Anda di halaman 1dari 3

Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Kurva disosiasi oksihemoglobin terdiri dari dua bagian kurva, yaitu bagian curam (PO2 0-60
mmHg) dan bagian mendatar (PO2 >60 mmHg). Perbedaan dua bagian ini adalah pada bagian kurva
curam perubahan kecil pada PO2 menghasilkan perubahan besar pada saturasi oksigen. Sebaliknya,
pada bagian kurva yang mendatar, perubahan besar pada PO 2 hanya menghasilkan perubahan kecil
pada SaO2.
Kurva disosiasi oksihemoglobin juga dibagi menjadi bagian asosiasi dan bagian disosiasi.
Penggabungan oksigen dan hemoglobin terjadi di paru dimana PO 2 meningkat dari 40 mmHg pada
pembuluh darah vena menjadi 100 mmHg. Oleh karena akhir dari proses ini adalah masuknya oksigen
ke dalam darah yang terjadi pada fase kurva yang mendatar, maka bagian ini sering disebut juga bagian
asosiasi. Sebaliknya, bagian curam kurva ini sering disebut juga bagian disosiasi, karena merupakan
kurva bagian akhir pelepasan oksigen yang terjadi ketika PO 2 turun dari 100 mmHg menjadi 40 mmHg
pada kapiler sistemik. (Malley, 1990)
Faktor-faktor yang Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin
Efektifitas ikatan hemoglobin dan oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini
juga yang kemudian mengubah kurva disosiasi. Pergeseran kurva ke kanan disebabkan oleh
peningkatan suhu, peningkatan 2,3-DPG, peningkatan PCO2, atau penurunan pH. Untuk kondisi
sebaliknya, kurva bergeser ke kiri. Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan penurunan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen. Sehingga hemoglobin sulit berikatan dengan oksigen (memerlukan
tekanan parsial yang tinggi bagi hemoglobin untuk mengikat oksigen). (Nielufar, 2000)
Pergeseran kurva ke kiri dan peningkatan afinitas tampak memberikan manfaat bagi pasien
karena hemoglobin dapat mengikat oksigen lebih mudah. Bagaimanapun, hemoglobin telah tersaturasi
97 % dengan afinitas yang normal,sehingga tidak terdapat penambhan oksigen yang cukup bermakna
dengan adanya pergeseran kurva ke kiri. Bahkan, peningkatan afinitas Hb-O ini dapat mengganggu
pelepasan oksigen ke dalam jaringan dan pada umumnya menimbulkan dampak yang merugikan.
(Malley, 1990)
Di sisi lain, penurunan afinitas Hb-O dan pergeseran kurva ke kanan, biasanya meningkatkan
pelepasan oksigen ke jaringan dan sering merupakan mekanisme kompensasi yang berharga. Pergeseran
kurva ke kanan menyebabkan seseorang dengan PO2 90 mmHg mampu meningkatkan pelepasan
oksigen hingga 60 %. Namun, pergeseran ini akan memiliki dampak yang merugikan ketika seseorang
memiliki PO2 kurang dari 60 mmHg. Ketika terjadi hipoksemia, pergeseran kurva ke kanan dapat
menurunkan masuknya oksigen ke dalam darah dengan cukup bermakna. Kerugian ini sepertinya lebih
berat daripada manfaatnya. (Malley, 1990)
DPG normal dalam darah mempertahankan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sedikit
bergeser ke kanan setiap saat. Tetapi, pada keadaan hipoksia yang berlangsung lebih dari beberapa
jam, jumlah DPG akan meningkat, dengan demikian, menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin
lebih ke kanan. Ini menyebabkan oksigen dilepaskan ke jaringan pada tekanan oksigen 10 mmHg lebih
besar daripada keadaan tanpa peningkatan DPG ini. Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, hal ini
dapat menjadi suatu mekanisme penting untuk menyesuaikan diri terhadap hipoksia, khususnya
terhadap hipoksia akibat aliran darah jaringan yang kurang baik. Namun, adanya kelebihan DPG juga
akan menyulitkan hemoglobin untuk bergabung dengan oksigen dalam paru bila PO2 alveolus
dikurangi, dengan demikian kadang-kadang menimbulkan resiko juga selain manfaat. Oleh karena itu
pergeseran kurva disosiasi DPG memberi manfaat pada keadaan tertentu tetapi merugikan pada
keadaan lain. (Brandis, 2006)
Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sebagai respon terhadap perubahan karbon
dioksida dan ion hidrogen memberi pengaruh penting dalam meninggikan oksigenasi darah dalam paru
serta meningkatkan pelepasan oksigen dari darah dalam jaringan. Ini disebut Efek Bohr, dan dapat
dijelaskan sebagai berikut: Ketika darah melalui paru, karbon dioksida berdifusi dari darah ke dalam
alveoli.Ini menurunkan PCO2 darah dan konsentrasi ion hidrogen sebagai akibat penurunan asam
karbonat darah. Efek dari dua keadaan ini menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri dan
ke atas. Oleh karena itu, jumlah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin menyebabkan PO2
alveolus meningkat, dengan demikian transpor oksigen ke jaringan lebih besar. Bila darah mencapai
jaringan kapiler, terjadi efek yang tepat berlawanan. Karbon dioksida yang memasuki darah dari
jaringan menggeser kurva ke kanan, memindahkan oksigen dari hemoglobin ke jaringan dengan PO2
yang lebih tinggi daripada seandainya tidak terjadi demikian. (Brandis, 2006)
Faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan pergeseran kurva disosiasi :
 Effects of carbon dioxide. Carbon dioxide mempengaruhi kurva dengan 2 cara : pertama,
dengan mempengaruhi intracellular pH (the Bohr effect), dan kedua, akumulasi CO2 menyebabkan
penggunaan carbamine. Penurunan carbamin akan menggeser kurva ke kiri. (Brandis, 2006)
 Carbon Monoxide. Karbon monoksida mengikat hemoglobin 240 kali lebih kuat daripada
dengan oksigen, oleh karena itu keberadaan karbon monoksida dapat mempengaruhi ikatan
hemoglobin dengan oksigen. Selain dapat menurunkan potensi ikatan hemoglobin dengan oksigen,
karbon monoksida juga memiliki efek dengan menggeser kurva ke kiri. Dengan meningkatnya jumlah
karbon monoksida, seseorang dapat menderita hipoksemia berat pada saat mempertahankan PO 2
normal. (Brandis, 2006)
 Effects of Methemoglobinemia (bentuk hemoglobin yang abnormal). Methemoglobinemia
menyebabkan pergeseran kurva ke kiri.6
 Fetal Hemoglobin. Fetal hemoglobin (HbF) berbeda secara struktur dari normal hemoglobin
(Hb). Kurva disosiasi fetal cenderung bergerak ke kiri dibanding dewasa. Umumnya, tekanan oksigen
arteri pada fetal rendah, sehingga pengaruh pergeseran ke kiri adalah peningkatan uptake oksigen
melalui plasenta. (Brandis, 2006)

Anda mungkin juga menyukai