Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT INSTANSI


PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR MINUM DAN TEKNOLOGI
TEPAT GUNA PENGOLAHAN AIR BERSIH

PEMBIMBING:
dr. Wienta Diarsvitri, M. Sc., PhD

PENYUSUN:
Irzan Trisna 20170420085
Ismu Wahyu Asfiansyah 20170420086
Jessica Alexandria Wu 20170420087
Jiwanda Shondra Aprilianto 20170420088
Jonathan Latumahina 20170420089
Karina Monika Sutjiadi 20170420090
Karina Purwati 20170420091
Duta Putra Sundana 20160420053

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH


RSAL DR. RAMELAN
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya akhirnya referat yang berjudul “PENGOLAHAN AIR BAKU
MENJADI AIR MINUM DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN AIR
BERSIH” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan referat ini merupakan salah satu tugas yang harus
dilaksanakan sebagai bagian dari kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat di RSAL dr. Ramelan Surabaya. Tak lupa ucapan
terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan tugas ini, terutama kepada dr. Wienta Diarsvitri,
M.Sc., PhD yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberi
bimbingan dalam penyusunan referat agar lebih baik.
Kami menyadari jika referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran tentunya kami harapkan dapat membuat referat ini
menjadi lebih baik. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.

Surabaya, Juli 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 PDAM .................................................................................................... 3
2.1.1 Definisi ............................................................................................. 3
2.2 Air PDAM ............................................................................................... 4
2.2.1 Definisi Air Bersih............................................................................. 4
2.2.2 Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih ...................................... 4
2.2.3 Pengolahan Air Bersih ..................................................................... 7
2.2.4 Sistem Distribusi Air Bersih ............................................................ 10
2.2.5 Sistem Pengaliran Air Bersih ......................................................... 12
2.3 Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air untuk Masyarakat ................... 13
2.3.1 Saringan Kain Katun. ..................................................................... 13
2.3.2 Saringan Kapas ............................................................................. 14
2.3.3 Aerasi ............................................................................................. 14
2.3.4 Saringan Pasir Lambat (SPL) ........................................................ 15
2.3.5 Saringan Pasir Cepat (SPC) .......................................................... 16
2.3.6 Gravity-Fed Filtering System ......................................................... 16
2.3.7 Saringan Arang .............................................................................. 17
2.3.8 Saringan air sederhana / tradisional .............................................. 18
2.3.9 Saringan Keramik .......................................................................... 18
2.3.10 Saringan Cadas / Jempeng / Lumpang Batu ............................... 19
2.3.11 Saringan Tanah Liat..................................................................... 20
BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari air merupakan salah satu komponen
yang paling dekat dengan manusia yang menjadi kebutuhan dasar bagi
kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia, oleh karena hal tersebut air
harus tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Selain
merupakan sumber daya alam, air juga merupakan komponen ekosistem
yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya,
yang dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengingat
pentingnya kebutuhan akan air bersih, maka sangatlah wajar apabila sektor
air bersih mendapatkan prioritas penanganan utama karena menyangkut
kehidupan orang banyak (Tambunan, 2014).
Penanganan akan pemenuhan kebutuhan air bersih dapat dilakukan
dengan berbagai cara, disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada.
Di daerah perkotaan, sistem penyediaan air bersih dilakukan dengan sistem
perpipaan dan non perpipaan. Sistem perpipaan dikelola oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) sementara sistem non perpipaan dikelola oleh
masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) adalah Perusahaan yang berbentuk Badan Hukum yang
dapat mengurus kepentingannya sendiri, ke luar dan ke dalam terlepas dari
Organisasi Pemerintah Daerah, seperti PU Kabupaten/ Kotamadya dan lain
sebagainya. Dengan adanya parameter kualitas air, maka dibutuhkan peran
Pemerintah khususnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dalam
pengelolaan bahan air baku air minum sebagai perlindungan kualitas air yang

1
ada dalam parameter kualitas air terutama dalam kelas satu yang digunakan
sebagai air baku air minum (Agustina, 2007).
Kehadiran PDAM dimungkinkan melalui Undang-undang No. 5 tahun
1962 sebagai kesatuan usaha milik Pemda yang memberikan jasa pelayanan
dan menyelenggarakan kemanfaatan umum di bidang air minum. PDAM
dibutuhkan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang layak
dikonsumsi (Agustina, 2007).

