Anda di halaman 1dari 11

PERILAKU PASCA PANEN PETANI PAPRIKA BERORIENTASI

KONSUMEN MODERN

Haifa Fauziyyah Aini1, Reza Muhammad Rifqi2, Rizkyani Remona3, Tessa Prima Dewi4
1,2,3,4Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang
Email : tessaprimad@gmail.com

PENDAHULUAN

Paprika (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
memiliki prospek yang tinggi karena termasuk kedalam komoditas utama ekspor hortikultura
Indonesia (Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2003). Tanaman paprika
berasal dari Amerika Tengah kemudian menyebar ke Eropa dan Asia setelah tahun 1500-an.
Tanaman paprika memiliki ciri-ciri mirip dengan tanaman cabai pada umumnya, namun
ukuran daun paprika lebih lebar dan buahnya berbentuk bulat berlekuk, bijinya mirip sekali
dengan cabai (Azzamy, 2016). Paprika disebutkan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan
karena mengandung banyak antioksidan dan vitamin C (150-250mg/100g). Paprika termasuk
dalam jenis sayuran komersial bernilai tinggi, kebanyakan diminati oleh hotel, restoran, pasar
swalayan, perusahaan catering penerbangan dan penggunaan oleoresin yang cukup luas
dalam berbagai keperluan industri pangan dan farmasi serta banyaknya penduduk asing yang
menetap di Indonesia menyebabkan permintaan paprika meningkat. Data permintaan
meningkat
Peluang pemasaran paprika tidak hanya terbatas di dalam negeri tetapi juga luar
negeri, Indonesia sudah mengekspor ke beberapa negara diantaranya adalah Belanda,
Hongkong, Singapura dan Taiwan. Dikutip dari pasuruankab.go.id (2016), harga paprika
lokal pada tahun 2016 cukup menjanjikan mencapai Rp. 42.000 per kilogram. Dalam artikel
bandung.bisnis.com, Jhonny Hasan selaku Ketua Asosiasi Eksportir Sayur Buah-buahan
Indonesia (AESBI) Jabar menyebutkan bahwa peluang ekspor paprika terasa ketika
perekonomian Indonesia semakin tertekan dengan melemahnya rupiah dan berimbas kepada
ekportir yang dapat memperoleh keuntungan lebih tinggi. Hal ini karena paprika adalah salah
satu komoditas yang memiliki harga mahal dan banyak dicari oleh Negara tetangga seperti
Malaysia dan Singapura.
Secara umum tingkat produktivitas paprika dunia belum maksimal, namun beberapa
negara mampu mencapai tingkat produktivitas paprika yang jauh lebih tinggi dari
produktivitas dunia. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2015),
Produktivitas paprika dunia menunjukkan peningkatan dari tahun 1980-2013 dengan laju
pertumbuhan sebesar 2,06% per tahun. Produktivitas paprika dunia tertinggi dicapai pada
tahun 2013 sebesar 17,75 ton/ha. Indonesia sendiri menempati urutan ke-49 sebagai eksportir
paprika dunia dengan kontribusi ekspor sebesar 1,05 ribu ton, jumlah kontribusi ekspor
tersebut sangat jauh bila dibandingkan dengan Negara Meksiko yang merupakan eksportir
terbesar dengan kontribusi ekspor mencapai 660,31 ribu ton atau sebesar 24,46% terhadap
total volume ekspor paprika dunia. Rendahnya nilai ekspor Indonesia tersebut dikarenakan
adanya penentuan grade serta kriteria barang dari pihak konsumen luar negeri yang sulit
untuk dipenuhi oleh para produsen penghasil paprika di Indonesia.
Kegiatan pemasaran paprika dari petani (produsen) sampai ke konsumen melibatkan
cukup banyak mata rantai pemasarannya. Panjang atau pendeknya mata rantai pemasaran
akan berpengaruh terhadap harga jual di tingkat petani dan pasaran serta kualitas mutu
paprika. Pengelompokkan paprika menjadi beberapa kelas mutu (grading) yaitu kelas mutu I
dan kelas mutu II, yang dilihat dari tekstur buah,bentuk buah, kematangan buah serta tingkat
kerusakan akibat cacat dan terinfeksi OPT, Pengelompokkan juga dilakukan berdasarkan
ukuran buah (Kementrian Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pertanian, 2013). Penentuan grade tersebut termasuk kedalam tahapan penanganan
pascapanen. Petani paprika dituntut untuk menangani proses budidaya sampai penanganan
pasca panen dengan tepat dan efisien. Begitu juga dengan pemasok paprika hingga sampai ke
tangan konsumen modern perlu mengelola pengadaan dan persediaan produk dari mitra
maupun kebun sendiri dan menjalin hubungan baik agar konsistensi kualitas, kuantitas, dan
kontinuitas produk dapat dijaga sehingga pada akhirnya rantai pasok dari hulu hingga hilir
dapat terintegrasi dengan baik. Penanganan pascapanen sangat mempengaruhi kualitas
paprika yang akan dipasarkan di dalam maupun luar negeri. Jika penanganannya kurang baik
akan menurunkan kualitasnya produk. Penanganan pascapanen pada umumnya meliputi
pencucian/ pembersihan, sortasi/grading, pengepakan buah, dan penyimpanan dalam ruang
pendingin. Penanganan pascapanen paprika bertujuan untuk menjamin keseragaman ukuran,
mutu buah dan menjamin mutu buah yang dihasilkan sesuai dengan pemintaan pasar baik
domestik maupun ekspor. Dengan memperhatikan penanganan pascapanen paprika
diharapkan petani dapat memenuhi permintaan konsumen modern baik kualitas atau
produktivitas yang tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Melihat perilaku petani terhadap permintaan
konsumen modern, (2) Membandingkan perilaku petani pasca panen dalam memenuhi
permintaan paprika ekspor dan lokal.
METODOLOGI

Data yang digunakan dalam penyusunan artikel ini menggunakan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan hasil wawancara dengan
pihak yang berkepentingan yang dilakukan di beberapa tempat diantaranya Pizza Hut dan
Superindo yang bertempat di Jatinangor Town Square, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang pada tanggal 19 April 2017; Griya Yogya bertempat di Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang pada tanggal 9 Mei 2017 dan Kelompok Tani Paprika Sampurna Jaya
bertempat di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat pada tanggal
10 Mei 2017. Data penunjang lainnya didapat dari situs internet, artikel, penelitian-penelitian
terdahulu sebagai bahan pembanding serta kumpulan informasi dari instansi-instansi yang
terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Pertanian.
Daerah budidaya paprika yang paling luas berada di provinsi Jawa Barat tepatnya di
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Luasan lahan budidaya paprika di kawasan
tersebut mencapai 100 ha. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa kawasan Pasirlangu merupakan sentra produksi cabai paprika di
kawasan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Permintaan paprika oleh konsumen modern

Paprika merupakan tanaman yang memerlukan kondisi agroklimat dan terbatas pada
daerah dataran tinggi walaupun bukan merupakan tanaman sayuran asli Indonesia, perubahan
gaya hidup dan pola konsumsi penduduk Indonesia berupa menu sayuran dengan bahan baku
paprika menunjukkan peningkatan permintaan. Paprika banyak ditemukan di swayalan besar
seperti Superindo, Carrefour, Hypermart, Griya Yogya, Giant, dan Borma bahkan restoran
dan usaha catering memakai paprika sebagai bahan baku dalam pembuatan makanan.

Tabel 1. Permintaan dan Harga Paprika Konsumen Modern

Jenis Paprika Permintaan (kg/hari) Harga (kg)


Pizza Hut Jatinangor
Merah 0.5 45.000
Hijau 1 35.000
Kuning - -
Super Indo Jatinangor
Merah 0.15 12.450*
Hijau 0.20 10.950*
Kuning - -
Griya Jatinangor
Merah 0.10 62.700
Hijau 0.30 42.800
Kuning 0.30 65.500
* = Dalam harga/pcs (satu buah paprika) dengan berat rata-rata 200-300/gr Commented [G1]: Sumber data ini dari mana??

Menurut Agus Suryana selaku Asisten Manager Pizza Hut Jatinangor yang ditemui
saat wawancara mengatakan permintaan paprika dalam kilogram per harinya di Pizza Hut
Jatinangor berbeda antara paprika hijau, merah, dan kuning. Permintaan paprika tertinggi
terdapat pada paprika hijau sebesar 1 kg/hari, untuk paprika merah sebesar 0,5 kg/hari,
sedangkan untuk paprika kuning Pizza Hut sendiri tidak menggunakan paprika tersebut.
Paprika hijau lebih banyak digunakan dibandingkan paprika merah karena paprika merah
hanya digunakan untuk mempercantik tampilan makanan. Untuk harga beli paprika dari
supplier yaitu pada paprika merah dan hijau masing-masing sebesar Rp.45.000/kg dan Rp.
35.000/kg. Menurut Agus Suryana, paprika yang didapatkan merupakan paprika lokal.
Paprika tersebut berasal dari Supplier yang berada di Lembang yaitu Koperasi Gerbang Mas
dengan adanya kontrak mengenai harga, kualitas dan pengadaan paprika yang hanya berlaku
dalam 3 bulan dan dapat diperpanjang. Dengan adanya kontrak tersebut, apabila terdapat
paprika yang busuk maupun cacat dapat diretur walaupun hanya 4-5 buah paprika dan
keuntungan lainnya bila produksi paprika yang menurun akibat faktor lingkungan sehingga
menyebabkan harga naik di pasaran, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap Pizza Hut
karena sudah harga kontrak. Menurut Agus Suryana, paprika yang didapatkan dari supplier
dari waktu panen hanya 4 hari yang disimpan untuk stock ,dikemas dengan plastik biasa yang
terdapat lubang-lubang untuk ruang udara. Setelah menerima paprika dari supplier, terdapat
sistem penyortiran, penimbangan, pencucian, sanitasi untuk menetralisir pestisida dan
dimasukkan ke ruang pendingin.

Berdasarkan Tabel 1, Permintaan paprika di Super Indo Jatinangor yang tertinggi


adalah paprika hijau sebanyak 0,20 kg/hari sedangkan untuk paprika merah sebanyak 0,15
kg/hari. Di Super Indo ini tidak menjual paprika kuning. Harga jual paprika di Super Indo
yaitu pada paprika merah dan hijau masing-masing sebesar Rp 12.450/pcs dan Rp
10.950/pcs. Menurut Khanza selaku karyawan Superindo, paprika tersebut berasal dari pasar
caringin. Berbeda dengan Griya Jatinangor yang menyediakan paprika kuning. Di Griya
Jatinangor, permintaan tertinggi adalah permintaan paprika merah sebanyak 0,1 kg/hari
sedangkan untuk permintaan paprika hijau dan kuning permintaan sebanyak 0,3 kg/hari.
Untuk harga jual yang tertinggi adalah paprika kuning sebesar Rp 65.600/kg; harga jual
terendah adalah paprika hijau yaitu sebesar Rp 42.800/kg; dan harga jual paprika merah
sebesar Rp 42.800/kg.

(a) (b)

Gambar 1. Harga Paprika yang Dibandrol : (kiri) Superindo, (kanan) Griya Jatinangor

Berdasarkan dari data yang didapatkan, harga paprika di Super Indo cenderung lebih
murah dibandingkan dengan harga jual paprika di Griya meskipun harganya tidak terpaut
jauh. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya :

1. Dari segi jumlah konsumen di Super Indo lebih banyak dibandingkan dengan Griya,
sehingga perputaran produk yang ada cukup cepat. Dengan begitu Super Indo dapat
membuat order barang dalam jumlah besar yang nantinya akan mendapat harga yang
lebih rendah dibandingkan order ke produsen dalam jumlah kecil.
2. Pajak sewa tempat. Apabila tempatnya lebih strategis maka pajak tempat akan lebih
mahal sehingga akan berpengaruh terhadap nilai jual produk yang ada.

Dikutip dari www.superindo.com (2017), paprika yang segar adalah kulit paprika
yang kencang, masih utuh batang buahnya, tampak mengkilap, tidak ada cacat dikulit dan
beratnya sesuai untuk ukurannya. Kualitas paprika tersebut menuntut para petani paprika
untuk menghasilkan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar khususnya konsumen
modern. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingginya permintaan terhadap paprika. Permintaan
dari hotel berbintang rata-rata sekitar 15 kg/hari, sedangkan swalayan membutuhkan sekitar
5kg/hari, dan tingginya permintaan tersebut belum dapat terpenuhi oleh petani (Prihmantoro
dan Yovita, 2003). Banyaknya orang asing yang menetap, bermunculannya hotel, restoran
dan usaha catering yang menyediakan menu masakan asing dan swalayan yang menyediakan
berbagai sayuran impor serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi
menyebabkan permintaan terhadap paprika semakin meningkat. Meningkatnya permintaan
paprika tentunya berpengaruh terhadap perilaku petani dalam memasok kebutuhan paprika
nasional.

2. Perilaku Petani Pasca Panen Paprika dalam memenuhi permintaan konsumen


modern

Penanganan pascapanen merupakan rangkaian kegiatan setelah panen yang dilakukan


dengan tahapan dan waktu sesingkat mungkin untuk mengantarkan produk pertanian dari
lahan produksi ke tangan konsumen dalam keadaan segar dan baik yang diupayakan agar
produk tidak terkena kontak fisik. Keadaan yang segar dan baik dari produk pertanian
hortikultura tercermin dari sifat-sifat mutu yang tercantum dalam standar mutu atau
persyaratan teknis minimal. Penanganan pascapanen bertujuan mempertahankan sifat-sifat
mutu dari produk hortikultura mencakup karakteristik tampilan (bentuk, ukuran, warna dan
bebas dari cacat-cela), tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan keamanan pangan. Disamping itu,
penanganan pascapanen juga diharapkan dapat mengurangi kehilangan dan kerusakan serta
meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk hortikultura yang bersangkutan. Salah satu
produk hortikultura yang sangat dipertimbangkan mutunya adalah paprika, hal ini
dikarenakan paprika memiliki nilai jual yang tinggi sehingga setiap tahapan dalam
penanganan pasca panen sangat penting demi mempertahankan mutu paprika agar sesuai
dengan permintaan pasar dan konsumen modern.

Dalam memenuhi permintaan pasar maupun konsumen modern, banyak petani yang
melakukan beberapa cara agar dapat memenuhi permintaan paprika tersebut. Salah satunya
adalah Bapak Aan selaku anggota Kelompok Tani Paprika Sampurna Jaya yang sebelumnya
merupakan anggota Koperasi Sinar Mas Pasirlangu. Koperasi Sinar Mas ini merupakan
gudang tempat hasil pemanenan paprika yang dikumpulkan dari beberapa petani paprika
yang membentuk kelompok tani. Yang dilakukan kelompok tani Pasirlangu untuk memenuhi
permintaan konsumen dalam proses penanganan pasca panen dari panen hingga sampai ke
konsumen, sebagai berikut:
1. Setiap pagi para pekerja memetik paprika yang siap panen dari beberapa plastic
house, pemanenan dilakukan setiap hari. Adapun kriteria paprika yang siap di
panen adalah bentuk buah ideal dengan diameter 7-12 cm, bentuk normal, dan
warna sempurna (sesuai permintaan).Penyimpanan paprika sebaiknya dilakukan
secara tepat.
2. Setelah selesai panen, dilakukan proses penyortiran oleh petani untuk memilih dan
mengelompokkan paprika berdasarkan kualitasnya sebelum dikirim ke koperasi.
Penyortiran dilakukan berdasarkan kualitasnya paprika dibedakan menjadi 3 jenis
grade yang terdiri dari grade A, B, dan C. Grade A merupakan paprika dengan
kualitas super diperuntukkan bagi pasar ekspor dan untuk pasar lokal khusus.
Grade B diperuntukkan bagi pasar lokal dengan kontrak tertentu, seperti
supermarket dan restoran siap saji. Grade C diperuntukkan bagi pasar lokal lepas,
yaitu pasar tradisional di beberapa daerah. Hasil sortasi di gudang Sampurna Jaya
dibungkus dengan plastik besar seberat 15 kg untuk setiap grade.
3. Selanjutnya, paprika dari koperasi akan dikirim ke gudang besar seperti Amazing
Farm, Putri Segar, dan Bimandiri. Menurut Bapak Aan selama bekerja di Koperasi
Sinar Mas, pengiriman paprika ke gudang besar dilakukan setiap hari mencapai 5
kwintal dari hasil panen yang dikumpulkan dari berbagai kelompok tani. Di
gudang besar paprika dibungkus menggunakan sterofoam atau plastik mika.
Kegiatan packing dilakukan di gudang besar karena terdapat banyak paprika yang
terkumpul dari koperasi lainnya.
4. Dari gudang besar dikirim ke pasar modern seperti ritel. Untuk paprika yang tidak
memenuhi mutu yang diminta oleh pasar modern, dikirim ke pasar tradisional.
Gambar 2. Hasil Grading Paprika : (kiri) Paprika Hijau dan Kuning, (tengah dan
kanan) Paprika Merah.

Paprika yang dihasilkan oleh Kelompok Tani Pasirlangu adalah paprika varietas hijau,
merah, dan kuning. Perbedaan dari ketiga varietas tersebut yaitu dari masa tanamnya dan
varietas. Varietas yang digunakan untuk paprika hijau biasanya berasal dari varietas yang
sama dengan paprika merah perbedaannya hanya di masa tanam. Masa tanam paprika dari
tanam sampai panen untuk paprika hijau yaitu 70 hari dan paprika merah yaitu 100 hari.
Sedangkan untuk paprika kuning berasal dari varietas yang berbeda dengan paprika merah.
Panen dilakukan dengan cara konvensional yaitu dengan tangan agar paprika tidak rusak.
Untuk panen, setiap green house biasanya dilakukan oleh 5 orang. Beberapa kelompok tani
tidak dapat memenuhi permintaan paprika lebih dari biasanya yaitu sebesar 5 kwintal per
hari, karena panen paprika harus kontinuitas setiap harinya. Bahkan untuk memenuhi
permintaan yang tinggi tersebut, dilakukan pemanenan paprika yang belum memasuki waktu
panen (pemanenan dipercepat). Hal tersebut menyebabkan paprika yang dipanen warnanya
masih tidak penuh seperti yang terlihat pada gambar 2.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Erwin Setiawan dan Dewi Supriyanti dari Institut
Teknologi Bandung (2003), menyatakan bahwa sentra produksi paprika di Desa Pasirlangu
Lembang Kabupaten Bandung bila ditinjau dari sisi pasar, produk paprika untuk pasar ekspor
dan lokal memiliki persyaratan berbeda. Perbedaan persyaratan tersebut sebenarnya tidak
begitu signifikan pada penanganan pasca panen. Hanya saja pada proses packing untuk
paprika yang di ekspor menggunakan box pendingin (cool storage) karena paprika yang
sudah dipanen dapat bertahan selama 1 bulan jika disimpan di pendingin, sedangkan paprika
untuk pasar lokal atau domestik menggunakan plastik atau sterofoam. Namun penanganan
pasca panen untuk pasar lokal atau domestik tetap harus mengikuti petunjuk yang sudah
berlaku terutama dalam pengemasan serta penyimpanan agar terhindar dari kerusakan.
Paprika akan rusak bila dibiarkan dalam suhu kamar, sebab kesegaran paprika hanya bertahan
selama empat sampai tujuh hari pada suhu ruang. Kondisi buah yang rusak akan berpengaruh
terhadap harga jual, bahkan adanya penolakan dari pihak pasar. Untuk ekspor umumnya
diperlukan produk paprika yang mulus tanpa cacat, sedangkan untuk pasar lokal tidak
membutuhkan spesifikasi yang khusus dan ketat. Menurut Bapak Aan salah satu kelompok
tani, permintaan paprika ekspor adalah paprika berukuran kecil dengan berat 150-200 gr/buah
berbeda dengan permintaan konsumen dalam negeri dengan berat paprika 150-300 gr/buah.
Sehingga, para petani paprika di Pasirlangu memutuskan untuk tidak ekspor paprika karena
keuntungan yang didapatkan dari ekspor lebih rendah dibandingkan dari konsumen dalam
negeri. Harga jual paprika yang diekspor hanya Rp. 20.000 per kilogram sedangkan untuk
harga jual paprika konsumen dalam negeri mencapai Rp.50.000 per kilogram.

Sebelum 2003 pasar ekspor paprika adalah Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Saat
ini hanya Taiwan dan Hongkong karena Singapura dipasok oleh Vietnam dan Thailand.
Kuotanya pun tidak terlalu tinggi. Sebulan paling 295 ton kata Wahyudin manajer
pemasaran PT East West Seed Indonesia. Pasar itu terbuka hanya jika China sedang tidak
panen. Jika di China sedang panen, pasar Taiwan dan Hongkong memilih produk dari China.
Harganya lebih murah tambah Yudha. Biasanya bulan Juli sampai September paprika
China membanjiri pasar Taiwan dan Hongkong. Akibatnya tidak ada kuota untuk paprika
asal Indonesia. Akhirnya barang yang harus diekspor pun lari ke pasar lokal.
KESIMPULAN

Permintaan konsumen modern yang tinggi terhadap paprika menuntut petani untuk
memenuhi permintaan konsumen modern, baik kualitas maupun kuantitas hasil paprika.
Untuk kualitas harus tetap terjaga dari panen sampai ke tangan konsumen. Kualitas sangat
ditentukan oleh penanganan pasca panen. Apabila penanganan pasca panen tidak tepat, maka
dapat menurunkan kualitas paprika.

Perilaku petani dalam pasca panen paprika di Koperasi Sinar Mas adalah dengan
melakukan sortasi dan proses pengemasan. Selain perilaku petani dalam pasca panen,
dilakukan pula pemanenan yang berkala untuk memenuhi permintaan konsumen modern.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai