Anda di halaman 1dari 11

File ini diunduh dari:

www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

AKUNTANSI PERSPEKTIF KRITIS: SUATU PENGANTAR1>

Ali Djamhuri2

Seperti diketahui, semakin lama semakin banyak muncul ketidak puasan di


kalangan para ilmuwan ilmu sosial terhadap pandangan-pandangan yang diusung
oleh ilmu sosial arus utama (mainstream) yang bertumpu pada positivism.Salah satu
di antara yang tidak bisa menerima kehadiran gagasan keilmuan positivism berasal
dari para pengusung perspektif keilmuan kritis (critical). Jika dikaitkan dengan ranah
akuntansi, maka para ilmuwan yang berperspektif kritis ini mencoba untuk
menawarkan hal yang baru sebagai suatu alternatif yang secara radikal dapat
mengganti berbagai modus praktik akuntansi yang ada sekarang sehingga,
utamanya, aspek-aspek ketidak adilan yang melekat pada praktik-praktik akuntansi
yang sekarang ini ada dapat dibongkar dan ditiadakan. Dalam pandangan para
ilmuwan akuntansi kritis, konsep dan gagasan akuntansi yang positivistic yang
sekarang ini mendominasi dan menjadi landasan hamper seluruh praktik akuntansi
yang ada sekarang ini tidak bisa secara terus menerus dipertahankan, melainkan
harus dihentikan jika masyarakat tidak menghendaki makin meluasnya ketimpangan
sosial serta kerusakan lingkungan akibat ketidak seimbangan kekuasaan yang
terjadi antar kelompok masyarakat sebagai akibat langsung penerapan kapitalisme
yang cenderung menindas mereka yang bukan kelompok pemodal. Tulisan ini
ditujukan untuk member suatu pengantar singkat tentang landasan-landasan filosofis
yang mendasari perspektif atau paradigma kritis dalam ranah kajian akuntansi.
Melalui tulisan ini diharapkan kita dapat memahami alasan-alasan filosofis mengapa
timbul pemikiran kritis yang radikal dalam kajian akuntansi dan bagaimana gagasan
ini mengalami perkembangan di kalangan akademisi akuntansi saat ini.

1
Disampikan pada acara ARTS (Accounting Research Training Series) V dan TEMAN (Pertemuan
Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia) I pada tanggal 22-23 Januari 2014 yang
diselenggarakan oleh Program Paska Sarjana Akuntansi (PDIA dan Magister Akuntansi) Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
2
Drs. Ali Djamhuri, MCom, Ph.D., CPA, AK adalah dosen tetap di Jurusan Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Saat ini yang bersangkutan adalah Ketua Program
Studi pada Program Magister Akuntansi di Fakultas yang sama

Halaman 1
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

Mengapa Kritis

Jika menggunakan ukuran ketimpangan sosial, kondisi atau keadaan di era


tahun 1970an boleh jadi lebih baik dari kondisi yang kita alami hari-hari ini, tidak saja
di negara-negara Barat yang relatif lebih maju secara teknologis, namun juga di
negara seperti Indonesia. Penyebab utamanya, paling tidak sebagaimana diyakini
oleh ilmuwan-ilmuwan yang kritis adalah diaplikasikannya berbagai policy atau
kebijakan ekonomi serta kebijakan-kebijakan kemsayarakatan lainnya yang sangat
kapitalistik dan pro-pasar oleh kelompok berkuasa yang mendukung gagasan neo-
liberalism. Kutipan berikut boleh jadi bisa sedikit mengggambarkan kondisi seperti
itu:
.....today differs from the 1970s, when the labour movement was stronger, mass
production was common in the Western world, many states followed Keynesian
intervention and social welfare policies, and the aftermath of the Vietnam War
meant imperialist adventures were unpopular. Today, faith in management (and
accounting) science as a vehicle for social progress has been undermined.
Instead, rationalists stress strategy, performance measurement, and
accountability; and large segments of life, previously relatively immune from
formalised MA, have been brought into the discipline of the market through MA
techniques. (Cooper & Hopper, 2006, p. 3).

