Anda di halaman 1dari 218

PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS),

KEADILAN ORGANISASI DAN SELF-MONITORING


SEBAGAI PREDIKTOR ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP
BEHAVIOR (OCB)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi


(S.Psi)

Oleh :
Khirzah Nurmala
NIM : 1110070000009

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2015M
MOTTO DAN PERSEMBAHAN






.
Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan,


memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. (QS. 16 : 90)

Kerja all out, tanamkan semangat, pasti bisa meraih kesuksesan.


-Benjamin Franklin-

Dalam mencari pegawai, cari yang mempunyai 3 hal, yaitu : integritas,


intelegensia, dan energi. Jika tidak mempunyai yang pertama, dua yang
lainnya aan membunuh Anda.
-Warren Buffet-

PERSEMBAHAN :
Skripsi ini aku persembahkan khusus untuk Mama, Bapak & Adik tercinta,
yang telah memberikan semangat moril dan materil
hingga skripsi ini terselesaikan.
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Januari 2015
C) Khirzah Nurmala
D) Perceived Organizational Support (POS), Keadilan Organisasi dan Self-
Monitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB)
E) xiii + 151 halaman + 21 lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perceived organizational
support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring terhadap
organizational citizenship behavior (OCB). Melalui penelitian ini diharapkan
dapat mengungkap seberapa jauh pengaruh POS, keadilan organisasi, self-
monitoring dan variabel demografi terhadap OCB.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis
regresi berganda pada taraf signifikan 0,05 atau 5%. Sampel berjumlah 210
orang pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang yang ada di
gedung III. Sampel diambil dengan teknik non-probability sampling, yakni
accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan variabel demografi
dengan nilai signifikan sebesar 0,000 atau P < 0,05 terhadap OCB. Jadi,
hipotesis nihil (Ho) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini
ditolak. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari 12 IV, hanya
ada tiga hipotesis nihil (Ho) yang ditolak, artinya hanya ada tiga IV yang
berpengaruh signifikan terhadap OCB, yaitu variabel POS, keadilan
distributif dan keadilan interpersonal sedangkan variabel keadilan prosedural,
keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other
directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja tidak
berpengaruh terhadap OCB.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan kepada pihak
manajemen kepegawaian instansi agar memperhatikan dan meningkatkan
POS (dukungan organisasi) dan keadilan organisasi yang ada di instansi guna
mendorong pegawai untuk memunculkan perilaku OCB. Dengan demikian,
bila pihak instansi ingin melakukan intervensi terhadap peningkatan perilaku
OCB pada pegawai, maka dapat diperhatikan dan lebih diutamakan pada
variabel keadilan distributif dan keadilan interpersonal dari keadilan
organisasi serta POS (dukungan organisasi).
G) Bahan bacaan : 81 ; buku : 8 + jurnal : 54 + skripsi : 12 + internet : 7

i
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) January 2015
C) Khirzah Nurmala
D) Perceived Organizational Support (POS), Organizational Justice and Self-
Monitoring As Predictors of Organizational Citizenship Behavior (OCB)
E) xiii + 151 pages + 21 appendix
F) This study was conducted to determine the effect of perceived
organizational support (POS), organizational justice and self-monitoring to
organizational citizenship behavior (OCB). Through this research is
expected to reveal how far the effect of POS, organizational justice, self-
monitoring and demographic variables to OCB.
This study uses a quantitative approach with the multiple regression
analysis method at significance level of 0.05 or 5%. The totaled sample
210 employees of the Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang in
building III. Samples were taken with a non-probability sampling
technique, namely accidental sampling.
The results showed that there was a significant effect from the variable
POS, organizational justice, self-monitoring and demographic variables
with significant value of 0.000 or P < 0.05 to OCB. Thus, the null
hypothesis (Ho) that exist in the major hypothesis in this study was
rejected. The results of minor hypothesis test that examines the effect of
12 IV, there are only three null hypothesis (Ho) were rejected, meaning
that there are only three IV significant effect to OCB, that is the variable
POS, distributive justice and interpersonal justice while variable
procedural justice, informational justice, expressive self-control, social
stage presence, other directed self-presentation, age, gender, ethnicity and
long work does not affect to OCB.
Based on these results, it is suggested to the management of staffing
institutions to pay attention and improve to the POS (support organization)
and organizational justice in the institutions in order to encourage
employees to bring up the OCB. Thus, if the institution want to
intervention to increase OCB on employee, it can be noted and preferred
in the variable distributive justice and interpersonal justice of
organizational justice and POS (support organization).
G) Reading materials : 81 ; books : 8 + journals : 54 + minithesis : 12 +
internets : 7

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur alhamdulillah penulis munajatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat

segala kuasa dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Perceived Organizational Support (POS), Keadilan Organisasi dan Self-

Monitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB).

Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad

SAW. serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Terselasaikannya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dalam

memberikan bimbingan, masukan dan arahan. Oleh karena itu, izinkanlah penulis

mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Psikologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Wadek bagian

administrasi dan umum Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi, Wadek bagian

akademik Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, S.Ag.,M.Si dan Wadek

bagian kemahasiswaan Ibu Dra. Diana Mutiah, M.Si, yang tiada hentinya

berusaha menciptakan lulusan-lulusan Psikologi yang semakin baik dan

berkualitas.

2. Ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi.,Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah meluangkan banyak waktunya memberikan bimbingan, mengarahkan

dan memberikan saran serta ide dalam penyusunan skripsi ini. Terima

iii
kasih atas segala masukan, ide, pengetahuan serta wawasan yang telah

diberikan selama proses pengerjaan skripsi.

3. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi selaku pembimbing akademik yang

selama empat tahun ini telah memberikan motivasi akademik.

4. Seluruh dosen fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan pengetahuan baru seputar Psikologi dengan penuh

kesabaran dan keikhlasan. Semoga Allah memberikan berlipat-lipat pahala

atas amal yang telah diberikan.

5. Kedua orangtua tercinta, Bapak H. Nurul Falah dan Ibu Hj. Yayuk

Maisaroh. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, perhatian, pengertian,

motivasi, dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tiada

hentinya dalam setiap sujud dan ibadahnya agar penulis dapat

menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini dengan baik.

6. Adik tersayang penulis, Muchamad Noval Abdillah yang senantiasa

diharapkan agar dapat membanggakan kedua orangtua, kakak, agama,

lingkungan dan negara. Semoga sukses dalam mencapai karir dan sukses

dalam segala proses pembelajaran. Terima kasih banyak atas segala

motivasi, saran, obrolan, tawa yang terkadang tidak penting hanya untuk

menghibur dan menemani penulis menyelesaikan skripsi ini.

7. Para pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta Timur

khususnya yang ada di gedung III yang telah membantu mengisi instrumen

iv
penelitian yang penulis berikan. Terutama kepala bidang kepegawaian

beserta staffnya (Bapak Irvan, Mbak Menik dan segenap jajaran di bidang

kepegawaian yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah

membantu dan membimbing dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat tercinta, Rahmatul Aufa dan Intan Suryani yang juga

segera akan bergelar S.Psi, terima kasih banyak untuk segala petualangan

si bolang, terima kasih atas kebersamaannya dalam suka dan duka,

kebersamaan dalam pembelajaran, kebersamaan dalam keseharian dan

semua kebersamaan yang pernah terlewati selama empat tahun ini.

9. Satu orang spesial yang selama empat tahun ini juga tak pernah lelah

memberi motivasi kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang telah

diberikan baik kesabaran, waktu, dukungan dan pengertiannya demi

terselesaikannya skripsi ini.

10. Teman-teman psikologi angkatan 2010 khususnya kelas A, terima kasih

banyak atas kebersamaannya dan juga pembelajarannya selama ini.

Khususnya Yashika, Sonia, Ais dan semua yang tidak bisa penulis

sebutkan satu per satu. Terima kasih karena telah membantu memberi

berbagai pengetahuan.

11. Para staf pegawai bagian perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya Bapak Deden yang telah banyak

mendengar, membantu dan memberikan motivasi agar terselesaikannya

v
skripsi ini. Terima kasih untuk semua bantuan dalam proses birokrasi dana

kemudahan dalam pembelajaran di kampus tercinta ini.

12. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu per satu, karena dukungan

moral, doa, bantuan dan kemudahannya yang telah diberikan untuk

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih

sebesar-besarnya yang dapat dihaturkan. Semoga mereka mendapatkan

balasan yang setimpal atas usaha yang telah mereka berikan.

Hanya asa dan doa yang penulis munajatkan semoga pihak yang membantu

dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang

berlipat ganda dari Allah SWT. amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

cukup jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangatlah diharapkan untuk dapat menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, besar harapan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan

berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.

Jakarta, 05 Januari 2015

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PERNYATAAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK ............ i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............. iii
DAFTAR ISI ................ vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN .............. 1-18


1.1 Latar Belakang Masalah........ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah............ 14
1.2.1 Pembatasan masalah............ 14
1.2.2 Perumusan masalah................. 16
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................. 16
1.3.1 Tujuan penelitian................. 16
1.3.2 Manfaat penelitian................... 16
1.3.2.1 Manfaat teoritis................................................... 17
1.3.2.2 Manfaat praktis................................................... 17
1.4 Sistematika Penulisan....................................... 17
BAB 2 LANDASAN TEORI ..................................................................... 19-77
2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB). 19
2.1.1 Pengertian organizational citizenship behavior (OCB)... 19
2.1.2 Dimensi organizational citizenship behavior (OCB).. 25
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi organizational
30
citizenship behavior (OCB).........................................
2.1.4 Pengukuran organizational citizenship behavior (OCB). 37
2.2 Perceived Organizational Support (POS).. 38
2.2.1 Pengertian perceived organizational support (POS)... 38
2.2.2 Pengukuran perceived organizational support (POS). 42
2.3 Keadilan Organisasi........................... 44

vii
2.3.1 Pengertian keadilan organisasi......................... 44
2.3.2 Dimensi keadilan organisasi ... 47
2.3.3 Pengukuran keadilan organisasi ...... 55
2.4 Self-Monitoring.. 56
2.4.1 Pengertian self-monitoring....... 56
2.4.2 Ciri-ciri self-monitoring... 60
2.4.3 Komponen self-monitoring.......... 63
2.4.4 Pengukuran self-monitoring..... 66
2.5 Kerangka Berpikir.............. 68
2.6 Hipotesis......................... 75
2.6.1 Hipotesis mayor....... 75
2.6.2 Hipotesis minor 75

BAB 3 METODE PENELITIAN ...................... 78-123


3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel.. 78
3.1.1 Populasi dan sampel. 78
3.1.2 Teknik pengambilan sampel 79
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. 79
3.2.1 Variabel penelitian... 79
3.2.2 Definisi operasional variabel........ 80
3.3 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data.. 82
3.3.1 Instrumen pengumpulan data... 82
3.3.2 Prosedur pengumpulan data. 89
3.4 Uji Validitas Instrumen Penelitian............................. 90
3.4.1 Uji validitas konstruk variabel OCB.... 92
3.4.1.1 Uji validitas OCB dengan model first order........ 92
3.4.1.1.1 Uji validitas berdasarkan dimensi
92
altruism..................................................
3.4.1.1.2 Uji validitas berdasarkan dimensi
94
conscientiousness...................................
3.4.1.1.3 Uji validitas berdasarkan dimensi
96
sportsmanship........................................
3.4.1.1.4 Uji validitas berdasarkan dimensi
97
courtesy..................................................
3.4.1.1.5 Uji validitas berdasarkan dimensi civic
99
virtue......................................................
3.4.1.2 Uji validitas OCB dengan model second order... 100
3.4.2 Uji validitas konstruk variabel POS. 103
3.4.3 Uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi......... 105
3.4.3.1 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan 105

viii
distributif..............................................................
3.4.3.2 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan
107
prosedural.............................................................
3.4.3.3 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan
109
interpersonal.........................................................
3.4.3.4 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan
111
informasional.......................................................
3.4.4 Uji validitas konstruk variabel self-monitoring........ 112
3.4.4.1 Uji validitas berdasarkan dimensi expressive
113
self-control...........................................................
3.4.4.2 Uji validitas berdasarkan dimensi social stage
114
presence...............................................................
3.4.4.3 Uji validitas berdasarkan dimensi other directed
116
self-presentation.....................................................
3.5 Teknik Analisis Data.. 118
3.6 Prosedur Penelitian. 121

BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................... 124-138


4.1 Gambaran Subjek Penelitian...................................... 124
4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan data demografi dan
124
kaitannya dengan OCB........................................
4.2 Deskripsi Data................................................................ 126
4.2.1 Deskripsi statistik................. 127
4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian.................... 129
4.4 Hasil Uji Hipotesis......... 131
4.4.1 Analisis regresi ganda...................................... 131
4.4.2 Pengujian proporsi sumbangan masing-masing IV
136
terhadap DV............................................................
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ........................... 139-151
5.1 Kesimpulan.................................................................... 139
5.2 Diskusi.................................................................................... 141
5.3 Saran........................................................................... 149
5.3.1 Saran teoritis..................................................... 149
5.3.2 Saran praktis..................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ringkasan dimensi-dimensi organizational citizenship behavior


28
(OCB)........................................................................................

Tabel 2.2 Ringaksan faktor-faktor yang mempengaruhi organizational


35
citizenship behavior (OCB).............................................................

Tabel 2.3 Ringkasan ciri-ciri high self-monitoring dan low self-monitoring.... 61

Tabel 3.1 Blueprint skala organizational citizenship behavior (OCB)............ 83

Tabel 3.2 Blueprint skala perceived organizational support (POS)................. 84

Tabel 3.3 Blueprint skala keadilan organisasi.................................................. 85

Tabel 3.4 Blueprint skala self-monitoring........................................................ 86

Tabel 3.5 Bobot nilai tiap jawaban skala likert................................................. 88

Tabel 3.6 Bobot nilai tiap jawaban skala guttman............................................ 88

Tabel 4.1 Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi


125
dan kaitannya dengan OCB..............................................................

Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian............................................... 127

Tabel 4.3 Norma kategorisasi skor variabel..................................................... 130

Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel................................................................. 130

Summary uji regresi independent variable terhadap dependent


Tabel 4.5 131
variable.............................................................................................

Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap


Tabel 4.6 132
dependent variable (DV)..................................................................

Koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent


Tabel 4.7 133
variable (DV)....................................................................................

Tabel 4.8 Proporsi varians masing-masing independent variable (IV)............ 136

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan pengaruh POS, keadilan organisasi dan self- 74


monitoring terhadap OCB.......................................................

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat keterangan penelitian

Lampiran 2 Instrumen penelitian

Lampiran 3 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi altruism

Lampiran 4 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi conscientiousness

Lampiran 5 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi sportsmanship

Lampiran 6 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi courtesy

Lampiran 7 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi civic virtue

Lampiran 8 Gambar path pengujian CFA organizational citizenship behavior


(OCB) dengan model second order

Lampiran 9 Tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan


pengukuran variabel organizational citizenship behavior (OCB)
21-item

Lampiran 10 Gambar path pengujian CFA perceived organizational support


(POS)

Lampiran 11 Tabel muatan faktor perceived organizational support (POS)

Lampiran 12 Tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran variabel perceived


organizational support (POS)

Lampiran 13 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
distributif

Lampiran 14 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
prosedural

Lampiran 15 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
interpersonal

xii
Lampiran 16 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
informasional

Lampiran 17 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi expressive self-
control

Lampiran 18 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi social stage
presence

Lampiran 19 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi other directed
self-presentation

Lampiran 20 Output SPSS

Lampiran 21 Syntax lisrel analisis faktor konfirmatorik OCB

xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam suatu instansi, manusia sebagai sumber daya yang merupakan aset

terpenting sekaligus berperan sebagai pelaksana dari berbagai aktivitas yang

dijalankan oleh instansi. Peran sumber daya manusia dalam sebuah instansi, baik

itu instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki kedudukan

yang penting bagi keberlangsungan instansi tersebut. Karena betapapun lengkap

dan modernnya peralatan kerja yang dimiliki oleh instansi tanpa adanya tenaga

manusia maka tidak akan berhasil memproduksi barang atau jasa sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai instansi. Namun, sumber daya tersebut tidak akan

memberikan kontribusi yang optimal apabila kinerja yang dimiliki oleh pegawai

rendah.

Dalam hal ini, pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah biasa disebut

dengan pegawai negeri sipil (PNS). Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1974

tentang pokok-pokok kepegawaian menyebutkan bahwa pegawai negeri sipil

(PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang

berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas

Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan

dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (WikiPNS,

2014).

1
2

Di Indonesia beberapa tahun belakangan ini, kinerja PNS acap kali

mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan, berbagai media massa hampir

setiap hari memberitakan tentang buruknya kinerja PNS. Pasalnya, PNS dinilai

kurang produktif, berdisiplin rendah, etos kerja rendah, kental dengan praktik

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta berkepribadian kurang baik dan inilah

yang kerap menjadi bahan laporan kepada pemerintah tentang buruknya kinerja

para pelayan masyarakat tersebut. Hal ini tentu membuat miris, pasalnya sesuai

dengan peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010, seharusnya PNS sebagai

aparatur negara harus dapat bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat

dengan bersikap profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaran tugas

negara dan pembangunan (Susanto, 2014).

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2004, menurut mantan menteri

negara pendayagunaan aparatur negara (Menpan) Faisal Tamim, sekitar 60% PNS

tidak cukup profesional, tidak disiplin dan tidak produktif. Fenomena ini jelas

memprihatinkan dan hal ini juga mengidentifikasi bahwa sikap dan budaya kerja

dikalangan PNS belum tumbuh menjadi kesadaran kolektif (Syaikhu, 2008).

Sedangkan menurut mantan menteri negara pendayagunaan aparatur negara

(Menpan) Azwar Abubakar, berdasarkan data hingga desember 2011, jumlah

pegawai negeri di Indonesia sebanyak 4.572.114 orang dan berdasarkan penilaian

kementerian hanya didapatkan 50% dari jumlah pegawai negeri di Indonesia yang

kinerjanya tidak bisa diandalkan. Hal ini disebabkan oleh penyebaran pegawai

negeri yang tidak merata dan kompetensinya tidak sesuai dengan jenis

pekerjaannya. Kondisi ini dapat berakibat kepada buruknya pelayanan pegawai


3

negeri terhadap masyarakat, sehingga akan mengganggu proses birokrasi yang

dilakukan oleh masyarakat. Permasalahan kinerja pegawai negeri ini tentunya

harus segera ditindaklanjuti baik oleh pemerintah maupun instansi yang

bersangkutan, agar kinerja pegawai negeri menjadi lebih baik (Rusdiana, 2012).

Berdasarkan hasil pengamatan di Badan Kepegawaian Negara (BKN)

Cawang ditemukan adanya PNS yang datang terlambat bahkan sampai bolos di

jam kerja, saat jam kerja ada beberapa PNS yang berbincang-bincang dengan

santai yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan bahkan ada pegawai yang

bermain game disela jam kerjanya.

Pernyataan yang muncul dari hasil wawancara dengan salah satu pegawai

BKN pun mendukung hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa tidak sedikit

pegawai yang berpendapat bahwa rajin tidak rajinnya PNS dalam bekerja tidak

akan berpengaruh terhadap gaji yang diterima karena gaji PNS telah ditentukan

oleh pemerintah. Selain itu, dijelaskan juga bahwa masing-masing pegawai

memiliki job description yang berbeda-beda walaupun berada dalam satu unit

kerja yang sama sehingga membuat pegawai hanya bisa mengerjakan tugas sesuai

job descriptionnya saja. Diakuinya bahwa kebanyakan pegawai hanya paham

dengan tugasnya saja. Jadi, ketika tugasnya selesai lebih awal atau selesai saat

masih jam kerja, bisa dikatakan pegawai memiliki waktu luang dan terkesan

menganggur. Biasanya waktu luang inilah yang digunakan untuk ngobrol, main

game atau bahkan keluar kantor di jam kerja (Wibowo, A. Komunikasi Pribadi,

2014).
4

Namun demikian, bukan berarti PNS tidak memiliki potensi. Saat ini justru

banyak PNS yang potensial namun kurang kesempatan untuk diberdayakan.

Selain itu, kemampuan atau potensi yang dimiliki PNS sangat bergantung kepada

atasan masing-masing unit kerja. Jika atasan disetiap unit kerja cerdas mengambil

kebijakan dalam pemberdayaan bawahannya, maka ada kesempatan PNS untuk

bekerja sesuai potensi yang dimilikinya. Sosok PNS dengan kompetensi yang

diindikasikan dari sikap dan perilaku baik terhadap pekerjaan maupun negara,

profesional bahkan sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang pelayan publik

saat ini sudah terhapuskan sehingga banyak muncul stigma buruk ketimbang

stigma baik tentang PNS (Wijaya, 2014).

Di era sekarang ini sangat dibutuhkan pegawai-pegawai yang berkompeten

sehingga dapat memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Pelayanan

yang optimal akan terjadi apabila sumber daya manusia yang berada di instansi

pemerintah berkualitas dan berkompetensi tinggi, namun tidak cukup hanya

berkualitas dan berkompetensi tinggi saja tetapi juga dibutuhkan orang-orang

yang mampu melakukan tugas diluar tugas yang seharusnya dilakukan untuk

instansinya tanpa menuntut imbalan apapun. Perilaku pegawai seperti ini yang

disebut dengan organizational citizenship behavior (OCB).

OCB merujuk pada perilaku yang tidak berkaitan dengan sistem reward

formal organisasi tetapi meningkatkan efektivitas organisasi. Dengan kata lain,

perilaku ini tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja

pegawai sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak akan diberikan hukuman

(Purba & Seniati, 2004).


5

Berbagai pendapat yang muncul mengemukakan tentang pentingnya

perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi job description yang ada antara lain

seperti yang dikemukakan oleh Robbins (dalam Rangkuti, 2012), yaitu organisasi

yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar

tugas formal mereka dan bersedia memberikan kinerja yang melebihi harapan

organisasi yang disebut dengan perilaku extra-role. Perilaku extra-role dalam

organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior (OCB).

Sedangkan menurut Prihatsanti dan Dewi (2010), kunci keberhasilan

organisasi adalah bagaimana anggota organisasi dapat memberikan kontribusi

positif pada perencanaan dan juga implementasi tugas-tugas dalam pencapaian

tujuan organisasi. OCB merupakan suatu perilaku positif individu sebagai anggota

organisasi dalam bentuk kesediaan secara sadar dan sukarela untuk bekerja dan

memberikan kontribusi pada organisasi lebih daripada apa yang dituntut secara

formal dalam organisasi. Dengan kata lain, OCB ini memiliki peran penting untuk

keberhasilan organisasi.

Dari sinilah muncul banyak penelitian-penelitian tentang OCB. Seperti

penelitian yang dilakukan oleh Smith, Bateman dan Organ (dalam Jahangir,

Akbar & Haq, 2004). Mereka melakukan suatu penelitian yang menyelidiki

tentang penyebab-penyebab terjadinya perilaku OCB dan mereka mengungkapkan

bahwa kepuasan kerja merupakan prediktor utama terhadap munculnya OCB

(Organ dalam Jahangir et.al., 2004).


6

Selain kepuasan kerja, ada juga faktor-faktor lain yang telah diteliti oleh

beberapa ahli yang dapat meningkatkan perilaku OCB karyawan di tempat kerja

seperti perceived organizational support (Wijaya, 2014), komitmen organisasi

(William & Anderson, 1991), persepsi peran (Podsakoff et.al., 2000), keadilan

organisasi (Rego & Cunha, 2006), self-monitoring (Rangkuti, 2012), penempatan

individu (Organ & Ryan, 1995) serta umur karyawan (Jahangir et. al., 2004).

Seiring perkembangannya, beberapa penelitian tentang OCB juga sudah

mulai banyak dilakukan di Indonesia yang dihubungkan dengan variabel yang

berbeda-beda, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2012), yang

meneliti tentang pengaruh perceived organizational support (POS) dan komitmen

organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Baru-baru ini juga

telah ada penelitian tentang OCB karyawan yang dikaitkan dengan variabel

keadilan organisasional dan persepsi kepemimpinan transformasional (Arwan,

2012), self-monitoring (Rangkuti, 2012) serta tipe kepribadian, komitmen

organisasi dan faktor demografi (Aminah, 2013). Hasil dari penelitian terdahulu

yang telah disebutkan menunjukkan hasil yang signifikan. Salah satunya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2012) yang menyatakan bahwa ada

pengaruh yang signifikan dari perceived organizational support (POS) dan

komitmen organisasi terhadap OCB.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shore dan Wayne (1993),

Cardona, Lawrence dan Bentler (2004) dan Tennant (2012) menunjukkan bahwa

salah satu variabel yang berpengaruh terhadap OCB adalah perceived

organizational support (POS). Persepsi karyawan yang baik terhadap dukungan


7

organisasi (POS) diduga menumbuhkan perilaku sosial antara individu dengan

rekan kerja dan antara individu dengan organisasi, karena rasa peduli organisasi

terhadap karyawan inilah yang membuat karyawan merasa harus membalas budi

dengan bersikap baik juga terhadap organisasinya.

Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan

organisasi (POS) merupakan prediktor dari OCB. Ketika karyawan merasa bahwa

dirinya mendapat dukungan dari organisasinya maka ia akan cenderung memiliki

komitmen yang tinggi sehingga menumbuhkan motivasi dalam dirinya. Hal ini

menjadikan ia akan terus berkomitmen untuk mensukseskan atau memajukan

organisasinya tersebut.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Cardona, Lawrence dan Bentler (2004).

Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan yang positif antara POS

dengan OCB yang dimediatori oleh variabel komitmen organisasi normatif

(normative commitment).

Penelitian yang relatif baru dilakukan oleh Tennant (2012). Ia menyatakan

bahwa POS dan altruism berdampak positif pada OCB jika dimoderasi oleh iklim

layanan (service climate). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang

telah dipaparkan, salah satu variabel yang berpengaruh terhadap OCB dan perlu

untuk diteliti adalah variabel perceived organizational support (POS) atau yang

juga dikenal dengan persepsi terhadap dukungan organisasi.

Kemudian variabel selanjutnya yang juga dianggap mampu menjadi

prediktor OCB, yaitu keadilan organisasi. Berpegang pada literatur penelitian


8

terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa keadilan organisasi mampu

mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan. Penelitian terdahulu (seperti

Fahr, Podsakoff dan Organ, 1990; Moorman, 1991; Moorman, Niehoff dan

Organ, 1993; Organ dan Moorman, 1993) menunjukkan bahwa keadilan

organisasi menekankan relevansi kepuasan kerja terhadap OCB, namun muncul

penelitian lain yang menyatakan bahwa keadilan organisasi adalah prediktor OCB

yang lebih baik dibandingkan dengan kepuasan kerja (dalam Rego & Cunha,

2006).

Hal ini menunjukkan bahwa jika karyawan melihat hubungan dirinya

dengan organisasi adalah suatu keadilan, maka karyawan akan lebih mungkin

untuk membalasnya dengan cara yang menguntungkan organisasi. Keadilan

organisasi mengacu pada penilaian atas kebenaran moral atau kepantasan sosial di

lingkungan kerja (Greenhaus & Gerard, 2006). Penilaian ini dibuat secara

subjektif oleh individu berdasarkan pada sejauh mana dirinya merasa pengambilan

keputusan yang dialami selama bekerja adalah adil.

Pengambilan keputusan yang dialami individu selama bekerja ini

mengantarkan pada tiga aspek keadilan organisasi, yaitu : keadilan terhadap hasil

keputusan atau keadilan distributif, keadilan terhadap proses-proses yang

menyebabkan hasil keputusan atau keadilan prosedural dan keadilan terhadap

perlakuan interpersonal yang diterima ketika prosedur dijalankan atau keadilan

interaksional (Colquitt, 2001). Keadilan interaksional kemudian dibagi menjadi

dua aspek, yaitu keadilan interpersonal yang berperan utama untuk mengubah

reaksi terhadap hasil keputusan dan keadilan informasional yang berperan utama
9

dalam mengubah reaksi terhadap prosedur, dalam hal pemberian penjelasan

informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi aspek-aspek struktural dari proses

(Colquitt, Colon, Wesson, Porter & Ng, 2001).

Berdasarkan munculnya aspek keadilan organisasi, maka muncul beberapa

penelitian yang membuktikan bahwa ada pengaruh dari keadilan organisasi

terhadap OCB. Penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Cunha (2006) yang

membuktikan asumsi bahwa ada pengaruh keadilan organisasi terhadap OCB

dengan melakukan penelitian terhadap karyawan di Portugal. Penelitian tersebut

mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa karyawan

akan menunjukkan OCB lebih ketika penilaian mereka tentang keadilan adalah

positif.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Asgari, Silong, Ahmad dan Sama (2008)

pada karyawan di Malaysia. Ia menyatakan bahwa keadilan organisasi (baik

keadilan prosedural, distributif maupun interaksional) tidak memiliki pengaruh

langsung terhadap OCB. Tetapi keadilan organisasi memiliki pengaruh langsung

terhadap OCB jika dimediatori oleh perceived organizational support dan

kepercayaan.

Pada perkembangan penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Lee, Kim dan Kim (2013) yang menggunakan sampel karyawan dari Industri

Nasional Korea menyebutkan bahwa keadilan dalam proses pengambilan

keputusan yang dirasakan oleh karyawan atau keadilan prosedural memiliki

pengaruh signifikan terhadap OCB, sementara persepsi keadilan pada jumlah


10

output yang diterima oleh karyawan atau keadilan distributif memiliki pengaruh

terhadap OCB melalui parameter leader-member exchange (LMX) tetapi tidak

berhubungan secara langsung dengan OCB.

Kemudian penelitian yang relatif baru dilakukan oleh Jafari dan Bidarian

(2012) yang menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara dimensi

keadilan organisasi (distributif, prosedural dan interaksional sebagai variabel

prediktor) dan OCB. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah

dipaparkan, variabel keadilan organisasi ini juga mampu menjadi prediktor OCB

dan perlu untuk diteliti dalam penelitian ini.

Selain variabel POS dan keadilan organisasi, ada variabel lain yang juga

dianggap mampu menjadi prediktor OCB, yaitu self-monitoring. Self-monitoring

berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan emosi. Self-

monitoring adalah dasar dari dorongan internal bagi seseorang untuk

menunjukkan OCB. Berbagai penelitian berusaha menemukan hal-hal yang

berpengaruh terhadap OCB.

Self-monitoring adalah kecenderungan mengatur perilaku untuk

menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan situasi sosial. Gangestad dan Synder

(2000) membagi individu menjadi dua kelompok menurut tingkat self-

monitoringnya, yaitu self-monitoring tinggi dan self-monitoring rendah. Orang

yang memiliki self-monitoring tinggi dapat bekerja dengan baik karena dalam

dunia kerja mereka cenderung dituntut untuk bersikap lebih fleksibel dan terbuka

dengan keinginan dan harapan orang lain.


11

Dengan kata lain, semakin tinggi self-monitoring seorang karyawan maka

semakin besar pula keinginan karyawan tersebut untuk melakukan sesuatu

melebihi apa yang menjadi tuntutan pekerjaannya pada saat yang dibutuhkan.

Jadi, tingkat self-monitoring seseorang inilah yang kemudian dapat mengarahkan

karyawan untuk memunculkan atau tidak memunculkan OCB di instansi

tempatnya bekerja (Rangkuti, 2012).

