Anda di halaman 1dari 64

1.

Pendahuluan

Sejak sekitar abad ke-3 S.M. istilah filologi sudah dipakai


oleh para ahli di Aleksandria (Baried, 1983: 1-2). Dikatakan
bahwa kegiatan mereka adalah berusaha mengkaji teks-teks lama
yang berasal dari bahasa Yunani. Pengkajian mereka terhadap
teks-teks tersebut bertujuan menemukan bentuknya yang asli
untuk mengetahui maksud pengarangnya dengan jalan
menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya.
Usaha mencari perbedaan bacaan yang terdapat di dalam teks
(varian) akan diketahui adanya bacaan yang rusak (Korup).

FILOLOGI Jadi tugas filologi adalah untuk memurnikan teks dengan


mengadakan kritik terhadap teks, dan tujuan kritik teks ialah
menghasilkan suatu teks yang paling mendekati aslinya. Teks
yang sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan dan telah
tersusun kembali seperti semula merupakan teks yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai sumber untuk kepentingan
berbagai penelitian dalam bidang-bidang ilmu lain (1983: 93).

2. Edisi Teks dan Kritik Teks

Edisi teks atau sering dikenal dengan istilah suntingan


JURUSAN SASTRA INDONESIA teks adalah (upaya) menyusun suatu teks secara utuh setelah
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA dilakukan pemurnian teks ke dalam sesuatu bahasa. Pemurnian
UNIVERSITAS SEBELAS MARET teks adalah upaya untuk menentukan salah satu teks yang akan
SURAKARTA dipakai sebagai dasar transliterasi naskah berdasarkan penelitian
teks dengan suatu metode kritik teks. Metode kritik teks meliputi
perbandingan naskah untuk mengelompokkan varian-varian yang
EDISI TEKS DAN RUANG LINGKUP ada dan merekonstruksi garis penurunan naskah (stema)
PENGEMBANGAN PENELITIAN (Christomy, 1988: 7; Mass: 1972). Jadi menyunting teks bukan
FILOLOGI sekedar memilih salah satu naskah untuk ditransliterasi, tetapi
pilihan itu harus didasarkan pada penelitian yang seksama.
Oleh: Drs. Istadiyantha, M.S
Langkah awal dari suatu penelitian teks adalah kemungkinannya keutuhan atau kemurnian teks itu tidak dapat
menginventarisasi naskah yang langkah kerja ini akan terrealisasi dibuktikan secara ilmiah, yang berarti kesahihan teks dapat
pada deskripsi naskah dan aparat kritik. Adapun Inventarisasi diragukan. Oleh sebab itu setiap kajian teks harus didahului oleh
naskah dapat dilakukan setelah diketahui sejumlah naskah yang suatu edisi kritis. Masalah ini kelihatannya hanya sederhana,
dimaksud dalam suatu katalog naskah. Upaya memperoleh tetapi sering dilupakan oleh ilmuwan lain yang mengambil objek
naskah kecuali dapat dilakukan dengan perunutan ke dalam kajian berupa teks, padahal teks yang belum digarap secara
katalogus naskah dapat juga ke suatu badan atau perorangan yang filologis masih terdapat kelemahan, misalnya salah tulis, kurang
diketahui memiliki naskah tersebut. Pada umumnya penulisan lengkap isinya, dsb.
skripsi/tesis S-1 dan S-2 dapat dimaklumi jika pelacakan naskah Transliterasi naskah yang tanpa didahului penelitian yang
itu hanya dilakukan di dalam negeri atau hanya daerah tertentu seksama, meskipun naskah yang dipakai sebagai objek penelitian
misalnya di Jawa, hal itu dapat dilakukan karena mengingat berupa naskah cetakan juga sering ada kelemahan. Kebiasaan ini
adanya keterbatasan-keterbatasan. Tetapi untuk penulisan suatu sering dilakukan oleh mahasiswa S-1 dalam penulisan skripsinya.
desertasi, pelacakan naskah itu harus dilakukan secara Di pihak lain ada contoh kasus yang perlu diperhatikan di sini
internasional, artinya peneliti harus dapat melacak semua naskah ialah, bahwa Hikayat Indera Bangsawan, di Museum Pusat
yang ada di dunia berdasar sumber-sumber yang layak, misal Jakarta terdapat 6 buah naskah, semua naskah sama isinya. Salah
katalogus naskah, journal, dan penerbitan-penerbitan yang ada. satunya pernah diterbitkan oleh Balai Pustaka. Ternyata beberapa
Prof. Dr. Sulastin Sutrisno *) pernah mengatakan bahwa pada waktu kemudian diketemukan koleksi v.d.W. 162 yang isinya
suatu ujian desertasi tentang Filologi, tiba-tiba saat dilakukan lebih lengkap dari yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (Fang,
ujian itu baru diketahui ada satu naskah yang belum disebutkan 1991: 175). Di Singapura ada pengecapan naskah ini dengan batu
dalam penelitian itu, padahal naskah itu berada di Perancis, maka tahun 1310 dan 1323 H atau 1890 dan 1862 M. di Aceh juga
ujian itu ditunda dan promovendus yang bersangkutan harus terdapat sadurannya dalam bahasa Aceh. Jika peneliti terus saja
melacak naskah itu ke Perancis. Hal ini merupakan satu contoh percaya kepada naaskah cetakan yang diterbitkan oleh Balai
bahwa menyunting naskah itu memerlukan suatu penelitian yang Pustaka dan terbitan di Singapura, maka kesahihan sumber
seksama dengan data yang lengkap, bukan asal menyunting datanya kurang sempurna. Itulah sebabnya edisi kritis itu amat
sembarangan teks dengan asal melakukan suatu transliterasi perlu dilakukan.
terhadap teks. Suatu hal yang kadangkala menimbulkan salah
sangka orang adalah adanya salah pengertian tentang istilah
Suntingan Naskah atau Edisi Naskah, sebagian orang
menganggap bahwa menyunting atau mengedit itu bukan sebagai
suatu penelitian, anggapan ini tidak dapat dibenarkan. Karena
penyuntingan naskah di dalam bidang filologi harus didasarkan Pengembangan Penelitian Filologi
suatu penelitian yang menggunakan metode kritik teks.
Pentransliterasian naskah yang tidak melalui suatu edisi Dalam penyelenggaraan pertemuan-pertemuan ditingkat
kritis terdapat banyak kelemahan. Karena besar sekali internasional, disiplin ilmu filologi sering dikaitkan bidang sastra,
atau dengan kata lain pertemuan-pertemuan itu tidak begitu
mempermasalahkan perbedaan antara kajian filologi dengan Seperangkat unsur Pendahuluan
kajian sastra, dan kajian bidang filologi sering dimasukkan ke yang lazim bagi suatu penelitian:
Latar Belakang Masalah,
kajian bidang sastra (lih. Symposium: 1986). Karena kajian
Rumusan Masalah, Landasan
yang bersifat filologis dengan melalui suatu edisi kritis dapat Teori, Tujuan Penelitian, dsb.
dikembangkan ke bentuk kajian yang lain dengan menggunakan
metode literer. Hal itu dapat dipahami setelah diketahui terlebih
dahulu mengenai ruang lingkup pengembangan penelitian 2. INTI EDIDI TEKS
filologi. Berikut dikemukakan ruang lingkup penelitian filologi - Informasi: Inventarisasi Naskah,
dan pengembangannya dalam bentuk skema. - Keadaan Naskah: Tulisan,
Bentuk Huruf, Bahasa, Isi, dsb.
- Sejarah Penurunan Naskah, dsb.
- Transliterasi Naskah
- Aparat Kritik

3. PELENGKAP EDISI TEKS


- Daftar Kata Asing
- Indeks
- Terjemahan/Penafsiran

4. KAJIAN TEKS
- Intrinsik
- Ekstrinsik
- Gabungan antara Intrinsik-
Ekstrinsik

5. PENUTUP Kesimpulan/Saran
- Kepustakaan
- Lampiran

SKEMA EDISI TEKS DAN KAJIAN TEKS

1. PENGANTAR EDISI TEKS PENDAHULUAN


Unsur-unsur penelitian filologi yang paling penting sesuai dengan arus perkembangan zaman dan perkembangan ilmu
adalah nomer 1), 2), 3), 5). Studi yang demikian ini sudah pengetahuan. Sehingga peranan filologi dapat dirasakan
dianggap memenuhi persyaratan sebagai suatu edisi kritis. manfaatnya dalam kalangan yang lebih luas terutama di dunia
Unsur nomer 4) merupakan bagian yang memungkinkan ilmu pengetahuan.
dikembangkannya penelitian filologi dengan berbagai disiplin
ilmu terutama bidang kebahasasan dan kesusastraan. Jadi jika Penutup
sumber data itu sudah merupakan hasil edisi kritis, pendekatan
literer itu dapat diterapkan. Di sini terbuka kesempatan bagi para Langkah pertama studi filologi adalah berupa edisi teks
filolog untuk menerapkan seperangkat pendekatan sastra yang dan langkah berikutnya berupa kajian teks. Kajian teks membuka
makin hari makin pesat perkembangannya. Dan di sini pula peluang diterapkannya berbagai teori ilmu pengetahuan guna
filolog dapat menerapkan suatu kajian yang relevan dengan arus memperluas cakrawala penelitiannya, sehingga studi filologi akan
perkembangan ilmu pengetahuan. dirasakan manfaatnya secara lebih luas pula. Tampaknya hal ini
Kajian terhadap teks terbuka kemungkinan untuk cukup menjadi perhatian kita untuk mengantisipasi datangnya
mempergunakan berbagai pendekatan literer, kebahasaaan, dan globalisasi dunia dewasa ini.
pendekatan multidisipliner. Pendekatan literer yang dapat dipakai
(disesuaikan dengan keadaan, bentuk, dan isi teks) adalah DAFTAR PUSTAKA
pendekatan struktural, mimetik, pragmatik, ekspresif, reseptif,
fungsional, intertekstual, semiotik, dekonstruktif, penafsiran, dsb. Baried, Siti Baroroh, dkk., 1983. Pengantar Teori Filologi.
Dapat pula dilakukan dengan gabungan antara pendekatan literer
dan kebahasaan, misal: fungsi poetik bahasa Roman Jakobson, Yogyakarta: Fakultas Sastra UNS.
lapis-lapis makna Roman Ingarden, dan berbagai pendekatan
semiotik. Dan pendekatan yang merupakan gabungan antara Christomu, Tomy. 1988. Beberapa Catatan tentang Studi
pendekatan literer dengan pendekatan multidisipner, misal: Filologi di FSUI. Seminar Pernaskahan 30-31 Agustus.
sejarah sastra, sosiologi sastra, reseptif, feminisme atau bahkan Jakarta: Fak. Sastra UI.
post feminime, dsb. Dan juga khusus tentang pendekatan reseptif
(misalnya analisis reseptif terhadap kitab Undang-undang dapat Fang, Liaw Yock. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik.
dikomparasikan dengan ilmu hukum). Akhir-akhir ini banyak
penulis yang menyukai pendekatan struktural, fungsional, Jakarta: Penerbit Erlangga.
reseptif, dan intertekstual; tetapi jarang yang menggunakan
pendekatan yang lain sebagaimana disebutkan di atas. Hal ini Maas, Paul. 1972. Textual Criticism. Translated from the German
dapat memberi peluang bagi penulis-penulis lain untuk by Barbara Flower (many reprints). Oxford University Press.
mengembangkan penelitiannya dengan variasi pendekatan yang
praktis dan mutakhir. Dengan menggunakan pendekatan mutakhir
dan relevan dengan masalah kekinian akan menempatkan filologi
Symposium on the Study of Indonesian Literatures. 1986. FILOLOGI DAN CARA KERJA
Variation and Transformation Perspective in the Study
of Indonesian Literatures. 10 12 September. Leiden.
PENELITIAN FILOLOGI
Oleh : Edwar Djamaris

Filologi ialah suatu ilmu yang obyek penelitiannya


naskah-naskah lama. Sebelum kita membicarakan pokok-pokok
pengertian tentang filologi ini lebih lanjut, baiklah kita jelaskan
terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan naskah ini. Yang
dimaksudkan dengan naskah di sini, ialah semua peninggalan
tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan
rotan. Tulisan tangan pada kertas itu biasanya dipakai pada
naskah-naskah yang berbahasa Melayu dan yang berbahasa Jawa;
lontar bnyak dipakai pada naskah-naskah berbahasa Jawa dan
Bali dan kulit kayu dan rotan biasa digunakan pada naskah-
naskah berbahasa Batak. Dalam bahasa Inggris naskah-naskah ini
Illustrated Text of the Quran
This beautifully decorated page comes from a Quran of the late 8th century
disebut manuscript dan dalam bahasa Belanda disebut dengan
or early 9th century. Muslims believe that the Quran is an infallible
istilah handschrift. Hal ini perlu dijeaskan untuk membedakan
transcription of Gods message to Muhammad. As the messenger of God and
seal of the prophets, Muhammad was charged with the responsibility of peninggalan tertulis pada batu. Batu yang mempunyai tulisan itu
relaying this message to all believers. Divided into 114 suras, or chapters, the
Quran is meant to be recited or chanted as part of Islamic worship. biasa disebut piagam, batu bersurat, atau inskripsi. Dan ilmu
Corbis/Bojan Brecelj
dalam bidang tulisan batu itu disebut epigrafi.

BAHAN KULIAH Drs. Istadiyantha, M.S.


