Disusun Oleh:
A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan
tidak hanya mengenai sebagian dari tata cara hidup saja yang dianggap lebih
tinggi dan diinginkan, sehingga kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek
kehidupan salah satunya adalah kesehatan masyarakat. Perlunya peran sosial
budaya masyarakat terhadap kesehatan masyarakat dalam membentuk,
mengatur serta mempengaruhi suatu tindakan atau kegiatan individu dalam
kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. (Ludin, 2009)
Kebudayaan berperan terhadap perilaku individu maupun kelompok
masyarakat sehingga memiliki dua dampak yakni menopang perilaku kesehatan
serta juga dapat memperburuk kesehatan. Pada beberapa masyarakat
tradisional di Indonesia masih terdapat konsepsi budaya yang tak terwujud dalam
perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda
dengan konsepsi kesehatan modern.
Pada perilaku pemberian ASI eksklusif yang tidak terlepas dari
pandangan budaya yang telah diwariskan turun temurun dalam kebudayaan
yang diwariskan (Swasono dan Mutia, 1998 dalam Firanika, 2010). Menyusui
sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi
bayi, menyusui mempunyai peran penting untuk menunjang pertumbuhan,
kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena ASI kaya dengan zat gizi dan
antibodi. Sedangkan bagi ibu, menyusui dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga
mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum) (Riskesdas, 2013).
Kegiatan menyusui yang dilakukan oleh seorang ibu menyusui
merupakan suatu praktek budaya dimana terdapat norma-norma perilaku yang
berbeda dalam budaya (Firanika, 2010) Seperti contoh, pemberian ASI menurut
konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan selama dua tahun dan
pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai
sesudah bayi berumur enam bulan (Firanika, 2010). Hal ini kenyataannya
berbanding dengan konsepsi masyarakat tradisional yang dikemukanan oleh
Maas (2004) dalam Firanika (2010), seperti pada suku Sasak di Lombok, ibu
yang baru bersalin memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh
ibunya terlebih dahulu dan didiamkan selama satu malam) kepada bayinya agar
tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut
ibunya merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.
Menyusui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan ibu dan bayi. Bayi
yang diberi ASI eksklusif memiliki kemungkinan 14 kali lebih kecil untuk
mengalami kematian dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif
(Unicef, 2013) UNICEF dan WHO membuat rekomendasi pada ibu untuk
menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan, bayi
baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ibu tetap
memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun. Pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasikan para ibu untuk
menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya (Riskesdas,2013).
Tidak semua praktek atau perilaku masyarakat yang ada pada awalnya
bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya merupakan praktek yang sesuai
dengan ketentuan medis/kesehatan. Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri
dari berbagai suku seingga memiliki sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini
dapat berpengaruh terhadap pola perilaku masyarakat. Sehingga perilaku
tersebut melatar belakangi adanya sosial budaya di masyarakat yang memiliki
dampak positif dan negatif dari sudut kesehatan, yang negatif dapat merugikan
program pembangunan kesehatan masyarakat. Program Tujuan Pembangunan
Milenium atau sering disebut MDGs (Milennium Development Goals) di Indonesia
salah satunya memiliki tujuan menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan
yang ekstrem dalam program tersebut adanya perbaikan gizi masarakat yang
memiliki daya ungkit cukup berarti bagi generasi mendatang yang dimulai sejak
dini adalah pemberian ASI eksklusif terhadap bayi berusia 0-6 bulan, namun
sayangnya di Indonesia, setelah sekitar 4 bulan, jumlah bayi yang memperoleh
ASI eksklusif kurang dari seperempatnya (Steller, 2008).
Kenyataannya di Indonesia ibu belum memberikan ASI eksklusif pada usia 0-6
bulan, Menurut Laporan BPS (2010) dalam Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA
(2013) Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan di Indonesia masih dibawah angka
yang diharapkan (80%) yaitu sebesar 61,5% (72,7% ASI eksklusif 0 bulan, 80,4%
ASI eksklusif 1 bulan, 70,7% ASI eksklusif 2 bulan, 62,4% ASI eksklusif 3 bulan,
48,6% ASI Eksklusif 4 bulan, 33,6% ASI eksklusif 5 bulan), serta menurut Data
Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa persentase pemberian ASI saja dalam 24
jam terakhir semakin menurun seiring meningkatnya umur bayi dengan
persentase terendah pada anak umur 6 bulan (30,2%) hal ini disebabkan bayi
sudah mendapat makanan lain sebelum ia berumur empat bulan. Alasan
pemberian makanan lain secara dini antara lain karena ASI tidak cukup, yang
ditandai dengan bayi menangis.
2. Tujuan Khusus
Mendapatkan keputusan dari Kepala Puskesmas Janti serta Dinas
Kesehatan untuk dapat melaksanakan mengadakan pemberdayaan
masyarakat melalui penyuluhan ASI eksklusif kepada para tokoh
masyarakat.
Mendapatkan dana yang diharapkan untuk terlaksananya pemberdayaan
masyarakat melalui penyuluhan ASI eksklusif kepada para tokoh
masyarakat.
Mendapatkan persetujuan untuk mengedarkan surat keputusan untuk
pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan ASI eksklusif kepada para
tokoh masyarakat.
C. Sasaran
- Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang
- Kepala Puskesmas Kecamatan Janti Kota Malang
- Kelurahan Sukun, Bandungrejosari dan Tanjung Rejo
BAB II
TAHAPAN ADVOKASI
A. Analisis Situasi
- Menurut data Riskesdas tahun 2013 didapatkan hasil bahwa prevalensi
ASI eksklusif seebesar
- Menurut Laporan BPS (2010) dalam Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA
(2013) Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan di Indonesia masih dibawah
angka yang diharapkan (80%) yaitu sebesar 61,5% (72,7% ASI eksklusif
0 bulan, 80,4% ASI eksklusif 1 bulan, 70,7% ASI eksklusif 2 bulan, 62,4%
ASI eksklusif 3 bulan, 48,6% ASI Eksklusif 4 bulan, 33,6% ASI eksklusif 5
bulan), serta menurut Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa
persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir semakin menurun
seiring meningkatnya umur bayi dengan persentase terendah pada anak
umur 6 bulan (30,2%).
- Dari data Riskesdas tahun 2013, dalam pelaksanaan PHBS cakupan
pemberian ASI di indonesia sebanyak 38%
- Cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Janti sebanyak 53.8%.
B. Analisa Masalah
C. Dasar Hukum :
a. Undang-Undang Nomer 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
b. Peraturan Pemerintah Nomer 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota
c. Perpres No. 42 Tahun 2013 Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
d. Kepmenkes Nomer 129 tahun 2008 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
e. Permenkes No. 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan bagi bangsa Indonesia
f. Permenkes No. 374 tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional
g. Permenkes No. 369 tahun 2007 tentang Upaya Perbaikan Gizi
D. Prioritas Masalah
a) Faktor Pendorong (kekuatan) :
- UU 36 th 2009 tentang; kesehatan Pasal 48 (peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit) merupakan salah satu dari 18 upaya kesehatan
sehingga UU tersebut dapat menjadi dasar hukum untuk melakukan
kegiatan advokasi
- Adanya dasar hukum untuk pedoman pelaksanaan pelayanan gizi di
masyarakat.
- Jumlah Posyandu di daerah wilayah kerja Puskesmas Janti sebanyak 74
wilayah.
- Terdapat program Pemberdayaan Masyarakat dalam kemandirian hidup
sehat ini yang akan membantu mempercepat trcapainya target ASI
Eksklusif.
b) Faktor Penghambat (kelemahan) :
- Wilayah kerja yang luas mecakup kelurahan Bandungrejosari, kel.
Sukun dan Kel. Tanjungrejo sehingga membutuhkan mobilisasi yang
banyak.
