Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

Wijen (Sesamum indicum L.) termasuk dalam famili Pedaliacceae


genus Sesamum dan telah di identifikasi sebanyak 24 spesies, diperkirakan
berasal dari benua Afrika kemungkinan Ethopia.
India dan China merupakan produsen terbesar wijen di dunia diikuti
oleh Birma, Sudan, Meksiko, Nigeria, Venezuela, Turki, Uganda dan
Ethiopia. Pada era perang dunia II, Indonesia termasuk negara pengekspor
wijen yang besar, tetapi mulai tahun 70-an produksi terus menurun,
sehingga sejak tahun 1988 kedudukan Indonesia dari negara pengekspor
berubah menjadi pengimpor yang setiap tahunnya selalu meningkat, pada
tahun 2004 impor mencapai 2113,738 ton biji yang nilainya mencapai US $
864.779 (BPS, 2004) Harga biji wjen fluktuatif, harga di tingkat petani
berkisar antara Rp. 4.000 Rp. 12.500/kg tergantung mutu, waktu panen
dan lokasi wijen dihasilkan. Harga tinggi biasanya panenan pada musim
kemarau. Kebutuhan biji wijen untuk dalam negeri dan ekspor masih belum
mencukupi.
Sejak zaman Yunani kuno, biji wijen telah dikenal memiliki potensi
untuk meningkatkan vitalitas, sehingga dijuluki si kecil yang memiliki
kekuatan ajaib. Biji wijen mengandung minyak 35 % - 63 %, protein 20 %,
asam amino 7 macam, lemak jenuh 14 %, lemak tak jenuh 85,8 %, fosfor,
kalium, kalsium, natrium, besi, vitamin B dan E, anti oksidan dan alanin atau
lignin, dan tidak mengandung kolesterol. Digunakan untuk aneka industri,
bahan makanan ringan, dan penghasil minyak makan, serta sebagai bahan
baku untuk industri farmasi, plastik, margarin, sabun, kosmetik. Pestisida,
dll. Sebagai bahan makanan dan minyak makan digolongkan bermutu tinggi
karena kandungan mineral dan proteinnya tinggi serta berkadar asam
lemak jenuh rendah, sehingga tidak berdampak negatif terhadap
kesehatan.
Produk pangan dari wijen bermanfaat bagi kesehatan karena dapat
mengikat kelebihan kolesterol dalam darah, pencegah pengerasan dinding
pembuluh darah, memelihara kesehatan hati dan ginjal, mencegah kanker,
dan meningkatkan kebugaran dan vitalitas tubuh. Oleh karena itu minyak
ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
wijen dinamakan Raja dari minyak nabati . Bungkil wijen (ampas) yaitu
wijen yang sudah diambil minyaknya, sangat baik untuk pakan ternak.
Selain itu bungkil wijen dapat juga dimanfaatkan sebagai lauk yang disebut
cabuk .
Tanaman ini sesuai untuk lahan kering iklim kering yang
diusahakan pada musim penghujan yang ditanam secara tumpangsari
dengan palawija atau padi gogo. Merupakan salah satu komoditas yang
mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi dan dapat di tumpang sarikan
dengan tanaman lain. Di Indonesia wijen banyak dikembangkan di
Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Pada akhir-akhir ini tanaman wijen
banyak dikembangkan di lahan sawah sesudah padi I (MK-I) maupun padi II
(MK-II) secara monokultur.
Budidaya wijen relatif mudah resiko kegagalan kecil, input rendah
dan mudah ditumpangsarikan dengan tanaman pangan atau industri.
Prospek budidaya wijen di Indonesia cukup cerah, karena produksi di
tingkat petani masih relatif rendah 300 kg 400 kg/ha. Oleh karena itu
peluang peningkatan produksi wijen nasional masih terbuka yakni berupa
areal lahan kering yang mencapai lebih dari 75 % lahan pertanian.
Kendala pada pengembangan wijen adalah rendahnya produktivitas
karena usahataninya dilakukan secara ekstensif dan umumnya
ditumpangsarikan dengan palawija atau padi gogo dan keterbatasan benih
unggul yang dapat berproduksi tinggi. Hal ini ini antara lain disebabkan oleh
karena pertanaman wijen yang dikembangkan berasal dari benih yang tidak
jelas asal-usulnya. Agar dapat dicapai produktivitas yang tinggi maka perlu
penggunaan benih unggul yang dapat diperbanyak memalui penangkar
benih wijen. Untuk keberhasilan menjadi penangkar benih unggul ini
diperlukan pedoman teknis perbenihan wijen.

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
II. PERSYARATAN PEMBANGUNAN PERBENIHAN WIJEN
Dalam menghasilkan benih bermutu, perlu dibangun kebun
penangkar benih wijen secara monokultur. Untuk itu perlu dipenuhi
beberapa persyaratan untuk pembangunan perbenihan wijen yaitu :

1. Lokasi
Sebelum menentukan lokasi kebun penangkar benih wijen perlu
mengetahui sejarah penggunaan lahan. Apabila pada tahun sebelumnya
lahan tersebut pernah ditanami dengan varietas wijen lainnya atau
pernah terjadi serangan penyakit agar tidak digunakan sebagai kebun
penangkar benih. Selain itu kebun penangkar benih harus terpisah
(terisolasi) dari pertanaman varietas wijen lainnya dengan jarak seperti
pada tabel 2. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya persilangan
alami dengan varietas lainnya.
Tabel 2. Jarak isolasi minimum penangkaran benih wijen.
Jarak isolasi minimum
Sumber kontaminasi
BD BP/BS
Varietas lain 100 m 50 m
Keterangan : BD = Benih Dasar, BP = Benih pokok, BS = Benih sebar

Selain itu persyaratan yang harus dipenuhi untuk kebun penangkar


benih wijen antara lain :
a. Dekat dengan jalan agar memudahkan pengawasan, penyediaan
saprodi dan pengangkutan hasil
b. Dekat dengan sumber air
c. Dekat daerah pengembangan
d. Lokasi bebas dari serangan hama dan penyakit
e. Mendapatkan sinar matahari secara maksimal

2. Tanah dan Iklim


a. Tanah
Tumbuh baik dan berhasil pada semua jenis tanah, dapat tumbuh di
lahan yang kurang subur maupun subur, yang terbaik pada tanah
lempung berpasir yang subur dengan pH 5,5 - 8,0. Tanah dangkal
ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
dan tanah bergaram kurang sesuai. Selain itu, wijen menghendaki
drainase baik karena wijen tidak tahan tergenang, oleh karena itu
pada tanah berat saluran drainase sangat diperlukan agar kelebihan
air dapat segera dibuang.

b. Iklim
Tanaman wijen sesuai untuk daerah tropik, dengan ketinggian 1 -
1.200 meter di atas permukaan laut (m dpl), sensitif terhadap suhu
rendah, curah hujan tinggi, dan cuaca mendung terutama saat
pembungaan. Suhu optimal yang dikehendaki selama pertumbuhan
25 - 30 C dengan cahaya penuh.
Wijen peka terhadap panjang hari dan termasuk tanaman hari
pendek, dengan lama penyinaran sekitar 10 jam/hari. Panjang hari
sangat berpengaruh terhadap produksi, karena itu penundaan waktu
tanam dari waktu optimal akan menurunkan produksi.
Wijen merupakan tanaman yang tahan kering, selama pertumbuhan
menghendaki curah hujan 400 mm 650 mm. Curah hujan kurang
dari 300 mm atau lebih dari 1.000 mm yang terjadi selama
pertumbuhannya akan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman
wijen. Bila wijen ditanam pada awal musim hujan, kemudian curah
hujan sesuai dan panen jatuh pada awal musim kemarau, maka
pertumbuhan dan produksi optimal akan tercapai.