Mengingat bahan naskah seperti tersebut di atas, jelaslah, adat-istiadat, cara-cara membuat obat, dan cara membuat rumah.
bahwa naskah it tidak dapat bertahan beratus-ratus tahun tanpa Sebagian besar dapat digolongkan dalam karya sastra, dalam
pemeliharaan yang cermat dan perawatan yang khusus, pengertian khusus, seperti cerita-cerita dongeng, hikayat, cerita
sebagaimana dapat kita jumpai di luar negeri. Pemeliharaan binatang, pantun, syair, gurindam, dsb. Ituah sebabnya pengertian
naskah agar tidak cepat rusak, antara lain : mengatur suhu udara filologi diidentikkan dengan sastra lama.
tempat naskah itu disimpan, sehingga tidak cepat lapuk; melapisi Sebagai contoh keragaman isi naskah itu dapat kita lihat
kertas-kertas yang sudah lapuk dengan kertas yang khusus untuk padanaskah-naskah Melayu yang tersimpan di Museum Pusat
itu, sehingga kuat kembali; dan menyemprot naskah-naskah itu Jakarta, berdasarkan Katalogus Koleksi Naskah Melayu. Dalam
dalam jangka waktu tertentu dengan bahan kimia yang dapat katalogus itu naskah dapat digolongkan dalam beberapa golongan
membunuh bubuk-bubuk yang memakan kertas itu. Demikian yaitu :
antara lain pemeliharaan khusus terhadap naskah-naskah itu, I. Hikayat : 243 judul
tetapi tinta yang memecah dan kertas yang cepat menguning atau II. Cerita kenabian : 138 judul
dengan kata lain kualitas tinta dan kertas yang kurang baik sukar III. Cerita sejarah : 58 judul
diatasi. IV. Hukum dan adat : 50 judul
Dapatlah dibayangkan, bahwa apabila naskah-naskah V. Puisi : 99 judul
tidak dirawat dengan cermat akan cepat sekali hancur dan tidak VI. Pustaka agama Islam : 273 judul
bernilai lagi sebagai warisan budaya nenek moyang. Naskah VII. Aneka ragam : 92 judul
bukanlah perhiasan yang bisa dibanggakan dengan Demikianlah sala satu contoh keragaman isi naskah itu.
mempertontonkannya saja. Naskah itu baru berhar, apabila masih Hasil sastra pada naskah ini dapat dikatakan sebagai
dapat dibaca dan dipahami. periode atau tahap kedua dalam kehidupan sastra pada umumnya.
Semua naskah itu dianggap sebagai hasil sastra lama dan Tahap pertama kehidupan sastra itu muncul secara lisan, sebelum
isi naskah itu bermacam-macam. Ada yang sebetulnya tidak orang mengenal tulisan. Sebagaimana diketahui sastra lisan tidak
dapat digolongkan dalam karya sastra, seperti undang-undang, merupakan obyek penelitian filologi. Hasil sastra pada naskah ini
dapat pula dianggap sebagai periode pertama kehidupan sastra naskah yang paling dekat pada aslinya, karena naskah itu
setelah orang mengenal tulisan. sebelumnya mengalami penyalinan untuk kesekian kalinya; serta
Sekarang kita kembali membicarakan apa yang dimaksud cocok pula dengan kebudayaan yang melahirkannya, sehingga
dengan filologi itu. Filologi berasal dari bahasa Latin yang terdiri perlu dibersihkan dari tambahan yang diterakan dalam zaman
dari dua kata philos dan logos. Philos artinya cinta dan logos kemudian yang dilakukan waktu penyalinannya. Hal ini penting,
artinya kata (logos berarti juga ilmu). Jadi filologi itu secara supaya isi naskah tidak diinterpretasikan secara salah.
harfiah berarti cinta pada kata-kata. Itulah sebabnya filologi Jelaslah, suatu naskah harus terlebih dahulu diteliti secara
selalu asyik dengan kata-kata. Kata-kata dipertimbangkan, cermat, diperbandingkan, setelah itu barulah dapat dipergunakan
dibetulkan, diperbandingkan, dijelaskan asal-usulnya dan untuk penelitian lain, seperti sejarah, undang-undang, agama dan
sebagainya, sehingga jelas bentuk dan artinya. sosiologi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui, apakah isi
Pengertian filologi ini kemudian berkembang; dari naskah itu tidak salah atau disadur orang lain; apakah isinya tidak
pengertian cinta pada kata-kata menjadi cinta pada ilmu. Filologi berbeda antara satu naskah dengan naskah lain. Kalau terdapat
tidak hanya sibuk dengan kritik teks, serta komentar perbedaan, apakah perbedaan itu disebabkan salah tulis, salah
penjelasannya, tetapi juga ilmu yang menyelidiki kebudayaan baca, kelupaan, terlampaui menulisnya, sehingga akan
suatu bangsa berdasarkan naskah. Obyeknya tetap sama, yaitu menimbulkan salah tafsir. Suatu naskah baru boleh dibahas
naskah. Dari penelitian filologi, kita dapat mengetahui latar isinya, kalau naskah yang bersangkutan sudah diteliti sedalam-
belakang kebudayaan yang menghasilkan karya sastra itu, seperti dalamnya secara filologi, seperti tersebut di atas. Sebelum studi
kepercayaan, adat-istiadat dan pandangan hidup suatu bangsa. filologi dilakukan, hasilnya belum bisa dipastikan. Boleh
Memang pekerjaan utama dalam penelitian filologi itu, dikatakan hasilnya baru bersifat sementara, sebab tidak bisa
sebagaimana dikatakan oleh Dr. Haryati Soebadio, ialah ditutup kemungkinan, bahwa teks yang digunakan disalahartikan
mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan, yang oleh ahli sejarah, ahli sosiologi, ahli hukum, dsb.
berarti memberikan pengertian yang sebaik-baiknya dan yang Suatu cerita tertulis dalam satu atau lebih naskah dan pada
bisa dipertanggungjawabkan, sehingga kita dapat mengetahui umumnya lebih dari satu naskah; ada yang lebih dari 40 buah
naskah seperti Tambo Minangkabau. Suatu naskah diperbanyak Berdasarkan pengamatan terhadap naskah-naskah yang
dengan jalan menyalin yang dapat dikerjakan oleh siapa saja, ada, dapatlah diperkirakan cara menyalin naskah tersebut sebagai
karena cerita dianggap milik bersama. Tetapi harus pula diingat, berikut. Penyalin menyalin suatu naskah secara ototis, tidak
bahwa orang yang pandai menulis pada waktu itu juga sangat cermat dan tidak memperhatikan isi kalimat naskah yang
sedikit, sehingga tidak heran kalau orang yang mempunyai disalinnya itu, sehingga sering kali terdapat salah tulis. Ada juga
naskah itu merasa bangga sekali dan menganggapnya sebagai penyalin memperhatikan isi kalimat, sehingga dengan sengaja
benda keramat. Kalau ada orang yang hendak membacakan isi mengubah kata, menambah atau mengurangi kata-kata atau
naskah itu diharuskan pula mengadakan upacara tertentu pula. susunan kalimat yang dianggap salah itu, sehingga terdapat
Semakin banyak naskah untuk suatu cerita, sebetulnya beberpa naskah yang gaya bahasanya berbeda. Dan kemungkinan
semakin baik, sehingga kita mendapatkan gambaran yang jelas lain seperti telah disebutkan di atas, cerita disalin dari cerita lisan.
terhadap cerita itu; akan tetapi penelitian itu semakin rumit, Sudah barang tentu dalam menuliskan ada bagian yang lupa atau
karena akan memakan waktu dan meminta ketelitian untuk susunan cerita yang berbeda.
membaca semua naskah itu dan memperbandingkannya. Hal-hal itulah yang perlu dijelaskan oleh filolog. Filolog
Sekarang timbul pertanyaan, mengapa naskah itu disalin. yang cermat harus dapat menjelaskan, apa sebabnya penyalinan
Jawabnya ada beberapa kemungkinan. Naskah itu disalin, karena naskah menuliskan kata-kata salah atau kurang jelas atau
keinginan memiliki cerita itu, atau mungkin naskah asli sudah sembrono. Apakah hal itu disebabkan penulisannya tidak teliti,
rusak, sehingga terpaksa dibuatkan salinannya yang baru. atau penulisnya tidak tahu kata-kata yang dituliskannya, karena
Berdasarkan hal itu timbul beberapa buah naskah yang sejenis. kurangnya pengetahuannya terhadap kata-kata dan isi cerita
Mungkin juga suatu cerita lisan yang telah tersebar di kalangan naskah yang disalinnya itu, sehingga tidak mengerti maksud
masyarakat, kemudian timbul keinginan hendak menyalinnya. penulis naskah yang naskahnya digunakan sebagai sumber itu.
Naskah-naskah jenis inilah umumnya yang banyak kita jumpai
perbedaan-perbedaannya.
Cara Kerja Penelitian Filologi sebuah buku yang berjudul Malay Manuscripts. Dalam buku ini
Sekarang sampailah kita membicarakan cara kerja telah didaftar naskah-naskah Melayu yang terdapat di berbagai
penelitian filologi itu. Ada beberapa masalah pokok yang perlu universitas dan museum di alam dan di luar negeri berdasarkan
dilakukan dalam penelitian filologi itu, diantaranya, yaitu : katalogus yang ada, di samping daftar salinan naskah-naskah
1. Inventarisasi naskah; Melayu yang terdapat di perpustakaan Universiti Malaya.
2. Deskripsi naskah; Dalam buku Malay Manuscripts itu didaftar naskah-
3. Perbandingan naskah; naskah Melayu yang terdapat di Muenchen, Brussel London,
4. Dasar-dasar penentuan naskah yang akan Leiden, Berlin, Hamburg dan Jakarta. Bagi yang ingin
ditransliterasi; memperdalam penelitian mengenai naskah-naskah Melayu ini,
5. Singkatan naskah; dan nanti pada akhir pembicaraan ini, akan dicantumkan daftar
6. Transliterasi naskah. katalogus naskah Melayu.
Baiklah masalah-masalah tersebut di atas kita jelaskan Naskah-naskah yang diperlukan dapat diperoleh dengan
satu-persatu, dan apa perlunya pokok-pokok penelitian itu memesan didaftar untuk mengetahui jumlah naskah dan di mana
dilakukan. naskah itu disimpan, serta penjelasan mengenai nomor naskah,
ukuran naskah, tulisan naskah, tempat dan tanggal penyalinan
1. Inventarisasi Naskah naskah. Keterangan-keterangan ini dapat dilihat dalam katalogus.
Apabila kita ingin meneliti suatu cerita bedasarkan naskah Sebagai contoh, saya kutip daftar naskah Tambo
menurut cara kerja filologi, pertama-tama hendaklah didaftarkan Minangkabau.
semua naskah yang terdapat di berbagai perpustakaan universitas A. Jakarta
atau museum yang biasa menyimpan naskah. Daftar naskah dapat I. Van Ronkel (1909)
dilihat berdasarkan katalogus naskah yang tersedia. Sebagai 1. Bat. Gen 40 : 19 x 30 cm, 52 hal., 34 br., Arab-
contoh untuk naskah-naskah yang berbahasa Melayu sudah ada Melayu, jelas. Sungai Batang, Ahad, Rajab 1263.
sebuah daftar naskah yang disusun oleh Joseph H. Howard dalam
2. Bat. Gen 280 : 17 x 20 cm, 92 hal., 18 br., Arab- itu. Penelitian ini sangat membantu kita untuk memilih naskah
Melayu, jelas. Air Haji, 1812. mana yang paling baik digunakan untuk perbandingan naskah itu.
II. KKNM (1972) Contoh yang amat sederhana dalam hal ini saya kutip dari
1. MI. 428 : 17 x 21,5 cm, 55 hal., 41 br., Arab- deskripsi naskah Hikayat Nur Muhammad, sebagai berikut :
Melayu, jelas. Kolofon tidak ada. Nomor naskah : Bat. Gen. 96/MI. 96
2. MI. 490 : 21 x 33 cm, 156 hal., 38 br., Latin, Ukuran naskah : 13 x 20 cm, 18 hal., 15 br.
kurang jelas. Kolofon tidak ada. Tulisan naskah: Arab-Melayu, kurang jelas.
B. Leiden Keadaan naskah : Kertas agak lapuk, beberapa halaman
I. Juynboll (1899) dilapisi dengan kertas minyak, karena sobek.
1. Cod Or. 1745/CCLVI : 13 x 20 cm, 70 hal., 19 br., Kolofon : tidak ada
Arab-Melayu, jelas, 13 Syafar 1240, Kitab Catatan lain : Naskah ini tercatat pada katalogus Van
Baginda Tanalam Sikaturi. Ronkel (1909), hal. 222, dan pada KKNM (1972), hal. 172.
Cerita dimulai pada halaman 2; isinya kurang lengkap. Naskah
2. Deskripsi Naskah ini terdiri dari dua cerita, yaitu :
Langkah kedua, setelah selesai menyusun daftar naskah 1. Hikayat Nur Muhammad
yang hendak kita teliti, dan naskah pun telah tersedia untuk 2. Nasehat untuk perempuan (judul ini tidak tertera dalam
dibaca, barulah kita membuat uraian atau deskripsi tiap-tiap naskah), hal. 9-18.
naskah secara terperinci. Dalam uraian itu, di samping apa yang Pokok-pokok isi cerita Hikayat Nur Muhammad ini
telah disebutkan dalam daftar naskah, juga dijelaskan keadaan sebagai berikut :
naskah, kertas, watermark kalau ada, catatan lain mengenai isi 1.3 : Dimulai dengan basmallah dan pujian terhadap
naskah, serta pokok-pokok isi naskah itu. Hal ini penting sekali kebesaran Allah dalam bahasa Arab, tanpa terjemahannya.
untuk mengetahui keadaan naskah, dan sejauh mana isi naskah Kemudian dijelaskan, bahwa Nur Muhammad itu telah
diciptakan Allah sebelum adanya segala sesuatu yang terpakai dan berapa halaman yang kosong.
di dunia ini. Itulah permulaan kejadian. Bagaimanakualitas kertasnya, bergaris atau polos, ukurannya
3.6 : Tuhan menciptakan tujuh laut, yaitu laut ilmu, laut latif, kuarto atau folio, warnanya putih atau sudah menguning? Kalau
laut sabar, laut akal, laut pikir, laut rahmat dan laut ada juga sebutkan ciri-ciri watermark kertas itu. Apa warna tinta
cahaya. Nur Muhammad diperintahkan Allah berenang yang digunakan, hitam, merah, atau biru? Keterangan mengenai
ke tujuh laut itu. Nur Muhammad pun berenang ke sana. tulisan naskah juga dapat diperjelas, misalnya besar, kecil, rapi,
6-8 : Tuhan menciptakan segala sesuatu dari empat unsur, sembono, bagus, atau jelek. Susunan baris naskah teratur atau
yaitu angin, air, api, dan tanah. Nur Muhammad tidak, disertai garis pinggir, dihiasi atau tidak? Apakah juga ada
diperintahkan Tuhan pergi kepada tiap unsur itu. catatan pada pinggir naskah atau tidak? Dan keterangan-
Semuanya menyombongkan dirinya lebih tinggi dari yang keterangan atau ciri-ciri khusus lainnya kalau ada perlu
lain, kecuali tanah, ketika Nur Muhammad itu datang. disebutkan
Setelah semuanya diberi pelajaran oleh Nur Muhammad,
barulah masing-masing sadar akan kekurangannya dan bertobat 3. Perbandingan Naskah
kepada Tuhan. Satu tahaplagi penelitian filologi yang memerlukan
Dari deskripsi naskah tersebut di atas itu jelaslah, bahwa ketekunan dan memakan banyak waktu, ialah perbandingan
naskah tersebut isinya sangat sederhana, tidak lengkap, naskah. Perbandingan naskah perlu dilakukan, apabila sebuah
tulisannya juga tidak jelas dan naskah sudah agak rusak. cerita ditulis dalam dua naskah atau lebih untuk membetulkan
Keterangan-keterangan seperti tersebut di atas itulah yang dapat kata-kata yang salah atau tidak terbaca; untuk menentukan sisilah
nanti digunakan sebagai bahan pertimbangan memilih naskah naskah; untuk mendapatkan naskah yang terbaik; dan untuk
yang baik untuk diteliti lebih lanjut. tujuan-tujuan lain. Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam
Sebagaimana telah disebutkan di atas, deskripsi tersebut naskah-naskah itu timbul, karena naskah itu diperbanyak dengan
masih sangat sederhana. Apabila kita ingin keterangan yang lebih menyalin. Dalam menyalin kembali itu terdapat banyak
terperinci, hendaklah pula dijelaskan berapa halaman naskah itu kesalahan dan penambahan baru, karena cara yang dilakukan
dalam menyalin naskah itu bermacam-macam sesuai dengan Perbandingan naskah itu dapat meliputi :
kepandaian dan keinginan si penyalin. a. Perbandingan kata demi kata, untuk membetulkan
Dari pengamatan sementara, dapat disimpulkan di sini kata-kata yang tidak terbaca atau salah;
cara yang dilakukan dalam menyalin naskah itu sebagai berikut : b. Perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa,
a. Menyalin dengan membetulkan; untuk mengelompokkan cerita dalam beberapa versi
b. Menyalin dengan menggunakan bahasa sendiri; dan untuk mendapatkan cerita yang bahasanya lancar
c. Menyalin dengan menambah unsur atau bagian cerita dan jelas; dan
baru, karena adanya pengaruh asing; dan c. Perbandingan isi cerita, untuk mendapatkan naskah
d. Menyalin ceritera dari ceritera lisan atau sumber yang yang isinya lengkap dan tidak menyimpang dan untuk
berbeda. mengetahui adanya unsur baru dalam naskah itu.
Hal-hal inilah yang menyebabkan perlunya naskah itu Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan cerita yang
diperbandingkan. Sudah menjadi ciri sastra lama, bahwa bebas dari kesalahan; isi cerita tidak diinterpretasikan secara
pengarang atau penyalin cerita bebas menambah, mengubah atau salah; penggolongan cerita sesuai dengan penyajiannya; dan
memperbaiki ceritera yang diperolehnya. Meskipun demkian, untuk menentukan sisilah naskah itu.
tentu ada batas-batasnya juga, sepanjang isi atau pokok ceritanya Sebagai contoh perbandingan kata demi kata dan
tidak berubah, karena mengubah suatu tradisi tabu bagi perbandingan susunan kalimat, dapat kami sajikan di sini suatu
masyarakat lama. Masyarakat lama menganggap naskah itu kutipan berdasarkan dua naskah Tambo Minangkabau.
sebagai warisan atau pusaka yang tinggi nilainya. Hal inilah yang Perhatikanlah kutipan di bawah ini dengan seksama :
memberi jaminan pada kita, bahwa isinya dapat dipercayai, betul-
betul hidup dalam masyarakat sesuai dengan kepercayaannya dan MI. 439 MI. 489

tidak dikarang sesuka penulisnya. Adapun anak Adam alaihi s- Adapun anak Nabi Allah Adam
salam tiga puluh sembilan orang, tiga puluh sembilan orang, maka
maka bernikah antara satu anak bernikah pada satu perhentian,
daripada satu anak. artinya suatu anak dari suatu
anak. (Kata-kata yang berbeda pada kedua naskah itu saya beri garis
Maka tiadalah beroleh istri anak Maka tiadalah beroleh istri anak bawah, supaya lebih jelas kelihatannya).
yang bungsu, maka dilarikan Nabi Allah Adam nan bungsu. Dari perbandingan kedua naskah itu, dapatlah kita lihat
oleh segala malaikat kepada Dengan ditakdirkan Allah Taala,
banyaknya perbedaan kata-kata pada kedua naskah itu. Dan dari
hawang-gumawang, maka maka silarikannya oleh segala
perbandingan itu dapat pulalah kita memilih kata-kata mana yang
heranlah Adam dan Siti Hawa malaikat kepada awang-awang-
lebih tepat dan betul pada kedua naskah itu. Misalnya, pada
dan segala anak-anak. gumawang, maka heranlah Nabi
naskah MI. 439 terdapat kata Adam alaihi s-salam, sedang pada
Adam dengan Siti Hawa dan
segala anaknya.
naskah MI.489 tertulis Nabi Allah Adam. Sebaiknya ditulis

Maka bertiuplah angin dari Maka bertiuplah angin dalam Nabi Adam Alaihi s-salam, masing-masing saling melengkapi.
dalam sorga, maka dipalu Sarugo, maka baliuk malembai Demikian pula kata-kata ribut dan kaca-kaca pada naskah MI.
gendang dan srunai serta nobat kayu tubi, maka dipalu oranglah 489, sedang pada naskah MI. 439 tertulis nobat dan kecapi.
dan kecapi, maka terkembanglah gendang dalam sarugo nan Dalam hal ini yang betul adalah nobat dan kecapi (sejenis alat
payung ubur, maka menarilah bernama gendang nobat. Maka musik). Naskah MI.439 dapat membetulkan kesalahan yang
segala anak-anakan bidadari di bertipun serurai sirandang erdapat pada naskah MI. 489 itu.
dalam sorga, karena suka melihat kacang dengan ribut dan kaca-
Perbandingan isi cerita hanya dapat dilakukan
anak Adam yang bungsu di kaca. Maka berkembanglah
berdasarkan garis besar atas pokok-pokok isi cerita yang dapat
awang gumawang itu. payung ubur-ubur, maka
dilihat pada deskripsi naskah.
menarilah segala anak-anakan
bidadari di dalam sarugo, karena
suka hatinya melihat anak Nabi 4. Dasar-dasar Penentuan Naskah yang Akan

