Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Habitat

Tumbuhan srikaya (Annona reticulata L.) adalah tumbuhan yang tumbuh

di benua Amerika terutama kawasan Amerika Tengah dan Amerika Selatan dan

juga di Asia tropis diantaranya Thailand, Malasia dan Indonesia. Di Indonesia

terdapat di berbagai daerah yang umumnya ditanam di pekarangan, dibudidayakan

dan mempunyai tinggi 2-7 meter (Rukmana,2002).

2.1.2 Morfologi

Ciri-ciri morfologi tumbuhan srikaya sebagai berikut (Yuniarti T, 2008):

Batang : Batang gilik, percabangan simpodial, ujung rebah, kulit batang coklat

muda.

Daun : Daun srikaya bulat memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,

panjang 6-17cm dan lebar 2,5-7,5 cm, tangkai daun pendek, tulang

daun menyirip, permukaan bawah agak kasar, permukaan daun

warnanya hijau, bagian bawah hijau kebiruan.

Bunga : Bunga tunggal, dalam berkas 1-2 berhadapan atau disamping daun,

dasar bentuk tugu (tinggi), benang sari berjumlah banyak.

Buahnya : Buahnya berbentuk bola atau kerucut, permukaan berbenjolbenjol,

warnanya hijau berserbuk putih, jika sudah masak anak buah akan

memisahkan diri satu dengan yang lainnya, daging buah berwarna

putih, rasanya manis, bijinya berwarna hitam mengkilap.

19

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Kelas : Dycotyledonae

Bangsa : Ranunculales

Suku : Annonaceae

Marga : Annona

Jenis : Annona reticulata L.,

2.1.4 Nama Daerah

Nama daerah dari tumbuhan srikaya adalah sebagai berikut: Delima

bintang, serikaya (Sumatera), sarikaya, srikaya, serkaya (Jawa), sarikaya

(Kalimantan), sirikaya, delima srikaya (Sulawesi), atisi (Maluku). (Yuniarti T,

2008)

2.1.5 Kandungan kimia

Akar dan kulit srikaya mengandung senyawa flavonoid, borneol,

camphor, terpen dan alkaloid, disamping itu akarnya juga mengandung saponin,

tannin dan polifenol. Biji mengandung minyak, resin, dan bahan beracun yang

bersifat iritan. Buah mengandung asam amino, gula buah dan mucilago (Anonim

2010).

2.1.6 Khasiat Tumbuhan

Akar berkhasiat sebagai antiradang, antidepresi, daun berkhasiat sebagai

astringen, antelmentik, antiradang, mempercepat pematangan bisul, asbes, kudis,

luka, borok dan ekzema. Biji berhasiat memacu encim pencernaan, antelmentikum

20

Universitas Sumatera Utara


dan insektisida. Kulit kayu berkhasiat astringen dan tonikum. Buah muda

berkhasiat sebagai disentri dan gangguan pencernaan.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa

aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam

golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa

aktif yang dikandung oleh simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan

cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah

diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai

halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap

oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus (Depkes, 2000).

Menurut Depkes (2000), ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara.

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi

yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetic

sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyarian terhadap maserat pertama dan selanjutnya remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna,

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari beberapa

tahapan, yaitu pengembangan bahan, maserasi antara, dan perkolasi sebenarnya

(penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat.

21

Universitas Sumatera Utara


3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama

sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya

dilakukan menggunakan alat khusus, sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang

lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu 40-500C.

6. Infuns

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)

selama waktu tertentu biasanya 15-20 menit.

7. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30omenit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.3 Gel

Gel didefenisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari

suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau moleikul

organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel umumnya merupakan suatu

sediaan semi padat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif,

22

Universitas Sumatera Utara


merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan

yang saling berikatan pada fase terdispersi. Makromoleikul pada sediaan gel

disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut

dengan gel satu fase. Jika massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil

yang berbeda maka gel ini dikelompokkan dalam dua fase (Ansel 1989).

Polimerpolimer yang biasa digunakan untuk membuat gelgel farmasetik

meliputi gom alam tragakan, pectin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan

bahan sintesis dan semi sintesis seperti metil selulosa, hidroksimetilselulosa,

karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintesis

dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan atau

diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel

(Lachman., dkk, 1994).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik.

Bila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi

antara kedua fase. Berbeda dengan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak

secara spontan menyebar tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang

khusus (Ansel, 1989).

2. Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari moleikul organik dari fase

pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut (air). Umumnya

daya tarik menarik pada pelarut bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari

tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid

hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang

23

Universitas Sumatera Utara


lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung

komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet

(Voigt,1994).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voight, 1994) adalah sebagai berikut:

Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

Kemudahan pencuciannya dengan air baik

Pelepasan obatnya baik.

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya

kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan

bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial disamping

penggunaan bahan-bahan seperti balsam, khususnya untuk basis in sangat cocok

pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk

larutan pengawet. Upaya lain yang dilakukan adalah perlindungan terhadap

penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk

menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian kedalam botol, meskipun

telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (voigt,

1994).

2.3.1 Hidroksi propil metilselulose (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri

serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam

eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera

24

Universitas Sumatera Utara


menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga

secara luas banyak digunakan. HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen

pensuspensi dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep.

Sebagai koloid pelindung yang dapat mencegah tetesan air dan partikel dari

penggabungan atau agromerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen

(Rowe., dkk, 2005).

Gambar 1. Struktur kimia hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) (Nisperos


Carriedo dalam Krochta et al., 1994)

2.3.2 Propilen glikol

Propilen glikol banyak yang digunakan sebagai pelarut dan pembawa

dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang

tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilenglikol adalah cairan bening,

tidak berwarna kental dan hampir tdak berwarna, kental dan hampir tidak berbau.

Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa

propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik, dan juga merupakan suatu

zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air dan alkohol.

Propilenglikol juga digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data

25

Universitas Sumatera Utara


klinis telah menunjukkan reaksi iritasi kulit pada permukaan propilen glikol

dibawah 10% dan dermatitis dibawah 2%. (Loden, 2009).

H H H

H C C C H

H H H

Gambar 2. Rumua bangun propilenglikol (Rowe.,dkk, 2005).

2.3.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,

hampir tidak berwarna dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar

diikuti rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe.,dkk, 2005).

O OCH3

OH

Gambar 3. Rumus bangun Metil Paraben (Rowe., dkk, 2005)

Metil paraben banyak digunakan sebagai antimikroba dalam kosmetik,

prodak makanan dan formulasi farmasi dan baik digunakan dalam kombinasi

dengan antimikroba lain. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba

dengan panjangnya rantai alkil. Namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air

sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi

26

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan

dengan penambahan propilenglikol (Rowe.,dkk, 2005).

2.4 Nata De Coco

Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan mikroba Acetobacter

xylinum. Nata dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku air kelapa, limbah

air tahu, limbah industri nanas. Nata de coco adalah nata yang dibuat dengan

bahan baku air kelapa, sebenarnya tidak memiliki rasa, namun karena diolah

menjadi minuman dengan tambahan bahan-bahan perasa maka produk yang

dihasilkan mempunyai rasa yang enak (Suryani dkk, 2005). Nata de coco berasal

dari Filipina, kata coco berasal dari Cocos nucifera, nama latin dari kelapa.

Sementara nama nata diambil dari nama tuan Nata yang telah berhasil

menciptakan nata de coco. Nata de coco memiliki bentuk padat, berwarna putih

seperti kolang-kaling dan terasa kenyal, yang mengandung air cukup banyak

(80%), dan dapat disimpan lama. Nata de coco mengandung nilai nutrisi yang

cukup banyak (Warisno, 2004). Seperti terlihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kandungan nutrisi nata de coco


No. Nutrisi Kandungan Nutrisi (per 100 gram bahan)
1 Kalori 146 kal
2 Lemak 0,2 %
3 Karbohidrat 36,1 mg
4 Kalsium 12 mg
5 Fosfor 2 mg
6 Fe (zat besi) 0,5 mg

Nata de coco adalah selulosa bakteri yang merupakan hasil sintesa dari

gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobakter xylinum (Wahyudi, 2003).

Bakteri Acetobacter xylinum dapat merubah gula sebesar 19% pada medium

menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk dalam media tersebut berupa benang-

benang yang membentuk jalinan-jalinan yang akan menebal menjadi lapisan nata.

27

Universitas Sumatera Utara


Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5. Sedangkan

pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk

pembentukan nata adalah pada suhu kamar antara 28-32oC (Multazam, 2009).

Beberapa industri telah menggunakan selulosa bakteri, misalnya Sony

Corporation mengembangkan audio pembicara (Headphone) dengan

menggunakan selulosa bakteri. Pada awal 1980-an Johnson & Johnson

menggunakan selulosa bakteri sebagai pembawa obat dan perawatan luka.

Ajinomoto Co bersama dengan Mitsubishi Paper Mills di Jepang juga

mengembangkan selulosa bakteri untuk produk kertas (Brown, 1989).

2.5 Kulit

Kulit merupakan organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih

dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan.

Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh

permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari berat total badan. Secara anatomi,

kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam

tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman, dkk,

1994).

Lapisan epidermis terdiri atas :

1. Stratum korneum (lapisan tanduk)

Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas

beberapa sel yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah

menjadi keratin (zat tanduk).

2. Stratum lusidum

28

Universitas Sumatera Utara


Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum, merupakan

lapisan sel tanpa inti.

3. Stratum granulosum

Statum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel dengan sitoplasma

berbutir kasar dan terdapat inti sel diantaranya.

4. Statum granulosum terdiri atas beberapa sel berbentuk poligonal.

5. Stratum basalis terdiri atas selsel kubus yang tersusun vertikal dan

berbaris seperti pagar ( palisade ). (Acherman, 1987).

Dermis atau korium merupakan serabut kolagen yang bertanggung jawab

untuk sifatsifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah,

pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar lemak, kelenjar keringat, otot dan

serabut saraf (Anief, 2000).

Lapisan sub kutan (hipodermis) merupakan lapisan kulit yang terdalam.

Lapisan ini terutamanya adalah lapisan adipose, yang memberikan bantalan dan

isolator panas (Anief 2000).

2.5.1 Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan

selaput lender yang melapisi rongga-rongga dan lubang masuk. Kulit mempunyai

banyak fungsi yaitu di dalamnya tedapat ujung saraf peraba, membantu mengatur

suhu dan mengendalikan hilanggnya air dari tubuh, juga mempunyai sedikit

ekstori, sekretori dan absorbs (Pearce, 2004).

2.5.1 Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dan dari seluruh

tubuh dan juga membentuk pelindung terhadap lingkungan. Bagian luar yang kuat

dan kering menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda

29

Universitas Sumatera Utara


pada setiap bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi fisiko kimia seperti

struktur, suhu, pH dan keseimbangan oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari

kulit ditemukan pertama sekali oleh Heus pada tahun 1882 dan kemudian

disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun 1928, yang dianggap bahwa

keasaman digunakan sebagai pelindung dan menyebutnya sebagai pelindung

asam dan beberapa literature saat ini menyatakan bahwa pH permukaan kulit

sebahagian besar asam antara 5,4 dan 5,9.

Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang karena tidak

semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti perbedaan cuaca.

Banyak penelitian mengatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan

sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8, pH permukaan kulit tidak

hanya bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi dapat juga mempengaruhi profil

pH di stratum corneum. (Ansari.,dkk, 2009).

2.6 Absorpsi Obat Melalui Kulit

Tujuan utama penggunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan

efek teraupetik pada tempattempat spesifik di jaringan epidermis dan dermis,

sedangkan obatobat topikal tertentu seperti emoliens ( pelembab), antimikroba

dan deodorant terutama bekerja di permukaan kulit saja. Hal ini memerlukan

penetrasi difusi dari kulit atau absorbsi perkutan (Lachman, dkk., 1994).

Absorbsi obat melalui kulit umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung

obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein

(umumnya keratin) dan 40% air. Stratum korneum sebagai jaringan keratin

bersifat semi fermiabel dan moleikul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif.

