Anda di halaman 1dari 4

Bohr Effect

Darah adalah jaringan pengikat dalam tubuh yang berfungsi sebagai sarana
transportasi nutrisi seperti proton, oksigen (O2), karbondioksida (CO2), dan
molekul lain (Pittman, 2011). Darah memiliki molekul pengikat sebagai pembawa
molekul seperti oksigen dan karbondioksida yaitu hemoglobin. Hemoglobin
berfungsi mengikat oksigen dari pulmo menuju ujung kapiler yang mendekati
jaringan sekitar 10 m yang kemudian terjadi difusi pasif (Pittman, 2011) dan
mengikat karbondioksida dari jaringan menuju pulmo. Hemoglobin memiliki sifat
dan afinitas terhadap oksigen fluktiatif yang dijelaskan sebagai teori Bohr Effect.
Teori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1904 oleh ahli fisiologi Denmark
Christian Bohr. Mekanisme terjadinya Bohr Effect dapat dijelaskan secara
fisiologis dan biokimia sebagai berikut.
1. Mekanisme
Hemoglobin adalah protein dalam darah yang berfungsi untuk
transportasi nutrisi seperti oksigen. Hemoglobin memiliki afinitas terhadap
oksigen yang berubah seiring ikatan dengan proton dan karbondioksida. (Hall
dan Guyton, 2016:532).
Hemoglobin dari jaringan menuju pulmo dengan mengikat CO 2 dan H+
sebagai hasil metabolisme sel. Pada awal mencapai pulmo hemoglobin penuh
mengikat karbondioksida dan proton, sehingga oksigen sukar mengikat
hemoglobin. Namun disisi lain perbedaan PCO2 menyebabkan difusi dari
darah menuju atmosfer. Saat
kadar karbondioksida
menurun, afinitas
hemoglobin terhadap
oksigen meningkat,
sehingga oksihemoglobin
mudah terbentuk. Secara
Sumber: Dikutip dari Murray: Harpers Illustrated
Biochemistry biokimia Hb berikatan
dengan CO2 dan H+
membentuk HbCO2 dan HbH+ yang akan menurunkan pH darah kemudian
menggeser kurva disosiasi ke kanan (Murray, 2016:56).
Pada awal molekul oksigen mengikat hemoglobin menyebabkan
pergeseran pada besi heme dari posisi T sekitar 0,04 nm ke arah belakang,
sehingga menyebabkan rotasi unit / sebesar 15o relatif terhadap sub unit
lain kemudian tetramer menjadi lebih kompak. Jembatan garam mulai putus
hemoglobin berotasi berubah menjadi posisi R. Perubahan posisi T menjadi
ke posisi R. Posisi R adalah keadaan hemoglobin dengan afinitas oksigen
tinggi. Ikatan oksihemoglobin selanjutnya lebih mudah karena harus
memutus jembatan garam yang lebih sedikit (Murray, 2016:55-56).

Oksihemoglobin dialirkan menuju jaringan perifer. Perbedaan tekanan


parsial O2 menyebabkan difusi menuju jaringan. Putusnya ikatan HbO
menyebabkan CO2 dan proton mudah untuk tergabung kembali. Hemoglobin
juga mengikat ion hasil metabolisme dalam jaringan termasuk nitrogen
membentuk karbamat. Karbamat mengubah muatan terminal amino dari
positif ke negatif sehingga mempermudah pembentukan jembatan garam
rantai dan . CO2 terikat dengan hemoglobin dalam bentuk Asam Karbonat
(H2CO3) menuju paru. Asam karbonat dalam darah dikatalisis oleh enzim
karbonik anhidrase menjadi CO2 dan H2O (Murray, 2016:56).

Lepasnya CO2 dalam


darah akan menggeser kurva
ke kiri kembali
meningkatkan afinitas
hemoglobin terhadap O2.
Sebaliknya O2 yang lepas
membuat hemoglobin
mengikat H+, akibatnya pH
darah turun kemudian perlahan akan membuat kurva disosiasi ke kanan dan
hemoglobin akan berikatan dengan CO2. Penggabungan timbal balik
hemoglobin antara CO2 dan proton dengan O2 disebut dengan efek Bohr
(Murray, 2016:56).

