Anda di halaman 1dari 13

TEKANAN INTRAOKULAR DAN GLAUKOMA: APAKAH AKTIVITAS FISIK

MERUPAKAN KEUNTUNGAN ATAU BERESIKO?

Abstrak: tekanan intraokular bisa meningkat karena ketegangan otot, perubahan


posisi tubuh, dan volume respirasi yang menignkat, terutama ketika manuver
Valsava terlibat. Semua faktor ini bisa di dapatkan pada aktivitas fisik, terutama
ketika level hidrasi meningkat. Artikel ini meneliti perubahan tekanan intraokular
ketika dan setelah olahraga. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) bisa
menyebabkan penurunan tekanan perfusi okular yang berhubungan dengan
kemungkinan terjadinya kerusakan mekanis atau iskemik pada kepala saraf optik.
TIO yang menurun setelah berolahraga kemungkinan disebabkan oleh elevasinya
yang menyebabkan peningkatan aliran aqueous ketika melakukan aktivitas fisik.
Disini yang juga diperiksa adalah kemungkinan orang yang memiliki kondisi tubuh
yang lebih lemah yang berolahraga akan mengalami glaukoma. Secara konsekuen,
prevalensi glaukoma yang lebih rendah diharapkan lebih terdapat pada orang yang
berolahraga. Bukti dari topik yang dibahas ini masih kurang dan diharapkan dapat
meningkat oleh adanya pemeriksaan tonometri ketika berolahraga, dan lebih banyak
lagi studi kontril mengenai level hidrasi, dan metode memeriksa keuntungan
olahraga secara keseluruhan tanpa memandang kemungkinan terjadinya glaukoma
eksaserbasi pada pasien yang rentan terhadap perubahan tersebut.

Peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor resiko utama


terjadinya glaukoma. Beberapa kondisi seperti glaukoma kongenital, sudut-tertutup,
dan glaukoma sekunder secara jelas menunjukkan bahwa peningkatan TIO dapat
menyebabkan neuropati optik glaukomatus. Pengobatan untuk menurunkan TOP
telah di demonstrasikan dapat menurunkan progress dari glaukoma. Fluktuasi TIO,
yang terjadi dalam kurun waktu 24 jam dapat berkontribusi terhadap patologi
glaukoma. Ada jarak antara fluktuasi TIO fisiologis dan juga yang disebabkan secara
sporadik dan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan fluktuasi TIO kecil dan
besar, yang juga dapat berhubungan dengan terjadinya glaukoma. Fluktuasi TIO
pada keadaan duduk ketika jam kantor disimpulkan tidak menjadi faktor resiko
independen dari glaukoma. Namun dari pada itu, pengukuran posisi duduk tidak bisa
menggambarkan fluktuasi TIO secara luas, yang terjadi ketika aktivitas-aktivitas
yang dilakukan diluar yang diketahui dapat meningkatkan TIO dalam kurun waktu 24
jam. Fluktuasi TIO signifikan di deteksi oleh pemeriksaan setiap 2 jam selama 24
jam pada pasien dengan sleep apnea obstruktif, terutama pasien yang mendapatkan
terapi jalur nafas bertekanan positif. Prevalensi glaukoma tinggi pada sleep apnea
obstruktif parallel dengan penurunan perfusi tekanan okular dengan kemungkinan
terjadinya kerusakan mekanis atau iskemik dari caput saraf optik (optic nerve head
ONH).
Mencegah fluktuasi besar pada TIO diurnal mungkin sama pentingnya
dengan mempertahankan TIO pada prevensi progress glaukoma. Studi Kolaboratif
Inisial Pengobatan Glaukoma dan Intervensi Glaukoma menemukan bahwa fluktuasi
TIO dapat menyebabkan penurunan lapangan pandang yang lebih hebat. Tujuan
mendeteksi dan menurunkan TIO dalam 24 jam harus dilakukan pada pasien yang
di diagnosis glaukoma dan juga pasien yang memburuk walaupun sudah diberi
pengobatan yang menurunkan TIO. Mencegah atau menurunkan paparan terhadap
peningkatan TIO (episode fluktuasi) bisa meningkatkan prognosis bagi beberapa
pasien suspek glaukoma dan pasien dengan glaukoma. Kunci determinan dari
signifikansi patologis yang berhubungan dengan peningkatan TIO tidak hanya
derajat elevasi, durasi dan frekuensi serta waktu terjadinya, tetapi juga kerentantan
individu terhadap serangan tersebut. Contohnya, patologi yagn berhubungan
dengan tekanan glaukoma normal (NTG) menunjukkan bahwa mata memiliki TIO
yang lebih rendah untuk perubahan neuropati. Peningkatan prevalensi glaukoma
dengan usia menunjukkan kerentanan terhadap fluktuasi TIO dan episode
peningkatan bisa meningkat seiring bertambahnya usia.
Riwayat dari frekuensi dan intensitas partisipasi dalam aktivitas yang
diketahui dapat meingkatkan TIO membuat penderita bisa mengestimasi paparan
fluktuasi TIO. Sebagian besar episode elevasi TIO tampaknya tidak terdeteksi
karena kesulitan memonitor TIO ketika beraktivitas. Studi dari fluktuas iTIO dengan
laju sampling yang tidak sufisien untuk benar-benar mengukur variasi TIO.
Contohnya, pergerakan kepala ketika olahraga dinamis membutuhkan perlakuan
tonometri untuk dilakukan ketika istirahat atau setelah olahraga selesai dilakukan.
Fase isometrik statis yang terjadi ketika angkat beban dan yang bisa dilakukan
tonometri adalah pengecualian. Idealnya, monitoring kontinu selama 24 jam akan
menggambarkan rekaman komplit dari derajat, durasi dan frekuensi elevasi episodik
dan juga fluktuasi TIO secar akeseluruhan. Artikel ini meneliti mekanisme elevasi
TIO dan fluktuasi ketika dan sehabis olahraga. Konsiderasi utamanya adalah
kemungkinan bahwa, selain menguntungkan, olahraga dinamis mungkin bisa
disarankan pada pasien glaukoma, perubahan yang berhubungan dengan aktivitas
fisik bisa bersifat detrimental pada pasien dengan glaukoma atau suspek glaukoma.
Penelitian dari PubMed terhadap TIO telah dilakukan. Jurnal-jurnal yang
membuktikan adanya perubahan TIO ketika dan setelah aktivitas fisik digunakan
untuk memeriksa kemungkinan adanya episode elevasi TIO yang terjadi pada saat
aktivitas fisik bisa meningkatkan outflow aqueous dan menyebabkan penurunan TIO
yang diukur setelah selesai berolahraga.