- Belum optimalnya kineja program yang direncanakan pada UU no 36
tahun 2009
- Membutuhkan waktu untuk pendataan ibu hamil KEK
- Sebagian partisipasai masyarakat kurang tentang kesehatan.
c) Peluang
- Ada kegiatan paguyuban bagi ibu kader sehingga mempercepat
koordinasi kegiatan
- Pemberdayaan masyarakat tentang penanganan masalah ASI
Eksklusif
d) Ancaman
- Tokoh Masyarakat enggan untuk melakukan penyuluhan
E. Pesan Advokasi
A. ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 6 bulan. Makanan dan
minuman lain yang dimaksud misalnya air putih, susu formula, jeruk,
madu, air teh, ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Nisman dkk., 2011)
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi,
dan tim (Roesli, 2000).
ASI Eksklusif adalah makanan terbaik yang harus diberikan
kepada bayi karena didalamnya terkandung hampir semua zat gizi yang
dibutuhkan oleh bayi. Tidak ada yang dapat menggantikan ASI karena
ASI didesain khusus untuk bayi, sedangkan komposisi susu sapi (susu
sapi segar atau susu formula yang sudah diformulasikan khusus untuk
bayi) sangat berbeda sehingga tidak dapat menggantikan ASI (Yuliarti,
2010).
b. Tujuan
Tujuan Penyuluhan pada tokoh masyarakat tentang masalah ASI
eksklusif adalah memberikan edukasi seputar masalah pada bayi dan ibu
mensui agar dapat disampaikan secara langsung oleh ibu menyusui agar
diberikan ASI secara eksklusif. Manfaat utama khususnya untuk kesehatan
janin mengingat pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan anak dalam
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
3. Parameter
1. Hardware
2. Software
4. Anggaran Dana
a. Sumber Dana
ESTIMASI DANA
No. SUMBER
(Rp)
1. Mandiri -
2. BOK 5.300.000
TOTAL 5.300.000
- Presentasi
- Loby
- Diskusi
G. Materi Advokasi
Tabel 1. Materi Advokasi
- Slide PowerPoint
- Proposal
- Leaflet
I. Indikator Keberhasilan
- Adanya kebijakan tertulis tentang pemberdayaan masyarakat dalam
penyuluhan ASI eksklusif
- Tersedianya dana yang dialokasikan untuk kegiatan penyuluhan
- Tersedianya saranan untuk kegiatan penyuluhan
J. Rencana Kegiatan Advokasi
Almatsier, Sunita. 2009. Perinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Aprilia, Yessie. 2010. Hipnostetri Rileks, Nyaman dan Aman Saat Hamil dan
Mlahirkan. Gagas Media, Jakarta.
Ellya, Eva Sibagariang. 2010. Kesehata dalam Reproduksi. Trans Info Media,
Jakarta.
Gybney, MJ., Margets, BM., Keany, J.M dan Arab, L. 2008. Gizi Kesehatan
Masyarakat. EGC. Jakarta.
Hayati, Aslis Wirdha. 2009. Buku Saku Gizi Bayi, EGC. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor:
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standart Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak. Direktorat Bina Gizi. Jakarta.
Lintang Arzia Nur Rachim, Norma Sosial, 2011, repo.isi-
dps.ac.id/1169/1/Norma_Sosial.pdf, 16 Desember 2015 pukul 23.05 WIB
Nisman, W.A., Mera, M., Sandi A dan Lesmana S. 2011. Panduan Pintar Ibu
Menyusui. ANDI, yogyakarta
Santi, Mina Yumei. 2014. Implementasi Kebijakan Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif Melalui Konseling oleh Bidan Konselor, 8 (8) : 347
Suhardjo. 1992. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Karisius. Yogyakarta.
Soehardjo. 1992. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Karisius. Yogyakarta
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. IG.N Gde Ranuh (ed). Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik: ASI, Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan.
EGC, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Unicef Indonesia. 2012. Gizi Ibu dan Anak (Ringkasan Kajian). Indonesia