Penelitian terkait self-monitoring yang dilakukan oleh Blakely, Andrews

dan Fuller (2003) menyatakan bahwa self-monitoring berpengaruh secara

signifikan terhadap OCB dengan mengontrol variabel komitmen organisasi,

kepuasan kerja, POS dan karakteristik tugas. Hasil dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa dimensi OCB yang paling menonjol adalah dimensi altruism

dalam lingkungan organisasi.

Berdasarkan hasil eksperimen terbaru yang dilakukan oleh Ehrhart dan

Naumann (2004) yang menyatakan bahwa self-monitoring dapat berpengaruh

secara signifikan terhadap OCB seseorang dengan mengontrol variabel norma-

norma kelompok. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah

dipaparkan, nampak bahwa variabel self-monitoring juga mampu menjadi

prediktor dari OCB dan perlu untuk diteliti dalam penelitian ini bersama dengan

variabel POS dan keadilan organisasi.

Selain tiga faktor yang telah diuraikan sebelumnya, diduga pula bahwa

variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja juga

memberi pengaruh terhadap OCB. Variabel-variabel demografi telah diuji dalam


12

beberapa penelitian seperti variabel gender pada penelitian Cohen (2006) dan

Morrison (dalam Novliandi, 2006), variabel usia pada penelitian Wagner dan

Rush (dalam Jahangir et.al., 2004), suku budaya (Liu dalam Aminah 2013) dan

lama bekerja (Greenberg & Baron dalam Rangkuti, 2012).

Terkait dengan variabel demografi, diawali dengan penelitian yang

dilakukan oleh Cohen (2006) menunjukkan hasil bahwa peran gender juga

mempengaruhi dampak pada komitmen kerja dan OCB seseorang karena

karyawan dengan tingkat feminimitas tinggi dapat memberi dampak positif

terhadap peran kinerja sedangkan karyawan dengan tingkat maskulinitas tinggi

dapat memberi dampak negatif terhadap peran kinerjanya. Adapun perbedaan

inilah yang menjadikan adanya perbedaan persepsi OCB antara pria dan wanita.

Sedangkan pada perkembangan berikutnya, Wagner dan Rush (dalam

Jahangir et.al., 2004) menyebutkan bahwa perbedaan usia individu mungkin

memberikan pandangan yang berbeda mengenai pekerjaan dan pribadinya sebagai

suatu hal pokok. Perbedaan yang dimaksud adalah jika seseorang karyawan

dengan usia yang lebih muda, lebih dapat menyesuaikan kebutuhan mereka

terhadap kebutuhan organisasi secara lebih fleksibel. Sedangkan karyawan yang

lebih tua usianya cenderung akan lebih kaku dalam mengatur kebutuhan mereka

terhadap organisasi. Perbedaan ini mungkin disebabkan adanya perbedaan

orientasi terhadap diri dan pekerjaan.

Terkait dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Blakely

et.al., (2003), Cohen (2006) dan Leon dan Finkelstein (2011) yang menyebutkan
13

bahwa sampel yang digunakan pada penelitian mereka adalah karyawan yang

sudah memiliki pengetahuan terkait dengan organisasi atau perilaku kerja di

perusahaan. Sedangkan penelitian terdahulu lainnya yang dilakukan oleh

Kwantes, Karamb, Kuo dan Towson (2008) menyatakan bahwa penelitian yang

menggunakan sampel mahasiswa dapat memberikan hasil penelitian yang kurang

relevan atau bahkan tidak valid, karena mahasiswa dianggap kurang memiliki

pengalaman dan pengetahuan tentang perilaku kerja dalam perusahaan. Oleh

karena itu, agar hasilnya dapat sesuai dengan tujuan dari penelitian itu sendiri

maka akan digunakan sampel pegawai sebuah instansi pemerintah yang bergerak

di bidang kepegawaian.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas dan

pentingnya OCB pegawai dalam instansinya, serta belum nampaknya penelitian

yang menghubungkan antara variabel POS, keadilan organisasi dan self-

monitoring dalam mempengaruhi OCB, maka perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut yang berjudul Perceived Organizational Support (POS), Keadilan

Organisasi dan Self-Monitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship

Behavior (OCB).

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah


1.2.1 Pembatasan masalah

Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu

perceived organizational support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring


14

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Adapun batasan tentang

konsep variabel yang digunakan, yaitu :

1. OCB mengacu pada perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual,

tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara

keseluruhan mampu meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku

tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja

karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman.

2. POS mengacu pada penjelasan mengenai hubungan antara perlakuan

organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi

mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan

ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi

persepsi atas dukungan organisasi.

3. Keadilan organisasi mengacu pada persepsi individu mengenai keadilan

dalam konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa bahwa mereka

diperlakukan secara adil di tempat kerja berkaitan dengan prosedural,

distribusi maupun interaksional.

4. Self-monitoring mengacu pada kemampuan individu untuk mengatur

perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau

berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari

individu yang bersangkutan.

5. Variabel demografi yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari variabel

usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja. Dibatasi oleh kategori sebagai
15

berikut : usia (20-27 tahun, 28-35 tahun, 36-43 tahun dan lebih dari 44 tahun)

dan lama bekerja (1 tahun, 2-12 tahun, 13-22 tahun dan lebih dari 23 tahun).

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan usia, pegawai memiliki

tingkat OCB sedang yang mayoritas berada pada usia 28-35 tahun.

Sedangkan berdasarkan lama bekerja, pegawai juga memiliki tingkat OCB

sedang yang mayoritas berada pada lama bekerja 2-12 tahun.

6. Penelitian ini dilakukan di Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berlokasi

di jalan Letjen Sutoyo No.12 Cawang, Jakarta Timur 13640. Badan ini

merupakan lembaga pemerintahan non-kementerian Indonesia yang bertugas

melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen kepegawaian

Negara. Penelitian ini dilakukan di BKN dengan asumsi bahwa lingkungan

yang keseluruhannya berisikan pegawai negeri sipil (PNS) lebih dapat

menggambarkan fenomena PNS yang akan diteliti.

7. Subjek penelitian ini adalah pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN)

yang ada di gedung III khususnya karyawan dengan status karyawan PNS dan

sudah bekerja minimal satu tahun di perusahaan yang diasumsikan telah

mampu beradaptasi dengan lingkungan instansinya dan telah memiliki

dorongan dari dirinya untuk bekerja melebihi job description.

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut :
16

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan POS, keadilan organisasi, self-

monitoring dan variabel demografi terhadap OCB?

2. Seberapa besar pengaruh POS, keadilan distributif, keadilan prosedural,

keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social

stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan

lama bekerja terhadap OCB?

3. Berapa besarkah proporsi varians dari masing-masing variabel POS, keadilan

distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan

informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed

self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja terhadap OCB?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh POS, keadilan

organisasi, self-monitoring dan variabel demografi terhadap OCB serta

mengetahui besarnya kontribusi POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan

variabel demografi terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).

1.3.2 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.3.2.1 Manfaat teoritis. Manfaat teoritis dari penelitian ini antara lain :

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan

khususnya dalam kajian psikologi industri dan organisasi, memperkuat


17

penelitian dan juga menambah bukti empiris bahwa POS, keadilan

organisasi dan self-monitoring mempunyai pengaruh terhadap OCB.

b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan minat untuk

melakukan riset, sehingga memajukan cakrawala dan khazanah ilmu

pengetahuan di Indonesia khususnya di bidang ilmu psikologi industri

dan organisasi.

1.3.2.2 Manfaat praktis. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan gambaran tentang pentingnya OCB dan dengan

informasi dari hasil penelitian, diharapkan manajemen kepegawaian dari

Badan Kepegawaian Negara (BKN) dapat meningkatkan OCB, POS,

keadilan organisasi beserta self-monitoring pada pegawainya yang

kemudian dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi karyawan dalam

mencapai tujuan-tujuan intansi.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan

manfaat praktis serta sistematika penulisan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Membahas mengenai pengertian, dimensi, faktor-faktor yang

mempengaruhi dan pengukuran OCB. Selain itu, membahas pengertian


18

dan pengukuran POS. Kemudian membahas pengertian, dimensi dan

pengukuran keadilan organisasi serta membahas pula pengertian, ciri-

ciri, komponen dan pengukuran self-monitoring. Bab ini juga memuat

kerangka berpikir dan bagan kerangka berpikir.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Penjelasan pada bab ini berisi tentang populasi, sampel dan teknik

pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional yang

digunakan dalam penelitian ini. Dijabarkan pula tentang instrumen dan

prosedur pengumpulan data serta uji validitas instrumen penelitian.

Selanjutnya, akan dibahas metode analisis data yang digunakan dan

prosedur penelitian.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas mengenai hasil penelitian yang menjelaskan

tentang gambaran umum dari subjek penelitian, deskripsi data,

kategorisasi variabel penelitian dan hasil uji hipotesis.

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini berisi penutup yang menjelaskan tentang kesimpulan,

diskusi dan juga saran dari penelitian ini.


BAB 2
LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan variabel

penelitian, yaitu organizational citizenship behavior (OCB), perceived

organizational support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring serta

kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)


2.1.1 Pengertian organizational citizenship behavior (OCB)

Dalam bidang perilaku organisasi, sampai saat ini sudah mulai banyak fokus

kajian terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Konsep

organizational citizenship behavior (OCB) muncul lebih dari dua dekade lalu di

bidang perilaku organisasi (Lee, Kim & Kim, 2013).

Sejak munculnya konsep OCB di bidang perilaku organisasi, telah ada

penelitian yang cukup banyak, yang memunculkan beragam pemahaman dan

interpretasi terhadap konsep OCB ini (Borman & Motowidlo, 1997; Bukhari, Ali,

Shahzad & Bashir, 2009; Podsakoff, MacKenzie, Paine & Bachrach, 2000).

Sebelum konsep ini dikenal sebagai organizational citizenship behavior

(OCB), pertama kali konsep ini diperkenalkan oleh Kan dan Katz (dalam Jafari &

Bidarian, 2012) sebagai perilaku extra-role. Perilaku extra-role adalah melakukan

suatu pekerjaan yang tidak terdapat dalam job description formal karyawan tetapi

sangat dihargai jika ditampilkan oleh karyawan karena perilaku ini dapat

meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi (Katz dalam Purba

19
20

& Seniati, 2004). Tetapi dalam perusahaan ada juga yang disebut dengan perilaku

in-role yaitu melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan tugas yang ada dalam

job description (Dyne, Graham & Dienesch dalam Hardi, 2009).

Pada perkembangan berikutnya, konsep perilaku extra-role ini

diperkenalkan oleh Organ, Podsakoff dan MacKenzie (2006) sebagai

"organizational citizenship behavior (OCB)" (Jafari & Bidarian, 2012).

Organizational citizenship behavior (OCB) ini berawal dari usulan konstruk yang

diajukan oleh Organ dalam upaya untuk memahami perilaku yang belum diberi

nama yang berperan sebagai representasi yang lebih baik tentang performance

dalam kontroversi satisfaction-causes-performance (Organ dalam Jahangir

et.al., 2004).

Namun dalam tulisan tersebut Organ tidak menyebutkan mengenai OCB

secara eksplisit maupun melakukan studi lebih lanjut mengenai hal tersebut. OCB

baru dimunculkan secara eksplisit melalui penelitian yang dilakukan oleh

Bateman dan Organ (dalam Jahangir et.al., 2004).

Bateman dan Organ (1983) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu

yang berkaitan dengan pekerjaan tambahan yang melebihi tugas dan tanggung

jawab di luar pekerjaan pokok mereka. Penelitian OCB telah meluas sejak

diperkenalkan hampir dua puluh tahun yang lalu (Bateman & Organ dalam

Jahangir et.al., 2004).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bateman dan Organ (1983), OCB

didefinisikan sebagai perilaku individual, sukarela dan tidak diidentifikasi secara


21

langsung dan jelas oleh sistem penghargaan formal serta dapat meningkatkan

efektivitas kegiatan organisasi. Hasil dari penelitian inilah yang kemudian

memunculkan berbagai penelitian mengenai OCB, yang juga membahas mengenai

definisi OCB itu sendiri (Organ, Podsakoff & MacKenzie dalam Asgari, Nojabaee

& Arjmand, 2011).

Pada tahun 1988, Organ (dalam Podsakoff et.al., 2000) mendefinisikan

OCB sebagai : individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly

recognized by the formal reward system, and that in the aggregate promotes the

effective functioning of the organization. By discretionary, we mean that the

behavior is not an enforceable requirement of the role or the job description, that

is, the clearly specifiable terms of the persons employment contract with the

organization; the behavior is rather a matter of personal choice, such that its

omission is not generally understood as punishable.

Maksud dari definisi di atas adalah OCB sebagai bentuk perilaku yang

merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward

formal organisasi tetapi secara bersama meningkatkan efektivitas organisasi. Ini

berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi

kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman

(Purba & Seniati, 2004).

Pada perkembangan selanjutnya, Moorman (1991) dan Robbins (2001)

menggunakan istilah yang hampir sama dengan Organ (1988) yaitu OCB

didefinisikan sebagai : organizational citizenship behavior is discretionary


22

behavior, that is not part of an employees format job requirement, but that

nevertheless promotes that effect functioning of the organization. Artinya bahwa

OCB adalah perilaku yang dikaitkan dengan perilaku yang bersifat bebas, bukan

termasuk bagian yang berhubungan dengan sistem formal pekerjaan namun

semuanya dilakukan untuk memajukan fungsi organisasi.

Kemudian muncul definisi OCB dari Organ et.al., (2006) dengan

mempersingkat definisi yang dibuat Organ (1988) sebelumnya. Menurut Organ

et.al., (2006 : 3) OCB didefinisikan sebagai konsep berikut : organizational

citizenship behavior (OCB) is individual behavior that is discretionary, not

directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in the

aggregate promotes the efficient and effective functioning of the organization.

Maksud dari kata discretionary di atas adalah perilaku sukarela tertentu

dalam konteks tertentu yang bukan merupakan persyaratan mutlak dari job

description. Definisi OCB di atas juga menghendaki bahwa OCB adalah not

directly or explicitly recognized by the formal reward system yaitu perilaku

tersebut tidak berkaitan secara langsung atau secara eksplisit dengan sistem

imbalan formal. Dimana imbalan tersebut tidak dijamin secara kontrak oleh

kebijakan dan prosedur formal (Organ et.al., 2006 : 8).

Selain itu OCB juga mensyaratkan in the aggregate promotes the efficient

and effective functioning of the organization, yaitu secara keseluruhan dapat

meningkatkan fungsi efisiensi dan efektivitas di dalam organisasi (Organ et.al.,

2006 : 9). In the aggregate di sini mengacu pada orang secara personal dan juga
23

semua orang dalam kelompok, departemen atau organisasi (Organ et.al., 2006 :

10).

Sedangkan Dyne et.al., (dalam Jahangir et.al., 2004) juga mendefinisikan

OCB sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi atau perilaku yang

dimaksudkan untuk menguntungkan organisasi karena dilakukan secara sukarela

dan melampaui harapan dari peran yang ada. Pendapat yang tidak jauh berbeda

juga dikemukakan oleh Jacqueline, Kessler dan Purcell (dalam Bukhari et.al,

2009) yang menyatakan bahwa OCB adalah perilaku extra-role, yakni suatu

perilaku yang tidak dibutuhkan secara resmi di organisasi dan pada prakteknya

hanya bergantung pada kesediaan karyawan sebagai konsekuensi dalam

lingkungan organisasi.

OCB secara khusus mengacu pada perilaku yang memiliki dampak positif

terhadap organisasi atau anggotanya (Poncheri dalam Bukhari et.al., 2009). Selain

itu, OCB juga merupakan perilaku yang mempertinggi nilai dan pemeliharaan

sosial serta lingkungan psikologi yang mendukung hasil pekerjaan (Ehrhat dalam

Triyanto & Santosa, 2009).

Greenberg dan Baron (2003) mengatakan bahwa OCB merupakan perilaku

informal, dimana seorang karyawan melakukan sesuatu di luar aturan formal

sesuai dengan harapan perusahaan sebagai bentuk kontribusi terhadap

kesejahteraan organisasi juga hal-hal yang terkait di dalamnya. Dengan kata lain,

OCB merupakan perilaku inisiatif dari karyawan, dimana perilaku tersebut tidak

tertera dalam aturan yang telah ditetapkan dalam perusahaan.


24

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Koys (dalam Perdana, 2011)

menyatakan bahwa hal terpenting yang terdapat dalam perilaku OCB adalah

adanya suatu pengaruh besar dalam hal keuntungan namun tidak pada kepuasan

pelanggan. Sedangkan menurut Aquino dan Bommer (dalam Lo & Ramayah,

2009), mereka menemukan bahwa OCB dapat meningkatkan daya tarik sosial

dalam suatu unit kerja. Seperti OCB yang umumnya diberi label sebagai perilaku

yang positif, mereka menunjukkan bahwa OCB mungkin lebih membuat daya

tarik sosial mereka lebih mungkin untuk dihargai sebagai teman atau mitra.

Literatur di masa lalu telah mengidentifikasi dua pendekatan utama yang

dikenal sebagai "in-role" dan "extra-role" dalam mendefinisikan konsep OCB.

Extra-role berarti kontribusi masing-masing individu di tempat kerja yang

melampaui persyaratan peran tertentu dan tidak diakui oleh sistem reward.

Sedangkan in-role berarti melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan tugas

yang ada dalam job description. (Dyne et.al. dalam Hardi, 2009).

Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan,

bahwa pengertian dari OCB sebagai bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan

inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi

secara bersama meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut

tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga

jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman.

Berdasarkan berbagai pengertian tentang OCB yang telah diuraikan, maka

dalam penelitian ini akan digunakan definisi atau teori organizational citizenship
25

behavior (OCB) dari Organ (1988). Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

pengertian dari Organ (1988) telah banyak dijadikan pedoman dalam penelitian

terdahulu (seperti : Novliadi, 2006; Arwan, 2012; Sufya, 2012; Prastiwi, 2013;

Rangkuti, 2012; Aminah, 2013; Kwantes et.al., 2008), sehingga pengertian dari

Organ (1988) ini dianggap memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi.

2.1.2 Dimensi organizational citizenship behavior (OCB)

Dari sekian banyak peneliti, diantaranya adalah Podsakoff et.al., (2000) mendapati

hampir 30 potensi bentuk perilaku dari OCB yang teridentifikasi dalam literatur

namun telah disepakati bahwa dimensi utama dari OCB, yaitu : 1) helping, 2)

sportmanship, 3) organizational loyality, 4) organizational compliance, 5)

individual initiative, 6) civic vitue, dan 7) self-development.

Berbeda dengan Podsakoff et.al., (2000), peneliti lain, yaitu LePine, Erez

dan Johnson (2002) mengidentifikasi 40 perilaku yang disebut sebagai OCB.

Pendapat yang berbeda juga muncul dari Marshall (dalam Vigoda &

Golembiewski, 2001). Ia mengemukakan bahwa secara umum OCB merujuk pada

tiga elemen utama, yaitu: kepatuhan (obedience), loyalitas (loyalty) dan

partisipasi. Kepatuhan dan loyalitas secara alami merupakan definisi citizenship

dalam pengertian yang luas, sehingga esensi dari OCB adalah partisipasi. Dalam

partisipasi, perhatian utama ditujukan pada arena nasional (governance), arena

komunal (local lives), dan arena organisasional (tempat kerja).

Pendapat lain tentang dimensi OCB yang tidak jauh berbeda dengan

pendapat Marshall (dalam Vigoda & Golembiewski, 2001) dikemukakan oleh


26

Graham (dalam Bolino, Turnley & Bloodgood, 2002). Ia memberikan

konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik dan teori politik modern.

Dengan menggunakan perspektif teoritis ini, Graham (dalam Bolino et.al., 2002)

mengemukakan tiga bentuk OCB, yaitu :

1. Ketaatan (obedience) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk

menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.

2. Loyalitas (loyalty) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk

menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan

kelangsungan organisasi.

3. Partisipasi (participation) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk

secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi

terdiri dari :

a. Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam

urusan-urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya:

selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri

pertemuan-pertemuan tidak resmi.

b. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk

mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan

pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan

memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi.

c. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang

melebihi standar kerja yang diwajibkan. Misalnya: kesukarelaan untuk


27

melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek

penting atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi

pengembangan organisasi.

Mengembangkan konsep Organ (1988), Podsakoff, MacKenzie, Moorman

dan Fetter (1990) mengidentifikasi lima dimensi dari OCB (Organ et.al., 2006 :

251), yaitu :

a. Altruism

Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual dari

karyawan yang memiliki pengaruh membantu orang lain khususnya yang

relevan dengan masalah organisasional (Organ et.al., 2006). Contohnya

adalah karyawan yang sudah selesai dengan pekerjaannya kemudian

membantu karyawan lain dalam menghadapi pekerjaan yang sulit.

b. Conscientiousness

Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual dari

karyawan yang melampaui persyaratan minimum dari peran organisasi di

bidang kehadiran, mematuhi aturan dan peraturan, mengambil jam istirahat

dan sebagainya. (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah tiba di kantor tepat

waktu, memiliki tingkat ketidakhadiran yang rendah dan menahan diri untuk

tidak mengambil waktu istirahat tambahan.


28

c. Sportsmanship

Yaitu kesediaan karyawan untuk mentoleransi keadaan yang kurang ideal di

tempat kerja tanpa mengeluh sebagai bentuk usaha untuk mengurangi

permasalahan yang timbul karena keluhan mengenai hal-hal yang sepele

(Organ et.al., 2006). Contohnya adalah tidak mengeluh meskipun kondisi

pekerjaannya kurang nyaman.

d. Courtesy

Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual yang

bertujuan untuk mencegah masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan

orang lain (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah mencoba untuk

menghindari terjadinya masalah dengan rekan kerja.

e. Civic virtue

Yaitu perilaku berpartisipasi dan menunjukkan kepedulian terhadap

kelangsungan hidup organisasi (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah aktif

berpartisipasi dalam rapat organisasi.

Untuk lebih jelas tentang dimensi OCB dari beberapa literatur, tabel di

bawah ini menjelaskan ringkasan dimensi-dimensi OCB :


29

Tabel 2.1
Ringkasan dimensi-dimensi OCB
No Nama dan Tahun Dimensi
1. Marshall (1950) 1. Kepatuhan (obedience)
2. Loyalitas (loyalty)
3. Partisipasi
Governance
Local Lives
Tempat Kerja
2. Podsakoff, MacKenzie, 1. Altruism
Moorman dan Fetter (1990) 2. conscientiousness
3. Sportsmanship
4. Courtesy
5. Civic Virtue
3. Graham (1991) 1. Kepatuhan (obedience)
2. Loyalitas (loyalty)
3. Partisipasi (participation)
Partisipasi Sosial
Partisipasi Advokasi
Partisipasi Fungsional
4. Podsakoff, MacKenzie, Paine 1. Helping
dan Brachrach (2000) 2. Sportsmanship
3. Organizational Loyality
4. Organizational Compliance
5. Individual Initiative
6. Civic Virtue
7. Self-Development
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.

Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari

masing-masing dimensi yang diuraikan oleh para penelitinya. Literatur-literatur

OCB di atas mengindikasikan bahwa ada dimensi-dimensi yang berbeda-beda dari

OCB tetapi pada dasarnya dari semua dimensi-dimensi tersebut memiliki

kesamaan konsep. Dengan kata lain, terjadi pelabelan (penamaan) yang berbeda-

beda terhadap dimensi yang sama, yang pada gilirannya mengakibatkan

penggunaan-penggunaan pengukuran yang tumpang tindih.


30

Dari beberapa dimensi yang terpapar di atas, maka dalam penelitian ini

digunakan dimensi yang dikemukakan oleh Podsakoff et.al., (1990) dengan

mengembangkan konsep Organ (1988), yaitu altruism, conscientiousness,

sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Hal ini didasarkan pada pertimbangan

bahwa lima dimensi tersebut lebih bisa menggambarkan karakteristik dari OCB

pegawai dan konsisten dengan teori yang telah dikemukakan oleh Organ (1988).

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior

(OCB)

Dalam studi yang mengintegrasikan tiga teori yang mempengaruhi OCB

karyawan, yaitu : teori atribusi, pertukaran sosial dan kepribadian evaluasi diri.

Ariani (2008) mengemukakan bahwa motif organisasi dan evaluasi kepribadian

diri merupakan faktor inti yang dapat mendorong OCB dari anggota organisasi

secara individual.

Sampai saat ini, beberapa faktor seperti kepuasan kerja, keadilan, dan

dukungan atau kepercayaan dari organisasi dan kepemimpinan adalah faktor yang

diusulkan oleh banyak peneliti untuk meningkatkan OCB pegawai. Berikut

beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi pegawai untuk berperilaku

OCB, yaitu :

a. Keadilan organisasi

Penilaian karyawan terhadap keadilan berbagai kebijakan atau peraturan

perusahan juga akan mempengaruhi perilaku keanggotaan. Penelitian yang

dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa ada pengaruh
31

yang positif antara dimensi keadilan organisasi dengan OCB. Tetapi dari hasil

penelitian Jafari dan Bidarian (2012), hanya dimensi keadilan prosedural

yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Asgari, Silong, Ahmad dan Sama (2008), dimensi lain dari

keadilan organisasi juga dapat mempengaruhi OCB meskipun melalui peran

variabel mediator, yaitu variabel POS dan kepercayaan (dalam Arwan, 2012).

b. Komitmen organisasi

Penelitian yang dilakukan oleh Morrison (dalam Novliandi, 2006)

menunjukan bahwa komitmen dapat menyebabkan karyawan mendefinisikan

pekerjaannya secara lebih luas dan dengan demikian karyawan yang

berkomitmen lebih mungkin untuk menunjukkan apa yang disebut dengan

OCB.

c. Perceived organizational support (POS)

Penelitian yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002)

menunjukkan bahwa persepsi karyawan atas dukungan organisasi dapat

mempengaruhi OCB dengan meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan

dan keinginan untuk membalas budi kepada organisasi, memenuhi kebutuhan

sosioemosional karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja serta komitmen

terhadap organisasi.

Studi Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap

dukungan organisasi (perceived organizational support (POS) dapat menjadi

faktor untuk memprediksi OCB. Pekerja yang merasa bahwa mereka


32

didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feedback) dan

menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat

dalam OCB.

d. Kepribadian dan mood (suasana hati)

Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya OCB

secara individual maupun kelompok. George dan Brief (dalam Novliadi,

2006) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain

juga dipengaruhi suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik

yang secara relatif dapat dikatakan tetap sedangkan suasana hati merupakan

karakteristik yang dapat berubah-ubah.

Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk

membantu orang lain. Meskipun suasana hati dipengaruhi oleh kepribadian

tetapi suasana hati juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok

kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi menghargai

karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok

kerja berjalan positif maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati

yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan

bantuan kepada orang lain (Sloat dalam Jayanti, 2009).

Menurut Robbins dan Judge (dalam Hendry, 2011), trait kepribadian utama

yang terkait dengan perilaku kerja seseorang dibagi menjadi enam, yaitu

machiavellianisme, narsisme, self-monitoring, risk taking, kepribadian pro-

aktif dan kepribadian tipe A. Tetapi perilaku karyawan tidak terlepas dari trait
33

kepribadian, seperti yang dijelaskan oleh Robbins dan Judge (dalam

Rangkuti, 2012) adalah self-monitoring. Self-monitoring merupakan suatu

trait kepribadian seseorang yang melibatkan kemampuan untuk mengatur

petunjuk non-verbal dan mengubah tingkah laku individu (Iriani, 2003). Hasil

penelitian dari Blakely et.al., (2003) menunjukkan self-monitoring

berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi

OCB adalah perilaku menolong dalam lingkungan organisasi.

e. Karakteristik individual karyawan atau anggota organisasi

Beberapa variabel demografis diuji untuk melihat hubungannya dengan OCB.

Penelitian yang dilakukan Morrison (dalam Novliandi, 2006) menemukan

bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita

dalam tingkat OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar

daripada pria. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan persepsi terhadap

OCB antara pria dan wanita, dimana wanita menganggap OCB merupakan

bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria.

Wagner dan Rush (dalam Jahangir et.al., 2004) menyebutkan bahwa

perbedaan usia individu mungkin memberikan pandangan mengenai

pekerjaan dan pribadinya sebagai suatu hal pokok. Seorang karyawan dengan

usia yang lebih muda lebih dapat menyesuaikan kebutuhan mereka terhadap

kebutuhan organisasi secara lebih fleksibel. Sedangkan yang lebih tua usianya

cenderung akan lebih kaku dalam mengatur kebutuhan mereka terhadap

organisasi. Hal ini akan menjadi peran penting pada perbedaan motivasi
34

terhadap OCB dari karyawan dengan usia muda dan karyawan dengan usia

lebih tua.

Greenberg dan Baron (dalam Rangkuti, 2012) mengemukakan bahwa

karakteristik personal seperti masa kerja dan gender berpengaruh pada OCB.

Masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB karena variabel-variabel

tersebut mewakili pengukuran terhadap investasi karyawan di organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa

semakin lama orang memiliki pengalaman kerja dalam suatu organisasi, maka

akan lebih baik OCB yang mereka tunjukkan.

f. Status kerja

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dyne dan Stamper (2001) ditemukan

bahwa terdapat perbedaan intensitas OCB antara karyawan yang bekerja

penuh waktu dan paruh waktu. Karyawan yang bekerja penuh waktu memiliki

intensitas helping yang tinggi dibanding karyawan paruh waktu. Selain itu,

karyawan yang memilih untuk bekerja penuh waktu juga lebih tinggi

intensitasnya dibanding karyawan yang memilih bekerja paruh waktu.

Untuk lebih jelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi OCB dari

beberapa literatur, tabel di bawah ini menjelaskan ringkasan faktor-faktor yang

mempengaruhi OCB :
35

Tabel 2.2
Ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi OCB
No. Nama dan Tahun Faktor yang mempengaruhi OCB
1. Smith, Organ dan Near (1983) Kepuasan kerja
Persepsi kepemimpinan dan dukungan
organisasi
Kepribadian
Karakteristik tugas
Sikap pada pekerjaan
2. OReilly dan Chatman (1986) Komitmen organisasi
Morrison (1994)
3. Organ (1988) Sikap pada pekerjaan
Niehoff dan Moorman (1993)
4. Farh, Podsakoff dan Organ Persepsi kepemimpinan dan dukungan
(1990) organisasi
Karakteristik tugas
Gaya kepemimpinan
5. Moorman (1991) Keadilan dan Keadilan organisasional
Sikap pada pekerjaan
6. Moorman, Niehoff dan Organ Kepuasan kerja
(1993) Persepsi keadilan
Karakteristik tugas
7. Dyne et.al., (1994) Kepribadian
Karakteristik tugas
Status kerja
8. Organ dan Ryan (1995) Sikap pada pekerjaan
Kepuasan kerja
9. Podsakoff et.al., (2000) Kepribadian
Persepsi kepemimpinan dan dukungan
organisasi
Karakteristik kelompok
Organisasi budaya organisasi
10. Rhoades dan Eisenberger (2002) Persepsi dukungan organisasi
Shore dan Wayne (1993)
11. Jacqueline dan Shapiro (2002) Kontrak psikologis
12. Robbins dan Judge (2008) Self-monitoring
Blakely, Andrews dan Fuller
(2003)
Snyder (1974)
13. Lee, Jeung dan Kim (2010) Keadilan dan Keadilan organisasional
14. Morrison (1994) Karakteristik individual karyawan
Burton (2003)
Jahangir dkk., (2004)
Greenberg dan Baron (2000)
Jafari dan Bidarian (2012)
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
36

Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari

masing-masing faktor yang diuraikan oleh para penelitinya. Persamaan dari

faktor-faktor yang telah diuraikan di atas adalah keseluruhannya mengindikasikan

adanya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap OCB pegawai di instansinya.

Selain itu, literatur-literatur OCB di atas mengindikasikan bahwa ada peneliti

yang meneliti faktor yang sama guna membuktikan apakah faktor-faktor tersebut

dapat berpengaruh dengan baik atau tidak terhadap OCB seseorang, tetapi ada

juga peneliti yang meneliti faktor berbeda untuk menemukan faktor-faktor lain

yang juga dapat mempengaruhi OCB selain faktor-faktor yang sudah diteliti oleh

banyak peneliti. Sedangkan perbedaannya terletak dari cara masing-masing

peneliti dalam mengukur faktor-faktor tersebut.

Dari beberapa penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi OCB

yang telah diuraikan, maka tidak semua faktor-faktor yang mempengaruhi OCB

tersebut di atas akan disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini.

Berdasarkan pada relevansi dengan permasalahan yang ada dan karena belum

banyaknya penelitian-penelitian yang mengaitkan variabel OCB dengan variabel

POS, variabel keadilan organisasi dan variabel kepribadian yang salah satu

traitnya adalah self-monitoring sehingga dianggap penting untuk meneliti variabel

POS, variabel keadilan organisasi dan variabel self-monitoring yang dianggap

sebagai prediktor dari munculnya OCB pada pegawai. Ketiga variabel faktor-

faktor tersebut diteliti bersamaan dalam satu penelitian sebagai independent

variable.
37

2.1.4 Pengukuran organizational citizenship behavior (OCB)

Banyak teori yang membahas dan mengemukakan mengenai OCB dengan teori

yang berbeda-beda. Berbeda teori yang dikemukakan tentunya alat ukur yang

digunakanpun berbeda. Seperti pada awal pengenalan OCB, skala ukur yang

digunakan oleh Bateman dan Organ (1983) adalah skala dengan 30-item

pernyataan, di tahun yang sama Organ bersama dengan Smith dan Near kembali

mengukur OCB dengan 16-item yang berbeda dan dikelompokkan dalam dua

dimensi OCB, yaitu altruism dan generalized compliance.

Selanjutnya Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter (1990) dengan

mengembangkan konsep dari Organ (dalam Organ et.al., 2006) melakukan

pengukuran pada penelitiannya dengan menggunakan 24-item pernyataan yang

terbagi ke dalam lima dimensi OCB, yaitu : altruism, conscientiousness,

sportsmanship, courtesy dan civic virtue.

Tahap perkembangan selanjutnya, peneliti lain yang juga meneliti OCB

adalah Dyne et.al., (1994). Ia meneliti OCB dengan menggunakan 34-item dan

dikelompokkan dalam lima dimensi yang berbeda, yaitu: loyality, obedience,

social participation, advocacy, participation dan function participation.

Dalam penelitian ini, digunakan 24-item skala pengukuran dalam bentuk

skala likert dari Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter (1990) dengan

mengembangkan konsep dari Organ (dalam Organ et.al., 2006). Hal ini

didasarkan pada pertimbangan sudah banyak peneliti sebelumnya yang


38

menggunakan skala tersebut, sehingga item-item yang sudah ada sudah tentu telah

teruji validitas dan reliabilitasnya.

2.2 Perceived Organizational Support (POS)


2.2.1 Pengertian perceived organizational support (POS)

Dalam organisasi, interaksi sosial bisa terjadi dalam konteks individu dengan

organisasinya. Terkait dengan itu, konsep dukungan organisasi mencoba untuk

menjelaskan interaksi individu dengan organisasi yang secara khusus mempelajari

bagaimana organisasi memperlakukan individu-individunya (pegawai).

Dukungan organisasi yang sering dikenal dengan istilah perceived

organizational support (POS) merupakan konsep yang penting dalam literatur

perilaku organisasi karena dukungan organisasi memberikan penjelasan mengenai

hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap

pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang

diterima oleh karyawan dan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan

diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. (Eisenberger,

Huntington, Hutchison & Sowa, 1986).

Persepsi atas dukungan organisasi akan menumbuhkan tingkat kepercayaan

tertentu dari karyawan atas penghargaan yang diberikan organisasi terhadap

kontribusi mereka (evaluation of employees contribution) dan perhatian

organisasi pada kehidupan mereka (care about employees well-being). Tingkat

kepercayaan karyawan terhadap dukungan organisasi dipengaruhi oleh evaluasi


39

mereka atas pengalaman dan pengamatan tentang cara organisasi memperlakukan

karyawan-karyawannya secara umum (Eisenberger et.al., 1986).

Menurut Hutchison (1997), dukungan organisasi bisa juga dipandang

sebagai komitmen organisasi pada individu. Bila dalam interaksi antara individu-

organisasi dikenal dengan istilah komitmen organisasi dari individu pada

organisasinya, maka dukungan organisasi berarti sebaliknya, yaitu komitmen

organisasi pada individu (karyawan) dalam organisasi tersebut. Komitmen

organisasi pada karyawan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, di antaranya

berupa rewards, kompensasi yang setara, dan iklim organisasi yang adil.

Pendapat lain mengenai pengertian POS muncul dari Randall et.al., (1999).

Ia menyatakan bahwa organisasi yang mendukung adalah organisasi yang merasa

bangga terhadap pekerja mereka, memberi kompensasi dengan adil, dan

mengikuti kebutuhan pekerjanya. Blau (dalam Hutchison, 1997) menyatakan

bahwa dukungan organisasional merupakan dasar hubungan pertukaran yang

dijelaskan dalam prinsip sosial atau ekonomi. Dua cara utama pertukaran sosial,

yaitu: (1) pertukaran menyeluruh (global) antara karyawan dan organisasi dan (2)

hubungan antara atasan dan bawahan.

Pada perkembangan selanjutnya, muncul Armeli et.al., (dalam Rhoades,

Eisenberger & Armeli, 2001) dengan pendapatnya yang tidak jauh berbeda. Ia

mengatakan bahwa dukungan organisasi merupakan upaya memberi penghargaan,

perhatian dan pengharapan kepada karyawan, dimana dukungan organisasi dapat

digunakan untuk melihat pengharapan karyawan bahwa organisasi akan memberi


40

pemahaman yang simpatik dan bantuan material untuk berhubungan dengan

situasi stres di tempat kerja atau di rumah yang akan membantu kebutuhan

terhadap dukungan emosional.

Selanjutnya muncul Rhoades dan Eisenberger (2002) yang mengatakan

bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan

mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan kepada karyawan dan

sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan kepada karyawannya

saat dibutuhkan.

Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya

tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota

organisasi ke dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan

hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut. Dengan

menyatunya keanggotaan dalam organisasi dengan identitas karyawan, maka

karyawan tersebut merasa menjadi bagian dari organisasi dan merasa bertanggung

jawab untuk berkontribusi dan memberikan kinerja terbaiknya pada organisasinya.

(Rhoades & Eisenberger, 2002)

Rhoades dan Eisenberger (2002) juga mengungkapkan bahwa persepsi

terhadap dukungan organisasi dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang di

bentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap kebijakan dan

prosedur organisasi yang dibentuk berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap

kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber daya, interaksi dengan


41

agen organisasinya (misalnya, supervisor) dan persepsi mereka mengenai

kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka.

POS dipengaruhi oleh banyak aspek dari perlakuan organisasi terhadap

karyawannya, sebaliknya pengaruh dari interpretasi karyawan terhadap

organisasinya mendasari motivasi karyawan untuk membalas perlakuan tersebut.

Hal tersebut mengimplikasikan kemungkinan adanya kesesuaian pada tingkat

dukungan yang diharapkan oleh karyawan dari organisasinya di berbagai bentuk

dukungan dalam situasi yang berbeda-beda dan dalam artian secara luas.

Termasuk di dalamnya adalah interpretasi karyawan terhadap kemungkinan

reaksi organisasi terhadap kejadian di masa yang akan datang seperti karyawan

sakit, kesalahan yang dilakukan karyawan, kinerja karyawan dan keinginan

perusahaan untuk memberi gaji atau imbalan yang sesuai dan membuat pekerjaan

karyawan berarti dan menarik bagi diri mereka.

Berdasarkan berbagai pengertian yang terpapar, maka dapat disimpulkan

bahwa POS atau dukungan organisasi memberikan penjelasan mengenai

hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap

pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang

diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan

diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi.

Dalam penelitian ini, digunakan pengertian POS dari Eisenberger,

Huntington, Hutchison dan Sowa (1986) karena teori Eisenberger et.al., (1986)

dianggap cukup kuat dan lengkap untuk dijadikan pedoman dalam penelitian ini
42

serta karena sudah banyak peneliti-peneliti sebelumnya (seperti : Shore & Wayne,

1993; Ardianto, 2009; Kamil, 2012; Tennant, 2012) yang menggunakan teori

Eisenberger et.al., ini sehingga dianggap bahwa teori Eisenberger et.al., (1986)

memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi.

Dari banyaknya penelitian terdahulu tentang pengaruh POS terhadap OCB

baik yang berperan sebagai variabel kontrol ataupun independent variable,

sehingga diduga bahwa variabel POS menarik untuk diteliti kembali dan dijadikan

variabel prediktor dari OCB.

2.2.2 Pengukuran perceived organizational support (POS)

Berbagai macam penelitian terdahulu yang berhubungan dengan POS dan

mengkaitkannya dengan berbagai variabel yang secara empiris berhubungan

dengan variabel tersebut. Termasuk di dalamnya adalah OCB (Cardona et.al.,

2004), keadilan organisasi (Rego & Cunha, 2006), kepemimpinan

transformasional, interaksi atasan-bawahan bersama variabel-variabel yang telah

disebutkan sebelumnya (Asgari, 2008) dan penelitian-penelitian lainnya yang

berhubungan dengan POS (Kamil, 2012).

Dari banyaknya penelitian tersebut, hampir keseluruhan penelitian yang

menggunakan variabel POS atau persepsi dukungan organisasi menggunakan alat

ukur survey perceived organizational support (SPOS) yang dikembangkan oleh

Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa pada tahun 1986 (Eisenberger

et.al., 1986).
43

Eisenberger et.al., (1986) mengatakan bahwa alat ukur SPOS ini terdiri dari

36-item dengan menggunakan 7 poin skala likert (1 = sangat tidak setuju, 7 =

sangat setuju) untuk mengidentifikasi tingkat kesetujuan dari tiap item. Untuk

mengontrol kurang imbangnya respon kesepakatan, sebagian dari pernyataan

merupakan hal yang positif dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang bersifat

negatif.

Pernyataan dalam alat ukur ini dibuat mengacu pada penilaian evaluatif

yang dikaitkan dengan organisasi mencakup kepuasan karyawan sebagai anggota

organisasi dan kinerja karyawan, antisipasi karyawan terhadap nilai masa depan,

apresiasi terhadap semangat karyawan, pertimbangan terhadap opini dan tujuan

karyawan, kepedulian karyawan terhadap pembayaran yang adil, pengembangan

organisasi, pemberdayaan talenta karyawan, kepuasan karyawan terhadap

pekerjaan dan kepatuhan karyawan.

Pernyataan juga mengacu kepada sikap afektif karyawan bahwa organisasi

mungkin akan mengambil situasi hipotetik termasuk keinginan untuk membantu

masalah pekerjaan, mengganti karyawan dengan karyawan baru yang bersedia

dengan gaji rendah, respon terhadap kemungkinan pengaduan karyawan,

kesalahan, kinerja yang buruk, kinerja yang berkembang, permintaan perubahan

kondisi kerja, permintaan hadiah spesial, keputusan untuk berhenti, kegagalan

menyelesaikan tugas tepat waktu, penyimpangan kerja karyawan,

memperkerjakan kembali setelah PHK dan kesempatan untuk mendapatkan

promosi (Eisenberger et.al., 1986).


44

Dalam penelitian ini, akan digunakan alat ukur SPOS dengan mengadaptasi

alat ukur yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa

(1986) karena sudah banyak penelitian terdahulu (seperti : Blakely, Andrews &

Fuller, 2003; Rhoades & Eisenberger, 2002) yang menggunakan alat ukur ini,

sehingga item-item yang sudah ada tentu telah teruji validitas dan reabilitasnya.

2.3 Keadilan Organisasi


2.3.1 Pengertian keadilan organisasi

Teori keadilan pertama kali dipopulerkan oleh J. Stacy Adam tahun 1963. Teori

ini menganggap bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran

pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain untuk menghapuskan

setiap ketidakadilan. (Arwan, 2012).

Peran keadilan pada anggaran telah difokuskan pada penelitian akuntansi

perilaku, seperti penelitian Lindquist (dalam Arwan, 2012) yang menemukan

bahwa suatu organisasi cenderung ingin mempertahankan keadilan dalam proses

anggaran. Keadilan telah dinyatakan sebagai cara untuk memecahkan konflik,

menyeleksi pegawai, menyelesaikan perselisihan tenaga kerja dan negosisasi gaji

(Greenberg, 1987).

Konseptualisasi teori keadilan organisasi distimulasi oleh beberapa

teoritikus (seperti Homans; Adams; Bercheid & Walster dalam Greenberg, 1987).

Para teoritikus ini memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pengujian

tentang equity theory mengenai distribusi pembayaran dan imbalan lainnya yang

berkaitan dengan pekerjaan (Greenberg, 1987).


45

Adam (dalam Asgari et.al., 2011) menyatakan bahwa teori persamaan

(equity theory) menekankan bahwa individu selalu mengevaluasi dirinya dalam

konteks sosial dan membandingkannya dengan orang lain. Perkembangan teori

persamaan pada dekade 1960-1970an menyebabkan munculnya berbagai

penelitian yang dikenal dengan keadilan dalam organisasi. Konsep mengenai

keadilan dan persamaan di lingkungan dan hubungan diantara karyawan dalam

organisasi kemudian disebut sebagai keadilan organisasi (Asgari et.al., 2011).

Pembahasan mengenai keadilan organisasi pertama muncul dalam penelitian

yang dilakukan oleh Greenberg (1987). Greenberg (dalam Colquitt et.al., 2001)

menggambarkan keadilan organisasi sebagai suatu upaya untuk menggambarkan

dan menjelaskan peran keadilan sebagai bahan pertimbangan di tempat kerja.

Greenberg dan Baron (2003) mengemukakan keadilan organisasi sebagai

persepsi orang akan keadilan dalam organisasi, mengenai bagaimana keputusan

dibuat dalam hal distribusi tentang hasil kerja yang diperoleh (keadilan

prosedural) dan keadilan mengenai hasil kerja yang didapat (sebagai studi dalam

teori kesetaraan).

Greenberg (2005) juga menjelaskan bahwa keadilan organisasi adalah

persepsi individu mengenai keadilan dalam konteks organisasi. Gagasan mengenai

keadilan organisasi ini berasal dari berbagai persoalan mengenai berbagai hal,

mulai dari seberapa banyak bayaran yang didapatkan sampai seberapa baik

karyawan diperlakukan oleh atasannya.


46

Pendapat yang tidak jauh berbeda yang diungkapkan oleh Kreitner dan

Kinicki (2007) yang menyatakan bahwa keadilan organisasi mencerminkan sejauh

mana orang merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja.

keadilan organisasi juga dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan mengenai

sejauh mana mereka diperlakukan secara adil dan jujur (Eloviainio et.al., dalam

Malik & Naeem, 2011) dan apakah proses dan hasil yang diperoleh di tempat

kerja adalah wajar atau tidak (Hubbel & Assad dalam Malik et.al., 2011).

Keadilan organisasi diperlakukan sebagai penilaian subjektif yang dibuat

oleh individu atau sekelompok individu (Greenhaus & Gerard, 2006). Dalam hal

ini, keadilan adalah konsep yang subjektif dan deskriptif yang menangkapi apa

yang individu yakini benar, bukan realitas objektif atau aturan moral yang bersifat

menentukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan organisasi adalah evaluasi

pribadi mengenai kepuasan etis dan moral dari perilaku manajerial (Cropanzano,

Bowen & Gilliland, 2007).

Literatur mengenai keadilan organisasi mengemukakan bahwa persepsi

karyawan mengenai keadilan pada prosedur, hasil dan hubungan interpersonal

dalam organisasi dapat mempengaruhi sikap dan perilaku yang berhubungan

dengan pekerjaan dan bagaimana mereka beraksi terhadap pelaksanaan dari

kegiatan organisasi (Greenberg & Tyler dalam Philip, Kumar & Choudhary,

2012). Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa ada hubungan positif yang

signifikan antara komponen keadilan organisasi (distributif, prosedural dan

interaksional sebagai variabel prediktor) dan OCB.


47

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa keadilan organisasi merupakan persepsi individu

mengenai keadilan dalam konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa

bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja baik berkaitan dengan

prosedural, distribusi maupun interaksional. Berdasarkan kesimpulan tersebut

maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori keadilan organisasi

dari Greenberg (2005). Karena teori Greenberg (2005) ini sudah banyak

digunakan oleh para peneliti dalam penelitian-penelitian mereka terdahulu

sehingga memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi (seperti Arwan, 2012).

Dengan melihat hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang keadilan

organisasi yang menyatakan bahwa keadilan organisasi dianggap mampu menjadi

prediktor dari OCB. Adanya penelitian terkait keadilan organisasi yang

menunjukkan bahwa keadilan organisasi adalah prediktor dari OCB yang lebih

baik dibandingkan kepuasan kerja (Farh et.al.; Moorman; Moorman et.al.; Organ

& Moorman dalam Rego & Cunha, 2006). Sehingga variabel keadilan organisasi

akan digunakan sebagai independent variable dalam penelitian ini.

2.3.2 Dimensi keadilan organisasi

Awalnya penelitian mengenai keadilan organisasi hanya berfokus pada keadilan

mengenai hasil keputusan yang disebut dengan keadilan distributif (Adams;

Deutsch; Homans; Leventhal dalam Colquitt, 2001). Kemudian, perkembangan

penelitian selanjutnya berfokus kepada bentuk keadilan lainnya, yaitu keadilan

terhadap proses yang menyebabkan hasil keputusan atau yang biasa disebut
48

dengan keadilan prosedural (Leventhal; Leventhal, Karuza & Fry; Thibaut &

Walker dalam Colquitt, 2001).

Penelitian terdahulu mengenai keadilan distributif dan keadilan prosedural

telah mendukung konsep dua-faktor bagi keadilan organisasi tersebut (Greenberg

dalam Colquitt, 2001). Namun, keberadaan konsep keadilan organisasi dua-faktor

tersebut diragukan dengan munculnya faktor baru, yaitu keadilan interaksional

yang diperkenalkan oleh Bies dan Moag (dalam Colquitt, 2001). Berikut

penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga bagian keadilan organisasi menurut

Greenberg (2005) :

1. Keadilan distributif

Greenberg (2005) menyatakan bahwa keadilan distributif adalah bentuk

keadilan organisasi yang berfokus pada keyakinan karyawan bahwa mereka

telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah yang adil

(seperti gaji, pengakuan dsb). Sebagai contoh, karyawan yang menganggap

penilaian formal kinerja yang mereka terima adalah adil sejauh bahwa

penilaian ini didasarkan pada tingkatan kinerja mereka yang sebenarnya

(Greenberg, 2005).

Penelitian terhadap keadilan hasil yang didapat sering dibuat berdasarkan

perbandingan antara hasil alokasi yang sebenarnya dengan distribusi ideal

yang ditentukan oleh beberapa peraturan alokasi, atau dapat dikatakan bahwa

keadilan distributif mencerminkan keadilan yang dirasakan dari bagaimana


49

sumber daya dan penghargaan didistribusikan atau dialokasikan (Kreitner &

Kinicki, 2007).

Teori keadilan distributif berasal dari equity theory yang diungkapkan oleh

Adams (dalam Colquitt et.al., 2001). Adams (dalam Colquitt et.al., 2001)

menyatakan bahwa salah satu cara untuk menentukan apakah suatu hasil itu

adil adalah dengan menghitung rasio kontribusi atau apa yang individu telah

berikan dengan hasil yang didapatkan dan kemudian membandingkan

hasilnya dengan hasil orang lain.

Keadilan distributif mengacu kepada keadilan yang dirasakan dari

pengalokasian sumber daya oleh organisasi, yang mana berfokus kepada hasil

(Rego & Cunha, 2006). Keadilan ini berkaitan dengan kenyataan bahwa tidak

semua pekerja diperlakukan sama dan alokasi hasil saling dibedakan di

tempat kerja (Cropanzano et.al., 2007). Keadilan distributif ada sejauh bahwa

alokasi hasil konsisten dengan tujuan dari situasi tertentu, seperti

memaksimalkan produktifitas atau meningkatkan kerjasama (Deutsch;

Leventhal dalam Colquitt 2001).

Keadilan distributif berperan penting bagi karyawan dalam mengevaluasi

organisasi (Asgari et.al., 2011). Jika keuntungan yang didapatkan karyawan

dari organisasi lebih besar dibandingkan yang karyawan dapatkan dari

organisasi lain, maka mereka akan menjadi sangat berkomitmen dan

berkewajiban (Asgari et.al., 2011).


50

2. Keadilan prosedural

Perhatian mengenai keadilan organisasi tidak hanya kepada berapa banyak

hasil yang diterima, tetapi juga kepada proses dimana hasil tersebut

ditentukan, yaitu keadilan prosedural (Greenberg, 2005). Dengan kata lain,

keadilan prosedural mengacu kepada persepsi karyawan terhadap keadilan

prosedural yang digunakan untuk menentukan hasil yang mereka dapatkan

(Greenberg, 2005; Asgari et.al., 2011). Dimana keadilan distributif adalah

tentang akhir sedangkan keadilan prosedural adalah tentang sarana menuju

hasil yang dihasilkan tersebut. Keadilan prosedural didefinisikan sebagai

persepsi karyawan bahwa prosedur yang diikuti oleh organisasi dalam

menentukan siapa yang mendapatkan keuntungan adalah adil (Folger &

Greenberg; Greenberg; Lind & Tyler dalam Arwan, 2012).

Keadilan prosedural memiliki fokus utama pada proses dan metode dimana

keputusan terhadap hasil dibuat (Ding & Lin; Farmer et.al.; Cropanzo &

Greenberg; Greenberg dalam Malik et.al., 2011). Ini adalah persepsi

karyawan mengenai keadilan dalam aturan dan ketentuan yang digunakan

untuk membuat keputusan yang akan mengarahkan pada hasil akhir (Ding &

Lin; Byrne; Coninck & Bachmann; Greenberg; Elovainio et.al.; Aryee et.al.;

Greenberg dalam Malik et.al., 2011). Contoh dari keadilan prosedural adalah

tingkat suara seseorang dalam pengambilan keputusan.

Dari tiga studi yang dilakukan oleh Leventhal dan rekan-rekannya

(Leventhal, 1976; 1980; Leventhal, Karuza & Fry dalam Colquitt et.al., 2001)
51

menyatakan bahwa terdapat enam kriteria prosedur yang harus dipenuhi agar

prosedur tersebut dianggap adil. Prosedur harus (a) dapat ditetapkan secara

konsisten kepada seluruh karyawan dan sepanjang waktu, (b) bebas dari bias,

(c) memastikan bahwa informasi yang akurat dikumpulkan dan digunakan

dalam membuat keputusan, (d) memiliki beberapa mekanisne untuk

memperbaiki keputusan yang salah atau tidak akurat, (e) sesuai dengan

standar etika atau moralitas yang berlaku dan (f) memperhitungkan pendapat

dari berbagai kelompok yang terkena dampak keputusan tersebut (Arwan,

2012).

Greenberg dan Cropanzano (dalam Greenberg 2005) menyatakan bahwa

prosedur yang tidak adil bukan hanya menyebabkan karyawan tidak puas

terhadap hasil yang mereka terima (seperti pada keadilan distributif) tetapi

juga menyebabkan mereka menolak seluruh sistem yang tidak adil. Sehingga

dapat dikatakan bahwa keadilan prosedural mempengaruhi kecenderungan

karyawan untuk mengikuti aturan organisasi, karyawan cenderung tidak

mengikuti aturan organisasi ketika mereka memiliki alasan untuk percaya

bahwa prosedur organisasi pada dasarnya tidak adil. Ketika dibandingkan

dengan keadilan distributif, keadilan prosedural cenderung memiliki dampak

yang lebih besar pada evaluasi para pengambil keputusan, seperti

kepercayaan terhadap atasan, dan institusi sosial, seperti komitmen organisasi

(Greenhaus & Gerard, 2006).


52

3. Keadilan interaksional

Keadilan interaksional ini mengacu pada cara manajemen atau mereka yang

mengatur penghargaan dan sumber daya, bersikap terhadap penerima

keadilan dan terutama berhubungan dengan cara manajer memperlakukan

bawahan (Rego & Cunha, 2006). Atau dengan kata lain, keadilan

interaksional mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan yang

berkaitan dengan cara bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain

(Greenberg, 2005).

Bies dan Moag (dalam Colquitt et.al., 2001) memperkenalkan aspek terbaru

dari keadilan organisasi dengan berfokus pada pentingnya kualitas perlakuan

interpersonal yang seseorang dapatkan ketika prosedur dijalankan. Bies dan

Moag (dalam Colquitt et.al., 2001) menyebut aspek keadilan ini sebagai

keadilan interaksional.

Keadilan interaksional dianggap sebagai aspek kunci dalam kondisi di tempat

kerja karena berhubungan dengan perlakuan yang adil dan tidak adil

(Martinez et.al.; Cohen & Spector; Frey dalam Malik et.al., 2011). Bentuk

penelitian ini lebih berfokus pada apakah orang tersebut merasa atau tidak

merasa diperlakukan dengan adil ketika keputusan diimplementasikan.

Keadilan interaksional melibatkan cara keadilan organisasi dikomunikasikan

oleh atasan ke bawahan (Pierce & Newstroom dalam Arwan 2012).

Keadilan interaksional terdiri dari dua jenis perlakuan (Greenberg; Colquitt;

Colquitt et.al.; Greenberg & Lind; Rego et.al.; Blakely et.al. dalam Rego &
53

Cunha, 2006). Pertama, yang disebut dengan keadilan interpersonal yang

mengacu pada sejauh mana atasan memperlakukan karyawan dengan rasa

hormat dan bermartabat (Rego & Cunha, 2006). Kedua, yang disebut dengan

keadilan informasional, berfokus pada penjelasan yang diberikan kepada

karyawan mengenai informasi tentang prosedur yang digunakan dan hasil

yang didapatkan dari pengambilan keputusan (Rego & Cunha, 2006).

Kedua jenis perlakuan interpersonal tersebut terbukti memiliki dampak yang

berbeda (Colquitt et.al., 2001). Keadilan interpersonal berperan utama untuk

mengubah reaksi terhadap hasil keputusan, karena kepekaan dapat membuat

orang merasa lebih baik terhadap hasil yang kurang baik. Sedangkan keadilan

informasional berperan utama untuk mengubah reaksi terhadap prosedur,

dalam hal pemberian penjelasan informasi yang dibutuhkan untuk

mengevaluasi aspek-aspek struktural dari proses (Colquitt et.al., 2001).

Bukti empiris dan teoritis menunjukkan bahwa masing-masing bagian

keadilan organisasi meramalkan hasil yang berbeda (Rego & Cunha, 2006).

Keadilan distributif dinyatakan berhubungan utama dengan reaksi terhadap hasil

tertentu, hal ini dikarenakan distributif cenderung kepada hasil. Sedangkan,

keadilan prosedural lebih berpengaruh terhadap organisasi, seperti mempengaruhi

besar atau kecilnya komitmen organisasi terhadap OCB. Berbeda dengan keadilan

interaksional yang lebih berpengaruh dengan reaksi terhadap atasan atau sesuatu

yang secara interaksional tidak adil terhadap dirinya (Rego & Cunha, 2006).
54

Singkatnya, orang mempersepsikan keadilan interaksional ketika mereka

memutuskan bagaimana bereaksi terhadap agen pembuat keputusan, contohnya

adalah seorang supervisor, sedangkan keadilan prosedural digunakan untuk

memutuskan bagaimana bereaksi terhadap sistem pengambilan keputusan,

contohnya adalah organisasi (Bies & Moag dalam Colquitt, 2001).

Teori yang tidak jauh berbeda, yaitu teori yang diajukan oleh Colquitt et.al.,

(dalam Arwan, 2012) bahwa aspek dari keadilan organisasi, yaitu :

a. Distributive justice (keadilan distributif), yaitu keadilan mengenai alokasi

hasil atau imbalan yang diterima oleh anggota organisasi.

b. Procedural justice (keadilan prosedural), yaitu keadilan mengenai proses

dimana imbalan didistribusikan.

c. Interactional justice (keadilan interaksional), yaitu berhubungan dengan

bagaimana karyawan diperlakukan dan terkait dengan perasaan karyawan

apakah dihargai oleh atasan atau tidak.

Dari penjelasan mengenai dimensi-dimensi keadilan organisasi yang

terpapar di atas, maka dalam penelitian ini akan digunakan dimensi keadilan

organisasi yang dikemukakan oleh Greenberg (dalam Rego & Cunha, 2006), yaitu

: keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan

informasional.
55

2.3.3 Pengukuran keadilan organisasi

Pengukuran keadilan organisasi pada penelitian ini diadaptasi dari skala yang

dibuat oleh Rego dan Cunha (2006). Rego dan Cunha (2006) melakukan

penelitian terhadap 269 individu yang bekerja pada 37 organisasi di Portugal.

Pada penelitian Rego dan Cunha (2006), partisipan diminta untuk

melaporkan mengenai persepsi mereka tentang keadilan melalui kuisioner yang

dikembangkan oleh peneliti. Kuisioner terdiri dari 31-item yang dikumpulkan

melalui literatur dan wawancara. Confirmatory factor analysis (CFA) kemudian

dilakukan untuk mengetes nilai fit dari faktor empat model, yaitu : keadilan

distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional.

Dari hasil uji CFA pada penelitian Rego dan Cunha (2006), maka dihasilkan

skala yang terdiri dari 17-item. Dimana 14-item harus di buang karena nilai fit

tidak memuaskan. Model 17-item memiliki indeks fit yang memuaskan, yaitu

item yang terdapat di skala tersebut memuat faktor yang diwakili.

