Filologi 2
Filologi 2
Pendahuluan
4. KAJIAN TEKS
- Intrinsik
- Ekstrinsik
- Gabungan antara Intrinsik-
Ekstrinsik
5. PENUTUP Kesimpulan/Saran
- Kepustakaan
- Lampiran
tidak dikarang sesuka penulisnya. Adapun anak Adam alaihi s- Adapun anak Nabi Allah Adam
salam tiga puluh sembilan orang, tiga puluh sembilan orang, maka
maka bernikah antara satu anak bernikah pada satu perhentian,
daripada satu anak. artinya suatu anak dari suatu
anak. (Kata-kata yang berbeda pada kedua naskah itu saya beri garis
Maka tiadalah beroleh istri anak Maka tiadalah beroleh istri anak bawah, supaya lebih jelas kelihatannya).
yang bungsu, maka dilarikan Nabi Allah Adam nan bungsu. Dari perbandingan kedua naskah itu, dapatlah kita lihat
oleh segala malaikat kepada Dengan ditakdirkan Allah Taala,
banyaknya perbedaan kata-kata pada kedua naskah itu. Dan dari
hawang-gumawang, maka maka silarikannya oleh segala
perbandingan itu dapat pulalah kita memilih kata-kata mana yang
heranlah Adam dan Siti Hawa malaikat kepada awang-awang-
lebih tepat dan betul pada kedua naskah itu. Misalnya, pada
dan segala anak-anak. gumawang, maka heranlah Nabi
naskah MI. 439 terdapat kata Adam alaihi s-salam, sedang pada
Adam dengan Siti Hawa dan
segala anaknya.
naskah MI.489 tertulis Nabi Allah Adam. Sebaiknya ditulis
Maka bertiuplah angin dari Maka bertiuplah angin dalam Nabi Adam Alaihi s-salam, masing-masing saling melengkapi.
dalam sorga, maka dipalu Sarugo, maka baliuk malembai Demikian pula kata-kata ribut dan kaca-kaca pada naskah MI.
gendang dan srunai serta nobat kayu tubi, maka dipalu oranglah 489, sedang pada naskah MI. 439 tertulis nobat dan kecapi.
dan kecapi, maka terkembanglah gendang dalam sarugo nan Dalam hal ini yang betul adalah nobat dan kecapi (sejenis alat
payung ubur, maka menarilah bernama gendang nobat. Maka musik). Naskah MI.439 dapat membetulkan kesalahan yang
segala anak-anakan bidadari di bertipun serurai sirandang erdapat pada naskah MI. 489 itu.
dalam sorga, karena suka melihat kacang dengan ribut dan kaca-
Perbandingan isi cerita hanya dapat dilakukan
anak Adam yang bungsu di kaca. Maka berkembanglah
berdasarkan garis besar atas pokok-pokok isi cerita yang dapat
awang gumawang itu. payung ubur-ubur, maka
dilihat pada deskripsi naskah.
menarilah segala anak-anakan
bidadari di dalam sarugo, karena
suka hatinya melihat anak Nabi 4. Dasar-dasar Penentuan Naskah yang Akan
3. Katalogus Brandes
Brandes (1857-1905), adalah murid Vreede dan Kern. Ia
bekerja di Jakarta selaku pegawai bahasa dari tahun 1884 sampai
2. Katalogus Naskah Juynboll meninggal tahun 1905. pada tahun 1885 Brandes berguru kepada
Ven der Tuuk di Singaraja. Setelah Van der Tuuk meninggal dnia dengan Zon en Maan (Matahari dan Bulan). Jadi sistem
pada tahun 1894, Brandes ditugaskan menyusun bahan-bahan penyusunannya seperti dalam katalogus Brandes, tanpa dengan
hasil penelitian yang telah dikerjakan oleh Van der Tuuk. Di dikelompok-kelompokkan.
antara bahan yang telah terkumpul itu adalah bahan-bahan Di samping itu sesungguhnya secara terpisah
katalogus Jawa, Bali, dan Sasak. Poerbatjaraka membuat uraian yang khusus berdasarkan naskah-
Katalogus tersebut terbit dalam empat jilid (Brandes, naskah Jawa, yaitu mengenai naskah-naskah Panji
1901,1903, 1904, 1916). Penyajiannya tidak dengan digolong- (Poerbatjaraka, 1940), naskah-naskah Menak (Poerbatjaraka,
golongkan, tetapi dengan disusun berurutan mengikuti abjad 1940), dan naskah-naskah Rengganis-Ambiya-Sastra Pesantren-
naskah. Jelasnya sebagai berikut : Suluk dan Primbon (Poerbatjaraka dkk, 1950).
Jilid I (1901) : Adigama sampai Ender. Penggolongan berikutnya yang direncanakan namun tidak
Jilid II (1903) : Gatotkacarana sampai dengan terwujud sampai sekarang, antara lain adalah : Kakawin, Parwa,
Putrupasadji. Babad, dan Kitab Undang-Undang.
Jilid III (1904): Rabut Sakti sampai dengan Yusup.
Jilid IV (1916): Naskah-naskah tak berjudul. 5. Katalogus Pigeaud
Pigeaud, yang hingga tua renta sekarang masih selalu
4. Katalogus/Daftar Naskah Poerbatjaraka menggeluti naskah-naskah Jawa koleksi perpustakaan Universitas
Poerbatjaraka (1884-1964), yang lama bekerja sebagai Leiden, telah berhasil membuat katalogus naskah Jawa yang
konservator di Museum Nasional Jakarta, telah menyusun daftar tersimpan dalam Perpustakaan lembaga tersebut, dan beberapa
naskah-naskah Jawa koleksi lembaga tersebut. Daftar naskah itu lembaga lain di Eropa serta di Indonesia. Katalogus Pigeaud itu
termuat dalam Jaarboek Koninklijk Bataviaasch Genootschap terdiri atas empat jilid (Pigeaud, 1968, 1970, 1980), dengan
van Kunsten en Wetenschappen 1933. sistematika pembagian naskah secara garis besar dalam empat
Sebagai daftar maka disusun berdasarkan urutan abjad jenis, sebagai berikut :
naskah, dari Aanteekeningen (Catatan) Bratajoeda sampai 1) Agama dan Etika
2) Sejarah dan Mitologi lembaga ilmiah yang tersebar di beberapa tempat di seluruh
3) Sastra Indah Britania Raya.
