Anda di halaman 1dari 7

BAB I

A. Latar Belakang
Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan kelompok berisiko tinggi
terhadap masalah kesehatan sehingga membutuhkan bantuan dan kerjasama
dengan orang lain untuk mendapatkan dan memelihara kesehatan, termasuk dalam
menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka. Kondisi gigi dan mulut yang bersih
dan sehat sangat penting untuk menunjang kehidupan anak-anak tersebut. Oleh
karena itu, para orang tua sebaiknya mempersiapkan anak untuk melakukan
kunjungan ke dokter gigi dan tidak menunda-nunda perawatan agar pengalaman
ke dokter gigi menjadi hal yang positif dan menyenangkan.
Kesehatan gigi merupakan salah satu hal terpenting bagi pertumbuhan
anak. Namun, di Indonesia tidak banyak orang tua yang peduli akan kesehatan
gigi anak, terlebih pada anak dengan kebutuhan khusus (disabled children) &
ldquo. Mereka (anak berkebutuhan khusus) adalah anak-anak yang mengalami
gangguan mental seperi autis, down syndrome dan celebral palsy,&rdquo.
Masalah gigi yang biasanya muncul pada anak berkebutuhan khusus seperti karies
(lubang) gigi, gigi berdarah, dan gigi berjejalan (crowding). Anak - anak
berkebutuhan khusus lebih membutuhkan dibanding anak-anak normal lainnya
karena berbagai keterbatasan yang ada pada mereka, kurang mampu untuk
membersihkan sendiri rongga mulutnya. Sehingga hal ini meningkatkan faktor
resiko kerusakan gigi-gigi dan jaringan lunak disekitarnya.
Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah belum masuk ke SLB (Sekolah
Luar Biasa) yaitu sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak berkebutuhan
khusus. Hal ini semakin meminimkan pelayanan kesehatan bagi mereka. Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS), baru menjangkau anak-anak Sekolah Dasar.
Kesehatan gigi dan mulut anak berkebutuhan khusus umumnya buruk. Sebagian
anak berkebutuhan khusus belum pernah mendapat pelayanan ke spesialis gigi.
Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami :

1. Gangguan fungsi fisik dan motorik yang terdiri dari gangguan pada panca
indera baik sebagian maupun total dan pada anggota tubuh seperti tangan dan
kaki.

2. Gangguan mental antara lain sindrom Down (kondisi keterbelakangan


perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom), cerebral palsy (gangguan yang mengenai sel-sel saraf
motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat
kelainan pada jaringan otak), dan retardasi mental.

3. Gangguan psiko sosial dan perilaku antara lain autism, gangguan


pemusatan perhatian-hiperaktivitas dan aleansi (perasaan menjadi asing terhadap
sesuatu).

1
B. Rumusan Masalah

1. Mengapa anak berkebutuhan khusus beresiko tinggi mengalami


kerusakan gigi?

2. Apa saja masalah kesehatan gigi dan mulut yang dialami anak
berkebutuhan khusus?

3. Bagaimana cara mencegah kerusakan gigi yang dialami anak


berkebutuhan khusus?

4. Bagaimana cara mengatasi kerusakan gigi yang dialami anak


berkebutuhan khusus?

5. Bagaimana cara penanganan dan pemeliharaan kerusakan gigi yang


dialami anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kesehatan


gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus dan mengetahui upaya
penjegahan dan cara mengatasinya.

2
BAB II

Perawatan gigi dan mulut terhadap anak yang mempunyai kebutuhan


khusus (special need) seperti cerebral palsy maupun retardasi mental tidak hanya
terbatas pada hal-hal yang darurat saja seperti pencabutan gigi, namun mereka
perlu juga memperoleh rehabilitasi yang menyeluruh agar gigi dan mulut mereka
dapat berfungsi dengan baik, seperti pembuatan gigitiruan pada kehilangan gigi
dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi pengunyahan serta fungsi
estetisnya.1,2 Berbagai kelainan yang sering ditemukan pada penderita anak yang
berkebutuhan khusus, seperti keadaan retardasi mental dan cerebral palsy,
misalnya pada kasus ini juga sering disertai kelainan pada dentokraniofasial dan
ototnya.
Kelainan tersebut akan menimbulkan masalah dalam kesehatan gigi dan
mulutnya, seperti kesulitan untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut secara
mandiri, kekurang aktifan otot mulut untuk dapat melakukan self cleansing yang
baik, dan keadaan maloklusi yang cukup berat. Kesulitan dalam menangani pasien
anak yang berkebutuhan khusus dapat diatasi jika dokter gigi dapat mempelajari
sifat umum serta manifestasi keadaan fisik dan psikologisnya. Akan tetapi untuk
bekerja secara profesional seorang dokter gigi dapat menentukan sikap sebelum
merencanakan suatu tindakan terhadap seorang penderita.
Jika terdapat suatu kendala, perlu kiranya dirujuk ke dokter gigi yang
memiliki sarana yang lebih lengkap dan keahlian tersendiri dalam menangani
anak. Akan tetapi jika didapatkan suatu kasus kedaruratan, maka dokter gigi
umum sebaiknya dapat melakukan tindakan emergensi dan preventif.

Cerebral palsy
Cerebral palsy dapat ditandai dengan adanya kerusakan motorik yang
disertai kelainan fungsi tubuh dan mental. Pada tahun 2001 United Cerebral Palsy
Foundation memperkirakan bahwa 764.000 anak dan orang dewasa di Amerika
Serikat menderita cerebral palsy. Adanya cerebral palsy dapat menimbulkan
kelainan fungsi tubuh secara fisik dan mental yang menyeluruh atau gangguan-
gangguan pada gaya berjalan, pengamatan, pertumbuhan, atau sensasi. Cerebral
palsy adalah cacat yang umum ditemukan pada anak-anak dan menyerang 2
hingga 25 anak per 1.000 kelahiran di Amerika Serikat. Diagnosis banding dari
cerebral palsy meliputi penyakit metabolisme dan genetik.
Tujuan dari perawatan penderita cerebral palsy adalah untuk memperbaiki
fungsi dan meningkatkan kemampuan umum penderita untuk dapat mandiri.
Kesulitan-kesulitan yang timbul pada penderita cerebral palsy meliputi kejang
kejang dan pemendekan otot, kesulitan pada saat makan, drooling, kesulitan
dalam berkomunikasi, osteopenia, osteoporosis, fraktur, nyeri, fungsi abnormal
pada saluran pencernaan, muntahmuntah, dan konstipasi.

Etiologi
Cerebral Palsy adalah suatu gangguan kondisi neurologi karena kerusakan
otak yang terjadi sebelum perkembangan otak sempurna. Karena perkembangan
otak terus berlanjut selama dua tahun pertama kehidupan, cerebral palsy dapat
diakibatkan oleh kerusakan otak yang terjadi pada periode prenatal, perinatal, atau

3
postnatal. Sebanyak 70-80% kasus cerebral palsy diperoleh pada saat prenatal
dengan penyebab yang tidak diketahui. Komplikasi-komplikasi pada saat
kelahiran yang meliputi asfiksia diperkirakan terjadi pada sekitar 6% pasien
dengan cerebral palsy kongenital. Faktor risiko bayi neonatal dengan bayi cerebral
palsy meliputi kelahiran di bawah usia kehamilan 32 minggu, berat badan di
bawah 2.500 gr, keterlambatan pertumbuhan intrauterine, perdarahan intrakranial,
dan trauma. Pada 10-20% penderita cerebral palsy yang didapat pada saat
postnatal, sebagian besar kerusakan otak terjadi karena bakteri meningitis, virus
encefalitis, hiperbilirubinemia, benturan pada kecelakaan, terjatuh, atau
penyiksaan anak.

Diagnosis
Perkembangan motorik yang terlambat, tonus otot yang abnormal, dan
postur tubuh yang tidak biasa merupakan ciri-ciri dari cerebral palsy. Penilaian
gerak refleks penting dilakukan pada masa kanak-kanak. Pada bayi yang tidak
mengalami cerebral palsy, refleks Moro jarang terjadi setelah umur 6 bulan, dan
refleks gerak tangan jarang berkembang sebelum usia 12 bulan. Refleks gerak
tangan bisa muncul sebelum umur 12 bulan pada pasien dengan spastic
hemiplegia. Penyakit saraf dan metabolisme yang diturunkan secara bertahap
harus disingkirkan sebagai penyebab kelainan. Cara mengetahui cerebral palsy
berdasarkan pada gambaran klinis, pola perkembangan gejala, riwayat keluarga,
dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemungkinan diagnosis yang lebih
spesifik. Tes laboratorium dan imaging cerebral menggunakan tomografi
komputer, magnetic resonance imaging, dan ultrasonik adalah alat-alat yang
digunakan untuk fisik diagnotik. Pengamatan untuk kecacatan yang berhubungan
seperti cacat pendengaran dan penglihatan, kejang-kejang, masalah pada sensasi
rasa dan nyeri, dan gangguan kesadaran dapat membantu untuk melengkapi
penilaian dan menegakkan diagnosis.

Gejala klinis
Sebanyak 70-80% pasien dengan cerebral palsy memiliki gejala klinis
kejang. Tangan dan kaki yang terserang memperlihatkan peningkatan refleks
tendon yang dalam tremor, hipertonisitas otot, kelemahan, dan ciri khas cara
berjalan yang menyilang.
Beberapa hal yang perlu diketahui dokter gigi dalam menangani penderita
cerebral palsy adalahmempertimbangkan pengobatan penderita dengan gerakan
terbatas pada kursi roda, bentuk pemindahan pilihan jika akan dipindahkan dari
kursi roda, usahakan untuk menstabilkan kepala penderita pada semua tahap dari
pengobatan gigi, menempatkan dan mempertahankan penderita pada posisi tegap
di kursi gigi dengan tangan dan kaki sebagai penopang tubuh agar dapat
dikerjakan dengan mudah, memposisikan punggung penderita sedikit lebih tinggi
untuk memperkecil kesulitan menelan, penempatan penderita pada kursi gigi
disesuaikan dengan posisi dari tangan dan kaki tidak melawan anggota badan.
Untuk itu pertimbangkan penggunaan bantal, handuk dan tindakan lainnya
untuk mendukung tubuh dan anggota geraknya. Selanjutnya hal lain yang harus
diperhatikan adalah menggunakan pengendalian fisik secara bijaksana untuk
mengontrol gerakan dari anggota ekstremitas, mengontrol gerakan rahang yang

4
tidak terkendali pilih dari bermacam-macam mouth props dan split finger,
memperkecil refleks kaget, hindari rangsangan yang berupa gerakan tiba-tiba,
keributan, dan cahaya tanpa peringatan terlebih dahulu, pengenalan rangsang
dalam mulut secara lambat, untuk menghindari refleks muntah, pertimbangkan
untuk menggunakan rubber dam untuk prosedur restorasi gigi, dan bekerja secara
efisien dan efektif waktu penderita di kursi untuk menekan kelemahan otot.

Retardasi mental
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi di
bawah normal, disertai kendala dalam penyesuaian perilaku. Gejala tersebut
timbul pada masa perkembangan yaitu di bawah usia 18 tahun. Sedangkan
retardasi mental menurut WHO adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.
1,8,9 Anak yang menderita RM termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Anak
dengan kebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dengan anak normal lainnya
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Penatalaksanaan tindakan
perawatan gigi pada anak dengan kondisi retardasi mental secara umum sama
dengan anak normal, tetapi memerlukan pendekatan secara multidisiplin dan
individual dan tergantung pada derajat RM serta kelainan yang menyertainya
seperti pada kasus ini, pasien RM yang disertai dengan cerebral palsy.
Sebagian besar anak RM yang disertai dengan kelainan berbagai organ
(sindroma) seperti jantung, paru-paru, kelemahan otot-otot (CP) sehingga
memerlukan penanganan dan persiapan lebih intensif. Seperti misalnya pada anak
cerebral palsy yang mempunyai refleks muntah dan sensitifitas yang tinggi pada
rongga mulutnya. Persiapan mental memerlukan perhatian khusus pada anak RM.
Penjelasan mengenai tindakan yang akan diberikan pada penderita RM serta
keluhan yang akan muncul perlu dijelaskan sebelumnya pada keluarga pasien,
mengingat pasien dengan RM sering disertai perilaku yang agresif atau
sebaliknya.
Penanganan pada penderita retardasi mental meliputi pengenalan terhadap
pasien dan keluarga kepada dokter gigi dan staf, berbicara dengan pelan dan
gunakan istilah yang mudah dipahami, memberikan instruksi satu persatu, sambil
memberikan pujian dan hadiah, menciptakan komunikasi yang baik antara dokter
gigi dan pasien, orang tua sebaiknya mendampingi anaknya ke tempat praktik,
pertemuan sesingkat mungkin, melakukan prosedur yang sulit secara perlahan-
lahan setelah pasien terbiasa dengan lingkungan.tempat praktik dokter gigi, dan
yang terakhir, hendaknya pasien dijadwalkan pada pagi hari saat dokter gigi, staf,
dan pasien belum terlalu letih.
Suksesnya penanganan anak yang berkebutuhan khusus memerlukan
pertimbangan tersendiri, termasuk penggunaaan teknik psikologis, teknik
pengendalian fisik dan pendekatan farmakoterapeutik. Akan tetapi hal ini juga
tergantung dari kondisi serta derajat kelainan yang diderita.2,3 Untuk itu dalam
makalah ini akan dibahas mengenai pengembalian fungsi pengunyahan seorang
pasien dengan kebutuhan khusus (cerebral palsy yang disertai retardasi mental)
akibat kehilangan gigi anterior yang ditangani dengan pembuatan gigitiruan
kerangka logam.

5
A.Masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering dialami anak-anak
berkebutuhan khusus :
1. Gigi berlubang (karies gigi) disebabkan antara lain oleh kelainan bentuk
dan struktur gigi (anomali), frekuensi muntah atau gastroesophangeal refluks,
jumlah air ludah kurang, pengobatan yang mengandung gula atau diet khusus
yang memerlukan pemberian susu botol yang diperpanjang dan keterbatasan
anak ataupun kemauan dari orang-orang sekitar untuk membantu
membersihkan gigi dan mulut secara rutin setiap hari.
2. Penyakit jaringan penyangga gigi (periodontal) seperti gusi berdarah,
kegoyongan gigi dan karang gigi. Kondisi ini disebabkan oleh kebersihan
mulut yang kurang diperhatikan karena ketidakmampuan menggunakan sikat
gigi dengan benar, pola makan yang kurang baik dan efek samping dari obat-
obatan yang dikonsumsi. Radang pada jaringan periodontal yang parah dapat
mengakibatkan anak kehilangan gigi.
3. Maloklusi terjadi karena adanya keterlambatan erupsi gigi, tidak ada benih
gigi, gigi berlebih, gangguan fungsi hubungan otot-otot dalam mulut dan
periodontal sehingga rahang atas maju, gigitan terbuka dan gigitan silang.
Bruksism (ngerot) pada penderita cerebral palsy mengakibatkan gigi rahang
atas maju ke depan. Untuk menangani bruksism dapat digunakan bite guard.
4. Bernafas melalui mulut (pernapasan mulut kronik) disebabkan oleh jalan
nafas yang lebih sempit sehingga anak berkebutuhan khusus cenderung
bernafas melalui mulut. Pernafasan mulut kronis ini menyebabkan ukuran
lidah membesar (makroglosia) dan permukaan lidah beralur dalam dan kering
sehingga menimbulkan bau mulut (halitosis) dan iritasi pada sudut bibir
(angular cheilitis). Kondisi ini akan mempengaruhi fungsi bicara dan
pengunyahan.
5. Trauma atau benturan sering terjadi pada anak-anak dengan gangguan
psikososial dan perilaku karena jatuh ataupun kecelakaan.

Karies Anomali Gigi Radang Gusi

Maloklusi Bruxism Trauma

6
B.Perawatan gigi yang dapat dilakukan pada anak berkebutuhan khusus
1. Perawatan Preventif.
Tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut pada anak berkebutuhan
khusus:
1. Pemberian fluor. Pemberian fluor pada anak berkebutuhan khusus dapat
diberikan secara sistemik atau topikal dalam bentuk gel.
2. Kontrol Plak dengan cara menyikat gigi yang tepat, mengatur pola makan anak
dan penggunaan obat kumur. Pada anak berkebutuhan khusus yang disertai
gangguan fungsi otot pengunyahan biasanya sisa makanan sering kali masih
terkumpul disekitar giginya. Pemberian obat kumur yang tidak mengandung
alkohol dapat digunakan pada anak yang sudah dapat berkumur untuk membantu
membersihkan sisa makanan dan berfungsi sebagai antiseptik. Pemberian
antiseptik bentuk gel juga dapat diberikan secara rutin.
3. Pembersihan karang gigi
4. Penutupan pit dan fissure sealant. Sealant adalah bahan tambal cair yang
mengisi alur-alur permukaan gigi geraham tetap anak yang dalam sehingga
mencegah partikel makanan masuk. Penutupan pit dan fissure sealant efektif
mencegah gigi berlubang.

2. Perawatan Kuratif dan rehabilitatif.


Penambalan maupun pencabutan pada anak berkebutuhan khusus maupun
normal pada dasarnya sama, namun jika disertai dengan adanya kelainan sistemik
maka penanganannya dilakukan secara multidisipliner dengan dokter anak dan
dokter anestesia. Kerjasama dengan terapis wicara dan ahli gizi sangat
berpengaruh pada kesuksesan perawatan. Penggunaan alat orthodonsi juga dapat
dilakukan pada anak berkebutuhan khusus dengan pertimbangan yang tepat.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila anak berkebutuhan khusus


datang ke dokter gigi antara lain :
1. Sebaiknya sebelum anak mendatangi dokter gigi anak, orang tua datang
terlebih dahulu berkonsultasi sebab perawatan gigi anak berkebutuhan khusus
membutuhkan identifikasi dini mengenai riwayat medis, kemampuan kooperatif,
pemahaman, adanya tidaknya fobia dan hal-hal spesifik lain yang penting. Hal ini
akan menjadi dasar pemilihan teknik manajemen tingkah laku yang diberikan
pada anak. Pada kasus ringan dokter gigi anak akan menerapkan teknik non
farmakologi, yaitu Tell Show Do, modelling, positive reinforcement, distraksi,
desensitisasi. Sedangkan pada kasus berat akan dipilih teknik farmakologi: sedasi
dan general anastesia.
2. Membuat perjanjian jadwal kunjungan dokter gigi anak terlebih dahulu.
Sebaiknya kunjungan dilakukan pada jam-jam yang tidak terlalu sibuk, atau
dijadwalkan pada urutan pertama agar anak tidak perlu menunggu.
3. Pada anak dengan gangguan psikososial dan perilaku membutuhkan waktu
untuk membiasakan diri dengan lingkungan baru. Oleh sebab itu perlu kerjasama
orang tua dan dokter gigi anak. Pada kunjungan pertama, anak diperkenalkan
dengan dokter gigi anak dan lingkungan perawatannya. Alat bantu visual seperti
gambar sikat gigi, pasta, cara menggosok gigi dan alat elektronik (kamera) dapat
digunakan untuk menumbuhkan sikap positif anak.

Anda mungkin juga menyukai