Seringkali terjadi perbedaan di kalangan umat Islam dalam memulai puasa, maupun
berhari raya. Perbedaan bukan saja terjadi antara umat Islam di Indonesia, namun terjadi juga
antar umat Islam tanah air dengan umat Islam di negara lain seperti Arab Saudi.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam bahkan dapat
mengganggu kekhusyu`an ibadah serta kemantapan ukhuwah, jika tidak dipahami dengan baik
dan benar. Pertanyaan yang timbul : (1). Mengapa perbedaan seringkali berulang? dan (2).
Apakah perbedaan itu disebabkan perbedaan antara hisab dan rukyat?
Namun dalam banyak kasus yang terjadi perbedaan bukan semata-mata karena perbedaan
antara hisab dan rukyat. Perbedaan itu dapat terjadi karena adanya: perbedaan di kalangan ahli
hisab, perbedaan di kalangan ahli rukyat dan perbedaan di luar hisab dan rukyat.
Perbedaan antara Hisab dan Rukyat. Dalam penentuan awal puasa, Idul Fitri dan Idul
Adha di Indonesia ada dua kelompok masyarakat, ada yang berpedoman pada hisab dan ada yang
berpedoman pada rukyat. Keduanya sulit untuk disatukan karena masing-masing mempunyai
penafsiran yang berbeda atas dasar hokum yang ada
.
:
)
(
Jila kamu melihat (hilal=tanggal) maka ber puasalah dan jika kelak kamu melihatnya,
maka berbukalah (hariraya). Jika terhalang melihatnya maka perkirakan (hisab)
: :
) (
Berpuasalah karena melihat (hilal =tanggal) dan berbukalah karena melihatnya, jika
terhalang oleh sesuatu melihatnya, maka sempurnakan sya`aban 30 hari.
Berpuasalah karena melihat (hilal =tanggal) dan berbukalah karena melihatnya, jika
terhalang oleh sesuatu melihatnya, maka sempurnakan sya`aban 30 hari. (HR Bukhari
Muslim)
Jila kamu melihat (hilal=tanggal) maka ber puasalah dan jika kelak kamu melihatnya,
maka berbukalah (hariraya). Jika terhalang melihatnya maka perkirakan (hisab) (HR
Bukhari Muslim)