Mengacu kepada pernyataan Cooper dan Hopper (2006) tersebut setidaknya kita
bisa makin mengenali karakteristik yang khas dari kondisi kita sekarang ini, yaitu
makin langkanya keterlibatan negara dalam perekonomian yang berdampak pada
kesenjangan sosial yang makin melebar, makin intensifnya penerapan berbagai
teknik akuntansi manajemen yang bersifat kapitalistik di berbagai ranah sosial yang
sebelumnya sama sekali tidak tersentuh dan bahkan dianggap kebal dari pengaruh
akuntansi manajemen tersebut (lihat misalnya penerapan akuntansi manajemen di
rumah sakit, di universitas, dan di lembaga-lembaga pemerintahan serta keagamaan
melalui gerakan New Public Management). Selain itu, dan ini yang juga penting, kita
cenderung makin menyepelekan peran potensial akuntansi sebagai suatu alat yang
efektif untuk melakukan perubahan sosial yang lebih berkeadilan.

Dengan menyitir kepada beberapa penulis lain, Adler, Forbes dan Willmott
(2007), misalnya, memasukkan faktor-faktor lain seperti terpecahnya gerakan kiri
(komunisme) di tahun 1970an (Hassard, Hogan, & Rowlinson, 2001) beserta
munculnya gerakan sosial baru (Alvarez, Dagino & Escobar, 1998), makin

Halaman 2
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

bersatunya Eropa, munculnya India dan Cina sebagai kekuatan ekonomi baru
(Ibarra-Colado, 2006; Dussel & Ibarra-Colado, 2006), dan bahkan pengeboman
gedung the World Trade Center atau yang terkenal dengan peristiwa 11 September
2001 telah ikut menjadi pemicu perkembangan perspektif kritis ini. Oleh sebab itu
kehadiran perspektif kritis di bidang akuntansi ini, jika dikaitkan dengan perubahan-
perubahan di ranah global tersebut, sejatinya justeru semakin penting, terutama bagi
para akademisi akuntansi yang masih memiliki kepedulian dan berkeyakinan bahwa
apapun yang kita punya, termasuk ilmu pengetahuan, sebenarnya merupakan
sumberdaya yang bisa kita manfaatkan untuk memperjuangkan sesuatu, dalam hal
ini memperjuangkan nasib mereka yang kurang beruntung dan tertindas
(almustadhafien) oleh para pemilik modal melalui pembangunan yang sangat bias
kepada kepentingan mereka.

Bentuk Dasar Akuntansi Kritis

Jika kita mencoba memberi pengertian tentang akuntansi, maka yang paling
sering kita acu boleh jadi adalah definisi akuntansi yang sangat bersifat teknis dan
berorientasi pada pengambilan keputusan (decision making oriented) seperti yang
salah satunya dikemukakan oleh Gray (1996) dan dikutip oleh Broadbent (2002)
berikut ini:
[A]ccounting is an activity which conventionally involves identifying, collecting,
describing, recording, processing and communicating information in financial
terms about the economic events of an entity, to groups and individuals who have
a need or right to the information

Suatu hal yang sudah terlanjur menjadi salah kaprah bagi kita adalah bahwa cara
pandang terhadap rangkaian aktifitas yang membentuk akuntansi tersebut seperti
kegiatan mengidentiifikasi, mengumpulkan, menjelaskan, mencatat, mengolah dan
juga mengomunikasikan informasi sebagai rangkaian aktifitas yang bebas nilai
(value free) alias obyektif. Dalam realitasnya, rangkaian aktifitas tersebut tidak
terlepas dari nilai alias value laden sehingga bersifat subyektif. Hal inilah yang
menjadi pijakan utama para pendukung paradigm akuntansi kritis, yaitu bahwa
dalam tubuh akuntansi irtu sendiri telah tersisipi banyak kepentingan terutama
kepentingan pihak-pihak tertentu yang sedang berkuasa. Akibatnya, semakin intensif
akuntansi kontemporer model seperti ini dipraktekkan, akan semakin kokohlah posisi
pihak-pihak yang diuntungkan oleh keberadaan akuntansi dan semakin terpuruk

Halaman 3
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

nasib mereka yang tertindas oleh keberadaannya. Pada ranah filosofis, hal ini berarti
bahwa akuntansi kritis memiliki pandangan ontologis yang memusat pada keyakinan
bahwa masyarakat yang menjadi sumber realitas akuntansi senantiasa dalam
kondisi konflik atau bertentangan satu dengan lainnya.
Dengan alasan-alasan tersebut tersebut akuntansi kritis sebagaimana
dikemukakan baik oleh Broadbent (2002), Cooper dan Hopper (2006), maupun
Adler, et al (2007) selalu berhubungan dan bahkan dalam analisanya selalu
berangkat dari praktek akuntansi yang ada. Kenyataan ini akan secara langsung
berimplikasi pada riset akuntansi yang mengambil perspektif kritis ini. Praktek
akuntansi kontemporer atau yang ada sekarang, melalui peralatan analisis yang
berupa berbagai teori sosial, akan ditempatkan sebagai lahan atau ranah darimana
permasalahan atau pertanyaan dasar penelitian akan diajukan. Melalui pemaduan
akuntansi dengan berbagai disiplin ilmu sosial tersebut, akuntansi kritis mencoba
menempatkan akuntansi dalam peran kemasyarakatannya sebagai instrumen yang
berotensi dalam menegakkan keadilan sosial. Melalui penggunaan berbagai teori
dalam ilmu-ilmu pengatahuan sosial tersebut, juga sekaligus menegaskan bahwa
sifat akuntansi kritis adalah lintas disiplin (inter-disciplinary).
Karakteristik lain yang menandai akuntansi kritis adalah orientasinya yang
lazim dikenal dengan istilah emancipatory, yaitu keinginan untuk mengangkat harkat
hidup kelompok masyarakat yang tertindas oleh praktek implementasi berbagai
konsep atau teori akuntansi yang ada saat ini yang terbukti melembagakan
ketidakadilan sosial. Akibat langsungnya, akuntansi kritis sekaligus juga bersifat anti-
positive yang dianggap menutupi dan melembagakan dan melanggengkan ketidak
adilan. Dengan pernyataan ini, maka misi emansipatoris akuntansi kritis sering
dimulai dengan mencoba membuka selubung yang terlanjur menjadi mitos dalam
akuntansi kontemporer sekaligus menginfuskan semangat relativism dalam
memandang berbagai konsep dan teori akuntansi yang ada, dan kemudian mencoba
mengganti konsep-konsep yang dipandang ikut menyemaikan ketidak adilan
tersebut dengan konsep-konsep baru yang lebih baik. Dengan konsep baru yang
lebih baik tersebut maka diharapkan akan dihasilkan praktik akuntansi yang lebih
berkeadilan. Dampak yang ditimbulkan oleh strategi yanag dipakai oleh akuntansi
kritis, yaitu upaya relatifisasi berbagai konsep akuntansi yang sekarang ini berlaku,
mewujud pada bertemunya akuntansi kritis ini dengan akuntansi yang berparadigma
postmodern. Seperti diketahui, salah satu tema utama dalam paradigma

Halaman 4
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

postmodern adalah relatifisasi segala sesuatu (making everything relative). Oleh


sebab itu, tidak mengherankan jika beberapa tokoh sosiologi dan filsafat yang
berada di dua paradigma ini tidak saja sama, bahkan teknik seperti deconstruction
juga sama-sama lazim dipakai dalam akuntansi posmoderen maupun akuntansi
kritis sebagai cara untuk menemukan konsep baru atau makna baru dari konsep
lama yang bias hanya kepada satu pengertian yang tidak adil.
Akuntansi kritis juga memiliki karakter khas yang bisa dipakai sebagai
pembeda dengan akuntansi kontemporer yang bersifat positivistic. Sebagaimana
diketahui, ilmu-ilmu pengatahuan sosial yang basis epistemologinya positif
memandang bahwa realitas sosial diperlakukan sebagai suatu hal yang kebal
(immune) dari pengaruh sejarah, bahkan karena tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan menurut perspektif ini adalah untuk menghasilkan hukum-hukum
keilmuan yang berlaku umum (nomothetical), maka pengaruh ruang dan waktu yang
bersifat historik berusaha diabaikan (dihilangkan). Karena akuntansi kritis bersifat
anti-positive, maka akuntansi kritis bersifat historis (historical) atau kontektual,
bahkan bagi banyak kelangan pengusung akuntansi kritis, ketidak adilan yang
melekat pada berbagai konsep akuntansi kontemporer yang ada saat ini terjadi
karena faktor sejarah.
Sampai disini tampak bahwa selain mengenai karakteristiknya, definisi yang
utuh mengenai akuntansi kritis justeru belum diketahui dengan pasti. Untuk itu, apa
yang diusulkan oleh Laughlin (1999) perlu kita cermati. Laughlin memberikan
pengertian akuntansi kritis sebagai: .
A critical understanding of the role of accounting processes and practices and the
accounting profession in the functioning of society and organisations with an
intention to use that understanding to engage (where appropriate) in changing
these processes, practices and the profession (Laughlin, 1999, p. 73).

Dengan mengacu kepada definisi yang diajukan oleh Laughlin (1999) tersebut,
akuntansi kritis pada hakikatnya merupakan suatu cara pemahaman atas peran
proses dan praktik akuntansi termasuk juga profesi akuntansinya sekaligus dalam
menopang berjalannya organisasi-organisasi yang ada di masyarakat dengan suatu
tujuan untuk menggunakan pemahaman tersebut sebagai dasar untuk melakukan
perubahan atas proses, praktik dan juga profesi akuntansi yang ada. Pengertian
atau definisi akuntansi kritis ini menjadi penting, terutama bagi mereka yang akan
atau sedang melakukan penelitian akuntansi dengan perspektif kritis. Dengan

Halaman 5
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

demikian, jika mengaacu kepada definisi yang dikemukakan Laughlin tersebut,


mengidentifikasi konsep teoritis akuntansi tertentu yang relevan dengan tiga area
yang ada dalam akuntansi kritis, yaitu area proses, praktek dan profesi akuntansi
dengan semangat menemukan dan sekaligus mengubah aspek ketidak adilan yang
sekarang ini melekat pada konsep teoritis akuntansi tersebut menjadi konsep teoritis
akuntansi baru yang lebih berkeadilan. Makna kata kritis pada istilah akuntansi kritis
bisa diperoleh dari implikasi sifat evaluative dan emancipatory akuntansi yang
berparadigma ini sehingga menyiratkan adanya keharusan melakukan evaluasi atau
penilaian pada setiap tahapan yang dilakukan, dari mulai menilai konsep teori yang
dipandang memiliki problema ketidak adilan yang dengan begitu layak menjadi
sasaran kajian melalui pendekatan kritis sampai ke tahapan proses maupun praktek
akuntansinya. Dalam kontek ini, Broadbent (2002) secara lebih spesifik
menempatkan upaya mempertanyakan status quo sebagai inti dari makna kritis
yang terdapat dalam istilah akuntansi kritis, dan bukan sekedar melakukan upaya
mengganti beberapa model praktik akuntansi dengan model praktik akuntansi lain
secara taken for granted atau secara apriori.

Sekedar untuk memberikan beberapa contoh tema yang relevan dengan


akuntansi kritis, berikut ini diberikan tema-tema yang oleh Laughlin (1999) dicoba
dikategorikan sebagai tema-tema akuntansi kritis yang muncul pada APIRA di
Osaka tahun 1998. Tema-tema tersebut seperti:
1. Perspektif teoritis dan metodologis akuntansi kritis
2. Dimensi sosial akuntansi kritis
3. Dimensi organisasional dari proyek-proyek akuntansi kritis
4. Keterlibatan dalam Akuntansi kritis, evaluasi dan perubahan

Landasan Filosofis dan Perkembangan Akuntansi Kritis

Perkembangan akuntansi kritis tidak terlepas dari perkembangan pemikiran


keilmuan yang saat ini dikenal dengan perspektif mainstream atau positive, karena -
paling tidak kalau dilihat dari motivasi kelahirannya, akuntansi perspektif kritis ini
merupakan salah satu anti tesis dari keberadaan akuntansi kontemporer yang
positivistic. Oleh sebab itu untuk mengetahui karakteristik filososofis akuntansi kritis
ini tidak bisa dihindari dari keharusan melakukan suatu upaya identifikasi yang
bersifat komparatif dengan akuntansi mainstream ini. Kategorisasi komparatif

Halaman 6
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

tersebut bukan dalam rangka memberikan preferensi yang berlebihan terhadap


perspektif kritis dan sebaliknya menempatkan akuntansi mainstream pada posisi
inferior yang menumbuhkan ketidak tertarikan (disinterest) atau bahkan penolakan
terhadap keberadaannya. Upaya komparatif ini dilakukan semata-mata dalam
rangka mempermudah memahami dasar pijakan filosofis akuntansi kritis beserta
alasan logis yang melatarbelakanginya.

Burrell dan Morgan (1979, p. 3) melakukan upaya pengembangan taxonomi


mengenai perspektif-perspektif keilmuan yang dipandang relevan dalamkajian
organisasi (organization studies). Model taxonominya didasarkan pada suatu
pandangan bahwa masalah metodologi pada hakikatnya suatu masalah yang
bersifat subject to personal philosophical belief. Menurut mereka (1979, p. 3),
asumsi-asumsi yang diyakini seseorang dalam aspek ontology, epistemology dan
aspek hakikat manusiaa akan mengarahkan orang tersebut dalam pilihan yang
dilakukannya atas metodologi penelitian. Jika mengacu kepada kategorisasi
paradigma keilmuan yang dianut oleh Burrell dan Morgan (1979) tersebut, perspektif
kritis menempati dua kuadran yang ada di bagian atas yang mencakup perspektif
radical humanist dan radical structuralist. Pendapat seperti ini diperkuat misalnya
oleh Powell dan Hopper (1985) dalam tulisan mereka yang berjudul Making Sense of
Research into the Organizational and Social Aspects of Management Accounting: A
Review of Its Underlying Assumptions. Dari kedua perspektif tersebut kita dapat
memperoleh kesamaannya, yakni dari kata radical yang secara sederhana dapat
dimaknaai sebagai sesuatu yang frontal, menyeluruh, mendasar, sampai ke
akar-akarnya. Makna-makna radikal tersebut yang kemudian dicoba dirangkum
dalam istilah kritis yang memiliki makna tersirat sebagai upaya mengubah secara
mendasar segala sesuatu yang telaah berada atau dianggap berada pada posisi
mapan. Menarik untuk dicermati apa yang ditulis oleh Burrell dan Morgan (1979, p.
279). Menurut mereka, salah satu pijakan filosofis pandangan radical humanism
adalah warisan keyakinan yang mereka peroleh dari filosofi idealisme Jerman serta
tradisi Kantian yang mempercayai bahwa hakikat realitas dari alam raya ini adalah
ruh (spirit), dan bukan materi (matter). Sehingga materi-materi yang tampak dan bisa
diobservasi (observable) yang kerap kali merupakan obyek kajian (penelitian)
hanyalah tampilan luar dari sesuatu yang hakikatnya spiritual. Pandangan seperti ini
juga ada dan menjadi dasar filosofis dari perspektif interpretive, sehingga jika

Halaman 7
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

dibandingkan dengan perspektif interpretive, bedanya adalah bahwa perspektif kritis


memiliki misi dan tujuan keilmuan yang berbeda yang berupa melakukan perubahan
secara mendasar terhadap tatanan yang ada, sedangkan perspektif interpretive
sebatas hanya ingin memahami secara lebih mendalam makna-makna yang
terkandung dalam tindakan kelompok atau text yang berlaku di masyarakat dari
sudut pandang mereka yang melaksanakannya (emic principle).

Dalam perkembangannya, terbukti bahwa perspektif kritis ini tidak hanya


berpijak pada gagasan Kantian yang subyektif tersebut, namun dimasuki juga oleh
tradisi filasafat Jerman lainnya seperti objective idealism. Masuknya tradisi filsafat
objective idealism tampak seperti menjadi pintu yang memudahkan penerimaan
perspektif kritis ini terhadap gagasan-gagasan filosofis yang lebih mengarah kepada
ktub materi seperti masuknya landasan filosofis realism. Sebagai implikasinya,
sebagian dari perspektif kritis ini bervariasi pijakan filosofisnya ke arah realism
seperti pada kasus kemunculan apa yang dikenal dengan critical realist (Burrell &
Morgan, 1979, p. 326). Critical Realist merupakan suatu genre perspektif kritis yang
memandang bahwa realitas sejati adalah materi yang konkrit, dapat diamati, dapat
dihitung (dikuantifikasikan) dan letaknya terpisah dari pemikiran seseorang sehingga
bisa dimengerti (dipahami) secara obyektif. Kritik Marx atas kapitalisme melalui
buku Das Kapital (The Capital) termasuk dalam genre ini. Buku Marx yang lain, The
History of Materialism, juga menjadi salah satu pijakan filosofis lainnya dari Critical
Realist. Selain gagasan-gagasan Marx, warna pijakan materialisme pada akuntansi
perspektif kritis juga berasal dari gagasan dialektika Hegel, Engel, theory
evolusinya Darwin serta Radical Weberianism yang telah melahirkan teori konflik
(Burrell & Morgan, 1979, p. 349).

Jika kita mencoba membuat suatu pengkatigorian berdasarkan poros


subyektif-obyektif terhadap apa sub-sub aliran filosofis yang lazim dijadikan dasar
dari akuntansi perspektif kritis, maka kita bisa mengatakan bahwa versi subyektif
perspektif kritis mewujud pada gagasan-gagasan sebagaimana disampaikan oleh
para pendukung critical theory (teori kritis) sepertti Habermas, Marcuse, Lukacs,
Horkheimer, Gramsci. Gagasan Marx (saat muda) serta gagasan filosofis dari
Emanuel Kant melalui bukunya yang terkenal Critique of Pure Reason juga bisa
dikategorikan dalam kategori ini. Masih dalam kategori akuntansi kritis yang

Halaman 8
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

subyektif adalah akuntansi kritis yang dilandaskan pada filsafat Existensialisme


Perancis seperti yang dikembangkan oleh Sartre, Nietzsche, Fichte, dan juga
sampai batas tertentu oleh Husserl. Selain sumber-sumber filosofis tersebut,
akuntansi perspektif kritis yang subyektif juga mengambil manfaat dari pemikiran-
pemikiran filosofis mazhab individualisme anarkis. Mazhab ini berpandangan bahwa
tujuan hakiki manusia adalah kebebasan yang menyeluruh (total freedom) dimana
batasan-batasan yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya diyakini tidak
seharusnya ada termasuk yang berbentuk aturan perundangan. Pandangan ini
bermula dari tokoh Jerman Max Stirner yang terpengaruh berat oleh gagasan Hegel
tentang dialektika.

Pemikiran para pendukung perspektif kritis yang subyektif ini umumnya


menyatu ke dalam beberapa tema besar yang oleh masing-masing pemikir tersebut
dicoba dibahas untuk menemukan problematikanya serta dicoba diberikan solusi
atau jalan keluarnya. Tema-tema tersebut seperti masalah totalitas (totality),
kesadaran (consciousness), keterasingan (alienation), serta kritik (critique) (Burrell &
Morgan, 1979, pp. 298-299). Alienasi sebagai dampak penerapan kapitalisme yang
sangat intensif, misalnya, dalam ranah akuntansi kritis bisa menjadi suatu pemicu
munculnya gagasan penelitian tentang teknik atau teori akuntansi (manajemen) apa
yang mula-mula menjadi penyebab terjadinya alienasi. Tulisan Braverman (1974)
yang berjudul Labor and Monopoly Capitalism: The Degradation of Work in the
Twentieth Century dikomentari oleh Carter and Tinker (2006) sebagai suatu tulisan
yang cukup berarti untuk membuka jalan ke arah pemikiran tentang masalah seperti
itu. Menurut mereka Bravermen cukup berhasil dalam mengangkat issue bahwa
teori manajemen modern model Taylor yang ternyata menjadi penyebab munculnya
alienasi di kalangan buruh yang ditelitinya. Oleh sebab itu teori manajemen ini harus
dikritisi dan dicarikan model alternatifnya.

Istilah alienasi sendiri telah menjadi tema besar dari banyak pemikir kritis,
darimulai Marx sampai Weber. Beda pendapat kedua tokoh pemikiran kritis tersebut
atas alienasi terletak hanya pada pandangan dimana Marx langsung menempatkan
alienasi sebagai sesuatu yang melekat pada hanya pada kapitalisme, sementara
Weber meyakini bahwa alienasi terjadi tidak terbatas pada masyarakat yang
didominasi oleh system kapitalisme, namun juga secara historis terjadi pada era

Halaman 9
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

feodalisme, kapitalisme dan juga yang didominasi oleh birokrasi (Burrell & Morgan,
1979). Untuk memberikan sedikit gambaran tentang apa yang dimaksud dengan
alienasi barangkali disini perlu diberikan makna yang dimaksud dengan istilah
tersebut. Secara sederhana Wikipedia mencoba memberikan pengertian alienasi
dengan menggambarkannya sebagai suatu kondisi keterpisahan sesuatu dengan
sesuatu yang lain yang semestinya menyatu (http://en.wikipedia.org/wiki/Alienation,
diunduh tanggal 17 Januari 2014). Oleh karena itu alienasi bisa terjadi dalam
berbagai modus seperti alienasi sosial, alienasi kepengasuhan (parenthal
alienation), alienasi dariTuhan dan sebagainya. Termasuk dalam pengertian alienasi
adalah kondisi yang dikenal dengan desakralisasi yang dimulai dengan proses
objektifikasi kemudian terus berlangsung sampai akhirnya bermuara pada proses
komodifikasi. Pada kondisi terakhir ini seseorang sebenarnya telah terpisah dari
kediriannya yang sejati, yakni kedirian yang didasarkan pada kesadaran
(consciousness). Pada titik inilah masalah alienasi bersinggungan dengan tema lain
dalam perspektif kritis, yaitu masalah kesadaran.

Akhirnya perlu juga dijelaskan disini, bahwa jika pada awalnya teori-teori yang
dipakai sebagai alat analisis dalam kajian-kajian akuntansi kriitis sebatas teori-teori
sosiologi kiri (untuk mengelompokkan pada berbagai teori soiologi dan filsafat
yang awalnya dikembangakan oleh Marx, Engel, Hegel, Marcuse, dsb), pada
perkembangannya sekarang ini, kajian-kajian akuntansi kritis tidak lagi terbatas pada
teori-teori tersebut. Dengan memadukan spirit kritis dan posmoderen sekaligus,
kajian kritis juga memanfaatkan sumber-sumber gagasan filosofis lainnya yang
bahkan berasal dari pemikiran local maupun religious. Semoga tulisan ini
bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Adler, P. S., Forbes, L. C., & Willmott, H. (2007). Critical Management Studies:
Premises, Practices, Problems, and Prospects. The Academy of Management
Annals, 1(1), 119 - 179.
Broadbent, J. (2002). Critical Accounting Research: A View from England. Critical
Perspectives on Accounting, Vol. 13, 433449.

Halaman 10
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id

Burrell, G., & Morgan, G. (1979). Sociological Paradigms and Organizational


Analysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. Aldershot, England:
Ashgate Publishing Limited.
Carter, C., & Tinker, T. (2006). Critical Accounting and the Labour Process. Critical
Perspectives on Accounting, 17(5), 525-528.
Cooper, D. J., & Hopper, T. (2006). Critical Theorizing in Management Accounting
Research. Paper presented at the workshops at the University of New South
Wales and Said Business School, University of Oxford.
Hopper, T., & Powell, A. (1985). Making Sense of Research into the Organizational
and Social Aspects of Management Accounting: A Review of Its Underlying
Assumptions. Journal of Management Studies 22(5), 429-465.
Laughlin, R. (1999). Critical Accounting: Nature, Progress and Prognosis.
Accounting Auditing & Accountability Journal, 12(1), 73-78.

Halaman 11

Anda mungkin juga menyukai