhubungan ultrasonic humidifier jika diperlukan
- Ansietas Atur intake cairan untuk
- Posisi tubuh mengoptimalkan keseimbangan cairan
- Deformitas tulang Posisikan pasien untuk mengurangi
- Deformitas dinding dada dispnu
- Kerusakan kognitif Monitor pernafasan dan status oksigen
- Kelelahan b. Terapi Oksigen
- Hiperventilasi\ Aktifitas:
- Sindrom hipoventilasi Bersihkan mulut, hidung dan trakea dari
- Kerusakan muskuloskeletal sekret
- Imaturitas neurologis Pertahankan kepatenan jalan napas
- Disfungsi neuromuskular Atur peralatan oksigenasi
- Obesitas Atur posisi pasien untuk
- Nyeri mengoptimalkan pernapasan
- Kerusakan persepsi Berikan oksigen sesuai order, jika
- Kelelahan otot-otot respirasi diperlukan
- Cedera tulang belakang Monitor kepatenan aliran oksigen
Observasi adanya tanda-tanda terjadinya
hipoventilasi
Monitor terjadinya tanda-tanda
keracunan oksigen
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor saturasi oksigen
Monitor pola napas pasien
Pantau tanda=tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian terapi oksigen
Amati adanya sianosis jaringan
b. Regulasi Temperatur
Aktivitas :
Monitor temperatur tiap 2 hari
Monitr temperatur BBL hingga stabil
Selalu sediakan alat untuk memonitr
suhu inti
Monitor tekanan darah, nadi dan
respirasi
Monitor warna kulit dan temperatur
Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipotermia dan hipertermia
Pantau asupan nutrisi dan cairan yang
adekuat
Bedung BBl langsung estela lahir
untuk mencegah kehilangna panas
Jaga kehangatan suhu tubuh BBL
Pakaikan stockinette cap untuk
emncegah kehilangan panas BBL
Ajarkan pasien cara ntuk mencegah
kelebihan dan strok panas
Tempatkan BBL dalam ruangan isolasi
atau dibawah penghangat bila perlu
Diskusikan pentingnya termoregulasi
dan kemungkinan efek negatif dari
dingin yang berlebihan
Ajarkan pasien, terutama pasien lansia,
cara mencegah hypotermi jira
terexpose udara ddingin
Ajarkan indikasi dari keletihan dan
penatalaksanaan emergency yang tepat
Ajarkan indikasi dari hypotermia dan
penatalaksanaan emergency yang tepat
Guakan matras panas dan kantong
hangat untuk mengatur perubahan
suhu tubuh
Atur temperatur lingkungan sesuai
kebutuhan pasien
Beri obat yang tepat untuk mencegah
atu kontrol menggigil
Atur pemberian obat anti piretik
Gunakan matras dingin dan mandi air
hangat untuk mengatur perubahan
temperatur.
b. Pemberian Analgetik
Aktifitas:
Menentukan lokasi , karakteristik, mutu,
dan intensitas nyeri sebelum mengobati
pasien
Periksa order/pesanan medis untuk obat,
dosis, dan frekuensi yang ditentukan
analgesik
Cek riwayat alergi obat
Mengevaluasi kemampuan pasien dalam
pemilihan obat penghilang sakit, rute,
dan dosis, serta melibatkan pasien dalam
pemilihan tersebut
Utamakan pemberian secara IV
dibanding IM sebagai lokasi
penyuntikan, jika mungkin
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian obat narkotik dengan dosis
pertama atau jika ada catatan luar biasa.
Cek pemberian analgesik selama 24 jam
untuk mencegah terjadinya puncak nyeri
tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri
yang menjengkelkan
Menginformasikan individu yang
mendapatkan analgesik narkotika,bahwa
pasien akan merasa mengantuk hingga 2
sampai 3 hari kemudian kembali normal
Dokumentasikan respon pasien tentang
analgesik, catat efek yang merugikan
Mengevaluasi dan mendokumentasikan
tingkat pemberian obat penenang pada
pasien yang menerima opioids
Mengajari tentang penggunaan
analgesik, strategi ke menurunkan efek
samping, dan harapan untuk keterlibatan
dalam membuat keputusan dalam
manajemen nyeri.
Daftar Pustaka
A.Gylys B, Wedding ME. (2009). Medical Terminology Systems A Body System Approach.
Philadelpia: F.A. Davis Company.
Behram, Kleigman, Alvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Sowden. (2002) Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC
Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing International Classification. Lowa : Mosby
Carpenito. (2008). Ilmu Keperawatan Anak Edisi 3. Jakarta :EGC
Depkes. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Laporan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Publishing.
Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification NOC. St Louis Missouri :
Mosby
Kittredge M.(2000) The Respiratory System. Philadelphia: Chelsea House Publishers.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC.
Riyadi S, Suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta: Gosyen
Staf Pengajar FKUI. (2006) Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3. Jakarta: Infomedika
Suriadi, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar Swada
WHO, UNICEF (2006). Pneumonia: The forgotten killer of children. Geneva: WHO Press
Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and Clasification
2012-2014. Jakarta : ECG