2. Kasus Spesial
Karbon monoksida dikenal sebagai zat yang memiliki afinitas terhadap
hemoglobin lebih besar sebesar 200 kali dibanding oksigen (Collin et al,
2015:198). Karbon monoksida mengikat pada sisi yang sama dengan ikatan
oksigen terhadap hemoglobin (Hall dan Guyton, 2016:534) dan membentuk
carboxyhemoglobin (COHb). Sehingga karbon monoksida adalah inhibitor
competitive oksigen yang bisa mempengaruhi efek bohr menggeser kurva
disosiasi ke kiri kemudian menurunkan kadar oksigen dalam darah (Collin et
al, 2015:198).
Karbon monoksida bisa menyebabkan kematian jika terhirup terus
menerus dengan intensitas tertentu. Karbon monoksida bukan zat yang
normal berada pada atmosfer. Karbon monoksida berasal dari pembakaran
yang kurang sempurna bahan bakar minyak motor, batu bara, kayu, dan
tembakau (Sherwood, 2013:519) termasuk juga AC mobil, kerusakan alat
pemanas ruangan dan rokok (Sen et al, 2010). Dalam penelitian Soumitra Sen
et al (2010) menunjukkan kadar carboxyhemoglobin berbanding lurus dengan
penggunaan tembakau dalam artikel jurnalnya menyertakan hasil penelitian
dari Ernst dan Zibrak (1998) menunjukkan bahwa perokok berat memiliki
kadar COHb <10% hingga 15%. Zat ini berbahaya karena saat menghirup
tidak berasa, berwarna, dan berbau, sehingga korban tidak akan merasa
bahwa dirinya sedang menghirup racun (Sherwood, 2013:519).
Pasien keracunan karbon monoksida harus dibawa ke tempat dengan
udara bersih dan diberikan dengan oksigen konsentrasi tinggi. Dasar konsep
tata laksana ini bahwa semakin tinggi PO2 akan meningkatkan difusi untuk
menggantikan CO dari hemoglobin (Collin et al, 2015:198). Pada literature
lain disebutkan bahwa tatalaksana yang bisa diberikan adalah pemberian CO 2
konsentrasi rendah supaya darah yang mengandung CO2 akan terbawa
menuju reseptor di otak dan tubuh akan merespon sebagai kekurangan
oksigen dengan meningkatkan ventilasi (Hall dan Guyton, 2016:534)

3. Referensi
Collins, J.A., A. Rudenski., J. Gibson., dan R. ODrisscoll. 2015. Relating
oxygen partial pressure, saturation and content: the haemoglobin
oxygen dissociation curve. Breathe, 11(3), 198. (retrieved from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4666443/#C4)
Hall, J.E., dan Guyton, A.C. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical
Physiology, 13th Ed. Philadelphia: ELSEVIER
Murray, R K., D.A. Bender, K.M. Botham, P.J. Kennelly, V.W. Rodwell, dan
P.A. Weil. 2016. Harpers Illustrated biochemistry, 30th Ed. Mc Graw
Hill, Inc
Pittman, R.N. 2011. Regulation of Tissue Oxygenation. Chapter 2, The
Circulatory System and Oxygen Transport. San Rafael (CA): Morgan &
Claypool Life Sciences ( Retrieved from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK54112/ )
Sen, S., C. Peltz, J. Beard, dan B. Zeno. 2010. Recurrent carbon monoxide
poisoning from cigarette smoking. The American Journal of the
Medical Science 340(5): 427 - 428 ( retrieved from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20739872 )
Sherwood, L. 2013. FISIOLOGI MANUSIA: DARI SEL KE SISTEM, Ed.8.
Jakarta:EGC

SP Blok Hematologi
NAMA : Fathu Thaariq Baihaqy
NIM : G0015082
Angkatan : 2015 (Arthron)

Anda mungkin juga menyukai