Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di Amerika dilaporkan bahwa lebih kurang 10% dari jumlah anak usia sekolah
mengalami kesulitan belajar (Silver, 1982).WHO melaporkan 5 - 25% dari anak-anak
usia sekolah menderita minimal brain disfungsi atau disfungsi otak minor. Belum ada
data mengenai anakanak usia sekolah yang mengalami minimal brain disfungsi di
Indonesia, karena sering tidak terdeteksi. Anak-anak dengan minimal brain disfungsi
biasanya mengalami kesulitan belajar di sekolah. Kesulitan belajar dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu :
1. retardasi mental
2. gangguan fungsi sistem saraf
3. problema emosional primer
Anak-anak dengan kesulitan belajar karena retardasi mental lebih mudah
dideteksi/dikenal, dan untuk anak-anak ini telah ada wadahnya yaitu Sekolah Pendidikan
Luar Biasa C. Lagi pula gangguan fungsi sistem sarafnya lebih difus, mencakup hampir
semua fungsi kortikal, sehingga tidak akan disinggung dalam makalah ini. Problema
emosional primer yang merupakan penyebab lain dari kesulitan belajar merupakan
bidang psikologi/psikiatri. Yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah anak-anak dengan
kesulitan belajar tertentu/spesifik, yang disebabkan karena gangguan pada beberapa
fungsi sistem saraf pusat atau lebih terkenal dengan nama Minimal Brain Dysfunction (M
.B .D), atau Disfungsi Otak Minor (D.0.M.). Anak-anak dengan D.O.M. sering tidak
terdiagnosis, sehingga tidak mendapat penanganan yang semestinya. Ini mengakibatkan
timbulnya problema sosial dan emosional sekunder. Bila hal ini terjadi, maka akan
merupakan problema hidup (life disability),dimana penanganan akan lebih kompleks.
Minimal Brain Dysfunction (M.B.D) atau Disfungsi Otak Minor terdiri dari berbagai
macam gejala klinis, merupakan suatu sindroma sehingga lebih tepat bila digunakan
nama Minimal Brain Dysfunction Syndrome atau Sindroma Disfungsi Otak Minor
(S.D.O.M.).

1
Anak-anak dengan Minimal Brain Dysfunction (M.B.D). adalah anak-anak dengan
inteligensi mendekati rata-rata, rata-rata (average) atau diatas ratarata dengan kesulitan
belajar dan perilaku (behaviour) yang disertai dengan kelainan fungsi sistem saraf.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis akan mengajukan rumusan masalah
yaitu sebagai berikut :
1. Apakah definisi dari minimal brain dysfungsion?
2. Apa sajakah etiologi dari minimal brain dysfungsion?
3. Apa sajakah tanda dan gejala minimal brain dysfungsion?
4. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada kasus minimal brain dysfungsion?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dan identifikasi masalah, serta untuk menjadikan
pengamatan ini focus terhadap masalah yang melingkupi semua hal tersebut, maka
penulis merumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut :
Apakah intervensi fisisoterapi yang dapat dilakukan pada kasus disfungsi minimal otak?

D. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan pengamatan ini :
1. Mengetahui definisi dari minimal brain dysfungsion.
2. Mengetahui etiologi dari minimal brain dysfungsion.
3. Mengetahui tanda dan gejala minimal brain dysfungsion.
4. Mengetahui proses penatalaksanaan fisioterapi yang diberikan pada kasus minimal
brain dysfungsion.

2
BAB II
ISI

A. Definisi Disfungsi Minimal Otak (DMO)


Istilah yang digunakan untuk menyebut Anak Berkesulitan Belajar (ABB) cukup
beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda.
Kelompok ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain injured,dan minimal
brain dysfunction, kelompok ahli psikolinguistik menggunakan istilah language
disorders, dan selanjutnya dalam bidang pendidikan ada yang menyebutnya dengan
istilah educationally handicaped. Namun istilah umum yang sering digunakan oleh para
ahli pendidikan adalah learning disabilities (Donald, 1967:1 ) yang diartikan sebagai
"Kesulitan Belajar". Karena sifat kelainannya yang spesifik, kelompok anak yang
mengalami kesulitan belajar ini, disebut Specific Learning Disabilities yaitu Kesulitan
Belajar Khusus (Painting, 1983: Kirk, 1989). Dalam dunia pendidikan digunakan istilah
educationally handicapped karena anak-anak ini mengalami kesulitan dalam mengikuti
proses pendidikan, sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan secara khusus
(special education) sesuai dengan bentuk dan derajat kesulitannya (Hallahan dan
Kauffman, 1991). Layanan pendidikan khusus yang dimaksud tidak hanya berkaitan
dengan kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga dalam strategi atau pendekatan
bantuannya. Istilah yang digunakan oleh para medis adalah brain injured, minimal brain
dysfunction, dengan alasan bahwa dari hasil deteksi secara medis anak-anak berkesulitan
belajar mengalami penyimpangan dalam perkembangan otaknya yang diakibatkan oleh
adanya masalah pada saat persalinan atau memang sejak dalam kandungan mengalami
penyimpangan. Penyimpangan perkembangan otak biasanya tidak menimbulkan kelainan
struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi pada
otak (Somad., 1992). Sementara itu para ahli bahasa menyebutnya dengan istilah
language disorders karena anak-anak berkesulitan belajar mengalami gangguan dalam
berbahasa. Gangguan bahasa yang dimaksud meliputi berbahasa ekspresif yaitu
kemampuam mengemukakan ide atau pesan secara lisan, dan berbahasa reseptif yaitu
kemampuan menangkap ide atau pesan orang lain yang disampaikan secara lisan.
Penyebab kesulitan belajar yang paling sering dijumpai adalah Disfungsi Minimal Otak
(Minimal Brain Dysfungsion).

3
DMO merupakan terjemahan dari MBD (Minimal Brain Dysfungsion). DMO
melukiskan adanya gangguan fungsi otak yang ringan (minimal) yang seringkali tidak
dapat terdeteksi oleh pemeriksaan dengan alat canggih seperti CT Scan, MRI, PET Scan.
Gangguan struktural otak yang sangat minimal (tingkat aksonal dendrite,
neurotransmitter). Pemeriksaan diagnostik terhadap DMO yang tepat melalui
pemeriksaan klinis neuropsikologi, yaitu dengan wawancara dan pemeriksaan fisik, tes
tes khusus neuropsikologi yang teliti. Alat-alat bantu diagnostic yang sering dibutuhkan
adalah pemeriksaan EEG dan Brain Mapping.
Anak dengan DMO adalah anak-anak dengan intelegensia mendekati rata-rata, rata-
rata, atau diatas rata-rata (tinggi) dan ketidak mampuan belajar spesifik dan atau kelainan
perilaku, yang disertai dengan penyimpangan fungsi system saraf pusat. Penyimpangan
ini dapat disebabkan oleh faktor genetik, kelainan biokimiawi, kejadian otak pada masa
perinatal (dalam kandungan dan kelahiran), penyakit atau cedera yang terjadi pada tahun-
tahun kritis perkembangan dan maturasi system saraf otak. (Clements,1996)
Tidak termasuk dalam hal ini adalah kesulitan belajar yang disebabkan oleh
lingkungan yang tidak mendukung, intellegensia kurang ( retardasimental/tuna grahita).
B. Etiologi Disfungsi Minimal Otak (DMO)
Banyak faktor sebagai penyebab DMO. Waktu terjadinya adalah pada saat otak
sedang berkembang. Patomekanisme terjadi DMO diakibatkan oleh adanya deviasi atau
kesalahan dalam perkembangan otak. Deviasi tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-
macam sebab :
1. Faktor prenatal : pendarahan ante natal, trauma kehamilan, infeksi janin, gangguan
kekurangan nutrisi/elemen selama kehamilan, obat-obatan tertentu, penyakit
kardiovaskuler, keracunan kehamilan, hiperemesis gravidarum dsb.
2. Faktor natal : persalinan dengan bantuan (tidak spontan atau menggunakan alat),
asfiksia, kelainan letak, premature, berat badan lahir rendah, bayi terlalu besar
3. Faktor postnatal : diare masa neonates, kejang (termasuk kejang demam), trauma
kapitis, infeksi susunan saraf pusat, asfiksia/iskemia serebri.
4. Faktor neurokimiawi
5. Faktor herediter
C. Gejala Disfungsi Minimal Otak (DMO)

4
Simptom (gejala) disfungsi minimal otak (Minimal brain dysfunction) biasanya mulai
tampak pada saat usia taman kanak-kanak, tetapi untuk anak tertentu mungkin belum
tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar. Beberapa simptom spesifik dari
ketidakberfungsian otak minimal antara lain:
1. Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan sikap : membedakan ukuran,
membedakan kiri-kanan dan atas-bawah, orientasi waktu, memperkirakan jarak,
membedakan bagian keseluruhan, memahami keutuhan
2. Gangguan bicara dan komunikasi : kelemahan membedakan stimulus auditif,
perkembangan bahasa yang lamban, seringkali kehilangan pendengaran, seringkali
berbicara tak teratur
3. Gangguan fungsi motorik : seringkali gemetar atau menunjukkan kekakuan gerak,
hiperaktivitas, hipoaktivitas
4. Kemunduran prestasi dan penyesuaian akademik : ketidakcakapan membaca,
ketidakcakapan berhitung, ketidakcakapan mengeja, ketidakcakapan menulis dan
menggambar, kelambanan menyelesaikan pekerjaan, kebimbangan memahami
instruksi
5. Karakteristik emosional : impulsive, eksplosif, kelemahan kendali emosi dan
dorongan, toleransi rendah terhadap frustasi
6. Gangguan proses berpikir : ketidakcakapan berpikir abstrak, umumnya berpikir
konkret, kesulitan membentuk konsep, seringkali berpikirnya tak terorganisir,
keterbatasan tentang memori, seringkali berpikir autistic
Gejala klinis dapat berupa :
1. Kesulitan belajar yang spesifik (satu atau lebih).
2. Hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dengan short attention span.
3. Disfungsi motorik.
4. Problema emosional sekunder.
Gejala-gejala tersebut di atas tidak harus ada seluruhnya, dapat berupa kombinasi dari
satu atau lebih gejala tersebut.
Dari aspek patologi dikatakan, lesi DMO adalah berkaitan dengan fungsi luhur otak,
khusus yang menyangkut gangguan atau kesulitan belajar dan perilaku anak. Kesulitan
balajar pada dari kasus-kasus DMO, merupakan kesulitan belajar dari aspek-aspek

5
tertentu. Misal kesulitan dalam hal berbahasa (disfasia), membaca (disleksia), menulis
(disgrafia), menghitung/matematika (diskalkulia), gerakan trampil (clumsiness), ingatan
(memori), hiperaktivitas dan gejala-gejala neurologi minor. Sehingga kesulitan bejar
dalam DMO sering sekali disebut kesulitan belajar spesifik.
Tanda neurologi minor pada kasus DMO tidak begitu jelas, dan kalau dijumpai sering
menimbulkan keraguan apakah tanda ini merupakan suatu gambaran dari disfungsi atau
variasi normal. Tanda neurologi minor dianggap abnormal bila :
1. Konstelasi tanda neurologi pada usia tertentu dapat memebedakan anak yang
mempunyai resiko gangguan belajar
2. Tanda ini dianggap sah atau valid dalam diagnostic bila disertai dengan gejala
tertentu, antara lain :
a. Gelisah dan overaktif
b. Kurang perhatian atau poor attention
c. Sukar mengendalikan diri atau low self esteem
d. Kurang motivasi
3. Bila dengan perlakuan pengobatan atau psikoterapi, berkurangnya tanda neurologi
minor dapat dijadikan petunjuk adanya perbaikan fungsi belajar. Sehinggan dapat
dijadikan tujuan objektif dari pemantauan terapi
4. Membaik atau memburuknya tanda neurologi minor, dapat dijadikan titrasi
penggunaan terapi medikamentosa
D. Penatalaksanaan Pada Kasus DMO
1. Riwayat medis
Meliputi riwayat pada masa kehamilan (prenatal), perinatal dan posnatal terutama 2
tahun pertama. Aktivitas yang kurang wajar dari sejak bayi : tidak dapat diam dalam
gendongan ibu, berguling-guling dalam box, lari sebelum berjalan, makan tidak dapat
diam di kursi, tidak betah menonton TV dan sebagainya.
Riwayat perkembangan : Biasanya riwayat perkembangan motorik kasar tidak
terlambat, tapi adanya riwayat anak sering tersandung dan jatuh mengingatkan pada
suatu inkoordinasi.

6
Riwayat motorik halus : kesulitan mengikat tali sepatu, mengancing baju, kesulitan
menggunting, melipat dan mewarnai. Adanya riwayat anak sering "bengong" atau
kejang-kejang.
Riwayat keluarga : adanya kasus kesulitan belajar dalam keluarga, hubungan antar
keluarga.

2. Pemeriksaan
Pemeriksaan disfungsi minimal otak terdiri dari :
a. Pemeriksaan neurologic umum
b. Pemeriksaan daya penglihatan dan pendengaran (sensorik input)
c. Pemeriksaan jenis hiperaktivitas (fisiologik atau emosional)
d. Pemeriksaan neurologik minor :
1) Tes keseimbangan :
a) Tes Romberg : anak berdiri dengan kedua kakinya rapat dengan yang lain.
Kedua mata tertutup untuk beberapa detik.
b) Tes tendem gait (tes berjalan) : anak diminta berjalan mengikuti garis
lurus, memutari meja atau kursi, lari ditempat berjalan maju/mundur,
melompat
2) Tes koordinasi :
a) Tes telunjuk ke hidung, terdiri dari : telunjuk-hidung, hidung-telunjuk-
hidung, telunjuk-telunjuk, tumit-lutut-ibu jari kaki
b) Tes diadokhokinesis, terdiri dari : pronasi-supinasi tangan, dorsofleksi-
palmarfleksi, unjung jari telunjuk menyentuh ibu jari secara berulang-
ulang
3) Tes graphestasi : pemeriksa menulis symbol dengan ujung pensil pada telapak
tangan kiri dan kanan, dengan mata tertutup anak dimintamenyebutkan angka
dan huruf yang ditulis, (+) bila terdapat lebih 2 kesalahan tiap tangan dalam
menerka symbol.
4) Tes astereognosis : dengan mata tertutup, anak diminta menyebutkan nama
benda yang ada dalam genggaman tangannya (misal : kunci, uang logam, jam
tangan, cincin, dll)

7
5) Gerak abnormal : gerakan halus pada jari, pergelangan tangan, sendi, lengan,
dan bahu. (+) bila dijumpai gerakan tersebut lebih 10 kali dalam 30 detik.
Gerak abnormal tersebut terdiri dari :
a) Tremor halus
b) Khorea
c) Twitching
3. Penanggulangan
a. Terapi medikamentosa
1) Untuk hiperaktivitas yang berdasarkan fisiologik dapat diberikan
psikostimulan seperti golongan amfetamin, afedrin, dan sebagainya.
Penggunaan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kemunduran
psikis.
2) Pada hiperaktivitas karena keadaan cemas dapat diberikan axiolitik.
Pemberian obat-obat ini tidak tanpa gejala samping, hingga dianjurkan
pemberian dalam jangka waktu pendek dan dosis yang tepat.
3) Obat golongan cerebrometabolikvasodilator dapat diberikan untukstimulasi
metabolism otak.
b. Remedial teaching program : program pendidikan khusus yang diberikan
disekolah dapat memperbaiki penampilan anak.
c. Untuk memebantu anak anak dengan kesulitan belajar secara menyeluruh, para
profesional perlu mengikut sertakan orang tua. Orang tua diberikan keterangan
mengenai kelemahan dan kemampuan dari anaknya, serta bagaimana cara
menanganinya guna memeproleh keberhasilan secara maksimal dan mengurangi
kegagalan seminimal mungkin.
d. Fisioterapi
1) Tens 6 channel, untuk motorik halus dan kasar.
2) Inframerah, untuk rangsangan syaraf di batang otak.
3) Ultra sound untuk motorik halus dan jari.
4) Nebulizer utk terapi paernapasan yang mengalami gangguan kosentrasi dan
memori kesulitan belajar.
5) Alat eeg untuk latihan menstabilkan emosi.

8
6) Brain gym untuk membantu fungsi otak otak yang lebih baik selama proses
pembelajar dan konsentrasi.
7) Baby gym untuk meningkatkan perkembangan motoric, koordinasi, dan
keseimbangan
8) Hidroterapi untuk meningkatkan keseimbangan dan koordinasi gerakan
motoric
9) Terapi bermain untuk meningkatka konsentrasi dan koordinasi

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut kesulitan belajar paling banyak disebabkan
oleh disfungsi minimal otak. Disfungsi minimal otak merupakan gangguan fungsi otak
ringan yang seringkali tidak dapat terdeteksi oleh pemeriksaan dengan alat canggih
seperti CT Scan, MRI, PET Scan. Pemeriksaan diagnostik terhadap DMO yang tepat
melalui pemeriksaan klinis neuropsikologi, yaitu dengan wawancara dan pemeriksaan
fisik, tes tes khusus neuropsikologi yang teliti. Alat-alat bantu diagnostic yang sering
dibutuhkan adalah pemeriksaan EEG dan Brain Mapping. Pemeriksaan neurologik sedini
mungkin pada anak kesulitan belajar untuk mengetahui disfungsi minimal otak, akan
sangat membantu dalam penanggulangan kasus tersebut. Etiologi disfungsi minimal otak
dapat dipengaruhi oleh faktor prenatal, natal, dan postnatal. Gejala klinis dapat berupa :
1. Kesulitan belajar yang spesifik (satu atau lebih).
2. Hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dengan short attention span.
3. Disfungsi motorik.
4. Problema emosional sekunder.
Gejala-gejala tersebut di atas tidak harus ada seluruhnya, dapat berupa kombinasi dari
satu atau lebih gejala tersebut.
Problematik yang dialami oleh anak dengan disfungsi minimal otak adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan koordinasi
2. Gangguan keseimbangan
3. Adanya gerakan abnormal
4. Gangguan motorik halus
5. Gangguan konsentrasi

10
Berdasarkan problematik tersebut intervensi yang dapat dilakukan oleh fisioterapis
adalah :
1. Brain gym
2. Baby gym
3. Hidroterapi
4. Terapi bermain
5. Tens 6 channel, untuk motorik halus dan kasar.
6. Inframerah, untuk rangsangan syaraf di batang otak.
7. Ultra sound untuk motorik halus dan jari.
8. Nebulizer utk terapi paernapasan yang mengalami gangguan kosentrasi dan memori
kesulitan belajar.
9 Alat eeg untuk latihan menstabilkan emosi.

11
Daftar Pustaka
Bush, Jo Wilma & Waugh, Kenneth (1976). Diagnosing Learning Disabilities.
Second Edition,Ohio : Columbus.
Cartwritght, Philip,G.& Cartwritght, A, Carrol ( 1984). Educating Special Learner.
California : Wordswort, Inc.
Hallahan, P. Daniel & Kauffman M. James ( 1991). Excetional Children : Introduction to
Special Education, (Fifth ed.). New Jersey : Prentice Hall Internatinal,Inc.
Permanarian Somad (1992). Pengajaran remidi, Jurusan Pendidikan Luar Biasa,FIP IKIP
Bandung.
Collins RC, Rausch R. Memory and amnesia. In : Pearlman AL, Collins R, ed.
Neurobiologi of deseas. Oxford university press. 1996 ; 243-54.
https://klinikanakkesulitanbelajar.wordpress.com/2015/02/28/elektro-akupuntur-untuk-
kecerdasan/

12

Anda mungkin juga menyukai