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PDAM
2.1.1 Definisi
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 menyatakan bahwa
Perusahaan Daerah (PD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah
perusahaan yang modal/sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dimana
kekayaan perusahaan dipisahkan dari kekayaan Negara. Dalam rangka
pemberian jasa pelayanan tertentu kepada masyarakat hampir semua
Pemerintah Daerah memiliki BUMD, namun tidak semua BUMD
memperoleh keuntungan. BUMD /public enterprise adalah salah satu alat
dalam melakukan regulasi di bidang ekonomi dengan ciri yaitu : dimiliki dan
dikendalikan Pemerintah Daerah; memproduksi hasil (output) untuk
dipasarkan; didirikan karena kegagalan mekanisme regulasi ekonomi
pemerintah (Agustina, 2007).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun
1998, Perusahaan Daerah Air Minum selanjutnya disingkat PDAM
adalah Perusahaan Milik Pemerintah Daerah yang bergerak dalam
bidang pelayanan air minum. Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD), PDAM dikelola atas dasar prinsip-prisip ekonomi
perusahaan dengan tetap mempertahankan fungsi sosial. Terdapat tiga
fungsi jenis struktur organisasi PDAM yang dikembangkan:
1. Tipe A, dengan jumlah pelanggan <5000 pelanggan.
2. Tipe B, dengan jumlah pelanggan sampai dengan 100.000
pelanggan.
3. Tipe C, dengan jumlah pelanggan >100.000 pelanggan.

3
Dalam sistem organisasi ini, kepengurusan PDAM terdiri dari Direksi dan
Badan Pengawas yang anggotanya diangkat oleh Kepala Daerah (Agustina,
2007)

2.2 Air PDAM


2.2.1 Definisi Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan
akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai
batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem
penyediaan air minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah
persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi
dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek
samping (Ketentuan Umum Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990).

2.2.2 Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih


2.2.2.1 Persyaratan Kualitas
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku air bersih.
Persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut (Agustina 2007):
1. Persyaratan fisik
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak
berasa. Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu
udara atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka
batas yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3oC.
2. Persyaratan kimiawi
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam
jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain
adalah : pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium
(Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl),
nitrit, flourida (F), serta logam berat.

4
3. Persyaratan bakteriologis
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan
parasitik yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini
ditandai dengan tidak adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air.
4. Persyaratan radioaktifitas
Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak
boleh mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang
mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.

2.2.2.2 Persyaratan Kuantitas


Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau
dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan
jumlah penduduk yang akan dilayani (Agustina, 2007).
Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air
bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air
bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak
geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat
tinggalnya (Agustina, 2007).

2.2.2.3 Persyaratan Kontinuitas


Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun
musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia
24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan
tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah
di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air
dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap
prioritas pemakaian air. Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam

5
per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 –
18.00 (Agustina, 2007).
Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama
adalah kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air
untuk kehidupan dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan.
Karena itu, diperlukan pada waktu yang tidak ditentukan. Karena itu,
diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat
(Agustina, 2007).
Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu
kecepatan aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2
m/dt. Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga
tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa
distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai
dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi
(Agustina, 2007).

2.2.2.4 Persyaratan Tekanan Air


Konsumen memerlukan sambungan air dengan tekanan yang
cukup, dalam arti dapat dilayani dengan jumlah air yang diinginkan setiap
saat. Untuk menjaga tekanan akhir pipa di seluruh daerah layanan, pada titik
awal distribusi diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mengatasi
kehilangan tekanan karena gesekan, yang tergantung kecepatan aliran, jenis
pipa, diameter pipa, dan jarak jalur pipa tersebut (Agustina, 2007).
Dalam pendistribusian air, untuk dapat menjangkau seluruh area
pelayanan dan untuk memaksimalkan tingkat pelayanan maka hal wajib
untuk diperhatikan adalah sisa tekanan air. Sisa tekanan air tersebut paling
rendah adalah 5mka (meter kolom air) atau 0,5 atm (satu atm = 10 m), dan
paling tinggi adalah 22mka (setara dengan gedung 6 lantai) (Agustina, 2007).

