Anda di halaman 1dari 55

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan yang berada di perairan dapat diambil dengan melakukan suatu cara

yang disebut penangkapan. Penangkapan merupakan suatu usaha yang

dilakukan oleh manusia untuk bisa mendapatkan organisme-organisme yang ada

di perairan. Untuk bisa mendapatkan organisme tersebut dibutuhkan alat

tangkap. Seperti pendapat Gunarso (1974), bahwa untuk memperoleh hasil

tangkapan yang baik dipengaruhi oleh alat penangkapan yang digunakan seperti

konstruksi, bahan, teknik dan keadaan lingkungan (cahaya, arus, tingkah laku

ikan) serta keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat penangkapan

tersebut.

Secara geografis, wilayah Kabupaten Sinjai terletak di bagian timur

Provinsi Sulawesi Selatan, dengan potensi sumberdaya alam yang cukup

menjanjikan untuk dikembangkan, disamping memiliki luas wilayah yang relatif

luas. Kabupaten Sinjai secara astronomis terletak 5 2 56 - 5 21 16 Lintang

Selatan (LS) dan antara 119 56 30 - 120 25 33 Bujur Timur (BT), yang

berada di Pantai Timur Bagian Selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Secara

administrasi Kabupaten Sinjai terdiri dari 9 kecamatan, dan sebanyak 80

desa/kelurahan. Kabupaten Sinjai terletak sebelah timur dari Kota Makassar

dengan jarak 233 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan

(Dinas Kelautan dan Perikanan Provensi Sulawesi Selatan, 2007).

Kabupaten Sinjai dengan potensi sumberdaya perikanan yang cukup

melimpah, memiliki beragam jenis alat penangkapan ikan yaitu payang, purse

seine, pancing tonda, pancing ulur, jaring insang (gillnet). Salah satu alat tangkap

yang cukup banak diminati oleh nelayan Kabupaten Sinjai yaitu jaring insang.

Jaring insang yang terdapat di Kabupaten Sinjai terdapat berbagai jenis


2

diantaranya yaitu jaring insang hanyut (drift floating gillnet), jaring insang lingkar

(encircling gillnet), dan jaring insang dasar (bottom gillnet) (Dinas Kelautan dan

Perikanan Provensi Sulawesi Selatan, 2013).

Dalam usaha penangkapan ikan berdasarkan kontruksinya, jaring insang

merupakan alat penangkapan ikan yang tergolong mudah diopersikan dan

menguntungkan bagi nelayan di Kabupaten Sinjai, hal ini dapat dilihat dari hasil

tangkapan yang beragam dan beberapa jenis hasil tangkapan merupakaan hasil

tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi yaitu Tenggiri, Tuna, dan lain

sebagainya (Dinas Kelautan dan Perikanan Provensi Sulawesi Selatan, 2013).

Pengoperaian alat tangkap oleh nelayan berdasarkan kontruksinya dibedakan

menjadi beberapa jenis. Perbedaan tersebut akan mempengarui hasil tangkapan

dan biaya opersional dari masing-masing alat tangkap, tentunya dari hal tersebut

akan berpengaruh juga terhadap pendapatan dan kesejahterahan nelayan

(Miranti, 2007).

Alat penangkap ikan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Gillnet

merupakan salah satu contoh alat tangkap yang banyak mengalami modifikasi

dalam penggunaannya. Gillnet lebih banyak digunakan oleh nelayan

dibandingkan dengan alat tangkap lain. Bahan-bahan untuk membuat alat

tangkap ini mudah diperoleh dan relatif murah. Pada dasarnya, gillnet bisa dibuat

oleh seseorang yang memiliki kemampuan menghitung secara teknik dan

pengalaman yang cukup, namun agar mendapatkan hasil tangkapan yang

maksimal diperlukan teknik perhitungan konstruksi gillnet yang lebih baik (Basri,

2009).

Hasil penelitian sebelumnya terkait dengan alat tangkap jaring insang

telah banyak dilakukan, seperti halnya rancang bangun jaring insang ikan

Terbang di perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (Najamuddin, et.al.

2011), studi rancang bangun jaring insang hanyut ikan Terbang di perairan
3

Kecamatan Galesong Selatan kabupaten Takalar Sulawesi Selatang (Affandy,

2010), studi kontruksi jaring insang hanyut ikan Terbang di Desa Rangas

Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Ruslan, 2012), serta studi konstruksi jaring

insang ikan air tawar di sungai Walennae Kec. Liliriaja Kab. Soppeng Sulawesi

Selatan (Husnandar, 2013).

Selama ini nelayan di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur membuat

kontruksi jaring insang dasar sacara tradisional, hal ini dilakukan secara turun-

temurun. Berdasarkan informasi dilapangan bahwa bahan dan ukuran mata

jaring seragam tetapi panjang jaring bervariasi. Variasi panjang jaring terjadi

karena adanya variasi dalam penataan jaring pada tali ris dan ukuran panjang

pelampung. Variasi panjang jaring diduga akibat perbedaan kontruksi dan akan

berakibat saat jaring di operasikan. Sehubungan dengan hal tersebut maka

penelitian ini perluh dilakukan.

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mendeskripsikan desain jaring insang dasar yang digunakan nelayan di Desa

Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.

2. Melakukan analisis kesesuaian jaring insang dasar dengan ikan kuwe.

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang membantu para

nelayan untuk mengembangkan jaring insang dan meningkatkan usaha

perikanan tangkap, khususnya di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur

Kabupaten Sinjai Sulawesi selatan.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Gambaran Umum Gillnet

Gillnet sering diterjemahkan dengan jaring insang, jaring rahang, jaring,

dan lain-lain. Istilah gillnet didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang

tertangkap gillnet terjerat disekitar operculum-nya pada mata jaring. Dalam

bahasa Jepang, gillnet disebut dengan istilah sasiami, yang diartikan bahwa

tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet ialah dengan proses bahwa ikan-ikan

tersebut menusukkan diri pada jaring. Di Indonesia, penamaan gill net beraneka

ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring

koro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat

(jaring udang Bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).

Jaring insang dasar (bottom gillnet), yaitu alat penangkap ikan yang

terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata

jaring yang sama, dioperasikan pada bagian dasar perairan dengan sasaran

penangkapan adalah ikan demersal. Jaring insang dasar (bottom gillnet)

diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang (gillnet) (Rustandar 2005).

B. Deskripsi Alat Tangkap

Menurut Ayodhyoa (1981), gillnet adalah jaring dengan bentuk empat

persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluru

jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan

perkataan lain jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah

mesh size pada arah panjangnya. Sedangkan menurut Subani dan Barus (1989),

gillnet yaitu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi

dengan pelampung, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah (kadang tanpa tali ris

bawah : seperti jaring udang barong). Menurut King (1995) dalam Walus (2001),

gillnet biasanya dibuat dari bahan nilon monofilament atau nilon multifilmen. Ikan
5

tertangkap secara terjerat tepat dibelakang mata snagged, terjerat di beakang

tutup insang-gilled dan terjerat di depan sirip punggung-wedged (Nedelec, 1990).

Menurut King (1995) dalam Walus (2001) yaitu gillnet yang dioperasikan

pada perairan dangkal di tunjukkan untuk menangkap ikan pelagis, sedangkan

pada perairan yang lebih dalam untuk menangkap ikan demersal yang

dioperasikan di atas dasar laut. Nomura dan Yamazaki (1977), mengatakan

bahwa umumnya gillnet di operasikan dalam rangkaian yang panjang hingga

mencapai 3000 - 4000 meter. Kadang kala dioperasikan secara terhanyut

bersama-sama kapalnya atau ditetapkan kedudukannya dengan bantuan jangkar

membentang sepanjang dasar perairan maupun pada kedalaman tertentu.

Konveksi Welligon (New Zeland) pada Foeum Fasifik selatan menganjurkan

panjang maksimum driftnet yaitu 2.5 km (King (1995) dalam Walus (2001).

Pengklasifikasian gillnet menurut Ayodhyoa (1981), adalah berdasarkan

kedudukan jaring dalam air dibedakan menjadi jaring insang permukaan (surface

gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet) atau surrounding gillnet. Berdasarkan

lapisan jaring yang membentuk dinding jaring dibedakan menjadi jaring insang

berdinding tunggal dan berdinding tiga (trammel net). Berdasarkan lapisan

kedalam air tempat diopersikan alat ini dapat dibedakan menjadi jaring insang

permukan (surface gillnet), jaring insang lapisan air tengah (midwater gillnet),

jaring insang dasar (bottom gillnet).

Gillnet atau sering disebut juga sebagai jaring insang. Istilah gillnet di

dasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gillnet terjerat di

sekitar operculumnya pada mata jaring. Dalam bahasa jepang, gillnet disebut

dengan istilah sasiami, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-

ikan pada gillnet, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut menusukkan diri

pada jaring. Di indonesia, penanaman gillnet ini beraneka ragam, ada yang

menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring karo, jaring udang,
6

dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang

bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).