4) Ilmu Pengetahuan, Kesenian, Ilmu Sastra, Hukum, Dalam mengadakan penggolongan naskah-naskah Jawa
Folklore, Adat-istiadat, Serbe-serbi. didasarkan atas bahasa yang digunakan secara kronologis (?) atau
Pembagian di atas dipandang mencerminkan empat hal dialektologis (?), sehingga terdapat penjenisan sebagai berikut:
yang berkaitan erat dengan konsep dasar alam pikiran Jawa. 1) Naskah-naskah Jawa Baru
Demikianlah naskah jenis 1) merupakan kelompok yang 2) Naskah-naskah Jawa Pertengahan
dipandang cukup penting dan mendasar, kemudian jenis 2) 3) Naskah-naskah Jawa Kuna
keduanya saling berjalinan, bahkan ada kalanya berkaitan dengan Kemudian daripada itu dikelompokkan terperinci menurut
jenis 1). Naskah jenis 3) banyal pula yang mengandung unsur- tempat-tempat penyimpanannya. Tempat-tempat penyimpanan
unsur jenis 1), 2), dan bahkan 4) yang memancarkan konsep naskah Jawa yang disebutkan antara lain adalah di : Bodleian
dasar kebudayaan Jawa dalam segala segi kehidupan. Sebaliknya Library, British Library, British Museum, India Office Library,
naskah jenis 4) mengandung juga unsur jenis 1), 2), dan 3). Royal Asiatic Society, dan di School of Oriental and African
Demikianlah ragam naskah sering bervariasi, sehingga Studies.
kadang-kadang tidak mudah dimasukkan dalam satu jenis.
Sebagai contoh misalnya Serat Centhini. 7. Katalogus Girardet-Soetanto
Girardet yang insinyur itu, ternyata cukup besar
6. Katalogus Ricklefs-Voorhoeve perhatiannya dalam dunia pernaskahan Jawa. Ia dengan bantuan
Ricklefs, yang sesungguhnya seorang sejarawan, bersama Soetanto telah berhasil menyusun katalogus naskah Jawadan
dengan Voorhoeve, telah menyusun katalogus naskah-naskah dari juga yang telah tercetakyang terdapat di Surakarta dan
Indonesiadi antaranya naskah-naskah Jawayang terdapat di Yogyakarta. Naskah-naskah Jawa tersebut khususnya yang
Britania Raya (Ricklefs dan Voorhoeve, 1977, 1982). Naskah- tersimpan dalam koleksi perpustakaan-perpustakaan : Kraton
naskah tersebut tersimpan dalam koleksi perpustakaan lembaga- Surakarta, Pura Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, Kraton
Yogyakarta, Pura Pakualaman, dan Museum Sanabudaya 3) Peristiwa Kraton, Hukum, Risalah, Peraturan-
(Girardet-Soetanto, 1983). Kendati belum seluruh naskah peraturan.
terjamah dan tertuang di dalamnya, namun katalogus tersebut 4) Buku Teks dan Penuntun, Kamus dan Ensiklopedi
besar artinya bagi studi pernaskahan pada umumnya, Jawa Tentang :
khususnya. Kekurangan-kekurangan dapat disusulkan pada waktu
yang akan datang. IV. KESIMPULAN
Girardet dan Soetanto mengadakan penggolongan mula- (1) Naskah-naskah Jawa tersimpan tersebar di segala
mula dengan mengelompokkan tempatnyaseperti Ricklefs dan penjuru dalam koleksi lembaga-lembaga ilmiah maupun
Voorhoeveyaitu di perpustakaan : Kraton Surakarta, Pura perorangan, di Indonesia ataupun luar negeri. Berapa jumlah
Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, Kraton Yogyakarta, naskah Jawa seluruhnya, di mana disimpan, apakah isinya,
Pura Pakualaman, dan Museum Sanabudaya. bagaimana jenisnya, belum diketahui dengan pasti. Guna
Berbeda dengan Ricklefs dan Voorhoeve, kemudian mendapatkan gambaran keadaan tersebut yang menyeluruh
Girardet dan Soetanto mengelompokkan jenis naskah pada tiap- diperlukan langkah-langkah pendataan dengan penelitian dan
tiap penyimpanan tersebut sebagai berikut : pencatatan, kemudian ditingkatkan sehingga merupakan
1) Kronik, Legende, dan Mite himpunan data naskah. Pada tempatnyalah diharapkan agar
Di dalamnya termasuk naskah-naskah : babad, Proyek Javanologi mau dan mampu menangani serta
pakem, wayang purwa, Menak, Panji, Pustakaraja, mengelolanya, sehingga Proyek benar-benar sebagai pusat
dan Silsilah. informasi, atau menjadi sumbernya sumber keterangan dunia
2) Agama, Filsafat, dan Etika pernaskahan Jawa.
Di dalamnya termasuk naskah-naskah yang (2) Penanganan naskah telah dilakukan dengan
mengandung unsur-unsur ; Hinduisme-Budhisme, mengadakan kegiatan : penyelamatan, pelestarian, penelitian,
Islam, Mistik Jawa, Kristen, Magi, dan Ramalan, pendayagunaan, dan penyebarluasan. Kegiatan-kegiatan tersebut
sastra wulang. perlu selalu dilanjutkan dan ditingkatkan.
(3) Belum semua lembaga yang menangani mampu (7) Kegiatan penelitian naskah Jawa sekarang makin
mengadakan penyelamatan naskah dengan semestinya. Kegiatan membaik. Dana yang disediakan setiap tahun perlu diteruskan
penyelamatan naskah memerlukan persediaan dana banyak, dan ditingkatkan; jumlah dan jenis naskah yang diteliti perlu
tenaga yang memiliki keterampilan dalam perawatan dan ditambah dan dipeluas; tenaga peneliti dan peminat calon peneliti
pengawetan naskah, serta rasa cinta akan naskah. perlu dirangsang dan digairahkan agar tetap melakukan kegiatan
(4) Kegiatan pelestarian naskah dengan transliterasi penelitian naskah dengan pemberian kemudahan dan imbalan
memerlukan tenaga-tenaga yang memiliki bekal dasar-dasar yang memadai.
pengetahuan dan teknik-teknik transliterasi yang cukup memadai, (8) Kegiatan pendayagunaan naskah berguna untuk
mempunyai kemampuan membaca huruf naskah dan menulis menunjang usaha-usaha pembinaann jiwa dan pengembangan
dengan ejaan ortografi, mempunyai kemahiran dalam penguasaan kepribadian, karena jelas isi naskah merupakan sumber bagi
bahasa naskah. pengertian terhadap berbagai segi kehidupan dan kebudayaan di
(5) Kegiatan pelestarian naskah dengan transkripsi perlu masa silam, sehingga juga sebagai sumber inspirasi maupun
dilakukan di sampng dengan transliterasi, demi untuk sarana evaluasi dalam pembentukan dan pengembangan
mendapatkan ujud naskah dalam bentuk yang serupa dengan kebudayaan nasional.
