Aterosklerosis
Pendahuluan
Patofisiologi Atherosklerosis
Aterosklerosis ialah kondisi inflamasi vaskuler yang merupakan penyebab utama infark
miokard, stroke, dan iskemia tungkai. Dahulu, aterosklerosis hanya diketahui sebagai
penumpukkan kolesterol dalam ateri, sekarang melalui berbagai penelitian akhirnya
diketahui bahwa aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis yang
melibatkan berbagai jenis sel yang berinteraksi [dibahas di Ref. (1,2)]. Ringkasnya,
aterosklerosis dipicu oleh berbagai faktor risiko, seperti hiperlipidemia, diabetes, dan
hipertensi, yang berkontribusi dlam proses kerusakan lapisan endotel dalam pada
pembuluh darah. Kerusakan pada endotel menyebabkan ekspresi molekul adhesi yang
memediasi adhesi leukosit dan kemudian bermigrasi melalui endotel yang teraktivasi ke
jaringan di bawahnya. Ketika berada di ruang sub-endotel, makrofag yang teraktivasi
akan meliputi partikel-partikel lemak dan menjadi sel busa (foam cells) kemudian
melepaskan sitokin-sitokin yang akan menarik leukosit-leukosit lainnya. Sel otot polos
vaskuler juga menjadi aktif, sebagian oleh faktor-faktor yang dilepaskan dari plak
leukosit dan bermigrasi ke plak tersebut dan membentuk kapsul fibrotik yang menutupi
lapisan inti yang berisi lemak dan sel-sel inlamasi yang sangat trombogenik. Proses
kaskade tersebut menyebabkan pembentukan plak aterosklerotik yang matur. Plak sel-
sel inflamasi dan sel otot polos vaskuler mensekresikan enzim matriks metaloprotease
(MMPs) yang merusak kestabilan kapsul fibrotik dan menyebabkan rupturnya plak. Plak
yang rupture menginduksi pembentukan trombus yang mengoklusi aliran darah menuju
jaringan di jantung dan menyebabkan infark miokard, di otak menyebabkan stroke, dan
di pembuluh darah perifer menyebabkan iskemia tungkai.
Data preklinis pada hewan uji coba juga mendukung peran ekstra renal dari RM
dalam aterogenesis. Pada uji coba tikus knockout Apolipoprotein E (ApoE-/-), plak
aterosklerotik berkembang dengan cepat menyerupai patologi manusia. Dengan
menggunakan uji coba tersebut, Tikellis et al. (12) meneliti efek aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAA) melalui asupan rendah natrium pada perkembangan
aterosklerosis. Asupan rendah natrium mempercepat progresivitas lesi aterosklerosis
tiga kali lipat dibandingkan dengan asupan garam normal pada kontrol. Efek aterogenik
bergantung pada sistem RAA, dan melemah pada pengobatan dengan inhibitor enzim
pengkonversi angiotensin. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh McGraw et al (13)
menunjukkan bahwa infus aldosteron dosis rendah pada tikus ApoE -/- menyebabkan
peningkatan plak aterosklerotik dan kandungan lemak pada lengkung aorta setelah diet
tinggi lemak selama 4 minggu, dibandingkan dengan kontrol. Aldosteron meningkatkan
aterogenesis tanpa mengubah tekanan darah. Aldosteron juga memicu aterosklerotik
dini, di mana pada minggu ke-8 ukuran plask dan kandungan lemak oada aorte sama
antara kedua kelompok. Sebaliknya, dengan terapi antagonis RM, eplerenon lebih awal
(14) menurunkan pembentukan plak pada tikus APoE-/-(15,16). Berbagai data
mendukung kontribusi RM dan aldosteron dalam pathogenesis aterosklerosis yang
tidak bergantung pada tekanan darah, pada manusia dan hewan uji coba. Ulasan ini
merangkum mengenai temuan terbaru dalam pemahaman mengenai mekanisme yang
menunjukkan bahwa RM berkontribusi dalam aterosklerosis melalui proses kerusakan
endotel awal, inflamasi vaskuler, disfungsi sel inflamasi, dan perkembangan plak yang
tidak stabil dan berpotensi menyebakan trombosis.
RM pada Endotel Vaskuler Berperan dalam Kerusakan Sel Endotel dan DOsfungsi
yang disebabkan oleh Faktor-faktor risiko Kardiovaskuler
Aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel vaskuler. Sel endotel yang sehat
berperan dalam vasodilatasi dengan memproduksi nitrit oksida melalui aktivitas nitrit
oksida sintase endotel. Produksi nitrit oksida terganggu sejak awal pada aterogenesis
dan efeknya dapat diukur secara in vivo dengan menggunakan tonometri dan
vasodilatasi yang dimediasi aliran atau secara ex vivo melalui pengukuran vasodilatasi
cincin arteri yang diinduksi oleh asetilkolin. Aldosteron dan RM vaskuler terlibat dalam
proses disfungsi endotel pada manusia yang memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskuler
dan pada hewan uji coba. Orang Afrika-Amerika yang mengalami hipertensi mengalami
gangguan fungsi endotel, sebagaimana yang diukur melalui tonografi denyut arteri dan
penelitian ex vivo pada pembuluh darah berlemak, yang membaik dengan terapi
spironolakton. Sebaliknya, subyek normotensi mengalami gagguan fungsi endotel
setelah pemberian aldosteron, yang juga dicegah oleh spironolakton (17). Subyek
hipertensi berhubungan dengan penurunan ekspresi enzim glukosa-6-
fosfatdehidrogenase (G6PD) dibandingkan dengan subyek noh-hipertensi. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, mekanisme yang mungkin terjadi ialah terapi aldosteron
menurunkan ekspresi G6PD pada sel endotel sapi in vivo fan tikus in vivo, sehingga
menyebabkan produksi spesies oksigen reaktif yang berlebihan [ROS (18)]. Pada
penelitian lain, terapi diabetes dengan spironolaton dapat memperbaiki aliran darah
koroner sebagaimana yang terukur pada scan PET, dibandingkan dengan subyek yang
diterapi dengan hidroklortiazid untuk mencapai tekanan darah yang sama (19). Oleh
karena itu, pada pasien denga faktor risiko kardiovaskuler termasuk hipertensi dan
diabetes, disfungsi endotel nampaknya bergantung pada RM (Gambar 1).
Penelitian pada hewan uji coba juga mendukung temuan yang menunjukkan
bahwa peran RM pada fungsi endotel bergantung pada kesehatan dan integritas
endotel. Heylen et al. (20) menemukan bahwa arteriol pada tikus Wistar jantan yang
sehat berdilatasi sebagai respon terhadap aldosteron bahkan semakin berdilatasi ketika
aldosteron diberikan secara intralumen langsung pada endotel target. Namun, jika
endotel rusak, aldosteron akan memicu vasokonstriksi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa vasodilatasi berespon pada endotel normal yang sehat dan vasokonstriksi pada
endotel yang rusak. Untuk meneliti secara spesifik mengenai peran RM endotel pada
fungsi vasodilatasi, beberapa kelompok menggunakan hewan uji coba transgenik
dengan RM yang dihapus secara spesifik pada sel endotel. Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa delesi RM sel endotel tidak mengubah relaksasi aorta (21),
mesentrium, dan dasar pembuluh darah koroner (22) sebagaimana yang terukur
dengan menggunakan teknik miografi (walaupun salah satu penelitian menunjukkan
adanya penuruna vasodilatasi aorta pada tikus knockout RM sel endotel (23)]. Namun,
pada hewan uji coba dengan faktor risiko kardiovaskuler, aldosteron dan RM berperan
dalam perkembangan disfungsi endotel. Pada hewan uji coba dengan obesitas yang
diinduksi diet, gangguan vasodilatasi dicegah melalui inhibisi RM dengan pemberian
eplerenon atau delesi RM sel endotel (21). Disfungsi endotel yang dialami hewan uji
coba dengan diabetes yang diinduksi streoptozosin juga bergantung pada RM dan
dapat diinhibisi oleh spironolakton (24). Pada uji coba tikus hipertensi yang rawan
stroke spontan, spironolakton dapat memperbaiki fungsi endotel secara signifikan pada
arteri serebral media dan mengurangi ukuran infark stroke post iskemia (25). Tikus
knockout RM sel endotel mengalami perbaikan fungsi endotel setelah 2 minggu
mengalami hipertensi diinduksi angiotensin II dibandingkan tikus dengan RM yang intak
(22). Pada penelitian yang sama, RM sel endotel juga berperan dalam vasokonstriksi
koroner sebagai respon terhadap endotelin-1 dan tromboksan dengan ada atau tanpa
hipertensi. Data-data tersebut mendukung konsep bahwa pada endotel sehat,
aldosteron menginduksi vasodilatasi, sedangkan dengan adanya faktor risiko
kardiovaskuler, termasuk obesitas, diabetes, dan hipertensi, RM pada endotel berperan
dalam kerusakan endotel dan menyebabkan gangguan vasodilatasi yang tergantung
endotel.
RM Vaskuler dan Aldosteron pada Perkembangan Inflamasi Vaskuler
Fungsi sel T juga berperan penting dalam inflamasi plak aterosklerotik dan
dimodulasi oleh RM. Aktivasi RM melalui pemberian fludrocortisones pada subyek
manusia sehat dapat menurunkan jumlah sel T CD4+ dan CD8+ naif dan meningkatkan
ekspresi sel T dari CXCR4, reseptor homing sumsum tulang, dan CD26L dan CCR7,
protein yang terlibat dalam migrasi ke nodus limfe (41). Induksi hipertensi pada tikus
melalui pemberian deoksikortikosteron asetat dan garam untuk mengaktivasi RM
menyebabkan peningkatan bagian Th17 dari sel T sebagaimana yang ditunjukkan pada
peningkatan IL-17 dan penurunan ekspresi forkhead box P3 pada darah perifer,
jantung, dan ginjal. Efek tersebut dapat dibalikkan dengan terapi spironolakton. Hal itu
menunjukkan bahwa RM berperan dalam aktivasi sel Th17 pada kondisi hipertensi (42),
walaupun hal tersebut mungkin terjadi melalui kerja RM pada sel dendritik dibandingkan
pada sel T (43).
(1) Aldosteron menginduksi inflamasi sistemik dalam kondisi yang diperngaruhi faktor-
faktor risiko kardiovaskuler. (2) sebagai respon terhadap kerusakan endotel, aldosteron
bekerja pada RM sel endotel untuk menginduksi sitokin dan ekspresi molekul adhesi.
(3) Sitokin yang diproduksi oleh endotel dan sel otot polos di bawahnya akan
menginduksi ekspresi molekul adhesi sel endotel dan penarikan, adhesi, dan
transmigrasi leukosit. (4) Aldosteron juga bekerja pada RM sel endotel untuk
menginduksi penyusunan kembali sitoskeleton aktin yang mungkin memfasilitasi
transmigrasi leukosit. (5) RM myeloid menginduksi produksi ROS dan aktivasi dan
polarisasi makrofag untuk fenotipe M1. (6) RM menginduksi ekspresi sel T penanda
homing dan diferensiasi menjadi Th17. (7) aktivasi aldosteron oleh RM netrofil
menginduksi produksi MMP-9 yang dapat memicu rupturnya plak aterosklerotik.