C. Jaring (Webbing)

Menurut Fridman (1986), benang yang digunakan sebaiknya warna

bening atau biru laut. Tujuannya adalah supaya ikan sulit mendeteksi

keberadaan jaring di dalam perairan. Ukuran yang paling baik untuk satu mata

jaring adalah keliling jaring (mesh primetre) harus lebih besar dari keliling tubuh

maksimum (maximum body girth) dari ikan yang dijadikan target tangkapan.

Selektivitas adalah sifat alat tangkap yang menangkap ikan dengan

ukuran tertentu dan spesies dari sebaran populasi. Sifat ini terutama tergantung

kepada prinsip yang dipakai dalam penangkapan dan bergantung juga pada

parameter desain dari alat tangkap seperti ukuran mata jaring, bahan dan ukuran

benang, hanging ratio dan kecepatan menarik. Ukuran mata jaring sangat besar

pengaruhnya terhadap selektivitas (Barita dkk, 2010).

Ukuran mata jaring dan nomor benang pada badan jaring biasanya

disesuaikan dengan tujuan biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan.

Empat cara tertangkap ikan dengan gillnet menurut Sudirman dan Mallawa

(2004) yaitu secara terjerat tepat pada insang (gilled), terjerat pada sirip

punggung (wedged), terjerat pada mulut (snagged) atau terbelit jaring

(entangled).

D. Pelampung dan Pemberat

Pelampung yang dipakai pada jaring insang biasanya terbuat dari

berbagai bahan seperti: Styrofoam, polyvinyl chloride, kaca, plastik, karet atau

benda lainnya yang mempunyai daya apung dengan bentuk yang beraneka

ragam. Jumlah, berat jenis dan volume pelampung, yang dipake dalam satu

piece akan menentukan besar kecilnya gaya apung (buoyancy). Besar kecilnya

daya apung yang terpasang pada satu piece akan sangat berpengaruh terhadap
7

baik burukya hasil tangkapan (Martasuganda, 2005). Sedangkan pemberat yang

di pakai pada jaring insang biasanya terbuat dari timah atau benda lainnya yang

dapat di jadikan sebagai pemberat dengan daya tenggelam dan bentuk yang

beraneka ragam. Bahan, ukuran, bentuk dan daya tenggelam biasanya berada

antara nelayan satu dengan nelayan lainnya meskipun target tangkapannya

sama. Besar kecilnya daya tenggelam yang dipakai akan berpengaruh terhadap

baik buruknya hasil tangkapan (Martasuganda, 2005).

E. Tali Temali

Pada jaring insang ada beberapa tali yang digunakan dalam proses

pembuatan alat tangkap yaitu: tali pelampung (tal iris atas) dan tali pemberat (tali

ris bawah). Untuk tali pelampung yang merupakan tali yang digunakan untuk

memasang pelampung, bahan dari tali pelampung ada yang terbuat dari bahan

polyethylene, haizek, vynilon, lolyvinyl chloride, atau bahan lain yang dapat

digunakan untuk tali pelampung. Tali pelampung pada jaring insang dengan

fungsi untuk memsang atau menggantungkan badan jaring , panjang tali

pemberata (tali ris bawah) biasanya dibuat lebih panjang dari pada panjang tali

pelampung (tali ris atas) yang tujuannya agar kedudukan jaring diperairan dapat

terentang dengan baik. Panjang tali pelampung dan tali pemberat dari mulai

ujung badan jaring biasanya dilebihkan antara 30-50 cm (Martasuganda, 2005)

F. Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Alat Tangkap

Operasional gillnet dilakukan dengan cara dipasang di perairan, sejajar

atau menghadang arus untuk menghadang ruaya ikan. Saat dioperasikan

bentuknya dapat berubah-ubah karena tahanan hidrodinamika yang ditimbulkan

oleh arus yang melewati gillnet tersebut. Tampilan gillnet akan membentang

empat persegi tegak secara sempurna pada kondisi tanpa arus, seperti terlihat

pada saat dibentangkan di darat. Pada saat dioperasikan di dalam perairan yang
8

berarus, maka gillnet akan mengalami perubahan bentuk, yaitu menjadi miring

atau bahkan rebah dengan bentuk tampilan yang tidak teratur (Fridman, 1988).

Hal ini disebabkan oleh gaya hidrodinamika yang bekerja pada seluruh

perlengkapan gillnet. Gaya hidrodinamika timbul akibat tekanan air yang

bergerak menerobos atau gerakan alat tangkap menyaring kolom air, reaksi

dengan dasar perairan, gaya yang diakibatkan ikan dan beban akibat

penggantungan alat. Pengamatan terhadap tampilan gillnet di dalam air perlu

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tangkap alat tangkap tersebut.

Pengamatan yang dilakukan langsung di lapangan dapat dilakukan dengan cara

menyelam, namun memiliki banyak kendala, karena kondisi arus yang sulit

dikontrol, memerlukan waktu yang lama serta menghabiskan biaya yang mahal.

Dengan pertimbangan tersebut, maka pengamatan terhadap komponen dan

perlengkapan gillnet di dalam flume tank dilakukan untuk mengetahui keragaman

teknis saat dioperasikan (Fridman, 1988).

Gaya apung (bouyancy) pelampung gaya apung satu pelampung

diperoleh dengan cara mengalikan gaya apung satu pelampung terhadap jumlah

peluntang yang digunakan maka diperoleh gaya apung (buoyancy) yang

diberikan keseluruhan bahan di dalam air (Fridman, 1988).

Gaya Berat (sinking power) pemberat menurut Firdman (1988) untuk

mengetahui gaya berat yang seharusnya diberikan adalah dengan cara

mengalihkan gaya berat yang seharusnya diberikan dengan koefisien ballast

(pemberat).

Gaya apung (bouyancy) peluntang menurut Firdman (1988), daya apung

peluntang diperoleh dengan cara mengalikan gaya apung satu peluntang

terhadap jumlah peluntang yang digunakan.


9

G. Kapal

Menurut iskandar (1990), untuk kapal gillnet agar dapat beroperasi

dengan lincah maka diperlukan nilai L pp (L) yang besar, breadth (B) yang sedang

dan depth (D) yang kecil karena ketiga nilai ini merupakan nilai dimensi utama

kapal.

H. Hasil-hasil Tangkapan

Pengertian hasil tangkapan adalah jumlah dari spesies ikan maupun

binatang air lainnya yang tertangkap saat kegiatan operasi penangkapan. Hasil

tangkapan bisa dibedakan menjadi dua, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil

tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama adalah spesies yang menjadi

target dari operasi penangkapan sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah

spesies yang merupakan di luar dari target operasi penangkapan (Ramdhan,

2008).

Menurut Putra (2007) jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh jaring insang

hanyut antara lain : tongkol, tenggiri, cakalang, cucut, dan layang. Adapun hasil

tangkapan yang diperoleh pada gill net permukaan, diantaranya: ikan cakalang,

ikan kuweh, ikan bawal hitam, ikan soury. Sementara hasil tangkapan yang

diperoleh pada gill net dasar seperti ikan kerapu, ikan sidat, ikan bambangan,

ikan baronang, ikan kakatua biru, dan ikan karang (Najmuddin dkk, 2015).

PERMEN. KP Nomor. PER.08/MEN/2008 tentang penggunan jaring

insang di Zona Ekonomi Eklusif Indonesia. Jaring insang adalah alat

penangkapan ikan yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi

dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tampa tali ris

bawah untuk menghadang ikan sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat

atau terpuntal dioperasikan di permukaan, pertengan dan dasar secara menetap,

hayut dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan pelagis dan demersal (SNI

7177.8:2008).
10

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penellitin ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2017 di

Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kab. Sinjai


11

B. Alat dan Bahan Penelitian

Table 1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

Nama alat dan bahan Kegunaan

15 unit jaring insang dasar Sebagai alat penangkapan ikan

Kamera digital Untuk mengambil gambar kegiatan yang


dilakukan serta hasil tangkapan.

Alat tulis menulis


Untuk mencatat data yang diperoleh

Untuk bahan acuan dalam pengambilan


Kuisioner
data.
Rol meter Untuk mengukur kapal dan alat tangkap
Mistar 30 cm Untuk mengukur mata jaring

Timbangan elektrik Untuk menimbang dimensi berat alat

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey pada

jaring insang dasar dengan mengambil 50% sampel dari populasi yang ada di

lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan dua cara yaitu diskusi dan

wawancara langsung dengan nelayan tentang fungsi dan desain alat tangap

gillnet, dan pengukuran langsung terhadap setiap komponen-komponen dan

setiap bagian dari alat tangkap meliputi :

a. Pengukuran terhadap mata jaring dengan menggunakn mistar 30 cm dengan

cara pusat dua simpul yang berhadapan pada mata jaring yang sama bila

jaring tersebut terentang penuh.

b. Pengukuran panjang jaring dan tali temali menggunakan rol meter.

c. Pengukuran berat jaring : jaring, tali temali, pemberat, dan pelampung

dengan menggunakan timbangan elektrik.

d. Pengamatan terhadap bentuk dan bahan dari masing-masing alat tangkap.

e. Pengukuran terhadap panjng cagak dan lebar ikan kuwe dengan mistar.
12

D. Analisis Data

kontruksi gillnet dibuat dalam bentuk gambar desain dengan menganalisis

beberapa parameter yang berhubungan dengan kontruksi alat tangkap, antara

lain :

1. Perhitungan untuk dimensi jaring (Najamuddin, 2009):

a. Presentasi kerutan S (shortening):

LI
S= L
X 100 %

Dimana :

S = Shortening (%)

L = Panjang jaring kearah horizontal (m)

I = Panjang tali ris (m)

b. Tinggi jaring

Tinggi jaring dapat di tentukan dengan persamaan :

d = m x n 2 2

Dimana :

d = tinggi jaring kearah dalam (tinggi jaring setelah jaring di buat alat

tangkap) (m)

m = ukuran mata jaring/mesh size (cm)

n = jumlah mata jaring ke arah dalam (mata)

S = shortening (%)

2. Perhitungan berat jaring (Najamuddin, 2009):

a. Berat jaring

W = Ey.Lo.Mn.R-tex. 106

Dimana :

W = Berat jaring (kg)

Ey = Faktor koreksi (2,4)


13

Lo = panjang jaring (m)

Mn = kedalaman (m)

R-tex = kepadatan linear dari benang (g/km)

b. Berat tali (Wtl)

Wtl = panjang tali x berat tiap 1 meter tali

c. Berat pelampung (Wpe)

Wpe = jumlah pelampug x berat tiap pelampung

d. Berat pemberat (Wpb)

Wpb = jumlah pemberat x berat tiap pemberat

e. Berat total alat tangkap di udara (Wt)

Wt = W + Wtl + Wpe + Wpb

3. TSA (Twine Surface Area) Luas Penanmpang Benang (Prado, 1996)

+
( 2 ) 2( )
=
1000000

Dimana:

S = Luas permukaan benang (m2)

N = jumlah mata jaring pada bagian atas panel

n = jumlah mata jaring pada dasar panel

h = jumlah mata jaring pada tinggi panel

a = Lebar mata (mm)

d = Diameter/garis tengah benang (mm)

4. Perhitungan gaya apung dan gaya tenggelam (Fridman, 1986)

F = W (1/C 1) atau F = V W (untuk pelampung)

S = W (1-1/C) (untuk pemberat)

Dimana :

F = gaya apung (buoyancy) (kg gaya)

S = Gaya tenggelam (sinking power) (kg gaya)


14

W = Berat benda di udara (kg)

V = volume benda (m3 )

C = berat jenis benda (kg/m3 )

1 = berat jenis air (kg/m3 )

5. Kapasitas kapal penangkapan

Estimasi besarnya kapasitas (GT), Nomura dan Yamazaki 1977

GT= (a x b) x 0.353

Dimana:

GT = kapasitas kapal (GT)

a = volume ruangan diatas dek ( m3 )

a=LxBxD

b = volume ruang dibawah dek ( m3 )

b = L x B x D x (0,60)

6. Analisi deskriptif yang disajikan dalam bentuk grafik.


15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jaring Insang Dasar

Jaring insang dasar yang diamati secara umum terdiri dari beberapa

bagian yaitu jaring, tali-temali, pelampung dan pemberat yang kesemuanya

memiliki fungsi dan peran masing-masing. Alat tangkap ini di operasikan di Desa

Sanjai, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai. Setiap satu unit alat tangkap

terdiri dari beberapa piece jaring yang di sambung satu sama lain. Satu unit alat

tangkap jaring insang dasar yang digunakan para nelayan terdiri dari 15 60

lembar jaring. Tiap lembar jaring mempunyai bentuk dan ukuran yang sama yaitu

terdiri dari badan jaring (webbing), tali-temali dan tali pemberat.

Badan jaring terbuat dari bahan tasi (monofilament) nomor 40 berwarna

bening. Ukuran mata jaring (mesh size) yaitu 4 inci, panjang tiap 1 lembar jaring

yaitu 61,16 - 70,10 m dengan jumlah mata jaring vertikal yaitu 26 - 30 mata.

Jaring yang sudah ada kemudian dirangkaikan menjadi satu unit alat tangkap

dengan masing-masing komponen yang sudah ada. Nelayan membuat jaring

insang dasar dengan cara menggunakan tali pelampung dari bahan polyethylene

bernomor 4 dan menyisipkan pada mata jaring tanpa diikat, tali ris atas

digunakan sebagai tempat untuk mengikat pelampung. Begitupulah pada bagian

bawah yang juga menyisipkan tali pada mata jaring tanpa diikat. Tali pemberat

terbuat dari bahan polyethylene bernomor 3, yang digunakan sebagai tempat

untuk mengikat pemberat. Pengukuran dimensi jaring insang dasar dapat dilihat

pada Tabel 2.
16

Tabel 2. Hasil pengukuran dimensi jaring insang dasar di Desa Sanjai


Kecamatan Sinjai timur.

Alat Mesh size Panjang Jaring Tinggi jaring


Tangkap (cm) (m) (m)
1 10,16 62,48 2,84
2 10,16 62,48 2,74
3 10,16 61,16 3,05
4 10,16 67,36 2,64
5 10,16 68,28 2,74
6 10,16 66,85 2,74
7 10,16 66,85 2,84
8 10,16 69,90 2,84
9 10,16 68,28 2,74
10 10,16 66,65 2,84
11 10,16 66,85 2,74
12 10,16 70,10 2,84
13 10,16 65,43 2,84
14 10,16 65,43 2,84
15 10,16 62,59 2,84
Rata-rata 66,05 2,81

Dari Tabel 2 terlihat bahwa panjang jaring sebelum dibuat alat tangkap

berkisar antara 61,16 - 70,10 m dan kedalaman jaring berkisar antara 2,64 - 3,05

m. Panjang jaring setelah dibuat alat tangkap dipengaruhi oleh pengerutan atau

shortenig, begitupula dengan tinggi jaring. Semakin besar shortening maka

panjang jaring akan semakin bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Sadhori (1984) bahwa ada 2 akibat yang ditimbulkan oleh adanya hanging atau

shortening yaitu panjang jaring akan semakin memendek dan kedalaman jaring

akan semakin bertambah.

Adapun deskripsi dari jaring insang dasar yang menjadi objek penelitian

dapat dapat dilihat pada Gambar 2.


17

Gambar 2. Desain jaring insang dasar yang dioperasikan di Desa Sanjai


Kabupaten Sinjai Timur.

B. Tali-temali

Jaring insang pada umumnya ada beberapa tali yang digunakan dalam

proses pembuatan alat tangkap yaitu tali ris atas, tali pelampung, tali ris bawah

dan tali pemberat (martasuganda, 2005). Namun alat tangkap yang digunakan

nelayan pada lokasi penelitian hanya menggunakan tali pelampung, tali ris atas

dan tali pemberat yang di fungsikan sebagai tali ris. Tali ris atas yang digunakan

sebagai tempat mengikat pelampung dan tali pemberat sebagai tempat mengikat

pemberat. Bahan yang digunakan pada tali pelampung, tali ris atas dan tali

pemberat yakni polyethylene, nomor tali yang digunakan untuk tali pelampung

dan tali ris atas yaitu nomor 4 dan untuk tali pemberat memakai nomor 3. Adapun

hasil pengukuran dimensi tali dapat dilihat pada Lampiran 2.

Secara terperinci bagian-bagian tali pada ke-15 unit gill net dijelaskan

sebagai berikut:
18

1. Tali pelampung

Tali pelampung yang digunakan pada jaring insang dasar yang ada

dilokasi penelitian yaitu terbuat dari bahan polyethylene dengan nomor 4, tali

pelampung berfungsi sebagai tempat memasang pelampung dengan cara

memasukkan tali kedalam rongga yang ada pada pelampung. Berdasarkan hasil

penelitian panjang tali pelampung berkisar antara 32,76 - 43,24 m. panjang tali

pelampung di lebihkan antara 35 - 50 cm pada setiap ujung jaring agar dapat

disambung antara piece satu dengan piece lainnya. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Martasuganda, (2005) bahwa bagian tali ris dari mulai ujung badan

jaring biasanya dilebihkan antara 30 - 60 cm yang tujuannya untuk

menyambungkan antara piece yang satu dengan piece yang lain.

Tali ris atas berfungsi sebagai tempat menggantungkan badan jaring. Tali

yang digunakan untuk tali ris atas bahan dan ukurannya sama dengan tali

pelampung, yang berwarna biru dan hijau. Pemasangan tali ris atas dimasukkan

langsung pada badan jaring. Tali ris atas dan tali pelampung memiliki arah

pintalan yang berbeda agar tali tidak terbelit pada saat jaring dioperasikan

(martasuganda, 2005).

Panjang tali pelampung menentukan besar kecilnya nilai shortening pada

bagian atas jaring. Panjang tali pelampung lebih pendek dibanding dengan tali

pemberat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martasuganda (2005) bahwa

panjang tali ris atas dibuat lebih pendek dari panjang tali ris bawah yang

tujuannya agar kedudukan jaring di perairan pada saat dioperasikan dapat

terentang dengan baik.

2. Tali pemberat

Bahan yang digunakan pada tali pemberat sama dengan bahan yang

digunakan pada tali pelampung tetapi dengan diameter yang lebih kecil. Tali

pemberat menggunakan bahan polyethylen dengan nomor 3, begitupula dengan


19

cara memasukkan tali pada jaring tanpa diikat. Panjang tali pemberat berkisar

antara 34,03 43,46 m. Panjang tali pemberat dilebihkan antara 30 - 50 cm dari

mulai ujuang badan jaring. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martasuganda

(2005), bahwa yang dipakai untuk tali pelampung dapat sama dengan bahan

yang dipakai pada tali pemberaat, dan panjang tali dari mulai ujung badan jaring

biasanya dilebihkan antara 30 - 60 cm.

Berdasarkan pengamatan dari ke-15 unit alat tangkap di lokasi penelitian,

jaring yang digunakan oleh nelayan di daerah ini umumnya memiliki ukuran dan

bahan yang sama dengan nelayan yang lainnya, karena nelayan sudah tidak lagi

membuat jaring sendiri melainkan menggunakan jaring yang di beli dari toko.

Jaring yang digunakan oleh nelayan terbuat dari bahan polyamide

(monofilament) dengan nomor 40, berwarna bening dengan ukuran mata jaring 4

inci. Jumlah mata secara horizontal pada bagian atas yaitu berkisar antara 602 -

690 mata dan pada bagian bawah berkisar antara 600 - 688 mata. Sedangkan

untuk jumlah mata jaring vertikal yaitu 26 - 28 mata.

Ukuran mata jaring yang digunakan pada jaring insang dasar dipakai

berdasarkan ukuran ikan yang tertangkap, dengan mengukur panjang maksimum

dan lebar ikan hasil tangkapan. Dimensi jaring yang digunakan pada daerah

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.


20

Tabel 4. Hasil pengamatan dimensi jaring yang digunakan ke-15 unit gill net.

Dimensi jaring
Alat
Material Pjg. Bagian atas Pjg. Bagian bawah
tangkap
(m) (m)
1. polyamide 36,90 38,00
2. Polyamide 35,26 35,67
3. Polyamide 36,12 37,00
4. Polyamide 32,76 33,62
5. Polyamide 41,76 41,80
6. Polyamide 42,30 42,78
7. Polyamide 43,24 42,93
8. Polyamide 39,56 40,74
9. Polyamide 41,76 42,75
10. Polyamide 34,85 35,64
11. Polyamide 40,42 41,31
12. Polyamide 38,25 38,25
13. Polyamide 38,64 36,80
14. Polyamide 38,64 37,60
15. Polyamide 36,96 35,72
Rata-rata 38,52 38,71

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari ke-15 unit jaring yang

digunakan oleh nelayan terbuat dari bahan polyamide (monofilament), panjang

jaring bagian atas berkisar antara 32,76 - 43,24 m, dan panjang jaring bagian

bawah berkisar antara 33,62 42,93 m. Sedangkan tinggi jaring berkisar antara

2,12 2,46 m setelah dibuat alat tangkap. Dari hasil pengukuran dimensi

panjang jaring di atas terdapat perbedaan kisaran panjang jaring bagian atas dan

bagian bawah. Panjang jaring bagian bawah memiliki ukuran yang lebih panjang

dibandingkan pada bagian atas. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya nilai

pengerutan (shortening) yang diberikan, nilai pengerutan pada bagian atas dibuat

lebih besar dibandingkan pada bagian bagian bawah sehingga jaring bagian

bawah ukurannya lebih panjang dibandingkan bagian atas dengan tujuan agar

posisi jaring sewaktu dioperasikan dapat terentang dengan baik di dalam

perarain. Hal tersebut juga berpengaruh besar terhadap bentangan jaring bagian

bawah pada saat dilakukan penarikan terhadap alat tangkap. Jaring yang

digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.


21

Gambar 3. Jaring yang digunakan pada gill net

C. Pelampung

Jenis pelampung yang digunakan pada alat tangkap terdiri atas dua jenis

pelampung yaitu pelampung tanda dan pelampung jaring yang masing-masing

memiliki fungsi tersendiri.

1. Pelampung tanda

Pelampung ini berjumlah 2 buah disetiap unit alat tangkap, dimana

masing-masing pelampung tanda dipasang di kedua ujung alat tangkap.

Pelampung ini berfungsi sebagai tanda dimana posisi jaring dipasang. Ketinggian

pelampung tanda berkisar antara 1 1,5 m, terbuat dari beberapa gabungan

beberapa bahan yaitu bambu dan gabus yang didesain dengan bentuk tertentu

dan diatasnya diberi lampu-lampu agar dapat diidentifikasi letaknya pada saat

proses penangkapan berlangsung. Pelampung tanda yang digunakan pada jaring

insang dasar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk pelampung tanda yang


digunakan pada gill net.
22

2. Pelampung utama

Pelampung jaring yang digunakan terbuat dari bahan sintetis tidak

menyerap air yaitu polyvynil chloride (PVC) berbentuk silinder yang memiliki

kisaran panjang antara 8,5 - 9 cm dan berat berkisar antara 10,00 - 20,67 gram.

Pelampung ini dipasang pada tali ris atas dengan tujuan memberikan daya apung

pada alat tangkap. Pelampung dipasang pada tali pelampung dengan cara

memasukan tali pelampung pada lubang yang terdapat pada pelampung. Hasil

pengukuran pelampung pada ke-15 unit gill net dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengukuran pelampung ke-15 unit gill net

Dimensi pengukuran
Jumlah
Alat Jarak antar Jumlah
tangkap mata antar
Bahan Bentuk pelampung pelampung
pelampung
(cm) (buah)
(mata)
1. polyvynil chloride silinder 90 15 42
2. polyvynil chloride silinder 86 15 42
3. polyvynil chloride silinder 84 14 44
4. polyvynil chloride silinder 84 17 40
5. polyvynil chloride silinder 87 14 49
6. polyvynil chloride silinder 90 14 48
7. polyvynil chloride silinder 92 14 48
8. polyvynil chloride silinder 92 16 44
9. polyvynil chloride silinder 87 14 49
10. polyvynil chloride silinder 85 16 42
11. polyvynil chloride silinder 86 14 48
12. polyvynil chloride silinder 84 15 47
13. polyvynil chloride silinder 84 14 47
14. polyvynil chloride silinder 84 14 47
15. polyvynil chloride silinder 84 14 45
Rata-rata 86 15 45

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa dari dimensi pengukuran

pelampung jaring ke-15 unit alat tangkap yaitu pelampung umumnya terbuat dari

polyvynil chloride (PVC) berbentuk silinder dengan jumlah pelampung yang

digunakan pada ke-15 unit alat tangkap berkisar antara 40 49 buah. Jarak

antar pelampung berkisar antara 84 - 92 cm, sedangkan jumlah mata antar

pelampung berkisar antara 14 17 mata. Jumah mata antar pelampung dalam


23

satu unit alat tangkap sebagian besar memiliki jumlah mata yang sama namun

ada beberapa jumlah mata yang lebihkan dari satu pelampung ke pelampung

yang lain, hal ini tergantung pada jumlah pelampung yang memungkinkan jumlah

mata pada setiap pelampung terbagi dengan rata. Menurut Martasuganda

(2005), jumlah, berat jenis dan volume pelampung yang dipakai dalam satu piece

akan menetukan besar kecil daya apung (buoyancy). Besar kecilnya daya apung

yang terpasang pada satu piece akan sangat berpengaruh terhadap baik

buruknya hasil tangkapan. Jarak antar pelampung dan pelampung yang

digunakan pada jaring insang dasar dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Bentuk pelampung jaring insang


dasar di Desa Sanjai
Kecamatan Sinjai Timur.

Gambar 6. Pemasangan pelampung pada tali pelampung di Desa


Sanjai Kecamtan Sinjai Timur

D. Pemberat
24

Pemberat yang digunakan pada alat tangkap terbuat dari bahan timah

berbentuk persegi. Pemberat ini berfungsi untuk memberikan daya tenggelam

pada jaring dan mengimbangi daya apung yang diberikan oleh pelampung.

Pemberat dipasang pada tali ris bawah dengan cara pemberat yang berbentuk

persegi diletakkan di bawah tali pemberat kemudian pemberat di lingkarkan ketali

pemberat bersamaan dengan mata jaring dengan cara di pukul-pukul. Pemberat

yang digunakan pada jaring insang dasar dan pemasangan pemberat dapat

dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Bentuk pemberat jaring


insang dasar di Desa
Sanjai Kecamatan
Sinjai Timur.

