Anda di halaman 1dari 19

9

APIKOEKTOMI

I. PENDAHULUAN
Apikoektomi menurut Miller (1957) adalah suatu prosedur
pembedahan dimana bagian apikal gigi nonvital dipotong dan jaringan
granulasi dibawah periapikal diambil dengan cara dikuret.
Grossman (1974) memakai istilah reseksi akar, yaitu suatu
pembedahan dimana bagian apeks akar gigi diambil dan jaringan periapikal
dikuret.
Sailer (1999) mendefinisikan apikoektomi adalah suatu pengambilan
jaringan patologis secara bedah yang dekat dengan akar gigi, pengeliminasi
ramifikasi apikal dari saluran akar dan penutupan saluran akar secara simultan
dari masuknya bakteri
Tehnik apikoektomi pertama kali dikenalkan oleh Partsch 1899 dan
menjadi salah satu tindakan yang sering dilakukan dalam tindakan bedah
mulut.
Macam-macam tehnik apikoektomi (Barnes, 1991):
1. Tehnik orthograde
Tehnik ini digunakan bila pengambilan segmen apikal dari akar secara
bedah diikuti dengan perawatan dan pengisian saluran akar dari arah
korona gigi.
2. Tehnik orthograde + tehnik retrograde
Bila bagian apikal dari akar gigi mempunyai penampang yang tidak
teratur, penutupan apikal dengan penambalan amalgam sebagai tambahan
mungkin dibutuhkan sebagai tambahan dalam pengisian saluran akar
dengan semen saluran akar dan guta perca point dan point pengisi saluran
akar lainnya.
3. Tehnik retrograde
Tehnik sederhana retrograde digunakan sebagai jalan terakhir ketika
bagian koronal dari saluran akar tidak dapat dicapai atau tidak dapat dilalui
10

dengan konsekwensi pengisian saluran akar secara konvensional tidak


dapat dilakukan.

II. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


Indikasi apicoektomi (Barnes, 1991):
Pada keadaan dimana saluran akar dapat dilakukan perawatan dan diisi melalui
korona setelah pengambilan segmen apikal (Orthograde atau Orthograde +
Retrograde)
Dalam hal ini meliputi a.l:
1. Kegagalan pengisian saluran akar yang dapat diambil dari saluran akar.
Apikoektomi seringkali diindikasikan pada kasus-kasus dimana terjadi
pengisian saluran akar yang berlebih karena penutupan apikal yang rusak
akibat instrumentasi dan penutupan yang baik tidak dapat dicapai dengan
metoda konvensional. Pengisian saluran akar terlihat secara radiografi
berada pada tempat yang baik dengan panjang yang tepat tetapi gagal
akibat penutupan apeks yang berbetuk ovoid, berbentuk corong atau
berbentuk delta sehingga penutupan yang sempurna tidak dapat dilakukan
atau karena foramen apikal berada lebih koronal daripada ujung akar
sehingga ujung instrument yang terlihat tepat pada radigrafi ternyata
berlebih.
2. Dimana jarum endodontik patah pada bagian ujung akar atau ketika terjadi
kesalahan pengisian saluran akar secara seksional.
3. Bila bentuk ujung saluran akar jelas terlihat berbentuk delta atau berbentuk
corong.
4. Bilamana ujung dari akar terlihat melengkung tajam.
5. Seringkali pada kasus fraktur akar dimana fragmen akar berpindah tempat
dengan atau tanpa penempatan penguat endodontik.
6. Bilamana terjadi kegagalan dalam irigasi saluran akar atau terjadi infeksi
yang berulang kali sehingga perawatan endodontik yang normal tidak
dapat dilakukan.

Pada keadaan dimana saluran akar tidak dapat dirawat atau diisi mencapai
ketinggian yang penuh setelah pengambilan apeks akar (Retrograde)
11

Dalam hal ini termasuk di dalamnya:


1. Bilamana saluran akar telah diisi dengan pasak metal yang panjang dimana
sulit dilakukan pengambilannya atau seperti terlihat adanya fraktur dari
akar.
2. Bilamana intrument endodontik yang patah tidak dapat diambil dengan
tehnik endodontik yang modern.
3. Bilamana pengisian saluran akar gagal tidak dapat diambil kembali.
4. Bilamana saluran akar telah tertutup dengan dentin sekunder.
5. Bilaman terdapat satu atau lebih lengkung-lengkung pada akar.

Pada keadaan dimana pengisian saluran akar secara konvensional dengan


ketinggian yang penuh dapat dilakukan tetapi penutupan apikal tidak dapat
dicapai hanya dengan pengisian saluran akar itu sendiri (Orthograde +
Retrograde)
Dalam hal ini bila gigi menjadi nonvital sebelum pembentukan akar
selesai. Penutupan saluran akar dilakukan dengan calsium hydroxide secara
retrograde dan diikuti dengan perawatan saluran akar secara konvensional.
Tindakan bedah dilakukan sebagai langkah terakhir bila metoda konservatif
mengalami kegagalan.

Kontraindikasi perawatan apikoektomi (Walton, 1996):


1. Faktor anatomis.
Bila letak gigi tidak dapat dicapai dengan pembedahan karena dekat
dengan sinus maksilaris, nasal fossa, adanya konfigurasi tulang yang tidak
umum atau dekat dengan vaskularisasi saraf.
2. Komplikasi sistemik dan medis.
Bila penderita mempunyai masalah dalam sistemik seperti kelainan darah,
diabetes yang tidak terkontrol, penyakit jantung yang tidak terkontrol,
penderita dengan immunocompromise atau penderita pada stadium
terminal.
3. Bila terdapat alternatif lain selain tindakan bedah.
Tindakan bedah tidak merupakan indikasi bila pendekatan nonbedah dapat
berhasil.
12

4. Kegagalan perawatan yang tidak dapat diidentifikasi.

III. TEHNIK OPERATIF


A. PERSIAPAN PREOPERATIF
Sebelum dilakukan tindakan apikoektomi, kita harus mempersiapkan
pasien sebelumnya dengan al (Barnes, 1991; Walton, 1996):
1. Mengerjakan perawatan persiapan yang dibutuhkan.
2. Mendapatkan riwayat penyakit pasien.
3. Melakukan pemeriksaan dan membuat rencana perawatan.
4. Memberikan penjelasan pada pasien rencana perawatan yang akan
diberikan dan memberikan instruksi preoperatif.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan antara lain(Barnes, 1991;


Walton, 1996) :
1. Pemeriksaan visual
a. Sinus
Orifis dari sinus dapat terletak dekat dengan area patologis. Sinus
kadang dapat diidentifikasi dengan melewatkan gutaperca point
secara hati-hati melalui saluran sinus dan dipastikan posisinya
dengan radiografis.
b. Pembengkakan dari mukosa dan tulang dibawahnya.
c. Perubahan warna mukosa.
Adanya amalgam tatoo kadang merupakan indikasi adanya debris
metal pada jaringan dari apekreksesi sebelumnya.
d. Perubahan warna gigi.
e. Kegoyangan gigi yang berlebih.
f. Poket periodontal.
Adanya poket periodontal pada celah gingival dari gigi yang
dicurigai dapat diperiksa secara hati-hati dengan menggunakan
probe. Adanya poket yang dalam merupakan akibat dari drainase
pus lesi apikal. Dalam hal ini insisi envelope merupakan indikasi
agar dapat dilakukan pembersihan dan debridement pada
permukaan akar.
13

2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk dapat melihat panjang akar,
bentuk saluran akar dan keadaan akar itu sendiri.
3. Test vitalitas
Gigi yang akan dilakukan perawatan harus ditest apakah vital atau
nonvital. Demikian juga dengan gigi tetangganya. Test vitalitas
merupakan suatu hal yang penting bila pada gambar radiologis terlihat
adanya lesi pada periapikal.

Selain itu pada penderita harus diberikan persiapan preoperatif al:


1. Kontrol infeksi.
Pada penananganan infeksi apikal yang akut, kontrol terhadap infeksi
harus dilakukan dengan drainase, dressing dan antibiotik.
2. Persiapan pada saluran akar
Misalnya pada gigi molar atas, akar gigi yang dirawat dengan
perawatan konvensional, misalnya akar palatinal harus dirawat dan
diisi terlebih dahulu. Atau jika akan dilakukan metoda orthograde pada
saat dilakukan apikoektomi, kavitas harus dipersiapkan preoperatif dan
jalan masuk saluran akar harus dapat diidentifikasi.
3. Persiapan lanjutan, misalnya pasak dan inti dari logam cor yang harus
dipersiapkan dan restorasi sementara yang akan dibuat.
4. Instruksi-instruksi preoperatif.

IV. PROSEDUR OPERATIF


Tehnik apikoektomi dapat didiskripsikan dalam beberapa tahap yaitu al
(Barnes, 1991; Walton, 1996):
1. Persiapan jalan masuk kavitas pada mahkota gigi (bila diperlukan)
Bila akan dilakukan apikoektomi dengan orthograde atau orthograde +
retrograde, jalan masuk ke dalam kavitas gigi harus dibuat melalui
mahkota gigi. Selain itu dressing yang ada di dalam kavitas harus
dikeluarkan sebelum dilakukan.
2. Anestesi
14

Anestesi dapat dilakukan baik dengan anestesi umum maupun anestesi


lokal. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan tehnik infiltrasi atau
dengan blok anestesi.
3. Tehnik flap atau insisi
Prinsip pembuatan flap yang baik adalah:
a. Suplai darah cukup pada jaringan lunak dengan membuat dasar
flap yang lebar.
b. Hindari insisi di atas tulang yang rusak atau di atas lesi periapeks.
Hal ini dapat mengakibatkan fenestrasi jaringan lunak pasca bedah
atau tidak terjadinya penyatuan dari insisi
c. Membuat desain flap untuk akses maksimum dengan menghindari
refleksi/pengangkatan jaringan yang terbatas. Resorpsi tulang
periapeks yang sebenarnya lebih besar daripada ukuran
radiolusennya.
d. Hindari sudut yang tajam pada flap. Sudut yang tajam sangat sukar
direposisi dan dijahit, mengalami iskemi dan mengelupas,
penyembuhan menjadi lambat dan kemungkinan terbentuk jaringan
parut.
e. Lakukan insisi dan refleksi yang mencakup periosteum sebagai
bagian dari flap.
f. Jangan memotong papila interdental.
g. Insisi vertikal diperluas meliputi paling tidak satu gigi pada kedua
sisi daerah operasi.

Macam-macam tipe flap adalah (Petersen, 1998) Gambar 1:


- semilunar flap/flap submarginal melengkung
- mid level flap/flap submarginal rektangular/Leubke-Oschenbein
- envelope flap/flap mukoperiosteum/Subkular

Flap semilunar
Flap ini berbentuk seperti bulan sabit dengan sedikit
melengkung. Insisi horizontal dibuat pada gingiva cekat dengan bagian
konveks paling dekat dengan tepi gingival bebas. Flap ini sederhana
15

dan mudah dibuka dan memungkinkan akses ke apeks tanpa mengenai


jaringan lunak disekitar mahkota.
Kerugiannya adalah terbatasnya akses dengan jarak pandang
yang terbatas, sobeknya salah satu sudut insisi bila mencoba untuk
memperbaiki akses dengan menarik jaringan dan meninggalkan insisi
langsung di atas lesi apabila defek bedah lebih besar daripada yang
diperkirakan. Tepi insisi sering sembuh dengan jaringan parut. Flap
semilunar terbatas oleh adanya frenulum, perlekatan otot atau kaninus
dengan tonjolan tulang yang lain. Flap jenis ini jarang digunakan
karena banyaknya masalah yang timbul. (Petersen, 1998)

A. B.

C.
Gambar 1. Macam-macam flap (Petersen, 1998)
A. Semilunar B. Submarginal C.Subkular

Flap Submarginal
Flap segitiga atau rektangular ini merupakan modifikasi flap
kurva semilunar. Insisi horizontal yang melengkung dibuat pada
gingiva cekat dengan satu atau dua tambahan insisi vertikal.
Penggunaan flap ini banyak digunakan pada rahang atas anterior. Flap
16

dilakukan setinggi 4,0 mm dari gingiva cekat dan jaringan


periodontium yang sehat.
Desain flap ini menghasilkan akses dan pandangan yang lebih
baik daripada flap semilunar dan lebih sedikit resikonya saat
menginsisi jaringan di atas tulang yang rusak.
Kerugiannya adalah kemungkinan penyembuhan dengan
jaringan parut dan perdarahan dari tepi pemotongan ke dalam daerah
operasi. Jika dibandingkan dengan flap mukoperiostal yang penuh, flap
ini kurang memberikan pandangan yang luas. (Petersen, 1998)

Flap Mukoperiostal Penuh


Flap mukoperiostal penuh merupakan insisi pada puncak
gingiva dengan pengangkatan seluruh papila interdental, tepi gingiva
bebas, gingiva cekat dan mukosa alveolar. Insisi vertikal untuk
pembebasannya dapat tunggal (segitiga) atau ganda (segiempat). Insisi
ini memungkinkan akses dan jarak pandang maksimal, menghindari
insisi di atas kerusakan tulang, mempunyai paling sedikit
kecenderungan perdarahan. Desain ini memudahkan kuretase
periodontium, root planning, pembentukan kembali tulang,
penyembuhan dengan sedikit jaringan parut.
Kerugiannya adalah sulit mengembalikan flap, menjahit dan
membuat perubahan (ketinggian dan bentuk) ke tepi gingiva bebas
serta kemungkinan terjadinya resesi gingiva setelah operasi sehingga
tepi mahkota terbuka. (Petersen, 1998)

Cara melakukan insisi:


Insisi yang tepat dibuat dengan menggunakan pisau #15. Untuk
menghindari sobeknya flap pada saat refleksi, insisi harus dibuat
melalui periosteum sampai ke tulang. Jaringan diangkat dengan
menggunakan elevator yang tajam mulai dari insisi vertikal kemudian
naik ke bagian horizontal. Karena periosteum diangkat sebagai bagian
dari flap, elevator harus benar-benar kontak dengan tulang pada saat
jaringan dikelupas. Jaringan diangkat sampai akses dan pandangan ke
17

daerah operasi memadai pada saat retraktor diletakkan pada tulang.


(Petersen, 1998) Gambar 2.

Gambar 2.
Refleksi jaringan. Flap diperluas ke arah apeks dari servikal ke batas
mukogingiva (Petersen, 1998)

4. Pengambilan cortical plate dan tulang alveolar untuk mendapatkan


permukaan akar. Gambar 3

Gambar 3.
Akses ke apeks. Pengambilan tulang harus cukup sehingga
apeks dan perluasan lesi tulang jelas terlihat
A. Dari arah bukal B. Dari arah lateral. (Petersen, 1998)

Pada banyak kasus, tulang telah mengalami resorpsi dan letak


daerah apeks dapat diketahui dari terlihatnya lesi jaringan lunak atau
perabaan dengan eksplorer. Apabila pembukaannya kecil, batas-
18

batasnya dapat diangkat dan diperlebar dengan menggunakan pahat


tulang yang tajam atau bur bulat sampai apeks terlihat.
Jika kerusakan tulangnya sedikit, radiograf yang
dikonfirmasikan dengan topografi akar dan tulang dapat membantu
menemukan lokasi apeks. Pengeboran tulang dilakukan dengan disertai
irigasi salin steril yang banyak. (Petersen, 1998)

5. Kuretase periradikuler
Tahap berikutnya dalah mengangkat jaringan lunak yang rusak
dari sekitar apeks dengan kuretase. Gambar 4. Hal ini penting untuk:
- Memperoleh akses dan pandangan yang cukup ke daerah apeks
- Membuang jaringan yang terinflamasi
- Memperoleh spesimen untuk pemeriksaan histologis
- Memperkecil perdarahan

Gambar 4.
Kuretase apeks A.dari arah bukal B. Dari arah lateral
(Petersen, 1998)

Jaringan yang terambil dipakai untuk pemeriksaan histologis


dan diagnosis, Jaringan harus dikelupas secara hati-hati. Idealnya
dalam satu potongan digunakan kuret tajam yang sesuai. Proses
dilakukan hingga mencapai rongga tulang yang bersih. Bagian-bagian
jaringan dapat ditinggalkan tanpa membahayakan proses
penyembuhan. Suplai darah ke gigi sebelahnya tidak boleh sampai
19

terputus. Kemudian apeks diperiksa untuk mengetahui kebutuhan dan


cara untuk amputasinya atau penyembuhan ujung akar. (Petersen,
1998)

6. Reseksi apeks akar


Reseksi apeks akar dilakukan sebagai langkah selanjutnya dengan
tujuan :
- Untuk memperoleh akses ke saluran akar bagi kepentingan
pemeriksaan dan peletakkan restorasi ujung akar. Akar biasanya
dibevel agar pandangan dan akses ke ujung akar baik
- Untuk mengangkat bagian akar yang tidak dapat dirawat. Prosedur
ini penting untuk pasien dengan akar yang bengkok, proyeksi
potongan horizontal dari akar yang sempit, saluran akar yang
tersumbat atau pada waktu membuka jaringan palatal atau lingual.

Gambar 5.
Reseksi apeks A. Dari bukal B. Dari lateral (Petersen, 1998)

Reseksi apeks dilakukan dengan menggunakan bur fissur


menguncup dengan kecepatan tinggi diiringi dengan irigasi cairan
salin. Gambar 5. Bevel dibuat kira-kira 45o arah fasial-lingual.
Pengangkatan apeks akar harus cukup untuk:
- Menyediakan akses ke permukaan akar palatal-lingual
- Meletakkan saluran akar di tengah-tengah akar yang terpotong
20

- Membuka saluran akar tambahan atau fraktur. Apabila saluran akar


atau fraktur telah terbuka, apeks harus diambil lebih banyak untuk
menghilangkannya

7. Menempatkan penutup apikal dengan cara:


a. Orthograde
Setelah dilakukan reseksi pada ujung akar, bagian apikal dari
saluran akar harus ditutup untuk mencegah masuknya toksin ke
dalam jaringan. Bila saluran akar terlihat jelas dapat diisi dengan
gutta percha point atau point saluran akar lainnya. Preparasi kavitas
telah dilakukan sebelum operasi. Persiapan saluran akar merupakan
prosedur yang cepat dan sederhana dengan menginstrumentasi
saluran akar melewati saluran akar sehingga mudah diobservasi
dan dikontrol.
Bagian apeks dari saluran akar harus direaming dengan bentuk
sirkular dan pada bagian koronal difilling untuk menghilangkan
debris. Irigasi dapat dilakukan dengan larutan anestetikum dengan
jarum. Saluran akar direaming dan difilling sampai tidak ada debris
dan pada foramen apikal terlihat bentuk yang sirkular dan dibatasi
oleh dentin yang sehat.
Setelah instrumentasi saluran akar selesai dilakukan, point
untuk pengisian saluran akar dicoba dan ditekan sampai melewati
foramen apikal. Bila point tidak dapat masuk ke dalam saluran akar
dengan sempurna, dilakukan reaming kembali untuk mendapatkan
bentuk foramen yang lebih sirkular. (Grossman, 1974; Bence,
1986)
Point pengisi saluran akar dikeluarkan dari saluran akar,
diirigasi dan dikeringkan. Reamer saluran akar dengan
menggunakan semen saluran akar yang cepat mengeras seperti
Tubiseal (Kerr) secara rotasi sampai saluran akar terisi dan point
yang telah terlapisi semen dimasukkan ke dalam saluran akar.
Setelah semen mengeras, potong point pada permukaan akar
dengan scalpel tajam. Bagian yang telah dipotong dapat diburnis
21

untuk mendapatkan penutupan marginal yang optimal. Jangan


gunakan instrumen yang dipanaskan karena point dapat terikut
kembali, mengalami elongasi sehingga penutupan apikal menjadi
kurang baik. Adaptasi dari potongan point pada saluran akar dicek
kembali. Bila terdapat keraguan apakah penutupan cukup baik
dapat dilakuakan penutupan secara retrograde. (Grossman, 1974;
Bence, 1986)

b. Orthograde + Retrograde
Jika diperlukan untuk menguatkan pengisian secara orthograde
dapat dilakukan penutupan retrograde dengan kondisi sbb
(Grossman, 1974; Bence, 1986):
- Bilamana setelah instrumentasi dan percobaan pengisian dengan
point, bagian akhir dari saluran akar tidak direaming secara
sirkular.
- Bila panjang saluran akar setelah dilakukan reseksi terdapat
bentuk yang tidak teratur sehingga saluran akar tidak dapat
direaming menjadi berbentuk sirkular
- Bila pengisian saluran akar mengalami kegagalan lebih baik
diperbaiki secara bedah daripada dirawat kembali.
Bila setelah dilakukan pengisian dengan tehnik orthograde
point saluran akar tidak menutup secara sempurna maka tehnik
kombinasi dengan retrograde dapat dilakukan.
Point yang telah dicobakan dan belum disemen ditarik dari
saluran akar dan dipotong 3 mm dari ujung akar. Setelah itu
disemen ke dalam saluran akar. Setelah semen mengeras, kavitas
dari apeks saluran akar dipreparasi dengan bor bundar pada jarak 3
mm dari ujung akar. Bagian apikal dari saluran akar biasanya
berbentuk corong sebagai hasil dari reaming sehingga tidak
memerlukan undercut sebagai retensi penutupan dengan amalgam.
Setelah itu kavitas diisi dengan amalgam yang
dikondensasikan ke arah point pengisi saluran akar yang telah
22

dipotong. Sebagai alternatif pengganti amalgam dapat digunakan


zinc free amalgam. (Grossman, 1974; Bence, 1986)

c. Retrograde
Tehnik retrograde dilakukan bila saluran akar tidak dapat
diinstrumentasi dengan baik secara orthograde. Bagian ujung akar
dilakukan preparasi kavitas untuk tempat penutupan amalgam.
Preparasi kavitas dibuat dengan menggunakan undercut. Pada
bagian saluran akar yang tidak terisi dibersihkan dan difile dengan
file yang dibengkokkan. Dan dengan jarum yang dibengkokan
saluran akar diirigasi. Kemudian setelah saluran akar dikeringkan
saluran akar diisi dengan gutta percha yang termoplastis setelah itu
baru ditutup dengan amalgam. (Grossman, 1974; Bence, 1986)

8. Debridement daerah luka


Kavitas tulang harus dibersihkan dari sisa-sia amalgam,
pecahan tulang, debris dst dengan menggunakan larutan irigasi. Jangan
menggunakan ekskavator atau kuret untuk membersihkan karena alat
tsb dapat menyebabkan material yang digunakan makin terdesak ke
dalam jaringan. (Petersen, 1998)

9. Penutupan flap dan penjahitan


Tindakan berikutnya adalah mengembalikan flap ke posisi
semula dan menahannya selama 5 menit dengan menggunakan tekanan
yang sedang dengan kain basah. Hal ini memungkinkan keluarnya
darah dari bawah flap, adaptasi awal, mempermudah penjahitan dan
mengurangi perdarahan dan pembengkakan setelah operasi.
Penjahitan umumnya dilakukan dengan benang silk, meskipun
bahan lain juga dapat diterima termasuk benang yang dapat diresopsi.
Penjahitan yang dapat digunakan a.l tehnik penjahitan terputus, matras
bersambung dan penjahitan sling. Penjahitan terputus merupakan jenis
penjahitan yang sering dipakai. Penjahitan dimulai dari jaringan yang
direfleksi ke jaringan yang cekat. Benang diikat dengan simpul bedah
23

dan tidak boleh diletakkan di atas garis insisi karena dapat


menyebabkan iritasi, inflamasi dan menghambat proses penyembuhan.
(Petersen, 1998)

B. POSTOPERATIF
1. Instruksi postoperatif (Barnes, 1991)
Setelah operasi selesai dilakukan, pasien diberi petunjuk pasca operasi
secara sederhana dan tidak bertele-tele baik secara lisan maupun
tertulis.
Berikut ini adalah petunjuk untuk pasien:
- Pembengkakan atau perubahan warna adalah hal biasa. Gunakan
kompres es dengan tekanan ringan pada bagian luar wajah (20
menit ditekan, 5 menit diangkat) sampai waktu tidur.
- Merembesnya darah adalah normal. Bila perdarahan bertambah,
letakkan gulungan kasa bawah atau kertas muka di atas daerah
perdarahan dan tekan dengan jari selama 15 menit. Jika perdarahan
terus berlangsung hubungi dokter.
- Jangan mengangkat bibir untuk melihat daerah operasi. Ikatan
jahitan terletak di bawah bibir, sehingga pengangkatan bibir dapat
merusak jahitan.
- Kumur keesokan harinya dengan air hangat yang dicampur dengan
garam 1 sendok teh sebanyak 3 sampai 4 kali sehari. Sikat gigi
dengan hati-hati. Dental flos dapat digunakan kecuali di daerah
operasi.
- Makan makanan yang halus atau lunak dan menggunakan sisi yang
lain. Minum banyak cairan dan makanan lunak seperti keju,
yoghurt, telur dan es krim.
- Adanya rasa tidak nyaman adalah normal. Minum obat anti rasa
sakit yang diberikan sesuai petunjuk pemakaian.
- Jangan merokok selama tiga hari pertama setelah operasi.
- Kalau terjadi pembengkakan yang besar atau nyeri atau demam
hubungi dokter segera.
2. Pengambilan jahitan
24

Pengambilan jahitan dilakukan setelah 3 6 hari postoperatif


3. Kontrol sehari-hari.

C. KEGAGALAN APIKOEKTOMI
Meinfisch (1980) melakukan penelitian selama 3 sampai 6 tahun
menunjukkan sebanyak 85% terjadi penyembuhan yang sempurna setelah
apikoektomi. Penelitian ini berdasarkan pada pengamatan radiologis
dimana terjadi pembentukan sempurna dari ligamen periodontal pada regio
periapikal. Sebanyak 11% terjadi radiolusensi pada penyembuhan yang
tidak sempurna walaupun pasien tidak memberikan keluhan. Dan kurang
dari 4% terjadi kegagalan dimana tidak terjadi regenerasi tulang, terjadi
pembentukan fistula dan inflamasi pada jaringan lunak (Sailer, 1999)

D. KOMPLIKASI APIKOEKTOMI
Komplikasi apikoektomi dibagi dalam dua kategori yaitu:
1. Komplikasi waktu pembedahan.
2. Komplikasi pasca bedah.

Komplikasi waktu pembedahan meliputi:


a. Rasa nyeri
Rasa nyeri waktu pembedahan dapat terjadi karena dosis
anestetikum kurang atau pasien sudah terbiasa minum obat analgetik
sehingga efek anestesi berkurang. Dapat juga terjadi karena pemberian
anestesi yang tidak tepat. (Petersen, 1998; Barnes 1991)
b. Perforasi antrum
Perforasi ini biasanya terjadi karena tehnik pembedahan kurang
sempurna ataupun pengetahuan anatomi operator yang kurang cukup.
Bila terjadi perforasi, maka penyembuhan akan lama. Hal ini dapat
diatasi dengan mengisi gel foam dengan satu ujungnya masuk ke
antrum dan ujung satunya pada daerah luka. Pasien dinasehatkan
selama satu minggu pasca bedah tidak bersin, batuk dan berkumur
keras-keras serta mulut harus dalam keadaan terbuka supaya tekanan
25

dalam rongga sinus dan rongga mulut tetap sama sehingga tidak terjadi
gangguan pada tempat perforasi. (Petersen, 1998; Barnes 1991)
c. Perdarahan primer
Perdarahan primer dapat terjadi karena terputusnya pembuluh
darah, atau karena adanya kelainan-kelainan darah. Untuk mengatasi
perdarahan primer dapat diberikan:
- dengan tampon basah adrenalin ditekan pada daerah tsb.
- dengan obat-obat koagulan seperti trombose, adona, dst. (Petersen,
1998; Barnes 1991)

Komplikasi pasca bedah meliputi (Petersen, 1998; Barnes 1991):


a. Rasa nyeri
Rasa nyeri setelah pembedahan terjadi setelah obat anestesi mulai
hilang. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian obat-obat
analgetik.
b. Pembengkakan
Besar kecilnya pembengkakan yang terjadi tergantung banyak
sedikitnya trauma. Pasien dianjurkan mengompres dengan air dingin.
Dapat juga diberikan obat antiinflamasi.
c. Ecchymosis
Yaitu terjadinya perdarahan dibawah mukosa berupa noda-noda,
bercak warna kecoklatan sekitar daerah pembedahan. Hal ini terjadi
karena tertusuknya pembuluh darah oleh alat suntik atau alat bedah
lainnya. Biasanya akan sembuh sendiri dalam 3 4 hari. Bila belum
hilang dapat diberikan kompres dingin selama 24 jam pertama
kemudian dengan terapi panas.
d. Parestesia
Parestesia banyak terjadi pada daerah mandibula. Hal ini biasa terjadi
karena terkenanya serabut saraf oleh jarum suntik sehingga terjadi
kerusakan serabut saraf.
e. Infeksi
26

Hal ini dapat terjadi bila alat-alat kurang steril. Selain itu juga di dalam
mulut sendiri terdapat bermacam-macam bakteri. Bila infeksi terjadi
berikan antibiotik.
f. Perdarahan sekunder
Yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Hal ini biasanya terjadi
karena pembuluh darah terbuka atau karena jahitan jaringan kurang
sempurna, dapat juga terjadi akibat instruksi pada pasien tidak
dipatuhi.

V. KESIMPULAN
Apikoektomi adalah suatu prosedur pembedahan dimana dilakukan
pemotongan pada bagian apikal akar gigi yang terinfeksi dan kuretase jaringan
patologis di daerah periapikal, pengeliminasi ramifikasi saluran akar dan
penutupan saluran akar untuk mencegah masuknya bakteri.
Terdapat 3 metoda yaitu tehnik orthograde, kombinasi orthograde dan
retrograde dan tehnik retrograde. Tehnik orthograde yaitu dilakukan
pemotongan ujung akar dan setelah itu dilakukan pengisian saluran akar dari
arah koronal. Tehnik kombinasi ortrhograde dan retrograde yaitu pemotongan
ujung saluran akar dan dilakukan pengisian saluran akar dari koronal dan
ditambah penutupan yang lebih sempurna pada ujung apeks yang telah
diamputasi dengan amalgam atau dengan bahan lain. Sedangkan tehnik
retrograde dilakukan bila pengisian saluran akar secara orthograde tidak dapat
dilakukan, sehingga setelah ujung akar diamputasi, saluran akar yang tidak
terisi diinstrumentasi dan diisi kemudian dilakukan penutupan pada bagian
apikal.
Tehnik flap ada 3 macam yaitu semilunar, submarginal dan
mukoperiostal penuh. Yang paling sering digunakan adalah flap mukoperiostal
penuh, karena memberikan lapang pandang yang cukup, sedikit menimbulkan
perdarahan dan tidak menyebabkan jaringan parut serta dapat dilakukan root
planning pada daerah tsb.
Tahap-tahap apikoektomi adalah: persiapan preoperatif, anestesi, flap,
pengambilan jaringan tulang untuk mendapatkan ujung akar, kuretase daerah
apeks, penutupan saluran akar dengan ketiga tehnik di atas, debridement
27

daerah luka dan pengembalian flap serta penjahitan. Setelah itu pasien diberi
instruksi postoperasi dan dilakukan kontrol.
Komplikasi yang mungkin timbul selama pembedahan adalah rasa
nyeri, perforasi antrum dan perdarahan primer. Sedangkan komplikasi pasca
pembedahan yaitu rasa nyeri, parestesi, pembengkakan, infeksi, ecchymosis,
dan perdarahan sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
1. Barnes. I.E. 1991. Surgical Endodontics. 2nd.ed. London. Wright. 1991. H. 9 53
2. Bence. R. 1976.Handbook of Clinical Endodontics. St. Louis.C.V Mosby
Company.
3. Grossman, L.J. 1974.Endodontic Practice. 8th.ed. Lea & Febiger, Philadelphia,
1974. H. 345 376
4. Kruger, G.O.1984. Textbook of Oral Surgery. 6th ed. St. Louis, C.V Mosby Co.,
(h.195-219)
5. Peterson, L. 1998. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 3th ed.
St.Louis, C.V Mosby Co
6. Sailer H.F and Gion F. Pajarola. 1999. Color Atlas of Dental Medicine. Oral
Surgery for the General Dentist. Stuttgart.New York. Thieme. H. 160 163
7. Walton and Torabinejad. 1996. Principles and Practice of Endodontic. 2nd ed.
Philadelphia. W.B Waunders. 1996. H.402 414

Anda mungkin juga menyukai