Mekanisme Manuver Valsava terhadap Peningkatan TIO


Salah satu mekanisme penting dari aktivitas fisik yang berhubunjgan dengan
penignkatan TIO adalah manuver Valsava (VMs), yang terjadi dengan glottis
tertutup, dan VMs parsial berhubungan dengan peningkatan usaha ekspirasi. TIO
yang didapat melalui tonografi ditemukan meningkat dengan menetap ketika
terdapat peningkatan usaha ekspirasi. Contohnya, respirasi dalam menyebabkan
peningkatan maupun penurunan TIO sebanyak 5 mmHg. Pengaruh yang
beruhubungan dengan respirasi bisa lebih besar sesuai dengan keterlibatan
fenomena VM. Dalam hubungannya dengan VM, TIO ditemukan meningkat
sebanyak 40 mmHg pada beberpa orang, terutama mereka yang miopi. Tekanan
intrathoracic yang lebih besar diperlukan untuk inflasi, terutama pada pasien
emfisematus. Penurunan kapasitas paru karena usia mungkin membutuhkan
respirasi yang leih dalam ketika aktivitas fisik dan juga menurunkan intensitas
aktivitas fisik.
Usaha dari otot-otot abdomen ketika aktivitas yang berhubungan dengan VM
juga dapat meningkatan tekanan intrathoracic. Contohnya, ketika peningkatan
ekspiratori dan peningkatan usaha otot abdomen yang berhubungan dengan meniup
balun, stress signifikan dari CM di produksi dalam siklus naik-turunnya tekanan intra-
abdominal dan intra-thoracic. Siklus yang mirip terjadi sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik dan berhubujngan dengan peningkatan volume respirasi. Tekanan
intra-abdominal telah ditunjukkan dapat meningkat secara konsisten ketika tugas-
tugas mengangkat barang statis maupun yang dinamis. Kontrol nafas merupakan
faktor signifikan dari terjadianya perubahan tekanan intra-abdomen ketika
mengangkat barang. TIO secara signifikan meningkat ketika olahraga bench press
dalam jangka yang lama dan disertai dengan menahan nafas.

