Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan


Gangguan Sistem Pencernaan
tentang
KOLELITIASIS

Disusun oleh :

1. Hironimus Tolan Igor


2. Indra Brahmanto
3. Samsul Arifin

S1 KEPERAWATAN
( 2A )

STIKES DIAN HUSADA MOJOKERTO


TAHUN AKADEMI 2011 2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat


diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan
autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 %
pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala
dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG,
atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik
diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang
ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan
sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru
menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus
koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu
bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali
tanpa gejala (silent stone).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi dari Kandung Empedu ?
1.2.2 Apa definisi Kolelitiasis ?
1.2.3 Apa saja etiologi Kolelitiasis ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi Kolelitiasis ?
1.2.5 Apa saja Tanda dan Gejala Kolelitiasis ?
1.2.6 Apa saja Komplikasi Kolelitiasis ?
1.2.7 Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari Kolelitiasis ?
1.2.8 Apa saja Penatalaksanaan dan Terapi Kolelitiasis ?
1.2.9 Bagaimana Konsep Keperawatan pada Penyakit Kolelitiasis ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang
penyakit Kolelitiasis, sedangkan untuk tujuan khususnya adalah senagai berikut :
1.3.1 Untuk memahami anatomi dan fisiologi dari Kandung Kemih
1.3.2 Untuk memahami definisi Kolelitiasis
1.3.3 Untuk memahami Etiologi Kolelitiasis
1.3.4 Untuk memahami Patofisiologi Kolelitiasis
1.3.5 Untuk memahami Tanda dan Gejala Kolelitiasis
1.3.6 Untuk memahami Komplikasi Kolelitiasis
1.3.7 Untuk memahami Pemeriksaan Penunjang dari Kolelitiasis
1.3.8 Untuk memahami penatalaksanaan dan Terapi Kolelitiasis
1.3.9 Untuk memahami Konsep Keperawatan pada penyakit Kolelitiasis
1.4 Manfaat Penulisan
Dengan adanya penyusunan makalah ini, diharapkan dapat mempermudah
penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang Kolelitiasis. Dan
diharapkan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
kemampuan penulis dalam membuat sebuah karya tulis berupa makalah.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
KOLELITIASIS

2.1 Definsi

Kolelitiasis (batu empedu) adalah adanya batu (kaskuli) dalam kandung


empedu berupa batu kolesterol akibat gangguan hati yang mengekresikan
kolesterol (Arief Mansjoer, 2001).
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu,
atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya
adalah kolesterol. (Williams, 2003)

2.2 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.
a) Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu
kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
(dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu
empedu.
b) Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur
tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi,
atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon
kolesistokinin dan sekretin ) dapat dikaitkan dengan keterlambatan
pengosongan kandung empedu.
c) Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri
dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul
akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.
Adapun faktor resiko yang mempengaruhi kolelitiasis :
a. Jenis kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis


dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat Badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko

lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI

maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga

mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan

kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti

setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur

kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung

empedu.

e. Aktifitas Fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko

terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih

sedikit berkontraksi.
f. Penyakit Usus Halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah

crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

g. Nutrisi Intravena Jangka Lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak

terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati

intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam

kandung empedu

2.3 Patofisiologi

Ada tiga tipe batu empedu yaitu:


a) Tipe Batu Pigmen

Terjadi akibat proses hemolitik atau infeksi Escherichia coli atau Ascaris
lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin di
glukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal
kalsium bilirubin.
b) Tipe Batu Kolesterol
Terjadi akibat gangguan hati yang mengeksresikan kolesterol
berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis kelarutan kolesterol/dalam
empedu.
Infeksi bakteri Gangguan fisiologi
kedalam empedu hati

Mengubah bilirubin di Penurunan produksi


glukuronida menjadi garam empedu
bilirubin bebas

Absorbsi lemak
Kristal kalsium menurun
bilirubin

Peningkatan nilai
kadar kritis kelarutan
kolesterol dalam
empedu

Penumpukkan
kolesterol dalam
jangka waktu lama

Kolelitiasis
(Batu Empedu)

Distensi empedu Penyumbatan saluran Hospitalisasi Pengaliran sterkobilin


empedu dan urobilin terganggu

Peradangan empedu Cemas


Urin berwarna gelap
Nyeri perut kanan atas feses berwarna pucat
Peningkatan suhu
tubuh
Gangguan rasa
nyaman
Empedu

2.4 Manifestasi Klinik


1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu
empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.
Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri
ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan
makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat
kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam
dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay-
colored

2.5 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan pendukung dan diit


Kurang lebih 80% pasien sembuh dengan istirahat, pemberian cairan
infus, pengasapan monogastrik, analgesik, dan antibiotik.
Diit dibatasi pada makanan cairan rendah lemak, penatalaksanaan diit
merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang mengalami intoleransi
terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gangguan gastrointestinal
ringan.
b. Farmakoterapi
1. Obat-obat antikosinengik-antispasmodik.
2. Analgesik.
3. Antibiotik bila disertai kolesistitis
4. Asam empedu (asam kemodeoksikolat).
c. Litotripsi
1. Litotripsi syok gelombang extra konporeal: kejutan gelombang
berulang yang diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam
kandung empedu untuk memecahkan batu empedu.
2. Litotripsi syok gelombang intrakonporeal: batu dapat dipecahkan
dengan ultra sound, tembakan laser atau intotripsi hiokolik yang
dipasang melalui endoskopi yang diarahkan pada empedu.
d. Penatalaksanaan Pembedahan
1. Kolesistektomi
Merupakan salah satu prosedur bedah yang sering dilakukan.
Kandungan empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligari.
2. Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandungan empedu
lewat luka insisi selebar 4 cm. Jika dipertukaran batu kandung
empedu yang berukuran lebih besar.
3. Kolesitektomi Lapanoskopi
Dilakukan melalui insisi kecil atau fungsi yang berat melalui dinding
abdomen dalam umbilikus.

2.6 Komplikasi
1. Kolesistitis akut dan kronik.
2. Koledokolitiasis.
3. Pankabatitis.
4. Kolangitis.
5. Abses hati.
6. Sirosin bilien.
7. Empiema.
8. Ikterus obstruktif.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a) Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat
dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi.
Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung
empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
b) Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau
bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi
batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat
menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami
obstruksi.(Smeltzer, 2002)
c) Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
d) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini
memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat
pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah
kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
e) Pemeriksaan darah

Kenaikan serum kolesterol


Kenaikan fosfolipid
Penurunan ester kolesterol
Kenaikan protrombin serum time
Kenaikan bilirubin total, transaminase
Penurunan urobilirubin
Peningkatan sel darah putih
Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama.
3 KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan Data
1. Identitas klien/pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
pendidikan, agama, suku, alamat, tanggal Masuk Rumah Sakit,
nomor register dan ruangan, serta orang yang bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Pada pasien kolelitiasis biasanya akan megalami nyeri perut kanan
atas atau dapat juga kolik bilien disertai dengan demam dan ikterus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien kolelitiasis biasanya akan terdapat gejala seperti perasaan
penuh pada epigastrium kadang-kadang mual dan muntah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Umumnya pasien kolelitiasis mempunyai riwayat nyeri perut kanan
atas dalam jangka waktu yang lama.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pasien kolelitiasis tidak terpengaruh pada riwayat penyakit
keluarga, karena kolelitiasis bukan merupakan penyakit turunan atau
kelainan bawaan atau kongenital.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada umumnya pasien kolelitiasis dapat memenuhi sebagian
besar dari tata laksana kesehatannya karena kolelitiasis tidak
mengganggu persepsi dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Terdapatnya gangguan dan penurunan absorbsi lemak
menyebabkan pasien kolelitiasis mengalami gangguan
gastrointestinal ringan seperti perasaan mual, kadang-kadang
disertai muntah.
c. Pola eliminasi
Pada umumnya pasien kolelitiasis tidak mengalami gangguan
eliminasi, tetapi warna alvi dan urin berubah warna (alvi menjadi
warna pucat urin menjadi warna gelap).
d. Pola istirahat dan tidur
Akibat dari nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba muncul dapat
mengganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
e. Pola aktivitas dan latihan
Akibat dari nyeri, mual, muntah, demam, perasaan penuh di
daerah epigastrium dapat mengganggu aktifitas dan latihan
pasien, karena pasien butuh istirahat.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap keadaan
penyakitnya baik oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien.
g. Pola hubungan peran
Pada umum peran pasien terhadap keluarga ataupun respon
keluarga terhadap keadaan penyakitnya pasien tidak ada
gangguan.
h. Pola reproduksi seksual
Pada umumnya pola reproduksi seksual berpengaruh karena
keadaan penyakit pasien.
i. Pola penanggulangan stress
Pada umumnya pasien kolelitiasis cemas terhadap penyakitnya
keadaan penyakitnya.
j. Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya pasien dengan batu empedu tidak terdapat
gangguan pada sensori dan kognitifnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan tentang agama dan kepercayaan yang dianut
pasien tentang norma dan aturan yang di jalankan.
7. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Didapatkan saat klien waktu pengkajian k/u lemah, suhu tubuh
tinggi (jika ada infeksi), mual, muntah, nyeri perut kanan atas,
ikterus, distensi abdomen.
2) Pemeriksaan tanda-tanda Vital
Suhu tubuh
Denyut nadi
Tingkat kesadaran
Tekanan darah
3.2 Diagnoasa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi.
2. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual/muntah dan anoreksia
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi, dan
hipermotilitas gaster.
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan pengobatan.

3.3 Intervensi
Dx I : Nyeri berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses
inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3 x 24 jam.
KH :
Pasien mengatakan nyeri berkurang
Pasien lebih tenang dan merasa nyaman
Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rencana Tindakan:
1. Lakukan pendekatan kepada klien dan keluarga.
Rasional: Dengan komunikasi yang baik diharapkan klien dan
keluarganya akan lebih kooperatif dalam tindakan perawatan.
2. Jelaskan pada klien tentang sebab akibat terjadinya nyeri dan cara
mengatasi nyeri.
Rasional: Diharapkan klien mengerti tentang nyeri yang dialamiya dan
bagaimana mengatasinya.
3. Observasi dan catat lokasi nyeri dan karakter nyeri.
Rasional: Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas akan dapat
mempermudah dalam melakukan tindakan selanjutnya.
4. Tingkatkan mobilisasi biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional: Mobilisasi pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra
Abdomen pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan
nyeri secara alamiah
5. Berikan kompres hangat didaerah nyeri.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi.
Rasional: Diharapkan dapat menghindari kesalahan dalam pemberian
terapi obat/infus.

Dx II : Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan


dengan mual/muntah dan anoreksia.
Tujuan : Pasien dapat memenuhi intake sesuai dengan kebutuhan.
KH :
Pasien tidak mual dan muntah
Nafsu makan meningkat
Berat badan pasien normal

Rencana Tindakan:
1. Jelaskan pada klien dampak dari nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan memotivasi klien untuk
makan.
2. Jelaskan pada klien faktor-faktor yang dapat mengatasi mual.
Rasional: Meningkatkan motivasi klien untuk melakukan tindakan
mengetahui mual.
3. Anjurkan pada klien untuk makan makanan selagi hangat.
Rasional: Untuk menambah nafsu makan pasien.
4. Anjurkan pada posisi semi fowler saat makan.
Rasional: Untuk mencegah mual dan aspirasi.
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi
dengan tim gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional: Untuk mengatasi kata mual dan meningkatkan proses
penyembuhan pasien.

Dx III : Resiko tinggi kehilangan volime cairan berhubungan dengan


kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan; muntah,
distensi, dan hipermotilitas gaster
Tujuan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan keseimbangan cairan yang
adekuat.

KH :
Membran mukosa lembab
Keseimbangan cairan kembali adekuat
Turgor kulit baik
Tidak muntah
Rencana Tindakan :
1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan kurang dari
masukan, peningkatan berat jenis urin. Observasi membrane mukosa atau
kulit, nadi perifer dan pengisian kapiler
Rasional: Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi
dan kebutuhan penggantian
2. Observasi tanda dan gejala peningkatan atau berlanjutnya mual atau
muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, tidak adanya bisisng usus.
Rasional: Aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral dapat
menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida.
3. Hindari dari lingkungan yang berbau
Rasional: Menurunkan rangsangan pada pusat muntah
4. Observasi ulang pemeriksaan lab, Hematokrit atau hemoglobin.
Rasional: Membantu dalam evaluasi volume sirkulasi, mengidentifikasi
defisit.
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi
dengan tim gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki
ketidakseimbangan.

Dx IV : Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,


prognosis dan pengobatan.
Tujuan :
Klien mengerti tentang penyakitnya
Cemas pasien berkurang

KH :
Ekspresi wajah pasien lebih tenang (rileks)
Pasien menyetujui dilakukannya tindakan pengobatan

Rencana Tindakan:
1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur awal dan persiapan yang
dilakukan.
Rasional: Informasi menurunkan cemas
2. Anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman tinggi lemak.
Rasional: Mencegah/membatasi kambuhnya serangan kandung empedu.
3. Bantu pasien untuk menetapkan masalahnya secara jelas.
Rasional: Keterbukaan dan pengertian tentang persepsi diri adalah syarat
untuk berubah.
4. Tingkatkan harga diri pasien dan berikan support
Rasional: Dengan memberikan support diharapkan harga diri pasien akan
merasa hidupnya berguna dan dengan meningkatkan harga diri
mempunyai semangat untuk berobat sampai penyakitnya
sembuh.

3.4 Implementasi
Adalah perwujudan dari rencana yang telah disusun sebelumnya pada tahap
perencanaan untuk mengatasi masalah klien secara optimal (Nasrul Effendi,
1995).

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan
semua tenaga kesehatan (Nasrul Effendi, 1995).
a) Nyeri berkurang
b) Nafsu makan meningkat
c) BB kembali seimbang
d) Pasien tidak mual,muntah
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran UI: Jakarta.,

Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC: Jakarta.

Evelyn C. Pearce, 2002, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, PT. Gramedia:
Jakarta.

Lismidar, H, 1993, Proses Perawatan, UI: Jakarta.

Marilynn E. Doengoes dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi tiga, Buku


Kedokteran, EGC, Jakarta, 2003.

Anda mungkin juga menyukai