Anda di halaman 1dari 16

Page 1 of 16

SKENARIO BLOK HEMATOIMMUNOLOGY


Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
NARASUMBER: Dept IPD dan Dept PK

1. PENDAHULUAN
Penyakit DIC di dalam SKDI termasuk dalam kompetensi 2, diharapkan melalui skenario
ini mahasiswa memperoleh pembelajaran mengenai kasus Perdarahan yang lama berhenti
(DIC), dan dapat mengetahui mekanisme rujukan pada kasus DIC.

2. LEARNING OUTCOME

Bila seorang mahasiswa dihadapkan pada permasalahan terkait Perdarahan yang lama
berhenti, mahasiswa diharapkan mampu merumuskan masalah yang dihadapi, mampu
menjelaskan komponen darah dan fungsinya, menjelaskan mekanisme pembekuan darah,
menjelaskan kondisi-kondisi yang dapat memperpanjang masa perdarahan, menjelaskan
pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai gangguan pembekuan darah,
menyebutkan obat-obatan yang dapat digunakan dalam kondisi gangguan pembekuan
darah.

3. LEARNING ISSUES
1. Menjelaskan komponen darah dan fungsinya
2. Menjelaskan mekanisme pembekuan darah
3. Menjelaskan kondisi-kondisi yang dapat memperpanjang masa perdarahan
4. Menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai gangguan pembekuan
darah
5. Menyebutkan obat-obatan yang dapat
Digunakan dalam kondisi gangguan pembekuan darah

4. PEMICU
Lembar 1
Seorang laki-laki umur 20 tahun dirawat di ICU RS. Muhammadiyah selama 4 hari karena

demam, tiba-tiba muncul keluhan bercak-bercak kemerahan pada kulit, dialami sejak 1 hari ini,

Petunjuk tutor:
1. Menjelaskan mekanisme hemostasis
2. Menjelaskan gangguan-gangguan perdarahan yang mungkin terjadi
3. Menjelaskan mekanisme bercak-bercak kemerahan pada kulit
4. Menjelaskan penyakit-penyakit yang mungkin terjadi pada kasus bercak-bercak
kemerahan dikulit
Page 2 of 16

Lembar 2
bercak bercak kemerahan di seluruh tubuh ukuran bercak bervariasi, tidak ada

riwayat trauma sebelumnya, dijumpai perdarahan pada NGT dan kateter, Pada pemeriksaan

fisik dijumpai peteki dan ekimosis di seluruh tubuh.

Petunjuk tutor:
1. Menjelaskan pemeriksaan fisik yang dijumpai pada kasus di atas!
2. Menjelaskan faktor risiko kasus di atas!
3. Menjelaskan Indikasi dan mekanisme rujukan

More Info

Hasil pemeriksaan penunjang

Darah Rutin :

Leukosit 26.000 4.000 11.000


Hb rendah 10 g/dl (13 16) (g/dl)

Trombosit 40.0000 150.000 440.000

LED 30 0 10 (mm/jam)

Kimia darah :

SGOT + 165 U/L < 38 U/L


SGPT + 59 U/L < 41 U/L
Ureum 90 mg/dL 10 50 mg/dL
Kreatinin 2 mg/dL < 1,3 mg/dL

Jenis Nilai Normal


Hasil
pemeriksaan
Waktu 10-14 detik
22,4 control
protrombine
11,8
PT
INR 1,85 -
52,8 kontrol 22-30 detik
APTT
25,9
D Dimer 1200 <300
Fibrinogen - 150- 376
Waktu 4-10 menit
1000
bekuan
Waktu 1-7 menit
400
perdarahan
Page 3 of 16

Petunjuk tutor:
1. Menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai gangguan pembekuan
Darah
2. Menyebutkan obat-obatan yang dapat digunakan dalam kondisi gangguan
pembekuan darah
3. Menjelaskan komplikasi pada kasus skenario di atas

1. PENJELASAN TERMINOLOGI/ISTILAH
2. PERTANYAAN PETUNJUK
1. Jelaskan mekanisme hemostasis!
2. Jelaskan gangguan-gangguan perdarahan yang dapat terjadi!
3. Jelaskan mekanisme dari gejala bercak-bercak kemerahan pada kulit
4. Bagaimana langkah-langkah diagnosis dari skenario di atas!
5. Jelaskan diagnosis banding yang berkaitan skenario di atas!
6. Bagaimana farmakokinetik obat-obat hemostasis yang terkait skenario di atas!

JAWABAN LEARNING ISSUES SEBAGAI BAHAN PANDUAN BAGI TUTOR:

1. Fisiologi hemostasis

Faal hemostatis suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah
sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan dinding
pembuluh darah sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan
pembuluh darah. Faal hemostatis melibatkan berikut:
1. Sistem vaskuler
2. Sistem trombosit
3. Sistem koagulasi
4. Sistem fibrinolisis

Untuk mendapatkan faal hemostatis yang baik maka keempat sistem tersebut harus bekerja
sama dalam suatu proses yang berkeseimbangan dan saling mengontrol. Kelebihan dan
kekurangan suatu komponen akan menyebabkan kelainan. Kelebihan fungsi hemostasis akan
menyebabkan thrombosis, sedangkan kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan
perdarahan (hemorrhagic diathesis).
Langkah langkah dalam hemostasis. Faal hemostasis untuk dapat berjalan normal
memerlukan 3 langkah, yaitu:
1. Langkah I: hemostasis primer, yaitu pembentukan primary platelet plug.
2. Langkah II: hemostasis sekunder, yaitu pembentukan stable hemostatic plug
(platelet+fibrin plug)
3. Langkah III: fibrinolisis yang menyebabkan lisis dari fibrin setelah dinding vaskuler
mengalami reparasi sempurna sehingga pembuluh darah kembali paten.
Page 4 of 16

Faal hemostasis terdiri atas 2 komponen, yaitu:


1. Faal koagulasi : Yang berakhir dengan pembentukan fibrin stabil.
2. Faal fibrinolisis : Yang berakhir dengan pembentukan plasmin.

Faal koagulasi melibatkan 3 komponen, yaitu:


1. Komponen vaskuler
2. Komponen trombosit
3. Komponen koagulasi

Faktor Trombosit
Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang akan
berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug). Untuk itu, trombosit akan
mengalami peristiwa:
1. Platelet adhesion
2. Platelet activation
3. Platelet agregation

Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin adalah:


1. Langkah pertama: proses awal yang melibatkan jalur instrinsik dan ekstrinsik yang
mengahsilkan tenase complex yangg akan mengaktifkan F.X menjadi F.X aktif.
2. Langkah kedua adalah pembentukan prothrombin activator (prothrombinase complex)
yang akan memecah prothrombin menjadi thrombin.
3. Langkah ketiga: prothrombin activator merubah prothrombin menjadi thrombin.
4. Langkah keempat: thrombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta mengaktifkan
F.XIII sehingga timbul fibrin yang stabil.

Pada langkah pertama dikenal 2 jalur:


1. Jalur ekstrinsik (extrinsic pathway): Aktivasi jalur ekstrinsik diulai jika terjadi kontak
anatara jaringan subendotil dengan darah yang akan membawa faktor jaringan (tissue
factor) serta aktivasi faktor VII.
2. Jalur instrinsik (instrinsic pathway): Aktivasi jalur instrinsik dimulai dengan aktivasi
faktor kontak (contact factor), yaitu faktor VII, HMWK dan prekalikrein. Selanjutnya
terjadi aktivasi faktor XI, X dan IX.

Faktor Koagulasi
Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah dalah protein yang terdapat dalam darah
(plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Protein ini dalam keadaan tidak aktif
(proensim atau zymogen) jika terjadi aktivasi, protein aktif ini (enzim) akan mengaktifkan
rangkaian aktivasi berikutnya secara beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade) atau seperti air
terjun (waterfall).
Page 5 of 16

Proses Fibrinolitik
Proses fibrinolitik bertujuan untuk membenttuk plasmin yang berguna untuk
menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan fibrin setelah proses
reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga pembuluh darah tersebut kembali paten.
Adanya injury ( melalui kalikrein ) mengaktifkan tPA yang selanjutnya mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin. Plasmin akan memecah fibrin menjadi FDP. Untuk
mengendalikan proses fibrinolisis ini maka terdapat faktor pengendali: plasminogen activator
inhibitor yang menghambat kerja tPA dan alpha-2 antiplasmin yang menhambat kerja plasmin.
Skema Proses Fibrinolisis
Kalikrein TPA (tissue plasminogen activator)
Plasminogen activator inhibitor

Plasminogen PLASMIN
Alpha-2 antiplasmin
Fibrin Fibrin Degradation Product (FDP)

2. Gangguan perdarahan:

Diatesis hemoragik adalah keadaan patologik gangguan perdarahan yang timbul karena
kelainan faal hemostasis. Dilihat dari patogenesisnya, maka diathesis hemoragik dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Diatesis hemoragik karena faktor vaskuler
2. Diatesis homoragik karena faktor trombosit
3. Diatesis hemoragik karena faktor koagulasi

I. Diatesis Hemoragik karena Faktor Vaskuler


Diathesis hemoragik karena faktor vaskuler adalah penyakit penyakit dengan
kecenderungan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan patologik pada dinding pembuluh
darah. Kelainan ini dapat dibagi menjadi :
a. Herediter: Hereditary hemorrhagic teleangiectasia
b. Didapat, terdiri atas:
1) Purpura simpleks
2) Purpura senilis
3) Purpura alergik, terdiri atas Sindrom Henoch Schonlein, purpura pada arthritis
rematoid, SLE, dan penyakit kolagen lain karena terjadinya vaskulitis.
4) Purpura karena infeksi, misalnya pada sepsis akibat infeksi meningokokus
5) Scurvy, defisiensi vitamin C yang menimbulkan kerusakan bahan interseluler
sehingga pembuluh darah mudah pecah sehingga terjadi perifollicular petechie.
Page 6 of 16

6) Purpura karena steroid yang mengakibatkan atrofi jaringan ikat penyangga kapiler
bawah kulit sehingga pembuluh darah mudah pecah.

II. Diatesis Hemoragik karena Kelainan Trombosit

Diatesis hemoragik karena kelainan trombosit dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Trombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit. Trombositopenia dapat disebabkan
oleh berbagai etiologi, yaitu gangguan produksi trombosit oleh megakariosit dalam
sumsum tulang, penghancuran trombosit di darah tepi, maldistribusi misalnya pooling
pada suatu organ, akibat pengenceran misalnya akibat transfusi masif dengan darah
simpan.
b. Trombopati, yaitu gangguan pada faal trombosit yang tidak berfungsi dengan baik tetapi
jumlah trombosit dalam batas normal. Trombopati dapat dibagi menjadi trombopati
herediter, terdiri atas platelet pool storage disease, trhomboastenia glanzman, sindrom
bernard soulier, penyakit von Willebrand. Trombopati didapat, terdiri atas
hiperglobulinemia, akibat terapi aspirin, kelainan mieloproliferatif, gagal ginjal, dan
penyakit hati menahun.

III. Diatesis Hemoragik karena kelainan Faktor Koagulasi


a. Gangguan koagulasi herediter :
1) Hemofili A dan B
b. Gangguan koagulasi didapat :
1) Defisiensi vitamin K
2) Gangguan perdarahan pada penyakit hati
3) Disseminated intravascular coagulation (DIC)
4) Kelainan akibat timbulnya antibody terhadap faktor pembeku

3. mekanisme peteki

Bintik- bintik atau peteki yang ditemukan atau merupakan manifestasi klinis dari skenario
di atas merupakan lesi perdarahan keunguan, mendatar 1-4 mm, bulat, tidak memucat, berdarah,
dan dapat bergabung menjadi lebih besar disebut purpura. Dapat ditemukan pada membran
mukosa dan kulit khususnya di daerah yang bebas atau daerah tertekan. Peteki umumnya
menggambarkan adanya kelainan trombosit, manifestasi utama yang ditemukan bila jumlah
trombosit kurang dari 30.000/mm3.

4. Langkah-langkah diagnosis:
1. Anamnesis
Anamnesis terpimpin dari kedua gejala/keluhan pasien
Riwayat penyakit terdahulu
Page 7 of 16

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat psikososial: kebiasaan makan suplai nutrisi dan vitamin, keadaan lingkungan
Riwayat pengobatan
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
Tanda-tanda perdarahan: peteki, ekimosis, purpura atau perdarahan lain yang mungkin
muncul.
Palpasi
Organomegali
Perkusi (tidak bermakna)
Auskultasi (tidak bermakna)
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
- Pemeriksaan darah rutin (complete blood count)
- Laju Endap Darah
- Apusan darah tepi
- PT (Protrombin time)
- aPTT (activated protrombin time)
- Indeks eritrosit: MCV (mean corpuscular volume), MCH/MCHC.

5. Diagnosis banding:
A. Idiopathic Thrombositopenik Purpura (ITP)
B. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K
C. Von Willebrand Disease
D. Essential Trombositopemia

A. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik),
tetapi sekarang diketahui sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu
disebutjuga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura. Secara klinik dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu :
1. ITP akut
ITP akut lebih sering terjadi pada anak, setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian
besar sembuh spontan, tetapi 5-10% berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari
6 bulan). Diagnosis sebagian besar melalui eksklusi. Jika thrombosit lebih dari 20x109/1
dapat diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.
2. ITP kronik
Page 8 of 16

ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan penyakit bersifat
kronik , hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Jarang mengalami kesembuhan
spontan.
Patogenesis
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama
igG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIaa atau Ib. Trombosit yang diselimuti
antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya akan terjadi
trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi dalam bentuk peningkatan
megakariosit dalam sumsum tulang.
Gambaran Klinik
Gambaran klinik ITP, yaitu :
1. onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie, echymosis,
easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi.
2. perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal..
3. Splenomegali dijumpai pada <10% kasus.

Kelainan Laboratorik
Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa :
1. Darah tepi: trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3
2. Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak (multinuclearity)
disertai lobulasi.
3. Imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang
lebih spesifik adalah antibodi terhadap gpIIb atau gpIb.

Diagnosis
Diagnosis ITP diletakkan jika dijumpai:
1. Gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa
2. Trombositopenia
3. Sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat
4. Antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi bukan suatu keharusan.
5. Tidak ada penyebab trombositopenia sekunder

Terapi
Terapi untuk ITP terdiri atas:
1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit
a. Terapi kortikosteroid
1). untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag) sehingga
mengurangi destruksi trombosit.
2). mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
3). menekan sintesis antibodi
Page 9 of 16

4). preparat yang diberi: prednison 60-80 mg/hari kemudian turunkan perlahan-lahan,
untuk mencapai dosis pemeliharaan. Dosis pemeliharaan sebaiknya kurang dari
15 mg/hari. Sekitar 80% kasus mengalami remisi setelah terapi steroid.

b. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respons pada kortikosteroid (thrombosit


<30x109/l) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan :
1). Splenoktomi-sebagian besar memberi respon baik.
2). Obat-obat imunosupresif lain: vincristin, cyclophosphamide atau azathioprim.

2. Terapi suportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia.


a Pemberian androgen (Danazol)
b Pemberian high dose immuglobulin untuk menekan fungsi makrofag.
c Transfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita dengan resiko
perdarahan major.

B. Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K

Kekurangan vitamin K akan mengganggu vitamin K-dependent factors: prothrombin,


F.VII, F.IX dan F.X sehingga menyebabkan gangguan pada kaskade koagulasi, terutama pada
extrinsix pathway dan common pathway. Penyebab defisiensi vitamin K, yaitu:
1. Penyediaan vitamin K tidakadekuat
a. Penderita dengan nutrisi tidak adekuat
b. Penderita memakai antibiotika jangka panjang sehingga membunuh flora usus
2. Absorbsi terganggu
a. Ikterus obstruktiva
b. Kelainan usus dengan steatorrhea (sprue, ileitis)
3. Fungsi vitamin K dihambat oleh antikoagulan

Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang
berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan
darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein C dan S, serta
beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak diketahui perannya dalam
pembekuan darah.
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
1. Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada saat ini
adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
2. Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis
dan beberapa strain E. coli.
Page 10 of 16

3. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan


pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali pusat
sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-72 jam setelah
kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu
tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi
vitamin K dari makanan.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan hepatomegali ringan.
Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama trauma lahir. Pada kebanyakan
kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering
berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa
perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala
ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi
cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat
fokal atau umum. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan
kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.

Kelainan Laboratorium
Pada defisiensi vitamin K dijumpai gangguan fungsi prothrombin, F.VII, F.IX dan F.X
sehingga memberikan manifestasi laboratorik berupa:
1. PPT memanjang
2. APTT normal
3. Thrombin time normal

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika ada kecurigaan klinik, lakukan pemeriksaan PPT kemudian beri
25 mg vitamin K1 subkutan. Dilakukan pemeriksaan ulang PPT setelah 24 jam. Jika PPT
mendekati normal maka diagnosis defisiensi vitamin K dapatdibuat.
Terapi
Jika terdapat perdarahan membahayakan maka berikan 25 mg Vitamin K1 intravena
perlahan-lahan. Juga berikan transfuse plasma segar atau fresh frozen plasma.
Komplikasi
Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis (bila diberikan secara IV),
anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikan.
Page 11 of 16

C. Trombositosis Essensial

Trombositosis Esensial atau essential thrombocythemia (ET) adalah kelainan


mieloproliferatif klonal yang primer mengenai megakariosit yang ditandai oleh thrombositosis
menetap dalam darah tepi an peningkatan jumlah serta besar megakariosik dalam sumsum
tulang.
Insiden ET di Negara Barat diperkirakan 1-2,5 per 100.000 penduduk per tahun. Sebagian
besar kasus berumur 50-60 tahun, hampir sama pada laki-laki maupun perempuan.
Gejala Klinik
Gejala klinik ET adalah:
a. Sekitar 50% bersifat asimtomatik;
b. Sekitar 20-50% menunjukkan gejala perdarahan abnormal atau thrombosis. Perdarahan
terutama dari mukosa berupa: hematemesis melena atau hemoptoe. Oklusi mikrovaskuler
menimbulkan transient ischemic attack, atau ischemia digital dengan parestesia atau
gangrene. Thrombosis arteri atau vena besar dapat terjadi, kadang-kadang disertai trombosis
pada vena hepar atau lien.
c. Splenomegali ringan dijumpai pada 50% kasus;
d. Hepatomegali hanya dijumpai pada 15-20% kasus.

Kelainan Laboratorium
a. Trombosist meningkat, biasanya >600.000/mm3;
b. Sering dijumpai leukositosis ringan;
c. Apusan darah tepi menunjukkan anemia normokromik-normositer thrombosit sangat
meninkat, kadang-kadang dijumpai gambaran leukoeritroblastik dan tear drop cell;
d. Biopsi sumsum tulang normoseluler atau hierseluler ringan. Yang khas adalah peningkatan
jumlah megakariosit. Megakariosit besar-besar sampai giant megakaryocytes. Tersusun
dalam klaster longgar dengan sitoplasma banyak dan inti hiperlobulasi. Aspirasi sumsum
tulang sering dry tap.

Diagnosis
Sampai saat ini belum terdapat petanda genetik maupun biologik yang khas untuk ET. Oleh
karena itu, diagnosis terutama ditegakkan dengan menyisihkan kemungkinan penyebab
thrombositosis sekunder. WHO membuat kriteria diagnosis ET seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1
Diagnostic Criteria for Essential Thrombocythemia
Positive criteria
1. Sustained platelet count 600 x 109 /l
2. Bone marrow biopsy specimen showing proliferation mainly of the megakaryocytic
lineage with increased numbers of enlarged, mature megakaryocytes.
Page 12 of 16

Criteria of exclusion
1. No evidence of polycythemia vera
a. Normal red cell mass or Hb <18,5 g/dl in men, and <16,5 g/dl in women.
b. Stainable iron in marrow, normal serum ferritin or normal MCV
c. If the former condition is not met, failure of iron trial to increase red cell mass or
hemoglobin levels to the PV range
2. No evidence of CML
a. No Philadelphia chromosome and no BCR/ABL fusion gene
3. No evidence of chronic idiopathic myelofibrosis
a. Collagen fibrosis absent
b. Reticulin fibrosis minimal or absent
4. No evidence of mylodysplastic syndrome
a. No del(5q), t(3;3)(q21q26), inv(3)(q21q26)
b. No significant of granulocytic dysplasia, few if any micromegakaryocytes.
5. No evidence that thrombocytosis is reactive due to:
a. Underlying infection or inflammation
b. Underlying neoplasm
c. Prior splenectomy

Terapi
Tujuan terapi pada ET adalah mengendalikan hitung thrombosit sehingga mencegah
thrombosis. Untuk penderita dengan resiko tinggi thrombosis sebaiknya thrombosit
dipertahankan di bawah 600 x 109 /l. Hidroksiurea merupakan obat yang sering diberikan untuk
menurunkan jumlah thrombosit. Interferon-alpha dapat dipertimbangkan pada penderita
dengan umur yang lebih muda. Anagrelide merupakan obat yang sangat efektif untuk
menurunkan jumlah thrombosit, saat ini sedang mengalami uji klinik fase lanjut. Busulfan dan
32
P dapat menurunkan thrombosit tetapi efek samping jangka panjangnya kurang baik. Untuk
pengelolaan jangka pendek dapat dipertimbangkan platelet pheresis. Aspirin dapat diberikan
untuk mencegah thrombosis, sepanjang tidak ada riwayat perdarahan.
D. Von Willebrand Disease

Von Willebrand Disease (VWD) adalah penyakit karena kekurangan von Willebrand Factor
(VWF). VWF yang beredar dalam darah yang melekat pada Faktor VIII. Fungsi utama dari
VWF untuk mengikat trombosit, fragmen sel kecil dalam darah, untuk pecah kecil dalam
pembuluh darah. Selain itu, fungsi terpenting dari VWF in vivo adalah mempermudah adhesi
trombosit ke dinding pembuluh darah yang rusak. Oleh karena itu, VWF sangat penting dalam
proses normal hemostasis. Selain fungsinya dalam adhesi trombosit, VWF juga memiliki
fungsi sebagai pengangkut untuk factor VIII. Apabila factor VIII diaktifkan oleh thrombin,
factor ini akan terpisah dengan VWF dsan menjalankan proses koagulasinya.
Page 13 of 16

Pada sebagian besar kasus penyakit ini diwariskan sebagai penyakit dominan autosomal,
tetapi pernah dilaporkan beberapa varian resesif autosomal yang jarang ditemukan. VWD
diwariskan tetapi dalam cara yang berbeda untuk hemofilia. Ini mempengaruhi perempuan
sesering pria. Gen abnormal tidak pada kromosom X (kromosom seks terkait), tetapi pada
autosom (kromosom biasa, bukan kromosom yang berhubungan dengan seks). Beberapa orang
dengan VWD berat memiliki dua gen yang abnormal, satu dari setiap orangtua.
Baik pria maupun wanita dengan VWD sering frustrasi karena kasus-kasus ringan gangguan
mungkin sulit untuk mendiagnosa. Ini adalah kelainan perdarahan yang paling umum dan
mempengaruhi sekitar 200.000 orang di Australia, yang sebagian besar tidak terdiagnosis.
Insiden pasti VWD sulit diketahui karena pada banyak kasus manifestasi klinisnya ringan dan
diagnosis memerlukan pemeriksaan canggih dan penyakit ini dimungkinkan merupakan
penyakit herediter yang paling sering ditemukan.
Etiologi dan Patomekanisme
Von Willebrand Disease (VWD) yang disebabkan oleh defisiensi VWF (Von Willebrand
Factor) yang bersifat herediter yakni sebagai penyakit dominan autosomal, tetapi pernah
dilaporkan beberapa varian resesif autosomal yang jarang ditemukan. Gen abnormal tidak pada
kromosom X (kromosom seks terkait), tetapi pada autosom (kromosom biasa, bukan
kromosom yang berhubungan dengan seks). Beberapa orang dengan VWD berat memiliki dua
gen yang abnormal, satu dari setiap orangtua.
VWF sangat penting dalam proses normal hemostasis. Selain fungsinya dalam adhesi
trombosit, VWF juga memiliki fungsi sebagai pengangkut untuk factor VIII. Apabila factor
VIII diaktifkan oleh thrombin, factor ini akan terpisah dengan VWF dsan menjalankan proses
koagulasinya. Bila terjadi defisiensi dari VWF maka secara langsung dapat mengakibatkan
abnormalitas dari proses koagulasi dan regulasi hemostasis normal.
Klasifikasi Von Willebrand Disease (VWD) dan Patogenesis
Varian klasik dari VWD sendiri antara lain VWD tipe 1 yang merupakan varian yang paling
sering terjadi, yangh ditandai dengan berkurangnya jumlah VWF dalam darah. Karena VWF
menstabilkan factor VIII dengan mengikatnya, defisiensi VWF menyebabkan penurunan
sekunder dari factor VIII. Varian VWD yang lebih jarang menujukkan kelainan kuantitatif dan
kualitatif. Tipe 2 dibagi menjadi beberapa subtype yang semuanya ditandai dengan hilangnya
multimer VWF berberat molekul tinggi. Karena multimer ini merupakan bentuk VWF yang
paling aktif, terjadi defisiensi secara fungsional. Pada tipe 2a, multimer berberat molekul tinggi
tidak disintesis sehingga terjadi defisiensi sejati. Pada tipe 2b, disintesis multimer berberat
molekul tinggi yang disfungsional dan secara cepat dibersihkan dari sirkulasi. Multimer
berberat molekul tinggi ini dapat menyebabkan agregasi trombosit spontan. Pada tipe 3 tidak
terjadi sama sekali sintesis VWF.
Gambaran Klinis
Page 14 of 16

VWD secara klinis ditandai dengan perdarahan spontan dari selaput lender, perdarahan
berlebih dari luka (injury), menoragia, dan memanjangnya waktu perdarahan (bleeding time).
Di Negara barat VWD relative sering dijumpai, diperkirakan mengenai 1% penduduk dunia,
tetapi di Indonesia belum banyak dilaporkan. Penyakit ini diturunkan secara autosomal
dominan. Manifestasi kliniknya adalah :
a. Perdarahan sedang
b. Epistaksis sejak kecil
c. Perdarahan dari lika, ekstraksi gigi, atau postoperasi
d. Perdarahan besar, hematom
e. Perdarahan sendi jarang dijumpai

Diagnosis
Pada VWD diagnosis dapat ditegakkan salah satunya dengan cara pemeriksaan laboratorium
yang dapat ditemukan kelainan, antara lain :
a. Bleeding time memanjang
b. APTT sediklit memanjang/meingkat
c. Riscotein induce platelet aggregation test negative (-), kecuali pada tipe 2b
d. Elektroforesis : VWF ,enurun pada tipe 1 atau nol pada tipe 3
e. Imunoelektroforesis : multimer berberat negative (-) pada tipe 2a, multimer
berberat negative (-), dengan multimer sedang meningkat pada tipe 2b.

Terapi
Pengobatan untuk VWD adalah :
a. Infuse desmopressin (DDAVP) yang dapat melepaskan VWF dari cadangan
dalam endotel
b. Terapi ganti dengan single donor cryoprecipitate jangan mrmakai F.VIII
Concentrate
c. Dapat juga diberikan epsilon aminocaproic acid atau asam traneksamat

6. Farmakokinetik obat-obat hemostasis yang terkait skenario:

Hemostatika sistemik
1. Terapi obat untuk kekurangan / kelainan fakor pembekuan darah, antara lain:
a. Preparat plasma
Preparat plasma berfungsi untuk Replacement Therapy pada kelainan /
kekurangan faktor pembekuan darah ( transfusi )
1) Fresh whole blood
2) Plasma segar
3) Preparat protrombin kompleks faktor II.VII, IX, V ( vit K dependent clotting factor )
4) Faktor XII murni
Page 15 of 16

b. Vitamin K
Sumber vitamin K terbagi atas 2, yaitu :
1) Alami
a) Vit K1 ( phytonadione )
b) Vit K2 ( menadione )
Vitamin-vitamin tersebut dapat larut dalam lemak. Dalam proses absorpsinya,
vitamin K alami membutuhkan bantuan dari empedu.
2) Sintetik
Yang termasuk vitamin K sintetik adalah Vit K, yang bersifat larut dalam air
dan proses absorpsinya tidak membutuhkan bantuan dari empedu.
c. Desmopresin, berfungsi untuk meningkatkan aktivitas faktor VIII pada penderita
hemofili ringan. Pemberian sebelum dan sesudah minor surgery, dapat mencegah
perdarahan yang berlebihan. Dosis pada desmopresinadalah 0,3 0,6 mg / kg BB iv
2. Anti fibrinolitik, seperti :
a. Asam amino kaproat bekerja dengan menghambat aktivasi plasminogen sehingga
pembentukan plasmin tidak terjadi.
b. Asam traneksamat, pada klinis digunakan untuk terapi perdarahan akut pada hemofilia
dan perdarahan lainnya.
3. Untuk gangguan adhesi trombosit
Yang biasa digunakan adalah etamsilat. Dalam klinis digunakan untuk perdarahan
kapiler dan menorrhagia ( perdarahan menstruasi yang berlebihan).

PENUTUP

Dengan pembahasan kasus ini, mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman yang baik
mengenai komponen darah dan fungsinya, mekanisme pembekuan darah, mengetahui
kondisi-kondisi yang dapat memperpanjang masa perdarahan, memahami kasus DIC,
mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya mulai dari mengenali masalah yang dihadapi, menegakkan diagnosis DIC
dengan tepat, melakukan penatalaksanaan secara cepat, mengenali komplikasi,
memberikan edukasi untuk pencegahan, dan aspek etik dan profesionalisme yang terkait,
termasuk pelindungan diri dan pasien serta tindakan mawas diri.

REFERENSI

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam

Kapita Selekta Hematologi

Hematologi Klinik Ringkas


Page 16 of 16

Anda mungkin juga menyukai