Karena pada teori Greenberg (2005) tidak ada skala pengukuran yang sesuai

dengan teori tersebut. Sehingga pada penelitian terdahulu yang menggunakan

teori Greenberg (2005) ini selalu menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti

lain (seperti Rego & Cunha, 2006). Maka dari itu, pada penelitian ini pun akan

digunakan skala ukur 31-item dengan model 17-item yang dibuat oleh Rego dan

Cunha (2006).
56

2.4 Self-Monitoring
2.4.1 Pengertian self-monitoring

Konsep self-monitoring pertama kali dikemukakan oleh Snyder pada tahun 1972

dalam disertasinya di Universitas Stanford. Self-monitoring merupakan sebuah

konsep yang berhubungan dengan impression management atau konsep

pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986). Mark Snyder (1974) mengajukan

konsep self-monitoring, yang menjelaskan mengenai proses yang dialami dari tiap

individu dalam menampilkan impression management dihadapan orang lain.

Konsep self-monitoring dikemukakan oleh Snyder (1974) sebagai

kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan

dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap

dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. Self-monitoring pada individu

berperan dalam menentukan kesan apa yang ingin ditampilkan individu terhadap

individu lain, sehingga dapat terjalin suatu hubungan yang baik (Moningka &

Widyarini, 2005).

Menurut Snyder dan Gangestad (1986), self-monitoring merupakan

kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta

kemampuannya untuk mengontrol diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai

dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam situasi sosial.

Snyder & Cantor (dalam Hendrayanti, 2006) mendefinisikan self-

monitoring sebagai cara individu dalam membuat perencanaan, bertindak dan

mengatur keputusan dalam berperilaku terhadap situasi sosial. Hal ini diperkuat
57

dengan pendapat Robbins (1996) yang menyatakan bahwa self-monitoring

merupakan suatu ciri kepribadian yang mengukur kemampuan individu untuk

menyesuaikan perilakunya pada faktor-faktor situasional luar (Hendrayanti,

2006).

Menurut Brehm dan Kassin (1993), self-monitoring adalah kecenderungan

untuk merubah perilaku dalam merespon terhadap presentasi diri yang dipusatkan

pada situasi. Sedangkan menurut Worchel et.al. (2000), self-monitoring adalah

menyesuaikan perilaku terhadap norma-norma situasional dan harapan-harapan

dari orang lain. Sementara Brigham (1991) menyatakan self-monitoring

merupakan proses dimana individu mengadakan pemantauan (memonitor)

terhadap pengelolaan kesan yang telah dilakukannya (Nadhirin, 2010).

Koestner, Bernieri dan Zuckerman (2003) menyatakan self-monitoring

sebagai pengaturan perilaku seseorang seseorang berdasarkan situasi eksternal dan

reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti keyakinan sikap dan

nilai. Self-monitoring adalah karakteristik kepribadian yang membuat individu

tersebut memberikan perhatian penuh pada situasi sosial. Jadi, mereka dapat

mengubah perilakunya untuk disesuaikan dengan situasi yang muncul (Rangkuti,

2012).

Self-monitoring adalah kemampuan seseorang untuk memantau dirinya

untuk berperilaku sesuai dengan situasi (Snyder dalam Rangkuti, 2012). Snyder

(dalam Rangkuti, 2012) juga menyatakan bahwa self-monitoring merupakan suatu

kemampuan atau kesadaran diri menampilkan dirinya baik perilaku, ekspresi non-
58

verbal serta mengendalikan penampilan emosi sesuai dengan situasi yang

dihadapinya. Dimana self-monitoring bukanlah suatu usulan, tetapi merupakan

suatu tingkatan yaitu suatu hal yang secara relatif tinggi dan rendah kaitannya

dengan pola ekspresi diri.

Snyder (dalam Rangkuti, 2012) mengemukakan self-monitoring

berhubungan dengan observasi diri dan kontrol diri yang diterima secara sosial.

Seseorang yang tinggi dalam monitoring diri akan mau dan mampu tampil ke

depan dan dapat melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial. Menurut

Baron dan Byrne (dalam Hendrayanti, 2006) self-monitoring merupakan tingkatan

individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan situasi eksternal dan reaksi

orang lain (self-monitoring tinggi) atau atas dasar faktor internal seperti

keyakinan, sikap dan minat (self-monitoring rendah).

Self-monitoring tinggi sensitif terhadap persyaratan dari suatu situasi

tertentu dan dapat dengan mudah menyesuaikan perilaku mereka sendiri untuk

memenuhi situasi tersebut (Snyder & Gangestad, 1986). Self-monitoring tinggi

cenderung lebih banyak bergantung pada situasional verbal dan isyarat non-verbal

daripada perasaan internal dan sikap untuk menentukan kelayakan perilaku

mereka sendiri. Self-monitoring tinggi juga cenderung aktif memantau dan

mengatur perilaku mereka sendiri di hadapan orang lain. Sebaliknya, self-

monitoring rendah kurang sensitif terhadap sekitarnya dan kurang peduli dengan

dampak dari sikapnya terhadap orang lain dan lebih dipandu oleh perasaan

internal mereka dan sikap dari situasional. Self-monitoring rendah cenderung


59

berperilaku sesuai dengan isyarat internal daripada isyarat eksternal (Blakely

et.al., 2003).

Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam

pengelolaan kesan. Pengelolaan emosi melibatkan pengaturan perilaku

diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring merupakan dasar dari

dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB. Perhatian

untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang

menunjukkan OCB (Krishnan & Arora, 2008).

Niehoff dan Moorman (1993) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada

hubungan positif antara metode monitoring pimpinan terhadap OCB. Pertama,

hubungan positif ditemukan antara manager memulai diskusi dan altruism.

Kedua, metode pemimpin pengawasan dan keadilan terbaik tercermin pada

hubungan positif antara pengamatan keadilan dari semua tiga dimensi (seperti

observasi, informal discussion, formal meeting).

Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan, penulis dapat menarik

kesimpulan mengenai pengertian self-monitoring, yaitu kemampuan individu

untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain

atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari

individu yang bersangkutan.

Berdasarkan berbagai pengertian tentang self-monitoring yang telah

diuraikan, maka dalam penelitian ini akan digunakan pengertian self-monitoring


60

dari Snyder (1974). Hal ini karena pengertian yang dipaparkan oleh Snyder (1974)

dianggap cukup kuat untuk dijadikan pedoman dalam penelitian ini.

Dengan cukupnya literatur tentang pengaruh self-monitoring terhadap OCB

dan karena belum banyaknya penelitian yang meneliti variabel self-monitoring

yang dikaitkan dengan OCB sehingga variabel self-monitoring dianggap penting

untuk dijadikan independent variable dalam penelitian ini yang akan diteliti

bersama dengan variabel prediktor OCB lainnya.

2.4.2 Ciri-ciri self-monitoring

Menurut Snyder (1974) ada dua ciri-ciri dari self-monitoring, yaitu : high self-

monitoring dan low self-monitoring. Faktor internal dan faktor eksternal

merupakan dua faktor penyebab munculnya kedua bentuk self-monitoring

tersebut. Faktor internal seperti nilai, kepercayan, minat dan perasaan

menyebabkan seorang individu memiliki self-monitoring yang rendah sebab

mereka lebih mengutamakan dirinya dan nilai-nilai yang diyakininya dan kurang

memperhatikan situasi sosial di sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal seperti

lingkungan dan situasi sosial di sekitarnya menyebabkan self-monitoring yang

tinggi sebab individu cenderung untuk memperhatikan lingkungan sosialnya yang

dapat dilihatnya sebagai petunjuk dalam bertingkah laku.

a. High self-monitoring

Individu yang memiliki self-monitoring yang tinggi menitikberatkan pada apa

yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada bagaimana orang

berperilaku dalam setting sosial. Mereka menggunakan informasi ini sebagai


61

pedoman bagi tingkah laku mereka. Perilaku mereka lebih ditentukan oleh

kecocokan dengan situasi daripada sikap dan perasaan mereka sebenarnya.

Mereka pandai dalam merasakan keinginan dan harapan orang lain, terampil

dan ahli dalam mempresentasikan beberapa perilaku dalam situasi berbeda

dan dapat memodifikasi perilaku-perilaku untuk menyesuaikan dengan

harapan orang lain. High self-monitoring digambarkan sebagai orang yang

memiliki pragmatic self. Mereka sering disebut juga sebagai pengelola kesan

yang lihai (skilled impression management).

b. Low self-monitoring

Individu dengan self-monitoring rendah cenderung lebih menaruh perhatian

pada perasaan mereka sendiri dan kurang menaruh perhatian pada isyarat-

isyarat situasi yang dapat menunjukan apakah mereka sudah layak atau

belum. Berbeda dengan high self-monitoring, low self-monitoring

mengungkapkan dirinya secara lebih jelas dan cenderung untuk menjadi diri

mereka sendiri tanpa memperhatikan situasi dan harapan orang lain.

Untuk lebih jelas tentang ciri-ciri high self-monitoring dan low self-

monitoring dari beberapa literatur, tabel di bawah ini menjelaskan ringkasan ciri-

ciri high self-monitoring dan low self-monitoring :


62

Tabel 2.3
Ringkasan ciri-ciri high self-monitoring dan low self-monitoring
No. Nama dan Tahun High self-monitoring Low self-monitoring
1 Baron dan Byrne o Tingkah laku dipengaruhi o Tingkah laku dipengaruhi
(2004) oleh faktor eksternal faktor internal (nilai,
(situasi sosial). minat dan perasaan).
o Mempunyai hubungan o Mempunyai hubungan
interpersonal yang baik. interpersonal yang
kurang baik.
o Kurang konsisten dalam o Lebih konsisten dalam
berperilaku dan lebih berperilaku sehingga
dikenal dengan bunglon dianggap terlalu kaku.
sosial.
2. Engel et.al. (1995) o Sangat peduli dengan o Tidak peduli dengan
pendapat oang lain dan pendapat orang lain dan
lebih fokus pada situasi lebih mementingkan
sosial. perasaan.
3. Glick, DeMorest o Menempatkan pada daya o Menempatkan pada
dan Horze (1998) tarik fisik dalam memilih kualitas kepribadian
pasangan. dalam memilih pasangan.
4. Pilkonis (1997) o Tidak pemalu dan lebih o Pemalu dan kurang siap
siap mengambil inisiatif mengambil inisiatif
dalam berbagai situasi. dalam berbagai situasi.
5. Setyabudi (2013) o Lebih mudah terkena o Lebih jarang terkena
stress. stress.
6. Sharp dan Getz o Lebih cenderung o Harga diri cenderung
(1996) memiliki harga diri rendah.
tinggi.
7. Snyder (1974) o Lebih peka terhadap o Kurang peka karena lebih
lingkungan sosial di mengutamakan diri dan
sekitarnya dan perasaan mereka sendiri.
menjadikan petunjuk o Kurang mengutamakan
sosial sebagai pedoman penampilan dan
berperilaku. kepribadiannya sendiri
o Mengutamakan o Cenderung untuk
penampilan dan mengungkapkan dirinya
cenderung untuk dilihat secara jelas.
baik.
8 Wrightsman dan o Menyukai terjadi o Kurang menyukai adanya
Deaux (1981) perubahan dalam perubahan dalam
lingkungan lingkungan sosial.
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
63

2.4.3 Komponen self-monitoring

Baron dan Greenberg (dalam Rangkuti, 2012) menyatakan bahwa self-monitoring

mempunyai tiga komponen, yaitu :

a. Kesediaan untuk menjadi pusat perhatian. Hal ini berhubungan dengan

kemampuan sosial dalam mengekspresikan emosional individu.

b. Kecenderungan yang menggambarkan kepekaan individu dalam reaksinya

terhadap orang lain.

c. Kemampuan dan kesediaan individu untuk menyesuaikan perilaku sehingga

menimbulkan reaksi yang positif terhadap orang lain.

Snyder (dalam Hendrayanti, 2006) menyatakan bahwa self-monitoring

mempunyai lima komponen yang terdapat dalam diri individu :

a. Peduli terhadap apa yang secara sosial dibutuhkan untuk penampilan diri

seseorang.

b. Perhatian pada perbandingan informasi sosial sebagai isyarat yang secara

sosial dibutuhkan untuk mengekspresikan penampilan dirinya (self-

presentation).

c. Kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasi penampilan dirinya (self-

presentation) dan ekspresi perilakunya.

d. Mampu menggunakan kemampuan tersebut sesuai dengan situasi.

e. Peka terhadap kegunaan atau memfaat kemampuan ini dalam situasi-situasi

tertentu.
64

Briggs dan Cheek (1986) maupun Lennox dan Wolfe (1984)

menyempurnakan pendapat Snyder (1974) mengenai komponen self-monitoring.

Briggs dan Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1986) menyebutkan ada tiga

komponen yang dapat diukur dalam self-monitoring seseorang (Hendrayanti,

2006), yaitu :

1. Expressive self-control. Berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif

mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self-monitoring

tinggi suka mengontol tingkah lakunya agar dapat terlihat baik. Adapun ciri-

cirinya adalah :

a. Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara, berpura-

pura, dan melakukan kontrol ekspresi baik secara verbal maupun non-

verbal serta kontrol emosi.

b. Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana.

c. Berbicara didepan umum secara spontan.

2. Social stage presence, kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan

situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan

kemampuan untuk menarik perhatian sosial. Ciri-cirinya adalah :

a. Ingin tampil menonjol atau menjadi pusat perhatian.

b. Suka bercerita atau melucu.

c. Suka menilai.

3. Other directed self-presentation, kemampuan untuk memainkan peran seperti

apa yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial, kemampuan untuk
65

menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi

yang dihadapi. Adapun ciri-cirinya adalah :

a. Berusaha menyenangkan orang lain.

b. Bersikap sama dengan situasi sosial.

c. Suka menggunakan topeng untuk menutupi perasaannya.

Dari beberapa komponen-komponen self-monitoring yang terpapar di atas,

maka dalam penelitian ini akan digunakan komponen self-monitoring yang

dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1986), yaitu

expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation.

Hal ini karena komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan

Cheek (1986) dianggap mampu mengungkap self-monitoring seorang pegawai

dalam kaitannya dengan OCB pegawai.

Selain itu, komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan

Cheek (1986) ini dianggap lebih lengkap dan tepat untuk digunakan dalam

penelitian ini dibandingkan dengan komponen-komponen lain yang dikemukakan

oleh peneliti lain karena merupakan hasil memperbaiki dan menyempurnakan

pendapat peneliti lain serta karena sudah banyaknya peneliti terdahulu (Rangkuti,

2012; Hendrayanti, 2006; Setyabudi, 2013) yang menggunakan komponen self-

monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986).


66

2.4.4 Pengukuran self-monitoring

Awalnya Snyder mengembangkan skala self-monitoring pada tahun 1974 sebagai

skala pengukuran dengan menggunakan 25-item. Skala ini direvisi menjadi

ukuran 18-item yang dianggap lebih unggul secara psikometri daripada skala asli

dari self-monitoring.

Menurut Soibel, Fong, Mullin, Jenkins dan Raymond (2012) yang

berpegang pada teori Snyder dan Gangestad (1986) menyatakan bahwa self-

monitoring diukur dengan menggunakan tiga pengukuran yang berbeda. Pertama,

skala self-monitoring scale (SMS) yang terdiri dari 25-item dengan metode benar-

salah (misalnya, "dalam situasi yang berbeda dan bersama orang yang berbeda,

saya sering bersikap seperti orang yang sangat berbeda") (Snyder, 1974). Skor

yang didapat kemudian dijumlahkan dan individu yang mendapat skor 13 keatas

dianggap memiliki monitor diri yang tinggi. Penelitian sebelumnya telah

menemukan bahwa pengukuran ini memiliki reliabilitas internal moderat, dengan

alpha cronbach berkisar 0,67-0,75 (Ahmed, Garg & Braimoh, 1986; Briggs et.al.,

1980). Skala juga menunjukkan validitas konstruk yang baik (untuk review lihat

Gangestad & Snyder, 2000).

Kedua, self-monitoring scale-revised (SMS-R) yang terdiri dari 18-item

yang diambil dari self-monitoring scale asli (Snyder & Gangestad, 1986). Item

dihitung dengan cara yang sama seperti self-monitoring scale yang terdiri dari 25-

item dan menggunakan patokan skala skor 11 untuk membedakan antara high self-

monitoring dan low self-monitoring. SMS-R ini memiliki reliabilitas internal yang
67

tinggi dan baik untuk digunakan, dengan alpha cronbach berkisar 0,60-0,70

(Snyder & Gangestad, 1986).

Ketiga, revised self-monitoring scale (R-SMS) terdiri dari 13-item dan

dibagi menjadi dua sub-skala (Lennox & Wolfe, 1984), yaitu : kemampuan untuk

memodifikasi self-presentation dan sensitivitas terhadap perilaku ekspresif orang

lain. Item dinilai menggunakan skala likert 6-point yang berkisar antara 0 (tentu,

selalu salah) sampai 5 (tentu, selalu benar). Sub-skala self-presentation terdiri dari

7-item (misalnya, "saya mengalami kesulitan mengubah perilaku saya sesuai

dengan orang yang berbeda dan situasi yang berbeda"). Sub-skala sensitivitas

terdiri dari 6-item (misalnya, "saya sering dapat melihat emosi seseorang dengan

tepat melalui mata mereka"). Alpha cronbach pada penelitian sebelumnya berkisar

0,75-0,83 (Lennox & Wolfe, 1984).

Dari banyak penelitian tentang self-monitoring, hampir keseluruhan

penelitian menggunakan alat ukur self-monitoring scale (SMS) yang terdiri dari

25-item yang dikembangkan oleh Snyder (1974). Sehingga pada penelitian ini,

akan digunakan alat ukur yang diadaptasi dari skala yang dibuat oleh Snyder

(1974), yaitu SMS 25-item dengan versi true-false (benar-salah).

Dalam skala ini, untuk tanggapan salah (false) dikodekan 0 dan benar (true)

1. Kode 1 ini yang menunjukkan self-monitoring tinggi. Setelah responden

menjawab semua item pernyataan, kemudian hasil jawaban dikelompokkan mana

yang kode 1 dan mana yang kode 0. Sehingga nantinya yang akan diproses adalah

dari total jawaban dengan kode 1 yang kemudian dirata-ratakan dengan jumlah
68

total item. (Kilduff & Day, 1994; Snyder & Gangestad, 1986). Alpha cronbach

adalah .78.

2.5 Kerangka Berpikir

Pada suatu instansi, peningkatan efektivitas, efisiensi dan kreativitas pegawai

sangat bergantung pada kesediaan orang-orang dalam instansi untuk berkontribusi

secara positif dalam menyikapi berbagai macam perubahan. Idealnya, perilaku

karyawan untuk bersedia memberikan kontribusi positif ini tidak hanya terbatas

dalam kewajiban formal, melainkan lebih dari kewajiban formalnya. Dalam

literatur organisasi modern, perilaku dalam bentuk kerelaan untuk memberikan

kontribusi yang lebih dari kewajiban formal bukanlah merupakan bentuk perilaku

organisasi yang dapat dimunculkan melalui basis kewajiban-kewajiban peran

formal karyawan. Perilaku ini disebut sebagai organizational citizenship behavior

(OCB).

Pentingnya OCB bagi keberhasilan suatu perusahaan karena pada dasarnya

perusahaan tidak dapat mengantisipasi seluruh perilaku dalam organisasi hanya

dengan mengandalkan deskripsi kerja yang dinyatakan secara formal saja. Dengan

demikian, pentingnya OCB secara praktis adalah pada kemampuannya

memperbaiki efisiensi, efektivitas dan kreativitas perusahaan melalui

kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi dan adaptabilitas. OCB

dipengaruhi oleh berbagai prediktor, dalam penelitian ini prediktor yang akan

diteliti adalah perceived organizational support (POS), keadilan organisasi, self-

monitoring dan demografi.


69

Adapun variabel yang terkait dengan OCB, yaitu perceived organizational

support (POS). POS dalam banyak kasus berperan penting terhadap munculnya

perilaku OCB sebab seringkali persepsi dan interpretasi seorang pegawai terhadap

dirinya dalam berbagai bentuk akan meningkatkan rasa percaya diri pegawai

terhadap instansinya dan muncul dorongan untuk kembali membantu instansinya.

Logika yang mendasari pernyataan di atas, yaitu bahwa ketika pegawai

mempersepsikan dukungan organisasi terhadap dirinya adalah baik maka akan

meningkatkan perilaku sukarela dalam membantu perusahaan, meningkatkan

kesediaan untuk berperilaku melampaui peran formalnya, menurunkan angka

konflik interpersonal maupun antarpersonal dan akan meningkatkan kepedulian

terhadap perusahaannya sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka akan

memunculkan OCB yang akan membantu kelancaran, efektivitas dan efisiensi

perusahaan.

Begitupun jika ketika pegawai mempersepsikan dukungan organisasi

terhadap dirinya adalah kurang baik atau bahkan tidak baik maka perilaku

sukarela dalam membantu perusahaan, kesediaan untuk berperilaku melampaui

peran formalnya dan kepedulian terhadap perusahaannya akan menurun bahkan

tidak muncul sama sekali sehingga dengan begitu secara otomatis OCB tidak akan

muncul serta dapat menghambat kelancaran, efektivitas dan efisiensi instansinya.

Variabel selanjutnya yang terkait dengan OCB adalah keadilan organisasi.

Dimana bila pegawai menilai bahwa instansinya bersikap adil terhadap kebijakan

atau peraturan instansinya maka akan mempengaruhi perilaku keanggotaan


70

pegawai dalam instansinya. Sehingga semakin tingginya keadilan dalam suatu

instansi maka akan meningkatkan perilaku sukarela pegawainya dalam membantu

instansi tersebut, meningkatkan kesediaan pegawai untuk berperilaku melampaui

peran formalnya, menurunkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal

dan akan meningkatkan kepedulian pegawai terhadap instansinya sehingga

dengan adanya hal-hal tersebut maka akan memunculkan OCB yang akan

membantu mencapai tujuan instansinya.

Tetapi semakin rendahnya keadilan dalam suatu instansi maka akan

menurunkan perilaku sukarela pegawainya dalam membantu instansinya tersebut,

meningkatkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal dan akan

menurunkan kepedulian pegawai terhadap instansinya sehingga dengan adanya

hal-hal tersebut maka tidak akan memunculkan OCB sehingga akan menghambat

kelancaran, efektivitas dan efisiensi instansinya.

Adapun variabel selanjutnya yang terkait dengan OCB, yaitu self-

monitoring. Dimana self-monitoring adalah kemampuan individu bertingkah laku

sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan sosialnya yang

akan mempengaruhi kesediaan pegawai untuk mentoleransi keadaan yang kurang

ideal dalam instansinya sehingga dapat meningkatkan moral kelompok kerja dan

menurunkan konflik antar kelompok kerja.

Diasumsikan bahwa ketika self-monitoring seorang pegawai tinggi maka

akan menurunkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal, akan

meningkatkan kepeduliannya terhadap instansinya, meningkatkan kesediaan untuk


71

berperilaku melampaui peran formalnya, sehingga dengan adanya hal-hal tersebut

maka akan memunculkan OCB yang akan membantu dalam peningkatan

karakteristik instansinya.

Namun, jika self-monitoring seorang pegawai rendah maka akan

meningkatkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal, akan

menurunkan kepeduliannya terhadap instansinya, menurunkan kesediaan untuk

berperilaku melampaui peran formalnya, sehingga dengan adanya hal-hal tersebut

maka tidak akan memunculkan OCB yang akan menghambat peningkatan

karakteristik instansinya.

Variabel lain yang juga terkait dengan OCB, yaitu variabel demografi.

Variabel demografi yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,

suku dan lama bekerja. Usia adalah suatu tahapan perkembangan individu yang

tumbuh dan berkembang secara potensial. Dalam penelitian ini diasumsikan

bahwa ketika usia pegawai semakin tinggi maka akan cenderung lebih kaku dalam

mengatur kebutuhannya terhadap instansinya sehingga tidak akan memunculkan

OCB yang akan menghambat kelancaran, efektifitas dan efisiensi instansinya.

Tetapi ketika usia pegawai semakin rendah maka akan cenderung lebih

fleksibel dalam mengatur kebutuhannya terhadap instansinya sehingga akan

memunculkan OCB yang akan membantu mencapai kelancaran, efektifitas dan

efisiensi instansinya. Jadi, pegawai dengan usia tua cenderung kurang termotivasi

untuk memunculkan perilaku OCB dalam instansinya dibandingkan pegawai

dengan usia muda.


72

Sama dengan usia, jenis kelamin juga memberikan pengaruh terhadap OCB.

Logika yang mendasari adalah pegawai dengan jenis kelamin laki-laki lebih

cenderung untuk bekerja secara individual dan memberi dampak negatif terhadap

peran kinerjanya sehingga tidak akan membuat pegawai laki-laki memunculkan

perilaku OCB dalam instansinya. Namun, untuk pegawai dengan jenis kelamin

perempuan lebih cenderung untuk membantu pekerjaan orang lain, bekerja secara

bersama-sama dan memberi dampak positif terhadap peran kinerjanya sehingga

akan membuat pegawai perempuan memunculkan perilaku OCB dalam

instansinya.

Sama halnya dengan usia dan jenis kelamin. Suku juga memiliki pengaruh

terhadap OCB. Pegawai yang berasal dari suku dengan adat yang lembut, ulet,

toleransi tinggi dan rajin memiliki kecenderungan untuk berperilaku OCB yang

tinggi. Sebaliknya, pegawai yang berasal dari suku dengan adat yang keras,

toleransi rendah dan kurang ulet dalam pekerjaan memiliki kecenderungan untuk

tidak memunculkan OCB.

Selain itu ada variabel lama bekerja yang menjadi prediktor OCB. Dimana

semakin tinggi tingkat lama bekerja seorang pegawai dalam instansi maka akan

semakin tinggi kecenderungan untuk memunculkan OCB dalam instansinya.

Karena semakin lama pegawai bekerja dalam instansi maka semakin tinggi pula

rasa tanggung jawabnya untuk membalas segala yang telah diberi instansinya

dengan begitu akan muncul perilaku OCB yang akan membantu instansi mencapai

tujuan.
73

Namun, jika semakin rendah tingkat lama bekerja seorang pegawai dalam

instansi maka akan semakin rendah kecenderungan untuk memunculkan OCB

dalam instansinya. Karena pegawai dengan rentang lama bekerja yang rendah

dalam instansi maka semakin rendah pula rasa tanggung jawabnya untuk

membalas segala yang telah diberi instansinya dengan begitu tidak akan muncul

perilaku OCB yang akan menghambat instansi mencapai tujuan.

Maka dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika instansi dapat

membuat pegawainya merasa terus didukung oleh instansinya, instansi dapat

memperlakukan mereka secara adil, mampu untuk bersikap sesuai dengan

lingkungan instansinya serta memperhatikan faktor-faktor demografi seperti usia,

jenis kelamin, suku dan lama bekerja maka pegawai akan cenderung berada dalam

suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela

memberikan bantuan kepada orang lain dalam instansinya sehingga mengarahkan

mereka untuk memunculkan perilaku OCB dalam instansinya yang dapat

membantu kelancaran, keefektifan dan keefisienan demi tercapainya tujuan

instansi.

Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini dapat

digambarkan dalam skema berikut ini :


74

1. Perceived Organizational Support


(POS)

Keadilan Organisasi
2. Keadilan distributif

3. Keadilan prosedural

4. Keadilan interpersonal

5. Keadilan informasional

Self-monitoring Organizational
Citizenship
6. Expressive self-control
Behavior (OCB)
7. Social stage presence

8. Other directed self-


presentation

Demografi

9. Usia

10. Jenis kelamin

11. Suku

12. Lama bekerja

Gambar 2.1

Bagan pengaruh POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan demografi


terhadap OCB
75

2.6 Hipotesis
2.6.1 Hipotesis mayor

H1: Ada pengaruh yang signifikan variabel POS, dimensi keadilan organisasi

(keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan

informasional), dimensi self-monitoring (expressive self-control, social stage

presence dan other directed self-presentation) dan demografi (usia, jenis

kelamin, suku dan lama bekerja) terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian

Negara (BKN).

H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel POS, dimensi keadilan organisasi

(keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan

informasional), dimensi self-monitoring (expressive self-control, social stage

presence dan other directed self-presentation) dan demografi (usia, jenis

kelamin, suku dan lama bekerja) terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian

Negara (BKN).

2.6.2 Hipotesis minor

Ha.1 : Ada pengaruh yang signifikan perceived organizational support (POS)

terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan

Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan distributif pada variabel

keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB)

pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).


76

Ha.3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan prosedural pada variabel

keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB)

pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan interpersonal pada

variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior

(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan informasional pada

variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior

(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi expressive self-control pada

variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior

(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi social stage presence pada

variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior

(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.8 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi other directed self-presentation

pada variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship

behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.9 : Ada pengaruh yang signifikan usia pada variabel demografi terhadap

organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian

Negara (BKN).
77

Ha.10 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel demografi

terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan

Kepegawaian Negara (BKN).

Ha.11 : Ada pengaruh yang signifikan suku pada variabel demografi terhadap

organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian

Negara (BKN).

Ha.12 : Ada pengaruh yang signifikan lama bekerja pada variabel demografi

terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan

Kepegawaian Negara (BKN).


BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian. Pembahasan ini berisi delapan sub-bab, yaitu populasi, sampel dan

teknik pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional, teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian, uji validitas konstruk, teknik analisis

data dan prosedur penelitian.

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1 Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Badan Kepegawaian Negara

(BKN) yang berlokasi di daerah Cawang, Jakarta Timur baik yang ada di gedung

satu sampai gedung tiga sebanyak 1634 orang pegawai (Wibowo. A, komunikasi

pribadi, 08 Januari 2015). Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah

sampel dari populasi yang ada dengan beberapa karakteristik. Adapun

karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pegawai di Badan Kepegawaian Negara (BKN).

2. Usia 20-50 tahun.

3. Lama bekerja minimal 1 tahun.

4. Pendidikan minimal SLTA/SMA.

5. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

78
79

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan sebanyak 210 orang pegawai.

jumlah sampel ini dihitung dengan rumus Slovin (Sevilla., 1993 : 182) berikut :

Dimana :

n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = Error Maximum (kesalahan yang masih ditoleransi, yaitu 5%)

3.1.2 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental

sampling yang tergolong dalam non-probability sampling. Teknik ini dilakukan

atas dasar menyesuaikan dengan prosedur pengambilan data saat pendistribusian

instrumen penelitian pada para pegawai.

Teknik ini dipilih karena pengambilan data tidak dilakukan secara langsung

oleh penulis melainkan melalui biro kepegawaian, yaitu dimana mereka yang

menyerahkan langsung kepada pegawai yang dipandang memenuhi karakteristik

yang telah dibuat oleh penulis. Hal ini juga didasarkan dengan pertimbangan

keterbatasan tenaga, waktu dan menyesuaikan dengan kebijakan instansi.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


3.2.1 Variabel penelitian

Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu :

1. Organizational citizenship behavior (OCB)

2. Perceived organizational support (POS)


80

3. Keadilan distributif

4. Keadilan prosedural

5. Keadilan interpersonal

6. Keadilan informasional

7. Expressive self-control

8. Social stage presence

9. Other directed self-presentation

10. Usia

11. Jenis kelamin

12. Suku

13. Lama bekerja

Dalam penelitian ini, dependent variable (DV) adalah organizational

citizenship behavior (OCB). Sedangkan independent variable (IV) adalah

perceived organizational support (POS), keadilan distributif, keadilan prosedural,

keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social

stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan

lama bekerja.

3.2.2 Definisi operasional variabel

Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Organizational citizenship behavior (OCB) adalah sebagai bentuk perilaku

yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan

sistem reward formal organisasi tetapi secara bersama meningkatkan


81

efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam

persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak

ditampilkan pun tidak diberikan hukuman.

OCB ini akan diukur dengan skala OCB yang terdiri dari aspek-aspek sebagai

berikut : altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic

virtue. Jika skor jawaban subjek tinggi maka menunjukkan tingkat

kecenderungan yang tinggi untuk memunculkan perilaku OCB.

b. Perceived organizational support (POS) adalah penjelasan mengenai

hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan kepada

pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang

diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan

diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. Persepsi atas

dukungan organisasi akan diukur dengan alat ukur survey of perceived

organizational support (SPOS). Persepsi atas dukungan organisasi yang baik

ditunjukkan dengan skor jawaban subjek yang tinggi pada skala SPOS.

c. Keadilan organisasi adalah persepsi individu mengenai keadilan dalam

konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa bahwa mereka

diperlakukan secara adil di tempat kerja berkaitan dengan prosedural,

distribusi maupun interaksional.

Keadilan organisasi ini akan diukur dengan skala keadilan organisasi yang

terdiri dari empat dimensi, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural,

keadilan interaksional. Terdapat dua jenis keadilan interaksional, yaitu

keadilan interpersonal dan keadilan informasional. Jika skor jawaban subjek


82

tinggi maka menunjukkan tingkat kecenderungan yang tinggi pada keadilan

organisasinya.

d. Self-monitoring adalah kemampuan individu untuk mengatur perilakunya

berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor

internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari individu yang

bersangkutan.

Self-monitoring ini akan diukur dengan self-monitoring scale (SMS) yang

terdiri dari komponen berikut, yaitu : expressive self-control, social stage

presence dan other directed self-presentation. Jika skor jawaban subjek

tinggi, maka menunjukkan tingkat self-monitoring tinggi pada subjek.

e. Adapun variabel lain yang akan dijadikan sebagai IV dalam penelitian ini

adalah variabel demografi, seperti : usia, jenis kelamin, suku dan lama

bekerja adalah skor yang diperoleh dari data background sampel.

3.3 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data


3.3.1 Instrumen pengumpulan data

1. Instrumen yang berisikan biodata subjek penelitian dan lembar persetujuan.

Lembar awal instrumen ini berisi pernyataan kesediaan menjadi responden

beserta biodata responden, seperti : jenis kelamin, usia, suku, pendidikan

terakhir, biro, bidang, lama bekerja dan status karyawan.


83

2. Organizational citizenship behavior (OCB)

Untuk mengukur OCB, penulis mengadaptasi dari alat ukur skala OCB yang

digunakan dalam penelitian Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter

pada tahun 1990 dengan mengembangkan konsep dari Organ (1988) yang

sesuai dengan dimensi OCB, yaitu : altruism, conscientiousness,

sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Skala ini menggunakan 24-item

dengan lima dimensi, yaitu altruism, conscientiousness, sportsmanship,

courtesy dan civic virtue. Berikut adalah blueprint untuk skala variabel OCB

yang akan digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.1

Blueprint skala organizational citizenship behavior (OCB)

Nomor Item
No. Dimensi Indikator Jumlah
Fav Unfav
1. Altruism Memberikan bantuan di luar 1, 2, 3, 5
tugas kewajiban pokok 4, 5
pekerjaan dengan sukarela
baik yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun di
luar pekerjaan.
2. Conscientiousness Perilaku yang melebihi peran 6, 7, 8, 5
minimum yang ditentukan 9, 10
organisasi.
3. Sportsmanship Menunjukkan toleransi dan 11, 12, 5
sportivitas terhadap sesama 13, 14,
anggota maupun perusahaan. 15
4. Courtesy Mencegah timbulnya masalah 16, 17, 5
dengan orang lain dan 18, 19,
perusahaan. 20
5. Civic virtue Menunjukkan rasa tanggung 21, 22, 4
jawab dan kepedulian atas 23, 24
kelangsungan perusahaan.
Jumlah 19 5 24
84

3. Perceived organizational support (POS)

Instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur POS adalah hasil

adaptasi dari survey of perceived organizational support (SPOS) yang

dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa pada

tahun 1986. Instrumen SPOS memiliki 36-item. Berikut adalah blueprint

untuk skala variabel POS yang akan digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.2

Blueprint survey of perceived organizational support (SPOS)

Nomor Item
No. Indikator Jumlah
Fav Unfav
1. Persepsi individu terhadap 1, 4, 5, 8, 9, 10, 13, 2, 3, 6, 7, 11, 36
berbagai bentuk dukungan 18, 20, 21, 24, 25, 12, 14, 15, 16,
organisasi yang dirasakan 27, 28, 29, 30, 33, 17, 19, 22, 23,
oleh karyawan. 35, 36 26, 31, 32, 34
Jumlah 19 17 36

4. Keadilan organisasi

Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

hasil adaptasi dari skala keadilan organisasi yang dikembangkan oleh Rego

dan Cunha pada tahun 2006. Skala ini digunakan untuk mengukur keadilan

organisasi melalui empat dimensi keadilan organisasi, yaitu : keadilan

distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan

informasional.

Skala yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006) awalnya terdiri dari 17-item.

Namun, setelah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia, penulis memecah satu

item menjadi dua item. Hal ini dikarenakan satu item tersebut menjelaskan
85

dua hal. Oleh sebab itu, item yang terpapar dalam skala ini menjadi 18-item.

Berikut adalah blueprint yang akan digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.3
Blueprint skala keadilan organisasi

Nomor Item
No. Dimensi Indikator Jumlah
Fav
1. Keadilan Keyakinan karyawan bahwa 1, 2, 3, 4, 5 5
distributif mereka telah menerima
penghargaan dari hasil pekerjaan
dengan jumlah yang adil (seperti
gaji, pengakuan dsb).
2. Keadilan Persepsi karyawan bahwa prosedur 6, 7, 8, 9, 18 5
prosedural yang diikuti oleh organisasi dalam
menentukan siapa yang
mendapatkan keuntungan adalah
adil.
3. Keadilan Mengubah reaksi terhadap hasil 14, 15, 16, 4
interpersonal keputusan, karena kepekaan dapat 17
membuat orang merasa lebih baik
terhadap hasil yang kurang baik.
3. Keadilan Mengubah reaksi terhadap prosedur 10, 11, 12, 4
informasional dalam hal pemberian penjelasan 13
informasi yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi aspek-aspek
struktural dari proses.
Jumlah 18 18

5. Self-monitoring

Instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur self-monitoring

dalam penelitian ini adalah skala hasil adaptasi dari skala self-monitoring

Snyder (1974) yang mengacu pada komponen self-monitoring yang

dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986), yaitu expressive self-control,

social stage presence dan other directed self-presentation. Skala self-

monitoring yang digunakan penulis adalah self-monitoring scale (SMS)

dengan model skala guttman, yaitu true-false (benar-salah) yang berjumlah


86

25-item. Berikut adalah blueprint untuk skala variabel self-monitoring yang

akan digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.4

Blueprint skala self-monitoring

Nomor Item
No. Komponen Indikator Jumlah
Fav Unfav
1. Expressive self- Acting termasuk kemampuan 5, 8, 1, 3, 4, 9
control mengontrol ekspresi dan 10, 11, 20
emosi. 18
Entertaining.
Berbicara di depan umum
secara spontan.
2. Social stage Menjadi pusat perhatian. 15, 16, 12, 14, 8
presence Suka bercerita atau melucu. 19, 24 22, 23
Suka menilai.
3. Other directed Berusaha menyenangkan 6, 7, 2, 9, 17, 8
self- orang lain. 13, 25 21
presentation Conformity (bersikap sama
dengan situasi sosial).
Suka menggunakan topeng
untuk menutupi perasaannya.
Jumlah 12 13 25

Pada penelitian ini, tiga instrumen variabel menggunakan model skala

likert dan satu variabel menggunakan instrumen dengan model skala guttman,

yaitu true-false (benar-salah). Adapun format pengukuran pada penelitian ini yang

menggunakan model skala likert adalah dengan rating empat pilihan mulai dari

sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Cara penilaian item-item OCB, POS

dan keadilan organisasi, yaitu dengan rating empat pilihan, adapun penjelasannya

sebagai berikut :

1. SS, apabila subjek merasa sangat sesuai atas pernyataan yang diberikan.

2. S, apabila subjek merasa sesuai atas pernyataan yang diberikan.


87

3. TS, apabila subjek merasa tidak sesuai atas pernyataan yang diberikan.

4. STS, apabila subjek merasa sangat tidak sesuai atas pernyataan yang

diberikan.

Dalam setiap jawaban, penulis memberikan nilai atau bobot tertentu


sebagaimana terdapat pada tabel 3.5 berikut ini :

Tabel 3.5

Bobot nilai tiap jawaban skala likert

Skala Favourable Unfavourable

(SS) Sangat Sesuai 4 1


(S) Sesuai 3 2
(TS) Tidak Sesuai 2 3
(STS) Sangat Tidak Sesuai 1 4

Sedangkan untuk penilaian item self-monitoring pada penelitian ini yang

menggunakan model skala guttman, yaitu dengan model true-false (benar-salah).

Cara penilaian item self-monitoring, yaitu dengan cara memberi jawaban tegas

benar atau salah dari setiap pernyataan yang disajikan, adapun penjelasannya

sebagai berikut :

1. True, apabila subjek merasa sesuai atas pernyataan yang diberikan.

2. False, apabila subjek merasa tidak sesuai atas pernyataan yang diberikan.

Dalam skala guttman ini, penulis memberi skor atau bobot nilai pada setiap

jawaban. Dalam setiap jawaban, penulis memberikan nilai atau bobot tertentu

sebagaimana terdapat pada tabel 3.6 berikut ini :


88

Tabel 3.6

Bobot nilai tiap jawaban skala guttman

Skala Favourable Unfavourable


(B) Benar 1 0
(S) Salah 0 1

3.3.2 Prosedur pengumpulan data

Perolehan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini didapatkan dari

pengumpulan data self-report, yaitu laporan diri yang didapatkan dengan meminta

subjek untuk mengisi lembar pernyataan secara tertulis. Nantinya, hasil jawaban

atas pernyataan yang telah diberikan akan menjadi sumber informasi untuk

diperoleh hasil akhir sesuai dengan tujuan dari penelitian.

Skala ukur yang digunakan untuk semua variabel penelitian ini adalah

mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dalam bentuk

skala likert dan skala guttman. Sebagai pelengkap, ditambahkan lembar data diri

subjek penelitian.

Data penelitian diperoleh dengan menyebarkan 220 instrumen penelitian

kepada subjek penelitian melalui biro kepegawaian BKN. Dua hari kemudian

pihak biro kepegawaian mengembalikan 220 instrumen penelitian yang telah

terisi. Kemudian setelah dilakukan pengecekan instrumen penelitian yang telah

dikembalikan oleh pihak biro kepegawaian, mana saja instrumen penelitian yang

sudah terisi dengan lengkap baik data subjek maupun jawaban dari pernyataan-

pernyataan yang ada dalam instrumen penelitian. Jika terdapat instrumen

penelitian yang tidak terisi lengkap baik data subjek maupun jawaban subjek,
89

maka instrumen penelitian tersebut tidak dapat diikutkan dalam proses skoring.

Pada penelitian ini, ada 10 instrumen penelitian yang tidak terisi dengan lengkap

sehingga tidak dapat diikutkan dalam proses skoring. Jadi, dari 220 instrumen

penelitian hanya 210 instrumen penelitian yang akan diikutkan pada proses

skoring dan analisis data.

3.4 Uji Validitas Instrumen Penelitian

Setelah mendapatkan data dari prosedur pengumpulan data, penulis kemudian

menguji validitas konstruk pada masing-masing instrumen penelitian. Uji validitas

memberitahukan mengenai apa yang bisa disimpulkan dari skor-skor tes.

Sehubungan dengan hal tersebut, digunakan confirmatory factor analysis (CFA)

dengan bantuan software lisrel 8.70 sebagai metode uji validitasnya sehingga

dapat diketahui apakah masing-masing item pada instrumen penelitian signifikan

dalam mengukur apa yang hendak diukur (Pedhazur, 1982).

Menurut Umar (2010), langkah-langkah dalam menguji validitas dari setiap

alat ukur atau instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lakukan uji CFA dengan model satu faktor, lihat nilai P-value yang

dihasilkan. Jika P-value tidak signifikan (P > 0,05), maka item hanya

mengukur satu faktor saja, tetapi jika P-value yang dihasilkan signifikan (P

< 0,05) maka perlu dilakukan uji sesuai langkah kedua berikutnya.

2. Jika P-value signifikan (P < 0,05), maka dilakukan modifikasi model

pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan

pengukuran. Hal ini terjadi saat suatu item selain mengukur konstruk yang
90

ingin diukur, tetapi item ini juga mengukur hal lain (mengukur lebih dari

satu konstruk atau multidimensional). Setelah beberapa kesalahan

pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi maka akan diperoleh model

yang fit, maka model yang terakhir inilah yang digunakan pada langkah

selanjutnya.

3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka analisis item dilanjutkan dengan

melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai

koefisien positif. Untuk melihat signifikan atau tidaknya item tersebut dalam

pengukuran faktor ini, yaitu dengan cara melihat nilai dari T-value dan

koefisien muatan faktor item tersebut. Jika T-value > 1,96 maka item

tersebut signifikan dan tidak akan di-drop dan begitu juga sebaliknya.

4. Selain itu, juga perlu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif.

Dalam hal ini, jika ada item pernyataan yang negatif, maka saat pen-skoran

terhadap item tersebut, arah skornya diubah menjadi positif. Jika setelah

diubah arah skornya masih terdapat item dengan muatan faktor negatif maka

item tersebut akan di-drop.

5. Selanjutnya, yaitu melihat kesalahan pengukuran yang berkorelasi. Apabila

menemukan item dengan banyak kesalahan pengukuran yang berkorelasi

dengan banyak item lain, maka hal ini berarti bahwa item tersebut selain

mengukur satu hal, juga mengukur hal lain, sehingga item seperti ini juga

dapat di-drop karena bersifat multidimensional yang sangat kompleks.


91

6. Setelah melakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukanlah olah data

untuk mendapatkan faktor skornya. Olah data dilakukan dengan

menggunakan SPSS 17.0 dengan ketentuan tidak mengikut sertakan skor

mentah dari item yang sudah di-drop.

7. Setelah proses mendapatkan faktor skor dilakukan, kemudian ditransform

dalam skala T-score (true score) dengan menggunakan formula berikut :

T-score = 50 + (10*F-score)

Faktor skor yang masih mengandung angka negatif harus ditransform

menjadi true score dengan mean = 50 dan standard deviation (SD) = 10.

8. Setelah diperoleh true score (T-score) dari masing-masing variabel, maka

dilakukan analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunakan analisis

regresi berganda (multiple regression analysis).

3.4.1 Uji validitas konstruk variabel organizational citizenship behavior


(OCB)

Pada uji validitas konstruk variabel OCB, dilakukan uji validitas dengan dua

model CFA, yaitu model first order dan model second order. Dimana pada

awalnya item dikelompokkan berdasarkan dimensi dari OCB dan kemudian

memulai dengan penghitungan data CFA menggunakan model first order. Berikut

ini akan dipaparkan hasil penghitungan data CFA dengan model first order dari

masing-masing dimensi OCB :


92

3.4.1.1 Uji validitas OCB dengan model first order

3.4.1.1.1 Uji validitas berdasarkan dimensi altruism. Dalam perhitungan

data CFA model satu faktor dari dimensi altruism diperoleh skor awal

perhitungan Chi-Square = 14,81, df = 5, P-value = 0,01119, RMSEA = 0,097.

Dari hasil tersebut nilai P-value = 0,01119 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa

model ini belum fit. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap model ini,

yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan

satu kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 3.

Setelah melalui satu kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 4,62,

df = 4, P-value = 0,32818, RMSEA = 0,027, dengan P-value > 0,05 yang

artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada

dimensi altruism ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu altruism.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi altruism dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 3.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari lima item dimensi altruism, dapat dilihat bahwa kelima item

memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak

ada item yang di-drop pada dimensi altruism ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
93

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran

kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan

dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang menyatakan

bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item

lain. Tabel matrik korelasi ditampilkan pada lampiran 3.

Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada satu item yang

memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang kesalahan pengukurannya

berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lain adalah item 5. Dalam hal

ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu

maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan pengukuran

terhadap korelasi kesalahan pengukuran item lain. Berdasarkan batas toleransi

yang telah ditetapkan, maka item 5 akan tetap diikutkan dalam perhitungan

skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi altruism ini tidak ada

item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor

faktor berikutnya.

3.4.1.1.2 Uji validitas berdasarkan dimensi conscientiousness. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor dimensi conscientiousness diperoleh

skor awal perhitungan Chi-Square = 9,84, df = 5, P-value = 0,07983,

RMSEA = 0,068. Perolehan P-value = 0,07983 (P > 0,05, tidak signifikan)

maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan

satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu

conscientiousness. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi


94

kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini.

Adapun hasil path pengujian CFA dimensi conscientiousness, dapat dilihat

pada lampiran 4.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi conscientiousness dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 4.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari lima item dimensi conscientiousness, dapat dilihat bahwa

kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang

artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi conscientiousness ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran

kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan

dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang menyatakan

bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi kesalahan

pengukuran, ditampilkan pada lampiran 4.

Dalam data matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item dikatakan

bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi dengan item

lainnya. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi


95

kesalahan pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki korelasi

kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, kelima item

ini hanya mengukur satu faktor, yaitu dimensi conscientiousness. Sehingga

dari uji validitas konstruk dimensi conscientiousness tidak ada item yang di-

drop.

3.4.1.1.3 Uji validitas berdasarkan dimensi sportsmanship. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor dimensi sportsmanship diperoleh

skor awal perhitungan Chi-Square = 10,40, df = 5, P-value = 0,06456,

RMSEA = 0,072. Perolehan P-value = 0,06456 (P > 0,05, tidak signifikan)

maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan

satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu

sportsmanship. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi antar

item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA

dimensi sportsmanship, dapat dilihat pada lampiran 5.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi sportsmanship dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 5.

Berdasarkan data tabel muatan faktor dari lima item yang diujikan, dapat

dilihat bahwa satu item, yaitu item 11 memiliki T-value = 1,75 < 1,96. Oleh

karena itu, item 11 akan langsung di-drop sebagai koefisien muatan dari
96

dimensi sportsmanship. Jadi, dari lima item yang ada dalam dimensi

sportsmanship ini akan ada satu item yang di-drop, yaitu item 11.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

korelasi kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini

untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item

yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item

lain dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi

dalam penelitian ini, ditampilkan pada lampiran 5.

Dalam data tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item

dikatakan bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi

dengan item lainnya. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik

korelasi kesalahan pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki

korelasi kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya,

seluruh item sudah mengukur apa yang hendak diukur. Sehingga dari uji

validitas konstruk dimensi sportsmanship hanya item 11 yang di-drop dan

tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.

3.4.1.1.4 Uji validitas berdasarkan dimensi courtesy. Dalam perhitungan

data CFA model satu faktor dimensi courtesy diperoleh skor awal

perhitungan Chi-Square = 8,56, df = 5, P-value = 0,12793, RMSEA = 0,058.

Perolehan P-value = 0,12793 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model
97

ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu courtesy. Adapun hasil

path pengujian CFA dimensi courtesy, dapat dilihat pada lampiran 6.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi courtesy dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 6.

Berdasarkan data yang diperoleh dari lima item yang diuijikan, dapat

dilihat bahwa ada dua item, yaitu item 17 dan 20 memiliki T-value = 1,75 <

1,96. Oleh karena itu, item 17 dan 20 akan langsung di-drop sebagai koefisien

muatan dari dimensi courtesy. Jadi, dari lima item yang ada dalam dimensi

courtesy ini akan ada dua item yang di-drop, yaitu item 17 dan 20.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran

kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan

dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang menyatakan

bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item

lain. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi kesalahan

pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini, maka tidak ada
98

item yang akan di-drop. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran,

ditampilkan seperti yang ada pada lampiran 6.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi kesalahan

pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan

pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, kelima item sudah

mengukur apa yang hendak diukur, yaitu dimensi courtesy. Sehingga dari uji

validitas konstruk dimensi courtesy hanya item 17 dan 20 yang akan di-drop

dan tidak diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.

3.4.1.1.5 Uji validitas berdasarkan dimensi civic virtue. Dalam perhitungan

data CFA model satu faktor dimensi civic virtue diperoleh skor awal

perhitungan Chi-Square = 4,57, df = 2, P-value = 0,10173, RMSEA = 0,078.

Perolehan P-value = 0,10173 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model

ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu civic virtue. Seperti

yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi antar item dalam hasil

pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi civic

virtue, dapat dilihat pada lampiran 7.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi civic virtue dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 7.

Berdasarkan data yang diperoleh dari empat item yang diuijikan, dapat dilihat
99

bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif

yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi civic virtue ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan

pengukuran dengan item lain.

Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik

dengan memberikan tanda cheklis () yang menyatakan bahwa item tersebut

memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Tabel matrik

korelasi kesalahan pengukuran dalam penelitian ini, ditampilkan pada

lampiran 7.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi kesalahan

pengukuran dari empat item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan

pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, keempat item sudah

mengukur apa yang hendak diukur, yaitu dimensi civic virtue. Sehingga dari

uji validitas konstruk dimensi civic virtue semua item akan diikutkan dalam

perhitungan skor faktor berikutnya.

3.4.1.2 Uji validitas OCB dengan model second order

Setelah dilakukan perhitungan data CFA dengan model first order, maka

didapatkan 21-item valid yang kemudian penulis ujikan kembali

menggunakan model second order. Dalam perhitungan data CFA dengan


100

model second order variabel OCB ini diperoleh skor awal perhitungan Chi-

Square = 1347,23, df = 184, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,174. Terlihat

bahwa perolehan P-value = 0,00000 (P < 0,05, signifikan) maka artinya,

model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu

dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan 75

kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 8.

Setelah melalui 75 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 131,47

df = 109, P-value = 0,07043, RMSEA = 0,031, dengan P-value > 0,05 yang

artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel OCB

ini berarti hanya mengukur satu faktor saja, yaitu OCB.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari variabel OCB dengan

melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai

koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 9.

Berdasarkan data yang diperoleh dari 21-item yang telah diuijikan,

dapat dilihat bahwa ada dua dimensi dengan tujuh item yang memiliki T-

value < 1,96 dan nilai koefisien bermuatan negatif yang artinya, ada dua

dimensi yang di-drop pada variabel OCB ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan


101

pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran

dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan

pada lampiran 9.

Dalam data matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item dikatakan

bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi dengan item

lainnya. Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada 18-item yang

memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah

item 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23 dan 24.

Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan

pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan

pengukuran terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah

ditetapkan, maka item 10, 13, 16, 18, 19, 21, 22 dan 24 tidak akan diikutkan

dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk OCB ini ada

11-item yang di-drop, yaitu item 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, dan 24

dan tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.

Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah menghitung faktor skor

dari masing-masing item setiap variabel. Penghitungan skor faktor adalah

untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Skor faktor

diperoleh tidak dihitung dengan menjumlahkan item-item yang ada seperti

pada umumnya, tetapi dengan menggunakan penghitungan principal


102

components. Skor yang diperoleh kemudian akan digunakan untuk mencari

hitungan skor murni atau disebut juga dengan true score (T-score). Skor ini

yang nantinya akan digunakan dalam analisis data berikutnya. T-score

diperoleh dengan formula sebagai berikut (Umar, 2010) :

T-score = 50 + (10*F-score)

Setelah diperoleh data T-score, nilai baku ini yang nantinya akan

dipakai untuk uji hipotesis dan regresi dari variabel penelitian ini. Sebagai

catatan bahwa langkah ini berlaku pada semua variabel dalam penelitian ini.

3.4.2 Uji validitas konstruk variabel perceived organizational support (POS)

Uji validitas konstruk variabel POS dalam penelitian ini, dilakukan pada 36-item

yang sebelumnya sudah pernah diujikan.. Saat ini kembali diuji apakah item-item

tersebut bersifat benar-benar hanya mengukur variabel POS. Dari hasil

pengolahan data CFA model satu faktor, diperoleh nilai Chi-Square = 833,23, df

= 594, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,044. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000

< 0,05, artinya bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap

model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah

dilakukan sembilan kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada

lampiran 10.

Setelah melalui sembilan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square =

632,47, df = 585, P-value = 0,08516, RMSEA = 0,020, dengan P-value > 0,05

yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel POS

ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.


103

Selanjutnya, dilihat muatan faktor POS dengan melakukan uji hipotesis nihil

dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan

dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan

faktor yang ditampilkan pada lampiran 11.

Berdasarkan data yang diperoleh dari 36-item yang diuijikan, dapat dilihat

bahwa satu item, yaitu item 22 memiliki T-value = -0,59 < 1,96 dan koefisiennya

bermuatan negatif. Oleh karena itu, item 22 akan langsung di-drop dari variabel

POS. Selain itu, dapat dilihat juga dari kolom T-value bahwa ada lima item

lainnya yang memiliki T-value < 1,96, yaitu item 4, 5, 10, 13 dan 29 yang artinya,

kelima item tersebut juga akan di-drop dari variabel POS dalam penelitian ini.

Jadi, ada enam item yang di-drop dari variabel POS ini, yaitu item 4, 5, 10, 13, 22

dan 29.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan pengukuran

dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk

matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang menyatakan bahwa item

tersebut memiliki korelasi. Seperti pada tabel matrik korelasi kesalahan

pengukuran di lampiran 12.

Seperti sebelumya, dari 36-item yang telah diujikan. Berdasarkan data

matrik yang ada nampak ada delapan item yang memiliki korelasi dengan item
104

lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 9, 10, 21, 23, 24, 30, 32 dan

35. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran,

yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item

lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 9, 10, 21, 23,

24, 30, 32 dan 35 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Tetapi

untuk item 10 akan tetap di-drop karena T-value < 1,96. Jadi, dalam uji validitas

konstruk variabel POS ini ada enam item yang di-drop dan tidak diikutkan dalam

perhitungan skor faktor, yaitu item 4, 5, 10, 13, 22 dan 29.

3.4.3 Uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi

Pada uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi, item dikelompokkan

berdasarkan dimensi dari keadilan organisasi. Hasil uji validitas konstruk dari

masing-masing dimensi sebagai berikut :

3.4.3.1 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan distributif. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan distributif

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 185,52, df = 5, P-value =

0,00000, RMSEA = 0,416. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05

sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi

terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

berkorelasi. Setelah dilakukan tiga kali modifikasi diperoleh hasil seperti

yang terdapat pada lampiran 13.

Setelah melalui tiga kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 5,78,

df = 2, P-value = 0,05553, RMSEA = 0,095, dengan P-value > 0,05 yang


105

artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel

keadilan distributif ini berarti hanya mengukur satu faktor saja, yaitu

keadilan distributif.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan distributif

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan

nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 13.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari lima item dimensi keadilan distributif, dapat dilihat bahwa

kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang

artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan distributif ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain

dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran

dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan

pada lampiran 13.

Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada tiga item yang

memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Item-item yang


106

memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain adalah item 3, 4

dan 5. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan

pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi

kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah

ditetapkan maka item 3, 4 dan 5 akan tetap diikutkan dalam perhitungan

skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi keadilan distributif ini

tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam

perhitungan skor faktor berikutnya.

3.4.3.2 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan prosedural. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan prosedural

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 110,19, df = 5, P-value =

0,00000, RMSEA = 0,317. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05

sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi

terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

berkorelasi. Setelah dilakukan empat kali modifikasi diperoleh hasil seperti

yang terdapat pada lampiran 14.

Setelah melalui empat kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square =

3,67, df = 1, P-value = 0,05530, RMSEA = 0,113, dengan P-value > 0,05

yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel

keadilan prosedural ini berarti hanya mengukur satu faktor.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan prosedural

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
107

nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada

lampiran 14.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari lima item dimensi keadilan prosedural, dapat dilihat bahwa

kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang

artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan prosedural ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan

pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi

kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 14.

Seperti sebelumya, dari lima item yang telah diujikan. Berdasarkan data

matrik yang ada tampak bahwa ada tiga item yang memiliki korelasi dengan

item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 8, 9 dan 18. Dalam

hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu

maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item

lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 8, 9 dan

18 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji
108

validitas konstruk dimensi keadilan prosedural ini tidak ada item yang di-

drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor

berikutnya.

3.4.3.3 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan interpersonal. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan interpersonal

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 49,95, df = 2, P-value =

0,00000, RMSEA = 0,339. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05

sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka penulis melakukan

modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item

untuk berkorelasi. Setelah dilakukan dua kali modifikasi diperoleh hasil

seperti yang terdapat pada lampiran 15.

Setelah melalui dua kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 0,00,

df = 0, P-value = 1,0000, RMSEA = 0,000, dengan P-value > 0,05 yang

artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel

keadilan interpersonal ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan interpersonal

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan

nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada

lampiran 15.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari empat item dimensi keadilan interpersonal, dapat dilihat


109

bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan

positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan

interpersonal ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain

dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi

kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 15.

Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada dua item yang

memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi

adalah item 15 dan 17. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi

kesalahan pengukuran yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi

kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah

ditetapkan maka item 15 dan 17 akan tetap diikutkan dalam perhitungan

skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi keadilan interpersonal

ini tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam

perhitungan skor faktor berikutnya.


110

3.4.3.4 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan informasional.

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan

informasional diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 33,22, df = 2,

P-value = 0,00000, RMSEA = 0,273. Dari hasil tersebut nilai P-value =

0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka

penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan

membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan satu kali

modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 16.

Setelah melalui satu kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 0,03,

df = 1, P-value = 0,86218, RMSEA = 0,000, dengan P-value > 0,05 yang

artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel

keadilan informasional ini berarti hanya mengukur satu faktor.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan informasional

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan

nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada

lampiran 16.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari empat item dimensi keadilan informasional, dapat dilihat

bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan

positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan

informasional ini.
111

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain

dalam kesalahan pengukuran. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran.

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 16.

Seperti sebelumya, dari empat item yang telah diujikan. Berdasarkan

data matrik yang ada nampak bahwa ada satu item yang memiliki korelasi

dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 11. Dalam

hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran yaitu

maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item

lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 11 akan

tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas

konstruk dimensi keadilan informasional ini tidak ada item yang di-drop

dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.

3.4.4 Uji validitas konstruk variabel self-monitoring

Pada uji validitas konstruk variabel self-monitoring, item dikelompokkan

berdasarkan dimensi dari self-monitoring. Hasil uji validitas konstruk dari masing-

masing dimensi self-monitoring sebagai berikut :


112

3.4.4.1 Uji validitas berdasarkan dimensi expressive self-control. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi expressive self-control

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 185,71, df = 36, P-value =

0,00000, RMSEA = 0,141. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05

sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi

terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

berkorelasi. Setelah dilakukan 12 kali modifikasi diperoleh hasil seperti

yang terdapat pada lampiran 17.

Setelah melalui 12 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 34,68,

df = 24, P-value = 0,07336, RMSEA = 0,046, dengan P-value > 0,05 yang

artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi

expressive self-control ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi expressive self-control

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan

nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 17.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari sembilan item dimensi expressive self-control, dapat dilihat

bahwa empat item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan negatif

yang artinya, ada empat item yang di-drop pada dimensi expressive self-

control ini.
113

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan

pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran

dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan

pada lampiran 17.

Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada enam item yang

memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Item-item yang

memiliki korelasi kesalahan pengukuran adalah item 5, 8, 10, 11, 18 dan 20.

Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran,

yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap

item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 11

tidak diikutkan dalam perhitungan skor faktor karena memiliki korelasi

kesalahan pengukuran sebanyak empat kali. Jadi, dalam uji validitas

konstruk dimensi expressive self-control ini ada item yang di-drop, yaitu

item 1, 5, 8 dan 11 dan tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor

berikutnya.

3.4.4.2 Uji validitas berdasarkan dimensi social stage presence. Dalam

perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi social stage presence

diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 335,62, df = 28, P-value =


114

0,00000, RMSEA = 0,229. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05

sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi

terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

berkorelasi. Setelah dilakukan delapan kali modifikasi diperoleh hasil

seperti yang terdapat pada lampiran 18.

Setelah melalui delapan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square =

25,64, df = 20, P-value = 0,17789, RMSEA = 0,037, dengan P-value > 0,05

yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi

social stage presence ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi social stage presence

dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan

nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan

muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 18.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari delapan item dimensi social stage presence, dapat dilihat

bahwa ada empat item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan

negatif yang artinya, ada item yang di-drop pada dimensi social stage

presence ini, yaitu item 14, 15, 23 dan 24.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan


115

pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi

kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 18.

Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada lima item yang

memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi

adalah item 15, 19, 22, 23 dan 24. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi

korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga

kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang

telah ditetapkan maka item 15, 19, 22, 23 dan 24 tetap diikutkan dalam

perhitungan skor faktor. Tetapi jika dilihat berdasarkan T-value < 1,96 dan

koefisiennya negatif maka item 15, 23 dan 24 akan tetap di-drop. Jadi,

dalam uji validitas konstruk dimensi social stage presence ini ada empat

item yang di-drop, yaitu item 14, 15, 23 dan 24 tidak akan diikutkan dalam

perhitungan skor faktor berikutnya.

3.4.4.3 Uji validitas berdasarkan dimensi other directed self-

presentation. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi

other directed self-presentation diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square

= 470,47, df = 28, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,275. Dari hasil tersebut

P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit.

Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan

setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan 13 kali modifikasi

diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 19.


116

Setelah melalui 13 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 23,89,

df = 15, P-value = 0,06699, RMSEA = 0,053, dengan P-value > 0,05 yang

artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi other

directed self-presentation ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi other directed self-

presentation dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-

value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada

lampiran 19.

Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

koefisien dari delapan item dimensi other directed self-presentation, dapat

dilihat bahwa tiga item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan

negatif yang artinya, ada item yang di-drop dari dimensi other directed self-

presentation ini.

Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat

kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk

menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang

unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan

pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran

disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis () yang

menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran.


117

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan seperti yang ada

pada lampiran 19.

Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada enam item yang

memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi

adalah item 6, 9, 13, 17, 21 dan 25. Dalam hal ini, diberikan batasan

toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item

memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas

toleransi yang telah ditetapkan maka item 6, 9, 13, 17, 21 dan 25 tetap

diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk

dimensi other directed self-presentation ini ada item yang di-drop karena

memiliki T-value < 1,96 dan koefisiennya bemuatan negatif, yaitu item 6, 9

dan 13 dan item tersebut tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor

berikutnya.

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis pada penelitian mengenai pengaruh POS, keadilan

organisasi dan self-monitoring terhadap OCB, maka dilakukan pengolahan data

yang telah didapat dengan menggunakan teknik statistika multiple regression

analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis ini digunakan untuk

menjawab hipotesis nihil yang ada di bab 2. Dengan dependent variable (DV) :

organizational citizenship behavior (OCB) dan independent variable (IV) :

perceived organizational support (POS), keadilan organisasi (keadilan distributif,

keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), self-


118

monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed self-

presentation) dan variabel demografi (jenis kelamin, usia, suku dan lama bekerja).

Dalam penelitian ini, IV sebanyak 12 buah, sedangkan DV sebanyak 1

buah sehingga susunan persamaan regresi penelitian adalah :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 +

b11X11 + b12X12 + e

Jika dituliskan variabelnya, maka :

Y = organizational citizenship behavior (OCB)

a = intercept (konstan)

b = koefisien regresi untuk masing-masing X

X1 = perceived organizational support (POS)

X2 = keadilan organisasi - keadilan distributif

X3 = keadilan organisasi - keadilan prosedural

X4 = keadilan organisasi - keadilan interpersonal

X5 = keadilan organisasi - keadilan informasional

X6 = self-monitoring - expressive self-control

X7 = self-monitoring - social stage presence

X8 = self-monitoring - other directed self-presentation

X9 = usia

X10 = jenis kelamin


119

X11 = suku

X12 = lama bekerja

e = residu

Sebelum melakukan analisis regresi berganda, maka dilakukan korelasi

product moment seluruh variabel penelitian. Sebab, dalam regresi idealnya IV

tidak berkorelasi dengan IV lainnya, namun justru IV sebaiknya berkorelasi

dengan DV.

Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi

berganda antara OCB dengan POS, keadilan organisasi (keadilan distributif,

keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), self-

monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed self-

presentation) dan variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja).

Besar pengaruh yang diterima oleh OCB dari faktor-faktor yang telah disebutkan

tadi ditunjukkan oleh koefisien determinan berganda atau R2.

R2 merupakan perkiraan proporsi varians dari OCB yang dijelaskan oleh

faktor : POS, keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural,

keadilan interpersonal dan keadilan informasional) self-monitoring (expressive

self-control, social stage presence dan other directed self-presentation) dan juga

variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja). Untuk

mendapatkan nilai R2, dapat digunakan formula (Umar, 2010) berikut:


120

Uji R2 mengidentifikasi apakah regresi Y pada IV secara bersama-sama signifikan

secara statistika. Untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau

tidak, maka digunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan

menggunakan formula F sebagai berikut (Umar, 2010) :

Dimana k adalah jumlah IV dan N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F

yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah IV yang diujikan memiliki

pengaruh terhadap DV. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang

diberikan IV signifikan terhadap DV, maka penulis melakukan uji t. Uji t

dilakukan sebanyak 12 kali sesuai dengan variabel yang hendak dianalisis.

Adapun formula uji t (Umar, 2010) adalah

Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b.

Hasil uji ini akan diperoleh dari hasil regresi. Perhitungan statistik ini akan

dilakukan dengan melalui pengolahan data program SPSS 17.0.

3.6 Prosedur Penelitian

Adapun beberapa langkah yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini,

yaitu :

1. Menentukan judul dan rumusan penelitian, mengumpulkan materi yang

membahas mengenai variabel penelitian dan menentukan teori yang akan

digunakan.
121

2. Menentukan alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian,

yaitu skala OCB, POS, keadilan organisasi dan self-monitoring.

3. Mengadaptasi alat ukur yang digunakan dalam penelitian, yaitu OCB yang

dibuat oleh Podsakoff et.al., (1990), POS yang dibuat oleh Eisenberg

et.al., (1986), keadilan organisasi yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006)

dan self-monitoring yang dibuat oleh Snyder (1974).

4. Mengajukan persetujuan kepada pembimbing mengenai alat ukur yang

akan digunakan.

5. Mengajukan permohonan izin kepada pihak Badan Kepegawaian Negara

(BKN) melalui biro kepegawaian.

6. Mengadakan diskusi dan kesepakatan mengenai prosedur pendistribusian

alat ukur serta melakukan pengecekan oleh pihak biro kepegawaian

mengenai skala ukur yang digunakan dan memperbanyak alat ukur sesuai

dengan yang disepakati.

7. Menyerahkan alat ukur kepada biro kepegawaian Badan Kepegawaian

Negara (BKN) untuk kemudian didistribusikan kepada pegawai yang telah

ditentukan sebagai sampel dalam penelitian.

8. Memantau berjalannya pendistribusian alat ukur yang dilakukan oleh

pihak biro kepegawaian.

9. Pihak biro kepegawaian mengembalikan alat ukur yang telah

didistribusikan sesuai dengan jumlah sebaran awal.


122

10. Melakukan pengecekan kembali alat ukur mana saja yang sudah terisi

dengan lengkap baik data subjek maupun jawaban yang ada dalam

instrumen. Jika terdapat alat ukur yang tidak terisi lengkap baik data

subjek maupun jawaban yang ada dalam instrumen maka alat ukur tersebut

tidak dapat diikutkan dalam proses skoring. Dari 220 alat ukur yang

didistribusikan, ada 10 alat ukur yang tidak terisi dengan lengkap baik data

subjek maupun jawaban, maka hanya 210 alat ukur yang dapat diikutkan

dalam proses skoring.

11. Melakukan skoring terhadap alat ukur yang telah terisi dengan baik data

subjek maupun jawaban yang ada dalam instrumen dan meng-input data

skoring ke dalam Ms. Excel.

12. Melakukan analisis validitas dan reliabilitas terhadap item melalui skor-

skor yang telah diperoleh. Setelah didapatkan item-item valid dari hasil uji

validitas dan reliabilitas maka item-item tersebut baru dapat dianalisis

sesuai dengan tujuan penelitian.


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan empat sub-bab dari hasil penelitian yang telah

dilakukan. Hasil penelitian ini mencakup : gambaran umum subjek, deskripsi data

penelitian, kategorisasi variabel penelitian dan pembahasan hasil pengujian

hipotesis.

4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Subjek yang diambil untuk penelitian ini adalah pegawai Badan Kepegawaian

Negara (BKN) yang berusia minimal 20 tahun dan maksimal 50 tahun, sudah

bekerja minimal satu tahun dan maksimal 25 tahun, pendidikan terakhir minimal

SLTA/SMA serta yang paling utama adalah berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 1634 orang pegawai yang

bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang ada di Jalan Letjen Sutoyo

No.12 Cawang-Jakarta Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

berjumlah 210 orang. Jumlah ini didapatkan dari hasil penghitungan dalam

menentukan sampel menggunakan rumus slovin. Selanjutnya akan diuraikan

mengenai gambaran subjek berdasarkan variabel demografi (usia, jenis kelamin,

suku dan lama bekerja).

4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya dengan


OCB

Berikut ini adalah gambaran subjek berdasarkan data demografi dan kaitannya

dengan OCB :

123
124

Tabel 4.1
Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya
dengan OCB
USIA
20-27 28-35 36-43 >44
Jumlah Persentase (%)
tahun tahun tahun tahun
Rendah 7 14 5 4 30 14,3%
Sedang 24 82 22 20 148 70,5%
Tinggi 9 14 7 2 32 15,2%
Total 40 110 34 26 210 100%
JENIS KELAMIN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)

Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%)


Rendah 22 8 30 14,3%
Sedang 90 58 148 70,5%
Tinggi 12 20 32 15,2%
Total 124 86 210 100%
SUKU
Jawa Sumatera Kalimantan Lainnya Jumlah Persentase (%)
Rendah 16 3 4 6 29 13,8%
Sedang 84 22 5 38 148 70,5%
Tinggi 19 7 2 4 33 15,7%
Total 119 32 11 48 210 100%
LAMA BEKERJA
2-12 13-22 > 23
1 tahun Jumlah Persentase (%)
tahun tahun tahun
Rendah 0 22 4 4 30 14,3%
Sedang 13 103 14 18 148 70,5%
Tinggi 2 24 4 2 32 15,2%
Total 15 149 22 24 210 100%
Sumber : data primer dari instrumen penelitian yang telah diolah, 2014

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas subjek dalam

penelitian ini berada dalam rentangan usia 28-35 tahun sebanyak 110 orang.

Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas subjek dalam penelitian ini adalah laki-laki,
125

yaitu sebanyak 124 orang. Selanjutnya berdasarkan suku, mayoritas subjek dalam

penelitian ini berasal dari suku Jawa sebanyak 119 orang. Sedangkan menurut

lama bekerja, subjek dengan rentang lama bekerja 2-12 tahun merupakan subjek

terbanyak dalam penelitian ini, yaitu sebesar 149 orang.

Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan bahwa dari rentangan usia, subjek

dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148

orang atau 70,5%. Berdasarkan jenis kelamin, subjek dalam penelitian ini

mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%.

Selanjutnya berdasarkan suku, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki

tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%. Sedangkan menurut

rentangan lama bekerja, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat

OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%.

4.2 Deskripsi Data

Skor-skor yang digunakan dalam proses analisis merupakan skor faktor yang

dihitung dengan menggunakan metode principal components. Hal ini untuk

menghilangkan estimasi bias dari kesalahan pengukuran dan juga memudahkan

dalam membandingkan antara skor hasil dari setiap variabel yang diteliti.

Kemudian setelah dihitung skor faktor dari masing-masing variabel maka

dicari T-score (skor murni) dari masing-masing variabel. Caranya adalah skor

faktor ditransform dengan menu compute variable agar nantinya diperoleh nilai T-

score yang akan menjadikan skor bernilai positif semua. Dengan menggunakan

nilai T-score dapat ditetapkan nilai mean = 50 dan SD = 10. Proses komputasi
126

data dilakukan menggunakan formula berikut : T-score = 50 + (10*F-score).

Sebagai catatan bahwa variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama

bekerja) adalah variabel kategorik yang tidak perlu dicari nilai T-scorenya. Jadi,

sebelum dilakukan analisis statistik pada variabel kategorik, dilakukan dummy

coding yang kemudian hasil dari dummy coding tersebut di input ke SPSS 17.0

sehingga data hasil dummy coding itulah yang digunakan dalam analisis statistik.

Setelah diperoleh T-score dari semua variabel maka selanjutnya diuraikan

mengenai deskripsi statistik variabel penelitian. Hal yang perlu dan penting untuk

diperhatikan adalah nilai-nilai sebagai berikut : mean, standard deviation,

maximum dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai-nilai ini akan

disajikan dalam tabel 4.2.

4.2.1 Deskripsi statistik

Tabel 4.2
Deskripsi statistik variabel penelitian

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


OCB 210 27.69 71.26 50.0000 10.00000
POS 210 21.79 75.51 50.0000 10.00000
Keadilan distributif 210 3.27 71.52 50.0000 10.00000
Keadilan prosedural 210 20.93 71.70 50.0000 10.00000
Keadilan interpersonal 210 18.03 72.15 50.0000 10.00000
Keadilan informasional 210 15.52 70.03 50.0000 10.00000
Expressive 210 18.33 55.90 50.0000 10.00000
Social stage 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Other directed 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Usia 210 .00 3.00 1.2190 .89636
Jenis kelamin 210 .00 1.00 .4095 .49292
Suku 210 .00 3.00 .9429 1.23991
Lama bekerja 210 .00 3.00 1.2619 .75329
Valid N (listwise) 210
Sumber : data output SPSS
127

Pada tabel 4.2 telah disajikan skor nilai dari setiap variabel dalam penelitian

ini. Data pada tabel tersebut merupakan penjelasan mengenai gambaran umum

deskripsi statistik dari variabel-variabel yang diteliti dengan indeks yang dijadikan

acuan dalam perhitungan ini adalah skor mean, standard deviation (SD),

maximum dan minimum dari setiap variabel penelitian.

Setelah sembilan variabel, yaitu OCB, POS, keadilan distributif, keadilan

prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control,

social stage presence dan other directed self-presentation diletakkan pada skala

yang sama, maka mean pada setiap skala = 50 dan SD = 10. Dari tabel 4.2

diketahui bahwa variabel OCB memperoleh nilai min = 27,69 dan max = 71,26.

Untuk variabel POS memperoleh nilai min = 21,79 dan max = 75,51. Dimensi

keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 3,27

dan max = 71,52, dimensi keadilan prosedural dari variabel keadilan organisasi

memperoleh nilai min = 20,93 dan max = 71,70, dimensi keadilan interpersonal

dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 18,03 dan max = 72,15

dan dimensi keadilan informasional dari variabel keadilan organisasi memperoleh

nilai min = 15,52 dan max = 70,03. Sedangkan untuk dimensi expressive self-

control dari variabel self-monitoring memperoleh nilai min = 18,33 dan max =

55,90, dimensi social stage presence dari variabel self-monitoring memperoleh

nilai min = 18,85 dan max = 55,80 dan dimensi other directed self-presentation

dari variabel self-monitoring memperoleh nilai min = 18,85 dan max = 55,80.

Kesembilan variabel berada dalam nilai mean dan standard deviation yang sama,

yaitu mean = 50,0000 dan SD = 10,00000.


128

Tetapi untuk empat variabel dari variabel demografi, yaitu usia, jenis

kelamin, suku dan lama bekerja berada dalam nilai mean dan standard deviation

yang berbeda-beda, yaitu usia dengan nilai min = 0,00, max = 3,00, mean =

1,2190 dan SD = 0,89636, jenis kelamin dengan nilai min = 0,00, max = 1,00,

mean = 0,4095 dan SD = 0,49292, suku dengan nilai min = 0,00, max = 3,00,

mean = 0,9429 dan SD = 1,23991 dan lama bekerja dengan nilai min = 0,00, max

= 3,00, mean = 1,2619 dan SD = 0,75329.

4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian

Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu kedalam kelompok-

kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan

atribut yang diukur. Sebelum mengkategorisasikan skor variabel berdasarkan

tingkatan tinggi, sedang dan rendah, penulis terlebih dahulu menetapkan norma

dari skor skala variabel dengan menggunakan mean dan SD pada tabel 4.2. Untuk

norma kategorisasi skor variabel yang digunakan akan dijelaskan dalam tabel 4.3

berikut :

Tabel 4.3
Norma kategorisasi skor variabel penelitian

Kategori Norma
Rendah X < M 1SD
Sedang M SD X M + 1 SD
Tinggi X > M + 1SD
Keterangan : X = Skor total masing-masing variabel
M = Mean
SD = Standard deviation
129

Setelah menetapkan norma dari sembilan variabel penelitian, maka berikut

ini berdasarkan norma yang ada pada tabel 4.3, penulis menguraikan kategorisasi

dari setiap variabel dalam penelitian ini pada tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4
Kategorisasi skor variabel penelitian

Frekuensi Persentase (%)


Variabel Total Total
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
OCB 40 126 44 210 19 60 21 100
POS 33 154 23 210 15,7 73,3 11 100
Keadilan Distributif 24 159 27 210 11,4 75,7 12,9 100
Keadilan Prosedural 41 136 33 210 19,5 64,8 15,7 100
Keadilan Interpersonal 20 163 27 210 9,5 77,6 12,9 100
Keadilan Informasional 16 168 26 210 7,6 80 12,4 100
Expressive 59 151 0 210 28,1 71,9 0 100
Social Stage 58 152 0 210 27,6 72,4 0 100
Other Directed 58 152 0 210 27,6 72,4 0 100
Sumber : data output SPSS

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, variabel dalam penelitian ini mayoritas berada

dalam skor sedang. Variabel dengan skor terendah paling banyak adalah variabel

expressive self-control. Sedangkan variabel yang memiliki skor tertinggi paling

banyak adalah variabel OCB.

4.4 Hasil Uji Hipotesis

4.4.1 Analisis regresi ganda

Pada tahap ini, dilakukan uji hipotesis terhadap DV dan juga IV. Teknik analisis

yang digunakan dalam uji hipotesis ini adalah analisis regresi berganda yang

perhitungannya dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0. Seperti


130

yang telah dijelaskan pada bab tiga, ada tiga hal yang harus diperhatikan pada

hasil uji regresi ini. Pertama, besar skor R-square untuk melihat berapa persen (%)

varian DV yang dijelaskan oleh IV. Kedua, apakah IV berpengaruh signifikan

terhadap DV. Ketiga, melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari

masing-masing IV.

Langkah pertama penulis melihat besaran R-square untuk mengetahui

berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV.

Tabel 4.5
Summary uji regresi independent variable terhadap dependent variable

Change Statistics
R Adjusted Std. Error of
Model R R Square Sig. F
Square R Square the Estimate
Change F Change df1 df2 Change

1 .412a .170 .119 9.38565 .170 3.355 12 197 .000


a. Predictors : (Constant), Lama bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku, Jenis
Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia
b. Dependent Variable : OCB

Pada tabel uji regresi menunjukkan skor R-square = 0,170, artinya proporsi

varians dari OCB yang dijelaskan oleh semua IV (POS, keadilan distributif,

keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive

self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis

kelamin, suku dan lama bekerja) dalam penelitian ini sebesar 17% sedangkan

sisanya sebesar 83% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini.

Langkah kedua, penulis menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap DV.

Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :


131

Tabel 4.6
Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable
(DV)

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 3546.179 12 295.515 3.355 .000a

Residual 17353.821 197 88.090

Total 20900.000 209


a. Predictors : (Constant), Lama bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku, Jenis
Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia
b. Dependent Variable : OCB

Secara keseluruhan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai sig = 0,000 (P

< 0,05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang

signifikan antara IV terhadap DV (OCB) ditolak. Artinya, ada pengaruh yang

signifikan secara bersama-sama dari variabel POS, keadilan distributif, keadilan

prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control,

social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku

dan lama bekerja terhadap OCB.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari setiap IV untuk

mengukur signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, cukup

dengan melihat nilai pada kolom signifikan dari setiap variabel. Jika nilai sig <

0,05, maka koefisien regresi adalah signifikan berpengaruh terhadap OCB dan

begitu pula sebaliknya. Adapun tabel koefisien regresi penulis tampilkan pada

tabel 4.7 berikut :


132

Tabel 4.7
Koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)

Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 20.730 6.956 2.980 .003
POS .172 .068 .172 2.530 .012
Keadilan distributif .184 .074 .184 2.506 .013
Keadilan prosedural .052 .090 .052 .584 .560
Keadilan interpersonal .184 .081 .184 2.283 .023
Keadilan informasional -.083 .083 -.083 -1.002 .318
Expressive -.049 .066 -.049 -.740 .460
Social stage .088 .105 .088 .837 .404
Other directed .045 .103 .045 .438 .662
Usia .864 1.216 .077 .710 .478
Jenis kelamin 1.546 1.370 .076 1.128 .261
Suku -.261 .532 -.032 -.491 .624
Lama bekerja -1.474 1.456 -.111 -1.013 .312
a. Dependent Variable : OCB

Dengan demikian berdasarkan nilai koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat

dijelaskan mengenai persamaan regresi pada OCB, sebagai berikut :

OCB = 20,730 + 0,172*POS + 0,184*keadilan distributif + 0,052*keadilan

prosedural + 0,184*keadilan interpersonal 0,083*keadilan

informasional 0,049*expressive self-control + 0,088*social stage

presence + 0,045*other directed self-presentation + 0,864*usia +

1,546*jenis kelamin 0,261*suku 1,474*lama bekerja + e

Pada persamaan regresi di atas, dapat dilihat IV mana saja yang

memberikan pengaruh paling besar terhadap DV. Untuk melihat perbandingan


133

besar kecilnya pengaruh IV terhadap DV dapat dilihat melalui dua cara, yaitu

dengan melihat nilai pada kolom signifikannya dan juga melihat nilai pada kolom

standard coefficient (beta).

Dari data tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa IV yang memiliki

pengaruh paling besar adalah variabel keadilan interpersonal dengan besar

pengaruh terbesar, yaitu 0,184. Kemudian ada variabel keadilan distributif dengan

besar pengaruh sebesar 0,184 dan ada variabel POS dengan besar pengaruh

sebesar 0,172. Dari data tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa ada sembilan

variabel, yaitu keadilan prosedural, keadilan informasional, expressive self-

control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, suku, jenis

kelamin dan lama bekerja tidak signifikan berpengaruh terhadap OCB.

Penjelasan mengenai nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-

masing IV sebagai berikut :

1. Variabel POS

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel POS sebesar 0,172 atau

17,2% dan sig = 0,012 (P < 0,05), bahwa variabel POS secara positif

signifikan mempengaruhi OCB. Artinya, semakin tinggi POS atau

dukungan organisasi yang dirasakan pegawai maka semakin tinggi OCB

pegawai tersebut.
134

2. Variabel keadilan distributif

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan distributif sebesar

0,184 atau 18,4% dan sig = 0,013 (P < 0,05), bahwa variabel keadilan

distributif secara positif signifikan mempengaruhi OCB. Artinya, semakin

tinggi keadilan distributif yang dirasakan pegawai maka semakin tinggi

OCB pegawai tersebut.

3. Variabel keadilan prosedural

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan prosedural sebesar

0,052 atau 5,2% dan sig = 0,560 (P > 0,05), artinya bahwa variabel

keadilan prosedural secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB.

4. Variabel keadilan interpersonal

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan interpersonal sebesar

0,184 atau 18,4% dan sig = 0,023 (P < 0,05), bahwa variabel keadilan

interpersonal secara positif signifikan mempengaruhi OCB. Artinya,

semakin tinggi keadilan interpersonal yang dirasakan pegawai maka

semakin tinggi OCB pegawai tersebut.

5. Variabel keadilan informasional

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan informasional

sebesar 0,083 atau 8,3% dan sig = 0,318 (P > 0,05), artinya bahwa variabel

keadilan informasional secara negatif tidak signifikan mempengaruhi

OCB.
135

6. Variabel expressive self-control

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel expressive self-control

sebesar 0,049 atau 4,9% dan sig = 0,460 (P > 0,05), artinya bahwa variabel

expressive self-control secara negatif tidak signifikan mempengaruhi

OCB.

7. Variabel social stage presence

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel social stage presence sebesar

0,088 atau 8,8% dan sig = 0,404 (P > 0,05), artinya bahwa variabel social

stage presence secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB.

8. Variabel other directed self-presentation

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel other directed self-

presentation sebesar 0,045 atau 4,5% dan sig = 0,662 (P > 0,05), artinya

bahwa variabel other directed self-presentation secara positif tidak

signifikan mempengaruhi OCB.

9. Variabel usia

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel usia sebesar 0,864 atau 86,4%

dan sig = 0,478 (P > 0,05), artinya bahwa variabel usia secara positif tidak

signifikan mempengaruhi OCB.


136

10. Variabel jenis kelamin

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel jenis kelamin sebesar 1,546

dan sig = 0,261 (P > 0,05), artinya bahwa variabel jenis kelamin secara

positif tidak signifikan mempengaruhi OCB.

11. Variabel suku

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel suku sebesar 0,261 atau

26,1% dan sig = 0,624 (P > 0,05), artinya bahwa variabel suku secara

negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB.

12. Variabel lama bekerja

Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel lama bekerja sebesar 1,474

dan sig = 0,312 (P > 0,05), artinya bahwa variabel lama bekerja secara

negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB.

Dapat disimpulkan dari data tabel tersebut bahwa dari 12 hipotesis minor

yang ada dalam penelitian ini, hanya tiga hipotesis minor yang memiliki pengaruh

secara signifikan terhadap DV, sedangkan sisanya memiliki pengaruh yang tidak

signifikan terhadap DV.

4.4.2 Pengujian proporsi sumbangan masing-masing IV terhadap DV

Selanjutnya, dilihat tambahan proporsi besaran sumbangan yang diberikan IV

terhadap DV, apakah signifikan atau tidak signifikan. Untuk mengetahui lebih

jelas mengenai proporsi varians untuk masing-masing IV terhadap DV, yaitu

OCB dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :


137

Tabel 4.8
Proporsi varians masing-masing independent variable (IV)

Std. Error Change Statistics


Adjusted R
R R Square of the R Square F Sig. F
Square
Model Estimate Change Change df1 df2
Change

1 .241a .058 .053 9.72897 .058 12.807 1 208 .000


2 .333b .111 .103 9.47352 .053 12.369 1 207 .001
3 .348c .121 .109 9.44183 .010 2.392 1 206 .124
4 .372d .139 .122 9.37158 .018 4.100 1 205 .044
e
5 .375 .141 .120 9.38158 .002 .563 1 204 .454
6 .378f .143 .117 9.39472 .002 .430 1 203 .513
7 .396g .157 .128 9.33875 .014 3.440 1 202 .065
8 .398h .158 .125 9.35672 .001 .225 1 201 .636
i
9 .398 .158 .120 9.37937 .000 .031 1 200 .861
j
10 .405 .164 .122 9.36808 .006 1.482 1 199 .225
11 .407k .165 .119 9.38626 .001 .230 1 198 .632
12 .412l .170 .119 9.38565 .005 1.026 1 197 .312
a. Predictors: (Constant), POS
b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif
c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural
d. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal
e. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional
f. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive
g. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage
h. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed
i. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia
j. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin
k. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku
l. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku, Lama Bekerja
m. Dependent variable : OCB

Dari data tabel 4.8, dapat dijelaskan bahwa dari 12 IV terdapat tiga variabel

yang memberikan sumbangan terbesar dan signifikan. Berikut akan dijelaskan


138

mengenai hasil proporsi varians dari setiap variabel penelitian berdasarkan tabel

4.8 :

1. Variabel POS

Variabel POS memberikan sumbangan sebesar, yaitu 0,058 atau 5,8%

terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 12,807 serta df = 208.

Besar sumbangan tersebut signifikan.

2. Variabel keadilan distributif

Variabel keadilan distributif memberikan sumbangan sebesar, yaitu 0,053

atau 5,3% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 12,369 serta

df = 207. Besar sumbangan tersebut signifikan.

3. Variabel keadilan prosedural

Variabel keadilan prosedural memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,010

atau 1% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 2,392 serta df =

206. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.

4. Variabel keadilan interpersonal

Variabel keadilan interpersonal memberikan sumbangan terbesar, yaitu

0,018 atau 1,8% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 4,100

serta df = 205. Besar sumbangan tersebut signifikan.


139

5. Variabel keadilan informasional

Variabel keadilan informasional memberikan sumbangan sebesar, yaitu

0,002 atau 0,2% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,563

serta df = 204. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.

6. Variabel expressive self-control

Variabel expressive self-control memberikan sumbangan terbesar, yaitu

0,002 atau 0,2% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,430

serta df = 203. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.

7. Variabel social stage presence

Variabel social stage presence memberikan sumbangan terbesar, yaitu

0,014 atau 1,4% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 3,440

serta df = 202. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.

8. Variabel other directed self-presentation

Variabel other directed self-presentation memberikan sumbangan terbesar,

yaitu 0,001 atau 0,1% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar

0,225 serta df = 201. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.

9. Variabel usia

Variabel usia memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,000 atau 0%

terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,031 serta df = 200.

Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.


140

10. Variabel jenis kelamin

Variabel POS memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,006 atau 0,6%

terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 1,482 serta df = 199.

Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.

11. Variabel suku

Variabel suku memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,001 atau 0,1%

terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,230 serta df = 198.

Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.

12. Variabel lama bekerja

Variabel lama bekerja memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,005 atau

0,5% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 1,026 serta df =

197. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.


BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan tiga sub-bab, yaitu kesimpulan dari hasil penelitian,

diskusi tentang penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis penelitian yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada

pengaruh yang signifikan dari variabel POS, keadilan distributif, keadilan

prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control,

social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku

dan lama bekerja terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai

Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang, Jakarta Timur. Dengan demikian,

hipotesis nihil (Ho) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini ditolak.

Berdasarkan 12 hipotesis minor yang ada dalam penelitian ini, hanya ada

tiga hipotesis nihil (Ho) yang ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan

variabel POS terhadap OCB, ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan

distributif dari variabel keadilan organisasi terhadap OCB dan ada pengaruh yang

signifikan dimensi keadilan interpersonal dari variabel keadilan organisasi

terhadap OCB.

141
142

5.2 Diskusi

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dikemukakan pada bab empat, bahwa

dari variabel POS, dimensi keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan

prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional), dimensi self-

monitoring (expressive self-control, social stage presence, other directed self-

presentation), usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja secara bersama-sama

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior

(OCB), yakni dengan sumbangan sebesar 17%. Artinya, bahwa variabel POS,

keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan

informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-

presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja dapat diprediksi memiliki

pengaruh terhadap perilaku OCB sebesar 17% dan sisanya sebesar 83%

dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.

Namun dari keseluruhan variabel POS, keadilan organisasi dan self-

monitoring yang coba diujikan untuk melihat kontribusi dari masing-masing

variabel POS, dimensi keadilan organisasi dan dimensi self-monitoring

didapatkan hasil bahwa hanya variabel POS, variabel keadilan distributif dari

variabel keadilan organisasi dan keadilan interpersonal dari variabel keadilan

organisasi yang memiliki pengaruh cukup besar dan signifikan terhadap OCB.

Adapun hasil yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

variabel POS berpengaruh signifikan terhadap OCB dengan nilai koefisien

sebesar 17,2%, artinya bahwa variabel POS memiliki pengaruh yang cukup besar
143

dan signifikan terhadap OCB. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian

yang dilakukan oleh Tennant (2012), yang menyatakan bahwa variabel POS

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Namun, adapula hasil

penelitian yang tidak mendukung hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Novliandi (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh

yang signifikan dari variabel POS terhadap OCB.

Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa dukungan organisasi

sepenuhnya dapat meningkatkan perilaku OCB secara positif signifikan. Jadi,

semakin tinggi dukungan organisasi yang diterima oleh pegawai, maka akan

semakin meningkat pula OCB para pegawai tersebut.

Keuntungan yang dapat diperoleh instansi apabila pegawai mempersepsikan

dukungan dari organisasi yang didapatkannya baik, maka lebih besar

kemungkinan seorang karyawan akan lebih betah bekerja, absennya lebih sedikit,

jarang mengeluh, menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang lebih cepat,

menghasilkan pekerjaan dengan kualitas tinggi serta mencari cara untuk

meningkatkan efektifitas kerjanya. Manfaat-manfaat demikianlah yang dapat

diperoleh pihak instansi jika mampu memberikan dukungan organisasi kepada

pegawainya. Sehingga dapat menimbulkan lingkungan kerja yang kondusif dan

produktif bagi instansi serta meningkatnya OCB pada pegawai BKN Cawang,

Jakarta Timur.

Adapun variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap OCB adalah

variabel keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi. Hasil penelitian


144

yang dilakukan oleh Wijaya (2014) menyatakan bahwa organizational justice

(keadilan organisasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Wijaya

(2014) juga menyatakan bahwa keadilan distributif memiliki pengaruh cukup

besar terhadap OCB. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2014)

sesuai dengan hasil penelitian ini.

Adapula hasil penelitian dari Lee, Kim dan Kim (2013) dan Niehoff dan

Moorman (1993) yang menyatakan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap OCB, artinya hasil dari penelitian Lee, Kim dan Kim

(2013) dan Niehoff dan Moorman (1993) tidak mendukung hasil penelitian ini.

Karena hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel keadilan distributif

dan keadilan interpersonal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB.

Hasil dari penelitian ini juga tidak sepenuhnya mendukung hasil dari

penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Cunha (2006) yang menyebutkan bahwa

keadilan prosedural memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap OCB. Karena

dalam penelitian ini dihasilkan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh

positif tidak signifikan terhadap OCB. Artinya, hasil penelitian ini berbalik arah

dengan hasil penelitian Rego dan Cunha (2006).

Dalam hasil penelitiannya, Rego dan Cunha (2006) juga menyatakan bahwa

keadilan interpersonal merupakan prediktor OCB yang lebih baik daripada

keadilan informasional. Untuk hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian dari

Rego dan Cunha (2006) tersebut. Karena hasil dari penelitian ini menunjukkan

hasil yang signifikan untuk keadilan interpersonal, namun tidak pada keadilan
145

informasional. Dapat disimpulkan bahwa keadilan interpersonal merupakan

prediktor OCB yang lebih baik ketimbang keadilan informasional. Untuk hasil

penelitian Rego dan Cunha (2006) di bagian inilah yang mendukung hasil

penelitian ini.

Adapula hasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa dimensi dari

keadilan organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

perilaku OCB tetapi hanya pada dimensi keadilan distributif dan keadilan

interpersonal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Namun hasil dari

penelitian ini tidak sepenuhnya mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Jafari dan Bidarian (2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif

signifikan dari dimensi keadilan organisasi (yaitu keadilan distributif, keadilan

prosedural dan keadilan interaksional) terhadap OCB.

Dalam penelitian ini, hasil yang didapat hanya ada dua variabel dari dimensi

keadilan organisasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB, yaitu

keadilan distributif dan keadilan interpersonal. Dalam penelitian ini, baik keadilan

distributif maupun keadilan interpersonal dijelaskan memiliki pengaruh yang

signifikan positif terhadap OCB. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan dalam

bentuk keyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil

pekerjaan dengan jumlah yang adil dan keadilan dalam bentuk cara bersikap

atasan terhadap bawahannya dapat meningkatkan OCB secara signifikan dan

secara positif dapat berpengaruh terhadap OCB.


146

Hal ini tentunya dapat menjadi suatu referensi bahwa keadilan organisasi

yang ada di instansi hendaknya dapat lebih ditingkatkan agar OCB para pegawai

juga dapat terus meningkat. Keadilan organisasi yang sesuai bagi para pegawai

yang bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta Timur adalah

keadilan distributif dan keadilan interpersonal. Karena keadilan distributif dan

keadilan interpersonal ini diteliti lebih berpengaruh terhadap munculnya perilaku

OCB dibandingkan dengan keadilan prosedural dan keadilan informasional.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, menurut Greenberg (2005) yang

menyatakan bahwa bentuk keadilan organisasi berfokus pada keyakinan karyawan

bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah

yang adil (seperti gaji, pengakuan dsb). Ada juga menurut Rego dan Cunha (2006)

yang menyatakan bahwa keadilan interpersonal yang mengacu pada sejauh mana

atasan memperlakukan karyawan dengan rasa hormat dan bermartabat. Hal ini

sangat berlaku positif terhadap pegawai BKN Cawang, Jakarta Timur. Jika pihak

instansi ingin melakukan intervensi dalam meningkatkan perilaku OCB, sehingga

perilaku tersebut dapat lebih diperhatikan untuk lebih diutamakan dalam proses

intervensi peningkatan perilaku OCB karena pengaruhnya yang positif dengan

kriteria signifikan.

Selanjutnya, variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB

adalah variabel jenis kelamin yang menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh yang

signifikan terhadap OCB. Hal ini ditunjukkan dengan sumbangan sebesar 2,4%,

artinya bahwa variabel jenis kelamin tersebut secara positif mempengaruhi OCB.

Dari hal ini dapat dijelaskan bahwa jika pihak instansi ingin melakukan
147

peningkatan perilaku OCB pada para pegawai di instansinya, maka pihak instansi

perlu memperhatikan tingkat jenis kelamin dalam instansi. jenis kelamin dari

variabel demografi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohen (2006), perempuan

secara positif memberi pengaruh terhadap OCB. Sedangkan laki-laki memberi

pengaruh negatif terhadap perilaku OCB. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini

yang menyatakan memang ada perbedaan tingkat OCB antara perempuan dengan

laki-laki tetapi untuk tingkat signifikan baik perempuan maupun laki-laki

memberi pengaruh yang signifikan terhadap OCB.

Hal ini menjelaskan bahwa baik instansi, perusahaan maupun organisasi

tidak harusnya menjustifikasi tanpa alasan kuat jika pegawai atau karyawan laki-

laki memiliki tingkat OCB rendah sehingga tidak akan bisa membantu instansi

atau perusahaannya mencapai tujuan dan tidak semata-mata menjustifikasi

pegawai atau karyawan perempuan memiliki tingkat OCB tinggi sehingga bisa

membantu instansi atau perusahaannya mencapai tujuan.

Hasil lain yang terdapat dalam penelitian ini adalah dimensi dari self-

monitoring tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap perilaku OCB. Hal

ini mendukung hasil penelitian Lawal dan Babalola (2007) yang menyatakan

bahwa self-monitoring memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap OCB.

Begitupun hasil penelitian dari Triningsih (2003) yang juga mendukung hasil dari

penelitian ini.
148

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti (2012) menyatakan

bahwa self-monitoring memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku OCB.

Hasil dari penelitian Rangkuti (2012) bertentangan dengan hasil penelitian ini.

Karena dalam penelitian ini dihasilkan bahwa self-monitoring tidak memiliki

pengaruh yang positif maupun negatif secara signifikan terhadap perilaku OCB.

Namun perlu diketahui bahwa tingkat self-monitoring seseorang umumnya

tergantung dari suasana hati (mood), bisa saja saat moodnya sedang tidak baik

seseorang akan cenderung menampilkan self-monitoring rendah dan ketika

moodnya baik seseorang akan cenderung menampilkan self-monitoring tinggi.

Oleh karena itu, self-monitoring ini bukanlah satu-satunya faktor yang dapat

mempengaruhi OCB seseorang.

Adapun perbedaan hasil penelitian yang terdapat dalam penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Adapun diantara faktor-faktor tersebut adalah keterbatasan

dalam hal sampel penelitian dan juga teknik dalam pengambilan sampel, jumlah

sampel yang berbeda antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu,

kurang tepatnya sasaran subjek dalam penelitian ini dan waktu dimana

pengambilan data dilakukan.

Namun faktor yang cukup dominan dalam perbedaan hasil antara penelitian

terdahulu dengan penelitian ini terdapat pada jumlah sampel penelitian yang

digunakan, subjek yang dijadikan sampel penelitian dan status sampel baik

sebagai karyawan swasta maupun pegawai negeri. Karena banyaknya jumlah


149

sampel dan beragamnya data (jawaban dari pengisian instrumen penelitian) yang

didapat dari sampel tentunya dapat mempengaruhi hasil penelitian walaupun hal

tersebut tidaklah selalu signifikan. Sehingga hasil yang terdapat dalam penelitian

ini tidaklah menjustifikasi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti

sebelumnya dan hasil yang terdapat dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi

masukan yang berharga dari sudut pandang yang berbeda.

Adapun nilai lebih yang terdapat dalam penelitian ini adalah terdapat pada

bervariasinya variabel yang diujikan terhadap perilaku OCB. Dalam penelitian ini,

terdapat 12 IV yang coba penulis lihat pengaruh dan nilai kontribusinya dari

masing-masing IV terhadap perilaku OCB. Penelitian ini tentunya memiliki

pengaruh cukup besar bagi perkembangan instansi di masa yang akan datang. Jika

atasan memberikan dukungan organisasi dan keadilan organisasi serta dapat

mendorong pegawai untuk memunculkan self-monitoring, maka akan meningkat

pula perilaku OCB pada pegawai. Artinya, semakin tinggi dukungan organisasi,

keadilan organisasi serta self-monitoring pada pegawai, maka OCB pada pegawai

pun akan semakin tinggi.

Hal ini tentunya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smith,

Bateman dan Organ (dalam Jahangir, Akbar & Haq, 2004) melakukan penelitian

yang meyelidiki tentang penyebab-penyebab terjadinya OCB. Dimana dukungan

organisasi, keadilan organisasi serta atribut kepribadian, yaitu self-monitoring

merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan perilaku

OCB pada pegawai BKN Cawang, Jakarta Timur.


150

5.3 Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan diskusi di atas, maka untuk perkembangan

skripsi selanjutnya penulis perlu memberikan saran sebagai pertimbangan dan

penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa yang

akan meneliti variabel yang sama menggunakan topik atau pendekatan yang sama

dengan penelitian ini. Saran tersebut berupa saran teoritis dan saran praktis.

5.3.1 Saran teoritis

Bagi peneliti yang tertarik dan berminat pada persoalan yang sama disarankan

untuk :

1) Menambah variabel lain di luar variabel yang telah diteliti agar lebih luas

dalam gambaran penelitiannya, seperti kontrak psikologis, karakteristik

tugas maupun trait kepribadian. Sehingga pada penelitian yang akan datang

tidak terus menerus meneliti variabel yang sudah umum diteliti oleh peneliti

sebelumnya.

2) Mengembangkan secara baik dan teliti setiap item yang digunakan dalam

instrumen penelitian, terlebih lagi jika item tersebut merupakan

pengadaptasian dari penelitian yang berasal dari luar negeri dan telitilah

dalam menerjemahkan. Konstruk pernyataan sebaiknya menggunakan gaya

bahasa yang lebih lugas sehingga mudah dipahami oleh responden dan tidak

menimbulkan salah persepsi dalam mengartikan maksud dari pernyataan

dalam alat ukur.


151

3) Memperbanyak jumlah sampel agar dapat menghasilkan hasil penghitungan

statistik yang baik dalam uji validitas. Selain itu, baiknya sampel penelitian

dapat difokuskan pada biro atau bidang tertentu saja. Sehingga tidak terlihat

begitu meluas.

4) Memperhatikan ketepatan subjek yang akan dijadikan sasaran dalam sampel

penelitian. Agar dapat menghasilkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan sampel karyawan

perusahaan swasta. Karena berdasarkan hasil penelitian, variabel OCB ini

lebih cocok jika diteliti pada karyawan perusahaan swasta.

5) Melakukan studi pendahuluan sebelum menentukan populasi dan sampel.

Agar sampel yang nantinya digunakan dalam penelitian sesuai dengan teori

yang digunakan dalam penelitian sehingga tidak menimbulkan bias dan

ketidaktepatan dengan teori.

5.3.2 Saran praktis

1) Berdasarkan hasil penelitian ini, POS, keadilan distributif dan keadilan

interpersonal menjadi prediktor kuat bagi OCB seorang pegawai. Maka

saran praktis yang dapat dilakukan pimpinan instansi untuk meningkatkan

dukungan organisasi, keadilan distributif dan keadilan interpersonal

pegawai antara lain dengan memberikan dukungan kepada pegawai serta

menjalin hubungan baik dengan pegawai, bersikap lebih terbuka, fleksibel

dan pendengar yang baik dalam konteks masalah instansi sehingga pegawai

merasa bahwa mereka telah didukung, dibantu dan diperlakukan adil oleh
152

organisasi sehingga pegawai akan mampu memunculkan perilaku OCB di

instansinya guna meningkatkan produktivitas dan efektivitas instansinya.

2) Kepada pihak instansi, jika ingin melakukan intervensi terhadap

peningkatan perilaku OCB pada pegawai, maka perlu diperhatikan dan lebih

diutamakan adalah pada aspek dukungan organisasi, keadilan distributif dan

keadilan interpersonal. Ketiga variabel tersebut memiliki kontribusi yang

signifikan sehingga bila lebih diperhatikan maka hasilnya pun akan

signifikan. Artinya, jika dukungan organisasi, keadilan distributif dan

keadilan interpersonal dalam instansi ditingkatkan maka OCB pegawai pun

akan meningkat secara signifikan.


DAFTAR PUSTAKA

Aminah, D. (2013). Pengaruh tipe kepribadian, komitmen organisasi dan faktor


demografi terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan.
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ardianto, A. (2009). Perceived organizational support sebagai pemediasi


pengaruh keadilan prosedural penghargaan dan dukungan supervisor
terhadap komitmen afektif. Skripsi. Surakarta: Psikologi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

Ariani, D.W. (2008). Perilaku kewarganegaraan organisasional. Diakses tanggal


15 Juli 2009 dari http://www.ugm.ac.id/index.php?.

Arwan, A. (2012). Pengaruh keadilan organisasional dan persepsi kepemimpinan


transformasional terhadap organizational citizenship behavior (OCB).
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Asgari, A., Silong, A.D., Ahmad, A., & Sama, B.A. (2008). The relationship
between transformasional leadership behavior, leader-member exchange
and OCB, European Journal of Scientific Research, 6, 140-150.

Asgari, M.H., Nojabaee, S.S. & Arjmand, F. (2011). The relationship between the
organizational justice and organizational citizenship behavior of the
employee. Middle-East Journal of Scientific Research, 10, 141-148.

Blakely, G.L., Andrews, M.C. & Fuller, J. (2003). Are chameleons good citizens?
A longitudinal study of the relationship between self-monitoring and
organizational citizenship behavior. Journal of Business and Psychology,
18 (2), 131-144. DOI: 10.1023/A:1027388729390.

Bolino, C.M., Turnley, H.W. & Bloodgood, M.J. (2002). Citizenship behavior and
the creation of social capital in organization. The Academy of Management
Review, 27 (4), 505-522.

Borman, W.C. & Motowidlo, S.J. (1997), Task performance and contextual
performance: The meaning for personnel selection research. Human
Performance, 10, 99109. DOI: 10.1207/s15327043hup1002_3

Bukhari, Z.U., Ali, U., Shahzad, K. & Bashir, S. (2009). Determinants of


organizational citizenship behavior in Pakistan. International Review of
Business Research Papers, 5 (2), 132150.
Cardona, P., Lawrence, B., & Bentler, P. (2004). The influence of social and work
exchange relationships on organizational citizenship behavior. Group and
Organizational Management, 29 (2), 219-247. DOI:
10.1177/1059601103257401.

Cohen, A. (2006). The relationship between multiple commitments and


organizational citizenship behavior in arab and jewish culture. Journal of
Vocational Behavior, 69, 105118. DOI: 10.1016/j.jvb.2005.12.004.

Colquitt, J.A. (2001). On the dimensionality of organizational justice: A contruct


validations of a measure. Journal of Applied Psychology, 86, 386-400.
DOI: 10.1037//0021-9010.86.3.386.

Colquitt, J.A., Colon, D.E., Wesson, M.J., Porter, C.O.L.H., & Ng, Y.K. (2001).
Justice at the millennium; A meta-analityc review of 25 years of
organizational justice research. Journal of Applied Psychology, 86, 425-
445. DOI: 10.1037//0021-9010.86.3.425.

Cropanzano, R., Bowen, D.E., & Gilliland, S.W. (2007). The management of
organizational justice. Academy of Management Perspective. 34-48. DOI:
10.1037/0021-9010.88.1.160.

Davier, M.V. & Rost, J. (1997). Self-monitoring-A class variable. Applications of


latent trait and latent class models in the social sciences, 296-305.

Davoudi, M.M.S. (2012). A comprehensive study of organizational citizenship


behavior (OCB): Introducing the term, clarifying its consequences and
identifying its antecedents. Journal of Economics and Management, 2 (1),
73-85. ISSN 22780629.

Ehrhart, M. G., & Naumann, S. E. (2004). Organizational citizenship behavior in


work groups: A group norms approach. Journal of Applied Psychology,
89, 960974. DOI: 10.1037/0021-9010.89.6.960.

Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S. & Sowa, D. (1986). Perceived


organizational support. Journal of Applied Psychology, 71 (3), 500-507.
DOI: 0021-9010/86/$00.75.

Gangestad, S. & Snyder, M. (1985). To carve nature at its joints: On the existence
of discrete classes in personality. Psychological Review, 92 (3), 317-349.
DOI: 0033-295X/85/$00.75.

Greenberg, J. (1987). A taxonomy of organizational justice teories. The Academy


of Management Review, 12 (1), 9-22.
Greenberg, J. & Baron. R. (2003). Behavior in organizations. (7th ed). New
Jersey: Prentice Hall.

Greenberg, J. (2005). Managing behavior in organizations, (4th ed). Pearson


Educations, Inc.

Greenhaus, J.H. & Callanan A.G. (2006). Encyclopedia of career development.


California: SAGE Publications, Inc.

Hardi, L.O.W.K. (2009). Organizational citizenship behavior pada pengurus partai


politik ditinjau dari komitmen organisasi. Skripsi. Semarang: Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Hendrayanti, E. (2006). Hubungan antara self-monitoring dengan prokrastinasi


pada karyawan di PT. PLN (Persero) region Jateng DIY Ungaran. Skripsi.
Semarang: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro Semarang.

Hendry. (2011). Perbedaan individu: Kepribadian I. Diakses tanggal 20 Oktober


2014 dari http://teorionline.wordpress.com/2011/02/25/perbedaan-
individu-kepribadian-1/.

Hutchison, S. (1997). A path model of perceived organizational support. Journal


of Social Behavior and Personality, 12 (1), 159-174.

Iriani, F. (2003). Perbedaan komitmen berpacaran antara dewasa muda yang


memiliki self-monitoring tinggi dan self-monitoring rendah. Jurnal
Psikologi, 1 (1), 38-42.

Jacqueline, A.M. & Coyle, S. (2002). A psychological contract perspective on


organizational citizenship behavior. Journal of Organizational Behavior.
23, 927-946. DOI: 10.1002/job.173.

Jafari, P., & Bidarian, S. (2012). The relationship between organizational justice
and organizational citizenship behavior. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 47, 1815-1820. DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.06.905.

Jahangir, N., Akbar, M.M. & Haq, M. (2004). Organizational citizenship


behavior: Its nature and antecedents. BRAC University Journal, 1 (2), 75-
85.

Jayanti, P. (2009). Perbedaan organizational citizenship behavior antara pegawai


dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Skripsi. Medan: Psikologi
Universitas Sumatera Utara Medan.
Kamil, E.P. (2012). Pengaruh perceived organizational support (POS) dan
komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB).
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kreitner, R. & Kinicki, A. (2007). Organizational behavior (7th ed). New York:
McGraw-Hill.

Krishnan, V.R. & Arora, P. (2008). Determinant of transformational leadership


and organizational citizenship behavior. Asia Pasific Business Review, 4
(1), 34-43. ISSN: 0973-2470.

Kwantes, C.T., Karamb, C.M., Kuo, B.C.H & Towson, S. (2008). Cultures
influence on the perception of OCB as in-role or extra-role. International
Journal of Intercultural Relations, 32, 229243. DOI:
10.1016/j.ijintrel.2008.01.007.

Lee, U.H., Kim, H.K. & Kim, Y.H. (2013). Determinants of organizational
citizenship behavior. Global Business and Management Research: An
International Journal, 5 (1), 54-65.

Lennox, R.D. & Wolfe, R.N. (1984). Revision of the self-monitoring scale.
Journal of Personality and Social Psychology, 46 (6), 1349-1364. DOI:
10.1037/0022-3514.46.6.1349.

Leon, M.C.D. & Finkelstein, M.A. (2011). Individualism/collectivism and


organizational citizenship behavior. Psicothema, 23 (3), 401-406. ISSN
0214 9915.

LePine, J.A., Erez, A. & Johnson, D.E. (2002). The nature and dimensionality of
organizational citizenship behavior: a critical review and meta-analysis.
Journal of Applied Psychology, 87 (1), 52-65. DOI: 10.1037//0021-
9010.87.1.52.

Lo, M.C., & Ramayah, T. (2009). Dimensionality of organizational citizenship


behavior (OCB) in a multicultural society: The case of Malaysia. Journal
of International Bussiness Research, 2 (1). 48-55.

Malik, M.E. & Naeem, B. (2011). Impact of perceived of organizational justice on


organizational commitment of faculty: Empirical evidence from Pakistan.
Interisciplinary Journal of Research Business, 1, 92-98.

Moningka, C. & Widyarinil, N. (2005). Pengaruh hubungan interpersonal, self-


monitoring dan minat terhadap performansi kerja pada karyawan bagian
penjualan. Jurnal Psikologi, 146-158.
Moorman, R.H. (1991). The relationship between organizational justice and
organizational citizenship behaviors: Do fairness perceptions influence
employee citizenship?. Journal of Applied Psychology, 76, 845-855. DOI:
10.1037/0021-9010.76.6.845.

Moorman, R.H., Niehoff, B.P. & Organ, D.W. (1993). Treating employees fairly
and organizational citizenship behaviors: Sorting the effects of job
satisfaction, organizational commitment, and procedural justice. Employee
Responsibilities and Rights Journal, 6, 209-225. DOI:
10.1007/BF01419445.

Nadhirin, A.L. (2010). Gaya pemantauan diri. Diakses tanggal 20 Oktober 2014
dari http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/gaya-presentasi-diri-self-
monitoring.html.

Niehoff, B.P. & Moorman, R.H. (1993). Justice as a mediator of the relationship
between methods of monitoring and organizational citizenship behavior.
Academy of Management Jounal, 36 (3), 327-556. DOI: 10.2307/256591.

Novliadi, F. (2006). Organizational citizenship behavior karyawan ditinjau dari


persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan dan persepsi terhadap
dukungan organisasional. Psikologia, 2, 39-46.

Organ, D.W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier


syndrome. Lexington, MA: Lexington Books.

Organ D.W. & Ryan, K. (1995). A meta-analytic review of attitudinal and


dispositional predictors of organizational citizenship behavior. Personnel
Psychology, 48, 775-800. DOI: 10.1111/j.1744-6570.1995.tb01781.x.

Organ, D.W., Podsakoff, & P.M., MacKenzie, S.B. (2006). Organizational


citizenship behavior; its nature, antecedent and consequences. California:
SAGE Publications, Inc.

Perdana, A.M.P. (2011). Pengaruh persepsi gaya kepemimpinan dan kepuasan


kerja terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan
PT. Bumi serpong damai. Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B., & Bachrach, D.G., (2000).
Organizational citizenship behavior: A critical review of theoretical and
empirical literature and suggestions for future research. Journal of
Management, 26 (3), 513-563. DOI: 10.1177/014920630002600307.
Prastiwi, H.E. (2013). Pengaruh leader member exchange dan kepemimpinan
spiritual terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Skripsi.
Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Prihatsanti, U. & Dewi, K.S. (2010). Hubungan antara iklim organisasi dan
organizational citizenship behavior (OCB) pada guru SDN di kecamatan
Mojolaban Sukoharjo. Jurnal Psikologi, 7 (1), 11-17.

Purba, D.E. & Seniati, A.N.L. (2004). Pengaruh kepribadian dan komitmen
organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Jurnal Social
Humaniora, 8 (3), 105-111.

Randall, M.L., Cropanzano, R., Bormann, C.A. & Birjulin, A. (1999).


Organizational politics and organizational support as predictors of work
attitudes, job performance and organizational citizenship behavior. Journal
of Organizational Behavior, 20, 159-174. DOI: 10.1002/(SICI)1099-
1379(199903).

Rangkuti, M. (2012). Dampak self-monitoring terhadap organizational citizenship


behavior (OCB). Skripsi. Medan: Program Studi Psikologi Universitas
Sumatera Utara.

Rego, A. & Cunha M.P.A. (2006) Organizational justice and citizenship behavior;
a study in feminine, high power distance culture. Working Papers in
Management. Universidade de Aviero.

Rhoades, L., Eisenberger, R. & Armeli, S. (2001). Affective commitment to the


organization: The contribution of perceived organizational support.
Journal of Applied Psychology, 86, 825-836. DOI: 10.1037//0021-
9010.86.5.825.

Rhoades, L. & Eisenberger, R. (2002). Perceived organizational support: A review


of the literature. Journal of Applied Psychology, 87 (4), 698-714. DOI:
10.1037//0021-9010.87.4.698.

Robbbins, S.P. (2001). Organizational behavior (10nd ed). Canada: Prentice-Hall.

Rusdiana, D. (2012). Pengaruh pengawasan melekat terhadap kinerja staf


administrasi di pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan
tenaga kependidikan ilmu pengetahuan alam. Skripsi. Bandung:
Manajemen Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Sevilla, C.G. (1993). Pengantar metode penelitian (terj: Alimuddin Tuwu).


Jakarta : UI-Press.
Shore, L.M. & Wayne, S.J. (1993). Commitment and employee behavior:
comparison of affective commitment and continuance commitment with
perceived organizational support. Journal of Applied psychology, 78 (5),
774-780. DOI:10.1037/0021-9010.78.5.774.

Smith, C.A., Organ, D.W. & Near, J.P. (1983). Organizational citizenship
behavior: Its nature and antecedents. Journal of Applied Psychology, 68
(4), 653-663. DOI: 10.1037/0021-9010.68.4.653.

Snyder, M. (1974). Self-monitoring of expressive behavior. Journal of Personal


Social Psychology, 30, 526-537. DOI: 10.1037/h0037039.

Snyder, M., & Gangestad, S.W. (1986). On the nature of self-monitoring: Matters
of assessment matters of validity. Journal of Personality and Social
Psychology, 51 (1), 125-139. DOI: 0022-3514y86/$00.75.

Snyder, M., & Gangestad, S.W. (2000). Self-monitoring : Appraisal and


reappraisal. Psychological Bulletin. 126 (4), 530-555. DOI:
10.1037//0033-2909.126.4.530.

Stamper, C.L. & Dyne, L.V. (2001). Work status and organizational citizenship
behavior: A field study of restaurant employee. Journal of Organizational
Behavior, 22, 517-536. DOI: 10.1002/job.100.

Sufya, D.H. (2012). Pengaruh tipe kepribadian dan komitmen organisasi terhadap
organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan semen padang.
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Susanto, T. (2014). Wujudkan karakter pegawai negeri sipil (PNS) yang baik.
Diakses tanggal 10 Januari 2015 dari
http://www.paudni.kemdikbud.go.id/berita/159.html.

Syaikhu, N. (2008). Menakar kembali kinerja pegawai. Diakses tanggal 08


Januari 2015 dari http://www.uinjkt.ac.id/index.php/section-blog/28-
artikel/331-menakar-kembali-kinerja-pegawai.html.

Tennant, B. (2012). Impact of organizational support, altruism & service climate


on organizational citizenship behavior in service industry. American
Journal of Behavioural Science and Psychology, 2 (4), 1-8. ISSN 2568-
5465.

Triyanto, A. & Santosa, C.E. (2009). Organizational citizenship behavior (OCB)


dan pengaruhnya terhadap keinginan keluar dan kepuasan kerja karyawan.
Jurnal Manajemen, 7 (4), 1-13.
Umar, J. (2010). Bahan ajar statistik I dan II. Jakarta : Fakultas psikologi UIN
Syarif Hidayatullah.

Vigoda, E. & Golembiewski, R.T. (2001). Citizenship behavior and the spirit of
new managerialism. A theoretical framework and challenge for
governance. American Review of Public Administration. 31 (3), 273-295.
DOI: 10.1177/02750740122064956.

Wijaya, I. (2014). Analisis pengaruh organizational justice terhadap


organizational citizenship behavior dengan perceived organizational
support sebagai mediator di kantor kecamatan Neglasari kota Tangerang.
Jurnal Managemen, 1-10.

WikiPNS. (2014). Apa pengertian PNS?. Diakses tanggal 10 Januari 2015 dari
http://wikipns.com/apa-pengertian-pns/.
Lampiran 2 INSTRUMEN PENELITIAN

Assalamualaikum,wr.wb.
Bapak/Ibu/Saudara/I yang terhormat,
Dalam rangka penyusunan skripsi untuk menyelesaikan studi jenjang Strata 1 (S1), saya Khirzah
Nurmala, mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat ini sedang mengadakan
penelitian tentang Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan, maka saya mohon bantuan dan kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/I untuk menjawab pernyataan dalam instrumen ini dengan sejujur-jujurnya. Hal ini
dikarenakan tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban
adalah benar selama itu sesuai dengan diri Bapak/Ibu/Saudara/I.. Saya menjamin bahwa data yang didapat
dari instrumen ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk menjadi responden dalam penelitian ini, saya
ucapkan terima kasih.
Peneliti,

Khirzah Nurmala

Lembar Persetujuan
Sebelum Bapak/Ibu/Saudara/I menjawab pernyataan dalam instrumen penelitian ini, diharapkan untuk
mengisi terlebih dahulu lembar persetujuan di bawah ini selengkap-lengkapnya dengan cara memberi tanda
silang ( X ) pada tabel yang sesuai dengan diri Bapak/Ibu/Saudara/I.
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia : 20-27 Thn 28-35 Thn 36-43 Thn > 44 Thn
Suku : Jawa Sumatera Kalimantan Lainnya, sebutkan ! _________
Tingkat Pendidikan : SMA/SLTA S1 S2 Lainnya, sebutkan! _________
Jabatan : ________________________________________
Biro / Bidang : Biro ___________________ Bidang _________________
Lama Bekerja : 1 Thn 2-12 Thn 13-22 Thn > 23 Thn
Status Karyawan : PNS Non-PNS

Petunjuk Pengisian
Untuk menjawab pernyataan pada instrumen di bagian A, B dan C ini Bapak/Ibu/Saudara/I diminta untuk
memilih salah satu jawaban dari keempat alternatif jawaban yang paling sesuai dengan cara memberikan
tanda silang ( X ) pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia di bagian kanan dari setiap
pernyataan.
Keterangan jawaban sebagai berikut :
SS : Apabila Anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
S : Apabila Anda Setuju dengan pernyataan tersebut
TS : Apabila Anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut
STS : Apabila Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.

--------------- Selamat Mengerjakan ---------------


BAGIAN A

No. Pernyataan SS S TS STS


1. Saya membantu pekerjaan karyawan lain yang memiliki beban kerja berat.
Saya selalu siap membantu tugas karyawan lain di perusahaan tempat saya
2.
bekerja.
3. Saya membantu pekerjaan karyawan lain yang tidak hadir.
Saya dengan sukarela membantu karyawan lain yang memiliki kesulitan
4.
dalam pekerjaan.
5. Saya membantu mengarahkan karyawan baru meskipun tidak diperlukan.
Saya percaya bahwa melakukan pekerjaan dengan jujur akan mendapatkan
6.
gaji yang semestinya.
7. Kehadiran saya di tempat kerja melebihi jam kerja pada umumnya.
8. Saya tidak mengambil jam istirahat tambahan.
Saya mematuhi peraturan yang ada di perusahaan meskipun tidak ada yang
9.
mengawasi.
10. Saya merupakan salah satu karyawan yang paling teliti.
Saya selalu membutuhkan pembuktian yang terperinci atas apa yang terjadi di
11.
perusahaan.
Saya menghabiskan banyak waktu dengan mengeluhkan hal-hal yang tidak
12.
penting.
13. Saya cenderung membesar-besarkan masalah.
14. Saya selalu melihat kesalahan orang lain, daripada sisi positifnya.
15. Saya selalu menemukan kesalahan yang dilakukan perusahaan.
16. Saya mencoba untuk menghindari terciptanya masalah dengan rekan kerja.
17. Saya mempertimbangkan dampak dari pekerjaan saya terhadap rekan kerja.
18. Saya tidak pernah menyalahgunakan hak-hak orang lain.
Saya mengambil langkah untuk berusaha mencegah konflik dengan karyawan
19.
lain.
20. Saya sadar bagaimana perilaku saya mempengaruhi pekerjaan orang lain.
21. Saya tetap mengikuti perubahan dalam organisasi.
22. Saya menghadiri pertemuan yang tidak diwajibkan, tetapi dianggap penting.
Saya menghadiri kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan untuk
23.
meningkatkan pencitraan perusahaan.
24. Saya memantau berbagai perkembangan informasi di perusahaan.

BAGIAN B

No. Pernyataan SS S TS STS


Perusahaan menghargai kontribusi yang saya berikan untuk kesejahteraan
1.
organisasi.
Jika perusahaan dapat menyewa orang untuk menggantikan saya dengan gaji
2.
yang lebih rendah maka itulah yang akan dilakukan oleh perusahaan.
3. Perusahaan gagal untuk menghargai apa pun usaha ekstra saya.
4. Perusahaan benar-benar mempertimbangkan tujuan dan nilai-nilai saya.
5. Perusahaan memaklumi ketidakhadiran saya karena saya sakit.
6. Perusahaan akan mengabaikan apapun keluhan saya.
Perusahaan mengabaikan kepentingan terbaik saya ketika membuat
7.
keputusan yang dapat mempengaruhi saya.
Perusahaan menyediakan bantuan ketika saya mengalami kesulitan atau
8.
masalah.
9. Perusahaan benar-benar peduli pada kesejahteraan saya.
10. Perusahaan bersedia memberikan keleluasaan kepada saya agar saya dapat
mengeluarkan kemampuan terbaik saya.
11. Perusahaan tidak memaklumi ketidakhadiran saya karena masalah pribadi.
Jika perusahaan menemukan cara yang lebih efisien untuk dapat
12.
menyelesaikan tugas saya mereka akan menggantikan saya.
Perusahaan akan memaafkan kesalahan yang saya akui dengan jujur selama
13.
saya bekerja.
Penurunan prestasi kerja yang saya lakukan membuat perusahaan ingin
14.
menggantikan posisi saya dengan orang lain.
Perusahaan merasa hanya ada sedikit yang bisa diperoleh dari
15.
mempekerjakan saya selama sisa karir saya.
Perusahaan hanya menyediakan sedikit kesempatan bagi saya untuk menjadi
16.
lebih maju.
Bahkan jika saya melakukan pekerjaan sebaik mungkin, perusahaan tidak
17.
akan melihat usaha saya.
Perusahaan mengabulkan permintaan yang masuk akal bagi perubahan
18.
kondisi kerja saya.
Jika saya diberhentikan, perusahaan lebih suka merekrut orang baru daripada
19.
mempekerjakan saya kembali.
Perusahaan bersedia untuk membantu saya ketika saya membutuhkan
20.
bantuan khusus.
21. Perusahaan memperhatikan kepuasan kerja saya secara keseluruhan.
22. Jika diberi kesempatan, perusahaan akan mengambil keuntungan dari saya.
23. Perusahaan memberikan perhatian yang sangat sedikit kepada saya.
Jika saya memutuskan untuk berhenti, perusahaan akan mencoba membujuk
24.
saya untuk tetap bertahan.
25. Perusahaan peduli tentang pendapat saya.
26. Perusahaan merasa bahwa mempekerjakan saya adalah suatu kesalahan besar.
27. Perusahaan bangga terhadap prestasi saya di tempat kerja.
28. Perusahaan lebih peduli untuk mencari keuntungan dibandingkan saya.
Perusahaan memaklumi jika saya tidak bisa untuk menyelesaikan pekerjaan
29.
saya tepat waktu.
Perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, maka perusahaan
30.
akan mempertimbangkan untuk menaikan gaji saya.
Perusahaan merasa bahwa setiap orang dapat melakukan pekerjaan sama
31.
seperti yang saya lakukan.
32. Perusahaan tidak peduli terhadap gaji yang merupakan hak saya.
Perusahaan ingin memberikan kepada saya pekerjaan yang sebaik mungkin
33.
sesuai kualifikasi saya.
Jika posisi saya ditiadakan, perusahaan akan lebih memilih untuk
34.
memberhentikan saya daripada memindahkan saya ke posisi lain.
35. Perusahaan berusaha menjadikan pekerjaan saya semenarik mungkin.
36. Atasan saya merasa bangga karena saya menjadi bagian dari perusahaan ini.

BAGIAN C

No. Pernyataan SS S TS STS


1. Secara umum, imbalan yang saya terima adalah adil.
2. Saya merasa diberi gaji secara adil.
Dengan mempertimbangkan gaji yang dibayarkan dalam perusahaan ini, saya
3.
merasa bahwa gaji yang saya terima adalah adil.
Dengan mempertimbangkan pengalaman saya, saya merasa bahwa saya
4.
cukup dihargai oleh perusahaan.
Dengan mempertimbangkan usaha saya, saya merasa bahwa saya cukup
5.
dihargai oleh perusahaan.
6. Perusahaan saya memiliki mekanisme yang memungkinkan karyawannya
untuk mengajukan perbandingan terhadap keputusan yang akan
mempengaruhi mereka.
Pertanyaan karyawan tentang imbal jasa dan evaluasi kinerja biasanya
7.
dijawab dengan segera oleh perusahaan.
Melalui beberapa cara, perusahaan saya berusaha memahami pendapat
8. karyawan mengenai pengambilan keputusan dan kebijakan yang berkaitan
dengan imbal jasa.
Karyawan dapat mengajukan perbandingan terhadap keputusan yang dibuat
9.
oleh atasan.
Atasan saya menunjukkan perhatian yang tulus dengan bersikap adil kepada
10.
saya.
11. Atasan saya benar-benar tulus dan terbuka terhadap saya.
12. Atasan saya menunjukkan kepedulian terhadap hak-hak saya.
Atasan saya memperlakukan saya dengan rasa hormat dan penuh
13.
pertimbangan.
14. Atasan saya memberikan umpan balik terhadap pekerjaan saya, sehingga saya
dapat memperbaiki pekerjaan saya.
Atasan saya memberikan penjelasan yang masuk akal ketika membuat suatu
15.
keputusan mengenai pekerjaan saya.
16. Atasan saya berdiskusi dengan saya mengenai tujuan dan perencanaan yang
berhubungan dengan kinerja saya.
17. Atasan saya menjelaskan dengan jelas seluruh keputusan yang berkaitan
dengan pekerjaan saya.
18. Pertanyaan yang diajukan oleh karyawan mengenai imbal jasa dan evaluasi
kinerja biasanya dijawab dengan memuaskan oleh perusahaan.

BAGIAN D
Pernyataan pada instrumen di bagian D, Anda dapat memberikan tanda silang ( X ) pada alternatif
jawaban yang sesuai dengan diri Anda. Keterangan jawaban sebagai berikut :
B : Benar (Apabila Anda merasa diri Anda Sesuai dengan pernyataan tersebut)
S : Salah (Apabila Anda merasa diri Anda Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut)
Tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban adalah benar selama itu
sesuai dengan diri Anda. Anda diharapkan untuk mengisi semua pernyataan dalam kuisioner ini dan
silahkan untuk mengecek kembali jawaban yang Anda berikan.
--------------- Selamat Mengerjakan ---------------

No. Pernyataan Jawaban


1. Saya merasa sulit untuk meniru perilaku orang lain. B S
Perilaku saya biasanya sesuai dengan ekspresi dari perasaan, sikap dan B S
2.
keyakinan saya.
Pada pesta dan pertemuan sosial, saya tidak berusaha untuk melakukan atau mengatakan B S
3.
hal-hal yang dapat membuat orang lain senang.
4. Saya hanya bisa memperdebatkan ide yang dapat saya percayai. B S
Saya dapat melakukan pidato dadakan meskipun saya hampir tidak memiliki informasi B S
5.
terkait topik tersebut.
Saya kira saya dapat menyiapkan pertunjukkan untuk menghibur dan membuat orang lain B S
6.
terkesan.
Ketika saya merasa bimbang tentang bagaimana bertindak dalam situasi sosial, B S
7.
saya melihat perilaku orang lain sebagai isyarat.
8. Saya mungkin bisa menjadi seorang aktor yang baik. B S
Saya jarang membutuhkan saran dari teman saya untuk memilih film, buku atau B S
9.
musik.
10. Sesekali saya melihat orang lain untuk mendalami emosi lebih dalam lagi. B S
11. Saya bisa tertawa lepas ketika saya menonton acara komedi bersama teman- B S
teman saya daripada ketika saya menonton sendirian.
12.. Dalam suatu kelompok, saya jarang menjadi pusat perhatian. B S
Dalam situasi yang berbeda dan dengan orang yang berbeda, saya sering bertingkah laku B S
13.
seperti orang yang sangat berbeda.
14. Saya tidak memiliki kemampuan yang baik untuk membuat orang lain menyukai saya. B S
Sekalipun jika saya tidak menikmati hidup saya, saya sering memanfaatkan B S
15.
waktu dengan baik.
16. Saya tidak selalu menjadi diri sendiri. B S
Saya tidak akan mengubah pendapat saya (atau cara saya melakukan sesuatu) untuk B S
17.
membuat orang lain terkesan.
18. Saya telah mempertimbangkan untuk menjadi seorang entertainer. B S
19. Saya mampu menjadi orang yang berbeda ketika dibutuhkan. B S
20. Saya tidak pernah berhasil dalam suatu permainan seperti improvisasi dalam berakting. B S
Saya mengalami kesulitan mengubah perilaku saya sesuai dengan orang yang berbeda dan B S
21.
situasi yang berbeda.
22. Pada sebuah acara, saya membiarkan orang lain untuk bercerita dan melucu. B S
Saya merasa kaku ditempat saya bekerja dan tidak secara nyata mengoptimalkan apa yang B S
23.
saya lakukan.
Saya dapat mengatakan sebuah kebohongan dengan ekspresi wajah datar dan tetap menatap B S
24.
orang tersebut (jika kebohongan yang saya katakan untuk kebaikan).
25. Saya bisa bersikap ramah pada orang lain meskipun orang itu tidak saya sukai. B S
Lampiran 3

Gambar path pengujian CFA dimensi altruism

Tabel muatan faktor item dimensi altruism

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,65 0,09 7,46
2. 0,60 0,08 7,68
3. 0,59 0,08 7,57
4. 0,24 0,08 3,04
5. 0,49 0,09 5,43
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi altruism

Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 adalah urutan sebenarnya. Tanda menunjukkan
korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 4

Gambar path pengujian CFA dimensi conscientiousness

Tabel muatan faktor item dimensi conscientiousness

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,43 0,09 4,89
2. 0,46 0,09 5,16
3. 0,41 0,09 4,68
4. 0,28 0,09 3,24
5. 0,67 0,10 6,89
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi conscientiousness

Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 6, 7, 8, 9 dan 10. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 5

Gambar path pengujian CFA dimensi sportsmanship

Tabel muatan faktor item dimensi sportsmanship

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,15 0,08 1,75 X
2. 0,42 0,08 5,05
3. 0,61 0,09 6,57
4. 0,72 0,10 7,20
5. 0,20 0,08 2,34
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi sportsmanship

Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 11, 12, 13, 14 dan 15. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 6

Gambar path pengujian CFA dimensi courtesy

Tabel muatan faktor item dimensi courtesy

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,34 0,10 3,40
2. -0,03 0,08 -0,41 X
3. 0,43 0,11 3,76
4. 0,79 0,18 4,37
5. -0,05 0,08 -0,62 X
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi courtesy

Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 16, 17, 18, 19 dan 20. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 7

Gambar path pengujian CFA dimensi civic virtue

Tabel muatan faktor item dimensi civic virtue

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,57 0,08 7,04
2. 0,69 0,08 8,24
3. 0,56 0,08 6,87
4. 0,43 0,08 5,23
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi civic virtue

Item 1 2 3 4
1 1
2 1
3 1
4 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 21, 22, 23 dan 24. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 8

Gambar path pengujian CFA OCB dengan model second order


Lampiran 9

Tabel muatan faktor organizational citizenship behavior (OCB)

No. Dimensi Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan


1. Altruism 0,41 0,06 6,33
2. Conscientiousness 0,99 0,05 19,90
3. Sportsmanship -0,13 0,04 -2,93 X
4. Courtesy -0,08 0,05 -1,74 X
5. Civic Virtue 0,42 0,07 6,30
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran organizational citizenship behavior


(OCB)
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
6 1
7 1
8 1
9 1
10 1
11 1
12 1
13 1
14 1
15 1
16 1
17 1
18 1
19 1
20 1
21 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 21 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23 dan 24. Tanda menunjukkan
korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 10

Gambar path pengujian CFA perceived organizational support (POS)


Lampiran 11

Tabel muatan faktor item perceived organizational support (POS)


No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1 0,36 0,11 3,42
2 0,69 0,10 6,86
3 0,59 0,10 5,83
4 0,04 0,11 0,38 X
5 0,13 0,11 1,17 X
6 0,52 0,10 4,99
7 0,64 0,10 6,35
8 0,36 0,11 3,37
9 0,33 0,10 3,20
10 0,18 0,11 1,73 X
11 0,55 0,10 5,30
12 0,73 0,10 7,32
13 0,12 0,11 1,15 X
14 0,62 0,10 6,10
15 0,80 0,10 8,17
16 0,78 0,10 7,89
17 0,68 0,10 6,72
18 0,22 0,11 2,08
19 0,65 0,10 6,46
20 0,36 0,11 3,45
21 0,53 0,10 5,09
22 -0,06 0,11 -0,59 X
23 0,55 0,10 5,35
24 0,26 0,11 2,45
25 0,47 0,10 4,48
26 0,53 0,10 5,09
27 0,42 0,10 3,99
28 0,55 0,10 5,40
29 0,01 0,11 0,09 X
30 0,22 0,11 2,02
31 0,40 0,10 3,77
32 0,67 0,10 6,65
33 0,36 0,11 3,37
34 0,56 0,10 5,67
35 0,29 0,11 2,74
36 0,30 0,11 2,82
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran perceived organizational support (POS)
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Lampiran 12
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
6 1
7 1
8 1
9 1
10 1
11 1
12 1
13 1
14 1
15 1
16 1
17 1
18 1
19 1
20 1
21 1
22 1
23 1
24 1
25 1
26 1
27 1
28 1
29 1
30 1
31 1
32 1
33 1
34 1
35 1
36 1
Keterangan: Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 13

Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan distributif

Tabel muatan faktor item dimensi keadilan distributif

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,90 0,06 16,07
2. 1,00 0,05 19,17
3. 0,87 0,06 15,52
4. 0,69 0,06 11,17
5. 0,66 0,06 10,59
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan distributif

Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Keterangan : Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 adalah urutan item yang benar. Tanda
menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 14

Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan prosedural

Tabel muatan faktor item dimensi keadilan prosedural

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,83 0,07 11,82
2. 0,83 0,07 11,76
3. 0,57 0,07 8,13
4. 0,55 0,07 7,83
5. 0,58 0,07 7,74
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan prosedural

Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 6, 7, 8, 9 dan 18. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 15

Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan interpersonal

Tabel muatan faktor item dimensi keadilan interpersonal

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,49 0,07 7,25
2. 0,65 0,07 9,44
3. 0,84 0,06 13,58
4. 1,06 0,06 18,27
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan interpersonal

Item 1 2 3 4
1 1
2 1
3 1
4 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 14, 15, 16 dan 17. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 16

Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan informasional

Tabel muatan faktor item dimensi keadilan informasional

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,73 0,06 11,92
2. 0,80 0,06 13,16
3. 1,09 0,05 20,53
4. 0,58 0,06 9,01
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan informasional

Item 1 2 3 4
1 1
2 1
3 1
4 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 10, 11, 12 dan 13 Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 17

Gambar path pengujian CFA dimensi expressive self-control

Tabel muatan faktor item dimensi expressive self-control

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. -0,01 0,05 -0,20 X
2. 0,18 0,06 3,01
3. 0,32 0,12 2,59
4. 0,44 0,10 -4,22 X
5. -0,42 0,10 -4,04 X
6. 0,46 0,10 4,78
7. -0,26 0,10 -2,75 X
8. 0,29 0,07 4,12
9. 0,12 0,05 2,33
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi expressive self-control


Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
6 1
7 1
8 1
9 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 9 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 1, 3, 4, 5, 8, 10, 11, 18 dan 20. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 18

Gambar path pengujian CFA dimensi social stage presence

Tabel muatan faktor item dimensi social stage presence

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,43 0,11 4,04
2. -0,39 0,11 -3,71 X
3. -0,08 0,09 -0,81 X
4. 0,23 0,08 2,88
5. 0,27 0,11 2,44
6. 0,23 0,08 2,88
7. -0,14 0,08 -1,60 X
8. -0,36 0,11 -3,33 X
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi social stage presence

Item 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
6 1
7 1
8 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 8 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 12, 14, 15, 16, 19, 22, 23 dan 24. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 19

Gambar path pengujian CFA dimensi other directed self-presentation

Tabel muatan faktor item dimensi other directed self-presentation

No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi


1. 0,30 0,08 3,55
2. -0,23 0,09 -2,64 X
3. 0,22 0,07 3,04
4. -0,09 0,09 -1,01 X
5. -0,01 0,08 -0,15 X
6. 0,17 0,08 2,19
7. 0,35 0,13 2,70
8. 0,40 0,09 4,38
Keterangan : Tanda = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan

Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi other directed self-


presentation

Item 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
6 1
7 1
8 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 8 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 2, 6, 7, 9, 13, 17, 21 dan 25. Tanda menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 20

OUTPUT SPSS

FREKUENSI SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN VARIABEL DEMOGRAFI

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-27 40 19.0 19.0 19.0
28-35 110 52.4 52.4 71.4
36-43 34 16.2 16.2 87.6
>44 26 12.4 12.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 124 59.0 59.0 59.0
Perempuan 86 41.0 41.0 100.0
Total 210 100.0 100.0
Suku
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Jawa 119 56.7 56.7 56.7
Sumatera 32 15.2 15.2 71.9
Kalimantan 11 5.2 5.2 77.1
Lainnya (Sulawesi, NTT dan 48 22.9 22.9 100.0
Maluku)
Total 210 100.0 100.0
Lama Bekerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 Tahun 15 7.1 7.1 7.1
2-12 Tahun 149 71.0 71.0 78.1
13-22 Tahun 22 10.5 10.5 88.6
>23 Tahun 24 11.4 11.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
DESKRIPSI STATISTIK

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

OCB 210 27.69 71.26 50.0000 10.00000


POS 210 21.79 75.51 50.0000 10.00000
Keadilan Distributif 210 3.27 71.52 50.0000 10.00000
Keadilan Prosedural 210 20.93 71.70 50.0000 10.00000
Keadilan Interpersonal 210 18.03 72.15 50.0000 10.00000
Keadilan Informasional 210 15.52 70.03 50.0000 10.00000
Expressive 210 18.33 55.90 50.0000 10.00000
Social Stage 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Other Directed 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Usia 210 .00 3.00 1.2190 .89636
Jenis Kelamin 210 .00 1.00 .4095 .49292
Suku 210 .00 3.00 .9429 1.23991
Lama Bekerja 210 .00 3.00 1.2619 .75329
Valid N (listwise) 210

KATEGORISASI VARIABEL PENELITIAN

OCB
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 40 19.0 19.0 19.0
SEDANG 126 60.0 60.0 79.0
TINGGI 44 21.0 21.0 100.0
Total 210 100.0 100.0
POS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 33 15.7 15.7 15.7
SEDANG 154 73.3 73.3 89.0
TINGGI 23 11.0 11.0 100.0
Total 210 100.0 100.0
DISTRIBUTIF
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 24 11.4 11.4 11.4
SEDANG 159 75.7 75.7 87.1
TINGGI 27 12.9 12.9 100.0
Total 210 100.0 100.0
PROSEDURAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 41 19.5 19.5 19.5
SEDANG 136 64.8 64.8 84.3
TINGGI 33 15.7 15.7 100.0
Total 210 100.0 100.0
INTERPERSONAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 20 9.5 9.5 9.5
SEDANG 163 77.6 77.6 87.1
TINGGI 27 12.9 12.9 100.0
Total 210 100.0 100.0
INFORMASIONAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 16 7.6 7.6 7.6
SEDANG 168 80.0 80.0 87.6
TINGGI 26 12.4 12.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
EXPRESSIVE
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 59 28.1 28.1 28.1
SEDANG 151 71.9 71.9 100.0
Total 210 100.0 100.0
SOCIAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 58 27.6 27.6 27.6
SEDANG 152 72.4 72.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
OTHER
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid RENDAH 58 27.6 27.6 27.6
SEDANG 152 72.4 72.4 100.0
Total 210 100.0 100.0

SUMMARY UJI REGRESI BERGANDA


Model Summaryb

Change Statistics
Std. Error
R Adjusted of the R Square F
Model R Square R Square Estimate Change Change df1 df2 Sig. F Change

1 .412a .170 .119 9.38565 .170 3.355 12 197 .000


a. Predictors: (Constant), Lama Bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku,
Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social
Stage, Usia
b. Dependent Variable: OCB

TABEL ANOVA UJI REGRESI


ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3546.179 12 295.515 3.355 .000a

Residual 17353.821 197 88.090

Total 20900.000 209


a. Predictors: (Constant), Lama Bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Suku, Other Directed,
Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social
Stage, Usia
b. Dependent Variable: OCB

KOEFISIEN REGRESI INDEPENDENT VARIABLE TERHADAP DEPENDENT

VARIABLE
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Std.
Model B Error Beta T Sig.

1 (Constant) 20.730 6.956 2.980 .003

POS .172 .068 .172 2.530 .012

Keadilan Distributif .184 .074 .184 2.506 .013

Keadilan Prosedural .052 .090 .052 .584 .560

Keadilan Interpersonal .184 .081 .184 2.283 .023

Keadilan Informasional -.083 .083 -.083 -1.002 .318

Expressive -.049 .066 -.049 -.740 .460

Social Stage .088 .105 .088 .837 .404

Other Directed .045 .103 .045 .438 .662

Usia .864 1.216 .077 .710 .478

Jenis Kelamin 1.546 1.370 .076 1.128 .261

Suku -.261 .532 -.032 -.491 .624

Lama Bekerja -1.474 1.456 -.111 -1.013 .312


a. Dependent Variable: OCB
PROPORSI VARIANS MASING-MASING INDEPENDENT VARIABLE

Model Summaryi

Std. Change Statistics


Error of
R Adjusted the R Square Sig. F
Model R Square R Square Estimate Change F Change df1 df2 Change

1 .241a .058 .053 9.72897 .058 12.807 1 208 .000


2 .333b .111 .103 9.47352 .053 12.369 1 207 .001
3 .348c .121 .109 9.44183 .010 2.392 1 206 .124
d
4 .372 .139 .122 9.37158 .017 4.100 1 205 .044
e
5 .375 .141 .120 9.38158 .002 .563 1 204 .454
6 .378f .143 .117 9.39472 .002 .430 1 203 .513
7 .396g .157 .128 9.33875 .014 3.440 1 202 .065
h
8 .398 .158 .125 9.35672 .001 .225 1 201 .636
i
9 .398 .158 .120 9.37937 .000 .031 1 200 .861
10 .405j .164 .122 9.36808 .006 1.482 1 199 .225
11 .407k .165 .119 9.38626 .001 .230 1 198 .632
l
12 .412 .170 .119 9.38565 .004 1.026 1 197 .312
a. Predictors: (Constant), POS
b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif
c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural
d. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal
e. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional
f. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive
g. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage
h. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed
i. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia
j. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin
k. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis
Kelamin, Suku
l. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku,
Lama Bekerja
m. Dependent variable : OCB

SUMBANGAN MASING-MASING VARIABEL

Model Summaryd

Std. Change Statistics


Error of
R Adjusted R the R Square Sig. F
Model R Square Square Estimate Change F Change df1 df2 Change

1 .241a .058 .053 9.72897 .058 12.807 1 208 .000


2 .342b .117 .109 9.44159 .059 13.855 1 207 .000
3 .357c .128 .115 9.40741 .011 2.507 1 206 .115
a. Predictors: (Constant), POS
b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan organisasi
c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan organisasi, Self-monitoring
Lampiran 21

Syntax lisrel analisis faktor konfirmatorik OCB

DATE: 11/6/2014
TIME: 21:41

L I S R E L 8.70

BY

Karl G. Jreskog & Dag Srbom

This program is published exclusively by


Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-
2004
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file


C:\Users\User\Desktop\Skripsi Irza\Uji Validitas\1.
OCB_SECOND ORDER\OCB 21-ITEM\SYNTAX1.ls8:

Uji validitas CFA OCB


DA NI=21 NO=210 MA=KM
LA
AT1 AT2 AT3 AT4 AT5 CON1 CON2 CON3 CON4 CON5 SPO2 SPO3 SPO4
SPO5 COR1 COR3 COR4 CI1 CI2 CI3 CI4
KM SY FI=OCB.COR
SE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21/
MO NY=21 NE=5 NK=1 TE=SY
LE
ALTRUIS CONSCI SPORT COURTESY CIVIC
LK
OCB
FR TE 1 1 TE 2 2 TE 3 3 TE 4 4 TE 5 5 TE 6 6 TE 7 7 TE 8 8
FR TE 9 9 TE 10 10 TE 11 11 TE 12 12 TE 13 13 TE 14 14
FR TE 15 15 TE 16 16 TE 17 17 TE 18 18 TE 19 19 TE 20 20
FR TE 21 21
FR TE 20 3 TE 5 2 TE 14 2 TE 16 2 TE 7 3 TE 9 4 TE 18 4
FR TE 7 5 FR TE 12 6 TE 18 6 TE 20 6 TE 10 1 TE 18 2 TE 6 5
FR TE 8 5 TE 19 5 FR TE 21 6 TE 10 6 TE 8 7 TE 10 7 TE 14 7
FR TE 10 8 FR TE 12 9 TE 15 10 TE 21 10 TE 15 12 TE 21 16
FR TE 19 18 TE 2 1 FR TE 4 1 FR TE 4 2 TE 17 2 TE 6 3
FR TE 17 6 TE 8 3 TE 14 6 TE 15 6 TE 16 6 TE 12 7 TE 21 7
FR TE 20 2 TE 21 8 TE 21 1 TE 9 5 TE 18 1 TE 15 9 TE 17 9
FR TE 19 10 TE 21 15 TE 19 6 TE 19 15 TE 15 2 TE 18 7 TE 7 6
FR TE 19 17 TE 16 7 TE 9 7 TE 15 7 TE 17 1 TE 18 17 TE 16 1
FR TE 16 13 TE 18 16 FR TE 6 4 TE 13 11 TE 16 11 TE 12 5
FR TE 12 4 TE 16 10 TE 15 14 FR TE 13 8 TE 12 8 TE 13 1
FR TE 16 14 TE 18 14
FR LY 2 1 LY 3 1 LY 4 1 LY 5 1
FR LY 7 2 LY 8 2 LY 9 2 LY 10 2
FR LY 12 3 LY 13 3 LY 14 3
FR LY 16 4 LY 17 4
FR LY 19 5 LY 20 5 LY 21 5
VA 1 LY 1 1 LY 6 2 LY 11 3 LY 15 4 LY 18 5
PD
OU TV SS MI AD=OFF IT=1000

Uji validitas CFA OCB

Number of Input Variables 21


Number of Y - Variables 21
Number of X - Variables 0
Number of ETA - Variables 5
Number of KSI - Variables 1
Number of Observations 210

Anda mungkin juga menyukai