Gambar 8. Pemasangan pemberat pada jaring insang


dasar di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur.
Tabel 6. Hasil pengukuran pemberat ke-15 unit gill net
25

Dimensi pengukuran
Jumlah
Alat Jarak antar Jumlah
mata antar
tangkap Bahan Bentuk pemberat pemberat
pemberat
(cm) (buah)
(mata)
1. Timah Plat 50 8 78
2. Timah Plat 41 7 89
3. Timah Plat 50 8 76
4. Timah Plat 41 8 84
5. Timah Plat 44 7 97
6. Timah Plat 46 7 95
7. Timah Plat 53 8 83
8. Timah Plat 42 7 99
9. Timah Plat 45 7 97
10. Timah Plat 44 8 84
11. Timah Plat 51 8 83
12. Timah Plat 45 8 87
13. Timah Plat 46 8 81
14. Timah Plat 47 8 82
15. Timah Plat 47 8 78
Rata-rata 46 8 86

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa dari dimensi pengukuran

pemberat jaring ke-15 unit alat tangkap yaitu pemberat umumnya terbuat dari

bahan timah berbentuk plat dengan jumlah pemberat yag digunakan pada ke-15

unit alat tangkap berkisar antara 76 99 buah. Jarak antara pemberat berkisar

antara 41 - 53 cm, sedangkan jumlah mata antar pemberat berkisar 7 - 8 mata.

Jumlah mata antar pemberat dalam satu unit alat tangkap sebagian besar

memiliki jumlah mata yang sama namun ada beberapa jumlah mata yang

dilebihkan dari satu pemberat ke pemberat yang lain. Menurut Martasuganda

(2005), untuk nelayan jaring insang di negara-negara berkembang, bahan,

ukuran, bentuk dan daya tengggelam dari pemberat biasanya antara satu

nelayan dengan nelayan lainnya berbeda meskipun target tangkapannya sama.

E. Kapal Penangkapan

Pada umumnya kapal yang digunakan pada jaring insang dasar di Desa

Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai berbahan dasar kayu. Kapal
26

ikan adalah perahu yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha

penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan, bentuk dek, kapasitas muat,

akomodasi mesin serta berbagai perlengkapan secara keseluruhan disesuaikan

dengan fungsi rencana operasi (Fyson, 1985). Kapal ini menggunakan dua buah

mesin yaitu mesin pembantu bermerek Honda dengan kekuatan mesin 5,5 PK

dan mesin utama bermerek Calling, Campa dan Candong dengan kekuatan

mesin 24 PK.

Gambar 8. Kapal yang digunakan di Desa Sanjai


Kecamatan Sinjai Timur.

Tabel 7. Dimensi pengukuran kapal

Panjang Lebar Tinggi Panjang Lebar Tinggi


Kapal kapal kapal kapal kamar kamar kamar
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
1 12,70 1,60 0,49 3,00 1,40 1,00
2 10,00 1,60 0,80 3,50 1,30 0,80
3 13,70 1,20 0,90 4,00 0,90 0,40
4 12,50 1,54 0,64 3,13 1,32 0,80
5 14,00 1,60 0,70 4,00 1,30 0,50
6 12,48 1,70 0,59 2,50 1,49 0,80
7 12,53 1,51 0,71 2,90 1,49 0,85
8 12,53 1,51 0,71 2,90 1,49 0,85
9 12,00 1,50 0,80 7,00 1,20 0,50
10 12,48 1,70 0,59 2,50 1,49 0,80
11 13,50 1,82 0,65 3,37 1,64 0,86
12 11,00 1,40 0,50 3,00 1,20 0,40
13 11,70 1,40 0,60 3,47 1,20 0,43
14 11,00 1,30 0,80 3,00 1,00 0,40
15 11,70 1,40 0,60 3,47 1,20 0,43
Rata-rata 12,25 1,52 0,67 3,45 1,31 0,65
27

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa data kapal jaring insang

dasar ke-15 unit memiliki panjang kapal (L) berkisar antara 10 14 m, lebar (B)

berkisar antara 1,20 1,82 m dan tinggi (D) berkisar antara 0,49 0,90 m. Untuk

ukuran kamar pada setiap kapal meiliki panjang (L) yang berkisar anatara 2,50

7,00 m, lebar (B) berkisar antara 0,90 1,64 m dan untuk tinggi (D) berkisar

antara 0,40 1,00 m. Ukuran kapal yang digunakan untuk pengoperasian jaring

insang dasar sudah cukup besar

F. Metode pengoperasian

1. Persiapan

Kegiatan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang

dasar dilakukan oleh dua orang nelayan dan beroperasi di sore hari pada jam 4

sampai malam hari sekitar jam 10. Persiapan yang dilakukan nelayan sebelum

berangkat ke fishing ground untuk melakukan penangkapan yaitu

mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan pada saat operasi penangkapan ikan

seperti pengisian bahan bakar bensin, ember untuk menyimpan hasil tangkapan,

dan kebutuhan individu nelayan yaitu rokok dan air minum. Setelah semua

persiapan selesai maka kapal siap berangkat menuju fishing ground. Jarak dari

fishing base ke fishing ground jauh. Lama waktu yang dibutuhkan untuk tiba di

fishing ground 1 jam. Pada pengoperasian jaring insang dasar oleh nelayan di

Desa Sanjai ini untuk menentukan daerah penangkapan nelayan melihat tanda-

tanda alam. Perjalanan menuju fishing ground dapat dilihat pada Gambar 9.
28

Gambar 9. Perjalanan menuju fishing ground

1) Setting

Pada saat tiba di fishing ground maka mulailah nelayan memasang

lampu pada pelampung tanda yang memiliki bendera yang terbuat dari kain

berwarna hitam, setelah itu nelayan mematikan mesin utama dan menyalakan

mesin bantu untuk menurunkan jaring. Kemudian proses penurunan alat

tangkap (setting) dilakukan yang diawali dengan penurunan pelampung tanda

dan talinya (Gambar 10) disusul dengan pemberat dan selanjutnya perlahan

diturunkan badan jaring (Gambar 11) dengan cara diulur menggunakan tangan

sambil kapal terus bergerak bantuan mesin bantu kecepatan rendah. Proses

setting dilakukan dengan memotong arah arus secara horizontal. Setelah badan

jaring diturunkan maka diteruskan dengan penurunan pemberat dan pelampung

tanda kedua. Proses ini berlangsung dalam waktu 1 jam dan dilakukan pada

bagian sisi kanan kapal. Setelah seluruh jaring diturunkan mesin bantu

dimatikan dan mesin penggerak dinyalakan kembali untuk mencari tempat

istirahat. Sketsa jaring insang dasar di dalam perairan dapat di lihat pada

Gambar 12.
29

Gambar 10. Penurunan pelampung tanda

Gambar 11. Penurunan badan jaring insang dasar

Gambar 12. Sketsa jaring insang dasar di dalam perairan

2) Menunggu (waiting time)

Setelah nelayan melakukan setting, selanjutnya nelayan menyalakan

kembali mesin penggerak untuk mencari tempat beristirahat dan menunggu ikan

terjerat pada jaring nelayan. Biasanya nelayan mengisi waktu istirahat dengan

membersikan perahu dan memperbaiki mesin utama dan mesin pembantu yang

digunakan. Waktu yang dibutuhakan nelayan jaring insang dasar yaitu 2-3 jam

untuk menunggu ikan terjerat pada jaring.


30

Untuk jenis jaring insang yang dioperasikan secara pasif umumnya

dilakukan pada malam hari dengan atau tanpa alat bantu cahaya. Untuk jaring

yang dioperasikan secara aktif, pemasangan jaring insang pada daerah

penangkapan umumnya dilakukan pada siang hari (Sudirman, 2004).

c. Hauling atau penarikan jaring

Setelah jaring dipasang selama 2-3 jam, nelayan kembali ke fishing

ground untuk melakukan proses hauling. Proses hauling dilakukan dengan

cara menarik pelampung tanda keatas kapal yang diikuti dengan penarikan jaring

sampai seluruh jaring berada diatas kapal. Pada proses hauling ini, jika arus

perairan tidak kuat maka ikan yang terjerat pada jaring dapat langsung di lepas

dari jaring. Tetapi jika arus sangat kuat dan ikannya susah lepas dari jaring maka

jaring ditarik tanpa melepas ikan terlebih dahulu. Nelayan akan

melepaskan ikan jika kapal sudah bersandar di fishing base, hal ini dilakukan

demi keselamatan nelayan. Proses penarikan jaring dan pelepasan ikan dari

jaring dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Gambar 13. Proses penarikan jaring

Gambar 14. Proses pelepasan ikan


31

G. Analisis Hasil Pengukuran Dimensi Jaring

1. Shortening

Nilai shortening masing-masing alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai shortening pada ke-15 unit gill net

Alat Shortening (%)


tangkap Atas Bawah
1 41 39
2 44 43
3 41 39
4 51 50
5 39 39
6 37 36
7 35 36
8 43 42
9 39 37
10 48 47
11 40 38
12 45 45
13 41 44
14 41 43
15 41 43
Rata-rata 42 41,39

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai shortening dari ke-15 alat

tangkap yang di operasikan di lokasi penelitian yaitu shortening pada bagian atas

berkisar antara 35 - 51 % dan shortening bawah berkisar antara 36 - 50 %. Dari

hasil tersebut jaring insang dasar dalam penelitian, ikan tertangkap secara

terbelit (entangled). Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1981) bahwa

pada gill net shortening ini lebih berpengaruh pada catch, untuk gill net yang

ikannya tertangkap secara gilled, nilai shortening bergerak sekitar 30 - 40 % dan

untuk yang tertangkapnya ikan secara entangled maka nilai shortening bergerak

sekitar 35 60 %. Nilai shortening pada bagian atas lebih besar dibandingkan

pada bagian bawah agar ukuran alat tangkap pada bagian bawah menjadi lebih
32

panjang dibanding bagian atas, dengan tujuan agar posisi alat tangkapan pada

saat diopersikan dapat terentang dengan baik di dalam perairan. Menurut

Martasuganda (2005), nilai pengerutan pada tali ris atas sebaiknya nilainya

sedikit lebih besar dari pada nilai pengerutan pada tali ris bawah, dengan tujuan

agar posisi jaring sewaktu dioperasikan dapat terentang dengan baik di dalam

perairan.

2. Tinggi jaring

Tinggi jaring adalah jarak antar float line dan sinker line pada saat jaring

terpasang di perairan dengan satuan meter. Nilai kedalaman jaring dapat dilihat

pada Tabel 9.

Table 9. Nilai ketinggian jaring pada ke-15 unit gill net

Alat tangkap Tinggi jaring (m)


1 2,30
2 2,26
3 2,46
4 2,31
5 2,17
6 2,12
7 2,17
8 2,35
9 2,17
10 2,42
11 2,19
12 2,37
13 2,30
14 2,30
15 2,30
Rata-rata 2,28

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari ke15 unit alat tangkap yang

di operasikan di lokasi penelitian tinggi jaring berkisar antara 2,12 2,46 m.

variasi nilai tinggi jaring pada ke-15 unit alat tangkap di pengarui oleh besarnya

nilai shortening pada jaring. Semakin besar nilai pengerutan maka semakin

besar pula tinggi jaring. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nomura dan Yamazaki

(1977), nilai shortening sangat berpengaruh terhadap tinggi atau kedalaman


33

jaring (d), semakin besar shortening maka nilai (d) juga akan semakin besar.

Begitupula pernyataan Sadhori (1984) bahwa ada dua akibat yang ditimbulkan

oleh adanya shortening yaitu panjang jaring akan semakin memendek dan

kedalaman jaring akan semakin bertambah.

3. Berat gill net

Berdasarkan hasil pengukran dari perhitungan gill net di peroleh hasil

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil pengukuran dan perhitungan berat gill net.

Berat masing-masing bagian (kg) Berat


Alat
Tali Tali total
tangkap Jaring Pelampung Pemberat
pelampung pemberat (kg)
1 0,397 0,259 0,476 0,580 0,737 2,450
2 0,383 0,248 0,446 0,492 0,892 2,461
3 0,417 0,254 0,464 0,515 0,423 2,072
4 0,398 0,230 0,421 0,531 1,530 3,110
5 0,419 0,293 0,523 0,490 1,188 2,912
6 0,410 0,297 0,535 0,719 0,934 2,895
7 0,425 0,304 0,538 0,546 0,794 2,606
8 0,444 0,278 0,509 0,559 0,838 2,628
9 0,419 0,293 0,534 0,633 1,172 3,051
10 0,424 0,245 0,446 0,868 0,700 2,683
11 0,410 0,284 0,517 0,616 1,041 2,868
12 0,446 0,271 0,479 0,737 0,749 2,682
13 0,416 0,271 0,461 0,614 0,753 2,515
14 0,416 0,271 0,471 0,522 0,346 2,026
15 0,398 0,259 0,448 0,570 0,346 2,020
Rata-rata 0,415 0,270 0,448 0,599 0,830 2,599

Berdasarkan Tabel 10 hasil pengukuran dan perhitungan berat alat

tangkap dengan menggunakan formula Fridman (1986), diperoleh berat total alat

tangkap dalam satu piece berkisar antara 2,020 3,110 kg. Dimana berat pada

bagian jaring berkisar antara 0,383 0,446 kg. Pada bagian tali pelampung

berkisar antara 0,230 0,304 kg. Pada bagian tali pemberat berkisar antara

0,421 0,538 kg. Pada bagian pelampung berkisar antara 0,490 0,868 kg.
34

Pada bagian pemberat berkisar antara 0,346 1,530 kg. Dari nilai tersebut dapat

dilihat bahwa berat pemberat jauh lebih besar dibandingkan dengan berat

pelampung. Perbedaan yang sangat jauh dapat mempercepat proses tenggelam

dari jaring dan penggunaan pelampung berguna untuk mengimbangi gaya yang

ditimbulkan oleh pemberat.

4. Luas permukaan benang

Nilai TSA untuk setiap jaring insang dasar mempunyai nilai yang berbeda

karena panjang jaring mempunyai ukuran berbeda pula seperti jumlah mata

jaring secara horizontal bagian atas dan bawah jaring. Berdasarkan hasil

perhitungan, luas permukaan benang (TSA) alat tangkap jaring insang dasar

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil perhitungan TSA jaring insang dasar.

Alat tangkap TSA (m2 )


1 0,0115
2 0,0113
3 0,0120
4 0,0124
5 0,0119
6 0,0114
7 0,0116
8 0,0131
9 0,0119
10 0,0129
11 0,0117
12 0,0133
13 0,0121
14 0,0121
15 0,0114
Rata rata 0,0120

Berdasarkan Tabel 11 dari hasil perhitungan dengan formula Najamuddin

(2009), maka diketahui luas permukaan benang pada ke-15 unit jaring insang

dasar berkisar antara 0,0113 - 0,0133 m2 . Dari nilai TSA yang diperoleh maka
35

jaring insang dasar pada saat dioperasikan memungkinkan akan terseret arus

cukup jauh. Hal ini sesuai dengan pendapat Najamuddin (2012), bahwa semakin

besar nilai TSA maka semakin kecil kemungkinan jaring akan terseret arus

sehingga kedudukan jaring didalam perairan masih dalam posisi vertikal.

Sehingga semakin kecil nilai TSA, semakin menurunkan efektifitas kinerja alat

tangkap.

5. Gaya apung dan gaya tenggelam alat tangkap

Pada alat tangkap gill net ini ada dua buah gaya yang bekerja yaitu gaya

apung dan gaya tenggelam, gaya apung dan gaya tenggelam timbul akibat

perbedaan berat jenis bahan pembentuk alat tangkap dengan berat jenis air laut.

Perbedaan gaya apung dan gaya tenggelam ini menentukan kedudukan alat

tangkap dalam perairan. Besarnya gaya apung dan gaya tenggelam pada setiap

bagian gill net dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Perhitungan gaya apung pada jaring insang dasar.

Gaya apung (kg)


Alat
tangkap Tali Tali Total gaya
Pelampung
pemberat pelampung apung
1 0,0196 0.0108 3,9134 3,9438
2 0,0184 0.0103 3,3227 3,3514
3 0,0191 0.0106 3,4774 3,5070
4 0,0173 0.0096 3,5866 3,6135
5 0,0215 0.0122 3,3071 3,3409
6 0,0220 0.0124 4,8543 4,8887
7 0,0221 0.0126 3,6872 3,7220
8 0,0210 0.0116 3,7757 3,8082
9 0,0220 0.0122 4,2752 4,3094
10 0,0184 0.0102 5,8619 5,8905
11 0,0213 0.0118 4,1617 4,1948
12 0,0197 0.0113 4,9731 5,0041
13 0,0190 0.0113 4,1461 4,1763
14 0,0194 0.0113 3,5247 3,5554
15 0,0184 0.0108 3,8460 3,8752
Rata-rata 0,0200 0.0113 4,0475 4,0787
36

Berdasarkan Tabel 12 dari hasil perhitungan dengan formula Fridman

(1986), maka diketahui gaya apung pada ke-15 unit jaring insang dasar berkisar

antara 3,3409 5,8905 kg. Dimana gaya apung pada bagian tali pemberat

berkisar antara 0,0173 - 0,0096 kg, gaya apung tali pelampung berkisar antar

0,0221 - 0,0126 kg dan gaya apung untuk pelampung berkisar antara 3,3071 -

5,8619 kg.

Tabel 13. Perhitungan gaya tenggelam pada jaring insang dasar

Gaya tenggelam (kg)


Alat tangkap Total gaya
Pemberat Jaring
tenggelam
1 0.6722 0.0488 0,7210
2 0.8133 0.0470 0,8603
3 0.3853 0.0512 0,4365
4 1.3950 0.0488 1,4439
5 1.0825 0.0514 1,1339
6 0.8516 0.0503 0,9020
7 0.7235 0.0522 0,7757
8 0.7636 0.0546 0,8182
9 1.0684 0.0514 1,1198
10 0.6381 0.0520 0,6901
11 0.9486 0.0503 0,9989
12 0.6831 0.0547 0,7378
13 0.6862 0.0511 0,7373
14 0.3151 0.0511 0,3662
15 0.3150 0.0489 0,3639
Rata-rata 0.7561 0.0509 0,8070

Berdasarkan Tabel 13 dari hasil perhitungan dengan formula Fridman

(1986), maka diketahui gaya tenggelam pada ke-15 unit jaring insang dasar

berkisar antara 0,3639 - 0,0470 kg. Dimana gaya tenggelam pada bagian

pemberat berkisar antara 0,3150 - 1,4439 kg dan gaya tenggelam pada bagian

jaring berkisar antara 0,0547 - 1,3950 kg.

5. Kapasitas kapal gill net

Rasio ukuran kapal dan kapasitas kapal yang digunakan untuk jaring

insang dasar berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 14.


37

Tabel 14. Rasio ukuran kapal dan kapasitas kapal yang digunakan

Kapal jaring Kapasitas kapal


L/B L/D B/D
insang (GT)
1 7,86 22,00 2,80 2,14
2 8,36 19,50 2,33 2,71
3 11,42 15,22 1,33 3,64
4 6,25 12,50 2,00 4,00
5 8,46 13,75 1,63 2,85
6 8,75 20,00 2,29 4,24
7 8,00 15,00 1,88 4,53
8 8,12 19,53 2,41 3,78
9 7,34 21,15 2,88 3,70
10 8,30 17,65 2,13 4,14
11 7,94 25,92 3,27 3,59
12 7,42 20,77 2,80 5,06
13 8,30 17,65 2,13 4,14
14 7,34 21,15 2,88 3,70
15 8,36 19,50 2,33 2,71
Rata-rata 8,15 18,75 2,34 3,66

Pada tabel 14 dapat dilihat bahwa kapasitas kapal yang digunakan untuk

jaring insang dasar berkisar antara 2,14 - 5,06 GT. Kapal ini menggunakan dua

buah mesin yaitu mesin utama yang bermerek Calling dengan kekuatan 24 PK

dan mesin pembantu merk Honda dengan kekuatan 5,5 PK. Berdasarkan hasil

perhitungan rasio ukuran kapal untuk nilai L/B berkisar antara 6,25 11,42, L/D

berkisar antara 12,50/25,92 dan B/D berkisar antara 1,33 -3,27. Menurut

Pasaribu dkk (2010) untuk nilai L/B minimun 3,86 dan maksimum 5,59 sehingga

antara panjang dan lebar kapal dapat dikatan proposional untuk kapal gillnet,

nilai L/D minimun 8,53 dan maksimum 13,11 sehingga dapat dikatan proposional

dan untuk nilai B/D nilai minimun 1,81 dan nilai maksimum 3,12 sehingga dapat

dikatakan keistabilitasan kapal cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa masih

banyak kapal gillnet yang beroperasi di Desa Sanjai yang tidak memenui

persyaratan. Menurut Iskandar (1990) agar dapat beroperasi dengan lincah maka

diperlukan nilai (L) yang besar, nilai (B) yang sedang serta nilai (D) yang kecil

karena, ketiga nilai ini merupakan nilai dimensi utama kapal.


38

H. Ukuran Hasil Tangkapan Jaring Insang Dasar

1. Panjang cagak

Dari penelitian yang telah dilakukan panjang cagak hasil tangkapan jaring

insang dasar dapat dilihat pada Gambar 14.

1000

800
Frekuensi (ekor)

600

400

200

0
21-23 24-26 27-29 30-32
kisaran panjang cagak ikan (cm)

Gambar 14. Ukuran panjang cagak pada ikan kuwe yang


tertangkap pada jaring insang dasar.

Pada Gambar 14 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil

pengamatan, ukuran panjang cagak ikan yang tertangkap pada jaring insang

dasar yang beroperasi di Desa Sanjai berkisar antara 21 32 cm dan ukuran

panjang ikan yang paling banyak tertangkap selama 15 trip yaitu berada pada

kisaran 30 32 cm.

2. Lebar badan
1000

800
Frekuensi (ekor)

600

400

200

0
11 -11.9 12-12.9 13-13.9 14-14.9 15-15.9
kisaran lebar badan ikan (cm)

Gambar 15. Ukuran lebar badan pada ikan kuwe yang tertangkap
pada jaring insang.
39

Pada Gambar 15 lebar ikan yang tertangkap pada jaring insang dasar

yang beroperasi di Desa Sanjai berkisar antara 11-15,9 cm. Ukuran panjang ikan

yang paling banyak tertangkap selama 15 trip yaitu berada pada kisaran 12-12,9

cm dan paling sedikit tertangkap berkisar antara 15-15,9 cm.


40

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Desain jaring insang dasar memiliki ukuran panjang 32,76 43,24 m dan

tinggi jaring 2,64 3,05 m pada setiap piece yang terbuat dari polyamide

monofilament, dengan mesh size 10,16 cm. tali pelampung , tali ris atas

dan tali pemberat menggunakan polyethylene. Pelampung terbuat dari

bahan polyvinyl chloride (PVC) dan pemberat terbuat dari timah. Diperoleh

nilai shortening atas 35 51 % dan shortening bawah 23 38 %, berat

total alat tangkap 2,115 3,203 kg, luas penampang benang 0,1351

0,1568 m2, gaya apung 3,3441 5,8962 kg dan untuk gaya tenggelam

0,3639 1,4439 kg.

2. Jaring insang dasar dengan mesh size 4 inci akan menangkap ikan kuwe

dengan ukuran panjang cagak berkisar antara 21 32 cm dengan lebar

badan berkisar antara 11 - 15,9 cm, ikan kuwe lebih banyak tertangkap

dengan cara terjerat pada kisaran lebar badan 12 12,9 cm.

B. Saran

Sebaiknya diperlukan penelitian lanjutan tentang identifikasi alat tangkap

jaring insang yang ada di Desa sanjai dengan ukuran mata jaring yang berbeda

sehingga dapat memberi imformasi ke pada DKP Kabupaten Sinjai.


41

DAFTAR PUSTAKA

Affandy, A. 2010. Studi Rancang Bangun Jaring Insang Hanyut Ikan Terbang Di
Perairan Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten Takalar Sulawesi
Selatan. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Jurusan
Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Basri, H. 2009. Pengaruh Kecepatan Arus Terhadap Tampilan Gillnet : Uji Coba
Di Flume Tank. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Ilmu Kealautan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Barita, S.S, Ambunan, Fauziah dan Agustriani. 2010. Jurnal Selektivitas Drift
Gillnet pada Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Di Perairan
Belawan Pantai Timur Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara. Jurusan
Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indralaya, Indonesia.

Dinas Kelutan Dan Perikanan Provensi Sulawesi Selatan, 2007. Laporan Statistik
Perikanan Sulawesi Selatan. Makassar.

Dinas Kelutan dan Perikanan Provensi Sulawesi Selatan, 2013. Laporan Statistik
Perikanan Sulawesi Selatan. Makassar.

Fyson, J. 1985. Desigen Of Small Fishing Vessels. Fishing New Book, England.

Fridman, A., L. 1988. Terjemahan Perhitungan Dalam Merancang Alat


Penangkapan Ikan. Balai Pengembangan Ikan. Semarang.

Gunarso, W. 1985.Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat.Metode


dan Teknik Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hakim, Riza Rahman. 2010. Gillnet (Jaring Insang). Diunduh dari:


http://rizarahman.staff.umm.ac.id/files/2010/01/M_7_Gill-Net_2011.pdf
(10 November 2016).

Husnandar. 2013. Serta Studi Kontruksi Jaring Insang Ikan Air Tawar Di Sungai
Walennae Kec. Liliriaja Kab. Soppeng Sulawesi Selatan. Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Miranti. 2007. Perikanan Gillnet Dipelabuhan Ratu: Kajian Teknis dan Tingkat
Kesejahteraan Nelayan Pemilik. Skripsi. Departemen Pemanfaatan
Sumbedaya Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Martasuganda, S. 2005. Jaring Insang (Gillnet) Serial Teknologi Penangkapan


Ikan Berwawasan Lingkungan. Departemen Pemanfaatan Sumbedaya
Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
42

Najamuddin. 2009. Modul of Fishing Gear Design. Faculty of Marine Science


and Fishiries, Hasanuddin University, Makassar.

Najamuddin, 2012. Buku Rancang Bangun Alat Penangkapan Ikan. Arus Timur,
Makassar.

Najamuddin, M. Palo dan A. Affandy. 2011. Rancang Bangun Jaring Insang Ikan
Terbang di Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Najamuddin, M. A. I. Hajar dan Rustan. 20015. Teknologi Penangkapan Ikan


Dengan Bubu Dan Gill Net Pada Area Budidaya Rumput Laut Di Perairan
Kabupaten Takalar. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nedelec, C. 1990. Defenition and Clatification of Fishing Gear Categories. FAO.


Fisheries Technicall Paper No.222 Rev. 1. Rome. Page 39-43.

Nomura, M dan Yamazaki, T. 1977. Fishing Technique (1). Japan International


Corporation Agency. Tokyo.

Prado, J., P.Y. Dremiere. 1996. Fishermans Workbook. Balai Pengembangan


Penangkapan Ikan. Semarang.

Putra I. 2007. Deskripsi dan Analisis Hasil Tangkapan Jaring Millenium di


Indramayu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Ramdhan D. 2008. Keramahan Gillnet Millenium Indramayu terhadap


Lingkungan: Analisis Hasil Tangkapan [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ruslan. 2012. Studi Kontruksi Jaring Insang Hanyut Ikan Terbang Di Desa
Rangas Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Rustandar, R. 2005. Analisis Efisiensi Teknik Unit Penangkapan Gillnet di Muara


Angke Jakarta. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sadhori, N. 1984. Bahan Alat Tangkap Ikan. CV Yasaguna. Jakarta.

