Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PERAWATAN

MESIN

STUDI KASUS PERAWATAN MESIN DENGAN


METODE PM, PdM DAN TPM

Disusun oleh : Arief Nur Hidayat


NIM : 061001500501

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2017
I. Pendahuluan
Sejak era revolusi industri, perawatan industri telah menghasilkan
beberapa teori perawatan dan model perawatan. Pada masa lampau perawatan
mesin menggunakan sistem breakdown maintenance, dimana perawatan
dilakukan setelah timbul kerusakan. Kemudian perawatan mesin berkembang
dengan berbagai sistem yaitu diantaranya adalah Preventive maintenance,
Predictive Maintenance dan Total Productive Maintenance.
Menurut Ebeling (1997), preventive maintenance merupakan perawatan
yang dilakukan secara terjadwal umumnya secara periodik. Preventive
maintenance bertujuan untuk mencegah kerusakan mesin yang sifatnya
mendadak, meningkatkan reliability, dan dapat mengurangi downtime
(Assauri, 2008).
Predictive Maintenance merupakan proses menentukan kondisi mesin
saat beroperasi untuk memprediksi dan menjadwalkan perbaikan yang paling
efisien dari suatu komponen sebelum rusak sehingga tidak mengalami
downtime. PdM tidak hanya membantu teknisi menghilangkan downtime yang
tidak terencana dan kemungkinan kerusakan parah, tetapi memudahkan mereka
dalam pemesanan part secara efektif, perencanaan SDM dan perencanaan
pekerjaan ganda saat downtime terencana.
Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu sistem
pemeliharaan dan perbaikan pada mesin atau peralatan yang melibatkan semua
divisi dan karyawan mulai dari operator hingga manajemen puncak berdasarkan
Komitmen yang telah disepakati bersama.
II. Studi Pustaka
1. Preventive Maintenance
Pemeliharaan pencegahan merupakan tindakan pemeliharaan yang
bertujuan mencegah terjadinya kerusakan yang kecenderungan kerusakannya
telah diketahui atau dapat diperkirakan sebelumnya. Melalui pemanfaatan
prosedur preventive maintenance yang baik, dimana terjadi koordinasi yang
baik antara bagian produksi dan bagian perawatan, maka akan didapatkan hal-
hal sebagai berikut:
Kerugian waktu produksi dapat diperkecil.
Biaya perbaikan yang mahal dapat dikurangi atau dihindari.
Interupsi terhadap jadwal yang telah direncanakan waktu produksi
maupun perawatan dapat dihilangkan atau dikurangi.
Menurut Ebeling (2008), preventive maintenance merupakan
pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodic,
dimana seperangkat tugas pemeliharaan seperti inspeksi dan perbaikan,
penggantian, pembersihan, pelumasan, penyesuaian, dan penyamaan
dilakukan.
Suatu barang dapat dikatakan mengalami kerusakan apabila suatu
barang atau produk tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Konsep ini juga berlaku untuk mesin atau fasilitas yang dimiliki oleh suatu
pabrik. Ketika suatu mesin atau peralatan tidak dapat melakukan fungsinya
dengan baik, maka mesin atau peralatan tersebut dapat dikatakan mengalami
kerusakan atau breakdown. Downtime didefinisikan sebagai waktu selama
suatu peralatan, fasilitas atau mesin tidak dapat digunakan sehingga mesin atau
peralatan tidak dapat menjalankan fungsinya seperti yang diharapkan.
Breakdown terjadi ketika mesin mengalami kerusakan, dimana kerusakan dapat
mempengaruhi kemampuan mesin secara keseluruhan dan menyebabkan
penurunan hasil dari proses dan mempengaruhi kualitas dari produk
(Lukmandani, dkk., 2011).
Secara umum istilah reliability mungkin dapat diartikan dengan mampu
untuk diandalkan. Reliability sendiri berasal dari kata reliable, yang artinya
dapat dipercaya (trusty, consistent, atau honest). Reliabilitas didasarkan pada
teori statistic probabilitas, yang tujuan pokoknya adalah mampu diandalkan
untuk bekerja sesuai dengan fungsinya dengan suatu kemungkinan sukses
dalam periode waktu tertentu yang ditargetkan.
Setiap mesin memiliki pola kerusakan yang berbeda. Seperangkat
peralatan yang sama akan memiliki pola kerusakan yang berbeda, jika
dioperasikan pada keadaan lingkungan yang berbeda. Bahkan bila peralatan
yang sama tersebut dioperasikan pada keadaan lingkungan yang sama pun tetap
terbuka kemungkinan, bahwa kerusakan yang terjadi akan memiliki
karakteristik kerusakan yang berbeda. Keputusan yang berkaitan dengan
masalah probabilitas, seperti menentukan waktu melaksanakan perawatan
pencegahan untuk suatu peralatan, membutuhkan informasi mengenai saat atau
waktu peralatan tersebut akan mencapai kondisi gagal atau rusak (Tanurahardja,
2009).
Transisi suatu peralatan dari kondisi baik ke gagal tidak bisa diketahui
secara pasti waktunya, tetapi dapat diketahui informasi mengenai probabilitas
terjadinya transisi tersebut pada waktu tertentu berdasarkan fungsi
kerusakannya (Winata, dkk., 2013). Untuk melakukan analisa terhadap masalah
yang terkait dengan perawatan mesin, dapat digunakan beberapa jenis distribusi
kerusakan dan perbaikan untuk mendekati pola kerusakan dan perbaikan mesin
yang terjadi. Jenis distribusi yang digunakan agar dapat mengetahui pola data
yang terbentuk, antara lain: distribusi Weibull, distribusi eksponensial,
distribusi normal dan distribusi lognormal.
Mean time to failure (MTTF) merupakan rata-rata interval waktu
kerusakan yang terjadi saat mesin atau komponen selesai diperbaiki hingga
mesin atau komponen tersebut mengalami kerusakan kembali. Mean Time to
Repair (MTTR) merupakan rata-rata waktu untuk melakukan perbaikan yang
dibutuhkan oleh suatu komponen (Kurniawan, 2013).
Metode age replacement adalah tindakan penggantian yang dilakukan
pada saat pengoperasian mencapai umur tertentu yang telah ditetapkan,
misalkan sebesar tp. Jika pada selang waktu tp tersebut tidak terdapat kerusakan,
maka penggantian akan tetap dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Jika
sistem mengalami kerusakan pada selang waktu tp tersebut, maka dilakukan
tindakan perbaikan dan penggantian berikutnya berdasarkan perhitungan tp
terhitung mulai dari waktu penggantian perbaikan tersebut.

2. Predictive Maintenance
Predictive maintenance merupakan perbaikan atau penggantian komponen
yang dilakukan berdasarkan hasil estimasi waktu yang terdekat dengan
terjadinya kerusakan mesin/komponen.
- Keandalan (Reliability)
Keandalan merupakan probabilitas sebuah komponen atau sistem dapat
memenuhi fungsi yang ditentukan dalam periode waktu tertentu dalam kondisi
pengoperasian yang stabil (Ebeling [1]). Keandalan mesin bergantung pada
periode waktu penggunaan, mesin yang digunakan terus menerus maka
keandalannya akan terus menurun. Keandalan ini memiliki indikator utama dari
keandalan suatu sistem yaitu fungsi probabilitas. Probability Density Function
(f(t)) merupakan fungsi yang mendeskripsikan shape dari distribusi kegagalan.
Reliability Function (R(t)) merupakan fungsi probabilitas suatu mesin atau
komponen untuk tidak rusak dalam periode waktu tertentu (t). Hazard Rate
Function ((t)), merupakan fungsi yang menunjukkan banyaknya kegagalan per
satuan waktu (t). Setiap fungsi probabilitas dapat menghitung keandalan dari
suatu mesin atau komponen dari beberapa prespektif.
- Mean Time To Failure (MTTF)
Mean Time to Failure merupakan nilai rata-rata interval antar kerusakan
dari sebuah distribusi data kerusakan. MTTF bermanfaat untuk mengetahui
kinerja dan kemampuan dari peralatan yang digunakan. Perhitungan MTTF
memerlukan parameter yang telah dihitung sebelumnya. Cara perhitungan
setiap MTTF juga berbeda tergantung dengan parameter yang sesuai dengan
distribusi data yang ada.
- Mean Time To Repair (MTTR)
Mean Time to Repair merupakan nilai rata-rata waktu perbaikan
kerusakan yang terjadi. Perhitungan MTTR memerlukan parameter yang telah
dihitung sebelumnya. Cara perhitungan setiap MTTR juga berbeda tergantung
dengan parameter yang sesuai dengan distribusi data yang ada.
- Ketersediaan (Availability)
Availability didefinisikan sebagai peluang sebuah komponen atau
sistem dapat bekerja sesuai dengan fungsi yang dibutuhkan pada waktu tertentu
yang berada pada kondisi normal (Ebeling [1]). Availability juga diartikan
sebagai jumlah waktu dikurangi dengan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan perawatan dan perbaikan. Tingkat ketersediaan atau availability
dipengaruhi oleh nilai interval penggantian dan perbaikan.

