Anda di halaman 1dari 12

Reseptor Mineralokortikoid Pada Patofisiologi Inlamasi Vaskuler Dan

Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi kronis pada pembuluh darah yang


menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signiikan dari infark miokard, stroke, dan
penyakit vaskuler perifer. Berbagai uji klinis telah menunjukkan bahwa antagonis
reseptor mineralokortikoid (RM) memperbaiki hasil klinis pada pasien kardiovaskuler.
Sebaliknya, peningkatan aktivasi RM oleh hormone aldosteron berhubungan dengan
peningkatan risiko infark miokard, stroke, dan kematian kardiovaskuler. Ulasan ini
merangkum kemajuan terbaru akan pemahaman kami mengenai peran aldosteron dan
RM pada patogenesis inflamasi vaskuler dan aterosklerosis yang diakibatkan oleh
disfungsi endotel dan inflamasi yang diinduksi oleh faktor risiko hingga pembentukan
plak yang semakin berkembang dan akhirnya ruptur dengan trombosis sehingga
menyebabkan iskemia akut. Persoalan yang akan dibahas ialah peran RM dalam
mengubah faktor risiko jantung menjadi disfungsi endotel, meningkatkan adhesi leukosit
dan infiltrasi ke dalam pembuluh darah, memicu inlfamasi sistemik dan stres oksidatif
vaskuler, dan destabilisasi plak serta trombosis. Pemahaman yang lebih mendalam
mengenai mekanisme di mana RM memicu aterosklerosis memiliki potensi yang cukup
besar untuk mengidentifikasi target pengobatan terbaru guna meningkatkan kesehatan
kardioaskuler dan menurunkan mortalitas.

Kata kunci: resepto mineralokortikoid, aldosteron, aterosklerosis/ penyakit arteri


koroner, inflamasi vaskuler, antagonis reseptor mineralokortikoid.

Pendahuluan

Patofisiologi Atherosklerosis

Aterosklerosis ialah kondisi inflamasi vaskuler yang merupakan penyebab utama infark
miokard, stroke, dan iskemia tungkai. Dahulu, aterosklerosis hanya diketahui sebagai
penumpukkan kolesterol dalam ateri, sekarang melalui berbagai penelitian akhirnya
diketahui bahwa aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis yang
melibatkan berbagai jenis sel yang berinteraksi [dibahas di Ref. (1,2)]. Ringkasnya,
aterosklerosis dipicu oleh berbagai faktor risiko, seperti hiperlipidemia, diabetes, dan
hipertensi, yang berkontribusi dlam proses kerusakan lapisan endotel dalam pada
pembuluh darah. Kerusakan pada endotel menyebabkan ekspresi molekul adhesi yang
memediasi adhesi leukosit dan kemudian bermigrasi melalui endotel yang teraktivasi ke
jaringan di bawahnya. Ketika berada di ruang sub-endotel, makrofag yang teraktivasi
akan meliputi partikel-partikel lemak dan menjadi sel busa (foam cells) kemudian
melepaskan sitokin-sitokin yang akan menarik leukosit-leukosit lainnya. Sel otot polos
vaskuler juga menjadi aktif, sebagian oleh faktor-faktor yang dilepaskan dari plak
leukosit dan bermigrasi ke plak tersebut dan membentuk kapsul fibrotik yang menutupi
lapisan inti yang berisi lemak dan sel-sel inlamasi yang sangat trombogenik. Proses
kaskade tersebut menyebabkan pembentukan plak aterosklerotik yang matur. Plak sel-
sel inflamasi dan sel otot polos vaskuler mensekresikan enzim matriks metaloprotease
(MMPs) yang merusak kestabilan kapsul fibrotik dan menyebabkan rupturnya plak. Plak
yang rupture menginduksi pembentukan trombus yang mengoklusi aliran darah menuju
jaringan di jantung dan menyebabkan infark miokard, di otak menyebabkan stroke, dan
di pembuluh darah perifer menyebabkan iskemia tungkai.

Reseptor Mineralokortikoid dan Aterosklerosis

Reseptor mineralokortikoid (RM) diketahui sebagai regulator tekanan darah di


ginjal, di mana RM menyebabkan retensi natrium jika diaktivasi oleh hormone
aldosteron ligand (Aldo). RM juga dapat diaktivasi oleh mekanisme lain, termasuk
glukokortikoid pada jaringan yang kekurangan enzim 11beta-hydroxysteroid
dehydrogenase-2 yang diaktivasi oleh kortisol dan aktivasi yang tidak tergantung ligand
melalui mekanisme yang masih diteliti. Efek RM yang tidak tergantung pada aldosteron
juga telah dilaporkan. Mekanisme tambahan tersebut tidak akan dibahas karena telah
diulas di tempat lain (ulasan pada Ref. (3-6)] dan di luar cakupan ulasan ini yang
difokuskan secara spesifik pada peran non-renal dari RM dalam pathogenesis
aterosklerosis. Selain berdampak pada pengaturan natrium di ginjal, berbagai penelitian
menunjukkan bahwa RM berperan dalam patologi kardiovaskuler pada manusia. Pda uji
klinis gagal jantung RALES, EPHESUS, dan EMPHASIS , antagonis RM dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan memperpanjang usia
harapan hidup jika dibandingkan dengan kontrol plasebo (7,8). Keunggulan yang
ditemukan pada inhibisi RM di luar dari proporsi sederhana dalam menurunkan tekanan
darah, mengindikasikan bahwa blockade RM mungkin bermanfaat dalam memberikan
efek kardiovaskuler pada jaringan di luar ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Milliez et
al. (9) menunjukkan bahwa individu dengan aktivasi RM abnormal akibat
hiperaldosteronisme mengalami stroke, infark miokard, dan fibrilasi atrial pada 4,6, dan
12 kali tekanan darah rata-rata dibandingkan dengan kontrol. Kadar aldosteron plasma
yang lebih tinggi, bahkan dalam rentang normal, berhubungan dengan peningkatan
yang signifikan pada risiko infark miokard, stroke, dan kematian kardiovaskuler pada
pasien dengan penyakit arteri koroner (10) dan menjadi faktor risiko yang independen
pada pembentukan plak aterosklerotik karotis (11). Data-data tersebut menunjukkan
bahwa peran ekstra-renal dari RM dalam patofisiologi aterosklerosis dapat memberikan
kontribusi yang besar untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.

Data preklinis pada hewan uji coba juga mendukung peran ekstra renal dari RM
dalam aterogenesis. Pada uji coba tikus knockout Apolipoprotein E (ApoE-/-), plak
aterosklerotik berkembang dengan cepat menyerupai patologi manusia. Dengan
menggunakan uji coba tersebut, Tikellis et al. (12) meneliti efek aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAA) melalui asupan rendah natrium pada perkembangan
aterosklerosis. Asupan rendah natrium mempercepat progresivitas lesi aterosklerosis
tiga kali lipat dibandingkan dengan asupan garam normal pada kontrol. Efek aterogenik
bergantung pada sistem RAA, dan melemah pada pengobatan dengan inhibitor enzim
pengkonversi angiotensin. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh McGraw et al (13)
menunjukkan bahwa infus aldosteron dosis rendah pada tikus ApoE -/- menyebabkan
peningkatan plak aterosklerotik dan kandungan lemak pada lengkung aorta setelah diet
tinggi lemak selama 4 minggu, dibandingkan dengan kontrol. Aldosteron meningkatkan
aterogenesis tanpa mengubah tekanan darah. Aldosteron juga memicu aterosklerotik
dini, di mana pada minggu ke-8 ukuran plask dan kandungan lemak oada aorte sama
antara kedua kelompok. Sebaliknya, dengan terapi antagonis RM, eplerenon lebih awal
(14) menurunkan pembentukan plak pada tikus APoE-/-(15,16). Berbagai data
mendukung kontribusi RM dan aldosteron dalam pathogenesis aterosklerosis yang
tidak bergantung pada tekanan darah, pada manusia dan hewan uji coba. Ulasan ini
merangkum mengenai temuan terbaru dalam pemahaman mengenai mekanisme yang
menunjukkan bahwa RM berkontribusi dalam aterosklerosis melalui proses kerusakan
endotel awal, inflamasi vaskuler, disfungsi sel inflamasi, dan perkembangan plak yang
tidak stabil dan berpotensi menyebakan trombosis.

RM pada Endotel Vaskuler Berperan dalam Kerusakan Sel Endotel dan DOsfungsi
yang disebabkan oleh Faktor-faktor risiko Kardiovaskuler

Aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel vaskuler. Sel endotel yang sehat
berperan dalam vasodilatasi dengan memproduksi nitrit oksida melalui aktivitas nitrit
oksida sintase endotel. Produksi nitrit oksida terganggu sejak awal pada aterogenesis
dan efeknya dapat diukur secara in vivo dengan menggunakan tonometri dan
vasodilatasi yang dimediasi aliran atau secara ex vivo melalui pengukuran vasodilatasi
cincin arteri yang diinduksi oleh asetilkolin. Aldosteron dan RM vaskuler terlibat dalam
proses disfungsi endotel pada manusia yang memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskuler
dan pada hewan uji coba. Orang Afrika-Amerika yang mengalami hipertensi mengalami
gangguan fungsi endotel, sebagaimana yang diukur melalui tonografi denyut arteri dan
penelitian ex vivo pada pembuluh darah berlemak, yang membaik dengan terapi
spironolakton. Sebaliknya, subyek normotensi mengalami gagguan fungsi endotel
setelah pemberian aldosteron, yang juga dicegah oleh spironolakton (17). Subyek
hipertensi berhubungan dengan penurunan ekspresi enzim glukosa-6-
fosfatdehidrogenase (G6PD) dibandingkan dengan subyek noh-hipertensi. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, mekanisme yang mungkin terjadi ialah terapi aldosteron
menurunkan ekspresi G6PD pada sel endotel sapi in vivo fan tikus in vivo, sehingga
menyebabkan produksi spesies oksigen reaktif yang berlebihan [ROS (18)]. Pada
penelitian lain, terapi diabetes dengan spironolaton dapat memperbaiki aliran darah
koroner sebagaimana yang terukur pada scan PET, dibandingkan dengan subyek yang
diterapi dengan hidroklortiazid untuk mencapai tekanan darah yang sama (19). Oleh
karena itu, pada pasien denga faktor risiko kardiovaskuler termasuk hipertensi dan
diabetes, disfungsi endotel nampaknya bergantung pada RM (Gambar 1).
Penelitian pada hewan uji coba juga mendukung temuan yang menunjukkan
bahwa peran RM pada fungsi endotel bergantung pada kesehatan dan integritas
endotel. Heylen et al. (20) menemukan bahwa arteriol pada tikus Wistar jantan yang
sehat berdilatasi sebagai respon terhadap aldosteron bahkan semakin berdilatasi ketika
aldosteron diberikan secara intralumen langsung pada endotel target. Namun, jika
endotel rusak, aldosteron akan memicu vasokonstriksi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa vasodilatasi berespon pada endotel normal yang sehat dan vasokonstriksi pada
endotel yang rusak. Untuk meneliti secara spesifik mengenai peran RM endotel pada
fungsi vasodilatasi, beberapa kelompok menggunakan hewan uji coba transgenik
dengan RM yang dihapus secara spesifik pada sel endotel. Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa delesi RM sel endotel tidak mengubah relaksasi aorta (21),
mesentrium, dan dasar pembuluh darah koroner (22) sebagaimana yang terukur
dengan menggunakan teknik miografi (walaupun salah satu penelitian menunjukkan
adanya penuruna vasodilatasi aorta pada tikus knockout RM sel endotel (23)]. Namun,
pada hewan uji coba dengan faktor risiko kardiovaskuler, aldosteron dan RM berperan
dalam perkembangan disfungsi endotel. Pada hewan uji coba dengan obesitas yang
diinduksi diet, gangguan vasodilatasi dicegah melalui inhibisi RM dengan pemberian
eplerenon atau delesi RM sel endotel (21). Disfungsi endotel yang dialami hewan uji
coba dengan diabetes yang diinduksi streoptozosin juga bergantung pada RM dan
dapat diinhibisi oleh spironolakton (24). Pada uji coba tikus hipertensi yang rawan
stroke spontan, spironolakton dapat memperbaiki fungsi endotel secara signifikan pada
arteri serebral media dan mengurangi ukuran infark stroke post iskemia (25). Tikus
knockout RM sel endotel mengalami perbaikan fungsi endotel setelah 2 minggu
mengalami hipertensi diinduksi angiotensin II dibandingkan tikus dengan RM yang intak
(22). Pada penelitian yang sama, RM sel endotel juga berperan dalam vasokonstriksi
koroner sebagai respon terhadap endotelin-1 dan tromboksan dengan ada atau tanpa
hipertensi. Data-data tersebut mendukung konsep bahwa pada endotel sehat,
aldosteron menginduksi vasodilatasi, sedangkan dengan adanya faktor risiko
kardiovaskuler, termasuk obesitas, diabetes, dan hipertensi, RM pada endotel berperan
dalam kerusakan endotel dan menyebabkan gangguan vasodilatasi yang tergantung
endotel.
RM Vaskuler dan Aldosteron pada Perkembangan Inflamasi Vaskuler

RM berperan dalam Inflamasi Sistemik sebagai Respon terhadap Faktor-Faktor


Risiko Kardiovaskuler

Faktor-faktor risiko kardiovaskuler berhubungan dengan peningkatan inflamasi


vaskuler, dan aldosteron dan RM terlibat dalam proses tersebut. Pada pasien dengan
hipertensi esensial yang tidak diterapi, kadar aldosteron yang tinggi berhubungan
dengan peningkatan penanda inflamasi dan protrombotik pada serum (26). Begitu pula
pada orang dewasa muda yang mengalami obesitas, kadar aldosteron yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan penanda inflamasi serum dan peningkatan kekakuan
aorta, yang merupakan faktor risiko serangan iskemik (27). Pada uji coba aterosklerosis
pada tikus ApoE-/- , terapi aldosteron meningkatkan sitokin RANTES dan MCP-1 yang
bersirkulasi dan meningkatkan ukuran limpa (13), dan pada tikus uji coba yang
menjalani dialysis peritoneal, terapi spironolakton mengurangi inflamasi dan fibrosis
peritoneal dengan menurunkan ekspresi MCP-1 dan TGF- (28). Secara keseluruhan,
data-data yang ada mendukung hubungan antara aktivasi RM dan perkembangan
inflamasi pada kondisi yang dipengaruhi faktor-faktor risiko kardiovaskuler (Gambar 1).

Salah satu mekanisme di mana aldosteron dan RM memicu inflamasi ialah


melalui aktivasi faktor transkripsi faktor inti (NF)B yang merupakan regulator penting
ekspresi gen sitokin dan inflamasi [dibahas pada Ref. (29)]. Pada sel-sel duktus
kolektivus ginjal tikus yang dikultur, aktivitas (NF)B diinduksi aldosteron dan transkripsi
sitokin pro-inflamasi melalui mekanisme yang memerlukan target genomik RM klasik,
serum and glucocorticoid regulated kinase-1 [SGK-1 (30]. Pada pembuluh darah tikus
dengan hipertensi spontan, ekspresi penanda inflamasi IL-1 dan IL-6 dan (NF)B
subunit p105 meningkat dan ekspresi (NF)B inhibitor IB menurun jika dibandingkan
dengan tikus normotensi. Pemberian eplerenon dapat membalikkan upregulation
(NF)B dan penanda inflamasi , sedangkan terapi antihipertensi kombinasi tripel tidak,
hal tersebut menandakan bahwa inflamasi diakibatkan oleh aktivitas RM dan bukan
hipertensi (31). Selain itu, terapi aldosteron pada tikus dengan translokasi (NF) B ke
nukleus yang diinduksi oleh sel otot polos vaskuler, menyebabkan peningkatan protein
siklooksigenase-2 (COX-2) dan transkripsi IL-6 mRNA sesuai dengan dosis yang
diberikan. Kadar IL-6 dan COX-2 yang menurun pada penambahan inhibitor RM atau
NFB, menunjukkan bahwa aktivasi RM sel otot polos oleh aldosteron dapat memicu
ekspresi gen inflamasi melalui aktivasi NFB. Alosteron juga berperan dalam ekspresi
gen inflamasi sel otot polos melalui mekanisme non-enomik yang meliputi aktivasi jalur
MAP-kinase/ERK (32). Secara keseluruha penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
bahwa aldosteron dan RM berperan dalam perkembnagan inflamasi sistemik dan
vaskuler melalui mekanisme kerja downstream NFB (Gambar2).

RM Berperan dalam Adhesi Leukosit Vaskuler dan Migrasi Trans-Endotel

Ketika terjadi kerusakan, sel endotel memproduksi sitokin dan mengekspresikan


molekul-molekul adhesi pada permukaannya untuk menarik leukosit yang bersirkulasi.
Secara spesifik, sel endotel yang teraktivasi mengekspresikan selektin-P dan E,
molekul adhesi intrasel (ICAM)-1, dan molekul adhesi sel vaskuler (VCAM)-1, yang
berinteraksi dengan protein permukaan leukosit untuk memicu adhesi leukosit dan
endotel dan memfasilitasi migrasi leukosit trans-endotel ke dalam pembuluh darah
[dibahas pada Ref. (2)]. Aldosteron dan RM diketahui berperan dalam proses tersebut
melalui efek-efek baik pada sel-sel inflamasi maupun sel-sel imun. Pada tikus ApoE-/-,
terapi aldosteron dapat meningkatkan infiltrasi leukosit pada aorta (13). Pada penelitian
yang sama, media yang dikondisikan dari sel otot polos yang diterapi dengan
aldosteron memicu kemotaksis monosit in vitro. Hal tersebut menunjukkan bahwa RM
sel otot polos berperan dalam penarikan leukosit ke lesi aterosklerotik. Pada sel endotel
koroner manusia, aktivasi RM dapat meningkatkan transkripsi gen ICAM-1 sehingga
menyebabkan peningkatan protein permukaan ICAM-1, dan adhesi leukosit ke sel
endotel koroner (33). Estrogen yang bekerja pada reseptor estrogen diketahui dapat
menginhibisi ekspresi ICAM-1 yang diinduksi oleh RM di sel endotel dan berhubungan
dengan adhesi leukosit. Hal ini menjelaskan mengapa perbedaan gender berpengaruh
pada aterosklerosis yang dialami wanita pre-menopause (34). Upregulation ICAM-1
oleh RM pada sel-sel mesangial tikus diketahui dimediasi oleh fosforilasi yang diinduksi
oleh SGK-1 dan inaktivasi NFB inhibitor IB, sehingga memungkinkan translokasi NFB
ke nukleus untuk mengatur transkripsi ICAM-1 (35). Penelitian yang dilakukan oleh
Kirsch et al (36) menunjukkan bahwa terapi sel endotel vena umbilikus manusia
dengan aldosteron menyebabkan penyusunan ulang serabut-serabut sitoskeletal F-
aktin dan kemudian diikuti dnegan peningkatan permeabilitas trans-endotel terhadap
albumin yang ditandai dalam MR- and MAPK/ERK-dependent manner. Efek RM
terhadap permeabilitas endotel tersebut mewakili mekanisme di mana RM berperan
dalam migrasi sel imun ke dalam ruang sub-endotel pada aterogenesis. Secara
keseluruhan, data-data tersebut mendukung pemahaman bahwa aktivasi RM pada sel
otot polos dan sel endotel manusia secara langsung berperan dalam inflamasi vaskuler
dengan meningkatkan penarikan sel imun, adhesi, dan ekstravasasi trans-endotel
(Gambar 1).

Efek RM dalam Fungsi Sel Inflamasi pada Aterosklerosis

Selain efek langsung terhadap pembuluh darah, aldosteron dan RM dapat


memodulasi fungsi leukosit [dibahas pada Ref.(37)] yang berperan dalam proses
inflamasi dan aterosklerosis. Pada tikus ApoE-/-, terapi eplerenon dapat mengurangi
ukuran plak, infiltrasi maktofag, dan stres oksidatif (38). Selain itu, makrofag peritoneal
pada tikus ApoE-/- yang diterapi dengan eplerenon menunjukkan penurunan kapasitas
untuk mengoksidasi lipoprotein densitas rendah dan untuk melepaskan ion superoksida
(14). Hal tersebut menunjukkan bahwa RM dapat secara langsung memodulasi fungsi
makrofag dalam plak. Tentunya, makrofag pada tikus dengan RM yang didelesi secara
genetic dari sel-sel myeloidnya menunjukkan perubahan pada ekspresi gen yang
konsisten dengan fenotipe M2 non-klasik. Tikus-tikus tersebut juga terlindungi dari
fibrosis dan hhipertrofi jantung akibat hipertensi (39). Secara in vitro, aktivasi RM pada
makrofag memicu fenotipe M1 dan delesi MR memicu fenotipe M2 (39,40).

Fungsi sel T juga berperan penting dalam inflamasi plak aterosklerotik dan
dimodulasi oleh RM. Aktivasi RM melalui pemberian fludrocortisones pada subyek
manusia sehat dapat menurunkan jumlah sel T CD4+ dan CD8+ naif dan meningkatkan
ekspresi sel T dari CXCR4, reseptor homing sumsum tulang, dan CD26L dan CCR7,
protein yang terlibat dalam migrasi ke nodus limfe (41). Induksi hipertensi pada tikus
melalui pemberian deoksikortikosteron asetat dan garam untuk mengaktivasi RM
menyebabkan peningkatan bagian Th17 dari sel T sebagaimana yang ditunjukkan pada
peningkatan IL-17 dan penurunan ekspresi forkhead box P3 pada darah perifer,
jantung, dan ginjal. Efek tersebut dapat dibalikkan dengan terapi spironolakton. Hal itu
menunjukkan bahwa RM berperan dalam aktivasi sel Th17 pada kondisi hipertensi (42),
walaupun hal tersebut mungkin terjadi melalui kerja RM pada sel dendritik dibandingkan
pada sel T (43).

Reseptor mineralokortikoid juga memodulasi fungsi netrofil dengan efek


potensial pada stabilitas plak. Terapi netrofil manusia dengan aldosteron menginduksi
peningkatan MMP-9 mRNA sesuai dengan dosisnya, yang dilemahkan melalui
penambahan spironolakton atau inhibitor jalur PI3K/ERK, melibatkan RM dan
pengiriman sinyal PI3K/ERK pada induksi ekspresi netrofil MMP-9 oleh aldosteron (44).
Aldosteron dan RM juga berperan dalam patogenesis dan efek samping dari
aterosklerosis melalui efek langsung terhadap leukosit untuk memicu produksi
makrofag ROS dan polarisasi M1, memodulasi ekspresi penanda sel-T permukaan dan
diferensiasi Th17, serta meningkatkan ekspresi protease matriks netrofil.

RM dan Aldsteron dalam Proses Rupturnya Plak dan Pembentukan Trombus

Walaupun plak aterosklrotik yang stabil dapat menyebabkan berbagai gejala


seperti angina atau klaudikasio, morbiditas dan mortalitas lebih menonjol pada plak
yang ruptur dan menyebabkan oklusi pembuluh darah akut, iskemia dan nekrosis
jaringan, sehingga mengakibatkan infark miokard, stroke, iskemia tungkai, dan
kematian kardiovaskuler. Ruptur plak terjadi ketika kapsul fibrotic plak trdegradasi oleh
MMPs hingga terpcah dan mengekspos inti trombogenik, menyebabkan aktivasi
kaskade pembekuan. Peran RM dalam ruptur dan trombosis plak aterosklerotik belum
banyak dipahami, salah satunya karena kurangnya hewan uji coba dengan plak yang
ruptur. Aktivasi RM menyebabkan pembentukan plak dengan peningkatan sel-sel lemak
dan sel inflamasi, sehingga cenderung mudah ruptur (13,45), selain itu, RM pada
netrofil berperan dalam kspresi MMP yang menyebabkan ketidakstabilan plak. Terdapat
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa aldosteron dan RM berperan dalam
trombosis. Aldosteron meningkatkan tingkat trombosis arteri karotis setelah trauma
termal pada tikus LDL-reseptor-KO uji coba dengan aterosklerosis (46). Pada tikus uji
coba dengan trombosis akibat ligasi vena cava, pmbrian aldosteron meningkatkan
beban trombus, yang dapat dicegah dengan penambahan terapi eplerenon (47).
Eplerenon juga mengurangi trombosis post trauma karotis pada tikus diabetes yang
diinduksi oleh streptozocin (48). Terapi aldostron dapat menurunkan waktu perdarahan
(49), menginduksi aktivasi dan degranulasi trombosit, dan meningkatkan ekspresi
plasminogen activator inhibitor [PAI-1(50)] trombogenik, sedangkan inhibitor RM
meningkatkan waktu perdarahan (49), meurunkan aktivasi trombosit (50,51), dan
menghambat ekspresi PAI-1, fibrinogen, P-selectin, dan IL-1 pada tikus uji coba
(48,1,2). Hal yang sebaliknya ditunjukkan pada penelitian Ducros et al. (53) yang
memberikan aldosteron pada sel endotel sumsum tulang manusia yang dikultur. Pada
penelitian tersebut ditemukan bahwa terjadi peningkatan sintesis endothelial protein C
receptor (EPCR) anti-trombogenik dan peningkatan waktu pmbkuan pada plasma
terisolasi yang terpapar sel-sel endotel tersebut. Lagrange t al. (54) juga menemukan
bahwatikus percobaan yang mengoverekspresikan RM manusia pada sel endotel,
mengalami peingkatan ekspresi EPCR dan penurunan thrombin pada permukaan sel
endotel in vitro. Temuan tersebut lebih mencerminkan aktivasi jalur sitoprotektif
alternatif yang meliputi efek anti inflamasi, anti apoptosis, dan ekspresi gen
dibandingkan dengan jalur protein C anti-trombogenik terdahulu [dibahas pada Ref.(55)]
dan dengan demikian, mekanisme tersebut menggambarkan mekanisme kompensasi
efek samping terapi aldosteron secara global, dibandingkan efek anti-trombotik pada
aldosteron. Secara keseluruhan, walaupun RM memiliki berbagai peran dalam
trombogenesis vaskuler, penelitian lebih lanjut sangat diperlukan guna mengklarifikasi
mekanisme molekuler dan apakah peranan tersebut relevan dengan trombosis pada
kondisi plak arteri yang ruptur.

Ringkasan dan Arahan Lebih Lanjut

Data-data terbaru mendukung peranan RM dalam setiap tahap perkembangan


dan komplikasi aterosklerosis, termasuk (1) proses disfungsi endotel dan inflamasi
sistemik sebagai respon terhadap faktor-faktor risiko kardiovaskuler; (2) produksi sitokin
dan ekspresi molekul adhesi leukosit pada sel endotel dan sel otot polos, menyebabkan
penarikan, adhesi, dan transmigrasi leukosit dari sirkulasi ke dalam pembuluh darah; (3)
aktivasi leukosit, stres oksidatif, dan ekspresi MMP;(4) proses instabilitas plak, dan (5)
trombosis vaskuler (Gambar 1). Berbagai peran RM dalam proses aterosklerosis
memberikan peluang hadirnya target terapi yang baru termasuk inhibisi RM sistemik
untuk mencegah kompliasi aterosklerosis seperti infark miokard san stroke. RM memicu
inflamasi vaskuler melalui jalur NFB pada sel endotel dan sel otot polos, walaupun jalur
lain seperti MAPK/ERK juga terlibat (Gambar 2). Eksplorasi lebih lanjut mengenai peran
RM vaskuler dan leukosit pada inflamasi vaskuler dan fungsi leukosit dibutuhkan untuk
mengidentifikasi target terapi terbaru dari aktivasi RM. Pada akhirnya, interaksi antara
berbagai tip sel yang terlibat dalam perkembangan lesi aterosklerotik dan komplikasinya
serta peran RM dalam interaksi tersebut menjadi persoalan yang penting bagi penelitian
selanjutnya.

Gambar 1. Aldosteron dan RM dalam inflamasi vaskuler.

(1) Aldosteron menginduksi inflamasi sistemik dalam kondisi yang diperngaruhi faktor-
faktor risiko kardiovaskuler. (2) sebagai respon terhadap kerusakan endotel, aldosteron
bekerja pada RM sel endotel untuk menginduksi sitokin dan ekspresi molekul adhesi.
(3) Sitokin yang diproduksi oleh endotel dan sel otot polos di bawahnya akan
menginduksi ekspresi molekul adhesi sel endotel dan penarikan, adhesi, dan
transmigrasi leukosit. (4) Aldosteron juga bekerja pada RM sel endotel untuk
menginduksi penyusunan kembali sitoskeleton aktin yang mungkin memfasilitasi
transmigrasi leukosit. (5) RM myeloid menginduksi produksi ROS dan aktivasi dan
polarisasi makrofag untuk fenotipe M1. (6) RM menginduksi ekspresi sel T penanda
homing dan diferensiasi menjadi Th17. (7) aktivasi aldosteron oleh RM netrofil
menginduksi produksi MMP-9 yang dapat memicu rupturnya plak aterosklerotik.

Gambar 2. Reseptor mineralokortikoid berperan dalam inflamasi vaskuler melalui


aktivasi NFB.

(A) Pada keseluruhan sampel aorta, aldosteron bekerja melalui RM melakukan


upregulasi ekspresi prekursor NFB subunit p105 dan downregulasi NFB inhibitor IB,
memicu transkripsi sitokin IL-6, IL-1, dan TNF. (B) pada sel endotel, inhibisi RM oleh
eplerenon melemahkan ekspresi target NFB ICAM-1, VCAM, dan P-selectin (segitiga).
Padas el-sel mesangial tikus, regulasi NFB oleh RM dimediasi oleh inhibisi SGK-1 oleh
IB. (C) Aldosteron memiliki efek genomik dan non-genomik terhadap gen target NFB
pada sel otot polos.

Anda mungkin juga menyukai