6
Menurut standar dari DPU, air yang dialirkan ke konsumen melalui
pipa transmisi dan pipa distribusi, dirancang untuk dapat melayani konsumen
hingga yang terjauh, dengan tekanan air minimum sebesar 10mka atau 1atm.
Angka tekanan ini harus dijaga, idealnya merata pada setiap pipa distribusi.
Jikatekanan terlalu tinggi akan menyebabkan pecahnya pipa, serta merusak
alat-alat plambing (kloset, urinoir, faucet, lavatory, dll). Tekanan juga dijaga
agar tidak terlalu rendah, karena jika tekanan terlalu rendah maka akan
menyebabkan terjadinya kontaminasi air selama aliran dalam pipa distribusi
(Agustina, 2007).

2.2.3 Pengolahan Air Bersih


Secara umum, pengolahan air bersih terdiri dari tiga aspek, yakni
pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Pada pengolahan secara fisika,
biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan
kimia. Contohnya adalah pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dan lain-lain. Pada
pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor,
tawas, dan lain-lain, biasanya bahan ini digunakan untuk menyisihkan logam-
logam berat yang terkandung dalam air. Sedangkan pada pengolahan secara
biologis, biasanya memanfaatkan mikroorganisme sebagai media
pengolahnya (Henriquez, 2014).
PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), BUMN yang berkaitan
dengan usaha menyediakan air bersih bagi masyarakat, biasanya melakukan
pengolahan air bersih secara fisika dan kimia. Secara umum, skema
pengolahan air bersih di daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut
(Henriquez, 2014):
1. Bangunan Intake (Bangunan Pengumpul Air)
Bangunan intake berfungsi sebagai bangunan pertama untuk
masuknya air dari sumber air. Sumber air utamanya diambil dari air
sungai. Pada bangunan ini terdapat bar screen (penyaring kasar) yang

7
berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut tergenang dalam air,
misalnya sampah, daun-daun, batang pohon, dsb.
2. Bak Prasedimentasi (Optional)
Bak ini digunakan bagi sumber air yang karakteristik turbiditasnya
tinggi (kekeruhan yang menyebabkan air berwarna coklat). Bentuknya
hanya berupa bak sederhana, fungsinya untuk pengendapan partikel-
partikel distrik dan berat seperti pasir, dll. Selanjutnya air dipompa ke
bangunan utama pengolahan air bersih yakni WTP.
3. WTP (Water Treatment Plant)
Ini adalah pokok dari sistem pengolahan air bersih. Bangunan ini
beberapa bagian, yakni koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan
disinfeksi.
Adapun tahapan proses sehingga dihasilkan air bersih adalah seperti berikut
:
1. Koagulasi
Di sinilah proses kimiawi terjadi, pada proses koagulasi ini dilakukan
proses destabilisasi partikel koloid yang terkandung di dalamnya. Tujuan
proses ini adalah untuk memisahkan air dengan pengotor yang terlarut
didalamnya, analoginya seperti memisahkan air pada susu kedelai. Pada
unit ini terjadi rapid mixing (pengadukan cepat) agar koagulan dapat
terlarut merata dalam waktu singkat. Bentuk alat pengaduknya dapat
bervariasi, selain rapid mixing, dapat menggunakan hidrolis (hydrolic jump
atau terjunan) atau mekanis (menggunakan batang pengaduk).
2. Flokulasi
Selanjutnya air masuk ke unit flokulasi. Tujuannya adalah untuk
membentuk dan memperbesar flok (pengotor yang terendapkan). Di sini
dibutuhkan lokasi yang alirannya tenang namun tetap ada pengadukan
lambat (slow mixing) supaya flok menumpuk. Untuk meningkatkan

8
efisiensi, biasanya ditambah dengan senyawa kimia yang mampu
mengikat flok-flok tersebut.
3. Sedimentasi
Bangunan ini digunakan untuk mengendapkan partikel-partikel
koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini
menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya
berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Pada masa kini,
unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi telah ada yang dibuat tergabung
yang disebut unit aselator.
4. Filtrasi
Sesuai dengan namanya, filtrasi adalah untuk menyaring dengan
media butiran. Media butiran ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir slica,
dan kerikil silica dengan ketebalan berbeda. Cara ini dilakukan dengan
metode gravitasi.
5. Disinfeksi
Setelah bersih dari pengotor, masih ada kemungkinan ada kuman
dan bakteri hidup , sehingga ditambahkanlah senyawa kimia yang dapat
mematikan kuman ini, biasanya berupa penambahan chlor, ozonisasi, UV,
pemabasan, dan lain-lain sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yakni
reservoir.
6. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air
bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara gravitasi. Karena
kebanyakan distribusi di Indonesia menggunakan konsep gravitasi, maka
reservoir biasanya diletakkan di tempat dengan posisi lebih tinggi
daripada tempat-tempat yang menjadi sasaran distribusi, bisa diatas bukit
atau gunung.

9
Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA-Instalasi
Pengolahan Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, unit intake, WTP
dan reservoir dapat digunakan dalam satu kawasan dengan ketinggian yang
cukup tinggi, sehingga tidak diperlukan pumping station dengan kapasitas
pompa dorong yang besar untuk menyalurkan air dari WTP ke reservoir.
Pada akhirnya, dari reservoir, air bersih siap untuk didistribusikan melalui
pipa-pia dengan berbagai ukuran ke tiap daerah distribusi.
Sekarang ini, perkembangan metode pengolahan air bersih telah
banyak berkembang, diantaranya adalah sistem saringan pasir lambat.
Perbedaan utama pada sistem ini dengan sistem konvensional adalah arah
aliran airnya dari bawah ke atas (up flow), tidak menggunakan bahan kimia
dan biaya operasinya yang lebih murah. Pada akhir tahun lalu pun, Pusat
Penelitian Fisika LIPI telah berhasil menciptakan alat untuk mengolah air
kotor menjadi air bersih yang layak minum, sistem ini dirancang agar mudah
dibawa dan dapat dioperasikan tanpa memerlukan sumber listrik.

2.2.4 Sistem Distribusi Air Bersih


Sistem distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan dengan
konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah
memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur
sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia,
sistem pemompaan (bila diperlukan), dan reservoir distribusi (Agustina,
2007).
Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan
pompa yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan
menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Juga
termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah
(reservoir distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari

10
suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang digunakan, dan
keran kebakaran (Agustina, 2007).
Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi
adalah tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi
(kontinuitas pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal
dari instalasi pengolahan (Agustina, 2007).
Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air
bersih kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap
memperhatikan faktor kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan
perencanaan awal. Faktor yang didambakan oleh para pelanggan adalah
ketersedian air setiap waktu (Agustina, 2007).
Suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem yaitu
(Agustina, 2007):
1. Continuous System
Dalam sistem ini air minum yang disuplai ke konsumen mengalir
terus menerus selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen
setiap saat dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi di
posisi pipa manapun. Sedang kerugiannya pemakaian air akan cenderung
akan lebih boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, maka jumlah air
yang hilang akan sangat besar jumlahnya.
2. Intermitten System
Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4
jam pada sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap
saat mendapatkan air dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air
dan bila terjadi kebocoran maka air untuk fire fighter (pemadam
kebakaran) akan sulit didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih
besar karena kebutuhan air untuk 24 jam hanya disuplai dalam beberapa

11
jam saja. Sedang keuntungannya adalah pemborosan air dapat dihindari
dan juga sistem ini cocok untuk daerah dengan sumber air yang terbatas.

2.2.5 Sistem Pengaliran Air Bersih


Untuk mendistribusikan air minum kepada konsumen dengan
kuantitas, kualitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan
yang baik, reservoir, pompa dan dan peralatan yang lain. Metode dari
pendistribusian air tergantung pada kondisi topografi dari sumber air dan
posisi para konsumen berada. sistem pengaliran yang dipakai adalah
sebagai berikut (Agustina, 2007):
a. Cara Gravitasi
Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air
mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini
dianggap cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian
lokasi.
b. Cara Pemompaan
Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang
diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke
konsumen. Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau
instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan
tekanan yang cukup.
c. Cara Gabungan
Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan
tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada
kondisi darurat, misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya
energi. Selama periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan
disimpan dalam reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan

12
sebagai cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian
puncak, maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.

2.3 Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air untuk Masyarakat


Ada berbagai macam cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk
mendapatkan air bersih, dan cara yang paling mudah dan paling umum
digunakan adalah dengan membuat saringan air, dan bagi kita mungkin yang
paling tepat adalah membuat penjernih air atau saringan air sederhana. Perlu
diperhatikan, bahwa air bersih yang dihasilkan dari proses penyaringan air
secara sederhana tersebut tidak dapat menghilangkan sepenuhnya garam
yang terlarut di dalam air. Berikut beberapa alternatif cara sederhana untuk
mendapatkan air bersih dengan cara penyaringan air (Aimyaya, 2009) :
2.3.1 Saringan Kain Katun.
Pembuatan saringan air dengan menggunakan kain katun merupakan
teknik penyaringan yang paling sederhana/mudah. Air keruh disaring dengan
menggunakan kain katun yang bersih. Saringan ini dapat membersihkan air
dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh. Air hasil saringan
tergantung pada ketebalan dan kerapatan kain yang digunakan.

Gambar 2.10Saringan Katun (Aimyaya, 2009)

13
2.3.2 Saringan Kapas
Teknik saringan air ini dapat memberikan hasil yang lebih baik dari teknik
sebelumnya. Seperti halnya penyaringan dengan kain katun, penyaringan
dengan kapas juga dapat membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil
yang ada dalam air keruh. Hasil saringan juga tergantung pada ketebalan
dan kerapatan kapas yang digunakan.

Gambar 2.11Saringan Kapas (Aimyaya, 2009)

2.3.3 Aerasi
Merupakan proses penjernihan dengan cara mengisikan oksigen ke
dalam air. Dengan diisikannya oksigen ke dalam air maka zat-zat seperti
karbon dioksida serta hidrogen sulfida dan metana yang mempengaruhi rasa
dan bau dari air dapat dikurangi atau dihilangkan. Selain itu partikel mineral
yang terlarut dalam air seperti besi dan mangan akan teroksidasi dan secara
cepat akan membentuk lapisan endapan yang nantinya dapat dihilangkan
melalui proses sedimentasi atau filtrasi.

14
Gambar 2.12 Aerasi (Aimyaya, 2009)

2.3.4 Saringan Pasir Lambat (SPL)


Saringan pasir lambat merupakan saringan air yang dibuat dengan
menggunakan lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah.
Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan pasir
terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan kerikil.

Gambar 2.13 Saringan Pasir Lambat (Aimyaya, 2009)

15
2.3.5 Saringan Pasir Cepat (SPC)
Saringan pasir cepat seperti halnya saringan pasir lambat, terdiri atas
lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Tetapi arah
penyaringan air terbalik bila dibandingkan dengan Saringan Pasir Lambat,
yakni dari bawah ke atas (up flow). Air bersih didapatkan dengan jalan
menyaring air baku melewati lapisan kerikil terlebih dahulu baru kemudian
melewati lapisan pasir.

Gambar 2.14 Saringan Pasir Cepat (Aimyaya, 2009)


2.3.6 Gravity-Fed Filtering System
Gravity-Fed Filtering System merupakan gabungan dari Saringan Pasir
Cepat (SPC) dan Saringan Pasir Lambat (SPL). Air bersih dihasilkan melalui
dua tahap. Pertama-tama air disaring menggunakan Saringan Pasir Cepat
(SPC). Air hasil penyaringan tersebut dan kemudian hasilnya disaring
kembali menggunakan Saringan Pasir Lambat. Dengan dua kali penyaringan
tersebut diharapkan kualitas air bersih yang dihasilkan tersebut dapat lebih
baik. Untuk mengantisipasi debit air hasil penyaringan yang keluar dari
Saringan Pasir Cepat, dapat digunakan beberapa / multi Saringan Pasir
Lambat.

16
Gambar 2.15 Gravity-Fed Filtering System (Aimyaya, 2009)
2.3.7 Saringan Arang
Saringan arang dapat dikatakan sebagai saringan pasir arang dengan
tambahan satu buah lapisan arang. Lapisan arang ini sangat efektif dalam
menghilangkan bau dan rasa yang ada pada air baku. Arang yang digunakan
dapat berupa arang kayu atau arang batok kelapa. Untuk hasil yang lebih
baik dapat digunakan arang aktif. Untuk lebih jelasnya dapat lihat bentuk
saringan arang yang direkomendasikan UNICEF pada gambar di bawah ini

Gambar 2.16 Saringan Arang (Aimyaya, 2009)

17
2.3.8 Saringan air sederhana / tradisional
Saringan air sederhana/tradisional merupakan modifikasi dari saringan
pasir arang dan saringan pasir lambat. Pada saringan tradisional ini selain
menggunakan pasir, kerikil, batu dan arang juga ditambah satu buah lapisan
injuk / ijuk yang berasal dari sabut kelapa.

Gambar 2.17 Saringan Air Sederhana (Aimyaya, 2009)


2.3.9 Saringan Keramik
Saringan keramik dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
sehingga dapat dipersiapkan dan digunakan untuk keadaan darurat. Air
bersih didapatkan dengan jalan penyaringan melalui elemen filter keramik.
Beberapa filter kramik menggunakan campuran perak yang berfungsi
sebagai disinfektan dan membunuh bakteri. Ketika proses penyaringan,
kotoran yang ada dalam air baku akan tertahan dan lama kelamaan akan
menumpuk dan menyumbat permukaan filter. Sehingga untuk mencegah
penyumbatan yang terlalu sering maka air baku yang dimasukkan jangan

18
terlalu keruh atau kotor. Untuk perawatan saringn keramik ini dapat dilakukan
dengan cara menyikat filter keramik tersebut pada air yang mengalir.

Gambar 2.18 Saringan Keramik (Aimyaya, 2009)


2.3.10 Saringan Cadas / Jempeng / Lumpang Batu
Saringan cadas atau jempeng ini mirip dengan saringan keramik. Air
disaring dengan menggunakan pori-pori dari batu cadas. Saringan ini umum
digunakan oleh masyarakat desa Kerobokan, Bali. Saringan tersebut
digunakan untuk menyaring air yang berasal dari sumur gali ataupun dari
saluran irigasi sawah. Seperti halnya saringan keramik, kecepatan air hasil
saringan dari jempeng relatif rendah bila dibandingkan dengan SPL terlebih
lagi SPC.

Gambar 2.19 Saringan Lempeng (Aimyaya, 2009)

19
2.3.11 Saringan Tanah Liat.
Kendi atau belanga dari tanah liat yang dibakar terlebih dahulu
dibentuk khusus pada bagian bawahnya agar air bersih dapat keluar dari
pori-pori pada bagian dasarnya.

20
BAB 3
KESIMPULAN
Untuk mendapatkan air yang berkualitas dan sesuai dengan standar
kualitas air minum, diperlukan suatu pengolahan air yang bisa menjamin
terpenuhinya kualitas yang diinginkan.Sumber daya air di Indonesia dikelola
oleh Perusahaan Air Minum (PAM) yang mendapatkan wewenang dari
pemerintah dalam pengelolaan kebutuhan konsumsi air bersih bagi
masyarakat dan yang berada di setiap pemerintahan daerah dinamakan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).PDAM merupakan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) yang dituntut dapat memberikan pelayanan umum di
bidang air bersih bagi masyarakat, baik secara kualitas, kuantitas dan
kontinuitas secara profesional dan trasparan.
Air bersih adalah air sehat yang dipergunakan untuk kegiatan manusia
dan harus bebas dari kuman-kuman penyebab penyakit, bebas dari bahan-
bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut. Menurut PDAM,
proses pengolahan air baku terdiri dari aerasi, prasedimentasi, koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, dan reservoir.
Ada berbagai macam cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk
mendapatkan air bersih, dan cara yang paling mudah dan paling umum
digunakanadalah dengan membuat saringan air. Perlu diperhatikan, bahwa
air bersih yang dihasilkan dari proses penyaringan air secara sederhana
tersebut tidak dapat menghilangkan sepenuhnya garam yang terlarut di
dalam air. Beberapa cara yaitu menggunakan saringan kain katun, saringan
kapas, aerasi, saringan pasir lambat (PSL), saringan pasir cepat (PSC),
Gravity-Fed Filtering System, saringan air sederhana / tradisional, saringan
keramik, saringan cadas, dan saringan tanah liat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Dian Vitta. 2007. Analisa Kinerja Sistem Distribusi Air Bersih
Pdam Kecamatan Banyumanik Di Perumnas Banyumanik (Studi Kasus
Perumnas Banyumanik Kel. Srondol Wetan). Tesis. Universitas Diponegoro
Semarang.

Henriquez, Anthony. 2014. Air Bersih. Tiga Serangkai.

Ketentuan Umum Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990.

Tambunan, Ridho Adiputra. 2014. Peran PDAM dalam Pengelolaan Bahan


Air Baku Air Minums sebagai Perlindungan Kualitas Air Minum di Kota
Yogyakarta. Jurnal Ilmiah. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Aimyaya. 2009. Kumpulan Teknik Penyaringan Air Sederhana. Tersedia :


http://aimyaya.com/id/lingkungan-hidup/kumpulan-teknik-penyaringan-
air-sederhana/ . [Diakses tanggal 19 Juli 2018].

22

Anda mungkin juga menyukai