Usaha Ekspirasi dan Elevasi Tekanan Intrakranial


Dengan mengesampingkan peningkatan TIO, meningkatnya usaha ekspiratori
dan peningkatan tekanan intra-abdomen juga bisa meningkatkan tekanan
intrakranial. Olahraga seperti angkat beban telah dilaporkan berhubungan dengan
banyak respon secara luas seperti stroke, perdarahan cerebral, perdarahan
subarachnnoid, perdarahan konjungtival dan retinal, dan juga lepasnya retina. Ada
yang menyebutkan bahwa elevasi tekanan intrakranial dan TIO bisa berkontribusi
terhadap respon-respon tersebut. Resiko patologi glaukomatus bisa meningkat
ketika peningkatan aktivitas fisik pada peningkatan intrakranial dan TIO
menyebabkan kerusakan kompresif dari lamina cribosa. Mata yang glaucomatus
bisa mengalami penarikan pulsatil karena pulsasi amplitudo okular dan variasi
diurnal yang lebih besar dalam TIO. Peningkatan TIO ketika aktivitas seperti angkat
beban menyugestikan bahwa adanya pelebaran fundus bisa berkontribusi terhadap
respon buruk yang telah dilaporkan seperti lepasnya retina atau perdarahan. Resiko
patologi okular bisa menjadi kontraindikasiangkat beban terutama pada pasien
dengan patologi fundus miopi dan untuk pasien keratoconus dengan peningkatan
suspektibilitas formasi cone ketika TIO meningkat.

Mekanisme Usaha Otot dalam Peningkatan TIO


TIO meningkat ketika kontraksi otot yang terjadi secara terus menerus, dan
ketika relaksasi, akan menurun. TIO diukur pada akhir usaha angkat-beban jangka
pedek pada kapasitas maksimal 80 persen dari individu. Ditemukan bahwa TIO lebih
meningkat ketika VM (rata-rata 4.3 mmHg, 23.1% lebih tinggi dari baseline sebelum
melakukan aktivitas fisik) dibanding ketika VM di hindari (rata-rata 2.2 mmHg, 11.8%
lebih tinggi dari baseline). Subjek diperiksa ketika melakukan usaha angkat beban
pada kapasitas maksimal dengan tidak ada percobaan menggunakan VM. Rata-rata
peningkatan TIO sebesar 115.4% diatas baseline telah diukur. Salah satu TIO
subjek mencapai 46 mmHg ketika usaha kontraksi otot isometrik maksimal. Aktivitas
fisik isometrik yang melibatkan postur jongkok, dengan paha dan betis yang
dipertahankan pada sudut yang tepat, menyebabkan rata-rata peningkatan TIO
sebesar 37%.
Perubahan Posisi Tubuh pada Mekanisme Peningkatan TIO
Peningkatan TIO rata-rata sebesar 4.4 mmHg (kira-kira 25% dari baseline)
dikur dari perubahan posisi duduk menuju suponasi yang mungkin signifikan
terhadap aktivitas fisik seperti sit-up dan weightlifting bench presses. Makin tua usia
biasanya berhubungan dengan penurunan partisipasi olahraga, walaupun, seperti
yang di diskusikan dibawah, ada beberpaa nomer signifikan pada orang yang lebih
tua yang berolahraga. Namun, usia tampaknya membatasi kesempatan orang
melakukan beberapa posisi tubuh dan usaha melakukan aktivtias fisik. Ada beberpa
pengecualian. Atlet 68 tahun memiliki glaukoma setelah melakukan head stand
selama 5 menit setiap hari. Dengan menggunakan obat, TIO nya stabil pada 10
mmHg, tetapi meingkat hingga 40 mmHg ketika berada dalam posisi head stand.
Disamping usaha muskular, tensi otot wajah yang menigkat telah ditunjukkan
berhubungan dengan peningkatan TIO. Glaukomanya memmbaik setelah ia
disarankan untuk tidak melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
Berenang bisa dilakukan sebagai olahraga untuk pasien yang lebih tua. TIO
bisa meningkat ketika berenang melibatkan respirasi dalam dan derajat penggunaan
otot nafas buatan. Rata-rata elevasi TIO pada posisi duduk saat menggunakan
beberapa tipe kacamata renang adalah 4.5 mmHg. Untuk lima tipe kacamata renang
yang di evaluasi, rata-rata peningkatannya adanlah 10.1 mmHg dan 13.4 mmHg
tetapi sekali lagi, hal ini merupakan temuan dalam posisi duduk. Selain tipe
kacamata yang digunakan saat berenang, elevasi TIO bisa secara signifikan lebih
tinggi daripada posisi duduk menurut lama penggunaan dan pengaruh volume
respirasi yang meningkat, posisi tubuh horizontal, dan derajat penggunaan otot nafa
sbuatan. Selain itu, posisi tubuh yang pronasi telah ditunjukkan dapat meningkatkan
TIO lebih tinggi dari posisi supinasi. Dengan pengecualian back stroke, semua
swimming strokes yang melibatkan posisi pornasi dan usaha otot yang berlebih,
meningkatknya laju respirasi dan kemungkinan penggunaan kaca mata. Sangat
mungkin bahwa TIO meningkat karena salah satu atau beberapa mekanisme ketika
berenang yang telah ditemukan meningkat pada angkat beban statis.
Pengaruh Lain pada TIO
Peningkatan TIO apapun yang berhubungan dengan aktivitas fisik juga bisa
dipengaruhi oleh faktor lain seperti medikasi sebelum-olahraga, intake caffeine pada
kopi, teh, cola, minuman berenergi atau cokelat susu, dan merokok, yang semuanya
diketahui memiliki potensi meningkatkan TIO. Elevasi karena minum air tidak
diperlukan pada pasien normal, tetapi pada pasien glaukomatus, terutama yang
kapasitas output aqueousnya sangat rendah, hal ini bisa menjadi patologis.
Contohnya, tes minum air yang di administrasikan melalui pasien NTG ditemukan
memiliki TIO yang lebih tinggi secara signifikan dibanding kontrol normal. TIO
ditemukan lebih menurun secara progresif ketika olahraga yang membuat dehirasi,
tetapi relatif stabil ketika hidrasi terjaga. Level hidrasi juga bisa mempengaruhi TIO
bergantung pada intensitas olahraga dan durasi,emperatur ambient dan kelembaban
serta kesempatan minum air sebelum, saat, dan setelah olahraga. Nafas berat
dengan membuka mulut mengeringkat mulut, tertama saat kelembaban rendah.
Memiliki suplai air yang cukup sebelum, saat, dan setelah olahraga bisa
menyebabkan ingesti air yang lebih sering dan over hidrasi dalam hubungannya
dengan olahraga.