semula, selagi masih ditemukan tenaga-tenaga yang mampu (9) Kegiatan penyebarluasan naskah dilakukan dengan
melakukannya. mengadakan penerbitan segala hasil kegiatan berdasarkan naskah
(6) Kegiatan penelitian naskah dapat dilakukan dalam dalam edisi yang baik dan benar serta penyebaran yang luas serta
segi sastra, baik dengan analisis dan interpretasi terlepas dari hal- mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
hal di luarnya, maupun yang terikat dengan lingkungan latar (10) Penjelasan naskah merupakan pengelompokkan
belakangnya; ataupun dapat dilakukan dalam segi bahasa, baik naskah menurut tipologi tertentu, berdasarkan ragam-ragam yang
dengan analisis tentang ketatabahasaan teks, maupun mengenai menjadi ciri khas yang dikandungnya. Kadang-kadang sebuah
masalah umum kebahasaan yang memberikan gambaran naskah mengandung berbagai ragam, dan jumlah naskah yang
penulisannya.
terhimpun selalu bertambah, sehingga kategorinya dan kerangka I. PENDAHULUAN
penjenisannya pun mungkin saja berbeda. Ketika Dr. H. H. Juynboll berbicara tentang kesusastraan
Bali, pertama-tama ia mempertanyakan; Apakah yang disebut
V. KEPUSTAKAAN kesusastraan Bali dan bagaimana hubungannya dengan
kesusastraan Jawa, khususnya dengan Jawa Kuna dan Jawa
Tengahan di satu pihak dan Sasak di pihak lain? Selanjutnya ia
mengingatkan bahwa orang-orang Jawa sesudah jatuhnya
kerajaan Hindu Jawa Majapahit yang terakhir, memindahkan
seluruh kebudayaan mereka yang lama, antara lain agama,
kesenian, dan kesusastraan mereka ke pulau Bali yang dekat, di
mana hal itu hingga kini masih hidup terus (1916:556). Ketika
berbicara tentang kerangka historis sastra Jawa Kuna, Prof. Dr. P.
J. Zoetmulder memberi penjelasan tentang hal itu. Dikatakannya
bahwa semenjak pertengahan abad ke-14 Bali masuk ke dalam
lingkup pengeruh Hindu-Jawa seperti terasa lewat pusat
kebudayaan dan religi; dan sebagai konsekuensi bahwa semenjak
saat itu Bali harus dipandang sebagai suatu bagian dari
kebudayaan Hindu-Jawa. Di pusat-pusat keagamaan itu bahasa
Jawa Kuna hampir pasti dituturkan dan ditulis. Sastra Jawa Kuna
JENIS-JENIS NASKAH BALI tidak hanya dimaklumi dan dipelajari, tetapi juga ditiru dan
Oleh : Ida Bagus Gede Agastia dikembangkan. Karya-karya Baru ditulis dalam bahasa Jawa
Kuna diciptakan, karya-karya itu mengikuti tradisi yang sudah
berlaku dengan demikian dekat dan mengandung demikian
sedikit unsur yang dapat diidentifikasikan sebagai khas Bali, b. Puisi Kawi yang lebih ringan, misalnya
sehingga sukar bahkan kadang-kadang mustahil membedakan Arjunawiwaha, Bharatayuddha dan sebagainya.
karya-karya ini dari karya-karya yang ditulis di Jawa sendiri. 3. Karangan-karangan Jawa-Bali; sebagian besar
Sama-sama dengan karya-karya asli Jawa mereka termasuk dalam metrum dalam negeri (kidung), misalnya Malat, sebagian
khasanah sastra Jawa (1983:24). Tentang sastra Jawa Pertengahan ditulis dalam prosa, seperti karangan-karangan historis Ken
Zoetmulder melontarkan pernyataan yang tegas, bahwa semua Angrok, Rangga Lawe, Usana, dan sebagainya.
sastra Jawa Pertengahan yang kita kenal dewasa ini, berasal dari Kita tidak mempersoalkan keberatan-keberatan yang
Bali (1983:33), oleh karenanya jauh sebelumnya Juynboll telah dapat diajukan terhadap pembagian tersebut, seperti yang
menyatakan sebagai kesusastraan Bali, walaupun bahasanya diajukan oleh Juynboll (1916) dan sebelumnya secara tersirat
bukan bahasa Bali (1916:560). oleh Van Eck (1875), tetapi kita ingin menyatakan kesan kita
Dengan demikian kita dapat mengerti dengan pembagian bahwa membuat pembagian kesusastraan Bali dan atau membuat
kesusastraan Bali yang diberikan oleh Friederich, dalam laporan pengelompokkan tersebut akan mesti mempertimbangkan tidak
sementaranya mengenai pulau Bali (1849:1-63). Ia membagi saja isi dan bentuk naskah tersebut tetapi juga bahasanya.
kesusastraan Bali menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Karangan-karangan Sanskrit dengan terjemahan II. JENIS-JENIS NASKAH BALI
bebasnya dalam bahasa Bali. Dalam golongan ini dimasukkan R. Van Eck menyajikan pembagian yang oleh Juynboll
Weda-Weda, Brahmandapurana dan sebagian besar dari dinyatakan lebih baik dibandingkan dengan pembagian yang
karangan-karangan prisa yang disebut tutur. disajikan oleh Friederich. Menurutnya orang-orang Bali membagi
2. Karangan-karangan Kawi, yang dibagi menjadi dua tulisan-tulisan mereka dalam empat bagian utama sebagai
bagian : berikut:
a. Karangan-karangan epis yang bagi rakyat Bali A. Kakawin atau syair-syair yang ditulis dalam metrum
sangat angker, seperti Ramayana, Uttarakanda, Kawi dan dengan bahasa Kawi.
dan Parwa-parwa;
B. Mantra-mantra, sebagian ditulis dalam prosa, Tengahan/misalnya Malat/maupun syair-syair
sebagian lagi dalam sloka-sloka yang bahasanya Bali/umpama Wargasari/)
kadang-kadang adalah bahasa Kawi atau Sansekerta (b) Geguritan yang dibaginya lagi menjadi :
dan kemudian ada yang dicampur dengan bahasa Bali. 1) Terjemahan ke dalam bahasa Bali atau
C. Karangan-karangan prosa (paca paliring atau paca saduran-saduran dari cerita Jawa tulen, tetapi
periring) yang semuanya ditulis dalam bahasa Kawi. yang bahasanya masih sangat bercampur
Bagian ini dibagi lagi menjadi lima bagian, yaitu : dengan bahasa Jawa (Kawi).
(a) Tulisan-tulisan pengajaran (tutur) yang sebagian 2) Tulisan-tulisan Bali asli yang merupakan
bersifat pendidikan dan mistik; kesusastraan Bali tulen.