Subani, W. and H. R. Barus . 1989. Fishing Gear For Maritine Fish and Shrip in
Indonesia. Jurnal of Marine Fisheries Reearch. Jakarta.

Sudirman dan A, Mallawa. 2004. Metode Penangkapan Ikan. Program Studi


Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Walus, S. 2001. Studi Selektivitas Jaring Insang Hanyut Terhadap Ikan Cakalang
(Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Pelabuhan Ratulangi. Program Studi
43

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu


Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
44

N
45

Lampiran 1. Data hasil pengukuran dimensi tali-temali pada ke-15 unit gill net
yang dioperasikan di perairan kabupaten Sinjai.

Unit Dimensi pengukuran Tali pelampung Tali pemberat

Material Polyethylen Polyethylen


Panjang (m) 39,48 m 38,50 m
1.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 36,12 m 36,08
2.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 36,96 m 37,50 m
3.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 33,6 m 34,03 m
4.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 42,63 m 42,24 m
5.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 37,44 m 43,24 m
6.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 44,16 m 43,46 m
7.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 40,48 m 41,16 m
8.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 42.63 m 43,20 m
9.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 35,70 m 36,08 m
10.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 41,28 m 41,82 m
11.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
12. Material Polyethylen Polyethylen
46

Panjang (m) 39.48 m 38,70 m


Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 39.48 m 37,26 m
13.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 39.48 m 38,07 m
14.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
Material Polyethylen Polyethylen
Panjang (m) 37,80 m 36,19 m
15.
Diameter (mm) 4 3
No. tali 4 3
47

Lampiran 2 . Perhitungan pada dimensi jaring, luas permukaan benang, berat


jaring, gaya apug dan gaya tengelam jaring insang dasar (bottom
gillnet)

1. Presentasi kerutan S (shortening)


LI
S (%) =
X 100%

Dimana:

S = shortening (%)

L = panjang jaring kea rah horizontal (panjang jaring sebelum di tata) (m)

I = panjang tali ris (panjang jaring setelah di tata) (m)

Diketahui :

Jarak antar pelampung = 90 cm

Jarak antar pemberat = 50 cm

Jumlah mata antar pelampung = 15 mata

Jumlah mata anatar pemberat = 8 mata

Jumlah pelampung dalam satu piece = 42 buah

Jumlah pemberat dalam satu piece = 78 buah

Mesh size = 10.16 cm

Ditanyakan : shortening = ?

- Pelampung

L = (15 x 41 ) 10.16 I = 90 x 41

= 615 x 10,16 = 3690 cm

= 62,48 m = 39,48 m
LI
S (%) =
X 100 %

62.4836,90
= x 100 %
62,48

25,58
= x 100 %
62,48

= 0.41 x100 %
48

= 41 %

- Pemberat

L = (8 x 77 ) 10,16 I = 50 x 77

= 616 x 10,16 = 3800 cm

= 62,59 m = 38,00 m
LI
S (%) =
X 100 %

62,59 38,00
= x 100 %
62,59

24,59
= x 100 %
62,59

= 0.39 x100 %

= 39 %

2. Tinggi jaring

d = m x n 2 S S2

Dimana :

d = kedalaman jaring (mesh depth)

m = ukuran mata jaring (mesh size)

n = jumlah mata jring vertikal

S = shortening

Diketahui :

Jumlah mata jaring vertikal = 28 mata

Ukuran mata jaring = 10,16 cm

Shortening = 0,368

Ditanyakan : kedalaman jaring = ?

Penyelesaian :

d = m x n 2 S S2
49

= 10.16 x 28 2 (0,41) ( 0,41 )2

= 284,48 0,82 0.0,17

= 284,48 0,65

= 284,48 x 0,81

= 229,58 cm

= 2,30 m

3. Perhitungan berat

a. Berat jaring

Wn = Ey.Lo.Mn.R-tex.106

Dimana :

Wn = berat jaring

Ey = Faktor koreksi

Lo = Panjang jaring

Mn = Kedalaman

R-tex = Kepadatan libera dari benang

Diketahui :

Faktor koreksi = 2,4

Panjang jaring = 62,48 m

Kedalaman = 28 mata

Kepadatan linear dari benang = 111.3 (g/km)

Ditanyakan : Berat jaring = ?

Wn = Ey.Lo.Mn.R-tex.106

= 2.4 x 62,48 x 28 x 111.3 x 106

= 39,724 g

= 0.397 kg

b. Berat tali (wtl)


50

Wtl = panjang tali x berat tali per meter

- Tali pelampung

Wtl = 36,90 x 7.02 g

= 259,04 g

= 0,259 kg

- Tali pemberat

Wtl = 38,00 x 12.37 g

= 470,06 g

= 0,470 kg

Wtl = 0,259 + 0,470 = 0,729 kg

c. Berat pelampung ( Wpe)

Wpe = jumlah pelampung x berat tiap pelampung

= 42 x 13.80 g

= 579,60 g

= 0,580 kg

d. Berat pemberat (Wpb)

Wpb = jumlah pemberat x berat tiap pemberat

= 78 x 9.46 g

= 737,49 g

= 0,737 kg

e. Berat total alat tangkap di udara (Wt)

Wt = Wn + Wtl + Wpe + Wpb

= 0,397 + 0,729 + 0,580 + 0,737

= 2,443 kg

4. TSA (Twine Surface Area) Luas Penanmpang Benang (Prado, 1996)

+
( 2 ) 2( )
=
1000000
51

Dimana:

S = Luas permukaan benang (m2)

N = jumlah mata jaring pada bagian atas panel

n = jumlah mata jaring pada dasar panel

h = jumlah mata jaring pada tinggi panel

a = Lebar mata (mm)

= Diameter/garis tengah benang (mm)

Diketahui :

Jumlah mata jaring pada bagian atas panel (N) = 615 mata

Jumlah mata jaring pada bawah panel (n) = 616 mata

Jumlah mata jaring pada tinggi panel (H) = 28 mata

Panjang bar (a) = 10.16 cm

Diameter benang (d) = 0.40 mm

Ditanyakan : TSA = ..?

Penyelesaian :

N+n
2
x H x 2(a x d)
TSA =
1000000

615+616
2
x 28 x 2(10,16 x 0,4)
=
1000000

615,5 X 28 X 2(4,064)
=
1000000

140077,952
=
1000000

= 0,1401 m2

5. Perhitungan gaya apung dan gaya tengggelam (Sadhori, 1984)

F = W(1C 1) atau F = V W (untuk pelampung)

S = W(1 1C) (untuk pemberat)


52

Dimana:

F = Gaya apung (bouyancy) (kg gaya)

S = Gaya tenggelam (sinking power) (kg gaya)

W = Berat benda di udara (kg)

V = Volume benda (m3)

C = Berat jenis benda (kg/m3)

1 = Berat jenis air (kg/m3)

a. Gaya apung

tali pemberat

W = 0,47 (1/0,96-1)

= 0,47 (0,0417)

= 0,0196 kg

Tali pelampung

W = 0,259 (1/0,96-1)

= 0,259 (0,0416)

= 0,0108 kg

Pelampung

W = 0,5796 (1/0,129-1)

= 0,5796 (6,7519)

= 3,9134 kg

Total gaya apung

F = 0,0198 + 0,0108 + 3,9134

= 3,9438 kg

b. Gaya tenngelam

Pemberat

W = 0,7375 (1-1/11,3)

= 0,7375 (0,9115)
53

= 0,6722 kg

Jaring

W = 0,3972 (1-1/1,14)

= 0,3972 (0,1228)

= 0,0488 kg

F = 0,6722 + 0,0488

= 0,7210 kg

6. Kapasitas kapal penangkapan

Estimasi besarnya kapasitas (GT), Nomura dan Yamazaki 1977

GT= (a + b) x 0.353

Dimana:

GT = kapasitas kapal (GT)

a = volume ruangan diatas dek ( m3 )

b = volume ruang dibawah dek ( m3 )

a=LxBxD

= 3 x 1,20 x 0,40

= 1,44

b=LXBXD

=11 x 1,40 x 0,50 x 0,60

= 4.62

b=LxBxD

= 3 x 1,20 x 0,40

= 1,44

GT = (a + b) x 0,353

= ( 4,62 + 1,44) x 0,353

= 6, 06 x 0,353 = 2,14 GT
54

Lampiran 3. Target tangkapan jaring insang dasar di desa Sanjai Kecamatan


sinjai Timur Kabupaten Sinjai

Nama indonesi : ikan kuwe

Nama latin : Caranx sp

Nama Daerah : Cepa

Nama Indonesia : Talang-talang

Nama Latin : Chrisonemus tolooparah

Nama Daerah : Talang


55

Nama Indonesia: Ikan kakap putih

Nama Ilmiah: Lates calcarifer

Nama Daerah: Ikan salamata

Nama Indonesia : ikan Bte-bete

Nama latin : Leiognathus rastaliger

Nama daerah : Bte-bete

Anda mungkin juga menyukai