Anda di halaman 1dari 17

FILSAFAT ORGANISASI

Selasa, 14 Oktober 2014 setelah mempresentasikan mind map, sekitar pukul 13.00 WITA kami pun kembali
berkumpul di pelataran Baruga, dan disana kami mengikuti diskusi yang pertama yaitu diskusi yang difasilitatori
oleh Kak Viko. Diskusi pertama kami hari itu mengangkat topik Filsafat Organisasi. Berikut adalah resume
dari diskusi tersebut:

Sebelum masuk ke filsafat organisasi, kita harus mengetahu definisi dari kata filsafat dan kata organisasi itu
sendiri. Filsafat adalah sebuah proses berpikir untuk mencari tahu tentang kebenaran suatu hal sampai ke dalam-
dalamnya, sampai ke akar-akarnya. Sebenarnya Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani philosophia.Philos berarti suka, cinta, atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya
kebijaksanaan. Dengan demikian, secara sederhana, filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada
kebijaksanaan. Nah kemudian definisi organisasi. Kita sering mendengar kata organisasi, tetapi sebenarnya apa
itu organisasi? Kak Viko mengatakan, bahwa organisasi bisa dipecah menjadi organon yang berarti alat, dan
penambahan isasi yang umumnya berarti proses. Jadi, organisasi adalah alat untuk berproses dan memiliki
tujuan atau visi dan misi yang sama. Dengan organisasi, kita bisa menjalin hubungan antar individu atau relasi
dengan orang lain. Saya sendiri mendefinisikan organisasi itu adalah sebuah wadah untuk orang-orang yang
memiliki tujuan, visi dan misi yang sama, untuk bekerja sama, menjalin hubungan, saling membantu agar tujuan
atau goal tersebut bisa tercapai.

Setelah mengetahu definisi dari masing-masing kata tersebut yaitu filsafat dan organisasi, lalu apa yang
dimaksud dengan filsafat organisasi? Filsafat organisasi sebenarnya melekat secara hakiki dalam hidup manusia.
Banyak filsuf yang sepakat mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia hadir
secara alami dalam organisasi. Struktur alam semesta ini merupakan sebuah organisasi (atau organisme). Di
dalamnya terdapat berbagai macam komponen atau elemen yang saling terikat (dependen). Karena keterikatan
itulah manusia sejak lahir sudah masuk dalam struktur organisasi alam semesta. Posisi manusia dalam struktur
alam semesta adalah yang paling tinggi dan paling bijaksana sebagai pemelihara, pelestari, dan peneliti alam
semesta.

Tidak usah sibuk-sibuk kita berpikir jauh tentang filsafat organisasi. Kita cukup mengerti saja kalau alam
semesta ini adalah sebuah organisasi dan kita adalah salah satu dari elemen organisasi alam semesta. Itulah
filsafat utama dari organisasi, jika ada yang mengatakan hal lain dari hal itu, maka itu filsafat turunan saja,
bukan filsafat utama dari organisasi. Hal ini saya dapatkan setelah membaca beberapa buku tentang manajemen
maupun organisasi. Intinya sama saja.

Jadi, jika ada orang yang mengatakan "saya kurang berminat untuk berorganisasi" maka dia menyangkal
keberadaannya dalam alam semesta. Maka itu sebagai manusai yang bijaksana, kita harus mengerti bahwa
seluruh eksistensi kita di dunia ini bersifat kebergantungan (dependen) dan untuk terus eksis di dunia, kita butuh
wadah dan alat untuk mencapai tujuan, dan itulah organisasi.

Tujuan > Spirit > Orang > Organisasi > Konstitusi dan Arah Kerja

Jadi, pada awalnya, ada sebuah tujuan yang ingin dicapai, tujuan atau goal ini akan menumbuhkan spirit orang-
orang yang memiliki tujuan yang sama ini, dengan spririt dan semangat untuk menggapai tujuan, maka orang-
orang ini berkumpul dan membentuk sebuah organisasi. Kemudian di organisasi ini untuk membatasai
pergerakan anggota-anggotanya, maka dibentuklah konstitusi dan arah kerja. Konstitusi disini memiliki
pengertian luas, yaitu keseluruhan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat
mengenai cara penyelenggaraan suatu organisasi. Sedangkan dari segi bahasa istilah konstitusi berasal dari kata
constituer (Prancis) yang disini berarti membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu
lembaga atau organisasi. Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti mengangkat,
mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan sebutan gronwet yang
berarti undang-undang dasar. Nah, konstitusi ini sangat penting karena jika tidak ada konstitusi maka para
anggota bisa bergerak seenaknya, Arah kerja juga sangat penting karena tanpa arah kerja, kegiatan yang akan
dilakukan tidak akan tersusun dengan baik, maka sebuah arah kerja harus jelas adanya.
Sebuah organisasi pada umumnya memiliki 7 komponen dasar, yaitu:

1. Orang : Sebuah organisasi tentu harus memiliki orang didalamnya yang disebut anggota. Jika tidak ada
orang, siapa yang akan menjalankan organisasi?-_-
2. Visi (tujuan) : Suatu organisasi pasti memiliki visi dan misi. Tidak jarang kita temui di suatu ruang kerja
terdapat pajangan visi dan misi yang di bingkai rapi. Di sekolah-sekolah juga biasa terpampang visi dan misi di
gerbang supaya mudah dibaca. Visi dan misi menunjukan gambaran kemana suatu organisasi akan diarahkan
dan hasil apa yang ingin dicapai. Visi (tujuan) merupakan suatu keharusan yang adala dalam sebuah oganisasi,
karena harus ada sesuatu yang ingin dicapai, jika tidak ada visi maka sebuah organisasi will lead you nowhere.
3. Aktivitas : Aktivitas disini berarti kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi, seperti diskusi,
berunding, dan muber atau bermusyawarah.
4. Komunikasi : komunikasi antar anggota harus dijaga karena jika terjadi kesalahan komunikasi dalam
sebuah organisasi maka akan menghambat kerja dan akhirnya untuk mencapai tujuan pun akan terhambat.
5. Lokasi : sebuah organisasi harus memiliki lokasi untuk bediskusi, dll.
6. Bentuk : Sistem dalam organisasi
7. Perilaku budaya: perilaku yang menjadi kebiasaan dan kultur dalam organisasi.

Filsafat berarti proses mencari kebenaran yang sedalam-dalamnya untuk memperoleh kebenaran yang sejati.
Jika para filsuf besar berpikir tentang ide-ide besar tentang hidup dan kehidupan. Sedangkan organisasi yaitu
berasal dari kata organon yaitu suatu alat untuk mencari proses dan tujuan yang sama. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa filsafat organisasi yaitu suatu proses yang mengkaji tentang hakikat oraganisasi yang
sebenarnya.
Ketidakterbatasan manusia dan keterbatasan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya telah
menghadapkan manusia untuk hidup berorganisasi. Hal ini pula tertuju dimana manusia
mempunyai basic sebagai makhluk sosial. Organisasi telah dibentuk sejak manusia pertama hidup dimuka bumi,
sekelompok manusia yang mempunyai orientasi dan tujuan yang relative sama berhimpun dan berusaha untuk
mencapai tujuan bersama. Organisasi merupakan satu disiplin ilmu yang sangat menarik untuk dipelajari dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dikatakan organisasi jika ada aktivitas atau kegiatan yang dikerjakan secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan bersama dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dan bukan satu orang. Karena jika kegiatan
itu dilakukan satu orang bukan dikatakan sebagai organisasi. James D. Mooney (1974) mengutarakan bahwa
organisasi adalah setiap bentuk kerja sama manusia untuk mencapai tujuan bersama. Oeganisasi memerlukan
pengembangan dan pemeliharaan koordinasi bersama yang pencapaiannya harus diupayakan semaksimal
mungkin. Di dalam organisasi terdapat pengembangan kerja (division of labor). Seluruh dalam kegiatan
organisasi harus menciptakan keterpaduan bahwa objek organisasi pada dasarnya bukan orang tapi kegiatan atau
pekerjaan.
Di dalam setiap organisasi terdapat tiga undur yaitu orang-orang kerjasama dan tujuan yang hendak
dicapai. Organisasi juga harus memiliki lima fenomena penting yaitu
Organisasi harus memiliki tujuan
Organisasi harus mempunyai program, kegiatan strategi dan metode untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi harus mempunyai pimpinan atau manager yang bertanggung jawab terhadap organisasi itu
dalam mencapai tujuan.
Organisasi itu terdiri dari dua orang lebih
Organisasi itu harus kerja sama.

Organisasi berusaha untuk mempermudah manusia dalam menjalani hidup didunia dengan memanfaatkan segala
kelebihan yang terdapat di dalam organisasi. Untuk menyelesaikan masalah, ketika dipikirkan orang banyak,
maka segala masalah apapun akan mudah terselesaikan. Disbanding satu orang yang memikirkannya. Satu demi
satu persoalan akan selesai, tatkala dikerjakan secara gotong royong.
Organisasi memiliki arti yang sangat strategis dan peran yang dapat mengolah kehidupan manusia agar lebih
mempunyai hakikat yang bermakna. Hakikat organisasi pada dasarnya berorientasi terhadap aspirasi dari pihak
pihak yang memiliki kepentingan terhadap organisasi. Hakikat organisasi menjadi pondasi dasar asas dalam
pengelolaan organisasi untuk mencapai tujuannya demi terciptanya system manajerial yang baik. Dapat
dikatakan jika suatu organisasi kehilangan hakikat maka perlu dipertanyakan komunitas dari organisasi tersebut.
Lahirnya organisasi akibat adanya tujuan yang ingin hendak dicapai oleh pihak tertentu karena melihat
adanya urgensi dari keberadaan organisasi. Organisasi tidak hanya dibutuhkan pada lingkup yang kecil tetapi
juga pada lingkup yang besar terlihat dari motif didirikannya organisasi. Organisasi yang kita ketahui bersama
juga memiliki tingkatan tertentu tergantung pada tujuan dari objek dari organisasi tersebut. Contoh dari
organisasi yaitu organisasi rumah tangga, organisasi perusahaan, organisasi kenegaraan. Oleh karena itu,
organisasi memang harus ada di dalam kehidupan manusia sebagai instrument yang dapat mempersatukan
manusia dalam proses dinamika dan keteraturan hidup. Dengan hadirnya organisasi Budi Utomo di Indonesia
mengakibatkan lahirnya organisasi-organisasi yang lain yang tentu memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda.
Organisasi-organisasi tanpa manajemen akan menjadi kacau dan bahkan mungkin gulung tikar. Hal ini terbukti
dengan jelas dalan situasi yang tidak normal seperti adanya berencana ketika organisasi sedang tidak teratur
maka manajemen sangan dibutuhkan untuk membenahi organisasi agar menjadi lebih baik
Organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, sebelumnya telah dijelaskan bahwa tujuan yang jelas yang
benar-benar urgen bagi setiap organisasi agar terarah apa yang dicita-citakan orang yang berada di organisasi
tersebut. Pembagian pekerjaan sangat diperlukan untuk menutupi ketidakmampuan setiap orang untuk
mengerjakan semua pekerjaan yang ada dalam organisasi. Perlu adanya spesialisasi pekerjaan yang disesuaikan
dengan keahlian masing-masing. Kegiatan itu perlu dikelompokkan dan ditentukan agar lebih efektif dalam
mencapai tujuan organisasi. Rentang pengendalian jenjang berkaitan dengan jumlah bawahan yang harus
dikendalikan seorang atasan. Oleh sebab itu tingkat-tingkat kewenangan yang ada harus dibatasi seminimal
mungkin sehingga tidak semua merasa menjadi atasan.
Organisasi memang harus ada di dalam kehidupan manusia sebagai instrument yang dapat mempersatukan
manusia dalam proses dinamika dan keteraturan hidup. Dengan lahirnya organisasi mengakibatkan lahirnya
organisasi-organisasi lain tentu memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda. Struktur organisasi adalah
pengaturan pekerjaan untuk dilaksanakan dalam suatu bisnis. Struktur organisasi dimaksudkan untuk
membangun mewujudkan tujuan bisnis dengan cara mengatur pekerjaan yang harus dilakukan . Cara mengelola
suatu organisasi disesuaikan dengan kondisi organisasi yang tentu memiliki cirri-ciri tertentu.
Penyusunan suatu organisasi formal, yaitu struktur organisasi yang disusun dan dibentuk oleh managemen
puncak dimulai dengan merumuskan tujuan dan rencana organisasi. Manajemen kemudian menentukan aktivitas
pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas-aktivitas yang sudah ditentukan
tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa unit kerja. Pola-pola organisasi dalam bentuk garis komando
terbentang lurus dari sampai kepada pelaksana di bawah dan dipertanggung jawabkan baik secara ketat menurut
hirarkis dari bawah, melalui unsure-unsur di tengah sampai ke atas.

Mengawali sebuah pembicaraan tentang berfilsafat organisasi, terlebih dahulu akan saya katakan bahwa tulisan
ini penuh dengan filsafat. Lalu, akan saya ulas sedikit tentang filsafat itu sendiri. Memang sesuatu yang rumit
jika di awali dan lebih rumit lagi jika mendalami dan melakukannya. Lalu, kajian filsafat itu akan selesai jika
tak ada pertanyaan lagi. Yang jadi pertanyaan, apakah filsafat serumit itu? Itu hanyalah perspektif orang-orang
pada umumnya tentang filsafat lantaran mereka tak bisa memahami filsafat-filsafat yang telah ada karena
bahasanya yang membingungkan.

Ternyata berfilsafat itu bukanlah sesuatu yang susah dan rumit karena filsafat itu sendiri merupakan sebuah
spekulasi dari akal pikiran manusia atau juga bisa disebut ngarang dan filsafat tak akan ada yang mampu
mengatakan bahwa itu salah karena semua filsafat itu benar dan sedikit tidak tepat saat tidak sepadan dengan
keadaan pada faktanya. Dengan begitu, manusia mana yang tak bisa mengarang. Tapi mengarang di sini tak
sekedar mengarang. Perlu pemikiran kritis yang mendalam dan tak cukup sekejap dan sekali namun berkali-kali.
Hanya saja, perlu sedikit usaha untuk menggali dan mengetahui tentang arti dan makna filsafat yang telah
diucapkan itu dengan meneliti dan mengoreksi lewat sejarahnya dan wacana-wacana yang telah memberikan
sedikit pencerahan tentang filsafat tersebut.

Berlanjut kepada organisasi. Dari pemikiran-pemikiran yang berasal dari spekulasi ini, terdapat beberapa
kesimpulan dari pemikirn saya yang sedikit mencengangkan mungkin bagi yang baru saja mendengar namun
tentunya tidak bagi saya sendiri tentang anggapan-anggapan atau argumen manusia-manusia yang menganggap
sebelah mata tentang organisasi.

Ketika orang berfikir bahwasanya organisasi itu merupakan sesuatu yang kosong, omdo, tak bermanfaat apapun
bahkan sesuatu yang bullshit, maka saya berfikir pula apakah mereka tak menyadari bahwasanya mereka tak
bisa hidup tanpa organisasi. Tak usah jauh-jauh, tubuh manusia saja bergerak dengan sistem organisasi yang
mana struktur dalam organisasi ini merupakan bagian-bagian yang punya kinerja sendiri-sendiri tapi adakalanya
mereka butuh bantuan struktur atau organ yang lain.

Lalu, ketika orang-orang berfikir bahwasanya berorganisasi tak menjamin kesuksesan di masa depan. Yang
menjadi pertanyaan saya, apakah mereka mampu menyebutkan, siapakah gerangan orang sukses yang mereka
maksud sedangkan ia tak berorganisasi? Dan orang sukses seperti apa yang mereka maksud?

Pertanyaan saya memang bukan timpalan yang memuaskan untuk ungkapan mereka. Untuk memuaskannya,
saya akan menjawab berdasarkan pemikiran saya, karena hal ini tentang filsafat organisasi, orang sukses adalah
orang yang telah mencapai apa yang ia cita-citakan. Mungkin, yang dimaksud mereka-mereka yang berargumen
bahwa mengikuti organisasi tak menjamin kesuksesan seseorang adalah orang-orang yang sukses secara
finansial dan hidupnya lebih tentram dibandingkan dengan yang lain. Lalu, apakah terlewatkan dalam pikiran
mereka bahwasanya orang sukses itu butuh yang namanya organisasi. Seorang bos akan membentuk organisasi
di dalam perusahaannya agar kinerja lebih efektif dan efisien. Bahkan seorang penulis pun, meskipun hanya
seorang individu, namun ia butuh penerbit untuk menerbitkan bukunya atau redaksi media massa untuk
menampangkan tulisannya di media massa yang mana dalam penerbit atau media massa itu terbentuklah
organisasi.

Jadi, secara tidak langsung, manusia yang tak menganggap penting suatu organisasi adalah munafik bagi saya
karena pada hakikatnya, mereka tak bisa memungkiri keberadaan organisasi dan tak bisa memungkiri pula
bahwasanya kodrat manusia adalah butuh akan bantuan orang lain.

Terlepas dari argumen-argumen nyentrik tentang organisasi tersebut, terdapat beberapa hal terkait organisasi itu
sendiri. Organisasi merupakan jiwa dalam satu tubuh. Jika dikaitkan dengan pemikiran bahwasanya organisasi
bagaikan tubuh yang mempuunyai struktur, dengan jiwa itu tubuh mampu bergerak dan dengan bergeraknya
tubuh itu, bergeraklah sistem dan organisasi dalam tubuh itu.

Terakhir, seberapa pentingkah organisasi itu sendiri dalam kehidupan manusia? Saya berfikir bahwasanya itu
sangat penting bahkan menjadi sesuatu yang sakral. Karena untuk menata jalannya kehidupan, untuk melakukan
berbagai aktivitas, perlu adanya organisasi yang mana dengan organisasi itu, satu bagian atau satu struktur akan
membutuhkan bantuan bagian atau struktur lain untuk menuju satu tujuan, apapun keadaan dan bentuknya,
manusiakah, binatangkah, bahkan alam semesta.

ilsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Sedangkan organisasi yaitu
berasal dari kata organon yaitu suatu alat untuk mencari proses dan tujuan yang sama. Organisasi terbentuk
ketika adanya tujuan dan kesamaan orang-orang atau anggota organisasi di dalamnya. Dapat kita simpulkan,
organisasi adalah sebuah wadah atau tempat yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, filsafat
organisasi, yaitu suatu proses yang mengkaji tentang hakikat oraganisasi yang sebenarnya.
Ketidakterbatasan manusia dan keterbatasan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya telah
menghadapkan manusia untuk hidup berorganisasi. Hal ini pula tertuju dimana manusia
mempunyai basic sebagai makhluk sosial. Organisasi telah dibentuk sejak manusia pertama hidup dimuka bumi,
sekelompok manusia yang mempunyai orientasi dan tujuan yang relatif sama berhimpun dan berusaha untuk
mencapai tujuan bersama. Dan sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek
seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut
terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh
masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti pengambilan sumber daya manusia dalam
masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.
Dapat dikatakan organisasi, jika ada aktivitas atau kegiatan yang dikerjakan secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan bersama dan dilakukan oleh dua orang atau lebih. Karena jika kegiatan itu dilakukan satu orang
bukan dikatakan sebagai organisasi. James D. Mooney (1974) mengutarakan bahwa organisasi adalah setiap
bentuk kerja sama manusia untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi memerlukan pengembangan dan
pemeliharaan koordinasi bersama yang pencapaiannya harus diupayakan semaksimal mungkin. Di dalam
organisasi terdapat pengembangan kerja (division of labor). Seluruh dalam kegiatan organisasi harus
menciptakan keterpaduan bahwa objek organisasi pada dasarnya bukan orang tapi kegiatan atau pekerjaan.
Setiap bentuk organisasi terdapat tiga unsure, yaitu orang-orang, kerjasama dan tujuan yang hendak dicapai.
Organisasi juga memiliki lima fenomena penting, yaitu:
Organisasi harus memiliki tujuan.
Organisasi harus mempunyai program, kegiatan strategi dan metode untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi harus mempunyai pimpinan atau manager yang bertanggung jawab terhadap organisasi itu dalam
mencapai tujuan.
Organisasi itu terdiri dari dua orang lebih.
Organisasi itu harus kerja sama.
Organisasi berusaha untuk mempermudah manusia dalam menjalani hidup didunia dengan memanfaatkan segala
kelebihan yang terdapat di dalam organisasi. Untuk menyelesaikan masalah, ketika dipikirkan orang banyak,
maka segala masalah apapun akan mudah terselesaikan. Dibanding satu orang yang memikirkannya. Satu demi
satu persoalan akan selesai, tatkala dikerjakan secara gotong royong.
Untuk menjaga suatu organisasi tetap berjalan, maka suatu organisasi akan merekrut anggota-anggota baru dari
masyarakat. Dengan adanya organisasi maka tugas dan kedudukan masing-masing orang atau pihak hubungan
satu dengan yang lain akan dapat lebih jelas, dengan demikian kesimpulan dobel pekerjaan dan sebagainya akan
dapat di hindarkan. Dengan kata lain tanpa orang yang baik mereka akan bingung tentang apa tugas-tugasnya
dan bagaimana hubungan antara yang satu dengan yang lain.
Organisasi memiliki arti yang sangat strategis dan peran yang dapat mengolah kehidupan manusia agar lebih
mempunyai hakikat yang bermakna. Hakikat organisasi pada dasarnya berorientasi terhadap aspirasi dari pihak
pihak yang memiliki kepentingan terhadap organisasi. Hakikat organisasi menjadi pondasi dasar asas dalam
pengelolaan organisasi untuk mencapai tujuannya demi terciptanya system manajerial yang baik. Dapat
dikatakan jika suatu organisasi kehilangan hakikat maka perlu dipertanyakan komunitas dari
organisasi tersebut.
Lahirnya organisasi akibat adanya tujuan yang ingin hendak dicapai oleh pihak tertentu karena melihat adanya
urgensi dari keberadaan organisasi. Organisasi tidak hanya dibutuhkan pada lingkup yang kecil tetapi juga pada
lingkup yang besar terlihat dari motif didirikannya organisasi. Organisasi yang kita ketahui bersama juga
memiliki tingkatan tertentu tergantung pada tujuan dari objek dari organisasi tersebut. Contoh dari organisasi
yaitu organisasi rumah tangga, organisasi perusahaan, organisasi kenegaraan. Oleh karena itu, organisasi
memang harus ada di dalam kehidupan manusia sebagai instrument yang dapat mempersatukan manusia dalam
proses dinamika dan keteraturan hidup. Dengan hadirnya organisasi Budi Utomo di Indonesia mengakibatkan
lahirnya organisasi-organisasi yang lain yang tentu memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda. Organisasi-
organisasi tanpa manajemen akan menjadi kacau dan bahkan mungkin gulung tikar. Hal ini terbukti dengan jelas
dalan situasi yang tidak normal seperti adanya berencana ketika organisasi sedang tidak teratur maka
manajemen sangan dibutuhkan untuk membenahi organisasi agar menjadi lebih baik
Organisasi memang harus ada di dalam kehidupan manusia sebagai instrument yang dapat mempersatukan
manusia dalam proses dinamika dan keteraturan hidup. Dengan lahirnya organisasi mengakibatkan lahirnya
organisasi-organisasi lain tentu memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda. Struktur organisasi adalah
pengaturan pekerjaan untuk dilaksanakan dalam suatu bisnis. Struktur organisasi dimaksudkan untuk
membangun mewujudkan tujuan bisnis dengan cara mengatur pekerjaan yang harus dilakukan. Cara mengelola
suatu organisasi disesuaikan dengan kondisi organisasi yang tentu memiliki ciri-ciri tertentu.
Penyusunan suatu organisasi formal, yaitu struktur organisasi yang disusun dan dibentuk oleh managemen
puncak dimulai dengan merumuskan tujuan dan rencana organisasi. Manajemen kemudian menentukan aktivitas
pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas-aktivitas yang sudah ditentukan
tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa unit kerja. Pola-pola organisasi dalam bentuk garis komando
terbentang lurus dari sampai kepada pelaksana di bawah dan dipertanggung jawabkan baik secara ketat menurut
hirarkis dari bawah, melalui unsur-unsur di tengah sampai ke atas.
FILSAFAT ILMU EKONOMI ADALAH BAGIAN INTEGRAL DARI FILSAFAT ILMU
PENGETAHUAN (PHILOSOPHY OF SCIENCE)
June 28, 2012

14 Votes

Oleh: La Ode Sabaruddin


Pendahuluan
Refleksi filosofis ilmu ekonomi mungkin telah berkembang seiring dengan perjalanan sejarah hidup manusia
seperti yang diungkapkan oleh Karl Marx bahwa pangkal dari semua kegiatan manusia adalah hubungan
produksi1. Akan tetapi menurut Backhouse (2002), pembahasan ini baru mengemuka sejak aktivitas ekonomi
menjadi objek kajian tersendiri di abad ke-18, misalnya dalam karya yang dikemukakan oleh Cantillon (1755),
David Hume (1752), dan paling berpengaruh adalah karya Adam Smith, Inquiry into the Nature and Causes of
the Wealth of Nations (1776). Pada masa- masa awal, ilmu ekonomi dipandang sebagai bagian tak terpisahkan
dari moral science, sehingga pembahasan filosofisnya pun ditinjau dari perspektif filsafat moral2. Dalam
konteks perkembangan ilmu ekonomi kontemporer, pembahasan aspek filosofis ilmu ekonomi semakin
kompleks dengan berkembangnya beragam aliran pemikiran ekonomi 3. Bahkan, kalaupun diklasifikasikan
menjadi dua kelompok, orthodox dan mainstream, masing-masing kelompok tersebut masih memiliki ragam
varian yang cukup banyak4. Adanya keragaman ini telah menjadi tantangan tersendiri bagi para ekonom maupun
filosof dalam membahas filsafat ilmu ekonomi.
Filsafat ilmu ekonomi meliputi pembahasan tentang aspek konseptual, metodologi, dan etika yang berkaitan
dengan disiplin ilmu ekonomi (Hausman, 2008; Caldwell, 1993). Fokus utamanya adalah aspek metodologi dan
epistemologi yang meliputi metode, konsep, dan teori yang dibangun oleh para ekonom untuk sampai pada yang
disebut science tentang proses ekonomi. Filsafat ekonomi juga berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai etika
menjadi bagian argumentasi dalam ilmu ekonomi seperti kesejahteraan, keadilan, dan adanya trade-off diantara
pilihan-pilihan yang tersedia. Pertanyaan yang selanjutnya mengemuka adalah apakah dimensi filsafat ilmu
ekonomi tersebut menghasilkan pengetahuan empiris yang menjadi dasar teoritis ilmu ekonomi sehingga dapat
diklaim bahwa filsafat ekonomi adalah bagian integral dari filsafat ilmu pengetahuan. Pembahasan tentang
pertanyaan ini telah berlangsung lama dan menimbulkan banyak perdebatan di kalangan ekonom dan filosof
hingga saat ini.
Perdebatan tentang apakah filsafat ekonomi mengikuti pola metodologis dan epistemologis seperti halnya dalam
filsafat ilmu atau memiliki pola tertentu yang terpisah sudah terjadi sejak abad ke 18, dan menjadi lebih intensif
di tahun 1970-an terutama ketika ideologi Kuhnsian, Popperian, dan Lakatonian masuk dalam pembahasan
tentang ekonomi (Blaugh, 1992). Banyak yang mencoba menjelaskan perdebatan tersebut dan hasilnya lebih
condong kepada pandangan bahwa filsafat ekonomi memiliki klaim yang kuat sebagai bagian dari filsafat ilmu
pengetahuan5. Sekalipun demikian, terdapat beberapa pandangan minor yang tetap menyangsikan kesimpulan
tersebut, dan memandang bahwa pembahasan tentang filsafat ekonomi harus dilakukan secara terpisah dari
filsafat ilmu pengetahuan, misalnya Hutchison (2000). Dalam makalah ini, penulis mencoba menyajikan
perdebatan tersebut dan menguraikan tantangan yang dihadapi filsafat ilmu ekonomi dalam mengokohkan klaim
scientific ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan. Bagian pertama akan menjelaskan tentang
permasalahan metodologis dan epistemologis yang dihadapi ilmu ekonomi dalam perspektif ilmu pengetahuan
sebagai dasar pembahasan. Bagian kedua adalah tinjauan literatur tentang filsafat ekonomi dan sejumlah
perdebatan yang terjadi di kalangan ekonom dan filosof terkait hubungan antara filsafat ekonomi dan filsafat
ilmu pengetahuan. Bagian ketiga adalah kesimpulan yang sekaligus juga menyajikan pandangan pribadi penulis
tentang keterkaitan filsafat ekonomi dan filsafat ilmu pengetahuan.
Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan Ilmu Ekonomi
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu
ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan
filsafat. Filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan pembahasan bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan
pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin
ilmu6. Dengan kata lain, filsafat ilmu pengetahuan merupakan telaah secara filsafati yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat sains empirikal, seperti (1) Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana
wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Pertanyaan pertanyaan
ini disebut landasan ontologis, (2) Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan
yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu? Apa kriterianya? Cara/ teknik/sarana apa yang membantu kita
dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Pertanyaan-pertanyaan ini disebut landasan epistemologis,
(3) Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan
tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral/profesional? pertanyaan-pertanyaan ini adalah landasan aksiologis. Jika didefinisikan,
filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang membahas tentang sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan, pengetahuan, metode-metode ilmiah, serta sikap etis yang harus dikembangkan oleh para
ilmuwan, yang berfungsi sebagai sarana pengujian penalaran sains; merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuan; serta memberikan landasan logis terhadap metode keilmuan (Judistira, 2006; Salmon et. al.,
1992; dan www.wikipedia.org).
Pembahasan tentang ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan apakah ilmu
ekonomi memiliki klaim kuat sebagai sebuah disiplin ilmu tertentu yang memiliki aspek metodologis dan
epistemologis yang menghasilkan pengetahuan empiris. Aspek kritis yang menjadi perdebatan tentang hal
tersebut adalah terkait dengan struktur dan justifikasi teori dalam ilmu ekonomi. Secara umum, terdapat 6
(enam) permasalahan utama yang terkait dengan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi, yaitu (Hausman,
2008):
Pertama, positive versus normative economics. Eksistensi pertimbangan normatif dalam ekonomi menimbulkan
pertanyaan metodologis dari perpektif ilmu pengetahuan yang bersifat positivisme. Sebagian besar ekonom
mencoba mengatasi persoalan tersebut dengan melakukan pembahasan ilmu ekonomi dalam bentuk positive
science untuk menghindari bias metodologis. Akan tetapi, banyak kalangan menilai bahwa pendekatan ini
menimbulkan banyak pertanyaan dan cenderung lemah karena selama teori ekonomi berkaitan dengan
kepentingan individu dan atau masyarakat, maka pasti mengandung aspek normatif (Mongin, 2006; Haussman
and McPherson, 2006; Machlup, 1969; Marwel and Ames, 1981; Frank et al, 1993; Marx, 1867).
Kedua, reasons versus causes. Teori ekonomi mengasumsikan bahwa individu bertindak rasional dan
melakukan pilihan-pilihan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Alasan-alasan ini menjadi justifikasi mengapa
seseorang melakukan pilihan tertentu, dan alasan tersebut harus dimengerti oleh individu yang bersangkutan.
Asumsi ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan adanya kemungkinan bahwa individu bertindak karena
adanya hubungan kausal, yang disebabkan oleh kondisi tertentu sehingga tidak bertindak berdasarkan alasan
rasional. Individu yang bertindak rasional didasari oleh asumsi bahwa mereka memiliki informasi yang
sempurna terhadap sejumlah fakta yang relevan dengan pilihan-pilihan yang dibuatnya. Akan tetapi, dalam
kenyataannya kondisi ini tidak pernah terjadi, dan hal tersebut menjelaskan mengapa ilmu ekonomi tidak
parallel atau berbeda dengan ilmu alam (Buchanan and Vanberg, 1989, Von Mises, 1981).
Ketiga, Social Scientific Naturalism. Dari semua ilmu sosial, ilmu ekonomi adalah yang paling mirip dengan
ilmu alam. Pandangan untuk membedakan antara ilmu sosial dan ilmu alam umumnya terkait dengan tiga
pertanyaan, yaitu (1) apakah ada perbedaan fundamental antara struktur dan konsep dalam hal teori dan
penjelasan pada ilmu alam dengan ilmu sosial? (masalah ini terkait dengan reasons versus causes seperti telah
diuraikan sebelumnya), (2) Apakah ada perbedaan fundamental dalam tujuan antara ilmu ekonomi dan ilmu
alam? Sejumlah kalangan menyatakan bahwa ilmu ekonomi memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan
mengapa suatu fenomena terjadi sehingga menciptakan adanya pengertian dan respon terhadap fenomena
tersebut. Tujuan ini mengakibatkan adanya unsur subjektivitas, yang tidak terjadi dalam ilmu alam, (3)
Pentingnya pilihan manusia (atau mungkin free will), menimbulkan pertanyaan apakah fenomena sosial terlalu
tidak teratur sehingga sulit digambarkan dalam suatu kerangka hukum dan teori? Dengan karakter manusia yang
bersifat free will, mungkin perilaku manusia sulit diprediksi. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak perilaku
manusia yang menunjukkan keteraturan, disamping adanya ketidakteraturan. Kondisi ini juga terjadi pada ilmu
alam yang memiliki banyak ketidakteraturan dalam hubungan kausal.
Keempat, Abstraction, idealization, and ceteris paribus clasuses in economics. Dalam perspektif ilmu
pengetahuan, ilmu ekonomi banyak menimbulkan pertanyaan terkait dengan adanya abstraksi, idealiasasi, dan
klaim kebenaran teori yang ceteris paribus. Sejumlah pertanyaan mengemuka, tentang seberapa banyak
simplikasi, idealisasi, dan abtraksi dapat dilegitimasi? Bagaimana legitimasi asumsi ceteris paribus dalam ilmu
pengetahuan? Sejumlah pertanyaan tersebut telah menjadi perdebatan metodologis yang mempertanyakan
scientific dari ilmu ekonomi.
Kelima, Causation in economics and econometrics. Generalisasi dalam ilmu ekonomi didasarkan pada
hubungan kausal, misalkan tentang hukum permintaan. Hubungan kausal ini juga dapat diidentifikasi dengan
ekonometrika. Akan tetapi, terdapat kemungkinan adanya pertentangan analisis hubungan kausal antara yang
dihasilkan oleh perubahan ekonomi dan komparatif statik terkait dengan keseimbangan ekonomi, sehingga
menimbulkan pertanyaan metodologis tentang hubungan kausal mana yang akan dipilih.
Keenam, Structure and strategy of economics. Perdebatan aspek metodologis terkait dengan aspek ini adalah
masuknya filosofi Kuhnsian (Kuhn, 1970) dan Lakatonian (Lakatos, 1970) dalam pembahasan tentang ekonomi.
Permasalahan-permasalan yang terkait dengan aspek metodologis tersebut telah menimbulkan banyak
perdebatan tentang klaim scientific ilmu ekonomi dalam hal generalisasi. Bolehkah suatu ilmu pengetahuan
menghasilkan generalisasi yang salah? Jika klaim tersebut tidak dapat digeneralisasi secara universal, apa dasar
logis yang mendasarinya? Bagaimana mengetahui klaim yang dihasilkan dari proses tersebut salah atau
bagaimana pengujian yang harus dilakukan sehingga klaim tersebut dapat diterima atau ditolak? Pertanyaan-
pertanyaan ini telah menjadi topik intensif yang terus mengemuka hingga saat ini.
Filsafat Ilmu Ekonomi: Upaya Mengatasi Permasalahan Metodologis dan Epistemologis serta
Membuktikan Klaim Scientific Ilmu Ekonomi
Dalam membuktikan klaimnya sebagai ilmu pengetahuan, sejumlah ekonom telah berupaya mengatasi
permasalahan metodologis tersebut untuk menunjukkan scientific ilmu ekonomi. Dari era Nassau Senior dan
John Stuart Mill di tahun 1830-an hingga era Lionel Robbins di tahun 1930-an, terdapat konsepsi dominan di
kalangan para ekonom bahwa premis atau postulat yang di kemudian hari lebih populer disebut dengan asumsi
adalah cenderung dipandang sebagai sesuatu kebenaran yang mampu menggambarkan hubungan kausal dalam
aktivitas ekonomi. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan metode a priori. Perkembangan selanjutnya,
pendekatan Mill dinilai memiliki banyak kelemahan terutama terkait dengan prediksi teori ekonomi yang tidak
selalu didukung oleh bukti empiris karena sebagaimana yang diungkapkan oleh Mill bahwa secara abstrak suatu
teori ekonomi mungkin benar jika faktor pengganggu lainnya diabaikan. Dalam kenyataannya, faktor
penganggu tersebut selalu ada dan memberikan pengaruh terhadap hubungan kausal yang terjadi. Akibatnya,
konfirmasi terhadap teori ekonomi condong pada bahwa premis tersebut benar dibandingkan dengan memeriksa
implikasi prediksi teori tersebut terhadap bukti empiris. Selanjutnya berkembang pendekatan lain, misalnya
yang dilakukan ilmuwan Jerman dan Inggris (di abad ke-19) dan ilmuwan Amerika (di awal abad ke-20), yang
berargumen bahwa premis-premis ekonomi yang berkembang tidak selalu mencerminkan realitas, sehingga
diperlukan banyak studi empiris dan generalisasi hanya dapat dilakukan secara bertahap berdasarkan temuan
yang diperoleh. Perdebatan tentang dua kutub ini terus mengemuka dan tidak menemukan titik temu (Hausman,
2008).
Di tahun 1950-an, perkembangan tentang kutub yang mendukung implikasi prediksi lebih mengemuka
dibandingkan dengan asumsi atau kutub yang mengusung tradisi Millian. Perkembangan baru ini dipelopori
oleh Machlup (1955) dan Friedman (1953) yang menyatakan bahwa asumsi-asumsi yang mendasari model
ekonomi tidak harus realistis, yang terpenting adalah kemampuan dari implikasi model tersebut dalam
memprediksi kenyataan. Selama lebih dari dua dekade, pandangan Friedman banyak mendominasi tentang
pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi.
Perkembangan baru dalam filsafat ekonomi terjadi di tahun 1970-an, ketika filosofi Popperian, Lakatonian, dan
Kuhnsian masuk dalam pembahasan tentang ekonomi (Hausman, 2008). Popperian menolak metode induksi dan
memperkenalkan metode deduksi. Sekilas, pendekatan Popperian tersebut memberikan ruang tentang legitimasi
simplifikasi atau bagaimana teori ekonomi dapat menemukan klaim scientific-nya. Akan tetapi, filosofi
Popperian yang mensyaratkan bahwa formulasi teori harus logically falsifiable dan testable, menyebabkan
adanya kemungkinan penolakan terhadap sebagian besar bahkan seluruh teori ekonomi karena adanya ceteris
paribus dan asumsi-asumsi yang sering kurang realistis yang mendasari teori ekonomi (Marchi, 1988; Caldwell,
1991; Boland, 1992). Kelemahan ini selanjutnya diatasi oleh Imre Lakatos (1970) yang kemudian dikenal
dengan Lakatonian, yang memperkenalkan konsep theoretically progressive. Lakatos menekankan
pada appraising historical series of theories yang berbeda dengan Popperian yang bersifat appraising theories.
Akibatnya, pandangan Lakatos lebih banyak diterima pada pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi
dibandingkan dengan Popperian. Sekalipun demikian, pandangan Lakatos ini belum dapat menyajikan
penjelasan yang memuaskan tentang aspek metodologis dan empirikal untuk menyatakan klaim tentang
scientific ilmu ekonomi sekuat klaim scientific dalam ilmu alam.
Sulitnya persoalan simplikasi dalam ilmu ekonomi memunculkan sejumlah pandangan radikal diantaranya
adalah bahwa ilmu ekonomi memang tidak dapat melewati persoalan metodologis tersebut. Pelopor pandangan
ini adalah Alexander Rosenberg (1992) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi hanya dapat menghasilkan
prediksi umum yang tidak tepat, dan tidak dapat menghasilkan perubahan. Lebih lanjut, menurut Rosenberg
teori ekonomi hanya bernilai sebagai matematika terapan bukan sebagai teori empiris. Pandangan ini relatif
memiliki dasar argumentatif mengingat ilmu ekonomi tidak dapat mencapai kemajuan sebagaimana yang
dilakukan oleh ilmu alam. Akan tetapi, banyak kalangan menilai bahwa klaim ilmu ekonomi tidak menghasilkan
kemajuan dan prediksi kuantitatif cenderung lemah. Salah satu bukti dari hal tersebut adalah kemampuan para
ekonom kontemporer yang dapat memprediksi harga saham lebih baik dibandingkan dengan para ekonom di
masa lalu. Pandangan radikal lainnya yang berlawanan dengan Rosenberg adalah Deidre McCloskeys (1994)
yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi tidak harus memenuhi sejumlah standar metodologis tertentu. Menurut
McCloskeys, satu-satunya kriteria yang relevan untuk menilai praktik dan produk yang dihasilkan oleh ilmu
ekonomi adalah apa yang diterima oleh praktisi. Dengan kata lain, ilmu ekonomi dapat mengabaikan standar
metodologis yang dikemukakan oleh para filosof. Pandangan ini dikenal dengan istilah ekonomi retoris. Banyak
karya berharga dan berpengaruh yang dihasilkan oleh McCloskeys dengan pandangan ekonomi retoris ini.
Akan tetapi masalah yang dihadapi adalah kesulitan untuk mempertahankan argumentasi-argumentasi dalam
studi tersebut karena tidak memiliki standar epistemologis.
Varian lain tentang pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi adalah realisme. Terdapat dua bentuk
pandangan realisme yang berkembang yaitu (1) Pandangan realism yang dikemukakan oleh Uskali Maki (2007),
yang mengeksplorasi beragam realisme implisit dalam pernyataan metodologis dan bangunan teoritis yang
dikemukakan oleh para ekonom, (2) Pandangan realisme yang dikemukakan oleh Tony Lawson (1997) dan Roy
Bhaskar (1978) yang menyatakan bahwa seseorang yang menelusuri kekurangan yang terdapat dalam ilmu
ekonomi tidak cukup hanya dengan ontologi. Menurut Lawson, fenomena ekonomi yang sebenarnya banyak
dipengaruhi oleh faktor yang berbeda, dan seseorang dapat mencapai pengetahuan ilmiah hanya berdasarkan
mekanisme dan kecenderungan yang berkaitan dengan variabel yang diobservasinya.
Sepanjang sejarahnya, ilmu ekonomi telah menjadi subyek kritik dari aspek sosiologis dan metodologis. Kritik
sosiologis misalnya dikemukakan oleh Karl Marx yang mengkritik ekonomi klasik. Menurut Marx, ekonomi
klasik memiliki sejumlah bias ideologis dalam teori dan kebijakan ekonomi-nya sehingga akan selalu
memunculkan kritik yang takkan pernah berakhir. Pengaruh ilmu sosiologi dan ilmu sosial lainnya yang
dihadapkan pada kesulitan metodologis dalam ilmu ekonomi telah memunculkan pandangan untuk
merasionalisasi perilaku ekonomi berdasarkan refleksi metodologis dari perpektif sosiologis. Pelopor pandangan
ini antara lain D. Wade Hands (2001), Hands and Mirowski (1998), Philip Mirowski (2002), dan E. Roy
Weintraub (1991). Sekalipun demikian, seberapa baik pandangan ini masih banyak menimbulkan perdebatan.
Perkembangan lainnya terkait aspek metodologis dalam ilmu ekonomi adalah penerapan pendekatan strukturalis
teori ilmiah dalam ilmu ekonomi, yang antara lain dikemukakan oleh Sneed (1971), Stegmller et al (1981), dan
Balzer and Hamminga (1989). Pendekatan ini mengemukakan sejumlah pandangan terkait adanya keragaman
dan perbedaan pendapat dalam menafsirkan dan menilai teori ekonomi. Selama tidak ada konsensus terkait
aspek metodologis dalam ilmu ekonomi, maka ketika praktisi ekonomi tidak setuju patut dipertanyakan apakah
mereka yang memiliki memahami filosofi tetapi kurang memiliki pengetahuan ekonomi dapat menyelesaikan
masalah tersebut. Oleh karenanya, menurut pandangan ini mereka yang merefleksikan metodologi ekonomi
harus lebih banyak memainkan peran dibandingkan dengan pihak lainnya.
Masalah metodologis lainnya dalam ilmu ekonomi adalah penggunaan pendekatan eksperimental dan non-
eksperimental. Kombinasi pendekatan tersebut dinilai dapat menjembatani dikotomi antara teori ekonomi dan
bukti empiris. Akan tetapi, sejumlah kalangan masih menyangsikan apakah pendekatan eksperimental dapat
digeneralisasi dalam konteks non-eksperimental, termasuk kemungkinan apakah pendekatan eksperimental
dapat dilakukan (Guala, 2005; Kagel and Roth, 2008).
Normative Economics
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sejumlah kalangan berpendapat bahwa sulit memisahkan pembahasan
ilmu ekonomi dengan membedakan aspek positivisme dan aspek normatif karena selama teori ekonomi
berkaitan dengan kepentingan individu dan atau masyarakat, maka pasti mengandung aspek normatif. Kondisi
ini membawa konsekuensi pada perlunya pemahaman tentang pembahasan ekonomi normatif yang berkaitan
dengan bagaimana nilai-nilai etika dan moral menjadi bagian argumentasi dalam membangun ilmu ekonomi
seperti kesejahteraan, keadilan, dan adanya trade-off diantara pilihan-pilihan yang tersedia.
Pertanyaan sentral dalam filsafat moral adalah menentukan secara intrinsik hal-hal apa yang baik bagi manusia.
Pembahasan topik ini mendapatkan tempat yang utama mengingat pandangan moral menempatkan
kesejahteraan manusia sebagai sesuatu yang penting. Konsepsi ini juga berlaku pada pandangan utilitarian
maupun non utilitarian yang memiliki tujuan memaksimumkan kepuasan individu. Dalam konteks ini, ekonomi
positif dapat dipertemukan dengan ekonomi normatif dengan menyamakan kesejahteraan dalam ekonomi
normatif dengan kepuasan preferensi dalam ekonomi positif. Akan tetapi, terdapat sejumlah kalangan yang
keberatan tentang kesamaan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi. Menurut pandangan ini, kepuasan
preferensi dapat didasari oleh suatu keyakinan yang keliru dari pengalaman masa lalu atau distorsi psikologis
sehingga sulit melakukan perbandingan kesejahteraan antar individu. Selain itu, menyamakan kesejahteraan
dengan kepuasan preferensi berarti menempatkan kesejahteraan individu tertentu berdasarkan preferensi
individu lain, sementara kesejahteraan cenderung pada suatu konsensus kolektif tertentu yang disepakati.
Diantara ekonom yang mendukung kesamaan antara kesejahteraan dengan kepuasan preferensi adalah Amartya
Sen (1992). Sekalipun demikian, sebagian besar ekonom berargumen bahwa kepuasan preferensi bukan proksi
empiris yang baik untuk menggambarkan kesejahteraan, walaupun mereka beranggapan bahwa kesejahteraan
dapat mencerminkan kepuasan preferensi.
Konsepsi lainnya dalam ekonomi normatif adalah efisiensi. Konsepsi ini memiliki pembahasan yang cukup luas
dalam ekonomi dalam hubungannya dengan kesejahteraan. Dua teorema tentang ekonomi kesejahteraan,
yaitu first fundamental theorem of welfare economics menyatakan bahwa ekuilibrium yang kompetitif dapat
mencapai pareto optimum (alokasi sumber daya yang efisien) dalam pasar yang sempurna. Teorema ini
merepresentasikan konsepsi Adam Smith tentang invisible hand. Dalam kenyataannya, pasar yang sempurna
tidak pernah terjadi atau terjadi kegagalan pasar (market failure), sehingga lahirlah second fundamental theorem
of welfare economics yang menyatakan bahwa dalam konteks terjadi kegagalan pasar, ekuilibrium yang
kompetitif dan memiliki properti pareto yang optimal dapat dicapai melalui lumpsum transfer. Eksistensi dua
teorema telah menjadi bahan perdebatan dalam menentukan apakah akan menerapkan mekanisme pasar secara
total (laissez-faire) atau kalaupun adan intervensi pemerintah, seberapa besar intervensi tersebut. Pembahasan
lainnya terkait dengan efisiensi adalah analisis biaya dan manfaat yang sering digunakan sebagai instrument
praktis dalam analisis kebijakan (Adler and Posner, 2006).
Sekalipun ekonomi kesejahteraan dan efisiensi mendominasi ekonomi normatif, para ekonom tidak hanya
memfokukan pada pembahasan tersebut. Melalui kolaborasi dengan para filosof, ekonom normatif telah
menghasilkan sejumlah kontribusi penting dalam karya kontemporer di bidang etika dan filsafat normatif dalam
ilmu sosial dan politik. Diantaranya adalah teori pilihan sosial dan teori permainan. Selain itu, ekonom dan
filosof juga berhasil menyajikan karakteristik formal tentang kebebasan yang menunjang analisis ekonomi.
Sebagian lainnya juga berhasil mengembangkan karakterisasi formal tentang kesetaraan sumber daya,
kesempatan, dan outcome serta telah menganalisis kondisi yang memungkinkan memisahkan tanggung jawab
individu dan sosial terhadap kesenjangan. Beberapa ekonom lainnya yang juga banyak memberikan kontribusi
penting adalah Roemer, Amartya Sen, dan Nussbaum (Hausman, 2008). Singkatnya, ada interaksi yang intensif
antara ekonomi normatif dan filsafat moral.
Kesimpulan
Filsafat ilmu ekonomi berkaitan dengan pembahasan yang menjelaskan landasan yang mendasari konsepsi,
metodologi, serta etika dalam disiplin ilmu ekonomi. Oleh karenanya, filsafat ekonomi merupakan bagian tak
terpisahkan dari filsafat ilmu pengetahuan yang membahas bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan
pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin ilmu.
Sekalipun demikian, terdapat beragam perdebatan yang sangat intensif dan terus berkembang dalam upaya
mengokohkan filsafat ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan aspek
metodologis, rasionalitas, etika dan aspek normatif yang terdapat dalam ilmu ekonomi. Telaah yang lebih
mendalam dalam aspek-aspek ini sangat diperlukan dalam mengokohkan klaim scientific ilmu ekonomi di
masa mendatang.
Notes:
1
Menurut Marx, sistem masyarakat yang ada pada masa kapan pun sebenarnya merupakan akibat dari kondisi
ekonomi (hubungan produksi). Perubahan-perubahan yang terjadi dapat dikembalikan pada satu sebab, yaitu
perjuangan kelas (class struggle) dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi tersebut. Aristoteles juga telah
membahas sejumlah masalah yang terkait ekonomi, tetapi dalam ruang lingkup kecil yang lebih kecil yaitu
rumah tangga sehingga pada zaman itu ekonomi dimaknai sebagai persoalan mengelola rumah tangga.
2
Alvey (1999), menunjukkan bahwa hingga permulaan abad ke-20 ilmu ekonomi masih dipandang dalam
perspektif moral science, dan menyatakan bahwa perkembangan ilmu ekonomi kontemporer yang teralienasi
dari aspek moral telah melupakan akar sejarah disiplin ilmu ini.
3
.Umumnya, para ekonom mengklasifikasi pemikiran ekonomi dalam tiga kelompok, yaitu neoklasik ortodoks,
institusionalis, dan radikal. Duhs (2006) menyebutkan bahwa pembagian ini misalnya dilakukan oleh Ward
(1979); Cole, Cameron and Edwards (1983).
4 Sejumlah varian mainstream economics misalnya keynesian economics, monetarists, new classical
economics, rational expectations theory, real business cycle, dll. Keragaman mainstream economics disebabkan
oleh perbedaan pandangan terhadap pertumbuhan, moneter, ketenagakerjaan, pertanian, sumber daya alam,
perdagangan internasional, dll. Sedangkan varian orthodox economics misalnya agency theory, Chicago School,
public choice, Austrian Economics,institutionalist economics Marxian Economics, socio-economists, behavioral
economists, post-keynesians, neo-ricardians, neuroeconomics. Untuk pembahasan detail, lihat Davis, Hands,
and Maki (1998).
5
Sejumlah ekonom dan filosof yang memiliki kontribusi penting dalam mengkonstruksi filsafat ekonomi sebagai
bagian dari filsafat ilmu pengetahuan antara lain (Buchanan, 1985), (Hausman, 2008), (Hausman & McPherson,
1996), (Little, 1995), (Sen, 1987), dan (Rosenberg, 1992).
6
Terdapat beragama metode untuk memverifikasi validitas reasoning yang mendasari suatu ilmu, antara
lain empirical verification, induction, test of an isolated theory impossible, coherentism, ockhams razor, dll.

Problem-problem Filsafat Ilmu


Seperti ilmu-ilmu lainnya, filsafat ilmu juga memiliki masalah-masalah yang sistematis yang dapat digolongkan
berdasarkan pada 6 hal (Gie, 2000) yaitu: pengetahuan, keberadaan, metode, penyimpulan, moralitas, dan
keindahan. Sedangkan masalah atau problem yang dihadapi filsafat ilmu yang tidak sistematis juga ada 6 yaitu:

Pertama, Problem epistemologi tentang ilmu; problem tersebut membahas tentang segi-segi pengetahuan seperti
kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai soal
kebenaran.
Kedua, Problem metafisis tentang ilmu: metafisika adalah teori mengenai apa yang ada. Segi filsafat ilmu ini
mempersoalkan tentang eksistensi dari entitas-entitas dalam sesuatu ilmu khusus atau status dari kebenaran
ilmu.

Ketiga, Problem metodologis tentang ilmu; metodologi ilmu merupakan penelahaan terhadap metode yang
dipergunakan dalam suatu ilmu. Validitas dan reliabilitas hasil ilmu sangat ditentukan oleh kuatnya metode yang
dipakai.

Keempat, Problem logis tentang ilmu; dalam menentukan kesimpulan pada suatu ilmu haruslah memenuhi
syarat-syarat logika dengan standar ketelitian logis yang tinggi.

Kelima, Problem etis tentang ilmu; problem etis dari ilmu tersebut mengandung implikasi baik atau buruk bagi
kehidupan manusia.

Keenam, Problem estetis tentang ilmu; aspek estetis mempermasalahkan tentang keindahan atau kejelekan dari
analisis, pemaparan, penilaian dan penafsiran peranan suatu ilmu dalam peradaban manusia.

Filsafat Ilmu sebagai Dasar dan Arah Pengembangan Ilmu Ekonomi


Filsafat ilmu sangat berperan bagi ilmu ekonomi dengan 3 landasan pokoknya, yaitu: 1) landasan ontologi, 2)
landasan epistemologi dan 3) landasan aksiologi dalam mencipatakan penemuan-penemuan baru, baik ekonomi
secara teoritis maupun ekonomi terapan. Temuan-temuan ilmiah di bidang manajemen produksi, manajemen
pemasaran, manajemen sumber daya manusia dan manajemen keuangan telah mampu membawa dampak
terhadap modernisasi sistem industri dan perdagangan dunia.

Kemajuan teknologi pada abad ini merupakan hasil dari aktivitas intelektual manusia yang sudah maju, baik
dalam sistem maupun metodenya. Adanya perubahan teknologi ini juga berakibat langsung terhadap
perkembangan drastis sistem ilmu dan teknologi. Perkembangantersebut menghasilkan revolusi ilmiah dan
revolusi teknologi yang bergerak dalam perubahan kualitatif yang mendasar. Kemajuan drastis besifat mendasar
ini merupakan prestasi-prestasi ilmiah modern, yang terungkap dalam teknologi dan juga dalam proses produksi
barang-barang material, maka ini berarti tingkat peradaban manusia sudah semakin tinggi.

Save M. Dagun (1992) mengemukakan, bahwa gambaran masyarakat ekonomi masa depan berdasarkan prinsip-
prinsip industrialisme dibedakan menjadi tiga: 1) masyarakat pra-industri, 2) masyarakat era industri, dan 3)
masyarakat pasca industri.

Masyarakat pra-industri, yaitu apabila perkembangan industri yang nampak dari GNP negaranya masih rendah.
Masyarakat era industri ditandai dengan adanya perkembangan industri dan pemanfaatan teknologi mesin-
mesin. Sedangkan masyarakat pasca industri ditandai dengan terjadinya reduksi besar-besaran terhadap waktu
kerja, pertumbuhan populasi nol dan reorientasi perekonomian dan kebudayaan dalam meningkatkan kualitas
hidup sertaperkembangan studi tentang mekanisme umpan balik, sistem komunikasi dan ditemukannya mesin-
mesin yang berteknologi canggih (cyber). Kecanggihan mesin tersebut mampu menguraikan organisme hidup,
kemudian diterapkan pada mesin-mesin elektronik yang sangat rumit strukturnya. Ilmu tentang sibernetik
tersebut, juga memiliki keterbatasan, karena aktivitas jiwa dan rohani manusia tidak dapat diuraikan oleh
pencipta sibernetik melalui komputer yang paling canggih sekalipun.

Konsep sosio ekonomi lahir dengan bertujuan untuk menggali arus dasar persoalan ekonomi dan sosial
masyarakat. Persoalan-persoalan yang timbul saat ini adalah masalah ekologi sosial yang terjadi di setiap
negara, dimana setiap negara harus menciptakan kondisi-kondisi yang menyenangkan bagi hubungan
internasional yang baik demi terciptanya dunia yang lebih maju dan berdasarkan atas rasa cinta damai.
Persoalan ekonomi yang ada hubungannyadengan ekologi sosial perlu ditangani secara bersama oleh semua
ilmu (multi discipline). Usaha untuk memperluas dan melaksanakan kebijaksanaan dan strategi demografis yang
aktif bagi perlindungan habitat lingkungan sangat diperlukan. Usaha mengatasi masalah-masalah dunia dewasa
ini menuntut usaha terpadu dalam berbagai aktivitas. Usaha ini termasuk filsafat yang menyangkut ideologi
dalam rangka menghargai hak asasi manusia. Masyarakatdunia yang sedang menyongsong era industrialisasi
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dengan meningkatkan kesejahteraan secara merata.

Perkembangan ilmu dan teknologi berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi
yang telah dibangun dan dikembangkan oleh para ahli ekonomi yang banyak menimbulkan dilema-dilema yang
mendistorsi eksistensi manusia itu sendiri. Dampak negatif yang diakibatkan dari adanya aktivitas produksi
yang mempengaruhi kondisi lingkungan. Lingkungan menjadi tidak seimbang dikarenakan timbul persoalan-
persoalan radioa aktif, pencemaran lingkungan, pencemaran udara dan pencemaran air. Dengan adanya
persoalan-persoalan dampak dari aktivitas produksi tersebut, maka diperlukan pembatasan-pembatasan dan
perencanaan yang matang terhadap aktivitas produksi yang akan dilaksanakan. Ilmu ekonomi tidak mampu
memecahkan masalah-masalah sosial dan tata lingkungan yang diakibatkan kemajuan ilmu ekonomi itu sendiri.

Persoalan-persoalan di bidang ekonomi modern dapat dirumuskan dalam pertanyaan- pertanyaan sebagai
berikut:

Apakah perusahaan-perusahaan memanusiakan manusia di tempat kerja? Apakah tingkat kepedulian sosial peru
sahaan cukup tinggi? Apakah penggunaan sumber daya alam memperhitungkan kelestarian ekonomi? Apakah
perusahaan rela memikul biaya sosial? Apakah dalam mendapatkan keuntungan, perusahaan memegang teguh
norma-norma moral dan etika? (Siagian, 1996).

Persoalan-persoalan ekonomi yang timbul berkisar pada aspek aksiologi dan filsafat ilmu. Banyaknya
permasalahan yang berkaitan dengan aspek aksiologis dalam perkembangan ilmu ekonomi dan tanggung jawab
para ahli ekonomi Indonesia, antara lain: 1) Masalah pengangguran, 2) Masalah tanggung jawab sosial
perusahaan, 3) Masalah peningkatan mutu kehidupan, 4) Masalah peningkatan taraf hidup, 5) Masalah
pelestarian lingkungan hidu, 6) Masalah perkembangan teknologi, 7) Masalah pengangguran tenaga kerja yang
semakin rumit, dimana keterampilan dan keahlian tenaga kerja tidak sesuai dengan tuntutan dunia usaha.

Perusahaan dalam usahanya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, sering berakibat
terhadap penggunaan teknologi canggih dan pengurangan tenaga kerja. Langkah tersebut mengakibatkan tingkat
pengangguran tinggi, daya beli rendah serta terjadinya kesenjangan sosial.

Masalah tanggung jawab sosial merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pihak manajer perusahaan
terhadap lingkungan di sekitar perusahaan. Dijalinnya hubungan baik ini akan membantu kelancaran operasional
perusahaan, dimana masyarakat sekitar akan ikut bertanggung jawab atas keamanan perusahaan dan sebaliknya
perusahaan akan memberikanbantuan dan dukungan kepada masyarakat yang membutuhkan yang dikaitkan
dengan filosofi, tujuan dan strategi yang dianut perusahaan. Masalah peningkatan mutu kehidupan, dikaitkan
dengan tuntutan masyarakat agar harkat dan martabatnya diakui dan dihargai merupakan tantangan nyata.
Dalam interaksi antara karyawan dengan pihak manajemen menuntut harus tercermin pengakuan dan
penghargaan atas harkat dan martabat mereka.

Masalah peningkatan taraf hidup karyawan harus diperhatikan oleh para manajer, karena karyawan bekerja
bukan hanya sebagai upaya mencari nafkah saja, tetapi juga sebagai wahana untuk menunjukkan eksistensi
dirinya.

Secara pesat perkembangan ekonomi industrialisasi di suatu masyarakat, makin besar pula peranan dunia usaha
dalam pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan. Belum ditemukannya solusi yang tepat untuk
menangani pencemaran dan perusakan lingkungan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak manajer,
tetapi juga melibatkan semua pihak. Semakin pesatnya perkembangan teknologi yang banyak dimanfaatkan
untuk perkembangan perusahaan yang mengakibatkan adanya revolusi teknologi transportasi, telekomunikasi
dan informasi serta adanya dampak negatif terhadap budaya bangsa.

Peranan filsafat ilmu sebagai dasar dan arah pengembangan ilmu ekonomi dalam rangka meningkatkan mutu
para sarjananya menjadi amat penting untuk dipikirkan sebagai prasyaratnya, seperti landasan ontologis, yaitu
yang berhubungan dengan materi yang menjadi obyek telaah ilmu. Filsafat ilmu membimbing agar calon
ilmuwan ekonomi tidak salah menentukan hakekat apa yang dikaji. Dalam hal ini, manusia dalam hubungannya
dengan barang/jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Landasan epistemologis, membimbing dalam proses untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah di bidang ekonomi. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang obyek
apapun termasuk manusia dalam hubungannya benda/jasa untuk memenuhi kebutuhannya, selama hal itu
terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh melalui metode keilmuan, maka sah disebut
keilmuan. Dasar aksiologi, membimbing dalam membahas tentang manfaat dari ilmu pengetahuan ekonomi
yang didapatkannya. Di sini ilmuwan bidang ekonomi harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk,
sehingga ilmuwan harus memiliki moral yang kuat agar kemajuan ilmu yang dihasilkan tidak menjadi momok
yang mengancam kehidupan manusia itu sendiri.

Kenyataan seperti di atas telah diperhatikan oleh (Rizal Mustansyir dan Misnal Musnir,2001) sebagai berikut:

Bagi seorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik
ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat.

Menyadarkan para ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir menara gading, yakni hanya berpikir
murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap
aktivitas keilmuan tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan (ilmu saling menyapa).

Apabila hal ini dapat dicapai berarti, bahwa filsafat ilmu benar-benar memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kualitas sarjana ekonomi. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, para ilmuwan ekonomi akan
menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Selain itu hal yang
tak kalah pentingnya adalah adanya sikap keterbukaan diri di kalangan sarjana ekonomi, sehingga dapat
mengarahkan seluruh potensi keilmuannya untuk kesejahteraan umat manusia dan lingkungannya.

Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi merupakan ilmu pengetahuan yang dinamis, setiap waktu berubah sesuai dengan permasalahan
ekonomi itu sendiri yang cenderung mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut terjadi, baik
di lingkungan keilmuan, perekonomian setiap waktu, dan dalam masyarakat secara keseluruhan.

Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang membahas hubungan antar manusia, sehingga ilmu ekonomi termasuk ilmu
sosial yang sangat penting dan luas cakupannya. Ilmu ini tidak hanya melatih dan mengajarkan berfikir logis,
tetapi juga memberi dasar bertindak rasional dalam usaha memenuhi kebutuhan.

Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat dalam membuat pilihan dengan
menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan
mendistribusikannya untuk kebutuhan konsumsi (sekarang dan di masa datang) kepada berbagai individu dan
golongan masyarakat (Samuelson, 1992).

Sasaran ilmu ekonomi adalah hubungan antar manusia dalam memenuhi kebutuhan materialnya. Sedangkan
pemenuhan kebutuhan spiritual tidak termasuk dalam lingkup ekonomi. Ilmu ekonomi mencoba menguraikan
semua permasalahan yang dihadapi. Akan tetapi tujuan utamanya adalah untuk memahami bagaimana
mengupayakan pengalokasian sumber-sumber daya yang dimiliki yang tentunya terbatas kapasitasnya. Inti dari
ilmu ekonomi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas akan tetapi sumber
ekonomi yang ada terbatas jumlahnya (langka). Kelangkaan tersebut menjadi sumber masalah ekonomi.

Adapun definisi ilmu ekonomi menurut (Samuelson,1992) dalam bukunya Micro of Economic (telah
diterjemahkan) sebagai berikut:

Ilmu ekonomi menanyakan barang apa (what) yang akan diproduksi, bagaimana (how) barang tersebut
diproduksi, dan untuk siapa (for whom) diproduksi. Ilmu ekonomi menganalisis setiap gerakan dan perubahan
yang terjadi dalam keseluruhan ekonomi, misalnya kecenderungan (trend) dalam harga, hasil produksi,
pengangguran dan perdagangan luar negeri.

Ilmu ekonomi mempelajari perdagangan antara berbagai negara. Ilmu ini membantu menerangkan mengapa
negaranegara mengekspor komoditi tertentu dan mengimpor yang lainnya. Ilmu ini juga menganalisis efek
pembatasan terhadap perdagangan internasional.

Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana orang memilih, menggunakan sumber daya
produksi yang terbatas dan menyalurkannya ke berbagai anggota masyarakat untuk segera dikonsumsikan. Ilmu
ekonomi merupakan suatu studi tentang uang, suku bunga, modal, dan kekayaan.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku
masyarakat dalam menggunakan sumber daya yang langka dalam rangka memproduksi berbagai komoditi,
untuk kemudian menyalurkannya kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Perkembangan Ilmu Ekonomi
Persoalan ekonomi telah dipikirkan orang sejak jaman sebelum masehi. Salah satunya adalah Aristotels (300
tahun sebelum masehi) telah menulis tentang harga, nilai, pasar, keuangan negara, efisiensi tenaga kerja dan
sebagainya. Namun pemikiran yang sistematis mengenai ilmu ekonomi muncul pada abad 18 oleh orang
Skotlandia (Rahardja, 2000) yaitu:

Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1776 dengan judul An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations. Adam smith dianggap sebagai bapak ekonomi, karena telah
merumuskan pokok-pokok masalah, pengertian dasar, dan kerangka berfikir yang selanjutnya menjadi dasar
teori ilmu ekonomi modern. Dalam buku tersebut dibahas juga tentang apa yang menentukan tingkat
kemakmuran suatu bangsa dan bagaimana taraf kemakmuran rakyat dapat ditingkatkan serta didistribusikan
The Wealth of Nations. Akan tetapi teori tersebut tidak mampu mengatasi macetnya perkembangan ekonomi
dunia yang mengalami depresi pada tahun 1930.

Selanjutnya muncul teori baru yang dikemukakan oleh seorang Inggris John Maynard Keynes (1883-1946)
dengan bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money yang diterbitkan pada tahun 1936.
Kemudian teori tersebut menajdi titik tolak ilmu ekonomi modern. Perbedaan pokok antara teori Adam Smith
dan teori John Maynard Keynes adalah peranan (campur tangan) pemerintah. Dalam teorinya Adam Smith tidak
melibatkan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi negara. Sedangkan J. M. Keynes mengungkapkan, bahwa
peranan pemerintah sangat menentukan kestabilan ekonomi.

Selanjutnya teori-teori tersebut dikembangkan dengan berbagai penelitian yang kemudian ilmu ekonomi
dibedakan menjadi 2, yaitu (Rahardja, 2000):

Pertama. Economic Theory, ilmu ekonomi teoriadalah analisis ekonomi yang berusaha menjelaskan, mencari
pengertian, hubungan sebab akibat, dan cara kerja sistem perekonomian. Ilmu ekonomi teori ini dibagi lagi
menjadi 2 bagian, antara lain: (1) ilmu ekonomi makro, yaitu ilmu ekonomi yang mempelajari fungsi ekonomi
secara keseluruhan. Dalam ilmu ekonomi makro ini kita menyelidiki ekonomi melalui suatu lensa sudut lebar.
Ilmu ini meneliti bagaimana tingkat dan pertumbuhan outputditetapkan, menganalisis inflasi dan pengangguran,
mempertanyakan seberapa besar jumlah uang beredar, dan menyelidiki mengapa beberapa negara mengalami
perkembangan pesat sementara lainnya mengalami stagnasi.

Kedua. Ilmu ekonmi mikro, yaitu ilmu yang secara khusus mempelajari tentang bagian-bagian dari keseluruhan
kegiatan perekonomian seperti perusahaan, pasar, harga barang, sumber daya ekonomi dan sebagainya. 2)
Applied Economics, ilmu ekonomi terapan adalah penggunaan kerangkapengertian dari analisis ekonomi teori
untuk merumuskan kebijakan-kebijakan, pedoman-pedoman yang tepat untuk mengatasi masalah ekonomi
tertentu.

Inti dari ilmu ekonomi adalah adanya fakta kelangkaan barang/jasa yang diminta, karena keinginan konsumsi
melebihi kapasitas yang dapat diproduksi oleh perekonomian. Dengan teori-teori ekonomi yang ada manusia
didorong menerapkan teori tersebut untuk memilih di antara barang-barang yang terbatas jumlahnya untuk
diproduksi dengan sumber-sumber daya yang dimiliki.

Kualifikasi Sarjana Ekonomi Indonesia


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya ilmu ekonomi tergantung dari ilmuwan-ilmuwan baru
yang mengkaji teori-teori lama kemudian dianalisis sesuai dengan perubahan yang terjadi dan berbagai
persoalan baru yang timbul. Dengan adanya persoalan-persoalan baru tersebut, maka para ilmuwan berusaha
untuk memecahkannya. Selanjutnya ditemukanlah teori-teori baru yang lebih tepat dalam mengatasi berbagai
persoalan. Kembali kita pada ungkapan orang bijak bahwa sesuatu hal yang diciptakan oleh manusia tidak ada
yang sempurna. Begitu juga dengan penemuan-penemuan teori-teori baru ilmu ekonomi tersebut. Persoalan-
persoalan yang ada dapat dipecahkan dengan segera. Akan tetapi teori-teori baru tersebut juga menimbulkan
dampak negatif bagi manusia itu sendiri yang diakibatkan oleh rusaknya lingkungan alam seperti: masalah
pencemaran, masalah sosial, dan masalah-masalah lain yang kompleks.

Untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ramah lingkungan dan meminimalkan dampak negatif
yang ditimbulkan, maka diperlukan ilmuwan yang tanggap terhadap perubahan teknologi dan permasalahannya.
Hal ini berarti diperlukan ilmuwan yang tidak hanya bisa menciptakan hal baru namun tidak bisa mengatasi
permasalahan yang timbul akibat penemuannya. Di dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang
kompleks terebut diperlukan ilmuwan-ilmuwan (sarjana) yang berkualitas, profesional, berwawasan luas, dan
memiliki moral yang baik dan bisa menyesuaikan teorinya dengan norma-norma (baik norma agama maupun
masyarakat yang berlaku) dan tentu saja ramah terhadap lingkungan alam sekitarnya baik jangka pendek
maupun dalam jangka panjang.

Peranan perguruan tinggi sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut. Dengan adanya perguruan tinggi yang
memberikan pendidikan moral dan etika dan tidak hanya memberikan pendidikan formal saja kepada calon-
calon ilmuwan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah menetapkan peraturan yang berlandaskan
pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Peraturan Pemerintah tersebut juga dijadikan tujuan utama
dalam melaksanakan proses pendidikan pada Perguruan Tinggi, khususnya Fakultas Ekonomi.

Selanjutnya peraturan-peraturan tersebut ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990
sebagaimana yang dikutip Dorodjatun (Koentjoro,1997) berbunyi: Menyiapkan mahasiswa menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/ atau menciptakan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi. Mengembangkan,
menyebarluaskan ilmu pengetahuan ekonomi, dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan kebudayaan nasional.

Tujuan pendidikan sarjana ekonomi adalah menghasilkan sarjana yang berkualifikasi sebagai berikut: 1)
Berjiwa Pancasila dan memiliki integritas kepribadian yang tinggi. Bersifat terbuka, tanggap terhadap
perubahan dan kemajuan iptek, serta masalah yang dihadapi masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan
bidang ekonomi; 2) Berkeinginan dan berkemampuan menerapkan pengetahuan ilmu ekonomi dan keterampilan
dalam bidang keahliannya untuk kegiatan yang bersifat produktif dan pelayanan kepada masyarakat; 3)
Menguasai dasar ilmu dan pengetahuan serta peralatan analisa ekonomi sehingga mampu menemukan,
memahami, menjelaskan dan merumuskan cara penyelesaian masalah di bidang ekonomi; 4) Menguasai dasar-
dasar ilmiah sehingga mampu berfikir, bersikap dan bertindak sebagai ilmuwan; 5) Berkeinginan dan
berkemampuan mengikuti perkembangan pengetahuan ilmu ekonomi dan keterampilan dalam bidang
keahliannya.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, kualifikasi seorang sarjana (ilmuwan di bidang ekonomi) setidak-tidaknya
harus menguasai dasar ilmu dan pengetahuan serta peralatan analisis ekonomi, dan penguasaan dasar-dasar
ilmiah sehingga mampu berfikir, bersikap, dan bertindak sebagai ilmuwan. Kualifikasi inilah yang hanya bisa
dimiliki bila seorang sarjana ekonomi memahami, menghayati, dan mengamalkan kaidah-kaidah filsafat ilmu.

Penutup
Berdasarkan pembahasan tentang filsafat ilmu dan peranan filsafat ilmu sebagai dasar dan arah pengembangan
ilmu ekonomi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Filsafat ilmu sebagai cabang dari ilmu filsafat dan sekaligus sebagai Mother of Science berperanan
memberikan ide atau pondasi dasar peletakan ilmu-ilmu pada umumnya termasuk ilmu ekonomi. Sebagaimana
fungsinya filsafat akan memberikan dasar-dasar dan sekaligus semua ilmu secara hakiki akan kembali kepada
induknya.

Filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat.
Sekarang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tergantung pada perkembangan yang cepat dan
metodologi baru yang berkaitan dengan bermacam-macam masalah yang pelik dan dinamis.

Filsafat ilmu berperan besar terhadap pengembangan ilmu ekonomi menuju peningkatan ilmu pengetahuan dan
peralatan analisis ekonomi serta meningkatkan kwalitas ilmuwan (sarjana ekonomi) yang mampu berfikir,
bersikap dan bertindak sebagai ilmuwan yang bijaksana. Peranan filsafat ilmu terhadap ilmu ekonomi yaitu: 1)
Berperan sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah; 2) Berperan sebagai sarana merefleksi, menguji,
mengkritik asumsi dan metode keilmuan, dan 3) Berperan sebagai sarana memberikan dasar logis terhadap
metode keilmuan.

Untuk mengembangkan ilmu ekonomi diperlukan strategi yang tepat dan berjalan seiring dengan spiritualisasi,
ekspresi estetika dan sosialisasi nilai-nilai kemanusiaan. Ilmu ekonomi, khususnya di Indonesia harus
dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek moral dan etika yang berlaku, sehingga dalam
implementasinya dan penerapannya tetap menjujung tinggi harkat dan martabat manusia, yang bersifat jujur dan
transparan serta menjaga keseimbangan serta kelestarian lingkungan alam.

Peranan perguruan tinggi sangat diperlukan untuk mencetak ilmuwanilmuwan yang handal dan berkwalitas serta
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dan dapat menjaga kelestarian lingkungan alam.

FILSAFAT-Filsafat Ilmu Ekonomi

Epistemologi ilmu ekonomi :


Epistemologi ilmu ekonomi membahas tentang asal mula atau sumber, struktur, metode dan validitas ilmu
ekonomi. Persoalan yang diangkat dalam epistemologi ilmu ekonomi adalah bagaimana manusia dapat
mengetahui ilmu ekonomi, darimana ilmu ekonomi berasal dan bagaimana mengetahui kebenaran tentang ilmu
ekonomi. Secara epistemologis, ilmu ekonomi dimulai dari pemikiran tentang persoalan ekonomi. Persoalan
ekonomi telah dipikirkan oleh Aristotels pada tahun 300 sebelum masehi dengan menulis tentang harga, nilai,
pasar, keuangan negara, efisiensi tenaga kerja dan sebagainya. Namun pemikiran yang sistematis mengenai ilmu
ekonomi muncul pada abad 18 oleh Adam Smith dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1776 dengan judul
An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Adam Smith dianggap sebagai Bapak Ilmu
Ekonomi karena telah merumuskan pokok-pokok masalah, pengertian dasar, dan kerangka berfikir yang
selanjutnya menjadi dasar teori ilmu ekonomi modern. Kata ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani oikos
yang berarti keluarga/rumah tangga dan nomos yang berarti peraturan. Jadi ekonomi dapat diartikan sebagai
aturan rumah tangga.
Ontologi ilmu ekonomi :
Ontologi ilmu ekonomi berkaitan dengan objek yang ditelaah atau sasaran ilmu dan bagaimana wujud
sebenarnya dari onjek tersebut. Secara ontologis, sasaran ilmu ekonomi adalah hubungan antar manusia dalam
memenuhi kebutuhan materialnya. Sedangkan pemenuhan kebutuhan spiritual tidak termasuk dalam lingkup
ekonomi. Inti dari ilmu ekonomi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas
ditengah-tengah jumlah sumber daya ekonomi yang ada terbatas jumlahnya. Ada banyak yang dipelajari dalam
ilmu ekonomi, namun dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu ekonomi mikro dan makro.
Aksiologi ilmu ekonomi :
Aksiologi ilmu ekonomi berkaitan dengan kegunaan ilmu ekonomi. Disini nilai pengetahuan akan terlihat
bagaimana peranan ilmu ekonomi dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan aspek aksiologis ilmu
ekonomi seperti masalah pengangguran, tanggung jawab sosial perusahaan, peningkatan mutu dan taraf
kehidupan. Dasar aksiologi membimbing dalam membahas tentang manfaat dari ilmu pengetahuan ekonomi.
Dalam hal ini ilmuwan bidang ekonomi harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, sehingga
ilmuwan harus memiliki moral yang kuat agar kemajuan ilmu yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kehidupan
manusia.

Anda mungkin juga menyukai