(b) Buku undang-undang (agama); Ketika menyajikan tulisan tentang klasifikasi naskah
(c) Tulisan-tulisan mengenai pengobatan (usada); lontar Gedong Kirtya Singaraja, Nyoman Kadjeng menyatakan
(d) Karangan-karangan historis; memperhatikan juga pembagian yang diajukan oleh Friederich
(e) Surat-surat dan perjanjian tertulis antara raja-raja dan Van Eck tersebut (1929:20). Tetapi klasifikasi yang
Bali (surat pasobaya). Semuanya ditulis dalam diajukannya ternyata sangat lain, sebagaimana terpakai juga
bahasa Bali yang baik. sampai sekarang. Naskah-naskah lontar yang tersimpan di
D. Syair-syair dalam mat-mat sajak yang lebih haru. Gedong Kirtya dibagi menjadi enam bagian dan masing-masing
Bagian ini dibaginya lagi menjadi : bagian mempunyai sub bagian, sebagai berikut :
(a) Yang mula-mula merupakan syair Jawa (Kawi) A. Weda
yang dibawa ke Bali dan di sini disimpan secara (a) Weda; (b) Mantra; (c) Kalpasastra
utuh atau beberapa nama ditukar-tukar dan disisipi B. Agama
kata-kata Bali. (Ternyata yang dimaksudkan dalam (a) Palakerta; (b) Sasana; (c) Niti
hal ini adalah baik syair-syair Jawa C. Wariga
(a) Wariga; (b) Tutur; (c) Kanda; (d) Usada.
D. Itihasa cenderung mengikuti pembagian yang diberikan oleh Th. Pigeaud
(a) Parwa; (b) Kakawin; (c) Kidung; (d) Geguritan. terhadap kepustakaan Jawa (1967:20 dengan memberi tambahan
E. Babad penekanan pada bagian yang kami anggap penting, baik karena
(a) Pamancangah; (b) Usana; (c) Uwug. jumlahnya yang banyak maupun karena kedudukan dan
F. Tantri fungsinya yang penting dalam masyarakat. Pembagian tersebut
(a) Tantri; (b) Satua adalah sebagai berikut :
Belakangan I Ketut Suwidja menambah dengan kelompok
G yang diberi nama Lelampahan; memuat lakon-lakon (1) Naskah-naskah Keagamaan dan Etika :
pertunjukkan kesenian, Gambuh, Wayang, Arja dan sebagainya a) Weda, Mantra dan Puja
(tt:11). Naskah-naskah yang memakai judul Weda, Mantra, dan
Pembagian di atas telah dapat memberikan gambaran Puja cukup banyak ditemui. Naskah-naskah ini biasanya
tentang jenis-jenis naskah lontar yang ada di Bali. Keberatan memuat sloka-sloka Sanskerta, kadang-kadang terdapat juga
yang dapat diajukan antara lain berkaitan dengan kata-kata Jawa Kuna dan Bali. Naskah-naskah ini termasuk
pengelompokkan jenis-jenis naskah tersebut, tepatnya dengan naskah-naskah yang disucikan, karena menjadi pegangan para
nama kelompok yang diberikan. Dalam kelompok C Wariga pendeta di Bali. Dr. Juynboll menginformasikan bahwa di
misalnya di samping termuat naskah-naskah Wariga (memuat perpustakaan Ryksuniversiteit di Leiden terdapat beberapa
pengetahuan tentang astronomi dan astrologi), juga dimasukkan ratus buah naskah jenis ini, yang semuanya dapat dibagi atas
naskah-naskah tutur (naskah-naskah pengajaran yang erat bagian-bagian Siwaistis, Wisnuistis, dan Buddhistis.
hubungannya dengan keagamaan), kanda (ilmu bahasa,
bangunan, dan pengetahuan-pengetahuan khusus) dan usada b) Kalpasastra
(pengetahuan pengobatan atau penyembuhan). Naskah-naskah dalam jenis ini adalah naskah-naskah
Untuk mendapatkan gambaran umum tentang isi jenis- yang memuat aturan-aturan upacara keagamaan. Ada yang
jenis naskah tersebut, untuk keperluan makalah ini kami memakai bahasa Jawa Kuna, Bali, atau campuran dari kedua
bahasa tersebut. Naskah-naskah ini sangat dipentingkan oleh memasukkannya jauh lebih banyak lagi. Naskah-naskah ini
pemuka-pemuka agama di Bali sebagai pedoman dalam kebanyakan memakai bahasa Jawa Kuna, adapula yang
melaksanakan upacara keagamaan terutama upacara-upacara menggunakan bahasa Bali atau campuran bahasa Jawa Kuna
keagamaan yang bersifat khusus. dengan bahasa Bali. Beberapa di antaranya memuat sloka-
sloka Sanskerta dengan terjemahannya dalam bahasa Jawa
c) Tutur Kuna.
Naskah-naskah dengan judul tutur sangat banyak ditemui.
Isinya ternyata tidak saja berkaitan dengan ajaran-ajaran d) Sasana
keagamaan termasuk uraian tentang cosmos, tetapi juga Naskah-naskah dengan judul sasana biasanya memuat
memuat penjelasan-penjelasan pengetahuan-pengetahuan petunjuk-petunjuk kesusilaan dan moral. Misalnya tentang
tertentu, seperti pengetahuan pengobatan, atau penyembuhan aturan tingkah laku seorang anak (putra sasana), seorang
(Welfgang Weck, 1976:V). Ketika membicarakan lontar pendeta (wrati sasana), dan yang lain.
Jnanasiddhanta, Prof. Dr. Haryati Soebadio sempat
membicarakan istilah tutur tersebut dengan detail. Ia e) Niti
menyetujui pendapat Zoetmulder yang menyatakan term tutur Naskah-naskah lontar yang memakai judul niti tidak
adalah terjemahan dari kata smrti dalam bahasa Sanskerta banyak jumlahnya. Sekalipun demikian naskah ini cukup
(1971:3). Smrti berarti ingat. Jadi naskah-naskah tutur penting, karena memuat aturan-aturan kepemimpinan yang
memuat tafsiran, kajian oleh seorang ahli terhadap pada masanya pernah dijadikan pedoman oleh seorang raja
ajaran-ajaran yang telah ada. dalam menjalankanpemerintahan atau dalam menghadapi
Juynboll memasukkan sejumlah naskah yang tidak musuh-musuhnya. Beberapa naskah yang juga dapat
memakai judul tutur dalam bagian ini di antaranya yang digolongkan dalam jenis ini di antaranya berjudul Bhagawan
terpenting adalah Bhuwanasangksepa, Bhuwanakosa, Indraloka, Bhagawan Kamandaka dan yang lain.