Adam alaihi s-salam nan di Ditransliterasi


awang-gumawang itu. Teori yang digunakan untuk memilih naskah yang akan
ditransliterasikan tentulah dihubungkan dengan tujuan penlitian.
Salah satu tujuan penelitian filologi, ialah untuk mendapatkan
suatu naskah yang paling lengkap dan paling baik atau yang penelitian untuk mendapatkan suatu naskah yang lengkap isinya
paling representatif dari naskah-naskah yang ada. Dengan dan baik bahasanya.
demikian perlu perbandingan naskah. Semua naskah yang ada
diteliti dan dibandingkan isinya, tulisannya, keadaannya, 5. Singkatan Naskah
bahasanya, dan umur naskah itu. Membuat singkatan naskah secara terperinci dapat
Berdasarkan hal itu dapatlah kita gunakan kerangka teori dikatakan sebagai langkah kelima penelitian filologi. Salah satu
untuk memilih naskah yang paling baik dan paling lengkap itu tujuannya, ialah untuk memudahkan pengenalan isi naskah.
sebagai berikut : Naskah-naskah yang akan dibuat singkatannya itu hndaklah
1. Isinya lengkap dan tidak menyimpang dari dipilih naskah yang terbaik dari naskah yang ada, sebagaimana
kebanyakan naskah lain; telah kita bicarakan pada ad. 4 tersebut di atas.
2. Tulisannya jelas dan mudah dibaca dan diutamakan Dalam menyusun singkatan naskah itu hendaklah
naskah yang ditulis dengan huruf Arab-Melayu; dicantumkan halaman-halaman naskah secara cermat, sehingga
3. Keadaan naskah baik dan utuh; dengan mudah dapat diketahui dari halaman berapa sampai
4. Bahasanya lancar dan mudah dipahami; dan halaman berapa suatu episode atau bagian cerita itu dimulai dan
5. Umur naskah lebih tua. selesai diikhtisarkan.
Hal-hal tersebut di atas tentu baru bisa diketahu setelah Singkatan naskah secara terperinci dapat pula dianggap
adanya daftar naskah, deskripsi naskah yang cermat, dan sebagai usaha pertama memperkenalkan hasil-hasil sastra lama
perbandingan naskah. yang masih berupa tulisan tangan dan kebanyakan ditulis dengan
Naskah yang memenuhi syarat-syarat tersebut di atas huruf Arab-Melayu itu, agar dengan mudah dapat dibaca dan
itulah yang kita pilih untuk ditransliterasikan sebagai dasar dan diketahui garis besar jalan ceritanya. Sebagai contoh dalam hal
naskah lainnya kita gunakan yang terdapat pada naskah yang kita ini ialah sebuah kumpulan singkatan naskah yang berjudul :
pakai sebagai dasar itu. Dengan demikian terpenuhilah tujuan Singkatan Naskah Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam.
Bahasa dan Kesusastraan, Seri Khusus no. 18, th. 1973, itu selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, sehingga mudah
Lembaga Bahasa Nasional, Jakarta. dibaca dan dipahami, dengan jalan menyusun kalimat yang jelas
disertai tanda-tanda baca yang teliti, pembagian alinea dan bab
6. Transliterasi/Transkripsi Naskah untuk memudahkan konsentrasi pikiran. Di samping itu juga
Yang dimaksud dengan transliterasi, ialah penggantian disajikan perbedaan-perbedaan kata pada naskah-naskah lain,
atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad perbaikan-perbaikan serta komentar dan penjelasannya; sehingga
yang lain. Misalnya dari huruf Arab-Melayu ke huru Latin. Dapat dapat ditetapkan bagaimana bunyi teks itu seharusnya.
juga dari huruf Jawa atau Sansekerta ke huruf Latin atau Transliterasi kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bahasa
sebaliknya. Sedang transkripsi ialah gubahan teks dari satu ejaan Arab memerlukan sistem yang khusus, karena fonem-fonem
ke ejaan lain. Misalnya, naskah-naskah yang ditulis dengan huruf bahasa Indonesia. Dalam hal ini perlu ditentukan terlebih dahulu
Latin yang sudah barang tentu ditulis dengan ejaan lama diubah sistem ejaan khusus yang dipakai untuk transliterasi bahasa Arab
dalam ejaan yang berlaku sekarang. Akan tetapi tugas yang itu.
dilakukan dalam transliterasi atau transkripsi itu tidak hanya
sampai di situ saja. Naskah-naskah yang ditulis dengan huruf 7. Penutup
Arab-Melayu itu tidak disertai tanda-tanda baca, seperti titik, Dengan selesainya transliterasi itu dikerjakan, selesai
koma, tanda kutip, huruf besar dsb. Sehingga sukar menyusun pulalah tugas utama peneliti filologi. Dari transliterasi naskah ini,
kalimat; juga tak ada pembagian dalam alinea dan bab, sehingga barulah dapat dilakukan penelitian lebih lanjut yang berupa
sukar menentukan kesatuan-kesatuan bagian cerita dan analisis isi naskah itu. Analisis atau pembahasannya umpamanya
menyukarkan membaca. Sebagian besar naskah-naskah yang dapat berupa analisis bahasa, struktur cerita, funsi cerita,
berbahasa Melayu ditulis dengan huruf Arab-Melayu ini. pengaruh asing, latar belakang kebudayaan, dan unsur-unsur
Semuanya itu perlu dijelaskan oleh filolog, agar tidak kepercayaan yang berperan dalam cerita itu.
terdapat lagi kekeliruan dan salah tafsir. Filolog hendaklah Dapat pula hasil transliterasi atau transkripsi itu
sedapat-dapatnya menyajikan bahan transliterasi atau transkripsi digunakan sebagai obyek penelitian ilmu-ilmu lain, seperti ilmu
sejarah, hukum, agama, sosiologi, dan antropologi, sesuai dengan Constitutio textus Usaha perbaikan naskah didasarkan atas
jenis naskah yang ada. tekanan yang berlandaskan hasil penelitian
Beberapa istilah asing yang perlu diketahui dalam penelitian ilmiah. Menetapkan teks itu bagaimana
filologi ialah : seharusnya.
Ablebsie salah lihat, silap visual Corruptela cacat
Tidak tepat atau salah melihat huruf-huruf Bagian naskah yang tidak bisa dipakai lagi,
atau kata-kata yang hampir sama tidak bisa dibaca dan tidak tahu lagi
bentuknya. artinya.
Archetipus naskah yang sama dengan naskah asli Crux buntuan
Eksemplar yang pertama-tama bercabang. Bagian cerita yang salah atau tidak bisa
Autograph penulis naskah dipahami dan tidak pula dapat diketahui
Autography Naskah yang ditulis oleh pengarang bagaimana seharusnya.
sendiri. Naskah inilah yang disebut naskah Dittografie rangkap tulis
asli dan inilah sebaiknya dipakai sebagai Perangkapan huruf, kata atau angka.
dasar penelitian. Tugas filolog pertama- Beberapa kata ditulis dua kali.
tama mencari naskah ini. Emendation pembetulan
Codex Unicus naskah tunggal dari suatu tradisi Perbaikan berdasarkan pemikiran kita
Hanya terdapat satu-satunya naskah sendiri, tidak berdasarkan naskah lain. Hal
mengenai cerita itu. ini terjadi, kalau hanya terdapat satu-
Colophon Catatan yang terdapat pada akhir teks, satunya naskah.
biasanya berisi keterangan mengenai Haplographie langkau tulis
tempat, tanggal, dan penyalin naskah.
Conjectura dugaan, ajukan
Membuang sebuah kata atau lebih, karena DAFTAR PUSTAKA DAN KATALOGUS NASKAH
kata yang sama atau rangkaian huruf MELAYU
terdapat dua kali berturut-turut.
Haplologie susut bunyi Baharudin, Jazamuddin, dengan kerja sama Jumsari Jusuf dan
Dua suku kata, disebut hanya satu suku Sudibjo, Katalogus Naskah-naskah Lama Melayu di dalam
kata. simpanan Museum Pusat Jakarta. Malaysia, Dewan Bahasa dan
Interpolatio Penambahan kata atau bagian kalimat, Pustaka, 1969. (ketikan)
karena kekeliruan atau disengaja. Cabaton, A., Catalogus Sommaire des Manuscrits Indiens. Indo-
Lacunae Kata yang terlampaui atau bagian kalimat Chinois & Malayo-Polynesiens. Paris, Ernest Leraux,
yang kosong. Editeur, 1972. s,
Recensio pertimbangan, pensahihan Djamaris, Edwar, dkk, Singkatan Naskah Sastra Indonesia Lama
Mencari sebanyak-banyaknya naskah yang Pengaruh Islam. Bahasa dan Kesusastraan, Seri Khusus
berisi cerita yang sama dan no. 18, th 1973, Jakarta, Lembaga Bahasa Nasional.
diperbandingkan; setelah itu barulah Kamus Istilah Filologi, Laporan penyusunan oleh Fakultas Sastra
dilakukan pertinbangan naskah-naskah dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
yang ada itu. Jakarta, Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia
Variant Bacaan yang berbeda dari bacaan yang dan Daerah, Pusat Pembinaan dan Pengemban Bahasa,
dipandang mula. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977.
Perbedaan yang terdapat pada dua naskah Howard, Joseph H., Malay Manuscripts; a bibliography guide.
atau lebih dan tidak bisa diketahui Kuala Lumpur. University of Malaya Library, 1966.
bagaimana seharusnya. Juynboll, H.N., Catalogus van de Maleische en Sundaneesche
Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek. Leiden,
E.J. Brill, 1899.
Katalogus Koleksi Naskah Melayu. (KKNM), Museum Pusat KEADAAN DAN JENIS NASKAH JAWA
Departemen P dan K, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Oleh : Darusuprapta
Kebudayaan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Jakarta, 1972.
Maas, Paul, Textual Criticism, translated from the Germany by
I. PENDAHULUAN
Barbara Flower. Oxford, The Clarendon Press, 1967.
Naskah atau manuskrip Jawa adalah karangan tulisan
Niemann, G.K., De Maleische Handshriften in het Britisch
tangan, baik yang asli ataupun salinannya (Poerwadarminta,
Museum. BKI 18, 1871.
1954 : 447; Onions, 1974 : 554), yang menggunakan bahasa
Overbeck, H., Malay Manuscripts in the public libraries in
Jawa, baik bahasa Jawa Kuna, Jawa Pertengahan, maupun Jawa
Germany. JMBRAS IV, ii, 1926.
Baru, yang ditulis dengan aksara Jawa, Arab Pegon atau Arab
Ricklefs, M.C., dan P. Voorhoeve, Manuscripts Catalogue of the
Gondil, Latin, dan lain-lain, pada bahantulis lontar, daluwang,
School of Oriental and African Studies. London University.
dan kertas pada umumnya.
(ketikan).
Titik pangkal penciptaan karya tulis naskah Jawa telah
Soebadio, Haryati, Peneliti Naskah Lama Indonesia. Buletin
berawal pada abad ke-9 (Zoetmulder, 1983 : 21). Berapa jumlah
YAPERNA 7, II, Juni 1975.
naskah Jawa sampai pada waktu sekarang ini tak terbilang
Tuuk, H.N. van der, Kort verslag der Maleische Handschriften
banyaknya; betapa aneka ragam isinya pun tak terhingga
toebehoorrende aan de Royal Asiatic Society te London. BKI
macamnya. Pendek kata jumlah naskah melimpah, dan isi naskah
13, 1866.
meliputi lingkupan luas, merupakan curahan pikiran dan perasaan
Van Ronkel, Ph.S., Account of six Malay Manuscripts of the
nenek moyang yang dapat memberikan gambaran mengenai hal-
Cambridge University Library. BKI 46, VI/2, 1896.
ihwal masyarakat jamannya (Haryati Soebadio, 1975). Oleh
karena itu dengan mempelajari naskah dapat membantu
pemahaman kebudayaan bangsa pada umumnya.
Makalah ini menyajikan uraian tentang keadaan dan jenis Austria, Belgia, Britania Raya, Cekoslovakia, Denemarken,
naskah Jawa, bertujuan memperoleh gambaran mengenai dunia Hongaria, Irlandia, Italia, Malaysia, Nederland, Norwegia,
pernaskahan Jawa pada umumnya. Dengan demikian diharapkan Perancis, Republik Demokrasi Jerman, Republik Federasi
dapat memperkuat pengertian dan kesadaran akan warisan Jerman, Republik Persatuan Sosialis Uni Soviet, Selandia Baru,
budaya bangsa yang berharga lagi berguna bagi kepentingan Swedia, Switzerland (Hooykaas, 1950 : 193-209; Willem van der
nasional (Harsya W. Bachtiar, 1973). Molen, 1984 : 12-49).
Di antara tempat-tempat yang diketahui banyak
II. KEADAAN NASKAH JAWA menyimpan naskah Jawa pada saat ini adalah : Bagian Naskah
Dalam membicarakan keadaan naskah Jawa ini akan lebih Museum Nasional Jakarta (lihat Poerbatjaraka, 1933, 1940,
memusatkan perhatian kepada dua hal, yaitu penyimpanan 1950), Gedong Kirtya Singaraja khusus naskah Jawa Kuna dan
naskah dan penanganan naskah. Dua hal itu kiranya cukup dapat Jawa Pertengahan (lihat Goris, 1935, 1937), Bagian Naskah
memberikan gambaran keadaan naskah Jawa secara menyeluruh, Perpustakaan Universitas Leiden Nederland (lihat Pigeaud, 1968,
kendatipun hanya sekilas. 1970, 1980), dan beberapa perpustakaan di Britania Raya (lihat
1. Penyimpanan Naskah Ricklefs & Voorhoeve, 1977, 1982).
Berapa jumlah naskah-naskah Jawa hingga kini belum Naskah-naskah Jawa di pusat kebudayaan Jawa banyak
dapat diketahui dengan pasti. Sebagian besar di antaranya telah tersimpan pula di Tepas Kapujanggan Widyabudaya Kasultanan
dihimpun dalam koleksi naskah lembaga-lembaga ilmiah baik Yogyakarta (lihat Mudjanattistomo, 1971), perpustakaan Pura
milik pemerintah maupun yayasan swasta, baik di Indonesia Pakualaman Yogyakarta, Museum Sanabudaya Yogyakarta,
sendiri ataupun di luarnya. Sebagian naskah yang lain lagi Sanapustaka Karaton Surakarta, Reksapustaka Pura
tersimpan dalam koleksi pribadi yang masih tersebar luas di Mangkuneagaran Surakarta, dan Museum Radyapustaka
seluruh lapisan masyarakat. Tempat menyimpan sebagian besar Surakarta (lihat Girardet, 1983). Namun, belum seluruh naskah
naskah-naskah Jawa dapat diketahui dari berbagai kata logus atau yang menjadi koleksi tempat penyimpanan, naskah-naskah
daftar naskah, tersebar di antara 21 negara. Kecuali di Indonesia, tersebut dimasukkan dalam katalogus. Sebagai contoh misalnya
di Museum Sanabudaya Yogyakarta masih terdapat beberapa 2. Penanganan Naskah
puluh naskah dalam almari yang belum terjamah (Darusuprapta, Banyak lembaga, baik di pusat maupun di daerah, baik
1982, 1983, 1984). pemerintah maupun swasta, yang mempunyai kegiatan
Naskah-naskah Jawa koleksi beberapa lembaga yang lain menangani naskah. Hal itu menunjukkan bahwa masalah naskah
lagi seperti : Balai Penelitian Bahasa di Yogyakarta , Balai Kajian dipandang penting (Cf. Achadiati Ikram, 1980/1981: 74-
Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional di Yogyakarta, Kirti Griya 79; Mastini Hardjoprakoso, 1980/1981: 84-91).
Dewantara, dan Proyek Javanologi, baru dalam tingkat terdaftar. Penanganan naskah pertama-tama dengan mengadakan
Demikian pula halnya naskah-naskah koleksi perpustakaan penyelamatan. Kegiatan dilakukan dengan membeli naskah milik
Fakultas Sastra UI, UGM, UNS, dan beberapa pemerintah perorangan untuk dikumpulkan, menyediakan tempat untuk
daerah, misalnya Banyuwangi dan Sumerep. Bahkan naskah- menyimpan naskah-naskah yang telah terkumpul, menyusunnya
naskah koleksipribadi, milik perorangan yang tersebar luas dalam daftar inventaris dan katalogus, mengadakan perbaikan
tercatat pun tidak. Naskah-naskah yang telah terhimpun itu naskah dengan reparasi dan penjilidan baru,mengadakan
berasal dari berbagai daerah lapisan masyarakat serta memuat isi perawatan naskah dengan memelihara kebersihannya dari kotoran
yang bermacam ragam. debu dan menjaga keutuhannya dari serangan serangga,
Dengan demikian guna mengetahui jumlah dan jenis mengusahakan pengawetan naskah dengan pengaturan suhu
naskah-naskah Jawa seluruhnya masih diperlukan langkah- udara di tempat penyimpanannya.
langkah pendataan, dengan penelitian dan pencatatan lebih lanjut. Guna mengadakan penyelamatan naskah tersebut jelas
Hasil yang dicapai kemudian dapat dikembangkan sehingga memerlukan persediaan dana banyak. Di samping itu juga
merupakan himpunan data naskah, sebagai sumber keterangan membutuhkan tenaga yang mempunyai pengetahuan dalam
tentang dunia pernaskahan Jawa (Cf. Sri Wulan Rujiati Mulyadi, perawatan dan pengawetan naskah, serta yang memiliki
1980/1981 : 99-104). rasa kasih sayang terhadap naskah. Kenyataan membuktikan
bahwa belum semua lembaga yang mempunyai kegiatan
menangani naskah itu dapat mengadakan penyelamatan naskah kurang terlatih dalam masalah transliterasi. Memang benar
dengan semestinya. mereka mempunyai kemampuan membaca huruf naskah, tapi
Penanganan naskah yang kedua adalah dengan mereka tidak menguasai ejaan bahasa Jawa dengan huruf Latin
mengadakan pelestarian. Kegiatan dilakukan dengan membuat yang disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia yang
salinan atau turunan naskah, baik dengan transkripsi, dari dan ke disempurnakan. Ada kalanya terasa mereka tidak memahami arti
huruf yang sama, maupun dengan transliterasi, dari dan ke huruf kata yang digunakan dalam teks, dan mereka tidak mengetahui
yang lain; dengan membuat reproduksi fotografi, baik dengan pula teknik perbaikan teks dalam transliterasi. Bahkan kesalahan
mikrofilm, ataupun dengan mikrofis; serta membuat suntingan itu mungkin saja bertambah atau terjadi akibat pengetikan yang
naskah dengan menerapkan metode kritik teks sesuai dengan sifat tidak teliti.
tiap-tiap naskah. Hasil-hasil transliterasi yang demikian itu sebelum
Kegiatan dengan pelestarian naskah tersebut beberapa di disajikan kepada umum seharusnya telah diperiksa oleh tim yang
antaranya telah dilakukan, baik oleh perorangan secara pribadi bertanggungjawab. Berdasarkan pengalaman itu selanjutnya
ataupun oleh karena mengemban tugas instansi. Misalnya kemudian tenaga-tenaga yang hendak mengerjakan transliterasi
penyalinan naskah dengan transliterasi di Museum Radyapustaka seyogyanya telah memiliki atau mendapat bekal dasar-dasar
dan Pura Mangkunegaran atas kerja sama dengan Pemerintah pengetahuan tentang transliterasi yang cukup memadai. Dengan
Daerah Provinsi Jawa Tengah, dan di Museum Sanabudaya. Hasil demikian hasil kerjanya dapat diharapkan lebih memuaskan,
yang dicapai tidak atau kurang menggembirakan. Banyak kesalahan-kesalahan yang semestinya tidak terjadi dapat
kesalahan ditemukan di dalamnya, misalnya : salah pengertian dihindari.
yang berakibat salah dalam penyalinan, salah baca yang berakibat Kegiatan pelestarian dengan transkripsi dewasa ini rupa-
salah dalam pemutusan kata, salah ejaan, dan salah dalam rupanya kurang mendapat perhatian. Padahal penting demi untuk
pengetikan. mendapatkan wujud naskah dalam bentuk yang serupa semula,
Kesalahan-kesalahan tersebut pada umumnya disebabkan dan demi untuk meneruskan tradisi salin-menyalin naskah yang
karena tenaga-tenaga yang mengerjakan tidak terdidik atau telah berjalan selama ini. Di samping itu juga selagi pada masa
sekarang ini masih ditemukan tenaga-tenaga yang mempunyai bergairah melakukan. Harus diakui bahwa jumlah peneliti naskah
kemahiran dalam salin-menyalin naskah sesuai dengan bentuk memang kecil, dan jumlah peminat calon peneliti naskah pun
tulisan aslinya. sedikit. Barangkali hal itu disebabkan karena kurang adanya
Penanganan naskah yang ketiga adalah dengan penelitian. kesadaran dalam masyarakat, bahwa penelitian naskah sangat
Kegiatan penelitian naskah dapat dilakukan dari segi sastra, baik dibutuhkan guna menggali dan mengungkapkan warisan budaya
dengan analisis dan interpretasi yang terlepas dari hal-hal di bangsa, baik sebagai sumber inspirasi ataupun sebagai sarana
luarnya, maupun dalam kaitannya dengan lingkungan yang evaluasi dalam pembentukan kebudayaan nasional.
melatarbelakangi di sekitarnya. Di samping itu penelitian naskah Penanganan naskah yang keempat adalah pendayagunaan
dapat dilakukan dalam segi bahasa, baik dengan analisis naskah. Adakah manfaat naskah pada waktu sekarang ini? Untuk
ketatabahasaan naskah, ataupun masalah umum segala unsur menjawab pertanyaan itu perlu diuraikan lebih dahulu tentang isi
kebahasaan yang dapat memberikan gambaran latar belakang naskah, kendatipun secara ringkas.
penulisannya. Sebagai contoh misalnya penulisan karya ilmiah Naskah-naskah Jawa mengandung isi yang bermacam-
dalam jenjang pendidikan tertentu berdasarkan naskah, seperti : macam. Ada naskah yang mengandung unsur kejadian-kejadian
paper, skripsi, tesis, dan desertasi. pentng dalam sejarah, sikap, dan pikiran serta perasaan
Kegiatan penelitian naskah Jawa di luar jenjang masyarakat yang menjalani serta mendukung kejadian, ide
pendidikan hingga sekarang ini terasa semakin agak baik. Hal itu kepahlawanan, sikap bawahan terhadap atasan dan sebaliknya.
dapat dibuktikan dengan tawaran dan dana yang disediakan oleh Ada naskah yang melukiskan pentas pertunjukkan disertai
beberapa lembaga penelitian, seperti Balai Penelitian Bahasa, dan peralatannya, dan lain-lainnya.
juga Proyek Javanologi. Meski jumlah masih terbatas, tak Dengan demikian jelas bahwa naskah cukup berguna,
seimbang dengan banyaknya naskah, kiranya cukup dapat merupakan sumber bagi pengertian terhadapberbagai segi
menggembirakan, asal setiap tahun anggaran selalu tersedia. kehidupan dan kebudayaan. Isi naskah tersebut tidak akan
Pada sisi lain seharusnya minat dan perhatian peneliti diketahui masyarakat jika naskah itu tidak diteliti, tidak
tumbuh berkembang, namun kenyataannya tidak banyak yang diungkapkan isinya. Naskah-naskah yang mengandung isi nilai-
nilai, cita-cita, aturan-aturan, pegangan dan pedoman hidup, yang III. PENJENISAN NASKAH JAWA
dipandang sebaiknya digunakan dalam kehidupan masyarakat, Penjenisan naskah dapat dipandang sebagai sesuatu yang
wajib diteliti dan diungkapkan. Hal itu berguna untuk menunjang membatasi pada dan dibatasi oleh peneliti naskah. Secara teori,
usaha-usaha pembinaan jiwa dan pengembangan kepribadian. penjenisan berdasarkan azas ketertiban : menggolong-golongkan
Kegiatan pendayagunaan naskah ini dilakukan antara lain atau mengelompok-kelompokkan sesuatudalam hal ini naskah
dengan macapatan, dengan membaca naskah disertai pembahasan menurut tipologi tertentu, bukan menurut waktu dan tempat.
pada kesempatan tertentu, mengangkat isi naskah untuk digubah Jadi, terlepas dari masalah kapan dan di mana naskah ditulis.
dalam pentas pertunjukkan, mengangkat isi naskah untuk dibahas Penjenisan naskah adalah pengelompokkan naskah
dalam ceramah dan sarasehan, membuat terjemahan sehingga berdasarkan ragam-ragam tertentu yang menjadi ciri khas
dapat dibaca dan dipahami oleh mereka yang tidak mengenal sehingga berbeda dengan yang lain. Namun harus dimaklumi,
bahasa naskah. Selain terjemahan dapat pula digarap dengan kadang-kadang tidak mudah menentukan sebuah naskaah
bentuk saduran, ataupun ringkasan. termasuk jenis mana, karena berbagai ragam yang dikandungnya.
Penanganan naskah yang kelima adalah penyebarluasan. Dengan bertambahnya naskah, kategorinya pun mungkin
Penyebarluasan yang dimaksud adalah dengan mengadakan saja berubah. Kerangka penjenisan dapat dikembangkan lebih
penerbitan segala hasil kegiatan, terutama yang berupa suntingan lanjut, dan dapat diringkas lebih sederhana, bahkan dapat pula
naskah dengan terjemahan serta pembahasan, demikian pula diciptakan bentuk lain.
hasil-hasil penelitian lainnya yang berdasarkan naskah. Sebagai contoh di bawah ini diuraikan secara ringkas
Penyebarluasan penerbitan naskah dewasa ini telah penyajian yang telah dikerjakan oleh beberapa penyusun
banyak dilakukan oleh badan pemerintah, seperti Balai Pustaka katalogus naskah dengan azas dasarnya masing-masing. Dengan
dan yang lain. Hal itu cukup menggembirakan, namun patut demikian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
disayangkan dengan banyaknya terdapat salah cetak di dalamnya, penjenisan naskah Jawa hingga sekarang.
dan terbatasnya jangkauan penyebarannya.
1. Katalogus Naskah Vreede
Vreede, guru besar Jawa di Universitas Leiden, pengganti Katalogus Juynboll memuat tambahan-tambahan yang
Roorda. Ia telah menyusun katalogus naskah Jawabersama melengkapi katalogus Vreede. Katalogus Juynboll ini terdiri atas
naskah Madurakoleksi perpustakaan Universitas Leiden, di dua jilid (Juynboll, 1907, 1911).
Nederland (Vreede, 1892). Isinya selain menambah naskah-naskah Madura, sebagian
Dalam katalogus itu Vreede mengelompokkan naskah- besar lagi memuat naskah-naskah Jawa. Pengelompokkannya
naskah Jawa koleksi perpustakaan Universitas Leiden tersebut berbeda dengan katalogus Vreede, terbagi dalam enam jenis
dalam sembilan jenis, yaitu : dengan perincian sebagai berikut :
1) Puisi Epis 1) Prasasti-prasasti dan Turunan-turunannya
2) Mitologi dan Sejarah Legendaris 2) Syair Jawa Kuna (Kakawin)
3) Babad atau Kronik 3) Syair Jawa Pertengahan dengan Metrum Tengahan
4) Cerita Sejarah atau Roman 4) Syair Jawa Pertengahan dengan Metrum Macapat
5) Karya-karya Dramatis, Wayang, Lakon 5) Syair Jawa Baru dengan Metrum Macapat
6) Karya-karya Kesusilaan dan Keagamaan 6) Prosa :
7) Karya-karya Hukum, Kitab-kitab, Undang-undang (1) Jawa Kuna
8) Ilmu dan Pelajaran : Tatabahasa, Perkamusan; (2) Jawa Pertengahan
Pawukon (Astronomi), Sangkalan (Kronologi), (3) Jawa Baru
Katuranggan. Penggolongan di atas jelas mencerminkan landasan
9) Serba-serbi bentuk gubahan dan jenis bahasa yang digunakan dalam naskah.

3. Katalogus Brandes
Brandes (1857-1905), adalah murid Vreede dan Kern. Ia
bekerja di Jakarta selaku pegawai bahasa dari tahun 1884 sampai
2. Katalogus Naskah Juynboll meninggal tahun 1905. pada tahun 1885 Brandes berguru kepada
Ven der Tuuk di Singaraja. Setelah Van der Tuuk meninggal dnia dengan Zon en Maan (Matahari dan Bulan). Jadi sistem
pada tahun 1894, Brandes ditugaskan menyusun bahan-bahan penyusunannya seperti dalam katalogus Brandes, tanpa dengan
hasil penelitian yang telah dikerjakan oleh Van der Tuuk. Di dikelompok-kelompokkan.
antara bahan yang telah terkumpul itu adalah bahan-bahan Di samping itu sesungguhnya secara terpisah
katalogus Jawa, Bali, dan Sasak. Poerbatjaraka membuat uraian yang khusus berdasarkan naskah-
Katalogus tersebut terbit dalam empat jilid (Brandes, naskah Jawa, yaitu mengenai naskah-naskah Panji
1901,1903, 1904, 1916). Penyajiannya tidak dengan digolong- (Poerbatjaraka, 1940), naskah-naskah Menak (Poerbatjaraka,
golongkan, tetapi dengan disusun berurutan mengikuti abjad 1940), dan naskah-naskah Rengganis-Ambiya-Sastra Pesantren-
naskah. Jelasnya sebagai berikut : Suluk dan Primbon (Poerbatjaraka dkk, 1950).
Jilid I (1901) : Adigama sampai Ender. Penggolongan berikutnya yang direncanakan namun tidak
Jilid II (1903) : Gatotkacarana sampai dengan terwujud sampai sekarang, antara lain adalah : Kakawin, Parwa,
Putrupasadji. Babad, dan Kitab Undang-Undang.
Jilid III (1904): Rabut Sakti sampai dengan Yusup.
Jilid IV (1916): Naskah-naskah tak berjudul. 5. Katalogus Pigeaud
Pigeaud, yang hingga tua renta sekarang masih selalu
4. Katalogus/Daftar Naskah Poerbatjaraka menggeluti naskah-naskah Jawa koleksi perpustakaan Universitas
Poerbatjaraka (1884-1964), yang lama bekerja sebagai Leiden, telah berhasil membuat katalogus naskah Jawa yang
konservator di Museum Nasional Jakarta, telah menyusun daftar tersimpan dalam Perpustakaan lembaga tersebut, dan beberapa
naskah-naskah Jawa koleksi lembaga tersebut. Daftar naskah itu lembaga lain di Eropa serta di Indonesia. Katalogus Pigeaud itu
termuat dalam Jaarboek Koninklijk Bataviaasch Genootschap terdiri atas empat jilid (Pigeaud, 1968, 1970, 1980), dengan
van Kunsten en Wetenschappen 1933. sistematika pembagian naskah secara garis besar dalam empat
Sebagai daftar maka disusun berdasarkan urutan abjad jenis, sebagai berikut :
naskah, dari Aanteekeningen (Catatan) Bratajoeda sampai 1) Agama dan Etika
2) Sejarah dan Mitologi lembaga ilmiah yang tersebar di beberapa tempat di seluruh
3) Sastra Indah Britania Raya.
4) Ilmu Pengetahuan, Kesenian, Ilmu Sastra, Hukum, Dalam mengadakan penggolongan naskah-naskah Jawa
Folklore, Adat-istiadat, Serbe-serbi. didasarkan atas bahasa yang digunakan secara kronologis (?) atau
Pembagian di atas dipandang mencerminkan empat hal dialektologis (?), sehingga terdapat penjenisan sebagai berikut:
yang berkaitan erat dengan konsep dasar alam pikiran Jawa. 1) Naskah-naskah Jawa Baru
Demikianlah naskah jenis 1) merupakan kelompok yang 2) Naskah-naskah Jawa Pertengahan
dipandang cukup penting dan mendasar, kemudian jenis 2) 3) Naskah-naskah Jawa Kuna
keduanya saling berjalinan, bahkan ada kalanya berkaitan dengan Kemudian daripada itu dikelompokkan terperinci menurut
jenis 1). Naskah jenis 3) banyal pula yang mengandung unsur- tempat-tempat penyimpanannya. Tempat-tempat penyimpanan
unsur jenis 1), 2), dan bahkan 4) yang memancarkan konsep naskah Jawa yang disebutkan antara lain adalah di : Bodleian
dasar kebudayaan Jawa dalam segala segi kehidupan. Sebaliknya Library, British Library, British Museum, India Office Library,
naskah jenis 4) mengandung juga unsur jenis 1), 2), dan 3). Royal Asiatic Society, dan di School of Oriental and African
Demikianlah ragam naskah sering bervariasi, sehingga Studies.
kadang-kadang tidak mudah dimasukkan dalam satu jenis.
Sebagai contoh misalnya Serat Centhini. 7. Katalogus Girardet-Soetanto
Girardet yang insinyur itu, ternyata cukup besar
6. Katalogus Ricklefs-Voorhoeve perhatiannya dalam dunia pernaskahan Jawa. Ia dengan bantuan
Ricklefs, yang sesungguhnya seorang sejarawan, bersama Soetanto telah berhasil menyusun katalogus naskah Jawadan
dengan Voorhoeve, telah menyusun katalogus naskah-naskah dari juga yang telah tercetakyang terdapat di Surakarta dan
Indonesiadi antaranya naskah-naskah Jawayang terdapat di Yogyakarta. Naskah-naskah Jawa tersebut khususnya yang
Britania Raya (Ricklefs dan Voorhoeve, 1977, 1982). Naskah- tersimpan dalam koleksi perpustakaan-perpustakaan : Kraton
naskah tersebut tersimpan dalam koleksi perpustakaan lembaga- Surakarta, Pura Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, Kraton
Yogyakarta, Pura Pakualaman, dan Museum Sanabudaya 3) Peristiwa Kraton, Hukum, Risalah, Peraturan-
(Girardet-Soetanto, 1983). Kendati belum seluruh naskah peraturan.
terjamah dan tertuang di dalamnya, namun katalogus tersebut 4) Buku Teks dan Penuntun, Kamus dan Ensiklopedi
besar artinya bagi studi pernaskahan pada umumnya, Jawa Tentang :
khususnya. Kekurangan-kekurangan dapat disusulkan pada waktu
yang akan datang. IV. KESIMPULAN
Girardet dan Soetanto mengadakan penggolongan mula- (1) Naskah-naskah Jawa tersimpan tersebar di segala
mula dengan mengelompokkan tempatnyaseperti Ricklefs dan penjuru dalam koleksi lembaga-lembaga ilmiah maupun
Voorhoeveyaitu di perpustakaan : Kraton Surakarta, Pura perorangan, di Indonesia ataupun luar negeri. Berapa jumlah
Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, Kraton Yogyakarta, naskah Jawa seluruhnya, di mana disimpan, apakah isinya,
Pura Pakualaman, dan Museum Sanabudaya. bagaimana jenisnya, belum diketahui dengan pasti. Guna
Berbeda dengan Ricklefs dan Voorhoeve, kemudian mendapatkan gambaran keadaan tersebut yang menyeluruh
Girardet dan Soetanto mengelompokkan jenis naskah pada tiap- diperlukan langkah-langkah pendataan dengan penelitian dan
tiap penyimpanan tersebut sebagai berikut : pencatatan, kemudian ditingkatkan sehingga merupakan
1) Kronik, Legende, dan Mite himpunan data naskah. Pada tempatnyalah diharapkan agar
Di dalamnya termasuk naskah-naskah : babad, Proyek Javanologi mau dan mampu menangani serta
pakem, wayang purwa, Menak, Panji, Pustakaraja, mengelolanya, sehingga Proyek benar-benar sebagai pusat
dan Silsilah. informasi, atau menjadi sumbernya sumber keterangan dunia
2) Agama, Filsafat, dan Etika pernaskahan Jawa.
Di dalamnya termasuk naskah-naskah yang (2) Penanganan naskah telah dilakukan dengan
mengandung unsur-unsur ; Hinduisme-Budhisme, mengadakan kegiatan : penyelamatan, pelestarian, penelitian,
Islam, Mistik Jawa, Kristen, Magi, dan Ramalan, pendayagunaan, dan penyebarluasan. Kegiatan-kegiatan tersebut
sastra wulang. perlu selalu dilanjutkan dan ditingkatkan.
(3) Belum semua lembaga yang menangani mampu (7) Kegiatan penelitian naskah Jawa sekarang makin
mengadakan penyelamatan naskah dengan semestinya. Kegiatan membaik. Dana yang disediakan setiap tahun perlu diteruskan
penyelamatan naskah memerlukan persediaan dana banyak, dan ditingkatkan; jumlah dan jenis naskah yang diteliti perlu
tenaga yang memiliki keterampilan dalam perawatan dan ditambah dan dipeluas; tenaga peneliti dan peminat calon peneliti
pengawetan naskah, serta rasa cinta akan naskah. perlu dirangsang dan digairahkan agar tetap melakukan kegiatan
(4) Kegiatan pelestarian naskah dengan transliterasi penelitian naskah dengan pemberian kemudahan dan imbalan
memerlukan tenaga-tenaga yang memiliki bekal dasar-dasar yang memadai.
pengetahuan dan teknik-teknik transliterasi yang cukup memadai, (8) Kegiatan pendayagunaan naskah berguna untuk
mempunyai kemampuan membaca huruf naskah dan menulis menunjang usaha-usaha pembinaann jiwa dan pengembangan
dengan ejaan ortografi, mempunyai kemahiran dalam penguasaan kepribadian, karena jelas isi naskah merupakan sumber bagi
bahasa naskah. pengertian terhadap berbagai segi kehidupan dan kebudayaan di
(5) Kegiatan pelestarian naskah dengan transkripsi perlu masa silam, sehingga juga sebagai sumber inspirasi maupun
dilakukan di sampng dengan transliterasi, demi untuk sarana evaluasi dalam pembentukan dan pengembangan
mendapatkan ujud naskah dalam bentuk yang serupa dengan kebudayaan nasional.
semula, selagi masih ditemukan tenaga-tenaga yang mampu (9) Kegiatan penyebarluasan naskah dilakukan dengan
melakukannya. mengadakan penerbitan segala hasil kegiatan berdasarkan naskah
(6) Kegiatan penelitian naskah dapat dilakukan dalam dalam edisi yang baik dan benar serta penyebaran yang luas serta
segi sastra, baik dengan analisis dan interpretasi terlepas dari hal- mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
hal di luarnya, maupun yang terikat dengan lingkungan latar (10) Penjelasan naskah merupakan pengelompokkan
belakangnya; ataupun dapat dilakukan dalam segi bahasa, baik naskah menurut tipologi tertentu, berdasarkan ragam-ragam yang
dengan analisis tentang ketatabahasaan teks, maupun mengenai menjadi ciri khas yang dikandungnya. Kadang-kadang sebuah
masalah umum kebahasaan yang memberikan gambaran naskah mengandung berbagai ragam, dan jumlah naskah yang
penulisannya.
terhimpun selalu bertambah, sehingga kategorinya dan kerangka I. PENDAHULUAN
penjenisannya pun mungkin saja berbeda. Ketika Dr. H. H. Juynboll berbicara tentang kesusastraan
Bali, pertama-tama ia mempertanyakan; Apakah yang disebut
V. KEPUSTAKAAN kesusastraan Bali dan bagaimana hubungannya dengan
kesusastraan Jawa, khususnya dengan Jawa Kuna dan Jawa
Tengahan di satu pihak dan Sasak di pihak lain? Selanjutnya ia
mengingatkan bahwa orang-orang Jawa sesudah jatuhnya
kerajaan Hindu Jawa Majapahit yang terakhir, memindahkan
seluruh kebudayaan mereka yang lama, antara lain agama,
kesenian, dan kesusastraan mereka ke pulau Bali yang dekat, di
mana hal itu hingga kini masih hidup terus (1916:556). Ketika
berbicara tentang kerangka historis sastra Jawa Kuna, Prof. Dr. P.
J. Zoetmulder memberi penjelasan tentang hal itu. Dikatakannya
bahwa semenjak pertengahan abad ke-14 Bali masuk ke dalam
lingkup pengeruh Hindu-Jawa seperti terasa lewat pusat
kebudayaan dan religi; dan sebagai konsekuensi bahwa semenjak
saat itu Bali harus dipandang sebagai suatu bagian dari
kebudayaan Hindu-Jawa. Di pusat-pusat keagamaan itu bahasa
Jawa Kuna hampir pasti dituturkan dan ditulis. Sastra Jawa Kuna
JENIS-JENIS NASKAH BALI tidak hanya dimaklumi dan dipelajari, tetapi juga ditiru dan
Oleh : Ida Bagus Gede Agastia dikembangkan. Karya-karya Baru ditulis dalam bahasa Jawa
Kuna diciptakan, karya-karya itu mengikuti tradisi yang sudah
berlaku dengan demikian dekat dan mengandung demikian
sedikit unsur yang dapat diidentifikasikan sebagai khas Bali, b. Puisi Kawi yang lebih ringan, misalnya
sehingga sukar bahkan kadang-kadang mustahil membedakan Arjunawiwaha, Bharatayuddha dan sebagainya.
karya-karya ini dari karya-karya yang ditulis di Jawa sendiri. 3. Karangan-karangan Jawa-Bali; sebagian besar
Sama-sama dengan karya-karya asli Jawa mereka termasuk dalam metrum dalam negeri (kidung), misalnya Malat, sebagian
khasanah sastra Jawa (1983:24). Tentang sastra Jawa Pertengahan ditulis dalam prosa, seperti karangan-karangan historis Ken
Zoetmulder melontarkan pernyataan yang tegas, bahwa semua Angrok, Rangga Lawe, Usana, dan sebagainya.
sastra Jawa Pertengahan yang kita kenal dewasa ini, berasal dari Kita tidak mempersoalkan keberatan-keberatan yang
Bali (1983:33), oleh karenanya jauh sebelumnya Juynboll telah dapat diajukan terhadap pembagian tersebut, seperti yang
menyatakan sebagai kesusastraan Bali, walaupun bahasanya diajukan oleh Juynboll (1916) dan sebelumnya secara tersirat
bukan bahasa Bali (1916:560). oleh Van Eck (1875), tetapi kita ingin menyatakan kesan kita
Dengan demikian kita dapat mengerti dengan pembagian bahwa membuat pembagian kesusastraan Bali dan atau membuat
kesusastraan Bali yang diberikan oleh Friederich, dalam laporan pengelompokkan tersebut akan mesti mempertimbangkan tidak
sementaranya mengenai pulau Bali (1849:1-63). Ia membagi saja isi dan bentuk naskah tersebut tetapi juga bahasanya.
kesusastraan Bali menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Karangan-karangan Sanskrit dengan terjemahan II. JENIS-JENIS NASKAH BALI
bebasnya dalam bahasa Bali. Dalam golongan ini dimasukkan R. Van Eck menyajikan pembagian yang oleh Juynboll
Weda-Weda, Brahmandapurana dan sebagian besar dari dinyatakan lebih baik dibandingkan dengan pembagian yang
karangan-karangan prisa yang disebut tutur. disajikan oleh Friederich. Menurutnya orang-orang Bali membagi
2. Karangan-karangan Kawi, yang dibagi menjadi dua tulisan-tulisan mereka dalam empat bagian utama sebagai
bagian : berikut:
a. Karangan-karangan epis yang bagi rakyat Bali A. Kakawin atau syair-syair yang ditulis dalam metrum
sangat angker, seperti Ramayana, Uttarakanda, Kawi dan dengan bahasa Kawi.
dan Parwa-parwa;
B. Mantra-mantra, sebagian ditulis dalam prosa, Tengahan/misalnya Malat/maupun syair-syair
sebagian lagi dalam sloka-sloka yang bahasanya Bali/umpama Wargasari/)
kadang-kadang adalah bahasa Kawi atau Sansekerta (b) Geguritan yang dibaginya lagi menjadi :
dan kemudian ada yang dicampur dengan bahasa Bali. 1) Terjemahan ke dalam bahasa Bali atau
C. Karangan-karangan prosa (paca paliring atau paca saduran-saduran dari cerita Jawa tulen, tetapi
periring) yang semuanya ditulis dalam bahasa Kawi. yang bahasanya masih sangat bercampur
Bagian ini dibagi lagi menjadi lima bagian, yaitu : dengan bahasa Jawa (Kawi).
(a) Tulisan-tulisan pengajaran (tutur) yang sebagian 2) Tulisan-tulisan Bali asli yang merupakan
bersifat pendidikan dan mistik; kesusastraan Bali tulen.
(b) Buku undang-undang (agama); Ketika menyajikan tulisan tentang klasifikasi naskah
(c) Tulisan-tulisan mengenai pengobatan (usada); lontar Gedong Kirtya Singaraja, Nyoman Kadjeng menyatakan
(d) Karangan-karangan historis; memperhatikan juga pembagian yang diajukan oleh Friederich
(e) Surat-surat dan perjanjian tertulis antara raja-raja dan Van Eck tersebut (1929:20). Tetapi klasifikasi yang
Bali (surat pasobaya). Semuanya ditulis dalam diajukannya ternyata sangat lain, sebagaimana terpakai juga
bahasa Bali yang baik. sampai sekarang. Naskah-naskah lontar yang tersimpan di
D. Syair-syair dalam mat-mat sajak yang lebih haru. Gedong Kirtya dibagi menjadi enam bagian dan masing-masing
Bagian ini dibaginya lagi menjadi : bagian mempunyai sub bagian, sebagai berikut :
(a) Yang mula-mula merupakan syair Jawa (Kawi) A. Weda
yang dibawa ke Bali dan di sini disimpan secara (a) Weda; (b) Mantra; (c) Kalpasastra
utuh atau beberapa nama ditukar-tukar dan disisipi B. Agama
kata-kata Bali. (Ternyata yang dimaksudkan dalam (a) Palakerta; (b) Sasana; (c) Niti
hal ini adalah baik syair-syair Jawa C. Wariga
(a) Wariga; (b) Tutur; (c) Kanda; (d) Usada.
D. Itihasa cenderung mengikuti pembagian yang diberikan oleh Th. Pigeaud
(a) Parwa; (b) Kakawin; (c) Kidung; (d) Geguritan. terhadap kepustakaan Jawa (1967:20 dengan memberi tambahan
E. Babad penekanan pada bagian yang kami anggap penting, baik karena
(a) Pamancangah; (b) Usana; (c) Uwug. jumlahnya yang banyak maupun karena kedudukan dan
F. Tantri fungsinya yang penting dalam masyarakat. Pembagian tersebut
(a) Tantri; (b) Satua adalah sebagai berikut :
Belakangan I Ketut Suwidja menambah dengan kelompok
G yang diberi nama Lelampahan; memuat lakon-lakon (1) Naskah-naskah Keagamaan dan Etika :
pertunjukkan kesenian, Gambuh, Wayang, Arja dan sebagainya a) Weda, Mantra dan Puja
(tt:11). Naskah-naskah yang memakai judul Weda, Mantra, dan
Pembagian di atas telah dapat memberikan gambaran Puja cukup banyak ditemui. Naskah-naskah ini biasanya
tentang jenis-jenis naskah lontar yang ada di Bali. Keberatan memuat sloka-sloka Sanskerta, kadang-kadang terdapat juga
yang dapat diajukan antara lain berkaitan dengan kata-kata Jawa Kuna dan Bali. Naskah-naskah ini termasuk
pengelompokkan jenis-jenis naskah tersebut, tepatnya dengan naskah-naskah yang disucikan, karena menjadi pegangan para
nama kelompok yang diberikan. Dalam kelompok C Wariga pendeta di Bali. Dr. Juynboll menginformasikan bahwa di
misalnya di samping termuat naskah-naskah Wariga (memuat perpustakaan Ryksuniversiteit di Leiden terdapat beberapa
pengetahuan tentang astronomi dan astrologi), juga dimasukkan ratus buah naskah jenis ini, yang semuanya dapat dibagi atas
naskah-naskah tutur (naskah-naskah pengajaran yang erat bagian-bagian Siwaistis, Wisnuistis, dan Buddhistis.
hubungannya dengan keagamaan), kanda (ilmu bahasa,
bangunan, dan pengetahuan-pengetahuan khusus) dan usada b) Kalpasastra
(pengetahuan pengobatan atau penyembuhan). Naskah-naskah dalam jenis ini adalah naskah-naskah
Untuk mendapatkan gambaran umum tentang isi jenis- yang memuat aturan-aturan upacara keagamaan. Ada yang
jenis naskah tersebut, untuk keperluan makalah ini kami memakai bahasa Jawa Kuna, Bali, atau campuran dari kedua
bahasa tersebut. Naskah-naskah ini sangat dipentingkan oleh memasukkannya jauh lebih banyak lagi. Naskah-naskah ini
pemuka-pemuka agama di Bali sebagai pedoman dalam kebanyakan memakai bahasa Jawa Kuna, adapula yang
melaksanakan upacara keagamaan terutama upacara-upacara menggunakan bahasa Bali atau campuran bahasa Jawa Kuna
keagamaan yang bersifat khusus. dengan bahasa Bali. Beberapa di antaranya memuat sloka-
sloka Sanskerta dengan terjemahannya dalam bahasa Jawa
c) Tutur Kuna.
Naskah-naskah dengan judul tutur sangat banyak ditemui.
Isinya ternyata tidak saja berkaitan dengan ajaran-ajaran d) Sasana
keagamaan termasuk uraian tentang cosmos, tetapi juga Naskah-naskah dengan judul sasana biasanya memuat
memuat penjelasan-penjelasan pengetahuan-pengetahuan petunjuk-petunjuk kesusilaan dan moral. Misalnya tentang
tertentu, seperti pengetahuan pengobatan, atau penyembuhan aturan tingkah laku seorang anak (putra sasana), seorang
(Welfgang Weck, 1976:V). Ketika membicarakan lontar pendeta (wrati sasana), dan yang lain.
Jnanasiddhanta, Prof. Dr. Haryati Soebadio sempat
membicarakan istilah tutur tersebut dengan detail. Ia e) Niti
menyetujui pendapat Zoetmulder yang menyatakan term tutur Naskah-naskah lontar yang memakai judul niti tidak
adalah terjemahan dari kata smrti dalam bahasa Sanskerta banyak jumlahnya. Sekalipun demikian naskah ini cukup
(1971:3). Smrti berarti ingat. Jadi naskah-naskah tutur penting, karena memuat aturan-aturan kepemimpinan yang
memuat tafsiran, kajian oleh seorang ahli terhadap pada masanya pernah dijadikan pedoman oleh seorang raja
ajaran-ajaran yang telah ada. dalam menjalankanpemerintahan atau dalam menghadapi
Juynboll memasukkan sejumlah naskah yang tidak musuh-musuhnya. Beberapa naskah yang juga dapat
memakai judul tutur dalam bagian ini di antaranya yang digolongkan dalam jenis ini di antaranya berjudul Bhagawan
terpenting adalah Bhuwanasangksepa, Bhuwanakosa, Indraloka, Bhagawan Kamandaka dan yang lain.
Wrehaspatitattva dan yang lain, sedangkan Gedong Kirtya (2) Naskah-naskah Kesusastraan :
a) Parwa
Naskah-naskah Parwa merupakan prosa yang diadaptasi c) Kidung
dari bagian-bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan karya sastra kidung adalah karya sastra puisi yang
menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari mempunyai kaidah-kaidah tertentu. Garis besar kaidah-kaidah
karya asli dalam bahasa Sanskerta; kutipan-kutipan tersebut bentuknya adalah mempunyai jumlahsilabel tertentu dalam
tersebar di seluruh taks parwa itu (Zoetmulder, 1983:80). tiap baitnya, dan dalam jumlah silabel tertentu dari bagian
Ada beberapa naskah yang biasanya digolongkan dalam bait tersebut memakai bunyi tertentu (misalnya : bunyi a, i,
bagian ini, di samping sembilan parwa dari 18 parwa u,). Ketika berbicara tentang sastra kidung, Zoetmulder
(astadasaparwa) yang ditemui dalam bahasa Jawa Kuna. pertama-tama menekankan bahwa kidung adalah kata Jawa
Beberapa di antaranya yang terpenting adalah Uttarakanda, asli. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk menulis sebuah
Korawasrama, Agastyaparwa dan sebagainya. penelitian komprehensif mengenai sastra kidung belum tiba.
Alasannya antara lain adalah karena adanya cukup banyak
b) Kakawin naskah-naskah kidung, tetapihanya sedikit saja yang pernah
Kakawin adalah jenis karya sastra puisi Jawa Kuna, yang diterbitkan dan lebih sedikit lagi yang pernah diterjemahkan
berpola kawya India. Garis besar kaidah bentuknya adalah (1983:510). Richard Herman Wallis dalam desertasinya
tiap bait terdiri atas empat baris, tiap baris terbentuk oleh secara teliti mengaitkan sastra kidung dengan musik Bali,
sejumlah silabel tertentu (chanda), dan panjang pendek suara serta menyebutnya juga sebagai ritual singing style
tertentu (gurulaghu). Jumlah karya sastra yang sangat (1979:174-234).
memikat para peneliti sastra Jawa Kuna ini cukup banyak.
Beberapa di antaranya yang terpenting telah dibicarakan, d) Geguritan dan Parikan
tetapi masih cukup banyak yang belum diedit apalagi dikaji Geguritan dan Parikan adalah karya sastra Bali yang
secara ilmiah. Naskah-naskah kakawin yang dimaksud adalah dibentuk oleh pupuh (pupuh-pupuh). Pupuh tersebut diikat
naskah-naskah yang dikarang di Bali. oleh beberapa kaidah (disebut pada lingsa), yaitu banyaknya
baris dalam tiap bait, banyaknya suku kata dalam tiap baris, masing jenis naskah tersebut tidak jelas, kecuali naskah uwug
dan bunyi akhir tiap-tiap baris. Ada 46 buah pupuh yang telah (rusak,rereg), yang biasanya khusus memuat uraian tentang
dicatat, di antaranya sepuluh buah di antaranya yang banyak kehancuran suatu daerah atau kerajaan karena perang misalnya.
dipakai. Karya sastra geguritan yang jumlahnya ratusan itu, Naskah-naskah dengan judul babad di antaranya yang terbanyak
biasanya memakai bahasa Bali. Naskah-naskah yang ditemui.
memakai judul parikan biasanya berupa saduran-saduran dari Ada pula sejumlah naskah sejarah yang tidak
naskah-naskah parwa, atau kakawin. Penelitian terhadap jenis menyertakan istilah-istilah di atas dalam judulnya. Menurut
naskah ini baru sedikit dilakukan. Di antaranya dapat Juynboll yang terpenting di antaranya adalah : Ken Arok atau
disebutkan beberapa penelitian penting yang dilakukan oleh Pararaton, dan Tattwa Sunda.
Dr. C. Hooykaas.
(4) Naskah-naskah Pengobatan atau Penyembuhan :
e) Satua Naskah-naskah pengobatan atau penyembuhan yang
Satua adalah cerita rakyat Bali. Sebagian besar dalam biasanya memakai judul usada pada kesempatan ini ingin kami
bentuk lisan, kemudian dijadikan naskah (tertulis). Ada pula tonjolkan, bukan semata-mata karena jumlahnya yang relatif
beberapa di antaranya yang telah dibicarakan misalnya oleh banyak, tetapi juga karena sudah semakin disadari manfaat asli
Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus, dan Dr. C. Hooykaas. dari naskah-naskah tersebut dalam pengembangan pengetahuan
kedokteran dan farmasi misalnya. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
dalam menyambut pendirian Baliologi secara khusus
mengharapkan supaya penelitian terhadap naskah-naskah usada
(3) Naskah-naskah Sejarah dan Mitologi : ini diprioritaskan.
Jenis naskah yang memuat uraian sejarah dan mitologi Dr. Wolgang Weck dalam pengantar tulisannya tentang
biasanya memakai judul babad, pamancangah (atau bancangah), pengetahuan penyambuhan di Bali antara lain menyatakan bahwa
Usana, prasasti dan uwug (rusak,rereg). Perbedaan masing- penyelidikannya pertama-tama terbatas pada metode
penggarapan-penggarapan (orang sakit) yang dilakukan orang Ada beberapa naskah yang dapat dikelompokkan karena
Bali serta obat-obatan yang dipakainya; kemudian oleh karena menguraikan pengetahuan tertentu, misalnya tentang
hasil yang diperolehnya tidak memuaskan (hasil-hasil tersebut ia pengetahuan kearsitekturan, lexikographi dan tatabahasa, hukum,
dapati secara lisan), ia mengalih pada studi mengenai usada- serta perbintangan.
usada, yang di dalamnya diperinci nama-nama penyakit dan Naskah-naskah yang menguraikan pengetahuan
obat-obatan yang diterapkan padanya dan juga gambaran- kearsitekturan biasanya memakai judul Astakosali, Asta kosala,
gambaran (dalam arti : bentuk) penyakit. Tetapi segera ia harus Asta bhumi, Swakarma, Wiswakarma dan yang lain. Terdapat
mengakui bahwa dengan demikian orang hanya bergerak pada sejumlah versi naskah Astakosali. Di samping itu ada pula
permukaan pengetahuan orang Bali tentang kedokteran mereka naskah-naskah yang memuat kode etik arsitek tradisional
dan banyak hal yang tidak dipahami, selama orang tidak (Dharmaning Sangging), dan uraian tentang hal-hal yang
mengindahkan lontar-lontar tutur yang merupakan ajaran-ajaran berhubungan dengan upacara penyucian bangunan (Pemlaspas).
teoritisnya yang juga dianggap sebagai saka guru dasar-dasar Naskah-naskah yang digolongkan sebagai naskah-naskah
kebijaksanaan tertingi dalam pengetahuan penyembuhan lexikographi dan tata bahasa adalah naskah-naskah dengan judul
(1976:V). Pernyataan di atas telah memberikan gambaran tentang Adiswara, Ekalavya, Kretabasa, Suksmabasa, Cantakaparwa,
betapa pentingnya dilakukan penelitian terhadap naskah-naskah Dasanama, beberapa naskah yang memakai judul krakah
usada beserta uraian teoritisnya dalam naskah-naskah tutur, yang (misalnya krakah sastra, krakah modre) dan sebagainya. Naskah
hasilnya mungkin dapat menjadi sumbangan yang khas kepada Ekalavya dan Dasanama tidak saja memuat daftar kata, tetapi
ilmu yang bersangkutan. malah memuat sejumlah makna sinonimnya, sedangkan naskah-
Naskah-naskah tentang pengetahuan penyembuhan tidak naskah krakah antara lain memuat uraian beserta makna dari
semuanya memakai judul usada, malah yang terpenting memakai suatu istilah dalam naskah-naskah tertentu. Itulah sebabnya
judul Buddha Kecapi. naskah-naskah ini sangat penting dijadikan pegangan dalam
mempelajari naskah-naskah lontar.
(5) Naskah-naskah Pengetahuan Lain :
Naskah-naskah hukum juga ditemukan dalam diharapkan merupakan informasi yang menyeluruh dengan
kepustakaan Bali. Beberapa di antaranya yang penting adalah : memberi penonjolan pada jenis-jenis naskah yang penting.
Adigama, Dewagama, Kutara Manawa, Purwadhigama. Naskah-
naskah hukum yang lebih banyak bercorak Bali di antaranya III. USAHA PENYELAMATAN
berjudul Kretasima, Kertasima, Subak, Paswara, Awig-awig. Usaha pencatatan naskah-naskah lontar yang dilakukan
Naskah-naskah yang memuat pengetahuan astronomi oleh Dr. Haryati Soebadio dengan kawan-kawan dari Universitas
biasanya memakai judul wariga dan Sundari. Naskah-naskah Indonesia (1973), Institut Hindu Dharma (1975), dan Jurusan
jenis ini banyak dijumpai. Uraian di dalamnya terlait Bahasa dan Sastra Bali Fakultas Sastra Unud (1977 dan 1981)
denganmasalah-masalah pertanian, misalnya penentuan iklim, memberikan gambaran bahwa dalam masyarakat Bali masih
hari baik atau hari buruk untuk suatu pekerjaan, sampai pada tersebar naskah-naskah klasik yang sebagian besar ditulis di atas
penenrtuan hari-hari baik untuk upacara keagamaan. daun rontal. Naskah-naskah tersebut di samping dimiliki oleh
Pada bagian yang membicarakan naskah-naskah orang-orang yang berminat pada naskah-naskah tersebut, tetapi
pengetahuan ini telah ditonjolkan beberapa kelompok saja. Kami tidak sedikit menjadi koleksi orang-orang yang secara kebetulan
menyadari masih ada kelompok lain yang untuk mewarisinya dari orang tuanya. Oleh karena itu naskah-naskah
membicarakannya perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti tersebut sering tidak mendapat perhatian yang semestinya,
terlebih dahulu (misalnya naskah-naskah mistik dan tenung). sehingga ada kecenderungan untuk rusak, lapuk, atau mungkin
Uraian tentang jenis-jenis naskah di atas sesungguhnya terjual kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
masih bersifat sangat umum, dan terhadap pengelompokkannya Sebagaimana diketahui Pulau Bali berada di daerah tropis dan
pun agaknya masih dapat diajukan keberatan-keberatan. beriklim lembab, iklim yang demikian akan mempercepat lapuk
Adanya banyak naskah dengan berbagai macam isinya, serta dan rapuhnya naskah-naskah rontal tersebut.
disajikan dalam beberapa bentuk (prosa atau puisi), adalah Penyelamatan naskah-naskah rontal sesugguhnya telah
beberapa sebabnya. Sekalipun demikian informasi yang diberikan dilakukan oleh kolektor-kolektor rontal di Bali, yang jumlahnya
relatif banyak. Adanya peringatan hari suci Saraswati, yang
datang setiap : 210 hari, di mana para kolektor naskah Dr. Haryati Soebadio pernah menyatakan bahwa usaha
mengumpulkan naskah-naskah yang dimilikinya (tentunya juga penyelamatan naskah Kuna tentu saja tidak meliputi sekedar
membersihkannya), adalah kegiatan penyelamatan masal yang penyimpanan atau pembuatan kopy. Dalam hal naskah asli yang
penting artinya. Di samping itu adanya usaha menyalin rontal- cukup kuna perlu dipikirkan juga preservasi bahan kunanya.
rontal tertentu (terutama yang fungsional) olehpara agamawan Buku rontal yang sudah tua sekali, sehingga lempir-lempirnya
dan budayawan, adalah usaha penyelamatan yang cukup penting mudah retak, misalnya, sebaiknya : dipreservasi dengan setiap
pula. Tetapi bukan mustahil, sejumlah rontal (yang mungkin halaman helai rontal itu dimasukkan secara vacuum ke dalam
sangat penting) dapat terlepas dari perhatiannya. selubung plastik. Dengan demikian setiap helai rontal itu dapat
Pada tahun 1928 didirikanlah Gedong Kirtya di Singaraja. dipegang-pegang untuk dibaca tanpa bahaya akan retak
Tujuan pendiriannya dengan tegas dinyatakan untuk melacak, (1973:14). Dalam kemajuan teknologi sekarang pasti ada cara-
menyelamatkan, dan memelihara naskah-naskah rontal, baik yang cara penyelamatan naskah-naskah kuna yang lebih baik
berbahasa Jawa Kuna, Jawa Tengahan, Bali dan Sasak. Di (pembuatan mikrofilm?).
samping Gedong Kirtya Singaraja, Lembaga rontal Fakultas Usaha yang dilakukan oleh Dr. Hooykaas patut dicatat di
Sastra Universitas Udayana memiliki juga sejumlah rontal sini. Menurut J. L. Swellengrobel, Hooykaas telah berhasil
(sekitar : 750 buah), sedangkan di luar Bali naskah-naskah rontal memproduksi 2.500 teks transliterasi naskah rontal (1980:198).
tersimpan di Perpustakaan Nasional di Jakarta (dulu Karena usaha tersebut berlanjut terus, jumlah itu sekarang pasti
Perpustakaan Bataviasch Genootschap van Kunsten en bertambah.
Wetenschappen), dan Perpustakaan Universitas Negeri Leiden, Sekalipundemikian kami masih mempunyai asumsi
Negeri Belanda. Kita pun mengetahui perhatian besar erhadap bahwa di dalam masyarakat Bali masih tersimpan naskah-naskah
naskah-naskah rontal diberikan juga oleh beberapa Universitas di rontal yang penting. Gedong Kirtya misalnya pernah
Australia dan India, di samping peneliti-peneliti yang datang dari mengumumkan penemuannya tentang naskah pembuatan
Negeri Belanda. racun, serta menyatakan sedang mencari sejumlah rontal yang
diduga masih ada dalam masyarakat. Kasus penemuan rontal
Nagarakretagama masih segar dalam ingatan kita. Begitu lama tama ingin lkami catat. Dikatakannya bahwa kita harus merasa
naskah rontal yang penting itu dianggap sebagai codex uniqus bersyukur karena kita termasuk bangsa yang memiliki tulisan-
(naskah tunggal) dan tersimpan di Negeri Belanda. Baru saja tulisan sendiri, malah sejumlah cara penulisan, sehingga banyak
naskah tersebut dikembalikan kepada Bangsa Indonesia lewat hasil pemikiran nenek moyang kita di berbagai daerah, dapat
Bapak Presiden Suharto, tiba-tiba Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus tersimpan lama sesudah pencipta-pencipta hasil pemikiran ini
mengumumkan penemuan rontal Nagarakretagama yang usianya meninggal, bersatu dengan tanah, air dan udara. Karya-karya
diduga lebih tua kalau dibandingkan dengan naskah yang yang ditinggalkan oleh para nenek moyang ini dapat dipelajari
ditemukan J. L. A. Brandes pada tahun 1894 di puri Cakranagara untuk emperoleh gambaran, meskipun tidak lengkap dan tidak
Lombok. Sampai saat ini tidak diketahui ada tidak kurang dari pula menyeluruh, mengenai kebudayaan pada waktu mereka
lima buah naskah rontal Nagarakretagama. hidup (1974:39). Sedangkan menurut Dr. S. O. Robson, dalam
Oleh karena itu di samping usaha penyelamatan dan karya-karya sastra klasik Indonesia terkandung sesuatu yang
pemeliharaan terhadap naskah-naskah yang telah ada dan penting dan berharga, yaitu sebagian warisan rohani Bangsa
tersimpan dalam beberapa Perpustakaan tersebut di atas, usaha Indonesia. Lebih lanjut sasrtra klasik adalah perbendaharaan
pelacakandan pengumpulan naskah-naskah yang masih pikiran dan cita-cita yang dahulu kala menjadi pedoman
tercecer dalam masyarakat perlu segera dilakukan. Transliterasi kehidupan mereka dan diutamakan. Lantas kalau pikiran dan cita-
naskah sebagaimana dilakukan oleh Dr. C. Hooykaas dan anak cita tersebut penting untuk para nenek moyang, tentulah penting
buahnya, dengan mengikuti cara kerja ilmiah perlu diteruskan. pula untuk zaman sekarang ini (1978:5-6). Kemudian Dr. A.
Teeuw dengan lebih tegas menyatakan bahwa kekayaan rohani
IV. PENUTUP yang tersimpan dalam sastra lama itu sampai sekarang baru hanya
Pada bagian penutup informasi ini kita ingin sebagian kecil digali dan disajikan untuk diselidiki dan dinikmati
menyegarkan ingatan kita tentang perlunya usaha melestarikan oleh kalangan luas. Rakyat Indonesia dalam tahap pembangunan
dan menyebarkan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah- ini memerlukan warisan yang tinggi nilainya ini, sedangkan dunia
naskah kuna tersebut. Ucapan Dr. Harsja W. Bachtiar pertama-
internasional juga mengharapkan sarjana Indonesia akan Khusus tentang penggarapan naskah-naskah Bali, kami
membuka khazanah itu, ...... (1975:11). ingin menekankan bahwa garapan-garapan secara filologis
Terakhir kita meresmikan berdirinya Baliologi, Bapak terhadap naskah-naskah tersebut perlu dilakukan, bersamaan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Nugroho dengan itu juga dibuat sajian aktual yang memuat nilai-nilai luhur
Notosusanto menekankan harus segera dilakukan pengkajian yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut (berupa buku
terhadap puncak-puncak budaya yang ada di daerah-daerah, bacaan untuk sekolah-sekolah misalnya). Sesungguhnya
mengingat kita berada dalam proses perubahan sosial yang pekerjaan itu telah pernah dilakukan, namun kiranya perlu
memerlukan pengimbangan yang bersumber dari kebudayaan dilakukan dengan lebih berencana, bersemangat dan bergairah.
daerah, yang pada akhirnya dapat menjadi kebudayaan nasional Akhirnya kami ingin menutup uraian ini dengan memetik
dengan identitas dan kepribadian Indonesia. beberapa baris sebuah bait kakawin Nirarthaprakreta yang
Dua bidanggarapan pokok dari kegiatan Baliologi sudah mungkin dapat dijadikan bahan renungan.
tentu patut mendapat dukungan, dalam kaitannya dengan duran manduka yan pamuktya wangining tunjung
penerusan nilai-nilai budaya kepada generasi berikutnya. Dua prakirneng banu/
bidang garapan pokok tersebut adalah satu sisi mengadakan ekhasta rahineng kulem tathapi tan wruh punyaning
penelitian secara praktis tentang nilai budaya serta bagaimana pangkaja/
meneruskan sistem nilai itu pada generasi berikutnya. Khususnya bheda mwang gantining madhubrata sakeng doh ndan
tentang penerusan nilai-nilai, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus, wawang sprasaka/ (I.4).
Pimpinan Baliologi menyatakan dapat ditempuh melalui (Mustahillah katak dapat menikmati wangi bunga tunjung
pendidikan formal maupun non-formal. Dalam hal ini nilai yang banyak tersebar di air/
budaya yang abstrak itu diteruskan ke dalam bentuk yang siang malam ia berada bersama-sama, namun ia tidak
konkret. Itulah sebabnya dalam mengerjakan kegiatan Baliologi mengetahui sajian utama yang diberikan oleh bunga tunjung itu/
dilibatkan tiga komponen, yaitu : (1) para sarjana, (2) para berbeda halnya dengan si lebah, dari jauh ia telah
budayawan, (3) para pendidik (1984:3). mengetahuinya/)
Walaupun mengumpamakan dirinya seperti itu, pengarang
I. PENDAHULUAN
kakawin ini pasti tidak ingin berkeadaan seperti katak ang
dilukiskannya itu. Demikian pula agaknya dengan kita yang telah
Prasasti-Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Pasir Jambu,
mengibarkan panji-panji Javanologi, Baliologi dan Sundanologi.
Cidangiang, dan Tugu merupakan kesaksian bahwa kepandaian
tulis-menulis di daerah Sunda telah mulai ada sejak pertengahan
V. KEPUSTAKAAN
abad ke-5 Masehi.Pada waktu itu huruf dan bahasa tulisan yang
di gunakannya adalah huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.Baik
huruf Pallawa maupun bahasa Sansekerta berasal dari India.
Prasasti-prasasti ini di temukan di daerah-daerah Bogor, Banten,
dan Bekasi.
Walaupun dalam jumlah yang kecil dan jarak waktu yang
sangat jarang, tradisi tulis-menulis dalam bentuk Prasasti di
daerah Sunda itu terus Berlanjut.Pertama-tama, adalah prasati di
Daerah Sunda itu terus berlanjut.Pertama-tama, adalah prasasti
Bantarmuncang (4 buah) yang di temukan di Cibadak, Sukabumi
dan di tulis dalam huruf dan bahasa Jawa Kuna serta
bertitimangsa tahun 955 Saka yang sama dengan tahun 1030
Masehi. Kemudian, Prasasti Kawali (5buah),prasasti
KEADAAN DAN JENIS-JENIS NASKAH
Kebantenan , dan prasasti Batutulis yang di tulis dengan huruf
SUNDA dan bahasa Sunda Kuna serta masing-masing di temukan di

Oleh : Edi S. Eka Ekadjati


daerah-daerah Kawali (Ciamis), dan Bogor dan Berasal dari abad Masehi dan bertitimangsa tahun 1357 Saka yang sama dengan
ke-14 dan abad ke-16 Masehi. tahun 1435 Masehi. Tetapi keabsahan angka-angka tahun tersebut
Di tinjau dari lokasi penemuannya yang kiranya juga masih harus menunggu hasil penelitian yang khusus dan
menunjukkan lokasi pembuatannya dan jarak antara waktu sungguh-sungguh atas naskah-naskah tersebut. Sedangkan
pembuatannya, maka tampaknya pengetahuan dan tradisi tulis- naskah-naskah Sunda tertua yang telah nyata dan jelas di ketahui
menulis di daerah Sunda (Jawa Barat) itu bukan sesuatu yang waktu penyusunannya berdasarkan penelitian filologi dan sejarah
kebetulan semata-mata, melainkan benar-benar di kuasai dan di berasal dari awal abad ke-16 Maehi. Naskah-naskah di maksud
miliki oleh (kalangan tertentu) masyarakat Sunda yang bahkan adalah Siksa Kanda Ng Karesian (Atja, 1981), Pantun Ramayana
penyebarannya meliputi hampir seluruh wilayah Sunda. Hal itu (Noorduyn, 1971), Carita Parahiyangan (Noorduyn, 1962,
diperkuat pula oleh kesaksian lain berupa tradisi tulis-menulis 1965;Atja, 1968), Amanat dari Galunggung (Atja dan Saleh
dalam bentuk naskah. Danasasmita, 1981), peta tanah Sunda (Holle, 1864), dan
Bujangga Manik (Noorduyn, 1982). Selanjutnya, tradisi
II. KEADAAN NASKAH-NASKAH SUNDA pembuatan naskah Sunda itu terus tumbuh dan berkembang
Yang di maksud dengan naskah Sunda disini adalah seperti tampak dari kesaksian naskah-naskahnya yang ada hingga
naskah-naskah (manuscripts) yang di buat di daearah Sunda, dewasa ini (Lihat Ekadjati, 1983).
lepas dari kriteria jenis isinya, huruf dan bahasa serta bentuk Berapa Jumlah naskah Ssunda yang pernah ada secara
karangan yang di gunankannya. pasti hingga sekarang belum dapat di ketahui, karena penelitian
Jika perhitungan N.J. Krom benar dan titimangsa itu yang menyeluruh dan sempurna atas naskah-naskah tersebut
menunjukkan waktu penyusunan naskahnya, maka naskah Sunda belum dilakukan Edi S.Ekadjati dkk. (1983) yang melakukan
yang berangka tahun 1256 Saka yang sama dengan tahun 1334 investarisasi naskah Sunda secara agak menyeluruh baru berhasil
Masehi merupakan naskah Sunda tertua yang telah di ketahui mencatat 1787 buah naskah.
ada. Di samping itu, masih ada dua buah naskah pula yang Belum dapat di ketahuinya jumlah naskah Sunda secara
bertitimangsa tahun 1341 Saka yang sama dengan tahun 1419 agak pasti yang di simpan di koleksi-koleksi naskah sekali pun, di
sebabkan belum adanya buku katalogus naskah Sunda yang mereka merupakan pemegang naskah generasi ketiga ke atas.
lengkap yang mecatat data naskah Sunda secara menyeluruh. Sering terjadi pergantian generasi pemegang naskah disertai pula
Memang naskah-naskah Sunda telah tersebar ke berbagai tempat, dengan perpindahan lokasi penyimpanan naskah itu tidak
baik yang telah di simpan di koleksi naskah maupun yang mengetahui isinya, bahkan membacanya pun ada yang tidak bisa
masihada di kalangan masyarakat. lagi.
Sejauh pengetahuan saya, tempat-tempat koleksi yang Berhubung dengan statusnya sebagai benda warisan ,
antara lain menyimpan naskah Sunda dapat di klasifikasikan atas sedangkan isinya tidak dapat di pahami , maka banyak di antara
koleksi di dalam negeri dan koleksi di luar negeri. Di dalam naskah itu di anggap keramat sehingga timbul aturan-aturan
negeri naskah Sunda terdapat di koleksi-koleksi naskah: Museum untuk memperlakukan naskah tersebut, baik dalam bentuk
Nasional Jakarta, Museum Negeri Jawa Barat di Bandung, suruhan maupun dalam bentuk larangan. Sebaliknya, banyak di
Museum Pangeran Geusan ulun di Sumedang, Museum Cigugur antara pemegang naskah memandang naskah-naskah itu sebagai
di Kuningan, Kantor EFEO di Bandung. Di luar negeri naskah benda biasa seperti halnya buku. Karena tidak mengetahui atau
Sunda dapat di temukan di koleksi-koleksi naskah: Universiteits tidak tertarik pada kandungan isinya, maka banyak di antara
Bibliotheek Leiden dan KITLV Bibliotheek di negeri Belanda, mereka yang menelantarkan naskah-naskah miliknya sendiri
Bodleian Library, SOAS London Royal Asiatic Society di Inggris, sehingga akhirnya rusak binasa atau hilang tak tentu rimbanya.
dan Swedia. Di samping itu, ada pula penyimpan naskah yang merahasiakan
Di dalam masyarakat naskah-naskah Sunda berada pada benda-benda yang di simpannya karena berbagai alasan. Kasus
tangan-tangan perorangan yang tersebar di seluruh daerah Jawa penemuan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari dan naskah-
Barat dan Luar Jawa Barat, baik di kota-kota maupun di desa- naskah Pustaka Negarakertabhumi, Pustaka Pararatuan I bhumi
desa, bahkan di perkampungan yang terpencil di Pegunungan Javadvipa, dan Pustaka Pararatuan I bhumi Nusantara
sekalipun. Pada umumnya mereka memiliki naskah itu karena membuktikan hal tersebut terakhir itu. Pengrahasiaan naskah-
warisan yang turun-temurun dari leluhurnya, baik secara naskah itu berakibat banyak naskah-naskah yang baru di dengar
langsung maupun secara tidak langsung. Banyak di antara beritanya saja.
Berdasarkan pengalaman di lapangan , para pemegang lain-lain (Ekadjati, 1982:276-279; Ekadjati, 1983: 10). Fungsi-
naskah Sunda itu secara garis besar dapat di klasifikasikan , fungsi naskah tersebut di atas dewasa ini cendrung memudar
terdiri atas keturunan keluarga para bupati dulu di tanah sebagai konsekwensi dari terjadinya perubahan norma-norma dan
Sunda,kalangan tokoh agama (ulama, kiai), pecinta atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
keturunan pecinta kesenian Sunda, terutama seni Beluk, dan Memudarnya fungsi naskah mengakibatkan jumlah dan
keturunan pemelihara tempat yang di anggap keramat (juru peranan naskah makin berkurang.Hal itu di sebabkan karena
kunci) yang biasanya disertai berbagai penganut kepercayaan upaya pemeliharaan dan penggandaan naskah hampir terhenti.
tradisional. Berkat kemajuan teknologi di bidang percetakan, pembuatan
Identities dan sikap para pemegang naskah Sunda tersebut naskah baru tidak perlu lagi. Yang patut di khawatirkan adalah
di atas, kiranya erat hubungannya dengan fungsi naaskah dalam adanya sikap acuh, bahkan sikap sengaja, para pemilik naskah
kalangan masyakat Sunda.Beberapa fungsi naskah di antaranya untuk menelantarkan miliknya sendiri sehingga di tambah dengan
ialah pegangan bagi kaum bangsawan untuk naskah-naskah yang faktor lain seperti iklim, ketuaan usia, bencana alam
berisi silsilah dan sejarah leluhur serta sejarah daerah mereka; memungkinkan naskah-nasskah yang telah ada pun cepat rusak
alat pendidikan bagi naskah-naskah yang berisi pelajaran dan akhirnya hancur (Ekadjati, 1982). Sebaliknya, sikap
agama,ajaran etika, nasehat, dan lain-lain; media menikmati seni merahasiakan dan memandang benda keramat atas naskah
budaya bagi naskah-naskah berupa karya sastra, petunjuk suatu melahirkan dampak positif dan dampak negatif atas
jenis kesenian, alat upacara ritual untuk mengharapkan kelangsungan hidup naskah-naskah itu, Dampak positifnya
keselamatan dan kesejahteraan hidup serta menghindari mara berupa upaya diperhatikan dan di peliharanya naskah-naskah itu
bahaya yang mungkin menimpa hidup manusia; melesstarikan sehingga kelestariannya dapat terjamin. Dampak negatifnya
khazanah kebudayaan, menambah pengetahuan bagi naskah- adalah ketidaktahuan cara memelihara dan merawat naskah
naskah yang berisi berbagai informasi ilmu pengetahun; dengan baik serta tempat penyimpanan naskah yang kurang
keperluan Praktis kehidupan sehari-hari bagi naskah-naskah terjamin keamanannya, baik dari gangguan alam, bencana,
berisi Primbon, sistem perhitungan waktu, resep masakan, dan
gangguan binatang maupun gangguan tangan manusia sendiri menulis naskah-naskah Sunda (Atja, 1970:5). Naskah-naskah
akan berakibat fatal bagi kelestarian naskah-naskah itu. yang ditulis dengan daun lontar umumnya berasal dari periode
Sejauh pengetahuan saya, ada empat macam huruf yang yang lebih tua, sedangkan naskah yang di tulis dengan kertas
pernah di gunakan untuk menuliskan naskah-naskah Sunda. berasal dari periode yang lebih muda. Naskah pada daun lontar,
Keempat macam huruf itu ialah huruf Sunda Kuna, huruf Jawa janur, daun enau, pandan, dan nipah dikerjakan dengan
Sunda, huruf Arab, dan huruf latin. Urutan penyebutan keempat menggunakan alat pengerat (penggores) yang disebut Peso
jenis huruf tersebut mencerminkan pula urutan waktu Pangot. Sedangkan naskah-naskah yang di tulis pada kertas
pemakaiannya untuk pertama kali. Huruf Arab merupakan jenis menggunakan alat pena, tinta atau pensil. Daluang dan kertas
huruf yang paling banyak di gunakan untuk menuliskan naskah merupakan bahan yang paling banyak di gunakan oleh naskah-
Sunda. naskah Sunda.
Ada empat macam pula bahasa yang di gunakan dalam Diatas telah dikemukakan bahwa upaya penggandaan atau
menuliskan naskah-naskah Sunda.Keempat bahasa itu ialah penyalinan naskah dan pembuatan atau penyusunan naskah baru
bahasa Sunda Kuna, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa telah hampir terhenti. Pada tahun 1950-an kegiatan penyalinan
Melayu. Bahasa Sunda Kuna di gunakan untuk menuliskan naskah masih terdapat di beberapa tempat di wilayah Priangan,
naskah-naskah pada abad ke-16 Masehi, sedangkan bahasa Jawa tetapi pada tahun 1970-an saya hanya menjumpai di tiga tempat
dipakai guna menuliskan naskah Sunda sekitar abad ke-17 saja, yaitu di Cidadap (Kotamadya Bandung), di Cicalengka
sampai dengan pertengahan abad ke-19 Masehi. Sejak (Kabupaten Bandung), dan Garut. Sedangkan upaya penyusunan
pertengahan abad ke-19 Masehi bahasa Sunda di gunakan untuk naskah baru , kiranya aktivitas tersebut dapat di katakan terhenti
menuliskan naskah Sunda (Ekadjati dkk., 1980). Pada akhir abad sama sekali. Namun hal itu tidak berarti bahwa kegiatan kreatif
ke-19 Masehi di jumpai pula naskah-naskah Sunda berbahasa karang-mengarang di daerah Sunda terhenti.Sejak awal abad ini
Melayu. hasil karya tulis masyarakat Sunda pada umumnya langsung di
Daun lontar, janur, daun enau, daun pandan, nipah, terbitkan melalui percetakan dan konsepnya pun banyak yang
daulang, dan kertas merupakan bahan yang digunakan untuk
sudah ditik. Konsep yang ditulis tangan (naskah) pada umumnya Naskah berukuran menengah jumlahnya paling banyak dalam
dihancurkan setelah ditik atau dicetak. khazanah naskah Sunda. Selanjutnya diikuti oleh naskah
berukuran kecil dan naskah berukuran besar. Sejauh pengetahuan
III. JENIS-JENIS NASKAH SUNDA saya, naskah yang paling besar ukurannya adalah naskah-naskah
Pustaka Rajyarajya I bhumi Jawadwipa, Pustaka
Klasifikasi naskah-naskah Sunda dapat di lakukan melalui Negarakertabhumi, dan Pustaka Rajyarajya I bhumi
tinjauan atas wujud naskah, huruf dan bahasa yang di gunakan, Nusantara.Naskah lotar tergolong ke dalam naskah kecil.
wilayah naskah, usia naskah, bentuk karangan, wujud Berdasarkan tebalnya, nasskah-naskah Sunda dapat pula
karangan,dan jenis karangan. Dalam makalah ini pembicaraan di bagi atas naskah tebal, naskah menengah, dan naskah tipis,
atas jenis-jenis naskah itu tidak dilakukan secara mendalam dan meskipun sulit untuk menentukan kriterianya. Yang jelas
mendetil. Disamping tentu saja tidak mungkin dilakukan dalam sepengetahuan saya belum dijumpai sebuah naskah Sunda yang
suatu makalah yang waktu pembahasannya terbatas, juga data- tebalnya lebih dari 1.00 halaman. Memang naskah Pustaka
data yang terkumpul belum banyak. Dalam hal ini uraian itu Rajyarajya I bhumi Nusantara yang seluruhnya 25 Jilid dan
hanya dilakukan secara garis besar dan bersifat informatif. naskah Pustaka Rajyarajya I bhumi Jawadwipa yang seluruhnya
Ditinjau dari sudut wujudnya, naskah-naskah Sunda dapat 15 jilid serta naskah Pustaka Negarakertabhumi yang seluruhnya
di klasifikasikan berdasarkan ukuran naskahnya, tebal naskah, 10 jilid, jika masing-masing di jumlahkan atau disatukan akan
keadaan naskah, dan bahan naskah. Berdasarkan ukurannya, lebih dari 1.000 halaman tebalnya. Namun pada umumnya
naskah-naskah Sunda di bedakan atas naskah berukuran kecil, naskah Sunda itu telah dianggap naskah tebal, jika jumlah
menengah, dan berukuran besar. Naskah-naskah berukuran kecil halamannya telah melebihi 250 halaman. Naskah Sunda yang
adalah naskah-naskah yang berukuran di bawah 15 X 20 cm. paling tipis ialah naskah setebal 1 halaman misalnya peta tanah
Naskah menengah adalah naskah-naskah yang berukuran antara Sunda, silsilah Seh Abdulmuhyi. Naskah setebal di atas 100
15 X 20 cm sampai dengan 23 X 35 cm. Naskah berukuran besar halaman kiranya dapat di pandang sebagai naskah menengah
adalah naskah-naskah yang berukuran di atas 23 X 35 cm.
tebalnya. Tampaknya yang paling banyak adalah naskah Sunda ke-19 Masehi. Sesudah abad ke-19 Masehi nasakh-naskah Sunda
yang tebalnya antara 50-250 halaman. di tulis pada kertas produksi pabrik.
Berdasarkan keadaannya, naskah-naskah Sunda itu dapat Berdasarkan wilayahnya, naskah-naskah Sunda dapat
di golongkan atas naskah-naskah yang telah rusak, naskah-naskah diklasifikasikan atas wilayah pembuatannya dan wilayah
yang sebagian rusak, dan naskah-naskah yang masih utuh. penemuannya. Ukuran wilayahnya pun dapat di bagi secara
Naskah-naskah yang telah rusak adalah naskah yang secara beertingkat berdasarkan pembagian sosial budaya dan atau
keseluruhan sudah rusak bahannya dan tulisannya pun tak dapat pembagian administrasi pemerintahan. Pengetahuan tentang
atau sukar sekali untuk dibaca dan dipahami isinya. Sedangkan wilayah pembuatan dan wilayah penemuan naskah penting,
naskah yang setengah rusak adalah nasskah yang telah karena erat kaitannya dengan masalah isi naskah dan lain-lain.
mengalami gangguan kerusakan sebagian, biasanya bagian depan Pengetahuan mengenai usia naskah sangat penting dalam
dan bagian belakangnya atau berlubang tengahnya kalau kena dalam rangka analisis isi naskah. Berdasarkan waktu
gangguan binatang ngengat. Cukup banyak naskah Sunda yang pembuatannya, naskah-naskah Sunda dapat di bagi menjadi tiga
telah mengalami rusak berat, bahkan banyak pula yang hancur periode. Ketiga periode itu adalah masa kuna, masa abad ke-17
seluruhnya. Masehi ke belakang; masa peralihan, masa sekitar abad ke-18
Diatas telah dikemukakan mengenai bahan yang sampai pertengahan abad ke-19 Masehi; dan masa baru masa
digunakan untuk membuat naskah. Naskah lontar, janur ,dan sekitar pertengahan abad ke-19 samapi dewasa ini (Ekadjati dkk.,
daun nipah yang berasal dari periode yang lebih lama berukuran 1980).
kecil, sekitar 5 X 20 cm. Jumlah naskah Sunda yang terbuat dari Bentuk karangan yang di gunakan dalam naskah Sunda
bahan lontar yang diketahui ada sekarang tidak banyak, tidak dapat digolongkan atas prosa, prosa lirik, dan puisi. Bentuk puisi
sampai lebih dari 250 buah. Naskah yang terbuat dari bahan dapat di bagi lagi atas pantun (Sunda), tembang, sindiran, dan
kertas dapat diklasifikasikan atas kertas produksi sendiri dan bentuk puisi lain. Bentuk prosa telah digunakan untuk
kertas produksi pabrik. Kertass produlsi sendir disebut daluang menuliskan naskah-naskah Sunda sejak abad ke-16 Masehi
atau kertas saeh yang biasa digunakan sebelum pertengahan abad hingga abad ke-20ini. Karena itu jumlah naskah Sunda yang
menggunakan bentuk prosa menempati urutan teratas. Bentuk Pandita. Bagian terbesar naskah Sunda merupakan perpaduan
prosa lirik digunakan dalam naskah Sunda yang berisi mengenai antara wujud karangan kisahan dan cakapan.
cerita pantun, seperti Lutung Kasarung, Mudinglaya. Sedangkan Dilihat dari jenis karangannya, naskah-naskah Sunda
bentuk puisi pantun digunakan dalam naskah Sunda abad ke-16 dapat diklasifikasikan atas 12 kelompok. Ke-12 kelompok itu
Masehi, seperti tentang cerita Ramayana. Bentuk puisi ini tiap ialah agama, bahasa, hukum, kemasyarakatan, mitologi,
baris terdiri atas 8 suku-kata (Noorduyn, 1971). Bentuk puisi pendidikan, pengetahuan, primbon, sasstra, sastra sejarah,sejarah,
tembang banyak digunakan dalam naskah Sunda yang di sebut dan seni. Di tinjau dari kuantitas naskahnya, naskah Sunda yang
wawacan. Jumlah naskah yang berbentuk puisi tembang cukup berisi keagamaan (Islam) menempati urutan teratas, baru
banyak. Naskah wawacan biasa di gunakan sebagai alat untuk kemudian menyusul naskah-naskah yang berisi sastra, sastra
pertunjukan seni beluk. sejarah, primbon, sejarah, pengetahuan, dan lain-lain (Ekadjati,
Berdasarkan wujud karangannya, naskah-naskah Sunda 1983:503).
dapat di bagi atas naskah yang karangannya berwujud kisahan,
paparan, dan cakapan. Sering terjadi satu naskah mengandung IV. RANGKUMAN DAN UPAYA YANG PERLU
karangan yang berwujud kisahan dan cakapan sekaligus atau DILAKUKAN
paparan dan kisahan, dan pasangan lainnya. Wujud kisahan
adalah wujud karangan yang bercerita, berkisah, seperti pada Dari seluruh uraian di atas gambaran secara umum dan
naskah Carita Parahiyangan, Babad Cirebon, Wawacan menyeluruh mengenai keadaan naskah Ssunda dewasa ini dan
Ranggawulung. Dalam hal ini ada alur cerita, jalan cerita. Wujud jenis-jenis naskah Sunda yang ada telah diperoleh. Atau dengan
paparan adalah wujud karangan yang membahas sesuatu topik, kata lain, begitulah keadaan dan jenis naskah Sunda itu.
Seperti wayang Lilingong, Babad Kawung, Resep Masakan. Gambaran tersebut membangkitkan dua perasaan bagi
Dalam hal ini ada topik atau pokok yang di bahasnya. Sedangkan kami, setidak-tidaknya bagi saya.Pertama, perasaan bahagia
wujud cakapan adalah wujud karangan yang berdialog antara Dua (bagja, dalam istilah bahasa Sunda) karena generasi kami telah
memperoleh warisan dari leluhur kami berupa kekayaan batin
dan pengetahuan mereka yang di amanatkan lewat naskah. Upaya-upaya tersebut di atas sebagian telah dilakukan,
Kedua, perasaan cemas dan khawatir (hariwang, dalam istilah tetapi kiranya masih perlu ditegaskan dan ditingkatkan lagi, baik
bahasa Sunda) Karena sebagian (besar) warisan tersebut belum kuantitasnya maupun kualitasnya.
berada di tangan kami sepenuhnya, baik fisiknya maupun (lebih-
lebih) isinya. CATATAN
Guna mengatasi atau menghilangkan perasaan cemas
tersebut perlu dilakukan upaya yang berencana dan bertahap,
Tentang prasasti-prasasti tersebut beserta tafsirannya serta
menurut hemat kami, sebagai berikut.
rekonstruksi sejarah kerajaan Tarumanagara; lihat: Ajatrohaedi,
Pertama, penyelamatan naskah-naskah yang masih
Tarumanagara, Suatu Pertemuan Kebudayaan, Skripsi sardjana,
tersebar di kalangan masyarakat dengan cara mencari dan
Fakultas Sastra U.I. Djakarta, 1965;
mengumpulkan naskah aslinya maupun dalam wujud kopinya.
..,Tarumanagara, Sejarah Jawa Barat Dari
Pengertian kopi di sini adalah hasil fotokopi, foto, mikrofilm atau
Prasejarah Sampai Penyebaran Agama Islam, Pemerintah
mikrofis. Dalam hal ini kiranya perlu ditetapkan, lembaga atau
Daerah Propinsi Jawa Barat, Bandung, 1975,hal.
lembaga-lembaga apa yang diberi tugas atau mempunyai
Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sunda Sri Jayabhupati
wewenang untuk melakukan kegiatan ini dan selanjutnya
yang hidup sezaman dengan raja Erlangga di Jawa Timur. Lebih
menyimpan naskah-naskah ersebut agar tidak membingungkan di
jauh lihat: C.M. Pleyte, Maharaja Cri Jayabhupati, Sundas
tingkat bawah.
Oudst Bekende Virst ,TBG, 57, 1915; Saleh Danasasmita,
Kedua, inventarisasi dan katalogisasi naskah-naskah
Prasasti Cibadak Sukabumi.
terrkumpul itu beserta naskah-naskah yang telah terkumpul
Pembahasan atas prasasti-prasasti tersebut yang mutakhir
ditempat-tempat koleksi naskah untuk kemudian disusun buku
dilakukan oleh Muh.Amir Sutaarga, Prabu Siliwangi, Duta
katalognya.
Rakyat, Bandung, 1965; Saleh Danasasmita, Prasasti Batutulis
Ketiga, penelitian dan penerbitan atas naskah-naskah itu
dan Tradisi Megalitiknya, Lembaga Kebudayaan Unpad,
berdasarkan prioritas kepentingan isinya.
Bandung, 1975.
Tidak jelas, apakah angka tahun itu menunjukkan waktu simpan begitu saja tanpa dihiraukan, berhubung dengan
penulisan naskah atau menunjukkan suatu Peristiwa tertentu yang pemiliknya merasa tidak memerlukan lagi.
di kemukakan dalam teks naskah. Lihat: N.J. Krom (1971). Alasan-alasan itu antara lain karena benda warisan,
Lihat: N.J. Krom, Ibid., hal.71. amanat dari leluhurnya, agar tidak jatuh ketangan pemerintah
Lihat: N.J. Krom, Ibid., 71-72, 45-46, 60. kolonial, kalau yang akan melihatnya tidak seikhwan.
Dalam naskah ini tertera candrasangkala yang berbunyi Naskah tersebut ditemukan pada tahun 1969 di daerah
nora catur sagara wulan yang berarti tahun 1440 Saka yang Indramayu. Naskah itu terpaksa dikeluarkan oleh pemiliknya
sama dengan tahun 1518 Masehi. Lihat: Atja & Saleh untuk diperlihatkan dan dijual kepada orang lain, karena ia jatuh
Danasasmita, Sanghyang Ssiksakanda Ng Karesian, Proyek sakit dan memerlukan biaya untuk perawatan dirinya. Naskah itu
Pengembangan Permuseuman Jawa Barat, Bandung, 1981. kini berada di Museum Negeri Jawa Barat.
Keharusan mengeluarkan dan membersihkan naskah pada Menurut Atja, penemuan naskah-naskah tersebut
waktu-waktu tertentu, misalnya pada tanggal 12 Maulud (Rabiul diperoleh melalui jaringan rahasia. Berita tentang adanya naskah-
Awal) bagi naskah-naskah di Cisondari (Kabupaten Bandung) naskah Sunda, Lihat: Ekadjati dkk., Naskah Sunda: Inventarisasi
dan Panjalu (Kabupaten Ciamis); pada hari Rabu Wakasan bulan dan Pencatatan, Lembaga Kebudayaan Unpad, Bandung, 1983,
Sapar bagi naskah-naskah di Ciburuy (Kabupaten Garut). Naskah hal. 492-502.
itu harus dibungkus dengan kain putih dan di simpan di bagian Misalnya, naskah-naskah yang terdapat di Cisondari
atas rumah. (Kabupaten Bandung), Panjalu (kabupaten Ciamis), Ciburuy
Dilarang mengeluarkan naskah, selain pada waktu-waktu (kabupaten Garut).
tertentu. Dilarang mengambil naskah dan jika ada yang Misalnya, naskah milik Rohendy Sumardinata hancur
mengambil, walaupun sebagian, maka orang itu akan gila, dan sewaktu terjadinya banjir di kota Bandung pada Bulan Desember
lain-lain. 1945, naskah milik penduduk Cijenuk (Kbupaten Bandung)
Berulangkali saya alami bahwa naskah milik seseorang sebagian terbakar sewaktu rumahnya di bakar oleh gerombolan
hilang tanpa sepengetahuan pemiliknya, karena naskah itu di Kartosuwiryo, naskah milik penduduk Astanajapura (kabupaten
Cirebon) sebanyak satu peti hancur karena disembunyikan di BIBLIOGRAFI
dalam tanah agar tidak jatuh ke tangan pemerintah kolonial.
Kegiatan tersebut merupakan kegiatan individual karena
Atja, 1968. Tjarita Parahijangan. Bandung; Jajasan Kebudajaan
kesenangan semata-mata. Padahal sebelum Perang Dunia II
Nusalarang.
kegiatan penyalinan naskah itu merupakan usaha bisnis. Naskah
.. 1970. Tjarita Ratu Pakuan. Bandung: Lembaga
Wawacan Suryaningrat, misalnya, dissalin dengan biayanya tiga
Bahasa dan Sedjarah.
dacin (180 kg) padi.
.. 1972. Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari. Djakarta:
Di bagian naskah Universitas Bibliotheek Leiden terdapat
Ikatan Karjawan Museum Pusat.
satu bundel map yang berisi sejumlah karangan yang katanya
Atja & Saleh Danasasmita, 1981. Amanat Dari Galunggung.
berasal dari karangan untuk Balai Pustaka. Agaknya karangan-
Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa
karangan tersebut termasuk yang ditolak untuk diterbitkan oleh
Barat.
Balai pustaka.
.. 1981. Sanghyang Siksakanda Ng Karesian. Bandung:
Menurut Atja, nasskah Sunda lontar yang ada di Miseun
Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.
Nasional Jakarta berjumlah 40 buah, tetapi menurut sumber lain
Ayatrohaedi. 1965. Tarumanagara; Pertemuan Kebudajaan.
ada 150 naskah. Saya sendiri menemukan iga buah naskah lontar
Skripsi Sardjana, Fakultas Sastra UI, Djakarta.
yang masih berada di kalangan masyarakat.
.. 1975. Tarumanagara, Sejarah Jawa Barat; Dari
Urutan kriteria itu ialah Jawa Barat-Luar Jawa Barat,
Prasejarah hingga Penyebaran Agama Islam.
berdasarkan keresidenan, kabupaten,kecamatan,desa, kampung.
Bandung: Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat.
Misalnya, terjadi versi-versi suatu cerita. Lihat, Ekadjati,
Danasasmita, Saleh. 1970. Hubungan antara Prasasti Batutulis
1983.
dengan Kerajaan Padjadjaran. Bandung; Skripsi
Sardjana, FKIS-IKIP.
.. 1975. Prasasti Batutulis dan Tradisi Megalitiknya.
Bandung lembaga Kebudayaan Unpad.
.. 1975. Prasasti Cibadak Sukabumi dan Geger .. 1982. Ceritera Dipati Ukur; Karya Sastra Sejarah
Hanjuang. Bandung: Lembaga Kebudayaan Unpad. Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya.
.. 1975. Hubungan antara Sri Jayabhupati dengan .. 1983. Naskah Sunda; Inventarisasi dan Pencatatan.
Prasasti Geger Hanjuang. Bandung: Lembaga Bandung: Lembaga Kebudayaan Unpad-The Toyota
Kebudayaan Unpad. Foundation.
Ekadjati dkk, Edi S.1980. Naskah Sunda Lama; Pendataan dan Holle, K.F. 1867.Vlugtig Berigt Omtrent Eenige Lontar
Analisis Pendahuluan. Bandung: Proyek Penelitian Handschriften afkomstig uit Soenda-landen,
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Barat, TBG,15.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Noorduyn, J. 1962. Over het Eerste Gedeelte van de oud-
.. 1982. Naskah Sunda Lama Kelompok Babad. Sundase Carita Parahiyangan, BKI, 118, hal. 374-
Bandung: Proyek Penelitian Bahasa dan Satra 383.
Indonesia dan Daerah Jawa Barat, Departemen .. 1962.Het begin gedeelte van de Carita
Pendidikan dan Kebudayaan. Parahiyangan, Tekst, Vertaling, Commentaar, BKI,
.. 1983. Naskah Sunda Lama Di Daerah Kotamadya 118, hal. 405-432.
dan Kabupaten Bandung. Bandung; Proyek .. 1965.Eenige nadere gegevens over tekst en inhoud
Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah van de Carita Parahiyangan, BKI, 122, hal. 366-374.
Jawa Barat, Departeman Pendidikan dan .. 1971. Traces of an old Sundanese Ramajana,
Kebudayaan. Tradition, Indonesia, Cornell Modern Indonesia
.. 1984. Naskah Sunda Lama Di Kabupaten Sumedang. Project, 12. Hal. 151-157.
Bandung: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra .. 1982. Bujangga Maniks Journeys Through Java;
Indonesia dan Daerah Jawa Barat, Departeman Topographical data from an old Sundanese Source,
Pendidikan dan Kebudayaan. BKI, 138, hal. 413-442.
Pleute, C.M. 1915. Maharaja Cri Jayabhupati, SundaS Oudst BAB I
Bekende Vorst, TBG, 57. KAIDAH PENULISAN HURUF ARAB MELAYU
Sutaarga, Moh. Amir.1965. Prabu Siliwangi. Bandung, Duta
Rakyat.
Penulisan huruf Arab Melayu dapat dirumuskan menjadi
Krom, N.J. 1971. Laporan Kepurbakalaan Jawa Barat Tahun
beberapa kaidah, yaitu :
1914. (Terjemahan Drs. Budiaman dan Drs. Atja).
Kaidah ke-1 : setiap suku kata yang diawali dan diakhiri
Bandung: Proyek Penunjang Peningkatan Pendidikan
dengan konsonan, cukup dituliskan konsonannya (tidak diberi
Kesenian Sekolah Dasar Propinsi Jawa Barat.
saksi). Contoh :

Tem-pat :
Ham-pir :
Pin-tar :
Tang-kas :
Cer-mat :
Kaidah ke-2 :
a) Suku kedua dari berbagai hidup berbunyi a, mendapat

saksi alif (), tetapi suku pertama dari belakang hidup


berbunyi a tidak mendapat saksi.
Contoh :

ba-dan :
ka-lam :
ra-ja :
den-da : Contoh :

la-ba : ro-da :
lu-bang :
b) Suku kedua dari belakang hidup berbunyi e dan suku
pu-lau :
pertama dari belakang berbunyi a, maka suku kesatu
ki-cau :
dari belakang mendapat alif saksi. Contoh :
su-rau :
ke-ra : Kaidah ke-5 : bila suku terakhir berbunyi wa, ditulis
re-da :
pe-ta : dengan huruf wau ( ) dan alif ().

je-da : Contoh :
le-ga : de-wa :
Kaidah ke-3 : bila suku pertama dan kedua terdiri dari bah-wa :
vokal i, o, dan ai, maka huruf atau konsonan Arab itu diberi saksi ke-ce-wa :
ji-wa :
yak (). Contoh :
Si-wa :
ki-ri : Kaidah ke-6 : bila huruf awal pada suku kata pertama
mi-ni : terdiri dari vokal, maka :
se-ri : a) Kalau vokal itu terus diikuti dengan konsonan, maka
ni-lai : dituliskan alif saja.
li-hai : Contoh :

Kaidah ke-4 : bila suku pertama dan atau kedua hidup an-tar :
in-tan :
berbunyi o, u, dan au ditulis dengan wau ( ) saksi.
un-tung :
un-ta : sa-ing :
en-teng : sa-uh :
b) Kalau suku kata pertama itu berbunyi a saja ditulis ma-u :
dengan alif. Contoh : Kaidah ke-8 : bila suku kata satu dengan yang lain

a- bang : berbentuk i-a, maka penulisannya dengan cara menghubungkan

a-man : huruf yak dengan huruf sesudahnya (atau boleh dengan


memberikan tanda alif gantung di atas yak).
a. Kalau suku kata pertama berbunyi i atau e
Contoh :
ditulis dengan huruf alif dan yak.
di-an : atau
Contoh :
ki-an : atau
i-par :
e-dar : Kaidah ke-9 : bentuk u-a harus dinyatakan dengan
(ni-lai) : huruf alif sesudah huruf wau.
b. Kalau suku kata pertama berbunyi o dan u Contoh :
ditulis dengan alif dan wau. bu-at :
u-bah : tu-an :
o-bat : Kaidah ke-10 : bentuk i-u dinyatakan dengan

Kaidah ke-7 : bila suku kata satu dengan yang lain memberikan huruf wau sesudah yak,.

berbentuk a-i dan tanda hamzah di atas wau sesudah alif saksi Contoh :

untuk bentuk a-u. li-ur :


Contoh : be-li-ung :
nyi-ur :
ka-il :
Kaidah ke-11 : bentuk u-i dinyatakan dengan huruf ke-ujung : --
wau dan yak. ku-ambil : --
Contoh : kau-ambil : --
ku-il :
Kaidah ke-13 : partikel lah, kah, tah dan pun
bu-ih :
penulisannya tidak mengubah ejaan (tinggal merangkaikan).
pu-ing :
Contoh :
Bentuk o-i juga dapat memakai cara tersebut, misal : baca-lah :
bo-ing : makan-kah :
Kaidah ke-12 : Awalan me, ber, per, pe, ter, di, se, ke, ku, apa-tah :
dan kau tidak menimbulkan perubahan ejaan, penulisannya bunyi-pun :
dengan merangkaikan saja. Untuk awalan se, ke, dank u, bila Penulisannya pun tidak mengikuti kaidah ke-1 yaitu ()
dirangkaikan dengan sesuatu kata yang diawali oleh vokal
melainkan dengan ditambahkan wau saksi () , penulisan
penulisannya dengan cara menambahkan atau menggantikan alif
partikel ini mengalami perkecualian.
dengan hamzah.
Kaidah ke-14 : tentang bentuk (klitik) kan, ku, mu, dan
Contoh :
mengambil : nya.

berbunyi : 1) Bila suku kata terakhir diawali dan diakhiri oleh

perkasa : konsonan, maka penulisannya tidak mengalami perubahan

pedagang : ejaan.

terlepas : Contoh :

didera : ta-nam : tanamkan :


se-asam : -- ram-but : rambutmu :

se-iring : --
2) Suku kata terakhir berbunyi ai dan au tidak 2) Kata yang huruf terakhirnya terdiri dari perubahan ejaan,
mengalami perubahan ejaan. dan penulisannya disertai dengan huruf hamzah.
Contoh : Contoh :
tu-pai : tupaiku : su-ka : kesuka-an :
ker-bau: kerbaunya : lu-pa : kelupa-an :
3) Suku terakhir terdapat sebuah vokal, perangkaian dengan 3) a. Kata yang huruf terakhirnya terdiri dari vokal u
akhiran itu mengubah ejaan. mengalami perubahan ejaan dan penulisannya disertai
Contoh : dengan penambahan huruf alif.
bu-ku : bukumu : Contoh :
ha-ti : hatinya : ra-mu : ramu-an :
Kata yang sudah berakhiran an, i, dan kan tidak b. Akhiran i merubah ejaan bila disambung dengan vokal
mengalami perubahan ejaan jika dirangkaikan dengan imbuhan u, penulisannya dirangkaikan saja.
yan lain. Contoh :
Contoh : ra-mu : ramu-i :
pergaulan-nya : 4) Vokal i bersambung dengan akhiran an mengubah
menjalani-nya : ejaan, penulisannya dengan cara merangkaikan saja atau
perkataan-mu : dengan menambah alif gantung.
Kaidah ke-15 : perihal akhiran an dan i. Contoh :
1) Kata yang huruf terakhirnya konsonan berubah ejaan. duri : durian :
Contoh : gali : galian :
ta-nam ta-na-(mi) :
sa-yur sa-yu-(ran) :
ta-nam ta-na-(man):
5) Akhiran an dan i mengubah ejaan bila disambung dengan 2. Suku kata kedua dari belakang hidup berbunyi a,
diftong ai dan au, tetapi penulisannya ke dalam huruf
mendapat saksi alif ( ) , tetapi suku kata pertama dari
Melayu a dan i, a dan u dipisahkan menjadi suku baru.
belakang hidup berbunyi a tidak mendapat saksi.
Contoh :
3. Suku kedua dari belakang hidup berbunyi e dan suku
Pakai : pakaian :
pertama dari belakang berbunyi a, maka suku kesatu
Lampau : kelampauan :
dari belakang mendapat alif saksi.
(ke-lam-pa-uan) lampaui : (lam-pa-ui) 4. Bila suku pertama dan kedua terdiri dari vokal i, e dan ai,

6) Akhiran an dan i tidak mengubah ejaan bila suku kata satu maka huruf atau konsonan Arab itu diberi saksi yak (
dengan yang lain vokal : a/u atau a/i atau yang memakai
).
hamzah.
5. Bila suku pertama dan atau kedua hidup berbunyi o, u
Contoh :
Laut : lautan : dan au ditulis dengan wau ( ) saksi.

Kail : kaili : 6. Bila suku terakhir berbunyi wa, ditulis dengan huruf

Catatan : wau ( ) dan alif () .


Huruf p kadang-kadang ditulis ( ) atau ( ) 7. Suku kata pertama terdiri dari vokal a ditulis dengan
Huruf g kadang-kadang ditulis ( ) atau ( ) alif.
Bunyi ny kadang-kadang ditulis ( ) atau () 8. Suku kata pertama terdiri dari vokal i dan e ditulis
Perhatikan penjelasan pada waktu perkuliahan. dengan alif dan yak.
9. Suku kata pertama terdiri dari vokal u dan o ditulis
RANGKUMAN dengan alif dan wau.
1. Setiap suku kata yang diawali dan diakhiri oleh konsonan, 10. Bila suku kata satu dengan yang lain berbentuk a-i atau
cukup dituliskan konsonannya (tidak diberi saksi). a-u, maka untuk a-i ditulis dengan alif dan hamzah di
atas yak; bentuk au ditulis dengan alif dan hamzah di BAB II
atas wau. PENGUASAAN KATA-KATA ARAB
11. Suku kata satu dengan yang lain berbentuk i-a maka
MELAYU
penulisannya dengan cara menggabungkan yak dengan
konsonan berikutnya atau diperjelas dengan alif gantung
Tujuan Umum
di atas yak.
Agar mahasiswa dapat menguasai penulisannya dan
12. Bentuk u-a dituliskan dengan huruf wau dan alif, dan
pembacaan teks Arab Melayu.
bentuk i-u dituliskan dengan huruf yak dan wau.
13. Bentuk u-i dan o-i dituliskan dengan wau dan yak.
Sasaran Belajar (SASBEL)
14. Awalan me, ber, per, pe, ter, di, se, ke, ku, dan kau tidak
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tata cara penulisan kata-
menimbulkan perubahan ejaan, sedangkan untuk awalan
kata Arab Melayu.
se, ke, dan ku bila dirangkaikan dengan sesuatu kata yang
2. Mahasiswa dapat membuat transliterasi teks Arab Melayu.
diawali oleh vokal penulisannya dengan cara
3. Mahasiswa dapat menjelaskan isi teks Arab Melayu.
menambahkan atau menggantikan alif dengan hamzah.
15. Partikel lah, kah, tah, dan pun penulisannya tidak
mengubah ejaan.
16. Penulisan akhiran kan, ku, mu, dan nya tidak mengalami
perubahan ejaan bila : diawali dan diakhiri dengan
konsonan ; suku kata terakhir berbunyi ai dan au ; suku
kedua dari belakang terdiri dari vokal ; dan kata dasar
yang sudah berakhiran an dan i.

BAB II
PENGUASAAN KATA-KATA ARAB MELAYU

Bacaan pertama : penulisan suku kata yang diawali dan
diakhiri oleh konsonan dan penggunaan alif saksi.



Bacaan Ketiga : penggunaan yak saksi.




Bacaan Kedua : penggunaan wau saksi.



Bacaan Keempat : penggunaan huruf kaf, qaf, dan
hamzah sebagai penanda bunyi k.





/ /

/
/ /
LATIHAN I
/ Tuliskan kata-kata di bawah ini :

/ / 1. batas mahir tangis


marah taruh habis
memasang menanam berbaring
atas arah asah
enam entah embun
Bacaan Kelima : penggunaan kata ulang dan kata
berangin terasah teratur
majemuk.

2. tera esa kena


dera reda tega daun kehausan tuan
kera jera lega haus menaungi tiang
indera mantera bahtera baur merauti tiap
tentara semena duta kait dilukainya dia
air dinamainya dia
3. bisa itik melihat kail berlainan tua
sisa beri bohong sais dikatainya dua
itu delima toko
mengira besi terdorong 6. gua perbuatan kira-kira
ini isap menolong ruas rahasia merah muda
beli seni menggalang sekian berpuasa putih bersih
perbuatan kalau perbandingan
4. hendak merusak duduk tuang kacau rumah
tusuk mengusik rokok makan juang jikalau sopir
cerdik membalik juluk mobil sekalian menuju
belok berkokok belok istimewa muda menurut
biduk merokok kelok belukar
usik tak titik
batuk bapak bilik
tabuk lagak mudik
korok tekak tarik
musik letak lurik
5. bau lautan buah
LATIHAN II - -
1. Transliterasikan teks berikut ini :
2. Bacalah teks berikut ini :

-
! ...
- ,

-

-

- ,
,

.
-
,
-

-

-
,


-

- -
,
Disusun oleh: Drs.Istadiyantha, M.S.

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS


2008
(Iih. Aidit Rosadi, 1960 : 75)

LATIHAN III
Transliterasikan teks berikut ini :

Buku Acuan :
Aidit Rosadi, Drs. dan Muh. Suhud, Drs. 1960. Pelajaran
Membaca dan Menulis Huruf Arab Melayu. Bandung : Penerbit
Peladjar.

Anda mungkin juga menyukai