TIO yang Lebih Rendah Langsung Ditemukan Setelah Menyelesaikan Olahraga


Dinamis
TIO ditemukan lebih rendah dari baseline pada subjek sehat setelah
melakukan rentetan olahraga chest press tetapi kemudian menurun setelah
menyelesaikan set ke dua dan ke tiga dari olahraga yang sama. Bersepeda selama
9 menit ditemukan dapat menyebabkan penurunan TIO. Tonometer Goldmann dan
biomikroskop di siapkan di depan sepeda statis dengan pengukuran yang dilakukan
saat subjek duduk di sepeda (tidak sedang memancal) dengan posisi tubuh yang di
stabilkan oleh instrumen headrest (Saarela V, written communication, 25th May
2015).
Kecuali peningkatan TIO langsung karena kontraksi otot thorax dan abdomen
dan/atau dilakukannya VM, turunnya TIO setelah olahraga berkepanjangan dan/atau
berat secara konsisten telah dilaporkan. Berjalan, contohnya, ditemukan
berhubungan dengan turunnya TIO secara signifikan. Setelah berlari marathon 42
km, TIO ditemukan menurun rata-rata 2.25 mmHg dengan penurunan lebih hebat
pada subjek dengan bacaan baseline yang lebih tinggi. Setelah menyelesaikan
berjalan 110km dengan membawa tas seberat 20km, mengalami rata-rata
penurunan TIO sebesar 4.1 mmHg (26.5%). Penurunan TIO ditemukan dapat
meningkat sesuai durasi berjalan, jogging, dan berlari. TIO yang diukur setelah
olahraga isometrik dan isokinetik ditemukan lebih rendah daripada TIO sebelum
olahraga. Derajat penurunan secara langsung proporsional terhadap intensitas
olahraga dan secara singifikan lebih tinggi untuk olahrag aisokinetik. Pemulihan TIO
ke level sebelum olahraga dilaporkan membutuhkan waktu 10 menit, 15 menit, dan
hingga satu jam.