Wrehaspatitattva dan yang lain, sedangkan Gedong Kirtya (2) Naskah-naskah Kesusastraan :
a) Parwa
Naskah-naskah Parwa merupakan prosa yang diadaptasi c) Kidung
dari bagian-bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan karya sastra kidung adalah karya sastra puisi yang
menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari mempunyai kaidah-kaidah tertentu. Garis besar kaidah-kaidah
karya asli dalam bahasa Sanskerta; kutipan-kutipan tersebut bentuknya adalah mempunyai jumlahsilabel tertentu dalam
tersebar di seluruh taks parwa itu (Zoetmulder, 1983:80). tiap baitnya, dan dalam jumlah silabel tertentu dari bagian
Ada beberapa naskah yang biasanya digolongkan dalam bait tersebut memakai bunyi tertentu (misalnya : bunyi a, i,
bagian ini, di samping sembilan parwa dari 18 parwa u,). Ketika berbicara tentang sastra kidung, Zoetmulder
(astadasaparwa) yang ditemui dalam bahasa Jawa Kuna. pertama-tama menekankan bahwa kidung adalah kata Jawa
Beberapa di antaranya yang terpenting adalah Uttarakanda, asli. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk menulis sebuah
Korawasrama, Agastyaparwa dan sebagainya. penelitian komprehensif mengenai sastra kidung belum tiba.
Alasannya antara lain adalah karena adanya cukup banyak
b) Kakawin naskah-naskah kidung, tetapihanya sedikit saja yang pernah
Kakawin adalah jenis karya sastra puisi Jawa Kuna, yang diterbitkan dan lebih sedikit lagi yang pernah diterjemahkan
berpola kawya India. Garis besar kaidah bentuknya adalah (1983:510). Richard Herman Wallis dalam desertasinya
tiap bait terdiri atas empat baris, tiap baris terbentuk oleh secara teliti mengaitkan sastra kidung dengan musik Bali,
sejumlah silabel tertentu (chanda), dan panjang pendek suara serta menyebutnya juga sebagai ritual singing style
tertentu (gurulaghu). Jumlah karya sastra yang sangat (1979:174-234).
memikat para peneliti sastra Jawa Kuna ini cukup banyak.
Beberapa di antaranya yang terpenting telah dibicarakan, d) Geguritan dan Parikan
tetapi masih cukup banyak yang belum diedit apalagi dikaji Geguritan dan Parikan adalah karya sastra Bali yang
secara ilmiah. Naskah-naskah kakawin yang dimaksud adalah dibentuk oleh pupuh (pupuh-pupuh). Pupuh tersebut diikat
naskah-naskah yang dikarang di Bali. oleh beberapa kaidah (disebut pada lingsa), yaitu banyaknya
baris dalam tiap bait, banyaknya suku kata dalam tiap baris, masing jenis naskah tersebut tidak jelas, kecuali naskah uwug
dan bunyi akhir tiap-tiap baris. Ada 46 buah pupuh yang telah (rusak,rereg), yang biasanya khusus memuat uraian tentang
dicatat, di antaranya sepuluh buah di antaranya yang banyak kehancuran suatu daerah atau kerajaan karena perang misalnya.
dipakai. Karya sastra geguritan yang jumlahnya ratusan itu, Naskah-naskah dengan judul babad di antaranya yang terbanyak
biasanya memakai bahasa Bali. Naskah-naskah yang ditemui.
memakai judul parikan biasanya berupa saduran-saduran dari Ada pula sejumlah naskah sejarah yang tidak
naskah-naskah parwa, atau kakawin. Penelitian terhadap jenis menyertakan istilah-istilah di atas dalam judulnya. Menurut
naskah ini baru sedikit dilakukan. Di antaranya dapat Juynboll yang terpenting di antaranya adalah : Ken Arok atau
disebutkan beberapa penelitian penting yang dilakukan oleh Pararaton, dan Tattwa Sunda.
Dr. C. Hooykaas.
(4) Naskah-naskah Pengobatan atau Penyembuhan :
e) Satua Naskah-naskah pengobatan atau penyembuhan yang
Satua adalah cerita rakyat Bali. Sebagian besar dalam biasanya memakai judul usada pada kesempatan ini ingin kami
bentuk lisan, kemudian dijadikan naskah (tertulis). Ada pula tonjolkan, bukan semata-mata karena jumlahnya yang relatif
beberapa di antaranya yang telah dibicarakan misalnya oleh banyak, tetapi juga karena sudah semakin disadari manfaat asli
Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus, dan Dr. C. Hooykaas. dari naskah-naskah tersebut dalam pengembangan pengetahuan
kedokteran dan farmasi misalnya. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
dalam menyambut pendirian Baliologi secara khusus
mengharapkan supaya penelitian terhadap naskah-naskah usada
(3) Naskah-naskah Sejarah dan Mitologi : ini diprioritaskan.
Jenis naskah yang memuat uraian sejarah dan mitologi Dr. Wolgang Weck dalam pengantar tulisannya tentang
biasanya memakai judul babad, pamancangah (atau bancangah), pengetahuan penyambuhan di Bali antara lain menyatakan bahwa
Usana, prasasti dan uwug (rusak,rereg). Perbedaan masing- penyelidikannya pertama-tama terbatas pada metode
penggarapan-penggarapan (orang sakit) yang dilakukan orang Ada beberapa naskah yang dapat dikelompokkan karena
Bali serta obat-obatan yang dipakainya; kemudian oleh karena menguraikan pengetahuan tertentu, misalnya tentang
hasil yang diperolehnya tidak memuaskan (hasil-hasil tersebut ia pengetahuan kearsitekturan, lexikographi dan tatabahasa, hukum,
dapati secara lisan), ia mengalih pada studi mengenai usada- serta perbintangan.
usada, yang di dalamnya diperinci nama-nama penyakit dan Naskah-naskah yang menguraikan pengetahuan
obat-obatan yang diterapkan padanya dan juga gambaran- kearsitekturan biasanya memakai judul Astakosali, Asta kosala,
gambaran (dalam arti : bentuk) penyakit. Tetapi segera ia harus Asta bhumi, Swakarma, Wiswakarma dan yang lain. Terdapat
mengakui bahwa dengan demikian orang hanya bergerak pada sejumlah versi naskah Astakosali. Di samping itu ada pula
permukaan pengetahuan orang Bali tentang kedokteran mereka naskah-naskah yang memuat kode etik arsitek tradisional
dan banyak hal yang tidak dipahami, selama orang tidak (Dharmaning Sangging), dan uraian tentang hal-hal yang
mengindahkan lontar-lontar tutur yang merupakan ajaran-ajaran berhubungan dengan upacara penyucian bangunan (Pemlaspas).
teoritisnya yang juga dianggap sebagai saka guru dasar-dasar Naskah-naskah yang digolongkan sebagai naskah-naskah
kebijaksanaan tertingi dalam pengetahuan penyembuhan lexikographi dan tata bahasa adalah naskah-naskah dengan judul
(1976:V). Pernyataan di atas telah memberikan gambaran tentang Adiswara, Ekalavya, Kretabasa, Suksmabasa, Cantakaparwa,
betapa pentingnya dilakukan penelitian terhadap naskah-naskah Dasanama, beberapa naskah yang memakai judul krakah
usada beserta uraian teoritisnya dalam naskah-naskah tutur, yang (misalnya krakah sastra, krakah modre) dan sebagainya. Naskah
hasilnya mungkin dapat menjadi sumbangan yang khas kepada Ekalavya dan Dasanama tidak saja memuat daftar kata, tetapi
ilmu yang bersangkutan. malah memuat sejumlah makna sinonimnya, sedangkan naskah-
Naskah-naskah tentang pengetahuan penyembuhan tidak naskah krakah antara lain memuat uraian beserta makna dari
semuanya memakai judul usada, malah yang terpenting memakai suatu istilah dalam naskah-naskah tertentu. Itulah sebabnya
judul Buddha Kecapi. naskah-naskah ini sangat penting dijadikan pegangan dalam
mempelajari naskah-naskah lontar.
(5) Naskah-naskah Pengetahuan Lain :
Naskah-naskah hukum juga ditemukan dalam diharapkan merupakan informasi yang menyeluruh dengan
kepustakaan Bali. Beberapa di antaranya yang penting adalah : memberi penonjolan pada jenis-jenis naskah yang penting.
Adigama, Dewagama, Kutara Manawa, Purwadhigama. Naskah-
naskah hukum yang lebih banyak bercorak Bali di antaranya III. USAHA PENYELAMATAN
berjudul Kretasima, Kertasima, Subak, Paswara, Awig-awig. Usaha pencatatan naskah-naskah lontar yang dilakukan
Naskah-naskah yang memuat pengetahuan astronomi oleh Dr. Haryati Soebadio dengan kawan-kawan dari Universitas
biasanya memakai judul wariga dan Sundari. Naskah-naskah Indonesia (1973), Institut Hindu Dharma (1975), dan Jurusan
jenis ini banyak dijumpai. Uraian di dalamnya terlait Bahasa dan Sastra Bali Fakultas Sastra Unud (1977 dan 1981)
denganmasalah-masalah pertanian, misalnya penentuan iklim, memberikan gambaran bahwa dalam masyarakat Bali masih
hari baik atau hari buruk untuk suatu pekerjaan, sampai pada tersebar naskah-naskah klasik yang sebagian besar ditulis di atas
penenrtuan hari-hari baik untuk upacara keagamaan. daun rontal. Naskah-naskah tersebut di samping dimiliki oleh
Pada bagian yang membicarakan naskah-naskah orang-orang yang berminat pada naskah-naskah tersebut, tetapi
pengetahuan ini telah ditonjolkan beberapa kelompok saja. Kami tidak sedikit menjadi koleksi orang-orang yang secara kebetulan
menyadari masih ada kelompok lain yang untuk mewarisinya dari orang tuanya. Oleh karena itu naskah-naskah
membicarakannya perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti tersebut sering tidak mendapat perhatian yang semestinya,
terlebih dahulu (misalnya naskah-naskah mistik dan tenung). sehingga ada kecenderungan untuk rusak, lapuk, atau mungkin
Uraian tentang jenis-jenis naskah di atas sesungguhnya terjual kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
masih bersifat sangat umum, dan terhadap pengelompokkannya Sebagaimana diketahui Pulau Bali berada di daerah tropis dan
pun agaknya masih dapat diajukan keberatan-keberatan. beriklim lembab, iklim yang demikian akan mempercepat lapuk
Adanya banyak naskah dengan berbagai macam isinya, serta dan rapuhnya naskah-naskah rontal tersebut.
disajikan dalam beberapa bentuk (prosa atau puisi), adalah Penyelamatan naskah-naskah rontal sesugguhnya telah
beberapa sebabnya. Sekalipun demikian informasi yang diberikan dilakukan oleh kolektor-kolektor rontal di Bali, yang jumlahnya
relatif banyak. Adanya peringatan hari suci Saraswati, yang
datang setiap : 210 hari, di mana para kolektor naskah Dr. Haryati Soebadio pernah menyatakan bahwa usaha
mengumpulkan naskah-naskah yang dimilikinya (tentunya juga penyelamatan naskah Kuna tentu saja tidak meliputi sekedar
membersihkannya), adalah kegiatan penyelamatan masal yang penyimpanan atau pembuatan kopy. Dalam hal naskah asli yang
penting artinya. Di samping itu adanya usaha menyalin rontal- cukup kuna perlu dipikirkan juga preservasi bahan kunanya.
rontal tertentu (terutama yang fungsional) olehpara agamawan Buku rontal yang sudah tua sekali, sehingga lempir-lempirnya
dan budayawan, adalah usaha penyelamatan yang cukup penting mudah retak, misalnya, sebaiknya : dipreservasi dengan setiap
pula. Tetapi bukan mustahil, sejumlah rontal (yang mungkin halaman helai rontal itu dimasukkan secara vacuum ke dalam
sangat penting) dapat terlepas dari perhatiannya. selubung plastik. Dengan demikian setiap helai rontal itu dapat
Pada tahun 1928 didirikanlah Gedong Kirtya di Singaraja. dipegang-pegang untuk dibaca tanpa bahaya akan retak
Tujuan pendiriannya dengan tegas dinyatakan untuk melacak, (1973:14). Dalam kemajuan teknologi sekarang pasti ada cara-
menyelamatkan, dan memelihara naskah-naskah rontal, baik yang cara penyelamatan naskah-naskah kuna yang lebih baik
berbahasa Jawa Kuna, Jawa Tengahan, Bali dan Sasak. Di (pembuatan mikrofilm?).
samping Gedong Kirtya Singaraja, Lembaga rontal Fakultas Usaha yang dilakukan oleh Dr. Hooykaas patut dicatat di
Sastra Universitas Udayana memiliki juga sejumlah rontal sini. Menurut J. L. Swellengrobel, Hooykaas telah berhasil
(sekitar : 750 buah), sedangkan di luar Bali naskah-naskah rontal memproduksi 2.500 teks transliterasi naskah rontal (1980:198).
tersimpan di Perpustakaan Nasional di Jakarta (dulu Karena usaha tersebut berlanjut terus, jumlah itu sekarang pasti
Perpustakaan Bataviasch Genootschap van Kunsten en bertambah.
Wetenschappen), dan Perpustakaan Universitas Negeri Leiden, Sekalipundemikian kami masih mempunyai asumsi
Negeri Belanda. Kita pun mengetahui perhatian besar erhadap bahwa di dalam masyarakat Bali masih tersimpan naskah-naskah
naskah-naskah rontal diberikan juga oleh beberapa Universitas di rontal yang penting. Gedong Kirtya misalnya pernah
Australia dan India, di samping peneliti-peneliti yang datang dari mengumumkan penemuannya tentang naskah pembuatan
Negeri Belanda. racun, serta menyatakan sedang mencari sejumlah rontal yang
diduga masih ada dalam masyarakat. Kasus penemuan rontal
Nagarakretagama masih segar dalam ingatan kita. Begitu lama tama ingin lkami catat. Dikatakannya bahwa kita harus merasa
naskah rontal yang penting itu dianggap sebagai codex uniqus bersyukur karena kita termasuk bangsa yang memiliki tulisan-
(naskah tunggal) dan tersimpan di Negeri Belanda. Baru saja tulisan sendiri, malah sejumlah cara penulisan, sehingga banyak
naskah tersebut dikembalikan kepada Bangsa Indonesia lewat hasil pemikiran nenek moyang kita di berbagai daerah, dapat
Bapak Presiden Suharto, tiba-tiba Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus tersimpan lama sesudah pencipta-pencipta hasil pemikiran ini
mengumumkan penemuan rontal Nagarakretagama yang usianya meninggal, bersatu dengan tanah, air dan udara. Karya-karya
diduga lebih tua kalau dibandingkan dengan naskah yang yang ditinggalkan oleh para nenek moyang ini dapat dipelajari
ditemukan J. L. A. Brandes pada tahun 1894 di puri Cakranagara untuk emperoleh gambaran, meskipun tidak lengkap dan tidak
Lombok. Sampai saat ini tidak diketahui ada tidak kurang dari pula menyeluruh, mengenai kebudayaan pada waktu mereka
lima buah naskah rontal Nagarakretagama. hidup (1974:39). Sedangkan menurut Dr. S. O. Robson, dalam
Oleh karena itu di samping usaha penyelamatan dan karya-karya sastra klasik Indonesia terkandung sesuatu yang
pemeliharaan terhadap naskah-naskah yang telah ada dan penting dan berharga, yaitu sebagian warisan rohani Bangsa
tersimpan dalam beberapa Perpustakaan tersebut di atas, usaha Indonesia. Lebih lanjut sasrtra klasik adalah perbendaharaan
pelacakandan pengumpulan naskah-naskah yang masih pikiran dan cita-cita yang dahulu kala menjadi pedoman
tercecer dalam masyarakat perlu segera dilakukan. Transliterasi kehidupan mereka dan diutamakan. Lantas kalau pikiran dan cita-
naskah sebagaimana dilakukan oleh Dr. C. Hooykaas dan anak cita tersebut penting untuk para nenek moyang, tentulah penting
buahnya, dengan mengikuti cara kerja ilmiah perlu diteruskan. pula untuk zaman sekarang ini (1978:5-6). Kemudian Dr. A.
Teeuw dengan lebih tegas menyatakan bahwa kekayaan rohani
IV. PENUTUP yang tersimpan dalam sastra lama itu sampai sekarang baru hanya
Pada bagian penutup informasi ini kita ingin sebagian kecil digali dan disajikan untuk diselidiki dan dinikmati
menyegarkan ingatan kita tentang perlunya usaha melestarikan oleh kalangan luas. Rakyat Indonesia dalam tahap pembangunan
dan menyebarkan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah- ini memerlukan warisan yang tinggi nilainya ini, sedangkan dunia
naskah kuna tersebut. Ucapan Dr. Harsja W. Bachtiar pertama-
internasional juga mengharapkan sarjana Indonesia akan Khusus tentang penggarapan naskah-naskah Bali, kami
membuka khazanah itu, ...... (1975:11). ingin menekankan bahwa garapan-garapan secara filologis
Terakhir kita meresmikan berdirinya Baliologi, Bapak terhadap naskah-naskah tersebut perlu dilakukan, bersamaan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Nugroho dengan itu juga dibuat sajian aktual yang memuat nilai-nilai luhur
Notosusanto menekankan harus segera dilakukan pengkajian yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut (berupa buku
terhadap puncak-puncak budaya yang ada di daerah-daerah, bacaan untuk sekolah-sekolah misalnya). Sesungguhnya
mengingat kita berada dalam proses perubahan sosial yang pekerjaan itu telah pernah dilakukan, namun kiranya perlu
memerlukan pengimbangan yang bersumber dari kebudayaan dilakukan dengan lebih berencana, bersemangat dan bergairah.
daerah, yang pada akhirnya dapat menjadi kebudayaan nasional Akhirnya kami ingin menutup uraian ini dengan memetik
dengan identitas dan kepribadian Indonesia. beberapa baris sebuah bait kakawin Nirarthaprakreta yang
Dua bidanggarapan pokok dari kegiatan Baliologi sudah mungkin dapat dijadikan bahan renungan.
tentu patut mendapat dukungan, dalam kaitannya dengan duran manduka yan pamuktya wangining tunjung
penerusan nilai-nilai budaya kepada generasi berikutnya. Dua prakirneng banu/
bidang garapan pokok tersebut adalah satu sisi mengadakan ekhasta rahineng kulem tathapi tan wruh punyaning
penelitian secara praktis tentang nilai budaya serta bagaimana pangkaja/
meneruskan sistem nilai itu pada generasi berikutnya. Khususnya bheda mwang gantining madhubrata sakeng doh ndan
tentang penerusan nilai-nilai, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus, wawang sprasaka/ (I.4).
Pimpinan Baliologi menyatakan dapat ditempuh melalui (Mustahillah katak dapat menikmati wangi bunga tunjung
pendidikan formal maupun non-formal. Dalam hal ini nilai yang banyak tersebar di air/
budaya yang abstrak itu diteruskan ke dalam bentuk yang siang malam ia berada bersama-sama, namun ia tidak
konkret. Itulah sebabnya dalam mengerjakan kegiatan Baliologi mengetahui sajian utama yang diberikan oleh bunga tunjung itu/
dilibatkan tiga komponen, yaitu : (1) para sarjana, (2) para berbeda halnya dengan si lebah, dari jauh ia telah
budayawan, (3) para pendidik (1984:3). mengetahuinya/)
Walaupun mengumpamakan dirinya seperti itu, pengarang
I. PENDAHULUAN
kakawin ini pasti tidak ingin berkeadaan seperti katak ang
dilukiskannya itu. Demikian pula agaknya dengan kita yang telah
Prasasti-Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Pasir Jambu,
mengibarkan panji-panji Javanologi, Baliologi dan Sundanologi.
Cidangiang, dan Tugu merupakan kesaksian bahwa kepandaian
tulis-menulis di daerah Sunda telah mulai ada sejak pertengahan
V. KEPUSTAKAAN
abad ke-5 Masehi.Pada waktu itu huruf dan bahasa tulisan yang
di gunakannya adalah huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.Baik
huruf Pallawa maupun bahasa Sansekerta berasal dari India.
Prasasti-prasasti ini di temukan di daerah-daerah Bogor, Banten,
dan Bekasi.
Walaupun dalam jumlah yang kecil dan jarak waktu yang
sangat jarang, tradisi tulis-menulis dalam bentuk Prasasti di
daerah Sunda itu terus Berlanjut.Pertama-tama, adalah prasati di
Daerah Sunda itu terus berlanjut.Pertama-tama, adalah prasasti
Bantarmuncang (4 buah) yang di temukan di Cibadak, Sukabumi
dan di tulis dalam huruf dan bahasa Jawa Kuna serta
bertitimangsa tahun 955 Saka yang sama dengan tahun 1030
Masehi. Kemudian, Prasasti Kawali (5buah),prasasti
KEADAAN DAN JENIS-JENIS NASKAH
Kebantenan , dan prasasti Batutulis yang di tulis dengan huruf
SUNDA dan bahasa Sunda Kuna serta masing-masing di temukan di
Tem-pat :
Ham-pir :
Pin-tar :
Tang-kas :
Cer-mat :
Kaidah ke-2 :
a) Suku kedua dari berbagai hidup berbunyi a, mendapat
ba-dan :
ka-lam :
ra-ja :
den-da : Contoh :
la-ba : ro-da :
lu-bang :
b) Suku kedua dari belakang hidup berbunyi e dan suku
pu-lau :
pertama dari belakang berbunyi a, maka suku kesatu
ki-cau :
dari belakang mendapat alif saksi. Contoh :
su-rau :
ke-ra : Kaidah ke-5 : bila suku terakhir berbunyi wa, ditulis
re-da :
pe-ta : dengan huruf wau ( ) dan alif ().
je-da : Contoh :
le-ga : de-wa :
Kaidah ke-3 : bila suku pertama dan kedua terdiri dari bah-wa :
vokal i, o, dan ai, maka huruf atau konsonan Arab itu diberi saksi ke-ce-wa :
ji-wa :
yak (). Contoh :
Si-wa :
ki-ri : Kaidah ke-6 : bila huruf awal pada suku kata pertama
mi-ni : terdiri dari vokal, maka :
se-ri : a) Kalau vokal itu terus diikuti dengan konsonan, maka
ni-lai : dituliskan alif saja.
li-hai : Contoh :
Kaidah ke-4 : bila suku pertama dan atau kedua hidup an-tar :
in-tan :
berbunyi o, u, dan au ditulis dengan wau ( ) saksi.
un-tung :
un-ta : sa-ing :
en-teng : sa-uh :
b) Kalau suku kata pertama itu berbunyi a saja ditulis ma-u :
dengan alif. Contoh : Kaidah ke-8 : bila suku kata satu dengan yang lain
Kaidah ke-7 : bila suku kata satu dengan yang lain memberikan huruf wau sesudah yak,.
berbentuk a-i dan tanda hamzah di atas wau sesudah alif saksi Contoh :
pedagang : ejaan.
terlepas : Contoh :
se-iring : --
2) Suku kata terakhir berbunyi ai dan au tidak 2) Kata yang huruf terakhirnya terdiri dari perubahan ejaan,
mengalami perubahan ejaan. dan penulisannya disertai dengan huruf hamzah.
Contoh : Contoh :
tu-pai : tupaiku : su-ka : kesuka-an :
ker-bau: kerbaunya : lu-pa : kelupa-an :
3) Suku terakhir terdapat sebuah vokal, perangkaian dengan 3) a. Kata yang huruf terakhirnya terdiri dari vokal u
akhiran itu mengubah ejaan. mengalami perubahan ejaan dan penulisannya disertai
Contoh : dengan penambahan huruf alif.
bu-ku : bukumu : Contoh :
ha-ti : hatinya : ra-mu : ramu-an :
Kata yang sudah berakhiran an, i, dan kan tidak b. Akhiran i merubah ejaan bila disambung dengan vokal
mengalami perubahan ejaan jika dirangkaikan dengan imbuhan u, penulisannya dirangkaikan saja.
yan lain. Contoh :
Contoh : ra-mu : ramu-i :
pergaulan-nya : 4) Vokal i bersambung dengan akhiran an mengubah
menjalani-nya : ejaan, penulisannya dengan cara merangkaikan saja atau
perkataan-mu : dengan menambah alif gantung.
Kaidah ke-15 : perihal akhiran an dan i. Contoh :
1) Kata yang huruf terakhirnya konsonan berubah ejaan. duri : durian :
Contoh : gali : galian :
ta-nam ta-na-(mi) :
sa-yur sa-yu-(ran) :
ta-nam ta-na-(man):
5) Akhiran an dan i mengubah ejaan bila disambung dengan 2. Suku kata kedua dari belakang hidup berbunyi a,
diftong ai dan au, tetapi penulisannya ke dalam huruf
mendapat saksi alif ( ) , tetapi suku kata pertama dari
Melayu a dan i, a dan u dipisahkan menjadi suku baru.
belakang hidup berbunyi a tidak mendapat saksi.
Contoh :
3. Suku kedua dari belakang hidup berbunyi e dan suku
Pakai : pakaian :
pertama dari belakang berbunyi a, maka suku kesatu
Lampau : kelampauan :
dari belakang mendapat alif saksi.
(ke-lam-pa-uan) lampaui : (lam-pa-ui) 4. Bila suku pertama dan kedua terdiri dari vokal i, e dan ai,
6) Akhiran an dan i tidak mengubah ejaan bila suku kata satu maka huruf atau konsonan Arab itu diberi saksi yak (
dengan yang lain vokal : a/u atau a/i atau yang memakai
).
hamzah.
5. Bila suku pertama dan atau kedua hidup berbunyi o, u
Contoh :
Laut : lautan : dan au ditulis dengan wau ( ) saksi.
Kail : kaili : 6. Bila suku terakhir berbunyi wa, ditulis dengan huruf
BAB II
PENGUASAAN KATA-KATA ARAB MELAYU
Bacaan pertama : penulisan suku kata yang diawali dan
diakhiri oleh konsonan dan penggunaan alif saksi.
Bacaan Ketiga : penggunaan yak saksi.
Bacaan Kedua : penggunaan wau saksi.
Bacaan Keempat : penggunaan huruf kaf, qaf, dan
hamzah sebagai penanda bunyi k.
/ /
/
/ /
LATIHAN I
/ Tuliskan kata-kata di bawah ini :
-
! ...
- ,
-
-
- ,
,
.
-
,
-
-
-
,
-
- -
,
Disusun oleh: Drs.Istadiyantha, M.S.
LATIHAN III
Transliterasikan teks berikut ini :
Buku Acuan :
Aidit Rosadi, Drs. dan Muh. Suhud, Drs. 1960. Pelajaran
Membaca dan Menulis Huruf Arab Melayu. Bandung : Penerbit
Peladjar.