30

Universitas Sumatera Utara


Jumlah obat dapat menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi

obat, kelarutannya dalam air. Bahanbahan yang mempunyai sifat larut dalam

keduanya minyak dan air merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui

stratum korneum seperti epidermis dan lapisan- lapisan kulit.

Penetrasi obat kedalam kulit dengan cara difusi adalah melalui :

a. Penetrasi transeluler (menyebrangi sel)

b. Penetrasi intraseluler (antarsel)

c. Penetrasi transappendageal yaitu melalui folikel rambut, keringat, dan

kelenjar lemak (Ansel, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari

sifat fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat pembawa, pH dan

konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yakni apakah kulit

dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies dan kelembaban

yang dikandung oleh kulit (Lachman, dkk., 1994).

2.7 Luka

Luka merupakan rusaknya sebahagian dari jaringan tubuh. Luka sering sekali

terjadi dalam aktivitas sehari-hari. Berdasarkan penyebabnya luka dapat dibagi

atas karena zat kimia, luka termis dan luka mekanis. Pada luka mekanis

berdasarkan luka yang terjadi bervariasi bentuk dan dalamnya, sesuai dengan

benda yang mengenainya.

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi

menjadi :

Luka akut : Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria luka akut adalah luka

31

Universitas Sumatera Utara


baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang

diperkirakan, contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk.

Luka kronis : Luka yang mengalami kegagalan setelah penyembuhan,

dapat karena factor eksogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada

waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan

punya tendensi untuk timbul kembali, contoh : ulkus dekubitus, ulkus

diabetic, ulkus venous dan lain-lain (Prabakti Yudhi, 2005).

2.8 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan infeksi adalah sebab

yang paling penting dari penghambatan penyembuhan luka karena infeksi

mengakibatkan inflamasi dan dapat menyebabkan cidera jaringan. Rangsangan

eksogen dan endogen dapat menimbulkan kerusakan sel selanjutnya memicu

reaksi vaskuler kompleks pada jaringan ikat yang ada pembuluh darahnya. Reaksi

inflamasi berguna sebagai proteksi terhadap jaringan yang mengalami kerusakan

untuk tidak mengalami infeksi meluas tak terkendali. Proses inflamasi sangat

berhubungan erat dengan penyembuhan luka. Tanpa adanya inflamasi tidak akan

terjadi proses penyembuhan luka, luka akan tetap menjadi sumber nyeri sehingga

proses inflamasi dan penyembuhan luka akan cendrung menimbulkan nyeri.

(Anonim 2010)

Proses penyembuhan luka dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi

poliferasi dan penyudahan yang merupakan penyerupan kembali (remodeling)

atau maturasi jaringan.

32

Universitas Sumatera Utara


1. Fase infamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari

kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan

pendarahan, dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan

vasokontriksi. Pengerutan pembuluh yang terputus dan reaksi hemostatis.

Hemostatis tejadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling

melengket dan bersamaan dengan jalan fibrin yang terbentuk membekukan

darah.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin

yang meningkatkan fermiabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,

pembentukan sel radang disertai vasodilatasi setempat menyebabkan

pembengkakan.

2. Fase poliferasi

Fase poliferasi disebut juga fibroflasia karena yang menonjol adalah

proses poliferase fibrolas. Fase ini berakhir dari akhir fase inflamasi

sampai kirakira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat kolagen yang

mempertahankan tepi luka.

3. Fase penyudahan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan

kembali jaringan yang berlebih dan pembentukan jaringan baru, Fase ini

dapat berlangsung berbulanbulan dan dinyatakan berakhir kalau semua

tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua

yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan (Sjamsuhidajat dan

Wim, 1997).

33

Universitas Sumatera Utara


Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang

mati atau rusak dengan jaringan baru oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka

dikatakan sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan

kekuatan jaringan yang mencapai normal. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh

akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak

tersebut dengan membentuk struktur baru, dan fungsional sama dengan keadaan

sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenarasi

yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh factor endogen seperti

umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan dan kondisi metabolik (Anonim

2010).

34

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai