Oleh :
Kelompok 1 P3
Rica Monica I14110040
Fadel Ahmad I14110052
Hanifah Al Khairiyah I14110097
Rika Mustika I14110104
Rido Akbar I14110125
Asisten Praktikum :
Daniel Pratama
Defika
Latar Belakang
Tujuan
Glikolisis
Metode Follen Wu
Glukosa
Etanol
Ragi
Ragi Roti
Fungsi utama ragi pada roti adalah mengembangkan adonan dan memberi
aroma. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas enzim yeast yang mengubah gula
menjadi gas CO2 dan alkohol (Dean 2007). Mikroba yang terdapat dalam ragi roti
(gist) terdiri atas Saccharomyces ellipsoids Hansen, Saccharomyves cerevisae,
dan Hansenulla annomala (Suprapti 2005).
Menurut Rahayu (2012), ada beberapa jenis ragi yaitu: (1) Fresh
Yeast/Ragi Basah (Compressed Yeast) memiliki kadar air sekitar 70%, sehingga
harus disimpan pada suhu 20 50oC untuk mencegah hilangnya daya pembentuk
gas. Setelah kemasan dibuka, umumnya ragi jenis ini tidak akan bertahan lama,
hanya sekitar 2-3 hari dengan catatan tetap disimpan dalam suhu rendah. Ragi ini
juga lebih sensitif terhadap garam sehingga harus dipisahkan selama pengadukan.
Keunggulan fresh yeast adalah lebih toleran terhadap air dingin/es, lebih mudah
larut, terutama dalam proses pengadukan singkat, serta memiliki aroma khas yang
tidak bisa didapatkan pada ragi jenis lain, (2) Instant Dry Yeast/Ragi Kering
Instan merupakan jenis ragi yang paling sering digunakan karena aplikasinya
lebih praktis. Ragi jenis ini berbentuk butiran halus berwarna cokelat muda dan
memiliki aroma khas ragi roti. Rendahnya kadar air menyebabkan jenis ragi ini
terbilang cukup aman digunakan di negaranegara tropis dengan tingkat
kelembapan udara yang tinggi seperti Indonesia. Penggunaan dosis ragi ini hanya
sekitar 1% - 2,5% dari berat tepung terigu. Penyimpanan ragi jenis ini harus di
dalam wadah kedap udara dan disimpan dalam suhu kering dan sejuk atau di
dalam chiller. Untuk hasil terbaik, ragi jenis ini harus dipakai habis dalam waktu
48 jam setelah kemasan dibuka, dan (3) Active Dry Yeast/Ragi Koral memiliki
kadar air sekitar 7,5% dan memiliki bentuk seperti bola-bola kecil. Ragi dalam
jenis ini harus diaktifkan dulu dengan cara dilarutkan dengan air sebelum
ditambahkan ke dalam adonan roti. Jika tidak, maka ragi akan sulit bercampur
sehingga menghambat daya kerja ragi tersebut. Pada umumnya, active dry yeast
digunakan dengan jumlah 2x lebih banyak dari instant dry yeast. Hal yang harus
diperhatikan, ragi ini memerlukan proses rehydration (pelarutan) dengan air pada
suhu 380 400oC selama sekitar 15 menit.
Ragi Oncom
Ragi pada pembuatan oncom terdiri atas dua jenis, yaitu Rhizopus
oligosporus dan Neurospora sitophila. Ragi yang digunakan menentukan warna
oncom. Rhizopus oligosporus yang juga digunakan untuk pembuatan tempe,
menyebabkan oncom berwarna hitam. Neurospora sitophila menghasilkan oncom
berwarna jingga. Ragi oncom dapat dibuat dari oncom yang sudah jadi. Caranya,
oncom dihancurkan dan ditaburkan di atas permukaan ampas tahu atau bungkil
kacang tanah yang sudah dicetak (Sarwono 2010).
Ragi Tape
Prinsip Spektrofotometer
METODOLOGI
Prosedur Percobaan
1. Peragian
Dicampur homogen
Dibuat tabel
Gambar 1 Prosedur percobaan peragian
X
X
Didiamkan 10 menit
Diperoleh filtrat bebas protein kontrol (+), kontrol (-), inhibitor fluoride dan
arsenat
Gambar 2 Prosedur pembuatan filtrat protein dengan cara folin wu
X
X
Diambil larutan dikromat, dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Dibilas piring
2x dengan akuades, ditera larutan hingga 25 ml dengan akuades
Dimasukkan 3 ml dikromat asam ke dalam labu ukur dan diencerkan dengan air
hingga tera 25 ml (blanko)
Berdasarkan tabel hasil percobaan di atas dapat dilihat bahwa pada kontrol
positif, menunjukkan terdapatnya jumlah CO2 pada tape dalam jumlah banyak dan
roti dalam jumlah sedikit. Sedangkan pada kontrol negatif terdapat kolom CO2
yang banyak pada ragi oncom. Telah terjadi kesalahan pada percobaan penentuan
kolom CO2 pada ragi oncom. Terdapat CO2 dalam jumlah banyak pada kontrol
negatif dari ragi oncom, sedangkan pada kontrol positif tidak terdapat CO2 sama
sekali. Seharusnya jumlah CO2 yang terdapat pada kontrol positif lebih banyak
dari yang terdapat pada kontrol negatif. Winarno (2008) menyatakan bahwa
pemanasan pada ragi menyebabkan sel-sel yang berada dalam ragi mati sehingga
ragi akan bersifat nonaktif, sehingga tidak terjadi glikolisis.
Perlakuan dengan penambahan larutan fluorida dan arsenat memberikan
hasil negatif pada setiap jenis ragi. Hal ini disebabkan karena larutan flourida
merupakan suatu inhibitor (penghambat) dari proses glikolisis, yakni menghambat
pemecahan glukosa menjadi etanol dan CO2 (Winarno 2008). Oleh sebab itu,
tidak terbentuk/tidak adanya kolom CO2 pada tabung perlakuan 3 dan 4.
Percobaan selanjutnya adalah melakukan pembuatan filtrat dengan
menggunakan metode folin wu. Pada prinsipnya metode ini merupakan metode
yang digunakan untuk membuat filtrat bebas protein dengan pengendapan protein
oleh pembentukan asam tungstat. Endapan terjadi akibat adanya kombinasi anion
asam dengan bentuk kation dari protein. Metode ini memiliki beberapa
keuntungan, antara lain hanya dibutuhkan dua pelarut, yaitu filtrat yang terbentuk
lebih netral dan proses filtrasi lebih cepat (Winarno 2008).
Bahan yang akan dibuat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 ml,
selanjutnya ditambahkan dengan Na tungstat 10% pada masing-masing tabung.
Na tungstat berfungsi untuk mengendapkan glukosa yang terlarut di dalam air
(Lehninger 1982). Setelah tercampur rata, larutan tersebut ditambah dengan
H2SO4 2/3 N. H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi
pengendapan glukosa oleh Na tungstat (Lehninger 1982). Setelah penambahan,
larutan yang telah dicampur akan didiamkan selama 10 menit dan diambil
filtratnya dengan cara penyaringan agar filtrat terpisah secara sempurna
Percobaan selanjutnya yang dilakukan adalah pengukuran kadar glukosa
pada sel ragi. Terdapat 14 tabung yang masing-masing terdiri atas larutan yang
berbeda. Semua larutan dari tiap tabung selanjutnya akan diuji. Terdapat 1 tabung
berisi larutan blanko (diberi label blanko), 1 tabung berisi larutan standar (diberi
label standar) dan 12 tabung lainnya berisi larutan uji. Pada tabung uji digunakan
3 jenis ragi, yakni ragi roti, oncom dan tape, yang masing-masing ragi mendapat 4
perlakuan (kontrol (+), kontrol (-), inhibitor fluoride, dan inhibitor arsenat).
Semua tabung uji sebelumnya telah mengalami proses folin wu.
Pereaksi tembaga alkalis ditambahkan pada tiap - tiap tabung. Pada tabung
berlabel standar, larutan yang digunakan adalah larutan standar glukosa dan pada
blanko adalah akuades. Kedua tabung ini juga dicampurkan dengan pereaksi
alkalis. Setelah larutan dan pereaksi homogen, semua tabung dimasukkan ke
dalam penangas air mendidih selama 8 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk
menambah laju reaksi oleh tembaga alkalis. Setelah itu didinginkan. Selanjutnya
asam fosfomolibdat ditambahkan. Diamkan selama beberapa menit, kemudian
tabung ditera hingga 25 ml pada labu takar dengan menambahkan akuades.
Penambahan akuades ini berfungsi untuk mengencerkan larutan. Selanjutnya
dibaca absorbansi pada panjang gelombang 420 nm. Dengan diketahuinya nilai
absorbansi dari semua larutan dan mengkonversikannya dengan perhitungan
secara matematis, maka kadar glukosa dari masing - masing larutan dapat
dihitung. Hasil percobaan pada sel ragi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Hasil percobaan penentuan kadar glukosa dari dari 3 jenis ragi
Kadar Glukosa
Jenis Ragi Inhibitor Inhibitor
Kontrol (+) Kontrol (-)
Fluoride Arsenat
Roti 70,84 59,45 9,74 59,24
Oncom 55,10 36,66 119,52 62,55
Tape 117,86 55,30 73,33 58,41
Kadar glukosa pada tabel di atas diperoleh dari hasil konversi dengan
melakukan perhitungan terhadap nilai absorbansi dari masing-masing larutan uji
dengan nilai absorbansi standar dan absorbansi uji. Nilai absorbansi dan cara
perhitungan dapat dilihat pada bagian lampiran dari laporan ini.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat pada ragi roti kadar glukosa
tertinggi terdapat pada larutan yang mendapat perlakuan sebagai kontrol positif,
yakni sebesar 70,84. Sedangkan pada kontrol negatif hanya sebesar 59,45;
inhibitor fluoride 9,74 dan inhibitor arsenat kadar glukosa yang terhitung adalah
59,24. Sedangkan pada ragi jenis oncom, kadar glukosa terbesar terkandung pada
larutan yang mendapat perlakuan inhibitor fluorida, yakni sebesar 119,52. Pada
perlakuan kontrol positif, kontrol negatif dan inhibitor arsenat, diperoleh hasil
perhitungan kadar glukosa masing - masing sebesar 55,10; 36,66 dan 62,5. Pada
jenis ragi tape, kadar glukosa tertinggi terkandung pada larutan dengan perlakuan
kontrol positif yakni sebesar 117,86. Sedangkan pada kontrol negatif sebesar
55,30, inhibitor fluoride sebesar 73,33 dan inhibitor arsenat sebesar 58,41.
Kesalahan mungkin telah terjadi pada praktikum ini. Seharusnya di antara
keempat perlakuan, kadar glukosa tertinggi akan diperoleh pada perlakuan kontrol
positif karena pada perlakuan ini, proses glikolisis dapat terjadi secara sempurna.
Namun pada ragi oncom diperoleh hasil kadar glukosa tertinggi pada perlakuan
dengan penambahan inhibitor fluorida. Menurut Winarno (2008) fluoride akan
menghambat terjadinya proses glikolisis pada ragi. Kesalahan ini dimungkinkan
karena kurangnya ketelitian praktikan selama pengerjaan prosedur kerja pada saat
praktikum pengukuran kadar glukosa ini.
Perlakuan selanjutnya adalah penetapan kadar etanol. Pada perlakuan ini
digunakan piring conway dengan 3 ml larutan dikromat asam. Setelah itu
dipipetkan bersebelahan pada bagian luar piring dengan larutan glukosa 2%
sebanyak 0,5 ml dan larutan Na2CO3 sebanyak 1 ml, penambahan Na2CO3
bertujuan untuk meningkatkan metabolisme glukosa. Larutan dikeram pada suhu
90o selama 20 menit dalam oven dan diambil larutan dikromat yang terdapat
dalam tabung sampai volume 25 ml, sebagai blanko dimasukkan 3 ml dikromat
asam dan encerkan dengan air sampai 25 ml dan pada tahap akhir dibaca serapan
pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 450 nm.
Siregar (1988) mengemukakan bahwa etanol (alkohol) adalah nama suatu
golongan senyawa organik yang mengandung C, H, dan O. Etanol dalam ilmu
kimia disebut dengan etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH. Pembuatan
etanol dalam industri menurut Endah et al (2007) ada 2 macam, yaitu cara non-
fermentasi (sintetik) merupakan suatu proses pembuatan alkohol yang tidak
menggunakan enzim ataupun jasad renik, dan cara fermentasi, merupakan proses
metabolisme di mana terjadi perubahan kimia dalam substrat karena aktivitas
enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Etanol yang ditetapkan kadarnya pada
praktikum dihasilkan melalui cara fermentasi (glikolisis pada sel ragi).
Kesimpulan
Saran