3. Varietas Anjuran
Macam varietas yang digunakan perlu disesuaikan dengan tujuan
pertanaman, kondisi iklim (ketersediaan air) dan tanah. Mengingat
masing-masing varietas mempunyai daya adaptasi yang berbeda
terhadap kondisi setempat serta mempunyai habitus dan umur yang
berbeda. Varietas berumur dalam digunakan untuk daerah yang jangka
waktu ketersediaan air cukup panjang. Apabila benih yang dihasilkan
akan dipergunakan untuk pertanaman monokultur, dianjurkan
menggunakan varietas yang bercabang, sedangkan pertanaman
polikultur sebaiknya menggunakan varietas yang tidak bercabang. Pada
ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
tahun 1997 telah dilepas 2 (dua) varietas wijen oleh Menteri Pertanian,
yaitu Sumberrejo 1 (Sbr.1) dengan SK Nomor 723/Kpts/TP.240/7/1997
tanggal 21 Juli 1997 dan Sumberrejo 2 (Sbr.2) dengan SK Nomor
722/Kpts/TP.240/7/1997 tanggal 21 Juli 1997. Karakter dan potensi
produksi dari masing-masing varietas unggul wijen seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Karakter varietas unggul wijen
No Karakter Sumberrejo 1 (Sbr.1) Sumberejo 2 (Sbr.2)
1 Jenis Wijen putih Wijen putih
2 Warna bunga Keunguan Putih keunguan
3 Warna daun Hijau tua Hijau
4 Habitus Bercabang banyak Tidak bercabang
5 Jumlah cabang 5 10 cabang -
6 Tinggi tanaman 120 160 cm 100 150 cm
7 Umur panen 90 110 hari 75 100 hari
8 Jumlah ruang 8 ruang 4 ruang
polong
9 Jumlah polong 80 120 buah 65 89 buah
per pohon
10 Jumlah biji per 110 120 biji (sedang) 70 80 biji
polong
11 Warna biji Putih Putih pucat
12 Berat 1.000 biji 2,7 gram 3,4 gram
13 Kadar minyak 59 (DB) 57,09 (DB)
14 Potensi 1 1,6 ton/hektar 0,8 - 1,4 ton/hektar
produksi
15 Sesuai untuk Monokultur/Polikultur Polikultur
16 Daya adaptasi Sesuai untuk lahan kering Sesuai untuk lahan
di Jatim, Jateng, NTB dan kering di NTB dan
Sulsel Sulsel
17 Ketahanan
terhadap :
- Phytopthora Agak tahan -
- Cercospora Agak tahan -
- Phythium Agak tahan Tahan
- Hama tungau Tahan Agak tahan

Sumber : Suprijono et al (1996)

4. Benih

Untuk penyediaan benih wijen, perlu dibangun kebun penangkar benih


pokok maupun benih sebar. Untuk membangun kebun penangkar benih
harus menggunakan benih sumber yang berlabel (telah disertifikasi).
Benih dasar (label putih) digunakan untuk menghasilkan benih pokok,
ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
sedangkan benih pokok (label ungu) digunakan untuk menghasilkan
benih sebar. Benih dasar dapat diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat (Balittas) yang berkedudukan di Malang.
Kebutuhan benih pokok maupun sebar untuk pertanaman monokultur
sekitar 2-4 kg/ha, tergantung jarak tanam.

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
III. PELAKSAAN PEMBANGUNAN PERBENIHAN WIJEN

1. Persiapan lahan
Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma. Untuk lahan
sawah 1 minggu sebelum tanam tanah diolah dengan cangkul 2 - 3 kali,
tetapi apabila menggunakan bajak dengan traktor cukup 1 kali kemudian
dirotari dan dibuat petakan 10 m x 2,5 m untuk memudahkan pengairan.
Pada lahan kering dapat digunakan bajak sapi 3 kali, kemudian dibuat
petakan-petakan 10 m x 10 m sebagai saluran drainase dan saluran
pembuangan agar pertanaman tidak tergenang.

2. Penanaman dan Pemeliharaan


a. Penanaman
Secara umum jarak tanam bervariasi (10 - 25) cm x (30 - 75) cm,
tergantung dari varietas tanaman. Varietas genjah lebih rapat
dibanding varietas dalam, begitu pula semakin sedikit
percabangannya ditanam semakin rapat. Varietas Sumberrejo 1
jarak tanamnya 60 cm x 25 cm dan Sumberrejo 2 jarak tanam 40 cm
x 25 cm. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 2 - 4
cm, tiap lubang tanam diisi 5 butir biji, dibutuhkan benih 2 - 4 kg/ha,
bila penanaman disebar keperluan benih lebih banyak. Untuk
memudahkan penanaman biji dicampur dengan abu atau pasir halus.

b. Pemeliharaan :
Pengairan
Untuk pertanaman musim kemarau di lahan sawah, pengairan/irigasi
dilakukan pada umur tanaman 0, 15, 30, 45 dan 60 hari (tergantung
jenis tanah).
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada umur 1 2 minggu. Tanaman wijen
mudah hidup bila dipindah, sehingga memungkinkan menggunakan
bahan tanaman untuk menyulam dari lubang tanam lain yang

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
tumbuh lebih dari 2 (dua) tanaman yang dapat dilakukan pada umur
2 3 minggu.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada tanaman yang lebih dari 2 batang per
lubang pada umur 2 - 3 minggu dengan cara dicabut secara hati-hati
dan disisakan 2 tanaman per lubang.
Pemupukan
Bersamaan dengan waktu tanam atau paling lambat pada umur
tanaman 1 minggu diberikan pupuk SP-36 dengan dosis 50 kg/ha
dan ZK atau KCl 50 kg/ha, sedangkan pupuk Urea diberikan 2 kali
yaitu pemupukan I diberikan 1/3 (sepertiga ) dosis diberikan pada
umur 2 minggu dengan dosis 35 kg/ha dan pemupukan II diberikan
pada umur 6 minggu dengan dosis 65 kg/ha. Pemberian dapat
dilakukan dengan cara ditugal sedalam 5 cm dengan jarak 5 10 cm
dari lubang tanam, kemudian lubang harus ditutup.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila gulma telah mengganggu sampai dengan
tanaman umur 40 hari bebas dari gangguan gulma. Penyiangan
dilakukan pada umur 3 minggu dengan menggunakan sabit atau
cangkul. Kemudian pada umur 6 minggu dilakukan pembumbunan
dengan menggunakan cangkul.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada musim kemarau biasanya hama yang menyerang adalah hama
penghisap daun (tungau) Polyphagotarsonemus latus yang
menyebabkan daun keriting dan berkerut. Pengendalian dilakukan
dengan pestisida Omite 570 EC atau Kelthane 200 EC dengan dosis
sesuai anjuran, disemprotkan dipermukaan bawah daun. Hama
lainnya yang sering dijumpai pada tanaman wijen adalah Agrotis sp.,
yang menyerang akar tanaman, sedangkan hama Tetranychus sp.
(tungau) dan Aphis sp. (kutu daun) mengisap cairan tanaman
sehingga daun menjadi keriting. Pengendalian secara kimia untuk
Agrotis sp. digunakan Furadan 3 G sebanyak 40kg/ha dengan cara
disebar disekitar tanaman, untuk hama Tetranychus sp. digunakan
ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
pestisida Omite 570 EC atau Kelthane 200 EC dan hama Aphis
sp.menggunakan pestisida Orthene atau Perfection.
Penyakit pada tanaman wijen dianggap lebih penting dari pada
hama, karena minimbulkan kerusakan dan kerugian yang lebih
besar. Penyakit utama yang menyerang tanaman wijen adalah
penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur
Phytopthora sp., Rhizoctonia sp.,Sclerotium rolfsii , Fusarium sp. dan
Phythium sp. Pengendalian secara kimia dirasa kurang efisien,
sehingga umumnya ditempuh dengan penggunaan varietas yang
toleran dan tidak menaman pada lahan yang pernah terserang
penyakit.
Seleksi tanaman (roguing)
Tujuan roguing adalah untuk mendapatkan benih yang murni
varietasnya dan sehat. Tanaman wijen yang pertumbuhannya
abnormal atau tanaman sakit dan menyimpang dari varietas yang
ditanam harus dibuang. Waktu pelaksanaan roguing paling sedikit 2
kali yaitu pada tanaman sebelum berbunga dan sesudah berbunga
(umur 45 dan 65 hari). Batas toleransi campuran tanaman atau
tanaman menyimpang seperti tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Batas toleransi campuran tanaman atau tanaman


menyimpang

Batas toleransi kebun benih


No Faktor campuran
(tanaman per ha)
Benih Benih Benih
Dasar Pokok Sebar
1 Varietas lain dan tanaman 0.10 % 0.20% 0.20 %
menyimpang
2 Tanaman spesies lain 0 0 0

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
IV. PENANGANAN BENIH WIJEN

1. Panen
Panen yang tepat dilakukan bila 2/3 (dua pertiga) dari polong sudah
berwarna hijau kekuningan dan daun-daun sudah mulai gugur.
Penguningan dimulai dari polong-polong yang berkedudukan di bawah.
Bila terlambat panen polong akan pecah, biji jatuh dan tidak lagi dapat
diambil. Pemanenan sebaiknya menggunakan sabit bergerigi, dengan
cara batang dipegang dan dipotong 15 - 20 cm dibawah kedudukan
polong, kemudian batang yang sudah dipanen diikat dengan diameter
15 - 20 cm.
2. Prosesing Benih
Batang wijen yang sudah dipanen dan diikat kemudian dijemur dalam
kedudukan berdiri disandarkan pada palang bambu, di bawah tempat
penjemuran diletakkan tikar/tempat menampung biji wijen agar biji yang
jatuh mudah dikumpulkan. Bila lantai jemur ini dari plester, tidak lagi
diperlukan tempat menampung. Jika nampak polong-polong sudah
pecah, ikatan batang wijen dibalik yaitu ujungnya terletak dibawah
sehingga biji keluar. Untuk mendorong biji keluar, batang dipukul-pukul
dengan tongkat dan kalau belum semua biji dapat keluar, ikatan batang
tadi dijemur ulang dengan kedudukan berdiri seperti semula dan biji
dikeluarkan lagi sampai habis. Biji yang telah keluar dari polong ditampi
dan dijemur lagi, umumnya selama 1 (satu) hari pada panas terik sudah
kering dengan kadar air < 6 %. Adapun tahapan proses pembijian
adalah seperti tertera pada Tabel 5.

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
Tabel 5. Tahapan proses pembijian

No Tahapan proses Cara

1 Penjemuran Selama 5 - 7 hari hingga ujung polong membuka


bendel tanaman
2 Pengeluaran biji Bendelan batang wijen dibalik dan dipukul tongkat
kayu hingga biji jatuh. Hindari pemukulan yang
terlalu keras yang mengakibatkan bagian tanaman
lainnya rontok
Proses 1 dan 2 dapat dilakukan 3 kali sampai semua
biji keluar
3 Penampian Penampian dilakukan dengan tampah atau alat
penampi (blower) untuk memisahkan biji dengan
kotoran.
4 Penjemuran biji Sampai kadar air mencapai kurang 6 %

3. Pengemasan dan pelabelan


Dalam rangka mempertahankan mutu benih dan memperjelas informasi
tentang kebenaran benih, maka benih dikemas dengan standar
pengemasan sebagai berikut :
a. Bahan kemasan menggunakan kantong plastik ukuran 5 kg dengan
ketebalan minimal 0,08 mm
b. Kemasan diberi label dengan keterangan sebagai berikut :
1) Kelas benih (BP/BS)
2) Nama Varietas
3) Berat netto 5 kg
4) Kadar air benih < 6 %
5) Daya berkecambah > 80 %
6) Kemurnian benih > 98 %
7) Masa berlaku 6 bulan

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
4. Penyimpanan dan Peredaran Benih
Benih yang sudah dikemas disimpan di gudang dengan standar
penyimpanan sebagai berikut :
a. Penyimpanan dilakukan di dalam ruangan dengan suhu kamar
b. Gudang penyimpanan harus bersih, kering dan rapat untuk
menghindari adanya hama gudang, tikus dan lain-lain
c. Kemasan benih disusun di rak-rak benih dengan rapi sehingga
memudahkan pengawasan dan pengambilannya
Benih untuk dapat diperdagangkan harus :
a. Bersertifikat (berlabel) yang dikeluarkan oleh BP2MB/UPTD
setempat
b. Warna label berwarna ungu untuk benih pokok dan warna biru untuk
benih sebar.

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)
V. BIAYA PEMBANGUNAN KEBUN PENANGKAR BENIH WIJEN

Biaya infestasi pada penangkaran benih wijen dan analisa usahataninya per
hektar seperti tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisa usahatani dan biaya pembangunan kebun penangkar benih


wijen

No Uraian Volume Harga Total Biaya


Satuan (Rp) (Rp)
I Pengeluaran
1 Upah Kerja 4.200.000
- Pengolahan tanah 50 HOK 20.000 1.000.000
- Tanam, menyulam dan penjarangan 30 HOK 20.000 600.000
- Menyiang, memupuk, membumbun 60 HOK 20.000 1.200.000
- Mengairi 15 HOK 20.000 300.000
- Pengendalian hama penyakit 7 HOK 20.000 140.000
- Roguing 8 HOK 20.000 160.000
- Sertifikasi lapangan dan laboratorium 1 paket 200.000 200.000
- Panen, prosesing, pengemasan dan 30 HOK 20.000 600.000
penyimpanan

2 Bahan 722.000
- Benih dasar/pokok 4 kg 15.000 60.000
- Urea 100 kg 1.300 130.000
- SP.36 50 kg 1.600 80.000
- KCl/ZK 50 kg 2.000 100.000
- Pestisida 1 paket 100.000 100.000
- Karung plastik 20 lb 3.000 60.000
- Kantong plastik (5 kg) bersablon 160 lb 1.000 160.000
- Label 160 lb 200 32.000

Jumlah pengeluaran 4.922.000

II Pendapatan
- Hasil penjualan benih pokok 1 ha 800 kg 15.000 12.000.000
- Hasil penjualan benih sebar 1 ha 800 kg 12.500 10.000.000

Catatan :
Keuntungan per hektar berkisar antara Rp 5.000.000 Rp 7.000.000.
Faktor perbanyakan benih wijen 1 ha untuk 200 ha pertanaman.
Populasi tanaman dalam 1 ha sebanyak 66.666 lubang tanam atau 133.000
batang.

ARMAS/Buku-Wijen (Revisi_1)

Anda mungkin juga menyukai