Anda di halaman 1dari 4

Difusi dan transport dari Sherwood

Jika suatu alveolus mendapatkan supplay udara(ventilasi) lebih sedikit daripada aliran darah
(perfusi), maka kaddar CO2 akan meningkat di alveolus dan jaringan sekitar karena darah
menyalurkan lebih banyak CO2 daripada yang dikeluarkan ke atmosfer.
CO2↑ → relaksai otot polos bronkiolus → dilatasi saluran pernafasan → ↑ udara yang masuk.
O2 ↑ → kontraksi otot polos arteriol → konstriksi pembuluh darah → ↑ resistensi → ↓ aliran
darah
Jika aliran darah lebih besar daripada aliran udara ke alveolus, maka kadar O2 di alveolus dan
jaringan sekitar turun dibawah normal karena darah mengekstraksi O2 alveolus lebih banyak.
Menyebabkan vasokonstriksi arteriol.
Jika O2 ↑ → vasodilatasi local → ↑ aliran darah
Tekanan parsial = tekanan yang ditimbulkan oleh gas tertentu berbanding lurus dengan
presentase gas tersebut dalam campuran total.
Gradien tekanan parsial = perbedaan tekana parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar. Gas
selalu berdifusi menuru gradient tekanan parsialnya, dari tinggi ke rendah.
Udara masuk → dilembabkan oleh H2O (mengencerkan tekanan)
Ventilasi terus-menerus mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradien
tekanan antara darah dan alveolus dipertahankan.
PO2 atmosfer = 160mmHg
PO2 alveolus = 100mmHg
PO2 arteri pulmo (dari jaringan tubuh) = 40mmHg
Sewaktu meninggalkan kapiler paru darah memiliki PO2 yang sama dengan PO2 alveolus.
PCO2 kapiler paru (arteri pulmo) = 46 mmHg
PCO2 vena pulmo (meninggalkan pulmo) = 40mmHg
Jumlah O2 yang diserap di paru menyamai jumlah yang di ekstrasi oleh jaringan. Maka terjadi
penurunan graddien yang lebih besar (mis. Antara 100mmHg dan 30mmHg). Penyerapan O2
menyamai pemakaian O2 meskipun konsumsi O2 meningkat. Pada hal ini ventilasi juga
dirangsang menjadi lebih cepat.
Hukum Fick : kecepatan difusi suatu gas melalui suatu lembaran jaringan bergantung pada luas
permukaan dan ketebalan membrane yang harus dilewati oleh gas yang berdifusi serta
koeffisieen difusinya.
Efek Luas Permukaan
Pada emfisema luar permukaan berkurang karena banyak dinding alveolus yang lenyap.
Efek Ketebalan

Ketebalan meningkat pada (1) edema paru, akumulasi berlebihan cairan interstisium antara alveolus dan
kapiler paru akibat peradangan dan gagal jantung kiri; (2) fibrosis paru, penggantian jaringan paru oleh
jaringan ikat tebal sebagai respon terhadap iritasi tertentu; (3) pneumonia, ditandai oleh akumulasi cairan
peradangan di dalam atau sekitar alveolus.

Efek Koefisien

Koefisien CO2 20 daripada O2, sehingga CO2 lebih mudah larut di jaringan tubuh daripada O2, dan lebih
cepat 20 menembuh membrane pernafasan.

Jumlah O2 yang dipindahkan ke sel dan jumlah CO2 yang dibawa menjauhi sel bergantung pada tingkat
metabolism sel.

Difusi bersih (netto) O2 terjadi (1) antara alveolus dan darah; (2) antara darah dan jaringan.

Difusi bersih (netto) CO2 terjadi (1) antara jaringan dan darah; (2) antara darah dan alveolus.

TRANSPOR GAS

O2 larut (1,5%)
Jumlah O2 yang larut berbanding lurus dengan PO2 darah
Pada PO2 arteri normal sebesar 100mmHg, hanya 3ml O2 per 1 lt darah yang larut → pada
aliran darah paru normal 5 lt/menit (curah jantung istirahat) maka hanya 15ml O2 / mmenit yang
dapat larut.
PO2 adalah ukuran bagian O2 yang larut bukan kandungan O2 total darah.
Berikatan dengan Hb (98,5%)
O2 yang terikat ke Hb tidak membentuk PO2
Hb + O2 ↔ HbO2
Saturasi Hemoglobin
Persen saturasi hemoglobin = ukuran seberapa banyak Hb yangada berikatan dengan O2.
Hb dianggap jenuh jika semua Hb yang ada membawa O2nya secara maksimal.
Faktor penting yang menentukannya adalah PO2 darah, yang secara fisik larut dalam darah.
Hukum aksi masa = jika konsentrasi satu bahan yang terlibat dalam suatu reaksi reversible
meningkat maka reaksi terdorong kearah berlawanan.
Hb + O2 ↔ HbO2
ketika PO2 darah ↑ → reaksi bergerak ke kanan, meningkatkan pembentukan HbO2 (↑ %
saturasi O2)
ketika PO2 darah ↓ → reaksi kearah kiri, O2 dibebaskan dari Hb
PO2 arteri turun jika (1) di tempat tinggi, (2) di lingkungan yang kurang O2, (3) gannguan paru
atau gangguan sirkulasi atau gangguan ventilasi
Dalam kapiler sistemik, darah mengalami keseimbangan dengan sel jaringan sekitar pada PO2
rerata 40mmHg.
Darah vena yang kembali ke paru memiliki saturasi 75%.
Hb berperan penting dalam jumlah total O2 yang dapat diangkut oleh darah diparu dan
dibebaskan ke jaringan.
FAKTOR YANG MENENTUKAN SATURASI HB
Faktor utama : PO2 darah
1. Efek CO2 : menggeser kurva ke kanan; menurunkan afinitas Hb terhadap O2, sehingga
Hb membebaskan lebih banyak O2 di tingkat jaringan dibandingkan jika hanya
penurunan PO2 di kapiler sistemik.

2. Efek asam : menggeser kurva ke kanan; menurunkan afinitas Hb; menambah jumlah O2
yang dibebaskan ditingkat jaringan untuk PO2 tertentu.

3. Efek Bohr : Pengaruh CO2 dan asam; mengurangi afinitas Hb terhadap O2, karena Co2
dan H+ dapat berikatan dengan Hb sehingga terjadi perubahan struktur, dan
keberadannya di Hb mempermudah pembebasan O2.

4. Efek suhu : menggeser kurva ke kanan; menyebabkan O2 lebih banyak dibebaskan pada
PO2 tertentu.

Efek di atas berbanding terbalik jika di paru. Karena CO2 dikeluarkan dan lingkungan
local lebih dingin. Afinitas Hb terhadap O2 meningkat di lingkungan kapiler paru dan
memperkuat efek peningkatan PO2 dalam pengikatan O2 ke Hb.

5. Efek 2,3-DPG : berikatan reversibel dengan Hb dan mengurangi afinitas Hb terhadap O2;
menggeser kurva ke kanan; meningkatkan pembebasan O2 sewaktu darah mengalir
melalui jaringan.
Akibat dari kesemua efek tersebut secara garis besar adalah lebih sedikit O2 yang berikatan
dengan Hb di PO2 tertentu sehingga lebih banyak O2 yang dibebaskan dari Hb untuk digunakan
oleh jaringan.

Afinitas CO terhadap Hb adalah 240 kali lebih kuart daripada O2. Ikatan Co dengan Hb dikenal
sebagai karboksihemoglobin (HbCO)
PENGANGKUTAN CO2
1. Larut secara fisik (10%)
2. Berikatan deengan Hb (30%),
Membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2)
3. Sebagai bikarbonat (60%)
Reaksi ini berjalan sangat lambat dalam plasma namun berjalan sangat cepat di sel darah
merah karena terdapat enzim eritrosit karbonat anhidrase

Pergeseran klorida (Cl-) = pergeseran masuk Cl- sebagai penukar efluks HCO3-, yang
dihasilkan oleh CO2 (sebagai pemulih netralitas listrik dalam sel). Ion klorida adalah anion
plasma yang utama, berdifusi ke dalam sel darah merah dan bergerak menuruni gradien listrik.

Efek Heldane = pengeluaran O2 dari Hb yang meningkatkan ketersediaan Hb untuk menyerap


CO2 dan H+. Hb tereduksi memiliki afinitas lebih besar terhadap H+ daripada HbO2. Efek
Heldane dan Efek Bohr bekerja sinkron untuk mempermudah pembebasan O2 dan penyerapan
CO2 dan H+ yang dihasilkan oleh CO2 di tingkat jaringan.

↑ CO2 dan H+ → ↑ pembebasan O2 dari Hb oleh efek Bohr → ↑ penyerapan CO2 dan H+
melalui Efek Heldane.

Hipoksia = kurangnya O2 di tingkat sel


Hipoksia hipoksik = rendahnya PO2 darah arteri disertai oleh kurang adekuatnya saturasi Hb.
Karena (1) malfungsi pernafasan; (2) beradda di ketinggian atau lingkungan yang menyesakkan.

Hipoksia anemic = berkurangnya kapasitas darah pengangkut O2. Karena (1) penurunan jumlah
sel darah merah; (2) kurangnya jumlah Hb di dalam sel darah merah; (3) keracunan CO.

Hipoksia sirkulasi = darah beroksigen yang di alirkan ke jaringan terlalu sedikit. Karena spasme
atau sumbatan pembuluh darah. PO2 dan kandungan O2 arteri normal tetapi darah berO2 yang
mencapai sel sedikit.

Hipoksia histotoksik = penyaluran O2 normal namun sel tidak dapat menggunakan O2.
Contohnya : keracunan sianida.

Hiperoksia = PO2 arteri diatas normal

Hiperkapnia = kelebihan CO2 dalam darah, karena hipoventilasi. → ↑ prodduksi asam karbonat
→ ↑ pembentukan H+ → asidosis respiratorik.

Hipokapnia = kadar PCO2 arteri di bawah normal, karena hiperventilasi → ↓ H+ → alkalosis


respiratorik.

Anda mungkin juga menyukai