3. Total Productive Maintenance


Total Productive maintenance merupakan filosofi yang bertujuan
memaksimalkan efekfektivitas dari fasilitas yang digunakan di dalam industri,
yang tidak hanya dialamatkan pada perawatan saja tapi pada semua aspek dari
operasi dan intstalasi dari fasilitas produksi termasuk juga didalamnya
peningkatan kinerja dari orangorang yang bekerja dalam perusahaan itu.
Komponen dari TPM secara umum terdiri dari atas 3 bagian, yaitu :
Total Approch : semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga
semua fasilitas yang ada dalam pelasksanaaan TPM.
Productive Action: sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi
dan operasi dari fasilitas produksi.
Maintenance : pelaksanaaan peawatan dan peningkatan efektivitas dari
fasilitas dan kesatuan operasi produksi.
Total productive maintenance memiliki visi sebagai sistem perawatan yang
melihat peralatan dapat beoperasi 100% dalam waktu yang tersedia dengan
produk 100 % bagus (Nakajima, 1988). Visi tersebut dapat diperoleh apabila
perusahaan tersebut dapat melakukan implementasi total productive
maintrenance yang benar, adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Implementasi awal
3. Tahap imlementasi TPM
4. Tahap Stabilisasi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari implementasi
TPM.
- Overall Equipment Effectiveness
Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan efektivitas peralatan
secara keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa capaian performance dan
reliability peralatan. OEE juga digunakan sebagai kesempatan untuk
memperbaiki produktivitas sebuah perusahaan uang pada akhirnya sebagai
langkah pengambilan keputusan. Penyebab rendahnya nilai dari OEE antara lain
Karena kurang tindakan preventive, corrective maintenance, dan tingginya
tingkat defect and speed. Pada mesin atau peralatan terdapat enam penyebab
yang paling umum yang mengakibatkan turunnya efisiensi pada proses
manufaktur yang disebut Six Big Losses yang terdiri Breakdown, Setup &
adjustment, small stops, reduced Startup, dan production rejects. Formula untuk
menentukan nilai OEE adalah : (Hansen, R.C, 2001)
OEE = Availability performanceQuality
Dari formula diatas, dapat diuraikan formula indicator dari OEE:

OEE memiliki standar world class untuk semua indikator sebagai berikut :
(Vorne, 2005 dalam Andika, S, 2007)
1. Availability Rate 90% atau lebih
2. Performance Rate 95% atau lebih
3. Quality Rate 99% atau lebih
4. OEE 85% atau lebih

III. Pembahasan Studi Kasus


1. Studi Kasus pada Preventive Maintence untuk mesin Rolling Plate

Gambar 1.1 Mesin Rolling Plate

Hal pertama yang dilakukan dalam perhitungan adalah menentukan mesin


kritis, dari lima mesin yang, terdapat dua mesin kritis yakni injection molding A
(IMA) dan injection molding B (IM-B). Keduanya terpilih karena memiliki
frekuensi breakdown yang tinggi, data kerusakan mesin dapat dilihat pada tabel 1.1
Data breakdown diambil dari periode Januari 2014-Agustus 2014.
Tabel 1.1 Data breakdown

Dari dua mesin kritis yang terpilih akan dicari komponen kritis dari masing masing
mesin. Berdasarkan data breakdown, komponen yang menjadi komponen kritis
mesin pada IM-A ada dua, yaitu: komponen oil seal, dan screw. Adapun pada mesin
IM-B yang menjadi komponen kritis adalah oil seal. Data breakdown komponen
masing-masing dapat dilihat pada tabel 1.2 dan tabel 1.3.
Tabel 1.2 Data breakdown mesin IM-A
Tabel 1.3 Data breakdown mesin IM-B

Perhitungan reliability sebelum preventive maintenance dan setelah


perhitungan preventive maintenance dapat dilihat pada table 1.4, dimana R(t)
adalah reliability sebelum preventive maintenance dan Rm(t) merupakan reliability
sesudah perhitungan preventive maintenance. Berdasarkan perhitungan downtime
sebelum dan sesudah preventive maintenance yang dapat dilihat pada tabel 1.5,
terjadi penurunan downtime sebanyak 0.21 jam/bulan atau terjadi penurunan
downtime sebesar 2.85 %.
Tabel 1. 4 Tingkat reliability sebelum dan sesudah preventive maintenance

Tabel 1.5 Perhitungan downtime sebelum dan sesudah preventive maintenance

Hasil perhitungan biaya perawatan mesin sebelum dan sesudah preventive


maintenance dapat dilihat pada tabel 1.6. Diketahui setelah perhitungan preventive
maintenance terdapat penghematan biaya sebesar sebesar 38 %.
Tabel 1.6 Perhitungan Biaya Sebelum dan Sesudah Preventive Maintenance
Hasil perhitungan preventive maintenance dapat menurunkan lama downtime dari
7.29 jam/bulan menjadi 7.08 jam/bulan, atau sebesar 0,21 jam/bulan (2,85%).
Sedangkan penurunan biaya perawatan mesin dengan preventive maintenance
adalah dari Rp 14.469.590,00 menjadi Rp 8.908.230,00, atau terjadi penghematan
sebesar 38%.

2. Studi Kasus Predictive Maintenance Mesin Pellet


Penjadwalan predictive maintenance dilakukan berdasarkan analisa beberapa
faktor yaitu reliability, availability serta interval waktu perawatan optimal dari segi
biaya. Reliability mesin pellet mengalami peningkatan namun untuk pellet 3 dan 4
tidak mengalami perubahan yang dari segi reliability. Perbandingan reliability
mesin pellet sebelum dan sesudah predictive maintenance dapat dilihat pada Tabel
2.1
Tabel 2.1 Perbandingan Reliability Mesin Pellet

Availability mesin pellet mengalami peningkatan akibat usulan penjadwalan


predictive maintenance. Perbandingan availability mesin pellet sebelum dan
sesudah predictive maintenance dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbandingan Availability Mesin Pellet
Interval waktu perawatan predictive maintenance berbeda untuk setiap komponen
kritis. Interval waktu perawatan telah ditentukan dengan berdasarkan perhitungan
total biaya minimum (Tc) yang dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Interval Waktu Perawatan Komponen Kritis

Total biaya perawatan untuk setiap komponen kritis cenderung menurun ketika
melaksanakan usulan jadwal predictive maintenance yang dilaksanakan sesuai
dengan penentuan interval waktu perawatan. Total biaya perusahaan dapat
diturunkan akibat predictive maintenance berkisar antara 12% hingga 90% dari
total biaya sebelum dilaksanakan predictive maintenance.
Usulan predictive maintenance pada komponen kritis untuk setiap mesin pellet
dapat meningkatkan availability dan reliability dari mesin pellet. Penerapan
predictive maintenance dapat meningkatkan availability pada mesin pellet satu, tiga
dan empat dimana peningkatannya berkisar antara 1% hingga 3% jika dibandingkan
dengan system maintenance sebelumnya. Nilai reliability untuk beberapa mesin
pellet mengalami peningkatan sebesar 20,55% untuk pellet 1 dan
19,71% untuk pellet 2. Total biaya predictive maintenance pada setiap komponen
kritis juga mengalami penuruan dibandingkan biaya maintenance sebelumnya
Penghematan biaya untuk masing - masing komponen kritis berkisar antara 12%
hingga 90% dari biaya preventive maintenance sebelumnya.

3. Studi Kasus Analisa Overall Equipment Effectiveness pada mesin bubut.


Data-data Hasil Produksi dan jam kerja mesin bubut dan data utilitas mesin bubut
dapat dilihat di tabel 3.1 dan tabel 3.2 dibawah berikut ini:
Tabel 3.1 Hasil Produksi dan Jam Kerja Mesin Bubut

Tabel 3.2 Utilitas Mesin Bubut


Setelah seluruh data seperti jumlah produksi, loading time, down time, defect product,
dan theoretical cycle time untuk mesin bubut. Data tersebut yang pada akhir digunakan
untuk mencari nilai OEE.
Tabel 3.3 Hasil OEE Mesin Bubut

Dari hasil perhituingan di atas dapat dilihat kinerja perusahaan mengalami


penurunaan dari tahun 2006 ke tahun 2007. Penurunaan tersebut terjadi disebabkan
meningkatnya waktu downtime, terlihat pada penghitungan Overall Equipment
Effectiveness. keseluruhan hasil pengolahan data dapat dianalisis bahwa:
Hasil selama 261 hari kerja efektif tingkat Availability sebesar 90.58 % , untuk
Performance sebesar 98.48 % dan Quality 100 % sedangkan OEE tahunan mencapai
89.20 %. Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa waktu downtime sangat tidak ada
sehingga mengerjaan lini produksi hamper tercapai target yang diinginkan perusahaan.

IV. Metode Pelumasan Pada Mesin


A. Sistem Pelumasan Campur (Mix)
Sistem pelumasan campur adalah salah satu sistem pelumasan mesin dengan cara
mencampur langsung minyak pelumas (oli campur/samping) dengan bahan bakar
(bensin) sehingga antara minyak pelumas dan bahan bakar bercampur di tangki bahan
bakar. Sifat-sifat sistem pelumasan campur :
Tangki bahan bakar berada diatas mesin/ lebih tinggi dari mesin (pengaliran
bahan bakar dengan gaya gravitasi).
Sistem pelumasan jenis oli yang paling sederhana
Pemakaian oli boros, timbul polusi udara tinggi
Dipergunakan pada motor 2 Tak dengan kapasitas kecil.
Menggunakan oli khusus 2 Tak yang bersifat mencampur baik dengan bensin
dengan campuran 2% 4% oli samping.

B. Sistem Pelumasan Autolube


Sistem pelumasan autolube, oli samping/campur masuk kedalam ruang engkol
dipompakan oleh pompa oli. Sehingga penggunaan oli samping/campur ini lebih efektif
sesuai kebutuhan mesin. Sistem pelumasan ini digunakan pada mesin 2 tak. Oli
samping/campur yang masuk ke dalam ruang engkol tergantung dari jumlah putaran
dan pembukaan katup masuk (Reet Valve).

Gambar 1. Pelumasan Percik

C. Sistem Pelumasan Percik


Sistem pelumasan percik adalah sistem pelumasan dengan memanfaatkan gerakan
dari bagian yang bergerak untuk memercikan minyak pelumas ke bagian-bagian yang
memerlukan pelumasan, misal: poros engkol berputar sambil memercikan minyak
pelumas untuk melumasi dinding silinder.
Sistem pelumasan ini biasanya digunakan pada mesin dengan katup samping
(side valve) dan kapasitas kecil.

D. Sistem Pelumasan Tekan


Minyak pelumas di dalam karter dihisap dan ditekan ke dalam bagian-bagian yang
dilumasi dengan menggunakan pompa oli. Sistem pelumasan ini sangat cocok untuk
melumasi bagian-bagian mesin yang sangat presisi. Aliran minyak pelumas tergantung
pada jumlah putaran mesin, hal ini dikarenakan pompa oli diputarkan oleh mesin.
Sistem pelumasan ini digunakan pada mesin 4 tak dan memiliki kelebihan pelumasan
merata dan teratur. Minyak pelumas yang telah melumasi bagian-bagian mesin akan
kembali ke karter kembali.

Gambar 2. Pelumasan Tekan


V. Sumber Referensi
1. Yugowati Praharsi, Iphov Kumala Sriwana, Dewi Maya Sari. 2015.
Perancangan dan Penjadwalan Preventive Maintenance pada PT. Artha
Prima Sukses Makmur. Universitas Tarumanegara
2. Ivan Soesetyo, Liem Yenny Bendatu. 2014. Penjadwalan Predictive
Maintenance dan Biaya Perawatan Mesin Pellet di PT Charoen
Pokphand Indonesia Sepanjang. Universitas Kristen Petra.
3. Achmad Said, Joko Susetyo. 2008. Analisis Total Productive
Maintenance pada lini Produksi Mesin Perkakas Guna Memperbaiki
Kinerja Perusahaan. Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai