Kti Full

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 63

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG

BEREDAR DI PASAR SUGIHWARAS KABUPATEN


BOJONEGORO DENGAN METODE KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :
DESY RAHAYU NINGTYAS
303013008

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2016
IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG
BEREDAR DI PASAR SUGIHWARAS KABUPATEN
BOJONEGORO DENGAN METODE KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi

Oleh :
Desy Rahayu Ningtyas
Nim. 30313008

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2016

i
HALAMAN PERSETUJUAN

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI


PASAR SUGIHWARAS KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN
METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

DESY RAHAYU NINGTYAS

30313008

Karya Tulis Ilmiah ini Telah Disetujui

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

(Intan Etika Candra, S.Farm.,Apt) (Budi Martana, S.Pd)

Mengetahui

Program studi D-III Farmasi

Fakultas Farmasi

Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Ida Kristianingsih, S.Si.,M.Farm.,Apt

Ketua Program Studi

ii
LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI


PASAR SUGIHWARAS KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN
METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

DESY RAHAYU NINGTYAS

NIM. 30313008

Telah diuji

Pada 20 juli 2016

Oleh Tim Penguji

Penguji I : Kurnia Sari, S.Farm.,Apt ( )

Penguji II : Erfan Tri P., S.Farm.,Apt ( )

Penguji III : Intan Etika Candra, S.Farm.,Apt ( )

Sekretaris : Budi Martana, S.Pd ( )

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Dra. Prihardini, M.Kes.,Apt

Dekan

iii
20

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA LIPSTIK YANG BEREDAR DI

PASAR SUGIHWARAS KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN

METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS sebagai salah satu syarat

menyelesaikan program studi pendidikan Diploma III Akademi Farmasi Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Pelaksanaan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak

mendapatkan dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan serta waktu luangnya sehingga dapat

terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan

kepada yang terhormat :

1. DR. Bambang Harsono, S.MBA. selaku Ketua Yayasan Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

2. Drg R.P Bambang Noerjanto, MS.,RKG (K) selaku Rektor Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

3. Dra. Prihardini, M. Kes, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

4. Ida Kristianingsih, S.Si.,M.Farm.,Apt selaku Ketua Program Studi

Diploma III Farmasi Insitut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

v
5. Intan Etika Candra S.Farm, Apt selaku Dosen Pembimbing Teori yang

telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan Karya

Tulis ini.

6. Budi Martana S.pd selaku Dosen Pembimbing Praktikum yang telah

banyak memberikan pengarahan dan bantuan pada waktu melaksanakan

praktikum sehingga dapat berjalan dengan lancar.

7. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Farmasi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti

Wiyata Kediri.

8. Kedua orang tua dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan

dukungan baik material maupun spiritual sehingga Karya Tulis ini dapat

terselesaikan tepat waktu.

9. Teman-temanku Berlian, Erista, Kiandita, Riris serta semua teman-teman

Diploma III Farmasi yang telah memberikan dorongan, semangat serta

doanya sehingga Karya Tulis ini dapat terselesaikan.

10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini belum sempurna, karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga Karya

Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Kediri, 20 Juli 2016

Penulis

vi
ABSTRAK

Identifikasi Rhodamin B pada Lipstik yang Beredar di Pasar Sugihwaras


Kabupaten Bojonegoro dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

Desy Rahayu Ningtyas, Intan Etika Candra1, Budi Martana2

Rhodamin B merupakan zat pewarna tambahan yang dilarang


penggunaannya dalam produk-produk pangan dan kosmetika. Rhodamin B
bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan kanker. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
rhodamin B yang ada pada lipstik yang di Pasar Sugihwaras Kabupaten
Bojonegoro. Sampel lipstik diambil dari 4 toko kosmetika yang ada di Pasar
Sugihwaras dengan kriteria lipstik yang berwarna merah dengan rentan harga
Rp 3000,00 Rp 5000,00. Sampel kemudian direndam dengan larutan amonia
untuk menarik zat warna rhodamin B digunakan benang wol, dilanjutkan dengan
identifikasi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kemudian
dideteksi dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm. Hasil penelitian menunjukkan
hasil bahwa dari 4 sampel yang diperiksa sampel dengan kode A,B,C positif
mengandung rhodamin B dengan selisih harga Rf 0,2 sedangkan sampel dengan
kode D negatif atau tidak mengandung rhodamin B dengan selisih harga Rf > 0,2.

Kata kunci : Rhodamin B, Lipstik dan KLT

vii
ABSTRACT

Identification of Rhodamine B on Lipstick Circulated in the " Sugihwaras "


Market Bojonegoro with the Thin Layer Chromatography Method

Desy Rahayu Ningtyas, Intan Etika Candra1, Budi Martana2

Rhodamine B is an additional dye banned its use in food products and


cosmetics. Rhodamine B is carcinogenic so that in the long-term use can cause
cancer. This study was conducted to identifycation of rhodamine B contained in
lipstick on the "Sugihwaras" market Bojonegoro. Lipstick samples taken from
four cosmetics shop in the Market "Sugihwaras" with red lipstick criteria with
vulnerable price of Rp 3000.00 Rp 5000.00. The sample is then soaked with
ammonia solution to attract the dye rhodamine B used the wool, followed by
identification using Thin Layer Chromatography (TLC) and then detected by a
UV lamp 254 nm and 366 nm. The results showed that the results of 4 samples
examined samples with code A, B, C positive for rhodamine B with a price
difference of Rf 0.2 while samples with negative D code or not containing
rhodamine B with a price difference of Rf > 0.2.

Keywords : Rhodamine B , Lipstick and TLC

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ..................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................ vii

ABSTRACT ................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii

DAFTAR ARTI LAMBANG ..................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 3

C.Tujuan penelitian ....................................................................................... 3

D.Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3

E. Batasan Masalah ....................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Tentang Kosmetika .................................................................... 5

B. Tinjauan Tentang Lipstik ......................................................................... 6

ix
C. Metode Ekstraksi ...................................................................................... 8

D. Tinjauan Tentang Ekstrak ........................................................................ 10

E. Tinjauan Tentang Rhodamin B ................................................................. 10

F. Tinjauan Tentang Kromatografi ............................................................... 11

BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................ 18

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ..................................................................................... 19

B.Populasi dan Sampel ................................................................................. 19

C. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 20

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ........................... 20

E. Alat dan Bahan ......................................................................................... 21

F. Cara Kerja ................................................................................................. 22

G. Analisa Data ............................................................................................. 23

H. Kerangka Kerja ........................................................................................ 24

BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 27

BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................ 29

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 32

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 33

x
DAFTAR TABEL

IV.1 Definisi Operasional (DO) Variabel ..................................................... 21

V.1 Data Penelitian ....................................................................................... 26

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Kerangka Konsep .................................................................... 18

Gambar IV.1 Kerangka Kerja ....................................................................... 24

xii
DAFTAR LAMPIRAN

A Perhitungan Pelarut ................................................................................... 34

B Perhitungan Fase Gerak ............................................................................ 35

C Hasil Perhitungan Rf .................................................................................. 36

xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG

Arti lambang .................................................................................................. 40

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Permenkes RI No.1175/MENKES/PER/VIII/2010, kosmetika

adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan bagian luar

tubuh manusia (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar), atau

gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan,

mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau

melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Banyak orang

menganggap bahwa kosmetik tidak akan menimbulkan hal-hal yang

membahayakan manusia karena hanya ditempelkan di bagian kulit. Pendapat

ini tentu saja salah karena ternyata kulit mampu menyerap (absorpsi) bahan

yang melekat padanya. Kulit memiliki dua aspek kemampuan yaitu aspek

yang pertama adalah aspek positif yaitu terjadinya penyerapan menyebabkan

kosmetik mampu atau dapat memperbaiki struktur kulit. Kedua, aspek negatif

yaitu penyerapan oleh kulit dapat menimbulkan efek samping kosmetik

(Wasitaatmadja, 1997).

Belakangan ini terdapat ribuan kosmetika yang beredar di pasar bebas.

Kosmetika tersebut merupakan produk dari pabrik kosmetika di dalam dan di

luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Data terakhir

menunjukkan telah lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di

Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika yang

tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan.

1
2

Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika,

baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian usaha tersebut berupa

penggolongan kosmetika (Wasitaatmadja, 1997).

Umumnya di pasaran sudah banyak beredar sediaan kosmetik jenis

pemutih, pewarna bibir atau perona wajah serta kosmetika yang berperan

untuk keindahan kulit dan wajah lainnya. Seiring perkembangan jaman

banyak kosmetika yang beredar mengandung bahan kimia berbahaya. Salah

satunya adalah pewarna, berdasarkan keputusan Direktur Jenderal pengawasan

Obat dan Makanan Nomor 239/MenKes/Per/V/85 salah satu zat yang dilarang

adalah rhodamin B (Tangka, 2012).

Rhodamin B merupakan zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan

berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang

berpendar (berfluoresensi) (Lidya dan Fatimawali, 2013). Rhodamin B

merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-

produk pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam

penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker (Merck Index, 2006

dalam Utami dan Suhendi, 2009).

Akibat kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya dari penggunaan

rhodamin B secara terus menerus pada lipstik yang beredar di masyarakat

maka dapat dilakukan penelitian tentang adanya kandungan yang ada pada

lipstik terutama zat berbahaya rhodamin B yang dilarang oleh PerMenKes

yang beredar di pasar Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro.


3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah

apakah lipstik yang beredar di pasar Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro

mengandung rhodamin B ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kandungan

rhodamin B pada lipstik yang beredar di pasar Sugihwaras Kabupaten

Bojonegoro.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

a. Sebagai salah satu prasyarat kelulusan dalam menyelesaikan program

akademi kefarmasian.

b. Menambah pengetahuan dan pengalaman yang berharga mengenai

kandungan rhodamin B yang ada pada lipstik yang beredar di pasar

Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro.

2. Bagi masyarakat

Memberikan informasi tentang kandungan rhodamin B yang ada pada

lipstik yang beredar di pasar Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro.

3. Bagi Institusi

Menambah pustaka ilmiah di Institusi Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata

Kediri khususnya Fakultas Farmasi tentang kandungan rhodamin B yang

ada pada lipstik yang beredar di pasar Sugihwaras Kabupaten

Bojonegoro.
4

E. Batasan Masalah

1. Praktikum ini dilakukan dengan mengambil sampel di Pasar Sugihwaras

Kabupaten Bojonegoro.

2. Lipstik yang digunakan pada penelitian ini memiliki kriteria lipstik yang

berwarna merah dengan harga Rp 3000,00 sampai Rp 5000,00 yang

didapat dari pedagang kosmetika di Pasar Sugihwaras Kabupaten

Bojonegoro.

3. Praktikum dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis

tipis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kosmetika

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk

digunakan bagian luar tubuh manusia (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ

genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk

membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki

bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (BPOM,

2003).

Berdasarkan bahan penggunaanya serta untuk maksud evaluasi produk

kosmetika dibagi menjadi 2 (dua) golongan :

1. Kosmetika golongan I adalah :

a. Kosmetika yang digunakan oleh bayi, contohnya bedak bayi, sabun

bayi, minyak bayi, lotion bayi, krim bayi, shampoo bayi, serta salep

bayi.

b. Kosmetika yang digunakan di sekitar mata, rongga mulut dan mukosa

lainnya, contohnya eye-shadow, sabun mandi, bath capsule, cat

rambut, hair spray, bedak, lipstik, pasta gigi, serta obat kumur atau

mouth washer.

c. Kosmetika yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan

penandaan.

5
6

d. Kosmetika yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta

belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya

2. Kosmetika golongan II adalah kosmetika yang tidak termasuk golongan I,

contohnya parfum atau minyak wangi, deodorant (DepKes, 1985)

B. Tinjauan Tentang Lipstik

Lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat

(roll up) yang dibentuk dari minyak, lilin, dan lemak. Bila pengemasan

dilakukan dalam bentuk batang lepas disebut lip crayon yang memerlukan

bantuan pensil warna untuk memperjelas hasil usapan pada bibir

(Wasitaatmadja, 1997). Lipstik adalah make-up bibir yang anatomis dan

fisiologisnya agak berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya, stratum

corneum-nya sangat tipis dan epidermisnya tidak mengandung kelenjar

keringat maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah-

pecah terutama jika dalam udara dingin dan kering. Hanya air liur yang

merupakan pembasah alami untuk bibir

Persyaratan lipstik yang dituntut oleh masyarakat, antara lain :

1. Melapisi bibir secara mencukupi.

2. Dapat bertahan dibibir selama mungkin.

3. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket.

4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.

5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya.

6. Memberikan warna yang merata pada bibir.

7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya.


7

8. Tidak meneteskan minyak, permukaan mulus, tidak berlubang-lubang atau

berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik

(Tranggono, 2007).

Bahan-bahan utama dalam pembuatan lipstik yaitu lilin, minyak, lemak,

acetoglyerides, zat-zat pewarna, surfaktan, antioksidan, bahan pengawet, dan

bahan pewangi. Pewarna pada lipstik berdasarkan sumbernya ada 2 (dua)

yaitu, pewarna alami yang diperoleh dari akar, daun, bunga, dan buah. zat

warna hijau yang diperoleh daun suji serta warna orange dari wortel. dan

Pewarna sintetis yang berasal dari reaksi antara dua atau lebih senyawa kimia

(Citraningtyas et al., 2013).

Contoh dari zat warna sintetis yang diizinkan digunakan dalam kosmetika

yaitu pigmen green 8 menghasilkan warna hijau, pigmen yellow 1 dengan

warna kuning, pigmen orange 1 dengan jingga, acid red 18 dengan warna

merah, acid red 41 dengan warma merah serta acid red 155 dengan warna

merah. Zat warna sintetis yang tidak diizinkan digunakan atau ditambahkan

dalam kosmetika yaitu antimony dan derivatnya, arsen dan senyawanya, asam

retinoat, benzen, basic violet No.10 rhodamin B, serta pigment red No.53, lake

(Ditjen POM, 2003).

Lilin dalam pembuatan lipstik berfungsi sebagai pengeras misalnya

carnauba wax, paraffin, ozokerite, lilin lebah, lilin candelilla, spermaceti,

ceresine. Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan

kemampuannya melarutkan zat-zat warna eosin. Misalnya, minyak castor,

alkohol tetrahidrofurfuril, asam lemak alkilolamides, dihidrat alkohol beserta


8

monoeter dan monofati esternya, isopropil palmitat, butil stearat, minyak

paraffin. Lemak yang digunakan dalam pembuatan lipstik adalah krim kakao

minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi misalnya, minyak jarak , setil

alkohol, dan lanolin. Bahan lipstik acetoglycerides direkomendasikan untuk

memperbaiki sifat thixotropic batang lipstik sehingga meskipun temperatur

berfluktuasi, kepadatan lipstik tetap konsisten. Zat-zat pewarna (coloring

agents) yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin

yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu

kelekatan pada kulit dan kelarutannya dalam minyak. Pelarut terbaik untuk

eosin adalah minyak jarak. Tetapi alkohol furfurli beserta ester-esternya,

terutama stearat dan ricinoleat, memiliki daya melarutkan eosin yang lebih

besar. Asam lemak alkalolamides, jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan

memberikan warna yang sangat intensif pada bibir. Surfaktan kadang-kadang

ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan

disperse partikel-partikel pigmen warna yang padat. Bahan pengawet

(fragrance) dan pemberi rasa segar (flavouring), harus menutupi bau dan rasa

kurang sedap dari lemak-lemak dalam lipstik dan menggantinya dengan bau

dan rasa yang menyegarkan (Tranggono, 2007).

C. Metode Ekstraksi

1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut

yang disertai beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu

kamar.
9

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan jalan melewatkan

pelarut yang sesuai secara lama pada simplisia dalam suatu percolator.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

yang dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik.

4. Refluk

Refluk adalah proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Infus

Infus adalah proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98 C) selama 15-20 menit.

6. Digesti

Digesti adalah suatu proses ekstraksi menggunakan pengadukan kontinyu

pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar (40-50C).

7. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90 selama 30

menit (Ditjen POM, 1986).


10

D. Tinjauan Tentang Ekstrak

1. Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

2. Ekstrak Cair

Ekstrak cair merupakan sediaan dari simplisia nabati yang

mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai penggawet. Jika tidak

dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak

mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat.

Ekstrak cair cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan

disaring atau bagian yang bening di enap tuangkan (dekantasi). Beningan

yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope. Ekstak cair dibuat dari

ekstrak yang sesuai (Ditjen POM, 2000).


11

E. Tinjauan Tentang Rhodamin B

a. Rumus kimia

b. Rumus molekul : C28H31ClN2O3

c. Berat molekul : 479,00

d. Nama kimia : Tetraethylrhodamine

e. Pemerian : - Bentuk : serbuk hablur

- Warna : Hijau ungu kemerahan

f. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, menghasilkan warna

merah kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan, sangat mudah

larut dalam etanol, sukar larut dalam basa dan dalam larutan alkali.

g. Kegunaan : - pewarna tekstil

- pewarna kertas

h. Efek samping : Bahaya jangka pendek diantaranya adalah mual,

muntah, sakit perut, dan tekanan darah rendah. Sedangkan bahaya jangka

panjangnya adalah kanker.

Rhodamin B adalah zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan

berwarna merah keunguan yang beredar di pasar untuk industri sebagai

zat pewarna tekstil. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran

pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker)


12

serta rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan

pada hati (Lidya dan Fatimawali, 2013)

F. Tinjauan Tentang Pasar Sugihwaras

Pasar Sugihwaras adalah pasar tradisional yang berada pada Kecamatan

Sugihwaras tepatnya terletak di Jl. Raya Sugihwaras Ds. Sugihwaras Kec.

Sugihwaras dengan status sebagai Pasar Daerah bersama 1 pasar tradisional

di Kecamatan Sugihwaras lainnya (Disperindag, 2010).

G. Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar, selain

kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom

dimana fase diamnya diisikan atau dikemas didalamnya. Pada kromatografi

lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada

permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium,

atau plat plastik (Gandjar, 2007).

Kromatografi lapis tipis menggunakan suatu adsorben yan disalutkan pada

suatu lempeng kaca sebagai fase stationernya dan pengembangan

kromatografi terjadi ketika fase mobil terlapis melewati adsorben itu (Vogel,

1994). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak

sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara

mekanik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan

secara menurun (discending). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya

lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom.

Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis,


13

peralatan yang digunakan lebih sederhana dan setiap saat secara cepat

(Gandjar, 2007). Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis yaitu memisahkan

sampel berdasarkan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.

1. Fase gerak Kromatografi Lapis Tipis

Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik, dapat digunakan

satu macam pelarut organik atau campuran. Fase gerak merupakan

campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah

partisi. Pemilihan pelarut organik ini sangat penting karena akan

menentukan keberhasilan pemisahan. Senyawa polar akan mudah terelusi

oleh fase gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar,

sebaliknya senyawa non polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak

non polar dari pada fase gerak yang bersifat polar. Pelarut organik yang

sering digunakan sebagai fase gerak adalah air, toluena, kloroform, etil

asetat, aseton dan yang lainnya (Gandjar, 2007).

2. Fase diam Kromatografi Lapis Tipis

Fase diam KLT yang digunakan merupakan penjerap yang berukuran

kecil dengan diameter partikel antara 10-30 nm. Semakin kecil ukuran

rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam,

maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.

Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa,

sementara mekanisme adsorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan

adsorbsinya. Lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap juga dapat

dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi,
14

dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral. Beberapa

penjerap KLT serupa dengan penjerap yang digunakan pada KCKT .

kebanyakan penjerap dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas

permukaannya. (Gandjar, 2007).

3. Macam-macam Silika Gel

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorbs dan adsorben

yang bertindak sebagai fase stationer. Empat macam adsorben yang umum

digunakan yaitu silika gel (asam silika), alumina (aluminium oxyde),

kieselguhr (diatomeous earth) dan selulosa. Dari ke empat adsorben

tersebut yang paling sring digunakan adalah silika gel yang memiliki

berbagai macam nama dagang (Adnan, 1997).

a. silika gel G

Merupakan silika gel yang mengandung 13% kalsium sulfat

sebagai zat perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion

logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi ini dapat dihilangkan

dengan mengmbangkan plat KLT silika gel dengan sistem pelarut

methanol:HCL pekat (9:1) ion besi akan bergerak bersama zat

pelarut sampai keujung plat. Untuk selanjutnya plat tersebut

dikeringkan dan diaktifkan kembali.

b. silika gel H

Silika gel H tidak mengandung perekat kalsium sulfat. Silika ini

digunakan untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida

netral. Dengan menggunakan silika gel ini dapat dipisahkan berbagai


15

digliserida seperti 1,2 digliserida dari 1,3 digliserida, begitu juga

fosfatidil gliserol dari poligliserida fosfat.

c. Silika gel PF

Jenis silika gel ini dibuat sedemikian rupa sehingga senyawa-

senyawa organik yang terikat pada plat ini dapat mengadakan

fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengam

menempatkan plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan

gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang pendek

(Adnan, 1997).

4. Penotolan Sampel

Sampel merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan,

dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya kloroform

atau zat pelarut serupa yang mempunyai titik didih antara 50-100C.

Larutan sampel tersebut ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipet

mikro atau nolic. Jumlah sampel harus diusahakan sekecil mungkin

dengan menotolkan berulang kali, dan dibiarkan mengering sebelum

totolan berikutnya. Pengeringan sampel pada plat sebaiknya digunakan gas

N2, untuk mencegah kerusakan sampel akibat oksidasi (Adnan, 1997).

5. Pengembangan Kromatografi Lapis Tipis

Pengembangan dilakukan dengan mencelupkan dasar plat KLT

yang telah ditotolkan sampel dalam sistem pelarut untuk proses

pengembangan. Umumnya dikerjakan dalam tempat tertutup, untuk itu


16

dapat digunakan gelas beker untuk KLT mikro atau tempat yang lebih

besar untuk KLT makro (Adnan, 1997).

6. Visualisasi dan Identifikasi Kromatorafi Lapis Tipis

Visualisasi dimaksudkan untuk melihat komponen penyusun yang

terpisah setelah proses pengembangan. Visualisasi dapat dikerjakan

dengan berbagai macam cara, misalnya dapat digunakan uap iodium, sinar

ultraviolet khususnya bila digunakan adsorben yang mengandung fosfor.

Cara lain yaitu dengan cara charring atau dengan penyemprotan

menggunakan reagen tertentu. Charring dilakukan dengan penyemprotan

plat yang telah dikembangkan dengan larutan H2SO4 atau K2Cr2O7,

kemudian dipanaskan pada suhu 125C. Zat-zat organik akan mengalami

oksidasi menjadi karbon yang berwarna hitam.

Penggunaan sinar ultraviolet dapat memberikan fluoresensi pada

plat yang mengandung unsur fosfor. Dengan demikian komponen

penyusun akan terlihat dalam bentuk bercak-bercak yang terpisah. Setelah

komponen penyusun diidentifikasi, perlu dilakukan dokumentasi.

Identifikasi dapat dilakukan dengan membandingkan posisi bercak dengan

senyawa standar yang diteliti pada plat percobaan yang sama (Adnan,

1997).

Identifikasi secara kualitatif pada kromatografi lapis tipis dapat

ditentukan dengan menghitung harga Rf (Depkes RI, 1995). Harga Rf

merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi

lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa
17

pada kromatogram dan pada kondisi konstan besaran karakteristik dan

reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak antara

jarak senyawa dari titik awal dan jarak pelarut dari titik awal.

Rumus harga Rf adalah sebagai berikut :

jarak yang ditempuh oleh komponen


Rf =
jarak yang ditempuh oleh pelarut

Harga Rf sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

suhu, pelarut, bahan pengembang, kejenuhan ruangan akan pelarut,

kelembapan udara, komposisi dan konsentrasi larutan yang diperiksa,

panjang trayek migrasi, senyawa asing dan pencemaran pelarut,

ketidakhomogenan kertas atau plat, arah serabut kertas (Roth dan Blascke,

1998).

7. Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis

KLT memiliki kelebihan yang nyata dibandingkan kromatografi kertas

karena nyaman dan cepatnya, ketajaman yang lebih besar dan kepekaan

yang tinggi. Selain kelebihan kromatografi lapis tipis juga memiliki

kekurangan yaitu harga Rf yang tidak tetap, sehingga dalam analisa harus

menggunakan bahan baku pembanding (Vogel, 1994).


BAB III

KERANGKA KONSEP

KOSMETIKA

BEDAK LIPSTIK CAT PERONA PELEMBAB


KUKU PIPI

PERKOLA MASERASI REFLUK SOXHLETA DIGESTI


SI SI

EKSTRAK

KUALITATIF KUANTITATIF

KLT

HASIL KETERANGAN :

: YANG DIUJI

: TIDAK DIUJI

18
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan metode penelitian survei deskriptif yang

dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk melihat

gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam suatu populasi

tertentu (Notoadmodjo, 2010).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo,2010). Populasi pada penelitian ini adalah pedagang

kosmetik di Pasar Sugihwaras.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo,2010). Sampel pada penelitian ini adalah lipstik

yang dijual oleh pedagang kosmetik di Pasar Sugihwaras.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini dilakukan

secara acak sederhana (Simple Random sampling). Teknik ini merupakan

hakikat dari pengambilan sampel secara sederhana adalah bahwa setiap

anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo,2010). Sampel diambil secara

19
20

acak sederhana dengan kriteria lipstik yang diambil berwarna merah

dengan harga Rp 3000,00 sampai Rp 5000,00.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Karya tulis ini akan dilakukan pada tanggal 10 Januari 2016 sampai Mei

2016. Pelaksanaan praktikum Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan di

Laboratorium Kimia Kualitatif Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata

Kediri.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

Atau sesuatu yang digunakan untuk sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010). Variabel pada penelitian ini adalah kandungan

rhodamin B pada lipstik yang dijual oleh pedagang di Pasar Sugihwaras

Kabupaten Bojonegoro

2. Definisi Operasional

Operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau

tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo,

2010).
21

Tabel IV.I Definisi Operasional (DO) Variabel

No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala


Operasional
1 Kandung Kandungan Harga Rf Lempeng Nominal
an rhodamin B KLT, Lampu
rhodamin yang ada pada UV 254 nm
B yang lipstik yang dan 366 nm,
ada pada dijual oleh penggaris
lipstik pedagang di
yang Pasar
dijual Sugihwaras
oleh Kabupaten
pedagang Bojonegoro
di Pasar dengan kriteria
Sugihwa lipstik berwarna
ras merah dengan
Kabupate harga Rp
n 3000,00 sampai
Bojonego Rp 5000,00
ro

E. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmayer 100 ml,

batang pengaduk, tabung reaksi, timbangan analitik, pipet tetes, pipa kapiler,

sendok tanduk, kertas saring, lempeng kromatografi lapis tipis, oven, chamber,

serta lampu UV 254 nm dan UV 366 nm.

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah lipstik warna merah yang dijual bebas di

pasar Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro, akuadest, larutan HCL, larutan

amonia, n-butanol, etil asetat, asam asetat, serta etanol 70%.


22

F. Cara Kerja

1. Penyiapan sampel dan ekstraksi

Bahan (sampel) diambil dari Pasar Sugihwaras Kabupaten

Bojonegoro, tahap ekstraksi dan pemurnian dilakukan dengan cara : (Utami

dan Suhendi tahun 2009).

a. Sebanyak 1 gram sampel (lipstik) dimasukkan ke dalam Erlenmayer

kemudian direndam dalam 10 ml larutan amonia 2% (yang dilarutkan

dalam etanol 70%) selama 1 x 24 jam.

b. Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring. Larutan

dipindahkan ke dalam gelas kimia kemudian dipanaskan di atas hot plate.

Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml air yang mengandung asam

(larutan asam dibuat dengan mencampurkan 10 ml air dan 5 ml asam asetat

10%)

c. Benang wol dengan panjang 15 cm dimasukkan ke dalam larutan asam

dan dididihkan selama 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol,

kemudian benang wol diangkat dan dicuci dengan akuadest. Kemudian

benang wol dimasukkan ke dalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10%

(yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan didihkan.

d. Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk kedalam

larutan basa. Larutan basa yang didapat selanjutnya akan digunakan sebagai

cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.


23

2. Tahap identifikasi sampel

Pada tahap identifikasi sampel, lempeng KLT berukuran 8 x 2 cm

diaktifkan dengan cara dipanaskan ke dalam oven selama 30 menit dengan

suhu 100c. sampel ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan

pipa kapiler pada jarak 0,5 cm dari bagian bawah plat, dan jarak antar noda

adalah 0,5 cm. kemudian dibiarkan beberapa saat sampai mengering,

lempeng KLT dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi larutan fase

gerak berupa n-butanol : etil asetat : amonia dengan perbandingan 10:4:5

yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Lempeng KLT dibiarkan terelusi

sempurna, kemudian lempeng KLT diangkat dan dikeringkan, diamati

warna secara visual dan di bawah sinar UV, jika secara visual noda

berwarna merah jambu dan di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm

berfluoresensi kuning dan orange (Utami dan Suhendi, 2009).

G. Analisa Data

Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis

secara deskriptif.
24

Kerangka Kerja

A. Penyiapan Sampel dan Ekstraksi

Timbang 1 gram sampel (lipstik)

Masukkan sampel kedalam Erlenmayer

Sampel direndam dengan 10 ml larutan amonia 2% (yang


dilarutkan dengan etanol 70%) selama 1 x 24 jam

Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring

Larutan dipindahkan kedalam Endapan


gelas kimia kemudian
dipanaskan diatas hot plate

Residu dari penguapan dilarutkan dalam larutan asam (larutan asam


dibuat dengan mencampurkan 10 ml air dan 5 ml asam asetat 10%)

Menyiapkan benang wol dengan panjang 15 cm, kemudian benang


wol dimasukkan kedalam larutan asam dan dididihkan selama 10
menit

Benang wol diangkat dan dicuci dengan aquadest. Kemudian benang


wol dimasukkan kedalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10% (yang
dilarutkan dalam etanol 70%) dan didihkan

Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk ke dalam


larutan basa. Larutan basa yang didapat selanjutnya akan digunakan
sebagai cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis
25

B. Tahap Identifikasi Sampel

Menyiapkan lempeng KLT dengan ukuran 8 x 2 cm

Lempeng KLT dipanaskan kedalam oven selama 30


menit dengan suhu 100 C

Siapkan chamber, isi dengan larutan fase gerak berupa n-


butanol : etil asetat : amonia dengan perbandingan 10:4:5

Sampel ditotolkan pada lempeng KLT dengan


menggunakan pipa kapiler pada jarak 0,5 cm dari bagian
bawah plat, dan jarak antar noda 0,5 cm

Biarkan beberapa saat sampai mengering

Lempeng KLT dimasukkan kedalam chamber yang telah


berisi fase gerak yang telah dijenuhkan terlebih dahulu

Lempeng KLT dibiarkan terelusi sempurna

Lempeng KLT diangkat dan dikeringkan

Amati secara visual dan dibawah sinar UV 254 nm dan


366 nm, jika berfluoresensi kuning dan orange dan nilai
Rf 0,2, hal ini menunjukkan adanya rhodamin B
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Sampel
Bentuk = Semi Padat
Warna = Merah
Bau = Wangi

B. Analisa Kualitatif Rhodamin B pada Lipstik dengan Kromatografi


Lapis Tipis
Fase Diam : Silika Gel GF 254
Fase Gerak : n-butanol : etil asetat : amonia (10:4:5)

C. Data Penelitian
No Sampel Rf Sampel Rf Pembanding Rf Selisih Hasil
1 A 0,78 0,78 0 +
2 B 0,75 0,77 0,02 +
3 C 0,84 0,84 0 +
4 D 0,47 0,71 0,24 -

Dari analisa data diatas dapat disimpulkan bahwa sampel atau lipstik yang

beredar di Pasar Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro dengan rentan

harga Rp 3000,00 sampai Rp 5000,00 dengan kode A,B,C memiliki selisih

harga Rf 0,2 sehingga pada kesimpulannya sampel A,B,C dinyatakan

Positif mengandung rhodamin B sedangkan sampel dengan kode D

memiliki selisih harga Rf > 0,2 sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel

D dinyatakan Negatif mengandung rhodamin B.

Syarat selisih harga Rf 0,2 Mengandung zat yang diuji

(Juliet tangka et al, 2012).

26
BAB VI

PEMBAHASAN

Seiring perkembangan zaman banyak beredar sediaan kosmetika jenis

pemutih, pewarna bibir atau perona wajah yang diproduksi oleh pabrik kosmetika

di dalam maupun di luar negeri yang angkanya mencapai ribuan. Seiring

perkembangan jaman banyak kosmetika yang mengandung zat kimia berbahaya

salah satunya adalah pewarna, berdasarkan keputusan Dikterur Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 239/MenKes/Per/85 salah satu zat yang

dilarang adalah rhodamin B.

Rhodamin B dapat dianalisis secara kualitatif yaitu dengan metode

kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fase gerak yang sesuai. Fase gerak

yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis berupa cairan dan fase diamnya

adalah lapisan tipis pada permukaan lempeng yang rata. Pemisahan dengan

kromatorafi lapis tipis, cuplikan berbentuk cairan dengan fase gerak yang

digunakan adalah pelarut non polar yang mudah menguap. Setelah ditotolkan

pelarut dikeringkan dahulu agar tidak mempengaruhi polaritas cairan pengembang

(Hilarius, 2009).

Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisa sampel yang

ditetapkan dengan menggunakan metode kromatografi lapis yaitu menyangkut

proses analisa mulai dari perlakuan sampel, pembuatan reagen, ketelitian volume

larutan yang ditotolkan, besarnya titik totolan, dan jarak antar totolan serta jarak

eluasi yang akan berpengaruh pada bercak (Hilarius, 2009).

27
28

Lipstik yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari pedagang di Pasar

Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro dengan rentan harga Rp 3000,00 sampai

dengan harga Rp 5000,00. Lipstik yang diperoleh kemudian diekstraksi dengan

cara maserasi dimana lipstik dipotong kecil - kecil kemudian ditimbang sebanyak

1 gram. Lipstik yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmayer

dan direndam dengan larutan amonia 2% sebanyak 10 ml selama 1 X 24 jam,

larutan amonia dibuat dengan cara mengukur amonia dengan konsentrasi 25%

sebanyak 8 ml yang kemudian ditambahkan etanol 70% sebanyak 92 ml.

Setelah sampel direndam dengan larutan amonia kemudian sampel

disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring kemudian larutan

dipindahkan kedalam gelas kimia dan dipanaskan diatas hot plate. Residu dari

penguapan kemudian dilarutkan dengan larutan asam sebanyak 10 ml, larutan

asam dibuat dengan cara mengukur asam asetat pekat sebanyak 10 ml yang

kemudian ditambahkan 90 ml aquadest.

Setelah itu menyiapkan benang wol sepanjang 15 cm, benang wol

dimasukkan kedalam erlenmayer dan dididihkan selama 10 menit, setelah

dididihkan benang wol kemudian diangkat dan dicuci dengan aquadest, kemudian

benang wol dimasukkan kedalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10% yang

dilarutkan dengan etanol 70% dan dididihkan. Benang wol tersusun atas ikatan

peptide yang didalamnya terdapat ikatan sistina, asam glutamat, lisin, asam

aspartik dan arginin. Rhodamin B dapat melewati lapisan kutikula melalui

perombakan sestina menjadi sistein dengan adanya suatu asam. Sistein terbentuk

melalui pecahnya ikatan S-S dari sistein karena adanya asam asetat, setelah ikatan
29

tersebut terbuka maka rhodamin B dapat masuk kedalam benang wol dan

berikatan dengan COO- dan asam aspartik juga berikatan dengan NH3+ dari

arginin. Prinsip dari benang wol adalah penarikan zat warna dari sampel kedalam

benang wol bebas lemak dalam suatu asam dengan pemanasan dilanjutkan dengan

pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu basa yang selanjutnya digunakan

sebagai cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.

Setelah semua lipstik ekstraksi kemudian dilakukan penelitian kandungan

rhodamin B yang terkandung didalamnya. Langkah-langkah yang dilakukan

dalam penelitian ini meliputi identifikasi sampel dengan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT). Identifikasi dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ini

dipilih berdasarkan prinsip kerjanya yaitu pemisahan dengan adsorbsi pada

lapisan tipis adsorben. Dimana pada pengembangannya setiap senyawa akan

memiliki kecepatan yang berbeda (Adnan, 1997). Langkah pertama yang

dilakukan adalah membuat fase gerak dalam chamber yang terdiri dari n-butanol,

asam asetat dan amonia dengan perbandingan 10:4:5 sebanyak 4 ml. setelah itu

fase gerak dijenuhkan dengan kertas saring. Plat KLT diberi garis 0,5 cm dari tepi

bawah dan 0,5 cm dari tepi atas. Larutan filtrat ditotolkan beberapa kali dengan

menggunakan pipa kapiler volume 2 l pada plat 0,5 cm dari tepi kiri 0,5 cm dari

tepi bawah dan diberi tanda. Larutan baku pembanding ditotolkan pada plat

dengan jarak 0,5 cm dari penotolan larutan sampel, hal ini bertujuan agar pada

saat pengembangan nanti bercak antara baku pembanding dengan sampel tidak

bertabrakan. Setelah itu plat KLT dimasukkan kedalam chamber sampai fase

gerak memenuhi batas garis atas kemudian plat KLT dikeluarkan dan dikeringkan
30

dengan cara diangin-anginkan. Bercak noda dilihat dengan sinar UV 366 nm dan

sampel A menunjukkan warna orange yang sama atau sejajar dengan baku

pembanding, sampel B menunjukkan warna orange yang tidak begitu terang dan

sejajar dengan baku pembanding, sampel C menunjukkan warna orange yang

tidak mencolok yang sejajar dengan baku pembanding, dan yang terakhir sampel

D yang menunjukkan 2 warna yaitu orange dan hijau. Perhitungan Rf dilakukan

dengan menarik garis tengah bercak yang timbul ke titik penotolan.

Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa sampel A memiliki nilai Rf 0,78

dengan baku pembanding 0,78 dan selisih 0, sampel B memiliki nilai Rf 0,75

dengan baku pembanding 0.78 dan selisih 0,03, sampel C memiliki nilai Rf 0,77

dengan baku pembanding 0,85 dan selisih 0,08, dan yang terakhir sampel D

memiliki nilai Rf 0,47 dan baku pembanding 0,71 dan selisih 0,24 sehingga dapat

disimpulkan bahwa sampel atau lipstik yang beredar di Pasar Suggihwaras

Kabupaten Bojonegoro dengan rentan harga Rp 3000,00 Rp 5000,00 dengan

kode A,B,C positif mengandung zat pewarna rhodamin B karena memiliki selisih

nilai Rf antara baku pembanding dengan sampel kurang dari 0,2 (0,2) sedangkan

sampel D negatif mengandung zat pewarna rhodamin B karena memiliki selisih

nilai Rf antara baku pembanding dengan baku sampel lebih dari 0,2 (>0,2) (Juliet

tangka et al, 2012).


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan yan telah dilakukan

di Laboratorium Kimia Kualitatif Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata

Kediri terhadap kandungan zat pewarna rhodamin B dengan metode

Kromatografi Lapis Tipis berdasarkan perhitungan harga Rf yang didapat

pada setiap sampel lipstik yang beredar di Pasar Sugihwaras Kabupaten

Bojonegoro dengan rentan harga Rp 3000,00 Rp 5000,00 dengan kode

sampel A,B,C memiliki selisih nilai Rf 0,2 yang dinyatakan Positif

mengandung rhodamin B dan sampel D memiliki selisih nilai Rf > 0,2

yang dinyatakan negatif mengandung rhodamin B.

B. Saran

1. Disarankan kepada masyarakat agar tetap berhati-hati dalam

menggunakan kosmetika dalam kehidupan sehari-hari.

2. Sebaiknya dilakukan sosialisasi secara terus menerus dan pengawasan

secara ketat terhadap penggunaan bahan kimia yang dilarang

penggunaannya dalam kosmetika.

3. Selain itu, rhodamin B dapat dianalisa secara kuantitatif yaitu dengan

metode spektrofotometri UV-Vis.

31
32

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Mohamad. 1997. Teknik Analisa untuk Analisis Bahan Makanan.


Yogyakarta : Andi. Hlm : 9-10

Basset. J et al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik
(Vogels Textbook Of Quantitative Inorganic Analysis Including
Elementary Instrumental Analysis). Jakarta: EGC.

Dawile, S., Fatimawali, Wehantouw, F., 2013. Analisis Zat Pewarna Rhodamin
B pada Kerupuk yang Beredar di Kota Manado. Jurnal Farmasi,
Fakultas Farmasi. FMIPA. Sam Ratulangi.

Ditjen POM RI. 2003. Kosmetika. Ditjen POM, Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Disperindag Pemkab Bojonegoro. 2010. Pasar Sugihwaras. http://disperindag-


online.bojonegorokab.go.id/index.php/pasar/profil_pasar/7,Diakses pada
Tanggal 26 Mei 2016.

Departemen Kesehatan RI.1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hilarius Nana, 2009. Analisis Rhodamin B Dalam Sediaan Lipstik (MARI MAR)
Secara Kromatografi Lapis Tipis. Kediri. Institut Ilmu Kesehatan Bhakti
Wiyata Kediri

Dinazainudin. 2012. Dampak Penggunaan Zat Pewarna Tekstil Rhodamin B


pada Makanan. http://dinazainuddin.blogspot.co.id/2012/12/dampak-
penggunaan-zat-pewarna-tekstil.html, Diakses pada Tanggal 25 Juli 2016.

Juliet Tangka, Jody A.Pojoh, Hikmah A.M. Hasan. 2012. Identifikasi Rhodamin
B pada Sediaan Lipstik yang Beredar di Kota Manado secara
33

Kromatografi Lapis Tipis. Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan


Kemenkes Manado.

Lidya V.M dan Fatimawali G.C. 2013. Analisis Rhodamin B pada Lipstik yang
Beredar di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol.2, No.02.
Manado.

Mukaromah A.H,. dan Maharani E.T. Identifikasi Zat Warna Rhodamin B pada
Lipstik Berwarna Merah. Vol 1 No. 1 Desember 2008. Universitas
Muhammadiyah Semarang

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

PerMenKes RI No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010. Izin Produksi Kosmetika.


Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Roth, J. Herman dan Gottfried Blaschke. 1998. Analisis Farmasi. Georg Thieme
Verlag. Terjemahan Kisman, Karjono dan Slamet Ibrahim. 1994.
Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Tranggono, Retno. I dan Fatma, L.2007. Buku Pegangan Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Utami,W dan Suhendi, A. 2009. Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar


Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Penelitian Sains dan
Toksikologi, Vol.10, No.2, halaman 148-155, Surakarta.

Wasitaatmadja, syarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta:


Universitas Indonesia Press.
34

LAMPIRAN 1

A. Perhitungan Pelarut
1. Perhitungan Larutan Amonia 2%

V1 . N1 = V2 . N2

10 ml . 2% = V2 . 25%

10 .2%
V2 =
25%

V2 = 0,8 ml + 9,2 ml etanol 70%

2. Perhitungan Larutan Basa (Amonia 10%)

V1 . N1 = V2 . N2

10 ml . 10% = V2 . 25%

10 .10%
V2 =
25%

N2 = 4 ml + 6 ml etanol 70%

3. Perhitungan Larutan Asam (Asam Asetat 10%)

V1 . N1 = V2 .N2

5 ml . 10 % = V2. 100%

5 . 10%
V2 =
99,8%

N2 = 0,50 ml + 4,5 ml Aquadest


35

B. Perhitungan Fase Gerak Kromatografi Lapis Tipis

Fase Gerak = n-butanol : etil asetat : amonia (10:4:5)

10
1. n-butanol = 19 4 = 2,1

4
2. etil asetat = 19 4 = 0,84

5
3. amonia = 19 x 4 ml = 1 ml
36

C. Perhitungan Harga Rf

1. Perhitungan Sampel A

Jarak Sampel = 5,5 cm

Jarak Baku = 5,5 cm

Jarak Eluen = 7 cm


Rf Sampel =

,
=

= 0,78


Rf Baku =

5,5
= 7

= 0,78

Rf Selisih = Rf Baku Rf Sampel

= 0,78 0,78

=0

2. Perhitungan Sampel B

Jarak Sampel = 5,3 cm

Jarak Baku = 5,4 cm

Jarak Eluen = 7 cm
37


Rf Sampel =

,
=

= 0,75


Rf Baku =

5,4
= 7

= 0,77

Rf Selisih = Rf Baku Rf Sampel

= 0,77 0,75

= 0,02

3. Perhitungan Sampel C

Jarak Sampel = 5,9 cm

Jarak Baku = 5,9 cm

Jarak Eluen = 7 cm
38


Rf Sampel =

5,9
= 7

= 0,84


Rf Baku =

5,9
= 7

= 0,84

Rf Selisih = Rf Baku Rf Sampel

= 0,84 0,84

=0

4. Perhitungan Sampel D

Jarak Sampel = 3,3 cm

Jarak Baku = 5 cm

Jarak Eluen = 7 cm


Rf Sampel =

3,3
= 7

= 0,47
39


Rf Baku =

5
= 7

= 0,71

Rf Selisih = Rf Baku Rf Sampel

= 0,71 0,47

= 0,24
40

DAFTAR ARTI LAMBANG

- = Sampai

= Kurang Dari Sama Dengan

> = Lebih Dari

Rp = Rupiah

% = Persen
41

Lampiran 1

Tabel 2.1 Zat warna yang diizinkan digunakan dalam kosmetika

No Nama Zat Warna Nama Lain Warna


1 Pigmen Green 8 Pigmen Green B Hijau
2 D&C Green No. 1 Ext Acid Green 1; Naphthol Hijau
Green
3 D&C Yellow No. 7 Ext Acid Yellow 1; Naphthol Kuning
Yellow S
4 Pigmen Yellow 1 Hansa Yellow G Kuning
5 Pigmen Orange 1 Hansa Yellow 3 R Jingga
6 Food Orange 2 Food Yellow 3 Kuning
Orange Yellow S
Sunset Yellow FCF
7 Food Orange 4 Acid Orange 10 Jingga
8 Acid Red 18 Cochineal Red A Merah
Food Red 7
Fonceau 4R
9 Acid Red 41 Food Red 8 Merah
10 Acid Red 155 Supranol Brilliant Red 33 Merah
11 Acid Yellow 121 Solvent Yellow 21 Kuning
12 Pigment Yellow 16 Pigment Yellow NGG Kuning
13 D&C Brown No.1 Acid Orange 24 Jinggga
Recorcine Brown
14 Acid Black 1 Amido Black 10B Hitam
15 Solvent Yellow 29 Sudan Yellow GRN Kuning
16 Food Black 2 Black 7984 Hitam
Black No.2
17 Food Orange 5 Beta Carotene Jingga
42

Tabel 2.2 Zat Warna yang dilarang digunakan dalam kosmetika


No Nama Bahan Nama Lain

1 Antimon dan derivatnya Antymony and derivetves

2 Arsen dan senyawanya Arsenic and its Compovads

3 Asam retinoat Retinoic Acid

4 Asam urokanat Urocanic Acid

5 Asetil tetrametil tetralin Acetyle tetramethyl tetralene


(ATT)

6 Benzen Benzene

7 Benzetoinum klorida Benzenetheinum Chloride

8 Benzeil peroksida Benzeil Peroxida

9 Dietil 4-nitrofenil fosfat Diethyl 4-nitrophenyl phosphate

10 Epinefrin Epinephrine

11 Eserin atau fisostigmin dan Eserine or physostigmine and its salts


garamnya

12 Etilen oksida Ethylene oxide

13 Fenilbutazon Phenylbutazone

14 D&C Orange No.17 dan Pigment Orange No.5


Lakes, pigmen &
Garam.C.I.12075 Permanent Orange

15 D&C Red.No.9,C.I.45170; Basic Violet No.10 Rhodamin B

16 D&C Red No.8,C.I.15585 Pigment Red No.53, Lake


43

Lampiran 2

1. Sampel yang diperoleh di Pasar Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro dengan


rentan harga Rp 3000,00 Rp 5000,00

2. Penimbangan sampel menggunakan timbangan analitik sebanyak 1 g


44

3. Proses pemanasan serta penarikan zat warna rhodamin B mengunakan


benang wol

4. Penjenuhan fase gerak


45

5. Proses KLT

6.

Pengamatan Sampel A Pengamatan Sampel B

Pengamatan Sampel C Pengamatan Sampel D


46

7. Alat yang digunakan pada penelitian

8. Bahan yang digunakan pada penelitian


47
48

Lampiran 4

Anda mungkin juga menyukai