Anda di halaman 1dari 17

TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit cairan, kehilangan cairan


normal dan kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan darah.

KEBUTUHAN PEMELIHARAAN NORMAL


Pada waktu intake oral tidak ada, defisit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan
cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung, sekresi
gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan
pemeliharaan normal dapat diestimasi dari table berikut

Tabel estimasi kebutuhan cairan pemeliharaan

Berat kebutuhan
10 kg pertama 4 ml/kg/jam
10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam
Masing-masing kg > 20 kg 1 ml/kg/jam
Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab: 40+20+5=65 ml/jam

PREEXISTING DEFICIT
Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat
diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa.
Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitungannya (40+20+50)ml/jam x 8 jam atau 880
ml. ( Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi
ginjal)
Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit
preoperative. Perdarahan preoperative, muntah , diuresis dan diare sering
dihubungkan.
Idealnya, defisit cairan pada pasien pembedahan harus digantikan sebelum operasi
(preoperativ). Cairan pengganti sebaiknya memiliki komposisi yang mirip dengan
cairan yang hilang (tabel)

KEHILANGAN CAIRAN PADA PEMBEDAHAN


Kehilangan cairan
Salah satu tugas penting anestesiologist adalah monitoring dan memperkirakan
jumlah perdarahan, hal ini penting untuk pedoman terapi cairan dan transfusi.
Metode tersering untuk memperkirakan jumlah perdarahan adalah jumlah darah
pada suction container, dan estimasi jumlah darah pada kasa (4 x 4cm) dan
laparotomy pads (lap sponges). Kasa 4 4 cm yang penuh dan basah
diperkirakan mengandung 10 ml darah, laparatomy pads yang penuh mengandung
100150 ml. Penggunaan cairan irigasi harus dicatat dan dihitung. Pemeriksaan
hematocrit dan hemoglobin serial menunjukkan rasio sel darah terhadap plasma.

Penggantian cairan intraoperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian


defisit cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative ( darah,
redistribusi dari cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis cairan intravena
tergantung dari prosedur pembedahan dan perkiraan kehilangan darah. Pada kasus
kehilangan darah minimal dan adanya pergeseran cairan, maka maintenance
solution dapat digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer Lactate biasa
digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya, kehilangan darah harus
digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara volume cairan
intravascular ( normovolemia) sampai diperkirakan bahaya anemia lebih berat
dibandingkan resiko transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan
transfusi sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit
21-24%).
Hb <7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport oksigen tetap
normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang
berhubungan dengan jantung dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin
digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus. Dalam
prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari
banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
dicapai Hb yang diharapkan.

Table Average blood volumes.

AGE BLOOD VOLUME


NEONATES
PREMATURE 95 ML/KG
FULL-TERM 85 ML/KG
INFANTS 80 ML/KG
ADULTS
MEN 75ML/KG
WOMAN 65 ML/KG

Pada keadaan ini kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood cell.
Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan
perkiraan volume darah ( Tabel). Pasien dengan hematocrit normal biasanya
ditransfusi hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka.
Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien dan prosedur dari pembedahan .
Perlu diketahui jumlah darah yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai
30%, dapat dihitung sebagai berikut:
Estimasi volume darah dari Tabel.
Estimasi volume sel darah merah ( RBCV) hematocrit preoperative (
RBCVpreop).
Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga
volume darah normal .
Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika . hematocrit
30%; RBCVlost= RBCVpreop-RBCV30%.
Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Table29-6. Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahan.

DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN PENAMBAHAN CAIRAN


MINIMAL (contoh hernioraphy) 0 2 ML/KG
SEDANG ( contoh cholecystectomy) 2 4 ML/KG
BERAT (contohreseksi usus) 4 8 ML/KG

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut: (1) satu unit sel darah merah
akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada orang
dewasa); dan (2) 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan
hemoglobin 3g/dL dan hematocrit 10%.

Menggantikan hilangnya cairan redistribusi dan evaporasi

Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat
manipulasi dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan.
Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut Tabel 29-6, berdasar
pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat. Ini hanyalah
petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya bervariasi pada masing-masing pasien
TRANSFUSI

TRANSFUSI DALAM KEADAAN DARURAT

Jika jenis darah pasien sudah dikenal, dilakukan crossmatch kurang dari 5 menit,
akan mengkonfirmasikan kompatibilitas ABO. Jika jenis darah penerima tidak
dikenal dan transfusi harus dimulai sebelum penentuan, jenis darah O Rh-
Negative mungkin bisa digunakan,

TRANSFUSI INTRAOPERATIVE

Packed Red Blood Cells

Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cell. Packed Red Blood Cell ideal
untuk pasien yang memerlukan sel darah merah tetapi tidak penggantian volume
( misalnya, pasien anemia dengan congestive heart failure). Pasien yang dioperasi
memerlukan cairan seperti halnya sel darah merah; kristaloid dapat diberikan
dengan infuse secara bersama-sama dengan jalur intravena yang kedua untuk
penggantian volume cairan.
Sebelum transfusi, masing-masing unit harus diperiksa secara hati-hati, dicek
dengan kartu dari bank darah dan identitas dari penerima donor darah. Tabung
transfusi berisi 170 mikrometer untuk menyaring gumpalan atau kotoran. Darah
untuk transfusi intraoperative harus dihangatkan sampai 37C. terutama jika lebih
dari 2-3 unit yang akan ditransfusi, jika tidak akan menyebabkan hypothermia.
Efek samping hypothermia dan konsentrasi 2,3-diphosphoglycerate ( 2,3-DPG)
yang rendah dalam darah yang disimpan dapat menyebabkan hipoxia jaringan.
Penghangat darah harus bisa menjaga suhu darah > 30C bahkan pada aliran rata-
rata sampai 150 ml/menit

Fresh Frozen plasma

Fresh Frozen Plasma ( FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua factor
pembekuan. Transfusi FFP diindikasikan untuk penanganan defisiensi faktor
terisolasi, pembalikan warfarin therapy, dan koreksi coagulopathy berhubungan
dengan penyakit hati. Masing-Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor
pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada umumnya dosis awal 10-15 mL/kg.
Tujuannya adalah untuk mencapai 30% dari konsentrasi faktor pembekuan yang
normal.
FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah masive.
Pasien dengan defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura thrombocytopenic
thrombotic dapat diberikan transfusi FFP.
Setiap unit FFP membawa resiko infeksi yang sama seperti satu unit whole blood.
Sebagai tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap protein plasma. Seperti
halnya sel darah merah, FFP biasanya dihangatkan 37C sebelum transfusi.

Platelets.
Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia atau
dysfunctional platelets dengan pendarahan. Profilaxis Transfusi trombosit dapat
diberikan pada pasien dengan hitung trombosit 10,000-20,000 oleh karena resiko
perdarahan spontan.
Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan peningkatan
perdarahan selama pembedahan. Pasien dengan thrombocytopenia yang
mengalami pembedahan atau prosedur invasive harus diberikan profilaxis
transfusi trombosit sebelum operasi, hitung trombosit harus meningkat diatas
100,000 x 109/L. Persalinan pervaginam dan prosedur bedah minor dapat
dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit yang agak rendah tapi fungsi
trombosit normal dan hitung trombosit >50,000 x 109/L.
Masing-Masing unit platelets mungkin diharapkan untuk meningkatkan 10,000-
20,000 x 109/L dari trombosit. Plateletpheresis unit berisi yang sejenisnya enam
unit donor tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat diharapkan pasien dengan
suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan pada
pembedahan bahkan ketika trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperative
dengan memeriksa masa perdarahan. . Transfusi. Platelet diindikasikan pada
pasien dengan disfungsi trombosit dan meningkatkan perdarahan pada
pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi adalah diinginkan tetapi tidak
perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti
transfusi. ABO kompatibel dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi
dapat terjadi di Rh-Negative donor dalam kaitan dengan adanya beberapa butir-
butir darah merah di (dalam) Rh-Positive platelet Unit. Lebih dari itu, anti-A atau
anti-B zat darah penyerang kuman di (dalam) yang 70 mL plasma pada setiap
platelet unit dapat menyebabkan suatu reaksi hemolytic melawan terhadap butir-
butir darah merah penerima ketika sejumlah besar ABO-incompatible platelet unit
diberi. Administrasi Rh immuno-globulin ke Rh-Negative Individu dapat
melindungi dari Rh sensitisasi yang mengikuti Rh-Positive platelet Transfusi.
Pasien yang kembang;kan zat darah penyerang kuman melawan terhadap HLA
antigens lymphocytes di (dalam) platelet berkonsentrasi) atau platelet spesifik
antigens memerlukan HLA-COMPATIBLE atau single-donor unit. Penggunaan
plateletpheresis transfusi boleh ber/kurang kemungkinan sensitisasi.

Transfusi Granulocit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada


pasien neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik.
Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek,
sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulocytes pada umumnya
diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi graft-
versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain
permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi
mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim ( granulocyte colony-
stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim ( granulocyte-macrophage
colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan
transfusi granulosit.
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH
Komplikasi imun
Komplikasi imun setelah transfusi darah terutama berkaitan dengan sensitisasi
donor ke sel darah merah, lekosit, trombosit atau protein plasma.
1. Reaksi Hemolytic

Reaksi Hemolytic pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah
merah yang ditransfusikan oleh antibody resipien. Lebih sedikit biasanya,
hemolysis sel darah merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibody sel
darah merah. Trombosit konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting faktor, atau
cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan anti-A atau anti-B ( atau
kedua-duanya) alloantibodies. Transfusi dalam jumlah besar . dapat menyebabkan
hemolisis intravascular.
Reaksi Hemolytic biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau delayed (
extravascular).

2. Reaksi Hemolytic Akut

Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan


Inkompatibilitas ABO dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi.
Penyebab yang paling umum adalah misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah,
atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang terberat. Resiko suatu reaksi hemolytic
fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi. Pada pasien yang sadar, gejala meliputi
rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada pasien yang dianestesi,
manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat, tachycardia
tak dapat dijelaskan , hypotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari
lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation , shock,, dan
penurunan fungsi ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi
seringkali tergantung pada berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah
diberikan. Gejala yang berat dapat terjadi setelah infuse 10 15 ml darah yang
ABO inkompatibel.
Manajemen reaksi hemoliytic dapat simpulkan sebagai berikut;

Jika dicurigai suatu reaksi hemolytic, transfusi harus dihentikan dengan


segera.
Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
Osmotic diuresis harus diaktipkan dengan mannitol dan cairan kedalam
pembuluh darah.
Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP

Reaksi hemolytic lambat

Suatu reaksi hemolytic lambat biasanya disebut hemolysis extravascular


biasanya ringan dan disebabkan oleh antibody non D antigen Sistem Rh atau ke
asing alleles di system lain seperti Kell, Duffy, atau Kidd antigens. Berikut suatu
transfusi ABO dan Rh D-compatible,pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan
membentuk antibody untuk melawan antigen asing. Pada saat itu sejumlah
antibody ini sudah terbentuk ( beberapa minggu sampai beberapa bulan), tranfusi
sel darah telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody menurun
dan mungkin tidak terdeteksi. Terpapar kembali dengan antigen asing yang sama
selama transfuse sel darah, dapat mencetuskan respon antibody melawan antigen
asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen. Reaksi hemolytic
pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala biasanya ringan,
terdiri dari malaise, jaundice, dan demam. Hematocrit pasien tidak meningkat
setelah transfusi dan tidak adanya perdarahan. Serum bilirubin unconjugated
meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.
Diagnosa antibody - reaksi hemolytic lambat mungkin difasilitasi oleh
antiglobulin (Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibody di
membrane sel darah. Test ini tidak bisa membedakan antara membrane antibody
resipien pada sel darah merah dengan membrane antibody donor pada sel darah
merah. Jadi, ini memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang lebih terperinci
pretransfusi pada kedua spesimen : pasien dan donor.
Penanganan reaksi hemolytic lambat adalah suportif. Frekwensi reaksi transfusi
hemolytic lambat diperkirakan kira-kira 1:12,000 transfusi. Kehamilan ( terpapar
sel darah merah janin) dapat juga menyebabkan pembentukan alloan-tibodies
pada seldarah merah.

3. Reaksi Imun Nonhemolytic

Reaksi imun Nonhemolytic adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari


resipien ke donor lekosit, platelets, atau protein plasma.

Febrile Reaksi

Sensitisasi lekosit atau Platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi febrile.
Reaksi ini umumnya ( 1-3% tentang episode transfusi) dan ditandai oleh suatu
peningkatan temperatur tanpa adanya hemolysis. Pasien dengan suatu riwayat
febrile berulang harus menerima tranfusi lekosit saja. Transfusi sarah merahh
dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge, filtration, atau teknik freeze-
thaw.

Reaksi Urtikaria

Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh erythema, penyakit gatal bintik
merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada umumnya (
1% tentang transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi pasien ke
transfusi protein plasma. Reaksi Urticaria dapat diatasi dengan obat
antihistamine ( H, dan mungkin H2 blockers) dan steroids.
Reaksi Anaphylactic

Reaksi Anaphylactic jarang terjadi(kurang lebih 150,000 transfusi). Reaksi ini


berat dan terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi, secara khas
pada IgA- Pasien dengan Deficiensi anti-IgA yang menerima tranfusi darah yang
berisi IgA. Prevalensi defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada populasi yang
umum. Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinephrine, cairan, corticosteroids,
dan H1, dan H2 blockers. Pasien dengan defisiensi IgAperlu menerima Washed
Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free blood Unit .
Edema Pulmonary Noncardiogenic

Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury [


TRALI]) merupakan komplikasi yang jarang terjadi(< 1:10,000). Ini berkaitan
dengan transfusi antileukocytic atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan
dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi
pulmoner.Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin.
Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress
syndrome ( ARDS) ( lihat Bab 49), tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan
therapy suportif.

Graft versus Host Disease

Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk sel
darah berisi lymfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter
leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-
host; iradiasi ( 1500-3000 cGy) sel darah merah, granulocyte, dan transfusi
platelet secara efektif menginaktifasi lymfosit tanpa mengubahefikasi dari
transfusi.

Purpura Posttranfusi

Thrombocytopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan
berkembangnya alloantibody trombosit. Karena alasan yang tidak jelas, antibodi
menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1 minggu
setelah tranfusi. Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.

Imun Supresi

Transfusi leukosit-merupakan produk darah dapat sebagai immunosuppressi. Ini


adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah
preoperatif nampak untuk meningkatkan survival dari graft. Beberapa studi
menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan malignan mungkin lebih mirip
pada pasien yang menerima transfusi darah selamapembedahan. Dari kejadian
yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukocyte allogenic dapat
mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi darah dapat
meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan atau trauma.

KOMPLIKASI INFEKSI

Infeksi virus

A. HEPATITIS
Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya
hepatitis setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah
dalam kaitan dengan hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antarab
1:63,000 dan 1:1,600,000; 75% tentang kasus ini adalah anicteric, dan sedikitnya
50% berkembang;menjadi penyakit hati kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok
yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi cirrhosis.

A. ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SINDROM ( AIDS )

Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui
transfusi darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2
antibodi . Dengan adanya FDA yang menguji asam nukleat memperkecil waktu
kurang dari satu minggu dan menurunkan resiko dari penularan HIV melalui
tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.

C. INFEKSI VIRUS LAIN

Cytomegalovirus ( CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan


penyakit sistemik ringan atau asimptomatik.Yang kurang menguntungkan, pada
beberapa individu menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah
dari donor dapat menularkan virus. Pasien immunosupresi dan
Immunocompromise ( misalnya, bayi prematur dan penerima transplantasi organ )
peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya, . pasien- pasien
menerima hanya CMV negative. Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan
bahwa resiko transmisi CMV dari transfusi dari darah yang leukositnya berkurang
sama dengan tes darah yang CMV negative. Oleh karena itu, pemberian darah
dengan leukosit yang dikurangi secara klinis cocok diberikan pada pasien seperti
itu. Human T sel virus lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah
leukemia dan lymphoma virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui
transfusi darah; leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus
telah dilaporkan setelah transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan
krisis transient aplastic pada pasient immunocompromised. Penggunaan filter
leukosit khusus nampaknya mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya
komplikasi di atas.

Infeksi parasit

Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria,


toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.

Infeksi Bakteri

Kontaminasi bakteri dalam adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi.


Prevalensi kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai
1/7000 untuk pRBC. Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari
1/25,000 tromobosit sampai 1/250,000 untuk pRBC. Angka-angka ini secara
relatif besar dibandingkan ke resiko HIV atau hepatitis, yang adalah di sekitar
1/1-2 juta. Baik bakteri gram-positive ( Staphylococus) dan bakteri gram-negative
( Yersinia dan Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan menularkan
penyakit. Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus
berikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui
transfusi darah dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis,
dan berbagai macam rickettsia.
TRANSFUSI DARAH MASIF

Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu


sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent
dengan 10-20 unit.

Koagulopati
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional
thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari factor koagulasi tidak biasa terjadi
pada pasien normal. Studi Koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia, idealnya
menjadi acuan transfusi trombosit dan FFP. Analisa Viscoelastic dari pembekuan
darah (thromboelastography dan Sonoclot Analisa) juga bermanfaat.

Keracunan Sitrat

Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat menjadi
penting setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis hypocalcemia
penting, karena menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada pasien normal
kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab metabolisme sitrat
terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau disfungsi hepar ( dan
kemungkinan pada pasien hipothermi) memerlukan infuse calcium selama
transfusi massif ).

Hypothermia

Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua produk
darah cairan intravena hangat ke temperatur badan normal. Arhitmia Ventricular
dapat menjadi fibrilasi ,sering terjadi pada temperatur sekitar 30C. Hypothermia
dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan alat infus cepat dengan
pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah sungguh mengurangi
timbulnya insiden hypothermia yang terkait dengan transfusi.

Keseimbangan asam basa


Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan
antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merahs
(carbondioxida dan asam laktat), berkenaan dengan metabolisme acidosis
metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak dari
kelainan asam basa setelah tranfusi darah massif adalah alkalosis metabolic
postoperative.Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis metabolic berakhir dan
alkalosis metabolic progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam tranfusi dan
cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.

Konsentrasi Kalium Serum

Konsentrasi kalium Extracellular dalam darah yang disimpan meningkat dengan


waktu. Jumlah kalium extracellular yang transfusi pada unit masing-msaing
kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan
mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100 mL/min. Penanganan
hyperkalemia dibahas Bab 28. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah operasi,
terutama sekali dihubungkan dengan alkalosis metabolisme ( lihat Bab 28 dan
30).

STRATEGI ALTERNATIF UNTUK PENANGANAN


KEHILANGAN DARAH SELAMA PEMBEDAHAN

TRANSFUSI AUTOLOGOUS

Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu kemungkinan


tinggi untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri untuk digunakan
selama operasi. Darah ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu sebelum operasi.
Pasien diperbolehkan untuk mendonorkan satu kantong darah sepanjang
hematokrit kurang lebih 34% atau hemoglobin sekitar 11 g/dl. Kebutuhan
pemakaian darah minimum 72 jam antara mendonorkan darah dan membuat
volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi besi dan terapi
eritropoetin rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit
pada umumnya dikumpulkan sebelum operasi. Beberapa studi menyatakan bahwa
transfusi darah autologous tidak mempunyai efek tambahan yang mempengaruhi
survival pada pasien yang mengalami operasi untuk kanker. Walaupun transfusi
autologous mungkin mengurangi resiko infeksi dan reaksi transfusi, mereka
tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi
yang berhubungan dengan n kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan
dan label, pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi
dapat terjadi dalam kaitan dengan allergen ( misalnya, ethylen oksida), dapat
masuk kedalam darah dari tempat pengumpulan dan gudang/penyimpanan.
Pengumpulan darah preoperative autologous dilakukan dengan frekwensi
berkurang.

Penyimpanan darah & pemberian cairan melalui infus berulang

Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vascular dan bedah tulang (
lihat Bab 21). Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu
pencegah pembekuan darah ( heparin) ke dalam suatu reservoir. Setelah jumlah
darah cukup dikumpulkan, sel darah yang merah di konsentratkan dan dicuci
untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian di transfusikan
kembali ke dalam pasien. Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai
hematocrits 50-60%. Untuk digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan
kehilangan darah lebih besar dari 1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi
pencemaran dari luka yang busuk dan tumor malignan, meskipun demikian
kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi sel malignan via teknik tills tidak
dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana memungkinkan rein-fusion darah
tanpa centrifugae.

Normovolemic Hemodilusi

Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika


konsentrasi sel darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat
dikurangi apabila darah dalam jumlah besar ditumpahkan; lebih dari itu, cardiac
output tetap normal sebab volume intravascuiar terkontrol. Darah umumnya
dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter intravena yang besar dan digantikan
dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap normovolemic tetapi
dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam kantong
CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit; darah di
transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika
diperlukan.

DONOR - TRANSFUSI LANGSUNG

Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang
mengandung ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan
hal ini dan umumnya memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi
untuk memproses darah dan mengkonfirmasikan kompatibilitas.

Anda mungkin juga menyukai