Anda di halaman 1dari 8

Krisis Energi di Indonesia: Mengapa dan Harus

Bagaimana
Ditulis oleh Yuli Setyo Indartono

1. Pendahuluan

Lonjakan harga minyak hingga US$ 70/barel mempengaruhi aktifitas perekonomian di


berbagai belahan dunia. Di Indonesia, kemelut tersebut diperparah dengan maraknya
penyelundupan minyak yang ditengarai merugian negara hingga 8.8 trilyun rupiah per
tahun. Penerapan UU Migas No 22 Tahun 2001 juga dituding sebagai penyebab
menurunnya kemampuan Pertamina dalam menyediakan BBM. Maka kelangkaan BBM
merupakan pemandangan yang bisa dijumpai di berbagai daerah di tanah air. Dari segi
APBN, subsidi BBM yang mencapai 25% dinilai sebagai sesuatu yang tidak wajar dan
memberatkan. Krisis BBM ini disinyalir merupakan penyebab melemahnya rupiah
terhadap dolar. Tulisan ini membahas bahaya ketergantungan terhadap BBM dan analisis
sumber energi terbarukan yang layak dipergunakan di Indonesia.

Untuk Indonesia, ada tiga data yang sebenarnya bisa digunakan untuk memprediksi
kemelut BBM saat ini, yakni: (1) Setelah mencapai puncaknya pada tahun 1980-an,
produksi minyak Indonesia terus menurun; dari hampir 1.6 juta barel/hari [12], saat ini
hanya 1.2 juta barel/hari [15, 6], (2) Pertumbuhan konsumsi energi dalam negeri yang
mencapai 10% per tahun [12], dan (3) Kecenderungan harga minyak dunia yang terus
meningkat setelah krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1998 [3].

Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius,
yakni: (1) Menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan
sumur minyak baru), (2) Kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang
lebih besar dari produksi minyak, dan (3) Polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat
pembakaran bahan bakar fosil. Kadar CO2 saat ini disebut sebagai yang tertinggi selama
125,000 tahun belakangan [13]. Bila ilmuwan masih memperdebatkan besarnya cadangan
minyak yang masih bisa dieksplorasi, efek buruk CO2 terhadap pemanasan global telah
disepakati hampir oleh semua kalangan. Hal ini menimbulkan ancaman serius bagi
kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Oleh karena itu, pengembangan dan
implementasi bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan perlu mendapatkan
perhatian serius dari berbagai negara.

Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan berbagai peraturan untuk mengurangi


ketergantungan terhadap bahan bakar fosil (misalnya: Kebijakan Umum Bidang Energi
(KUBE) tahun 1980 dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No
996.K/43/MPE/1999 tentang pioritasi penggunaan bahan bakar terbarukan untuk
produksi listrik yang hendak dibeli PLN). Namun sayang sekali, pada tataran
implementasi belum terlihat adanya usaha serius dan sistematik untuk menerapkan energi
terbarukan guna substitusi bahan bakar fosil.
2. Potensi Sumber Energi Terbarukan di Indonesia

Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah besar.
Beberapa diantaranya bisa segera diterapkan di tanah air, seperti: bioethanol sebagai
pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, mikrohidro, tenaga
surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk membangkitkan
listrik. Hampir semua sumber energi tersebut sudah dicoba diterapkan dalam skala kecil
di tanah air. Momentum krisis BBM saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menata
dan menerapkan dengan serius berbagai potensi tersebut. Meski saat ini sangat sulit untuk
melakukan substitusi total terhadap bahan bakar fosil, namun implementasi sumber
energi terbarukan sangat penting untuk segera dimulai. Di bawah ini dibahas secara
singkat berbagai sumber energi terbarukan tersebut.

2.1 Bioethanol

Bioethanol adalah ethanol yang diproduksi dari tumbuhan. Brazil, dengan 320 pabrik
bioethanol, adalah negara terkemuka dalam penggunaan serta ekspor bioethanol saat ini
[5]. Di tahun 1990-an, bioethanol di Brazil telah menggantikan 50% kebutuhan bensin
untuk keperluan transportasi [8]; ini jelas sebuah angka yang sangat signifikan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Bioethanol tidak saja menjadi
alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun dia mampu menurunkan
emisi CO2 hingga 18% di Brazil. Dalam hal prestasi mesin, bioethanol dan gasohol
(kombinasi bioethanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa
hal, bioethanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioethanol
tidak menciptakan CO2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioethanol. Bioethanol bisa didapat dari
tanaman seperti tebu, jagung, singkong, ubi, dan sagu; ini merupakan jenis tanaman yang
umum dikenal para petani di tanah air. Efisiensi produksi bioethanol bisa ditingkatkan
dengan memanfaatkan bagian tumbuhan yang tidak digunakan sebagai bahan bakar yang
bisa menghasilkan listrik.

2.2 Biodiesel

Serupa dengan bioethanol, biodiesel telah digunakan di beberapa negara, seperti Brazil
dan Amerika, sebagai pengganti solar. Biodiesel didapatkan dari minyak tumbuhan
seperti sawit, kelapa, jarak pagar, kapok, dsb [4]. Beberapa lembaga riset di Indonesia
telah mampu menghasilkan dan menggunakan biodiesel sebagai pengganti solar,
misalnya BPPT serta Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Lingkungan ITB. Kandungan sulfur yang relatif rendah serta angka cetane
yang lebih tinggi menambah daya tarik penggunaan biodiesel dibandingkan solar. Seperti
telah diketahui, tingginya kandungan sulfur merupakan salah satu kendala dalam
penggunaan mesin diesel, misalnya di Amerika. Serupa dengan produksi bioethanol,
pemanfaatan bagian tanaman yang tidak digunakan dalam produksi biodiesel perlu
mendapatkan perhatian serius. Dengan kerjasama yang erat antara pemerintah, industri,
dan masyarakat, bioethanol dan biodiesel merupakan dua kandidat yang bisa segera
diimplementasikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
2.3 Tenaga Panas Bumi

Sebagai negara yang terletak di daerah ring of fire, Indonesia diperkirakan memiliki
cadangan tenaga panas bumi tak kurang dari 27 GW [16]. Jumlah tersebut tidak jauh dari
daya total pembangkitan listrik nasional yang saat ini mencapai 39.5 GW [14].
Pemanfaatan tenaga panas bumi di Indonesia masih sangat rendah, yakni sekitar 3% [16].
Tenaga panas bumi berasal dari magma (yang temperaturnya bisa mencapai ribuan
derajad celcius). Panas tersebut akan mengalir menembus berbagai lapisan batuan di
bawah tanah. Bila panas tersebut mencapai reservoir air bawah tanah, maka akan
terbentuk air/uap panas bertekanan tinggi. Ada dua cara pemanfaatan air/uap panas
tersebut, yakni langsung (tanpa perubahan bentuk energi) dan tidak langsung (dengan
mengubah bentuk energi). Untuk uap bertemperatur tinggi, tenaga panas bumi tersebut
bisa dimanfaatkan untuk memutar turbin dan generator yang selanjutnya menghasilkan
listrik. Sedangkan uap/air yang bertemperatur lebih rendah (sekitar 100 oC) bisa
dimanfaatkan secara langsung untuk sektor pariwisata, pertanian, industri, dsb. Dengan
adanya UU No 27 Tahun 2003 tentang panas bumi serta inventarisasi data panas bumi
yang telah dilakukan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral [16], maka
eksploitasi tenaga panas bumi ini bisa segera direalisasikan untuk mengurangi
ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil.

2.4 Mikrohidro

Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil (bisa mencapai beberapa
ratus kW). Relatif kecilnya energi yang dihasilkan mikrohidro (dibandingkan dengan
PLTA skala besar) berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal
tanah yang diperlukan guna instalasi dan pengoperasian mikrohidro. Hal tersebut
merupakan salah satu keunggulan mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan. Mikrohidro cocok diterapkan di pedesaan yang belum terjangkau listrik dari
PT PLN. Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan
ketinggian tertentu. Energi tersebut dimanfaatkan untuk memutar turbin yang
dihubungkan dengan generator listrik. Mikrohidro bisa memanfaatkan ketinggian air
yang tidak terlalu besar, misalnya dengan ketinggian air 2.5 m bisa dihasilkan listrik 400
W [7]. Potensi pemanfaatan mikrohidro secara nasional diperkirakan mencapai 7,500
MW, sedangkan yang dimanfaatkan saat ini baru sekitar 600 MW [1]. Meski potensi
energinya tidak terlalu besar, namun mikrohidro patut dipertimbangkan untuk
memperluas jangkauan listrik di seluruh pelosok nusantara.