Alasan yang Mungkin dari Penurunan TIO Setelah Aktivitas Fisik


Meskipun temuan penurunan TIO diukur setalah olahrag secara luas
dilaporkan di literatur, mekanismenya belum secara jelas diketahui. Ada tiga teori
etiologi yang melibatkan penurunan pH darah, peningkatan osmolaritas plasma
darah, dan peningkatan laktat darah. Mekanisme lain yang telah disugestikan dapat
menurunkan TIO melibatkan perubahan autonomik. Hingga respirasi, usaha otot,
dan posisi tubuh, contohnya, bisa berkontribusi terhadap peningkatan TIO, temuan
penurunan peningkatan TIO setelah olahraga bisa dijelaskan melalui beberapa
faktor lain.
Olahraga banyak meningkatkan kebutuhan metabolik jaringan otot dan
bebereapa penyesuaian respiratori dan cardiovascular dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan. Contohnya, peningkatan heart rate, stroke volume, dan cardiac output,
meningkatkan aliran darah ke otot dan kulit, penurunan aliran darah ke oragan lain,
peningkatan konsentrasi sel darah dan pertukaran darah-oksigen serta penurunan
volume plasma darah merupakan perubahan-perubahan yang terjadi ketika
berolahraga. Olahraga menyebabkan peningkatan signifikan dari tekanan darah
arterial (56%) dan denyut nadi (84%) dan TIO secara transien meningkat menurut
level peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah dan hubungannya
dengan peningkatan produksi pasif dari aqueous humor akan meningkatkan TIO.

Penjelasan Lain dari Penurunan TIO Setelah Aktivitas Fisik


Dehidrasi bisa berkontribusi untuk menurunkan produksi aqueous dan
menurunkan TIO. Dehidrasi signifikan tampaknya tidak mungkin dilakukan ketika lap
swimming dan juga, bergantung pada temperatu ambient, ketika aktivitas fisik
sedang sampai ringan yang biasanya dilakukan oleh orang yang lebih tua. Namun,
mekanisme yang dapat menjealskan peningkatan TIO ketika angkat beban statik,
yang bisa melibatkan respirasi yang lebih dalam, VMs, posisi tubuh yang tidak
benar, dan usaha muskular, bisa juga meningkatkan TIO ketika melakukan bentuk
dinamis lain dari olahraga. Kemungkinan-kemungkinan ini membuat adanya
hipotesis yang membantu menjelaskan penurunan TIO yang diukur setelah olahraga
dinamis serta setelah angkat beban statis dan dinamis. Honan Balloon, ocullar
massage, dan pemeriksaan tonografik mengilustrasikan bagaimana peningkatan
TIO bisa menurunkan TIO dengan mempercepat outflow aqueous dari mata.
Menurut hipotesis ini, fasilitas outflow aqueous dan level elevasi TIO ketika
berolahraga bisa menentukan TIO setelah berolahraga. Mekanisme ini bisa
menjelaskan penurunan TIO yang diukur langsung saat selesai berolahraga.

Tekanan Perfusi Okular, Olahraga, dan Resiko Glaukoma


Teori vaskular dari glaukoma mencakup neuropati optik yang berhubungan
yang bisa disebabkan karena reduksi OPP dalam responnya terhadap faktor-faktor
seperti peningkatan TIO dan/atau penurunan tekanan darah. Kurangnya
autoregulasi ONH menyebabkan perfusi okular yang tidak stabil, iskemia, dan
kerusakan reperfusi stress oksidatif. Seri kasus peningkatan TIO dalam
hubungannya dengan neuropati optik iskemik anterior menuntun pada temuan
bahwa peningkatan TIO bisa menjadi faktor resiko patologi ONH iskemik.
Konsekuensi yang mungkin dari tergangguna aliran darah okular adalah kerusakan
ONH yang berhubungan dengan peningkatan sensitivitas karen TIO. Contohnya,
pada pasien glaukoma tensi-rendah, amplitudo perfusi okular yang rendah bervariasi
dengan derajat vasospastik pasien.
Umumnya, tekanan darah yang meningkat bisa mengkompensasi elevasi TIO
ketika aktivitas fisik sehingga variasi TIO bisa dibatasi. Tiga kasus pasien glaukoma
yang mengalami kehilangan penglihatan ketika olahraga telah ditemukan. Telah di
hipotesiskan bahwa perubahan-perubahan ini bisa disebabkan karena tekanan
perfusi okular yang menurun karena darah dialirkan ke organ lain saat olahraga.
Adanya peningkatan TIO ketika berolahraga dalam kombinasinya dengan kegagalan
autoregulasi aliran darah menuju ONH juga bisa berkontribusi terhadap perubahan-
perubahan ini. Peningkatan suspektibilitas untuk menurunkan OPP mungkin juga
bisa menjadi konsekuensi tekanan darah rendah. Contohnya, beberapa studi telah
menunjukkan hubungan antara perfusi diastolic rendah dengan prevalensi insidens
glaukoma yang lebih tinggi sehingga pengobatan antihipertensif bisa meningkatkan
resiko glaukoma. Penurunan tekanan darah dan tekanan perfusi okular telah
dihubungkan dengan galukoma. Studi terbaru yang mempelajari aliran darah
melaporkan penurunan tekanan okular pada pasien glaukoma dibanding dengan
subjek yang nornal.

Glaukoma, Kelemahan, Olahraga


Konsep kelemahan merupakan kata non-spesifik dari kerentanan yang
dihubungkan dengan penurunan cadangan fungsional dan penurunan konsekuen
dari adaptasi terhadap stressor. Kelemahan menyebabkan peningkatan resiko
percepatan penurunan fisik dan kognitif, disabilitas, dan kematian. Penyebab
kelemahan kompleks dan multidimensi berdasarkan faktor genetik, biologis, fisik,
fisiologis, sosial, dan lingkungan. Pemeriksaan kelemahan bergantung pada
akumulasi defisit kesehatan dan index kelemahan yang diterapkan pada National
Population Health Survey of Canada telah ditentukan menurut skor yang didasari
oleh 36 defisit. Defisit kesehatan melibatkan kondisi mental, gangguan fungsional,
perilaku kesehatan yang buruk dan juga gejala. Contohnya, memiliki defisit seeperti
tekanan darah tinggi, diabetes, katarak, glaukoma, tidak adanya aktivitas fisik yang
rutin dan juga memiliki kebiasaan yang kurang baik merupakan bagian dari informasi
yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi index kelemahan
individu.
Seperti kasus kelemahan, level aktivitas fisik pada individu juga dinilai dari
lifespan yang merefleksikan interaksi kompleks dari biologis, fisiologis, dan
sosiologis. Studi longitudinal menemukan bahwa yang relatif lebih fit pada baseline
akan tetap sehat dan menggunakan lebih sedikit layanan kesehatan. Sebaliknya,
mereka yang memiliki index kelemahan yang lebih tinggi lebih cenderung
menggunakan layanan kesehatan lebih sering dan lebih jarang terlibat pada aktivitas
fisik. Temuan-temuan ini menyugestikan bahwa akumulasi defisit yang berhubungan
dengan kelematan merupakan fakta bahwa penuaan, bukan usia, dan pendahuluan
kelemahan pada usia lanjut termanifestasi setidaknya pada usia paruh baya.

Prevalensi Glaukoma pada Orang yang Terbiasa Berlari


Kelemahan rendah konsisten dengan ketahanan yang tinggi dan tidak adanya
indikator kelemahan seperti glaukoma dan katarak dan juga memiliki keterlibatan
yang lebih besar dalam aktivitas fisik. Contohnya, pada sampel 49.005 pria dan
wanita yang melakukan olahraga jalan (sedang) (rata-rata usia 61 +/- 11 tahun) dan
olahraga lari (berat) (rata-rata usia 48 +/- 11 tahun) keduanya berhubungan dengan
penurunan resiko katarak. Hubungan ini mungkin disebabkan karena fungsi
olahraga yang memperlambat formasi katarak tetapi juga mungkin berguna bagi
orang yang berolahraga yang memiliki kelemahan yang lebih rendah yang
sebaliknya, berhubungan dengan penurunan prevensi katarak. Orang dengan
kelemahan yang lebih tinggi yang lebih sering mendapat glaukoma dan katarak
mungkin akan merasa kurang fit untuk berolahraga.
Namun, studi yang melibatkan 29.854 pria pelari telah dilakukan (rata-rata
usia 43.3 +/- 10.7 tahun) tanpa diabetes yang diikuti selama 7.7 tahun. Dua ratus
insiden kasus glaukoma (0.67%) (rata-rata usia +/- SE: 53.6 +/- 7.3) telah dilaporkan
melalui respon kuesioner ketika follow up. Dua ratus orang yang di diangosa
glaukoma tidak termasuk 115 yang telah di diagnosis glaukoma sebelumnya atau
pada tahun survey baseline. Pada akhir survey, 315 subyek (200 + 115 = 1.05%)
telah dilaporkan di diagnosis mengalami glaukoma. Diabetes mellitus yang baru di
diagnosis dan tingginya level glukosa darah berhubungan dengan peningkatan TIO
dan glaukoma tensi-tinggi, dan secara konsekuen, jumlah kasus glaukoma pada
kahir periode survey lebih besar dari 1.05% juka pasien diabetes yang juga
mengalami glaukoma ketika periode survey telah terlibat. Jika 57.1% kasus
glaukoma tidak terdiagnosa diantara 5000 orang Yahudi di atas 59 tahun, mungkin
juga ada angka signifikan kasus yang tidak terdiagnosa dari glaukoma pada akhir
survey sehingga prevalensinya mungkin lebih tinggi. Ketika glaukoma dan partisipasi
aktivitas fisik merupakan dua faktor yang digunakan sebagai indikasi kelemahan,
sampel pelari dan partisipan lomba-lari, yang dikatakan memiliki tingkat kelemahan
rendah, tampaknya memiliki prevalensi glaukoma yang rendah. Namun, daripada
lebih rendah jika di bandingkan dengan orang yang tidak berolahraga, prevalensi
glaukoma dalam sample olahraga berat ini bisa tidak beda atau bahkan lebih besar
dari kelompok yang tidak berolahraga dengan rata-rata usia +/- SE 53.6 +/- 0.73
tahun. Interpretasi temuan studi akan menyugestikan bahwa aktivitas fisik mungkin
tidak meguntungkan sehubungan dengan patologi glaukoma dan mungkin bisa juga
merugikan.
Usia Tua dan Partisipasi dalam Olahraga
Survey di Amerika menemukan penurunan cepat pada level aktivitas fisik
ketika remaja yang seringkali berlanjut ke dewasa muda. Periode dari dewasa muda
hingga ke usia pensiun (sekitar 65 tahun) seringkali meunjukkan pola aktivitas yang
stablil. Setelah pensiun, prevalensi aktivitas dalam aktivitas yang bertenaga seperti
lari, jogging, dan berenang meningkat. Hasil dari tiga survey nasional
megindikasikan bahwa mereka yang berusia di atas 75 tahun, 26.5% dan 15.5%
melakukan paling tidak olahraga sedang atau berat, secara respektif. Jumlah
partisipasi ini mungkin disebabkan karena mereka yang pensiun memiliki waktu lebih
banyak untuk berolahraga dan juga kewaspadaan yang berhubungan dengan
keuntungan dari kesehatan. Motivasi lain mungkin juga berhubungan. Contohnya,
studi dari atlet Australian Masters Games yang berusia 60 89 tahun menemukan
bahwa motivasi untuk berlatih dan berpartisipasi dalam kompetisi berhubungan
dengan nilai yang diletakkan pada kemenangan dan pencapaian.
Sebagai alternatif dari kesimpulan bahwa olahraga mengurangi resiko
memiliki atau berkembangnya glaukoma dan bahwa mungkin beralasan untuk
meyankinkan orang melakukan olahraga dinamis pada pasien glaukoma bisa jadi
bahwa orang yang lebih tidak lemah lebih jarang menderita glaukoma. Namun,
meningkatnya TIO ketika berolahraga bisa meniadakan ekspektasi dan menuntun ke
peningkatan kasus glaukoma pada orang yang berolahraga rutin?

Diskusi
Ulasan dari literatur menemukan bahwa, dengan pengecualian sindrom
dispersi pigmen, gejala Uthoffs, dan beberapa kasus glaukoma berat, olahraga
dinamis regular tidak berbahaya bagia mata, dan hal ini membuat pasien glaukoma
bisa melakukan olahraga dinamis. Temuan ulasan ini menimbulkan pertanyaan
mengenai rekomendasi tersebut. Studi yang dilaporkan oleh Williams terbuk pada
interpretasi bahwa prevalensi glaukoma tidak lebih jarang pada atlet berperforma
tinggi tetapi juga bia lebih tingg idari normal pada kelompok yang memiliki tingkat
kelemahan yang rendah. Interpretasi ini menyugestikan bahwa TIO bisa meningkat
ke level patologis pada orang yang lebih lemah dan orang yang rentan terkena
glaukoma. Kemungkinan bawha kelompok tersebut lebih lemah ditunjukkan oleh
langganan pada majalan lari, pertisipasi dalam acara yang berhubungan dengan lari,
dan bahwa 80% dari mereka bisa berlari dalam acara lari 10 km. Pengukuran
peningkatan TIO ketika angkat beban statis mengarahkan ke kesimpulan bahwa
angkat beban bisa menjadi faktor resiko berkembangnya glaukoma. Kemungkinan
olahraga dinamis yang juga berhubngan dengan peningkatan TIO dan peningkatan
resiko glaukoma di sugestikan dengan adanya bukti yang menunjukkan bahwa
peningkatan volume respirasi, Vms, dan usaha muskular dan juga posisi tubuh,
semuanya bisa meningkatkan TIO.
Hipotesis bahwa olahraga mungkin bisa merugikan orang dengan glaukoma
bisa di tunjang oleh adanya peningkatan TIO ketika olahraga dinamis. Peningkatan
produksi aqueous karena hidrasi sebelum dan rehidrasi ketika sesi olahraga dan
juga peningkatan tekanan darah mungkin bisa mengeksaserbasi mekanisme
peningkatan TIO. Peningkatan TIO meningkatkan outflow aqueous, dan adanya
peningkatan TIO ketika olahraga dinamis dapat membantu menjelaskan bacaan
yang lebih rendah dari abseline ketika selesai berolahraga. Natur siklus peningkatan
volume respirasi ketika berolahraga mungkin bisa berkontribusi terhadap
pneingkatan dan penurunan TIO dan pengaruh pemompaan yang meingkatkan
outlflow aqueous bisa menjadi tambahan mekanisme menurunnya TIO. Contohnya,
bergantung pada temperatur ambient dan juga kelembaban serta intensitas dan
durasi olahraga, TIO bisa di turunkan dengan dehidrasi ketika olahraga. Meskipun
demikian, adanya peningkatan TIO ketika olahraga, yang mungkin tidak
menimbulkan konsekuensi buruk untuk sebagian besar orang, dapat berkontribusi
pada perubahan patologis galukomatus pada orang yang rentan. Pasien dengan
hipertensi okular bisa memiliki TIO yang lebih besar dengan mengganti posisi tubuh.
Tes minum air yang diberikan apda pasien NTG menunjukkan bahwa adanya
puncak TIO yang lebih tinggi dibanding kontrol yang normal. Glaukoma, pasien yang
seringkali mengalami peningkatan TIO dan/atau penurunan fasilitas outlflow,
mungkin berada dalam resiko yang lebih tinggi untuk mengalami peningkatan TIO
daripada orang yang sehat. Peningkatan kerentanan terhadap glaukoma pada orang
yang elbih tua bisa meningkatkan signifikansi elevasi TIO ketika olahraga yang lebih
ringan.
Peningkatan TIO tetap menjadi faktor resiko yang penting untuk glaukoma
dan penurunan TIO masih menjadi pengobatan utama, yang telah dibuktikan
mengurangi insidens glaukom.a moderasi atau penghindaran episode peningkatan
TIO mungkin bisa membantu untuk menentukan manajemen glaukomam. Posisi
tubuh terbalik dan menggunaan otot tambahan, bermain menggunakan instrumen
wind-resistant, dan menggosok mata semuanya berhubungan dengan glaukoma.
Semua aktivitas tersebut diketahui dapat meningkatkan TIO. Partisipasi dalam
aktivitas fisik diketahui menguntungkan bagi kesehatan karena berhubungan dengan
penurunan resiko hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan diabetes contohnya.
Sudah jelas bahwa aktivitas fisik yang sehat seharusnya dilakukan. Namun, dengan
pengecualian angkat beban, tidak jelas dimana bentuk dinamis olahraga bisa secara
potensial berbahaya bagi glaukoma atau bagi orang yang rentan terhadap
glaukoma.
Bisa jadi bahwa, jika TIO meningkat ketika olahrag adinamis, periode TIO
yang lebih rendah dari baseline setelah berolahraga bisa memulihkan kerusakan
yagn berhubungan dengan glaukoma ketika olahraga. Bukti dari topik ini masih
kurang dan akan meningkat dengan pemeriksaan tonometrik ketika olahraga
dinamis, studi yang lebih banyak mengenai kontrol level hidrasi, dan pemeriksaan
keuntungan kesehatan umum yang potensial bagi pasien dengan glaukoma atau
yang rentan terkena glaukoma. Identisikasi faktor resiko yang berhubujngan dengan
glaukoma yang tidak terdiagnosa mungkin penting untuk mencapai kepastian dalam
komunitas. Ulasan ini menyugestikan bahwa peningkatan TIO ketika partisipasi
olahraga dinamis mungkin dapat berkontribusi terhadap onset ataup rogres
galukoma pada individu yang rentan dan menanyakan apakah partisipasi dalam
aktivitas fisik tidak berbahaya atau mungkin menguntungkan, dan apakah boleh
pasien glaukoma melakukan olahraga dinamis. Efek yang menguntungkan dari
intervensi yang secara sukses menurunkan TIO pada pasien glaukoma akan
diturunkan dengan adanya peningkatan TIO yang berhubungan dengan kerja otot,
perubahan posisi tubuh, dan peningkatan volume respirasi, terutama ketika ada
keterlibatan VM. Semua faktor tersebut bisa terdapat ketika berolahraga yang
berhubungan dengan aktivitas seperti olahraga, terutama jika level hidrasi
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai