Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

A.Karboksihemoglobin (HbCO)
Hemoglobin dapat mengikat 4 atom oksigen (satu pada tiap subunit heme), atom oksigen
terikat pada atom Fe2+ yang terdapat pada heme. Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut
hemoglobin teroksigenasi atau oksihemoglobin (HbO2), sedangkan hemoglobin yang sudah
melepaskan oksigen disebut deoksihemoglobin. Hemoglobin dapat mengikat suatu gas hasil
pembakaran yang tidak sempurna yaitu karbon monoksida (CO) dan disebut
karboksihemoglobin (HbCO). Ikatan Hb dengan CO ini 210 kali lebih kuat daripada ikatan Hb
dengan oksigen, akibatnya Hb tidak dapat lagi mengikat, membawa, dan mendistribusikan
oksigen ke jaringan.

Konsentrasi HbCO dalam darah menggambarkan tinggi rendahnya paparan oleh gas CO
dan harus segera diperiksa pada pasien dengan dugaan keracuan CO.Karbon monoksida
memberikan efek pada metabolisme sel. Efek ini sebagian besar diperkirakan akibat dari
kemampuan karbon monoksida untuk mengikat heme dan mengubah fungsi hemoglobin. CO
menurunkan penyimpanan O2 dalam sel otot dan dapat mengganggu aktifitas seluler lainnya,
yaitu dengan mengganggu fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak
dan jantung. Janin juga bisa menjadi sasaran sensitif karbon monoksida. Besarnya efek atau
dampak dari keracuanan CO ditentukan oleh kondisi klinis, intensitas, dan durasi paparan.

B. Fungsi HbCO
Karboksihemoglobin (simbol COHb atau HbCO) adalah sebuah kompleks stabil yang
terdiri dari karbon monoksida (CO) dan hemoglobin (Hb). Karboksihemoglobin terbentuk di sel
darah merah setelah hemoglobin berinteraksi dengan karbon monoksida. Jika seseorang terpapar
dengan karbon monoksida dalam jumlah yang rendah, kemampuan hemoglobin untuk
mengangkut oksigen sudah terhambat karena karboksihemoglobin lebih mudah terbentuk
daripada oksihemoglobin (HbO2).

C. Kadar HbCO

Darah Gas CO yang masuk dalam tubuh melalui sistem pernapasan terdifusi melalui
membran alveolar bersama-sama dengan oksigen (O2). Setelah larut dalam darah, CO segera
berikatan dengan hemoglobin membentuk COHb. Ikatan antara CO dan Hb terjadi dalam
kecepatan yang sama antara ikatan O2 dan CO, tetapi ikatan untuk CO 245 kali lebih kuat
daripada O2. Jadi antara CO dan O2 bersaing untuk berikatan dengan hemoglobin, tetapi tidak
seperti oksigen yang mudah melepaskan diri dari hemoglobin, CO mengikat lebih lama. Dengan
paparan terus menerus karbon monoksida akan terus mengikat hemoglobin dan akan semakin
sedikit hemoglobin yang berikatan dengan oksigen (WHO, 2010).

Pemeriksaan COHb darah yang diambil melalui pembuluh darah vena merupakan
satusatunya metode monitoring biologis untuk mengetahui tingkat paparan CO dalam tubuh
(Blumenthel, 2001). Tidak dapat menggunakan pengukuran urin, rambut ataupun kuku.
Pengambilan sampel darah vena dari responden kemudian dianalisis menggunakan alat
spektofotometri.

D. Kadar Karboksihemoglobin (HbCO) dalam Darah


Kadar karboksihemoglobin atau HbCO yang diukur melalui pengambilan sampel dalam
darah merupakan penunjuk adanya kadar karbon monoksida di dalam tubuh manusia (ATSDR,
2012). Pemeriksaan kadar HbCO dalam darah adalah indikator yang paling baik dalam
menunjukan current exposure (pemaparan sekarang) hal ini berlaku pada seseorang yaitu dalam
hal ini pekerja yang terpapar karbon monoksida (Khairina, 2019). Standar atau nilai ambang
batas kadar karboksihemoglobin dalam darah yang ditetapkan oleh American Conference of
Governmental Industrial Hygienist (ACGIH) adalah sebesar < 3,5 % (American Conference of
Governmental Industrial Hygienist, 2001).
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara
a. Kendaraan
Jumlah kendaraan yang meningkat menyebabkan kebutuhan bahan bakar minyak
(BBM), terutama bahan bakar berupa bensin dan solar. Pada proses pembakaran terjadi
pembakaran tidak sempurna yang menyebabkan emisi gas buang yang tinggi. Peningkatan
volume lalu lintas dapat menurunkan kualitas udara dan bertambahnya pencemaran udara berupa
gas CO, SO2 dan NO2.
b. Meteorologi dan Iklim
Pencemaran udara yang terjadi di permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor meteorologi dan iklim serta faktor topografi:
1) Suhu Udara
Pergerakan lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri dapat menimbulkan
temperatur inversi. Udara dingin akan terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut
dan cenderung menahan polutan tetap berada dilapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi
polutan dikawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. Dalam keadaan tersebut dipermukaan
bumi tidak terdapat pertukaran udara.Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfer yang
lebih rendah dan tidak menyebar. Pada musim kemarau keadaan udara lebih kering dengan suhu
cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat dibanding dengan keadaan hujan maka
polutan udara pada keadaan musim kemarau cenderung tinggi karena tidak terjadi pengenceran
polutan di udara. Pada suhu yang meningkat akan meningkatkan reaksi suatu bahan kimia.Suhu
udara yang tinggi (37℃ - 40℃) akan menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi
pencemar menjadi makin rendah. Suhu udara yang tinggi akan menyebabkan bahan pencemar
dalam udara berbentuk partikel menjadi kering dan ringan sehingga bertahan lebih lama di
udara, terutama pada musim kemarau dimana hujan jarang turun.
kehilangan panas dari bumi sehingga dengan sendirinya mengatur suhu udara. Kondisi udara
yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar, karena keadaan udara yang
lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu) akan berikatan
dengan air yang ada dalam udara dan
membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan
bumi oleh gaya tarik bumi.
3) Arah dan Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan dapat
mencemari udara di tempat lain. Sebaliknya apabila kecepatan angin lemah, polutan akan
menumpuk ditempat dan dapat mencemari udara tempat pemukiman yang terdapat disekitar
lokasi pencemaran tersebut.
4) Hujan
Air hujan sebagai pelarut umum, cenderung melarutkan bahan polutan yang terdapat
dalam udara. Pembakaran batubara yang menghasilkan gas sulfurdioksia dan apabila gas
tersebut tercampur dengan air hujan akan menimbulkan hujan yang bersifat asam, atau sering
disebut hujan asam.
DAFTAR PUSTAKA
American Conference of Governmental Industrial Hygienist, & (ACGIH). (2001). Carbon
monoxide. in: Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents and
Biological Exposure Indices.

ATSDR. (2012). Toxicological Profile for Carbon Monoxide.

Blumenthal, I. 2001. Carbon Monoxide Poisoning. Journal of the Royal Society of Medicine
Vol. 94 pp. 270–272

Khairina, M. (2019). The Description of CO Levels, COHb Levels, And Blood Pressure of
Basement Workers X Shopping Centre, Malang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 11,
No.2, April, 150-157.

WHO. 2010. WHO Guidelines for Indoor Air Quality: Selected Pollutants. Diakses dari
www.euro.who. int/__data/assets/pdf_file/0009/128169/e94535.pdf (sitasi tanggal 10
Juli 2015).

Anda mungkin juga menyukai