2.5 Tenaga Surya

Energi yang berasal dari radiasi matahari merupakan potensi energi terbesar dan terjamin
keberadaannya di muka bumi. Berbeda dengan sumber energi lainnya, energi matahari
bisa dijumpai di seluruh permukaan bumi. Pemanfaatan radiasi matahari sama sekali
tidak menimbulkan polusi ke atmosfer. Perlu diketahui bahwa berbagai sumber energi
seperti tenaga angin, bio-fuel, tenaga air, dsb, sesungguhnya juga berasal dari energi
matahari. Pemanfaatan radiasi matahari umumnya terbagi dalam dua jenis, yakni termal
dan photovoltaic. Pada sistem termal, radiasi matahari digunakan untuk memanaskan
fluida atau zat tertentu yang selanjutnya fluida atau zat tersebut dimanfaatkan untuk
membangkitkan listrik. Sedangkan pada sistem photovoltaic, radiasi matahari yang
mengenai permukaan semikonduktor akan menyebabkan loncatan elektron yang
selanjutnya menimbulkan arus listrik. Karena tidak memerlukan instalasi yang rumit,
sistem photovoltaic lebih banyak digunakan. Sebagai negara tropis, Indonesia
diuntungkan dengan intensitas radiasi matahari yang hampir sama sepanjang tahun, yakni
dengan intensitas harian rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 [2]. Meski terbilang memiliki
potensi yang sangat besar, namun pemanfaatan energi matahari untuk menghasilkan
listrik masih dihadang oleh dua kendala serius: rendahnya efisiensi (berkisar hanya 10%)
dan mahalnya biaya per-satuan daya listrik. Untuk pembangkit listrik dari photovoltaic,
diperlukan biaya US $ 0.25 - 0.5 / kWh, bandingkan dengan tenaga angin yang US $ 0.05
- 0.07 / kWh, gas US $ 0.025 - 0.05 / kWh, dan batu bara US $ 0.01 - 0.025 / kWh [13].
Pembangkit lisrik tenaga surya ini sudah diterapkan di berbagi negara maju serta terus
mendapatkan perhatian serius dari kalangan ilmuwan untuk meminimalkan kendala yang
ada.

2.6 Tenaga Angin

Pembangkit listrik tenaga angin disinyalir sebagai jenis pembangkitan energi dengan laju
pertumbuhan tercepat di dunia dewasa ini. Saat ini kapasitas total pembangkit listrik yang
berasal dari tenaga angin di seluruh dunia berkisar 17.5 GW [17]. Jerman merupakan
negara dengan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin terbesar, yakni 6 GW, kemudian
disusul oleh Denmark dengan kapasitas 2 GW [17]. Listrik tenaga angin menyumbang
sekitar 12% kebutuhan energi nasional di Denmark; angka ini hendak ditingkatkan
hingga 50% pada beberapa tahun yang akan datang. Berdasar kapasitas pembangkitan
listriknya, turbin angin dibagi dua, yakni skala besar (orde beberapa ratus kW) dan skala
kecil (dibawah 100 kW). Perbedaan kapasitas tersebut mempengaruhi kebutuhan
kecepatan minimal awal (cut-in win speed) yang diperlukan: turbin skala besar beroperasi
pada cut-in win speed 5 m/s sedangkan turbin skala kecil bisa bekerja mulai 3 m/s. Untuk
Indonesia dengan estimasi kecepatan angin rata-rata sekitar 3 m/s, turbin skala kecil lebih
cocok digunakan, meski tidak menutup kemungkinan bahwa pada daerah yang
berkecepatan angin lebih tinggi (Sumatra Selatan, Jambi, Riau [10], dsb) bisa dibangun
turbin skala besar. Perlu diketahui bahwa kecepatan angin bersifat fluktuatif, sehingga
pada daerah yang memiliki kecepatan angin rata-rata 3 m/s, akan terdapat saat-saat
dimana kecepatan anginnya lebih besar dari 3 m/s - pada saat inilah turbin angin dengan
cut-in win speed 3 m/s akan bekerja. Selain untuk pembangkitan listrik, turbin angin
sangat cocok untuk mendukung kegiatan pertanian dan perikanan, seperti untuk
keperluan irigasi, aerasi tambak ikan, dsb.

3. Kesimpulan

Krisis energi saat ini sekali lagi mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa usaha
serius dan sistematis untuk mengembangkan dan menerapkan sumber energi terbarukan
guna mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil perlu segera dilakukan.
Penggunaan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan juga berarti
menyelamatkan lingkungan hidup dari berbagai dampak buruk yang ditimbulkan akibat
penggunaan BBM. Terdapat beberapa sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan
yang bisa diterapkan segera di tanah air, seperti bioethanol, biodiesel, tenaga panas
bumi, tenaga surya, mikrohidro, tenaga angin, dan sampah/limbah. Kerjasama antar
Departemen Teknis serta dukungan dari industri dan masyarakat sangat penting untuk
mewujudkan implementasi sumber energi terbarukan tersebut.

4. Daftar Pustaka

1. Anonim, Pembangkit listrik mikrohidro Cinta Mekar,


http://www.wwf.or.id/powerswitch/suara_komunitas/cinta_mekar/.
2. Anonim, Sumber energi terbarukan untuk antisipasi krisis BBM?,
http://www2.dw-world.de/indonesia/wissenschaft_Technik/1.151686.1.html.
3. Anonim, GALFAD Ubah Sampah Jadi Listrik, Bali Post, 15 Februari 2005.
4. Anonim, Biodiesel, energi alternatif, Pikiran Rakyat, 13 Juli 2005.
5. Anonim, "Raja Minyak" Baru itu Bernama Brazil, Kompas, 18 Agustus 2005.
6. Anonim, Soal BBM jangan saling menyalahkan, Pikiran Rakyat, 25 Agustus
2005.
7. Anonim, Di Mana Air Mengalir, Listrik bisa Dihasilkan, Kompas, 15 September
2005.
8. Goldemberg, J., Macedo, IC., Brazilian alcohol program: An overview, Energy for
Sustainable Development, Vol 1 No 1, May 1994.
9. Panaka, P., Technology Waste Conversion into Energy, Integrated Capacity
Strengthening ICS-CDM/JI Project Waste to Energy, B2TE-BPPT, Jakarta, 2004.
10. PSE-UI, INDONESIA ENERGI Outlook & Statistics 2000, PSE-UI Jakarta 2002.
11. Rahman, B., Biogas, Sumber Energi Alternatif, Kompas, 8 Agustus 2005.
12. Sari, AP., Kehidupan tanpa minyak: masa depan yang nyata, Pelangi,
www.pelangi.or.id .
13. Service, RF., Is it time to shoot for the Sun?, Science Vol 309, July 22, 2005, 548-
551.
14. Seymour, F., Sari, AP., Restrukturisasi di tengah reformasi, dalam: Sari, AP.,
Salim, N., Elyza, R., Listrik Indonesia: Restrukturisasi di tengah reformasi,
Pelangi, www.pelangi.or.id .
15. Tobing, M., Bencana BBM menunggu di depan, Kompas, 11 Juli 2005.
16. Wahyuningsih, R., Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di
Indonesia, Direktorat Inventarisasi Mineral, Energi dan Sumber Daya Mineral,
www.dim.esdm.org.id.
17. World Energy Survey, 2001 Survey of Energy Resources, WEC 2001.
Ini 15 Negara dengan Cadangan Minyak Terbesar di
Dunia
Widi Agustian - Okezone
Selasa, 6 Maret 2012 11:25 wib

Ilustrasi. (Foto: Corbis)


PADA 2011, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengestimasikan cadangan minyak
terbukti di dunia sebanyak 1,35 triliun barel. Artinya, di dalam bumi masih ada minyak
sebanyak itu yang menunggu diangkat ke permukaan.

Kebanyakan, negara-negara penghasil minyak yang eksisting sekarang ini berasal dari
Timur Tengah, Teluk Meksiko, dan beberapa daerah lainnya di dunia.

Seperti dikutip dari CNBC, Selasa (6/3/2012), berdasarkan data dari Energy Information
Administration dan CIA World Factbook, berikut ini adalah negara-negara yang memiliki
cadangan minyak terbesar di dunia.

1. Saudi Arabia.
Cadangan minyak tercatat mencapai 262,6 miliar barel, atau 17,85 persen dari total
cadangan minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 10,52 juta barel, konsumsi
minyak 2,64 juta barel, dan ekspor ke AS 1,47 juta barel.

2. Venezuela.
Cadangan minyaknya mencapai 211,2 miliar barel, atau 14,35 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 2,38 juta barel, konsumsi minyak 746
ribu barel, dan ekspor ke AS 759 ribu barel.

3. Kanada.
Cadangan minyaknya mencapai 175,2 miliar barel atau 11,91 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 3,48 juta barel, konsumsi minyak
2,21 ribu barel, dan ekspor ke AS 2,32 juta barel.

4. Iran.
Cadangan minyaknya mencapai 137 miliar barel, atau 9,31 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 4,25 juta barel, dan konsumsi minyak
1,85 ribu barel.

5. Irak.
Cadangan minyak terbuktinya mencapai 115 miliar barel, atau 7,82 persen dari total
cadangan minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 2,64 juta barel, konsumsi
minyak 694 ribu barel, dan ekspor ke AS 403 ribu barel.

6. Kuwait.
Cadangan minyaknya mencapai 104 miliar barel, atau 7,07 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 2,45 juta barel, konsumsi minyak 354
ribu barel dan ekspor ke AS 145 ribu barel.

7. Uni Emirat Arab.


Cadangan minyaknya mencapai 97,8 miliar barel, atau 6,65 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 2,81 juta barel, konsumsi minyak 545
ribu barel, dan ekspor ke AS 10 ribu barel.

8. Rusia.
Cadangan minyaknya mencapai 60 miliar barel, atau 4,08 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 10,27 juta barel, konsumsi minyak
2,2 juta barel dan ekspor ke AS 275 ribu barel.

9. Libya.
Cadangan minyaknya mencapai 44,3 miliar barel, atau 3,15 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 1,79 juta barel, konsumsi minyak 289
ribu barel, dan ekspor ke AS 71 ribu barel.

10. Nigeria.
Cadangan minyak terbuktinya mencapai 37,2 miliar barel, atau 2,53 persen dari total
cadangan minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 2,46 juta barel, konsumsi
minyak 279 ribu barel dan ekspor ke AS 529 ribu barel.

11. Kazakhstan.
Cadangan minyaknya mencapai 30 miliar barel, atau 2,04 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 1,61 juta barel, konsumsi minyak 249
ribu barel dan ekspor ke AS 21 ribu barel.

12. Qatar.
Cadangan minyaknya mencapai 25,38 miliar barel, atau 1,72 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 1,44 juta barel, konsumsi minyak 166
ribu barel, dan ekspor ke AS 16 ribu barel.

13. Amerika Serikat (AS).


Cadangan minyaknya mencapai 20,68 miliar barel, atau 1,41 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 9,68 juta barel, dan konsumsi minyak
19,15 juta barel.

14. China.
Cadangan minyaknya mencapai 14,8 miliar barel, atau 1,01 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 4,07 juta barel, konsumsi minyak
9,06 juta barel dan ekspor ke AS 8.000 barel.

15. Brasil.
Cadangan minyaknya mencapai 12,86 miliar barel, atau 0,87 persen dari total cadangan
minyak dunia. Total produksinya pada 2010 adalah 2,75 juta barel, konsumsi minyak
2,65 juta barel, dan ekspor ke AS 163 ribu barel. (wdi)

Anda mungkin juga menyukai