Anda di halaman 1dari 91

i

ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

PUSH YOURSELF BECAUSE, NO ONE ELSE IS GOING TO DO IT FOR YOU


DONT STRESS
DO YOUR BEST
FORGET THE REST

PERSEMBAHAN :
1. Kepada Ayah Maulana dan Ibu Maryam
2. Teman- teman VERTE13RAE
3. Almamater UNMAL

vi
vii
Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati
Skripsi, Maret 2017
Hubungan Antara Jumlah CD4 Dengan Stadium Klinis (WHO) Pada
Penderita HIV /AIDS Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
Tahun 2016.

ABSTRAK
Latar belakang : pemeriksaan jumlah CD4 (cluster of differentiation 4) saat ini
masih digunakan sebagai pedoman dalam menentukan mulai terapi ARV
(antiretroviral) dan terapi profilaksis pada penderita HIV/AIDS. Pemeriksaan ini
disamping mahal, juga sulit dijangkau dan tidak tersedia pada adaerah yang
dengan sumber daya terbatas. Stadium klinis WHO (World Health Organization)
dapat memainkan peran penting sebagai alternatif pengganti CD4, karena murah
dan mudah dilakukan.
Tujuan : Untuk menilai hubungan antara jumlah CD4 dengan stadium
klinis(WHO) pada penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. H Abdul Moeloek Bandar
Lampung Tahun 2016.
Metode penelitian : Penelitian merupakan penelitian analitik observasioanal
dengan pendekatan Croos- Sectional untuk melihat hubungan antara jumlah CD4
dengan stadium klinis(WHO) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
tahun 2016.
Hasil : Pada penelitian ini didapatkan total sampel adalah 100 sampel, stadium I =
14 orang, stadium II = 35 orang, stadium III = 40 orang, stadium IV = 11 orang.
Jumlah rerata CD4 pada stadium klinis I adalah 292,50 sel/mm3, stadium II
135,94 sel/mm3, stadium III 109,83 sel/mm3, stadium IV 29,82 sel/mm3. Jasil
penelitian korelasi didapatkan kemaknaan hubungan sedang antara jumlah CD4
dengan stadium klinis (WHO) dengan hasil p= 0,000 dan r= 0,496 yang
menunjukan besarnya kekuatan hubungan termasuk dalam katagori sedang.

Kesimpulan : Terdapat hubungan sedang antara jumlah CD4 dengan stadium


klinis (WHO)

Kata kunci : Jumlah CD4, Stadium klinis, HIV/AIDS,ARV.

viii
Fakultas Kedokteran
Universitas malahayati
Thesis, March 2017
Corerelation between HIV/AIDS CD4 Cell Count and clinical staging
(WHO) in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung 2016

ABSTRACK

Background : CD4 (cluster of differentiation 4) is gold standar to determine


when to intiate ARV (antiretroviral ) and prophylaxis therapy in HIV/AIDS
patients. This test need a high coastand unvailable in limited resource. WHO
(World Health Organization) clinal staging becomes an alternative to replace CD4
to initiate ARV therapy because it easy to use and very low coast.

Objective : To evaluate the correlation between CD4 Cell Count and clinical
staging (WHO) in HIV/AIDS patients.

Materials : Analytic observasional correlation study with retrospective a cross


sectional To find out the correlation between CD4 Cell Count and clinical staging
(WHO) in HIV/AIDS patients in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
2016th year.

Result : There were tottaly 100 people were divided into : stage I =14 people,
stage II = 35 people, stage III= 40 people, stage IV= 11 people. The mean of CD4
count is 292,82 cell/mm3 for stage I, stage II 135,94 cell/mm3, stage III 109,83
cell/mm3 and stage IV 29,82 cell/mm3. Result correlation study shows that there is
a significant correlation between CD4 Cell Count and clinical staging (WHO) in
HIV/AIDS with result p value = 0,000 and r = 0,496 show that there is a include
medium category strong.

Conclusion : There is medium correlation between CD4 Cell Count and clinical
staging (WHO).

Key Words : CD4 Cell Count, and clinical staging, HIV/AIDS,ARV.

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan atas kehadirat Allah

SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi dengan judul HUBUNGAN

ANTARA JUMLAH CD4 DENGAN STADIUM KLINIS (WHO) PADA

PENDERITA HIV/AIDS DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR

LAMPUNG TAHUN 2016 dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatanpenulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa hormat

serta penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Muhammad Khadafi, SH. MH selaku Rektor Universitas Malahayati

2. dr. Toni Prasetya, Sp.PD., FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Umum Universitas Malahayati Bandar Lampung.

3. dr. H. Daflian Adnan TH., DK selaku Ketua Prodi Kedokteran Umum

Universitas Malahayati Bandar Lampung

4. dr. Deviani Utami, M.Kes selaku Wakil Dekan Fakultas Kedokteran

Umum Universitas Malahayati Bandar Lampung.

5. dr. Resti Arania Sp.PA selaku penguji yang telah meluangkan waktunya

untuk membimbing dan menguji dalam penyusunan proposal ini.

6. dr Firhat Esfandiari, SP.PD., FINASIM selaku pembimbing I yang telah

memberikan petunjuk, pengarahan dan nasehat yang sangat berharga

didalam penyusunan sampai dengan selesainya skripsi ini.

7. dr Yesi Nurmalasari, M.kes selaku pembimbing II dan yang telah

memberikan petunjuk, pengarahan dan nasehat yang sangat berharga

didalam penyusunan sampai dengan selesainya skripsi ini.

x
8. dr. Zulfian, SP.PK selaku Ketua Skripsi Kedokteran Umum Universitas

Malahayati Bandar Lampung.

9. Seluruh dosen pengajar Fakultas Kedokteran Umum Universitas

Malahayati Bandar Lampung, terimakasih atas pembelajaran yang telah

diberikan kepada saya, selama mengikuti perkuliahan di Fakultas

Kedokteran Universitas Malahayati.

10. RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung atas pemberian izin

lokasi penelitian dan informasi data pendukung.

11. Ucapan terimakasih yang setinggi- tingginya penulis sampaikan kepada

Ibunda Maryam, S.Pd dan Ayahanda Maulana A Lee atas segala jerih

payah orang tua dalam mendoakan dan dukungannya kepada ananda

sehingga bisa menyelesaikan pendidikan ini.

12. Kepada saudaraku Deby Pratama dan M. Sadham R. Penulis

menyampaikan terimaksih atas dukungan dan semangat serta doa yang

selalu diberikan.

13. Sahabat- sahabatku, Kartika Yulinda S, Ismi Hanifah, Larena Dwi R, Lia

Agiesta, Jessy Widiyanti, Julian Renaldo, Kiki Rizky E terima kasih atas

semua semangat, teguran, doa, tawa,dan senyuman yang telah diberikan

selama ini.

14. Teman-teman terbaik yang tidak kenal lelah untuk membantu saya

dalam penyelesaian skripsi ini, 101 E4 my room mate, midnite star team

dan payung teduh team.

xi
15. Teman-teman sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

VERTE13RAEangkatan 2013 dan semua pihak yang terkait yang

tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga kita semua diberikan

kemudahan, keberkahan dan kelancaran oleh Tuhan YME dalam

menggapai keinginan dan harapan.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas

kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala

bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti

pendidikan kiranya mendapat balsan yang berlipat ganda dari Tuhan YME.

Bandar Lampung, Maret 2017

Penulis
(Kenny Shelpa)

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ....................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...............................................................iv

BIODATA PENULIS...................................................................................v

ABSTRAK ....................................................................................................vi

ABSTRACK .................................................................................................vii

KATA PENGANTAR..................................................................................viii

DAFTAR ISI.................................................................................................x

DAFTAR TABEL ........................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR....................................................................................xv

DAFTAR SINGKATAN..............................................................................xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ...........................................................................1

A. Latar belakang ...................................................................................1

B. Rumusan masalah ..............................................................................4

C. Tujuan penelitian................................................................................5

D. Manfaat penelitian..............................................................................5

E. Ruang lingkup Penelitian ...................................................................6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................8

A. Definisi HIV.......................................................................................8

xiii
B. Etiologi...............................................................................................9

C. Struktur HIV ......................................................................................10

D. Mekanisme Infeksi HIV.....................................................................12

E. Gambaran Klinis ...............................................................................16

F. Diagnosa HIV.....................................................................................18

G. Alur Pemerikaan Laboratorium Infeksi HIV .....................................20

H. Interpretasi dan Tindak Lanjut Hasil Tes HIV...................................21

I. Definisi CD4 .....................................................................................22

J. CD4 dan HIV .....................................................................................22

K. Replikasi HIV Pada CD4 ..................................................................23

L. Stadium Klinis Menurut WHO ..........................................................25

M. Hubungan CD4 dengan Stadium klinis .............................................27

N. Kerangka Teori...................................................................................28

O. Kerangka konsep Penelitian...............................................................29

P. Hipotesa..............................................................................................29

BAB III. METODE PENELITIAN ...........................................................30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................30

B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................30

C. Subjek Penelitian ...............................................................................30

1. Populasi ........................................................................................30

2. Sampel ..........................................................................................31

a. Kriteria Inklusi .........................................................................31

b. Kriteria Eksklusi ......................................................................31

xiv
D. Cara Pengambilan Sampel ................................................................31

E. Variabel Penelitian .............................................................................31

F. Definisi Operasional ..........................................................................32

G. Pengumpulan Data .............................................................................32

H. Pengelolaan Data................................................................................33

I. Analisis Data ......................................................................................34

J. Alur Penelitian ..................................................................................35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................37

A. Gambaran Penelitian ..........................................................................37

B. Hasil Penelitian ..................................................................................37

1. Analisa Univariat ........................................................................37

a. Usia Penderita HIV/AIDS......................................................37

b. Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS ......................................38

c. Distribusi Frekuensi Jumlah CD4 Penderita HIV/AIDS .......39

d. Distribusi Frekuensi Stadium Klinis Penderita HIV/AIDS ...40

e. Distribusi Frekuensi Jumlah CD4 Berdasarkan Sebaran Rerata

Setiap Stadium Klinis (WHO) Penderita HIV/AIDS.............40

2. Analisa Bivariat............................................................................41

a. Korelasi Antara Jumlah CD4 Dengan Stadium Klinis (WHO)

Pada Penderita HIV/AIDS ....................................................41

C. Pembahasan........................................................................................42

1. Univariat.......................................................................................42

2. Bivariat.........................................................................................46

xv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................49

A. Kesimpulan ........................................................................................49

B. Saran...................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 2.1 Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Tes......................................21

Tabel 3.1 Definisi Oprasional ........................................................................32

Tabel 4.1 Distribusi Usia Pada Penderita HIV/AIDS ....................................38

Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS .............................38

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jumlah CD4 Pada Penderita

HIV/AIDS .......................................................................................39

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Stadium Klinis (WHO) HIV/AIDS .............40

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jumlah CD4 Berdasarkan Sebaran

Rerata Setiap Stadium Klinis (WHO) ............................................41

Tabel 4.6 Korelasi Antara Jumlah CD4 Dengan Stadium Klinis

(WHO) Pada Penderita HIV/AIDS .................................................42

xvii
DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 2.1 Struktur HIV ..............................................................................12

Gambar 2.2 Alur Pemeriksaan Laboratorium Infeksi HIV ..........................20

Gambar 2.3 Siklus Replikasi HIV Pada CD4 ...............................................24

Gambar 2.4 Kerangka Teori...........................................................................28

Gambar 3.1 Alur Penelitian ...........................................................................35

xviii
DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome

ART : Anti Retroviral Therapy

CD4 : Cluster Differentiation 4

CYP450 : Cytokrom P450

CXCR4 : Chemokine Co-Receptor 4

Dirjen PP dan PL : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan

DNA : Deoxyribonucleic Acid

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay

Gp120 : Glycoprotein 120

Gp41 : Glycoprotein 41

HAART : Highly Active Anti Retroviral Therapy

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IO : Infeksi Oportunistik

IV : Intra Vena

KEMENKES RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

NAPZA : Narkotik, alkohol, psikotropik dan zat adiktif lain

ODHA : Orang Dengan HIV / AIDS

RNA : Ribonucleic Acid

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

UNAIDS : United Nations Programme on Acquired

xix
Immunodeficiency Syndrome

WHO : World Health Organization

xx
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat yang

sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan

bidang kesehatan. Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging disease

yaitu, penyakit menular yang insidennya meningkat signifikan dalam dua

dekade terakhir seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (Pusdatin Depkes RI, 2006).

HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan

masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin untuk

pencegahan, penyakit ini memiliki window periode yaitu, periode saat

pemeriksaan tes antibodi terhadap HIV masih menunjukkan hasil negatif

walaupun virus dalam jumlah yang banyak. Dan juga memiliki fase tanpa

gejala (asimtomatik) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Pola

perkembangan penyakit HIV/AIDS seperti fenomena gunung es (iceberg

phenomena) dimana jumlah orang yang terinfeksi HIV sebenarnya bisa jauh

lebih banyak dari pada yang diperkirakan (Pusdatin Depkes RI, 2006). HIV

termasuk dalam famili retroviridae adalah virus yang menyebabkan penyakit

AIDS yaitu sindrom yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan

tubuh sehingga penderita sangat peka dan mudah terserang oleh

mikroorganisme oportunistik dan penyakit neoplasia (Maksum, 2015). Supaya

1
2

terjadi infeksi, virus harus masuk kedalam sel, dalam hal ini sel darah putih

yang disebut limfosit (Mahdiana, 2010).

Berdasarkan data terakhir UNAIDS sampai bulan Desember 2015

terdapat 36,7 juta orang yang hidup dengan HIV dan hanya 55% yang

menyadari jika mereka mengidap penyakit HIV. Dari angka tersebut hanya

terdapat 17,0 juta orang atau sekitar 46% yang mendapat terapi ARV dan 2 juta

lebih banyak dari angka yang ditargetkan oleh United Nations General

Assembly pada tahun 2011. Pada Juni 2016 terjadi peningkatan penderita HIV

yang mendapat terapi ARV dengan angka 18,2 juta (UNAIDS, 2016).

Prevalensi di Indonesia setelah 3 tahun berturut-turut (2010-2012)

cukup stabil, perkembangan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013

kembali mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun 2012 terdapat

21,511 kasus menjadi 29.037 kasus.

Pada tahun 2015 menurut laporan terakhir dari Dirjen PP dan PL

Kemenkes mengenai situasi HIV-AIDS Triwulan IV (Januari-Desember)

Tahun 2015 dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2015 jumlah infeksi

HIV yang baru dilaporkan sebanyak 6.144 kasus. Sedangkan laporan terakhir

untuk perkembangan AIDS yaitu dari bulan Oktober sampai dengan Desember

2015 jumlah AIDS yang dilaporkan baru sebanyak 2,954 orang. Kumulatif

kasus HIV-AIDS di seluruh Indonesia sampai tahun 2015 terdapat 191.073

orang hidup dengan HIV dan 77.112 telah mengalami AIDS (Ditjen PP dan

PL, 2016).
3

Di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Kasus HIV/AIDS

dilaporkan pertama kali di Provinsi Lampung pada tahun 2002 dari salah satu

Kabupaten di Provinsi Lampung. Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan

dari seluruh Kabupaten/Kota tahun 2002 sampai dengan 2014 sejumlah 1.771

kasus, dimana kasus HIV dilaporkan sejumlah 1.217 kasus dan AIDS sejumlah

554 kasus. Kasus baru yang terjadi pada tahun 2015 berjumlah 365 kasus HIV

dan 128 kasus AIDS dengan angka kematian akibat AIDS berjumlah 19 kasus.

Total kasus HIV sampai RISKESDAS 2015 sebanyak 1568 kasus dan AIDS

sebanyak 682 kasus. Distribusi kasus HIV dan AIDS per Kabupaten Kota Se-

Provinsi Lampung tahun 2015 terlihat bahwa kasus terbanyak ada di kota

Bandar Lampung (Dinkes Provinsi Lampung, 2016).

Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek total kasus HIV/AIDS dari 2006

sampai Mei 2016 berjumlah 1525 kasus. Dari angka tersebut hanya 942 yang

menggunakan terapi ARV. Pada bulan Januari sampai dengan Desember 2016

terdapat 148 kasus HIV/AIDS.

Cluster of differentiation 4 (CD4) T limfosit adalah sebuah subpopulasi

dari limfosit (T helper) yang mengkoordinasi respon imunitas tubuh dan

merupakan target utama infeksi HIV. CD4 berfungsi mengaktifkan dan

mengatur sel-sel lainya pada sistem kekebalan yang semuanya menghancurkan

sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya CD4,

sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap

infeksi lain (Mahdiana, 2010). Infeksi sel T dan replikasi virus didalam sel
4

yang terinfeksi adalah mekanisme utama penyebab lisis sel T CD4 oleh HIV

(Kumar, Abas, Fausto, 2010).

Gejala klinis penyakit AIDS umumnya muncul setelah 8-10 tahun

setelah HIV menginfeksi tubuh penderita, namun periode ini dapat lebih cepat.

Sekitar 10% penderita mulai mengalami gejala AIDS dalam waktu 2-3 tahun.

Badan kesehatan dunia WHO mengklasifikasikan gejala klinis penyakit

HIV/AIDS memakai data klinis dan laboratorium, yang biasa digunakan di

negara-negara berkembang. Stadium klinis tersebut dibedakan dalam 4 stadium

(Maksum, 2015).

Hubungan antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) semakin

dikuatkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Elizabeth Fajar P.P.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa Stadium klinis berhubungan dengan

jumlah CD4 (p=0,017). pada stadium klinis ringan, jumlah CD4 tinggi &

sebaliknya pada stadium klinis tinggi, jumlah CD4 rendah (Fajar E, 2013).

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dan analisa lebih mendalam dalam kajian

tentang hubungan antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) pada

penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun

2016.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui

Adakah hubungan antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) pada
5

penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun

2016 ?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jumlah CD4 dengan

stadium klinis (WHO) pada pada penderita HIV/AIDS.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan distribusi frekuensi usia pada penderita HIV/AIDS

di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

b. Mendeskripsikan distribusi frekuensi jenis kelamin pada penderita

HIV/AIDS di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

c. Mendeskripsikan distribusi Stadium Klinis (WHO) pada penderita

HIV/AIDS di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

d. Mendeskripsikan distribusi frekuensi jumlah CD4 berdasarkan

sebaran rerata setiap stadium klinis pada penderita HIV/AIDS di

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

e. Menganalisis hubungan antara jumlah CD4 dengan stadium klinis

(WHO) pada penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Bandar Lampung.
6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan

referensi informasi ilmiah mengenai hubungan antara jumlah CD4 dengan

stadium klinis (WHO).

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data yang bersifat

informatif.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian

selanjutnya.

3. Manfaat Bagi Layanan Kesehatan

Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan pelaksanaan bagi

penderita HIV.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Judul

Hubungan Antara Jumlah CD4 Dengan Stadium Klinis (WHO) Di

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016.

2. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah pasien terinfeksi HIV/AIDS di

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.


7

3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif bersifat observasioanal analitik

dengan desain Croos- Sectional dengan menggunakan Uji statistik

Spearman.

4. Cara Penelitian

Cara penelitian menggunakan tehnik sekunder dengan melihat rekam

medik di bagian konsling tes sukarela (KTS)/ pelayanan dukungan

pengobatan (PDP) RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016

sampai dengan selesai.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI HIV-AIDS

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid

(RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang

menyebabkan penurunan imunitas tubuh pejamu. Untuk mengadakan

replikasi (perbanyakan). HIV perlu mengubah RNA menjadi

deoxyribonucleid acid (DNA) di dalam sel pejamu. Seperti retrovirus lain,

HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi yang lama (masa laten

klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala Acquired immune

deficiency syndrome (AIDS) (Price, S.A.,Wilson, L.M. 2012).

AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh

menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV. AIDS merupakan

tahap akhir dari infeksi HIV (Sudoyo. A. W. Dkk, 2009).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.

1. Acquired : Tidak diturunkan dan dapat menularkan kepada orang

lain

2. Immune : Sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit

3. Deficiency : Berkurangnya kurang atau tidak cukup

4. Syndrome : Kumpulan tanda dan gejala penyakit (Kemenkes,

2012).
9

Virus HIV pertama-tama menyerang sel limfosit T-Helper dan

makrofag yang mempunyai reseptor Cluster of differentiation 4 (CD4) dalam

tubuh. Sel-sel tersebut memegang peran penting dalam sistem imunitas

manusia. Akibatnya, orang yang terinfeksi HIV menjadi rentan terjadinya

infeksi oportunistik (IO) karena rusaknya sistem imunitas tubuh (Dolin. R,

Masur. H, Saag. M, 2008)

B. ETIOLOGI

Virus penyebab AIDS atau retrovirus pertama kali ditemukan pada

tahun 1983 oleh Luc Montagnier dari institut Pasteur Prancis dan diberi nama

Lymphadenopaty Virus (LAV). Kemudian pada tahun 1984 Robert Gallo dari

National Cancer Institute Amerika Serikat, mengidentifikasi retrovirus dari

penderita AIDS di Amerika Serikat dan diberi nama T-lymphotropic virus

tipe 3 (HTLV-3). Satu tahun kemudian (1985) Cherman dan Barre, juga

meneliti retrovirus penyebab AIDS, dan diberi nama Lymphadenopathy

AIDS Virus (LAV/HTLV3). Berdasarkan sifat-sifat dan analisa sekuen asam

nukleat genom virus penyebab AIDS yang mereka temukan tersebut, ternyata

merupakan virus yang identik. Oleh karena itu pada tahun 1986 International

Committee on Taxonomy of Viruses, memberi nama retrovirus penyebab

AIDS dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Terdapat 2 tipe dari

virus HIV, yaitu HIV-1 dan HIV-2, yang masing-masing dapat menyebabkan

penyakit AIDS, walaupun biasanya waktu yang dibutuhkan HIV-2 untuk

menimbulkan gejala AIDS klinik lebih lama dari pada HIV-1. Didunia HIV-1

merupakan penyebab terbanyak HIV (Maksum R, 2015).


10

Secara virologik etiologi AIDS termasuk golongan Retrovirus, yaitu

famili Retroviridae, yang anggota-anggotanya dapat ditemukan pada semua

kelas vertebare termasuk manusia. Virus AIDS yang termasuk golongan virus

RNA, mula-mula dimasukan dalam subfamilia Oncovirinae, tetapi kemudian

dikoreksi oleh Gonda dan kawan-kawan, menjadi termasuk dalam subfamili

Lentivirinae (Syarurachman dkk, 1993).

C. STRUKTUR HIV

Struktur virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian RNA identik yang

merupakan genom virus yang berhubungan dengan protein 17 (p17) dan

protein 24 (p24) berupa inti polipeptida. Semua komponen tersebut

diselubungi envelop membran fosfolipid yang berasal dari sel pejamu. Protein

glikoprotein 120 (gp120) dan glikoprotein41 (gp41) yang disandi virus

ditemukan dalam envelop. Retrovirus HIV terdiri dari lapisan envelop luar

glikoprotein yang mengelilingi suatu lapisan ganda lipid. Kelompok antigen

internal menjadi protein inti dan penunjang.

RNA-direct DNA polymerase (reverse transcriptase) adalah

polimerase DNA dalam retrovirus seperti HIV dan virus Sarkoma Rouse yang

dapat digunakan RNA template untuk memproduksi hibrid DNA. Transverse

transcriptase diperlukan dalam tehnik rekombinan DNA yang diperlukan

dalam sintesis first strand cDNA.

Antigen p24 adalah core antigen virus HIV, yang merupakan petanda

terdini adanya infeksi HIV-1, ditemukan beberapa hari-minggu sebelum

terjadi serokonversi sintesis antibodi terhadap HIV-1. Antigen gp120 adalah


11

glikoprotein permukaan HIV-1 yang mengikat reseptor CD4 pada sel T dan

makrofag. Usaha sintesis reseptor CD4 ini telah digunakan untuk mencegah

antigen gp120 menginfeksi sel CD4.

Gen envelop sering bermutasi. Hal tersebut menyebabkan perubahan

sebagai berikut : jumlah CD4 perifer menurun, fungsi sel T yang terganggu

telihat in vivo (gagal memberikan respons terhadap antigen recall) dan uji

invitro, aktivasi poliklonal sel B menimbulkan hipermaglobulinemia,

anitobodi yang dapat menetralkan antigen gp120 dan gp41 diproduksi tetapi

tidak mencegah progres penyakit oleh karena kecepatan mutasi virus yang

tinggi, sel Tc dapat mencegah infeksi (jarang) atau memperlambat progres.

Protein envelop adalah produk yang menyandi gp120 digunakan dalam usaha

memproduksi antibodi yang efektif dan produktif oleh pejamu

(Baratawidjaja, Rengganis, 2014).

Secara sederhana sel HIV terdiri dari :

1. Inti RNA dan enzim transkiptase reversi (polimerase), protease, dan

integrase.

2. Kapsid - Antigen p24.

3. Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41)

(Widoyono, 2011).
12

Gambar 2.1 Struktur HIV (Kumar, Abas, Fausto, 2010)

D. Mekanisme Infeksi HIV

Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase

yaitu 1. Fase Infeksi Akut (Sindroma Retroviral Akut), 2. Fase Infeksi Laten,

3. Fase Infeksi Kronis.

1. Fase Infeksi Akut (Sindroma Retroviral Akut)

Keadaan ini disebut juga infeksi primer HIV.sindroma akut yang

terkait dengan infeksi primer HIV ini ditandai oleh proses replikasi yang

menghasilkan virus-virus baru (virion) dalam jumlah yang besar. Virus

yang menghasilkan dapat terdeteksi dalam darah dalam waktu sekitar tiga

minggu setelah terjadinya infeksi. Pada periode ini protein virus dan virus

yang infeksius dapat terdeteksi dalam plasma dan juga cairan

serebrospinal, jumlah virion di dalam plasma dapat mencapai 106 hingga

107 per mililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi virus dalam jumlah

yang besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut dengan gejala
13

yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni antara lain: demam,

limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah

yang timbul sekitar 3-6 minggu setelah infeksi. Pada fase ini selanjutnya

akan terjadi penurunan sel limfosit T-CD4 yang signifikan sekitar 2-8

minggu pertama infeksi primer HIV, dan kemudian terjadi kenaikan

limfosit T karena mulai terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase

ini >500 sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah enam

minggu terinfeksi HIV.

2. Fase Infeksi Laten

Setelah terjadi infeksi primer HIV akan timbul respons imun

spesifik tubuh terhadap virus HIV. Sel sitotoksik B dan limfosit T

memberikan perlawanan yang kuat terhadap virus sehingga sebagian besar

virus hilang dari sirkulasi sistemik. Sesudah terjadi peningkatan respons

imun seluler, akan terjadi peningkatan antibodi sebagai respons imun

humoral. Selama periode terjadinya respons imun yang kuat, lebih dari 10

milyar HIV baru dihasilkan tiap harinya, tetapi dengan cepat virus-virus

tersebut dihancurkan oleh sistem imun tubuh dan hanya memiliki waktu

paruh sekitar 5-6 jam. Pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV

menyebabkan virus dapat dikendalikan, jumlah virus dalam darah

menurun dan perjalanan infeksi mulai memasuki fase laten. Meskipun

demikian sebagian virus masih menetap di dalam tubuh, meskipun jarang

ditemukan di dalam plasma, virus terutama terakumulasi di dalam kelenjar

limfe, terperangkap di dalam sel dendritik folikuler, dan masih terus


14

mengadakan replikasi. Sehingga penurunan limfosit T-CD4 terus terjadi

walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit

T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3 .

Jumlah virus, setelah mencapai jumlah tertinggi pada awal fase

infeksi primer, akan mencapai jumlah pada titik tertentu atau mencapai

suatu Set Point selama fase laten. Set point ini dapat memprediksi onset

waktu terjadinya penyakit AIDS. Dengan jumlah virus kurang dari 100

kopi/ml darah, infeksi HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS.

Sebagian besar pasien dengan jumlah virus lebih dari 100.000 kopi/ml,

mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 yang lebih cepat dan

mengalami perkembangan menjadi penyakit AIDS dalam kurun waktu

dari 10 tahun. Sejumlah pasien yang belum mendapatkan terapi memiliki

jumlah virus antara 10.000 hingga 100.000 kopi/ml pada fase infeksi laten.

Pada fase ini pasien umumnya belum menunjukkan gejala klinis atau

asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun)

setelah terinfeksi HIV.

3. Fase Infeksi Kronis

Selama berlangsung fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi

replikasi virus yang diikuti dengan kerusakan dan kematian sel dendritik

folikuler serta sel limfosit T-CD4 yang menjadi target utama dari virus

HIV oleh karena banyaknya jumlah virus. Fungsi kelenjar limfa sebagai

perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan ke

dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara
15

berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Respons imun tidak mampu

mengatasi jumlah virion yang sangat besar. Jumlah sel limfosit T-CD4

menurun hingga dibawah 200 sel/mm3, jumlah virus meningkat dengan

cepat sedangkan respons imun semakin tertekan sehingga pasien semakin

rentan terhadap berbagai macam infeksi sekunder yang dapat disebabkan

oleh virus, jamur, protozoa atau bakteri. Perjalanan infeksi semakin

semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Setelah terjadi AIDS

pasien jarang bertahan hidup lebih dari dua tahun tanpa intervensi terapi.

Selain tiga fase tersebut di atas, pada perjalanan infeksi HIV

terdapat periode masa jendela atau window period yaitu, periode saat

pemeriksaan tes antibodi terhadap HIV masih menunjukkan hasil negatif

walaupun virus dalam jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk

belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium oleh karena

kadarnya belum memadai. Periode ini dapat berlangsung selama enam

bulan sebelum terjadi serokonversi yang positif, meskipun antibodi

terhadap HIV dapat mulai terdeteksi 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah

infeksi primer. Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada

periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV

kepada orang lain. Jika tidak diobati masa laten infeksi HIV dapat

berlangsung 18 bulan hingga 15 tahun bahkan lebih, rata-ratanya 8 tahun.

Pada tahap ini penderita tidak rentan terhadap infeksi yang umum. Jumlah

sel CD4 sel T secara perlahan mulai turun dan fungsinya semakin

terganggu (Ningrum, 2016).


16

E. Gambaran Klinis HIV/AIDS

Gambaran klinis infeksi HIV terdiri atas tiga fase sesuai dengan

perjalanan infeksi HIV itu sendiri, yaitu serokonversi, penyakit HIV

asimtomatik, Infeksi HIV simtomatik atau AIDS.

1. Serokonversi

Serokonversi adalah masa selama virus beredar menuju target sel

(viremia) dan antibodi serum terhadap HIV mulai terbentuk. Sekitar 70%

pasien infeksi HIV primer menderita sindrom mononucleosis-like akut

yang terjadi dalam 3 hingga 6 minggu setelah infeksi awal, yang dikenal

juga sebagai sindrom retroviral akut (acute retroviral syndrome;ARD).

Sindrom ini terjadi akibat infeksi awal serta penyebaran HIV terdiri dari

gejala-gejala yang tipikal, meskipun tidak khas. Sindrom ini memiliki

bermacam-macam manifestasi, gejala yang paling umum mencakup

demam, lemah badan, mialgia, ruam kulit, limfadenopati, dan nyeri

tenggerokan (sore throat). Selama masa ini terjadi viremia yang sangat

hebat dengan penurunan jumlah limfosit CD4 sekitar 2-8 minggu pertama

dan kemudian mengalami kenaikan jumlah sel T-CD4 karena terjadi

respon imun di dalam tubuh. Sekitar 6 minggu setelah virus terinfeksi akan

terjadi penurunan sel T-CD4 , jumlah sel T-CD4 masih diatas >500

sel/mm3.
17

2. Penyakit HIV Asimtomatis

Setelah infeksi HIV akut dengan penyebaran virus dan munculnya

respons imun spesifik HIV, maka individu yang terinfeksi memasuki tahap

kedua infeksi. Tahap ini dapat asimtomatis sepenuhnya. Istilah klinis

laten dulu digunakan untuk menandai tahap ini, tetapi istilah tersebut

tidak sepenuhnya akurat karena pada tahap laten sejati (true latency),

replikasi virus terhenti sementara. Jika tidak diobati masa laten infeksi

HIV dapat berlangsung 18 bulan hingga 15 tahun bahkan lebih, rata-

ratanya 8 tahun. Pada tahap ini penderita tidak rentan terhadap infeksi

yang umum. Jumlah sel CD4 sel T secara perlahan mulai turun dan

fungsinya semakin terganggu. Penderita dengan masa laten yang lama,

biasanya menunjukkan prognosis yang baik.

3. Infeksi HIV simtomatik atau AIDS

Jika terjadi penurunan jumlah sel CD4 yang meningkat disertai

dengan peningkatan viremia maka hal tersebut menandakan akhir masa

asimtomatik. Gejala awal yang akan ditemui sebelum masuk ke fase

simtomatik adalah pembesaran kelenjar limfe secara menyeluruh (general

limfadenopati) dengan konsistensi kenyal, mobile dengan diameter 1 cm

atau lebih. Seiring dengan menurunnya jumlah sel CD4+ dan

meningkatnya jumlah virus di dalam sirkulasi akan mempercepat

terjadinya infeksi oportunistik.

Sebagian besar permasalahan yang berkaitan dengan infeksi HIV

terjadi sebagai akibat langsung hilangnya imunitas selular (cellmediated


18

immunity) yang disebabkan oleh hancurnya limfost T-helper CD4+. Orang

dengan penurunan jumlah sel CD4+ hingga <200 sel/mm2 dikatakan

menderita AIDS, meskipun kondisi ini tidak disertai dengan adanya

penyakit yang menandai AIDS. Definisi ini mencerminkan peningkatan

kecenderungan timbulnya masalah yang berkaitan dengan HIV yang

menyertai rendahnya jumlah sel CD4+ secara progresif. Setelah AIDS

terjadi, maka sistem imun sudah sedemikian terkompensasi sehingga

pasien tidak mampu lagi mengontrol infeksi oleh patogen opurtunis yang

pada kondisi normal tidak berproliferasi, serta menjadi rentan terhadap

terjadinya beberapa keganasan. Pasien dengan AIDS yang tidak diobati

rata-rata meninggal dalam jangka waktu satu hingga tiga tahun. Terapi

yang telah tersedia saat ini telah memperbaiki prognosis pasien infeksi

HIV secara signifikan (Ningrum, 2016).

F. Diagnosa HIV/AIDS

Diagnosa yang paling spesifik untuk mendeteksi infeksi HIV adalah

dengan mengidentifikasi virus HIV dalam tubuh penderita. Selain itu,

pemeriksaan antibodi terhadap HIV dapat dilakukan dengan cara ELISA dan

dikonfirmasikan dengan western blotting dan imunofluresensi.

Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan

sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2

dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%).

Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu

hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut window periode. Bila
19

tes HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil negatif,

maka perlu dilakukan tes ulang satu bulan kemudian, terutama bila masih

terdapat perilaku yang berisiko (Kemenkes RI, 2011).

1. ELISA (Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay)

Uji ini merupakan tes pertama dari tes HIV. Tes ini mendeteksi

adanya antibodi HIV didalam darah (Radji, 2015). Sensitivitasnya tinggi

yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3

bulan setelah Infeksi (Widoyono, 2011)

2. Western Blotting

Uji ini digunakan untuk mengkonfirmasi dari hasil positif tes

ELISA. Tes ini mendeteksi pita protein spesifik yang terdapat pada

individu yang terinfeksi HIV. Dikombinasi dengan hasil positif ELISA,

hasil Western Blot ini 99,9% akurat dalam mendeteksi infeksi HIV.

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR digunakan untuk mendeteksi fragmen DNA dan RNA viral

yang spesifik pada orang terinfeksi HIV. Setelah infeksi HIV terjadi, RNA

dan DNA virus HIV bersirkulasi didalam darah. Adanya potongan DNA

dan RNA virus mengindikasikan adanya virus HIV (Maksum, 2015).


20

G. Alur Pemerikaan Laboratorium Infeksi HIV

Gambar 2.2 Alur Pemeriksaan Laboratorium Infeksi HIV (Kemenkes RI, 2011)
21

Tabel 2.1 Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes (Kemenkes RI, 2011)

Hasil Interpretasi Tindak Lanjut

A1 (-) Non-reaktif a. Bila yakin tidak ada faktor risiko

atau dan atau perilaku berisiko

A1 (-) A2 (-) dilakukan LEBIH DARI tiga

A3 (-) bulan sebelumnya maka pasien

diberi konseling cara menjaga

tetap negatif

b. Bila belum yakin ada tidaknya

faktor risiko dan atau perilaku

berisiko dilakukan DALAM tiga

bulan terakhir maka dianjurkan

untuk TES ULANG dalam 1

bulan

A1 (+) A2 (+) Indeterminate Ulang tes dalam 1 bulan

A3 (-) Konseling cara menjaga agar tetap

Atau negatif ke depannya

A1 (+) A2 (-)

A3 (-)

A1 (+) A2 (+) Reaktif atau Lakukan konseling hasil tes positif dan

A3 (+) Positif rujuk untuk mendapatkan paket layanan

PDP
22

H. Definisi CD4

Sel CD4 adalah sel darah putih atau limfosit dan ini bagian yang

penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Fungsi utama limfosit T CD4

adalah meregulasi sistem imun agar berjalan dengan baik, dengan mekanisme

merangsang sistem imun spesifik berupa menginduksi aktifitas makrofag,

fagosit untuk khemotaksis dan proses fagositosis benda asing, untuk sistem

imun spesifik humoral: merangsang sel B (limfosit B) untuk menghasilkan

antibodi dan produksi antibodi (Swain, McKinstr, Strutt, 2012). Disebut juga

sel T-4, sel pembantu atau kadang sel CD4. Ketika manusia terinfeksi HIV

sel yang paling sering terinfeksi adalah sel CD4, dan menjadi bagian dari sel

tersebut. Ketika sel CD4 menggandakan diri untuk melawan infeksi apa pun,

sel tersebut juga membuat banyak duplikasi HIV. Semakin menurunnya sel

CD4 berarti sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak dan semakin

rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam tubuh manusia, semakin mungkin

kita akan mudah sakit atau mungkin akan mengalami infeksi oportunistik

(Ningrum, 2016).

Tabel 2.2. Tingkatan jumlah CD4 berdasarkan imunosupresi (WHO, 2005)

Tanpa gejala (Asymtom) >500/mm3

Ringan 350-499/ mm3

Sedang 200-349/ mm3

Berat <200/ mm3


23

I. CD4 dan HIV

Sel target utama virus HIV tersebut adalah sel yang mampu

mengekspresikan reseptor CD4+, yaitu astrosit, mikroglia, monosit, dan

makrofag. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4

berkisaran 1400-1500 sel/mm3 (Sompa dkk, 2012). Ketika jumlah sel limfosit

T CD4 turun di bawah 200 sel/mm3, seseorang menjadi sangat rentan

terhadap infeksi oportunistik yang umumnya terkait dengan AIDS (tahap

akhir penyakit HIV) (Mishra S, Dwivedi SP, Dwivedi N SR, 2009). Tidak

hanya interaksi antara virus, limfosit T CD4 memulai fusi virus ke membran

sel dan masuk HIV. Selain itu interaksi molekul yang sama memulai fusi

antara limfosit T CD4 sel yang terinfeksi HIV dan tidak terinfeksi, sehingga

pembentukan syncytia berinti banyak. Rentang waktu beberapa jam setelah

HIV menginfeksi sel limfosit T CD4+ maka proses replikasi virus mulai aktif,

limfosit T CD4 yang terinfeksi melepaskan sitokin virion oleh budding

melalui membrane sel atau dengan melisisiskan sel yang terinfeksi. Jumlah

limfosit T CD4 yang turun erat hubungannya dengan aktivasi imun serta

hubungannya yang tidak secara langsung dengan Viral load, ditandai juga

dengan Imbalans rasio populasi sel T memori dan peningkatan ekspresi

marker aktivasi sel T CD4 dan CD8 ( Sousa. A, dkk, 2002 ).

J. Replikasi HIV Pada CD4

Pertama setelah HIV masuk kedalam tubuh dan berada dalam peredarah

darah HIV akan berikatan dengan reseptor CD4 pada sel T-helper melalui

glikoprotein 120 dan gp41yang terdapat pada selubung luar HIV. Selain
24

reseptor CD4 terdapat ko-reseptor HIV lainnya yaitu CCR5 (chemokin

receptor 5) dan CXCR4 (chemokin receptor 4). Ko-reseptor ini berperan

penting dalam proses infeksi yaitu untuk penempelan HIV pada sel T dan

makrofag.

Setelah fase penempelan, HIV masuk ke dalam sel sitoplasma melalui

proses endositosi, kemudian melepaskan materi genetik, RNA viral pada

sitoplasma sel CD4. Setelah itu disentesis DNA proviral oleh enzim reserve

transcriptase menggunakan cetakan genom RNA HIV. DNA proviral

bermigrasi ke dalam nukleus melalui membran nukleus dan terjadi integrasi

DNA proviral ke dalam genom sel hospes dengan bantuan enzim integrase

viral.

Sekali DNA proviral terintegrasi pada DNA hospes, infeksi akan

berlangsung bertahun-tahun. Saat berada didalam nukleus sel hospes, DNA

proviral ditranskripsi menjadi mRNA. Setelah itu mRNA virus meninggalkan

nukleus, kemudian RNA ditranslasi menjadi protein viral.

Fase selanjutnya fase perakitan komponen viral, setelah itu terjadi

pelepasan virus melalui budding sel. Virion baru yang terbentuk bersifat

infeksius dan dapat menginfeksi sel T di sekitarnya (Maksum, 2015)


25

Gambar 2.3. Siklus Replikasi HIV Pada CD4 (Maksum, 2015)

K. Stadium Klinis HIV/AIDS Menurut WHO

WHO pertama kali menetapkan stadium klinis pada tahun 1990

kemudian direvisi tahun 2006. Stadium klinis WHO dapat membantu untuk

memperkirakan tingkat defisiensi kekebalan tubuh pasien. Pasien dengan

gejala pada stadium klinis 1 atau 2 biasanya tidak mempunyai gejala

defisiensi kekebalan tubuh yang serius. Pasien yang mempunyai gejala dan

tanda stadium klinis 3 atau 4 biasanya mempunyai penurunan kekebalan

tubuh yang berat dan tidak mempunyai cukup banyak sel CD4 sehingga

memudahkan terjadinya infeksi oportunistik (IO). WHO mengelompokan

remaja dan dewasa berumur 15 tahun.


26

1. Stadium Klinis 1 (Asimtomatik)

a. Tanpa gejala (asimtomatis)

b. Limfadenopati generalisata persisten : Kelenjar multipel

berukuran kecil tanpa rasa nyeri

2. Stadium Klinis 2

a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (<10%)

b. Luka pada sudut mulut (keilitis angularis)

c. Dermatitis Seboroik : Lesi kulit bersisik pada batas antara wajah

dan rambut serta sisi hidung

d. Prurigo : Lesi kulit yang gatal pada lengan dan tungkai

e. Herpes zoster : Papul disertai nyeri pada satu sisi tubuh, wajah atau

ekstremitas

f. ISPA berulang : Tonsilitis, sinusitis, Pharingitis, otitis media

g. Ulserasi oral yang berulang

h. Infeksi jamur pada kuku

3. Stadium Klinis 3

a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas ( > 10%)

b. Kandidiasis mulut yang menetap : Bercak putih yang menutupi

daerah di dalam mulut

c. Oral hairy leukoplakia : Garis vertikal putih di samping lidah, tidak

nyeri, tidak hilang jika dikerok

d. Lebih dari 1 bulan :

1. Diare tanpa sebab yang jelas: kadang-kadang intermiten


27

2. Demam tanpa sebab yang jelas : kadang-kadang intermiten

e. Infeksi bakteri yang berat : Pneumonia, empyema, piomiositis ,

infeksi sendi, meningitis

f. TB paru (didiagnosa 12 bulan sebelum diagnosa HIV)

g. Anemia tanpa sebab yang jelas (HB < 8 g, Neutropenia <0,5 x

109/l, dengan atau tanpa Trombositopenia <50 x 109/l)

h. Gingivitis/periodontitis ulseratif nekrotik akut

4. Stadium Klinis 4

a. HIV wasting syndrome

b. Sangat kurus disertai demam kronik dan/atau diare kronik

c. Kandidiasis esofagus/kandidiasis trachea

d. Lebih dari 1 bulan:

1. Ulserasi Herpes simpleks : Luka lebar dan nyeri kronik di

genitalia dan/atau anus

e. Limfoma

f. Sarkoma Kaposi : Lesi berwarna gelap (ungu) dikulit dan/atau

mulut, mata, paru, usus dan sering disertaiedema

g. HIV dengan nephrophaty sindrom / HIV dengan cardiomyopaty

sindrom

h. Kanker serviks invasif

i. Pneumonia

1. Pneumosistis : Pneumonia berat disertai sesak napas dan

batuk kering
28

j. TB Ekstraparu

Contoh : pada tulangatau meningitis

k. Meningitis kriptokokus : Meningitis dengan atau tanpa kaku kuduk

l. Abses otak

m. Toksoplasmosis

n. Ensefalopati HIV (WHO, 2010).

L. Hubungan CD4 dengan Stadium klinis

Semakin menurunnya jumlah sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh

kita semakin rusak dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam

tubuh manusia, semakin mungkin kita akan mudah sakit atau akan mengalami

infeksi oportunistik (Kemenkes, 2012).


29

M. Kerangka Teori

Infeksi HIV/AIDS

Pengikatan gp120 HIV dengan reseptor


membran T Helper CD4

Transkip RNA virus dan DNA sel

Perubahan struktural sel CD4

Penurunan kadar CD4

Penurunan sistem
kekebalan tubuh

Peningkatan gejala
klinis

Stadium klinis (WHO)

Stadium klinis 1 Stadium Klinis 2 Stadium Klinis 3 Stadium Klinis 4

Gambar 2.4 Kerangka Teori (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2013)


Keterangan :
= Diteliti

= Tidak Diteliti
30

N. Kerangka konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, kerangka konsep

penelitian ini sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Jumlah CD4 Stadium Klinis

O. Hipotesa

H0 : Tidak ada hubungan jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO)

di RSUD Dr. H. Abdul moeloek Bandar Lampung.

H1 : Ada hubungan jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) di

RSUD Dr. H. Abdul moeloek Bandar Lampung.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat observasioanal

analitik dengan pendekatan Cross- Sectional untuk melihat hubungan jumlah

CD4 dengan stadium klinis (WHO) di RSUD DR.H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung tahun 2016.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 19 Januari 2017 sampai 19

Febuari 2017.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Konsling tes sukarela (KTS)/pelayanan

dukungan pengobatan (PDP) RSUD DR.H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah kumpulan semua individu dalam suatu batas

tertentu. Populasi Penelitian adalah kumpulan individu yang akan diukur

atau diamati ciri-cirinya. Populasi penelitian ditentukan berdasarkan

kreteria yang sesuai dengan tujuan penelitian (Budiarto, 2001).

31
32

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien HIV/AIDS di

RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016 yang

berjumlah 148 orang.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh rekam medik dari pasien

HIV/AIDS yang tercatat di KTSP/PDP pada periode Januari 2016-

Desember 2016 yang memenuhi kreteria inklus dan ekslusi. Didapatkan

jumlah sampel 100 orang.

a. Kriteria Inklusi

1. Pasien HIV/AIDS yang tercatat di KTSP/PDP RSUD DR. H.

Abdul Moeloek Bandar Lampung.

2. Pasien laki-laki dan perempuan dengan hasil pemeriksaan

serologi dinyatakan positif HIV/AIDS

3. Pasien HIV/AIDS yang melakukan pemeriksaan jumlah CD4

4. Belum pernah mendapat terapi ARV

b. Kriteria Eklusi

1. Pasien HIV/AIDS bayi dan anak-anak.

2. Pasien HIV/AIDS yang memiliki riwayat penyakit autoimun

seperti Sistemik Lupus Eritematous (SLE).

3. Tidak dilakukan pemeriksaan jumlah CD4


33

D. Cara Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini mengambil sampel dari data rekam medik dengan

menggunakan metode pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

(purposive sampling) kreteria inklusi dan eksklusi.

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu. Variabel independent dalam penelitian ini adalah jumlah

CD4. Sedangkan variabel dependen penelitian ini adalah stadium klinis

(WHO).

F. Definisi Operasional

Definisi Operasioanl dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur
Jumlah Jumlah Flocitometer Mencatat 1: >500 Numerik
Limfosit limfosit CD4 Rekam sel/mm3
CD4 yang beredar Medik 2: 350-499
dalam sirkulasi sel/mm3
darah 3: 200-349
penderita sel/mm3
HIV/AIDS 4: <200
pada pertama sel/mm3
kali
didiagnosa.
34

Stadium Gejala-gejala Gejala klinis Mencatat 1: Ordinal


Klinis klinis yang Rekam Stadium
menurut ditimbulkan Medik Klinis I
WHO oleh virus HIV 2: Stadium
dan telah Klinis II
dikelompokan 3: Stadium
menjadi 4 Klinis III
tingkatan oleh 4: Stadium
WHO. Klinis IV

G. Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan data sekunder berupa pengkajian

rekam medik yang terdapat di bagian rekam medik ruang KTS/PDP RSUD

DR.H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

H. Pengelolaan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam

penelitian. Oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan benar. Beberapa

tahapan harus dilakukan terlebih dahulu diantaranya :

1. Memeriksa Data (Editing)

Memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar

pertanyaan, kartu atau buku registrasi.

2. Memberi code (Coding)

Pemberian kode pada variabel

3. Penyusunan Data (Tabulasi)


35

Pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah

dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisa

(Budiarto, 2001).

I. Analisis Data

1. Analisa Univariat

Analisa bivariat digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang

distribusi frekuensi atau besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik,

variabel yang diteliti baik untuk variabel independen dan variabel

dependen.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa untuk mengetahui hubungan

dua variabel, baik berupa komperatif, asosiasi, maupun korelatif.

Penelitian ini menggunakan uji Spearman untuk menganalisa hubungan

dan kekuatan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

Pengambilan kesimpulan hubungan dari uji Spearman : Bila nilai p

< 0,05 maka terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang

diuji. Jika nilai p > 0,05 maka tidak terdapat korelasi yang bermakna

antara dua variabel yang diuji. Untuk pengambilan kesimpulan kekuatan

hubungan dari uji spearman : Bila kekuatan korelasi (r) : 0,0 sampai

dengan <0,2 maka kekuatan korelasinya sangat lemah, r : 0,2 sampai

dengan <4,0 maka kekuatan korelasinya lemah, r : 0,4 sampai dengan <0,6

maka kekuatan korelasinya sedang, r = 0,6 sampai dengan <0,8 maka


36

kekuatan korelasinya kuat, r : 0,8 sd 1 maka kekuatan korelasinya sangat

kuat (Dahlan.M.S.2012)

J. Alur Penelitian

Data Rekam Medik Pasien yang datang


berobat di RSUD.Dr.H.Abdul Moeloek
provinsi Lampung

Klinis HIV/AIDS

Pemeriksaan penunjang

Kreteria inklusi kreteria ekslusi

HIV/AIDS

Stadium klinis WHO Jumlah CD4

Analisa Data

Pembuatan Laporan

Gambar 3.1. Alur Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan untuk

mengetahui hubungan antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) pada

penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun

2016. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2017, dengan mengumpulkan

data sekunder berupa rekam medis pasien HIV/AIDS di konsling tes sukarela

(KTS)/ pelayanan dukungan pengobatan (PDP) RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Bandar Lampung yang tercatat dari periode Januari-Desember 2016.

Populasi pasien yang tercatat yaitu 148 pasien. Setelah populasi diseleksi

berdasarkan pertimbangan (purposive sampling) kreteria inklusi dan eksklusi

didapatkan 100 sampel kasus. Yang kemudian dilakukan analisa data berupa

analisa Univariat dan analisa Bivariat.

B. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

a. Usia Penderita HIV/AIDS

Data usia yang didapat pada pasien HIV/AIDS untuk melihat

perbandingan jumlah penderita HIV/AIDS antar kelompok usia. Data

yang didapat 100 sampel dari penderita HIV/AIDS di KTS/PDP RSUD

37
38

Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016 . Yang disaji dalam

tabel 4.1.

Tabel 4.1
Distribusi Usia pada penderita HIV/AIDS
Usia Frekuensi Persentase (%)
20 - 29 tahun 49 orang 49
30 - 39 tahun 42 orang 42
40 - 49 tahun 9 orang 9
Total 100 orang 100

Dari tabel 4.1 menunjukan bahwa pada peneliatian ini jumlah

tertinggi adalah pada kelompok usia 20-29 tahun sebanyak 49 orang

dengan presentase (49%), Sedangkan jumlah terendah adalah pada

kelompok 40-49 tahun sebanyak 9 orang dengan presentase (9%).

b. Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS

Jenis kelamin untuk melihat seberapa besar perbedaan jumlah

antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada penderita HIV/AIDS

di KTS/PDP RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2016.

Yang disaji dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2
Distribusi jenis kelamin penderita HIV/AIDS
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Laki-laki 71 71
Perempuan 29 29
Total 100 100
39

Tabel 4.2 menunjukan bahwa pada penelitian ini didapatkan jenis

kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 71 orang dengan

presentase (71%), sementara perempuan berjumlah 29 orang dengan

presentase (29%).

c. Distribusi frekuensi jumlah CD4 penderita HIV/AIDS

Distribusi frekuensi jumlah CD4 penderita HIV/AIDS di konsling

tes sukarela (KTS)/ pelayanan dukungan pengobatan (PDP) RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek Bandar Lampung yang disaji dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi jumlah CD4 pada penderita HIV/AIDS
Jumlah CD4 Frekuensi Presentase (%)
>500 sel/mm3 5 orang 5
350-499 sel/mm3 4 orang 4
3
200-349 sel/mm 16 orang 16
<200 sel/mm3 75 orang 75
Total 100 orang 100

Tabel 4.3. menunjukan bahwa pada penelitian ini, jumlah CD4

terbanyak adalah kurang dari 200 sel/mm3 yaitu sebanyak 75 orang

dengan presentase (75%), sedangkan yang terendah jumlah CD4 350-499

sel/mm3 yaitu sebanyak 4 orang dengan presentase (4%).


40

d. Distribusi Frekuensi Stadium Klinis (WHO) HIV/AIDS

Distribusi frekuensi stadium klinis (WHO) HIV/AIDS AIDS di

konsling tes sukarela (KTS)/ pelayanan dukungan pengobatan (PDP)

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung yang disaji dalam tabel

4.5.

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Stadium Klinis (WHO) HIV/AIDS
Stadium Klinis Frekuensi Presentase (%)
Stadium Klinis I 14 14
Stadium Klinis II 35 35
Stadium Klinis III 40 40
Stadium Klinis IV 11 11
Total 100 100

Tabel 4.4. menunjukan bahwa pada penelitian ini, jumlah penderita

HIV/AIDS terbanyak adalah pada stadium klinis III sebanyak 40 orang

dengan persentase (40%), sedangkan yang terendah adalah pada stadium

klinis 4 sebanyak 11 orang dengan presentase (11%).

e. Distribusi frekuensi jumlah CD4 berdasarkan sebaran rerata setiap

Stadium Klinis (WHO) penderita HIV/AIDS

Distribusi frekuensi jumlah CD4 berdasarkan sebaran rerata setiap

Stadium Klinis (WHO) penderita HIV/AIDS AIDS di konsling tes

sukarela (KTS)/ pelayanan dukungan pengobatan (PDP) RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Bandar Lampung yang disaji dalam tabel 4.5.


41

Tabel 4.5
Distribusi frekuensi jumlah CD4 berdasarkan sebaran rerata setiap
Stadium Klinis (WHO)
Stadium Klinis (WHO) Rerata Jumlah CD4
Stadium Klinis 1 292,50 sel/mm3
Stadium Klinis II 135,94 sel/mm3
Stadium Klinis III 109,83 sel/mm3
Stadium Klinis IV 29,82 sel/mm3

Tabel 4.5 menunjukan bahwa pada penelitian ini, rerata jumlah

CD4 pada stadium klinis 1 292,50 sel/mm3. Stadium klinis II rerata

jumlah CD4 135,94 sel/mm3. Stadium klinis III rerata jumlah CD4

109,83 sel/mm3. Stadium klinis IV rerata jumlah CD4 29,82 sel/mm3.

2. Analisa Bivariat

a. Korelasi antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) pada

penderita HIV/AIDS

Tabel 4.6.
Korelasi antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO)
pada penderita HIV/AIDS
Stadium Klinis
Jumlah CD4
(WHO)
Spearman's rho Jumlah CD4 r 1,000 ,496
p . ,000
Stadium Klinis
r ,496 1,000
(WHO)
p ,000 .
42

Tabel 4.6. menunjukan bahwa pada penelitian ini setelah dilakukan

uji korelasi Spearman didapatkan nilai significancy (p) sebesar 0,000 dan

kekuatan hubungan (r) sebesar 0,496. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah CD4 dengan Stadium

Klinis (WHO) dengan besarnya kekuatan hubungan yang termasuk

dalam katagori sedang.

C. Pembahasan

1. Univariat

Berdasarkan data-data diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di

konsling tes sukarela (KTS)/ pelayanan dukungan pengobatan (PDP) RSUD

Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada bulan Januari 2017 serta

perhitungan statistik dan teori penelitian terdahulu, maka penelitian ini dapat

dibahas sebagai berikut.

Berdasarkan tabel 4.1 distribusi usia pada penderita HIV/AIDS yang

terbanyak adalah pada kelompok usia 20-29 tahun sebanyak 49 orang dengan

presentase (49%), dan terendah pada kelompok usia 40-49 sebanyak 9 orang

dengan presentase (9%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa pada rentang usia tersebut selain memasuki usia produktif

seseorang juga diketahui berada dalam kategori usia seksual yang aktif dengan

dorongan seks yang juga tinggi. Bila tidak disalurkan dengan benar, dorongan

seksual yang tinggi ini dapat memicu seseorang untuk melakukan perilaku

seksual berisiko (Mutia Y, 2008) selain itu menurut Ditjen PP & PL umur 20-
43

29 juga termasuk kelompok umur yang menggunakan NAPZA suntik

(Kemenkes RI, 2016). Pada usia yang lebih matang mempunyai mental dan

kepribadian yang lebih stabil. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi mereka

dalam bertindak dan melakukan pencegahan memriksakan diri secara teratur.

Menurut Siagan (1999) usia berkaitan dengan tingkat maturitas/kedewasaan.

Jadi, semakin meningkat usia akan meningkat pula kedewasaan secara teknis

dan psikologis, serta semakin mampu melaksanakan tugasnya (Fajrin, P. N,

2012). Hal ini juga sesuai dengan data Ditjen PP & PL yang menggambarkan

peningkatan kasus HIV/AIDS tertinggi pada usia 20-29 tahun dan terendah

pada usia 40-49 tahun (Ditjen PP & PL, 2014). Pada kasus yang dilaporkan

pada tahun 2015 di Indonesia, proporsi kasus AIDS dengan faktor risiko yang

lainnya yaitu, heteroseksual sebesar 82,8%, homoseksual sebesar 7,4% dan

perinatal sebesar 4,0%, pengguna narkoba suntikan (penasun) 9,3% (Kemenkes

RI, 2016).

Berdasarkan temuan tersebut maka pada kelompok usia 20-29

disarankan untuk mendapatkan pengetahuan tentang bahayanya seks bebas

maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Bagi kelompok usia 20-29 yang

telah terinfeksi HIV/AIDS harus mendapatkan motivasi berobat yang lebih

besar serta motivasi untuk berpikir positif.

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat distribusi frekuensi sampel kasus

berdasarkan jenis kelamin penderita HIV/AIDS dari 100 sampel kasus terdapat

71 orang laki-laki dengan presentase (71%) yang jumlahnya lebih banyak dari

pada perempuan yaitu sebanyak 29 orang dengan presentase (29%). Hasil


44

penelitian ini sesuai dengan teori kepustakaan bahwa penyakit HIV/AIDS

dapat menyerang semua orang tetapi lebih banyak pada laki-laki dibandingkan

perempuan. Jenis kelamin berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku

dalam masyarakat. Peran kehidupan dan perilaku dalam masyarakat antara

jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda. Salah satunya dalam hal

menjaga kesehatan biasanya perempuan lebih memperhatikan kesehatannya

dibandingkan dengan laki-laki (Depkes RI, 2013). Perbedaan pola perilaku

sakit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, perempuan lebih sering

mengobatkan dirinya dibandingkan laki-laki (Notoatmodjo, S, 2003). Hal ini

juga sesuai dengan laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Maret

2016) bahwa laki-laki yang terinfeksi HIV/AIDS lebih banyak yaitu 69%

sedangkan perempuan hanya 31% (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan temuan tersebut, maka disarankan pada pasien laki-laki lebih

menjaga kebersihan dan diperhatikan lagi keteraturan berobatnya.

Berdasarkan tabel 4.3 Distribusi frekuensi jumlah CD4, dari 100

sampel kasus yang diperiksa sebelum penderita mendapat pengobatan ARV,

didapatkan jumlah CD4 terbanyak adalah <200 sel/mm3 yaitu sebanyak 75

orang dengan presentase (75%), sedangkan yang terendah jumlah CD4 350-

499 sel/mm3 yaitu sebanyak 4 orang dengan presentase (4%). Hasil penelitian

ini sesuai dengan teori yang disampaikan Widiyanti dan Sandi dalam

penelitiannya gambaran subtipe HIV-1 dengan kadar CD4, stadium klinis, dan

infeksi oportunistik penderita HIV/AIDS di kota dan kabupaten Jayapura,

Papua pada tahun 2016,yang menyatakan bahwa tingginya jumlah penderita


45

dengan CD4 <200 sel/mm3 hal tersebut disebabkan karena pada tahun-tahun

pertama setelah terinfeksi tidak ada gejala atau tanda infeksi, kebanyakan

orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi.

Orang yang terinfeksi baru menyadari ketika infeksi oportunistik sudah

muncul, dan baru memeriksakan dirinya pada saat itu, padahal saat itu imunitas

sudah menurun yang ditandai dengan jumlah CD4 di bawah normal

(Widiyanti., Sandi, 2016). Hal ini juga hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan Dr. Dominique Ganywamulume Chimanuka MBChB dalam

penelitiannya association between clinical stages (WHO) and CD4+T-Cell

count in hiv infected adults at university teaching hospital in Lusaka, Zambia

yang menyatakan bahwa jumlah CD4 terbanyak adalah <200 sel/mm3 dengan

presentase 55.6% dan jumlah CD4 terendah jumlah CD4 >500 sel/mm3 dengan

presentase 7,6% (Chimanuka, G, 2010).

Berdasarkan tabel 4.4. dan tabel 4.5. Sebaran rerata jumlah CD4 setiap

stadium klinis didapatkan bahwa dari 14 penderita HIV/AIDS di stadium klinis

I dengan rerata 292,50 sel/mm3, stadium klinis II jumlah CD4 dengan rerata

135,94 sel/mm3, stadium klinis III jumlah dengan rerata 109,83 sel/mm3,

stadium klinis IV jumlah CD4 dengan rerata 29,82 sel/mm3. Dari hasil

penelitian tersebut dapat disimpulkan jumlah rerata CD4 tertinggi berada di

stadium klinis I dengan rerata 292,50 sel/mm3 dan jumlah rerata CD4 terendah

di stadium klinis IV dengan rerata 29,82 sel/mm3. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ngakan Ketut Wira Suastika, yang meneliti

tentang akurasi diagnostik kombinasi total lymphocyte count (TLC) dan kadar
46

hemoglobin untuk memprediksi imunodefisiensi berat pada penderita terinfeksi

human immunodeficiency virus (HIV) pra terapi antiretroviral. Imunodefisiensi

berat (jumlah limfosit CD4+ < 200 sel/mm3) didapatkan paling banyak yaitu

sebanyak 89 (80,9%) (Suastika, W, 2013). Hal tersebut juga sesuai dengan

teori bahwa penurunan yang progresif limfosit T CD4+ berhubungan dengan

progresifitas penyakit dan peningkatan kemungkinan infeksi opportunistik,

wasting, dan kematian. Secara umum, jumlah limfosit T CD4+ mengalami

penurunan secara progresif seiring progresifitas penyakit. Kemungkinan

progresifitas penyakit menjadi stadium AIDS tanpa terapi ARV mengalami

peningkatan seiring peningkatan derajat imunodefisiensi dan penurunan jumlah

CD4 (Bonet, dkk, 2005). Selain itu gizi juga merupakan salah satu determinan

penting respon imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukan

bahwa kekurangan gizi menghambat respon imunitas dan meningkatkan risiko

penyakit infeksi. Sanitasi dan higine perorangan yang buruk, kepadatan

penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan air dan pengetahuan gizi yang tidak

memadai berkontribusi terhadap kerentanan infeksi.

2. Bivariat

Pada penelitian ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan

antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO). Penilaian hubungan antara

jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) dilakukan uji korelasi Spearman,

dimana dijumpai nilai p <0,05 yaitu p 0,000 dan nilai koefisien korelasi (r)

sebesar 0,496. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang


47

bermakna antara kadar CD4 dengan Stadium Klinis (WHO) dengan besarnya

kekuatan hubungan yang termasuk dalam kategori sedang. Hal tersebut sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa Jumlah CD4 adalah ukuran kunci

kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin rendah jumlah CD4 semakin tinggi

stadium klinis (Spiritia, 2014). Sel CD4 merupakan target utama HIV untuk

menghancurkan sistem imun tubuh. Setelah virus bereplikasi dan

menghancurkan sel CD4, maka partikel virus baru akan mencari lagi dan

menginfeksi sel CD4 yang lain (Ningrum, 2016). Sehingga jumlah CD4 akan

semakin berkurang didalam tubuh sepanjang perjalanan penyakit, dan status

imun juga akan menurun (Price S.,Wilson L, 2012). Dengan menurunnya status

imun terutama bila CD4 <200 sel/mm3, maka berbagai mikroorganisme seperti

bakteri, virus lain, protozoa cenderung tumbuh dan berkembang biak secara

progresif (Mandal A, 2010) sehingga sistem defensif tubuh akan menurun dan

tidak dapat melindungi tubuh dari infeksi sekunder (Price S.,Wilson L, 2012).

Bila CD4 semakin turun, maka akan menimbulkan infeksi sekunder yang

semakin berat sehingga, stadium klinisnya semakin berat (Mandal A, 2010).

Oleh sebab itu pemantauan jumlah CD4 pada seseorang yang terinfeksi HIV

sangatlah penting untuk melihat perjalanan penyakit beserta prognosisnya

(Price S., Wilson L, 2012).

Penelitian ini juga sesuai dengan Ilovi dkk dalam penelitiannya pada

tahun 2011 juga mendapatkan bahwa korelasi sedang antar jumlah CD4 dengan

stadium klinis pada pasien HIV/AIDS, Penelitian tersebut mendapatkan nilai

koefisien korelasi Spearman r = -0,583 (Ilovi dkk, 2011). Jumlah CD4 yang
48

semakin rendah akan menyebabkan semakin banyaknya infeksi oportunistik

yang timbul dan masuk ke dalam stadium klinis yang lebih berat (WHO, 2005).

Jumlah normal CD4 berkisar antara 1400-2000 sel/L. Setelah

serokonversi, CD4 biasanya berada dalam jumlah rendah (rata-rata700sel/L).

Di Amerika, definisi AIDS (stadium klinis IV) adalah CD4 <200 sel/L,

karena tingginya risiko infeksi oportunistik pada level ini (Hull MW et al,

2012). Jumlah CD4 selain untuk melihat sistem kekebalan tubuh juga

merupakan baku emas dalam menentukan kapan pemberian ARV. Pada

penelitian yang dilakukan Sever P et al, pemberian ARV lebih dini dapat

menurunkan angka kematian. Terapi ARV sebaiknya dimulai sebelum CD4

kurang dari 350 sel/mm3 (Sever P et al, 2010).

Stadium klinis HIV/AIDS yang berdasarkan kriteria WHO memainkan

peran yang sangat penting untuk mengidentifikasi pasien yang memerlukan

terapi ARV terutama daerah yang dengan segala keterbatasan, yang mana

pemeriksaan CD4 tidak tersedia dan sulit dijangkau. Seperti pada penelitian

yang dilakukan oleh Athan E et al, menyimpulkan bahwa stadium klinis WHO

sangat efektif dalam hal pengeluaran biaya sebagai pengganti CD4 dalam

memulai pemberian terapi ARV di Afrika sub-Sahara. (Athan E, 2010).

Hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nina Oktaria, pada tahun 2015 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung yang menyatakan terdapat hubungan antara jumlah CD4 dengan

stadium klinis (WHO) pada pasien HIV/AIDS dengan nilai signifancy (p)

0,0000 dan nilai korelasi (r)0,588 yang menunjukkan interpretasi korelasi


49

sedang. Hal tersebut dikarnakan Virus HIV mempunyai afinitas terhadap

molekul permukaan CD4 dan berfungsi mengkoordinasi sejumlah fungsi

Imunologis yang penting (Oktaria N, 2015).

Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sampel dalam penelitian ini

hanya menggunakan 100 sampel dari 148 semua pasien HIV/AIDS tahun 2016.

Hal ini terjadi karena ada beberapa pasien di rekam medis yang tidak tercatat

stadium klinis dan pemeriksaan jumlah CD4 awal diagnosa HIV/AIDS

sebelum dimulai terapi ARV. Sehingga tidak semua pasien dapat dianalisis

dalam penelitian ini. Data yang diambil dari rekam medik, sehingga kesalahan

dalam pencatatan tidak bisa dihindari. Namun demikian hasil penelitian ini

mampu memperlihatkan kemaknaan hubungan sedang antara jumlah CD4

dengan stadium klinis (WHO) dengan hasil p= 0,000 dan r = 0,496 yang

menunjukan besarnya kekuatan hubungan termasuk kedalam kategori sedang.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara jumlah CD4

dengan stadium klinis (WHO) pada penderita HIV/AIDS di RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 dapat disimpulkan :

1. Distribusi frekuensi usia penderita HIV/AIDS terbanyak adalah pada

kelompok usia 20-29 tahun sebanyak 49 orang dengan presentase (49%),

Sedangkan jumlah terendah adalah pada kelompok 40-49 tahun sebanyak

9 orang dengan presentase (9%).

2. Distribusi frekuensi jenis kelamin pada penderita HIV/AIDS yang

terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 71 orang dengan presentase

(71%), sedangkan perempuan lebih sedikit berjumlah 29 orang dengan

presentase (29%).

3. Distribusi frekuensi jumlah CD4 berdasarkan sebaran rerata setiap

Stadium Klinis (WHO) penderita HIV/AIDS, rerata jumlah CD4 tertinggi

pada stadium klinis 1 yaitu 292,50 sel/mm3 dan terendah pada Stadium

klinis IV dengan rerata jumlah CD4 29,82 sel/mm3

4. Distribusi Frekuensi Stadium Klinis (WHO) terbanyak adalah pada

stadium klinis III dengan persentase (40%), sedangkan yang terendah

adalah pada stadium klinis 4 dengan presentase (11%).

50
51

5. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah CD4 dengan Stadium

klinis (WHO) dengan nilai p <0,005 (p 0,000) dengan kekuatan korelasi

sedang (r = 0,496)

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

a. Dapat meningkatkan kesadaran pasien untuk berobat secara teratur

dengan cara menjalin komunikasi yang baik, meningkatkan motivasi

pasien untuk meningkatkan kualitas kesehatannya

b. Meningkatkan follow up pada pasien yang mangkir berobat

c. Pada pasien dengan kelompok usia kurang dari 30 tahun dan jenis

kelamin laki-laki harus mendapat perhatian yang lebih besar dalam hal

peningkatan motivasi untuk berobat dan motivasi untuk bersemangat

menjalani hidup.

2. Bagi Dinas Kesehatan dan Institusi Terkait Lainnya

a. Meningkatkan upaya promosi/penyuluhan kesehatan di masyarakat

umum terkait faktor risiko penularan HIV/AIDS

b. Meningkatkan motivasi pada Rumah Sakit untuk meningkatkan

keteraturan berobat pada pasien. Dengan cara memberikan reward

pada Rumah Sakit yang memiliki keteraturan berobat yang tinggi

pada pasiennya

3. Bagi Masyarakat Umum

a. Meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko penularan HIV/AIDS


52

b. Memberi motivasi pada penderita HIV/AIDS untuk berobat teratur

4. Bagi Penderita HIV/AIDS

a. Meningkatkan keteraturan berobat dan mengonsumsi ARV secara

teratur

b. Meningkatkan gaya hidup sehat yang dapat memperbaiki prognosis

penyakit seperti makan gizi seimbang

c. Berusaha berpikir positif untuk mengurangi gejala depresi

5. Bagi Peneliti Lain

a. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan metodelogi dan pencatatan

yang lebih baik serta jumlah sampel yang lebih banyak.

b. Perlu dilakukan pengembangan penelitian lanjutan untuk menilai

hubungan antara jumlah CD4 dengan stadium klinis (WHO) dan

parameter lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Athan, E., Daniel, PO., Legood R. 2010. Cost- Efectiveness Of Routine And Low-
Cost CD4 T-Cell Count Compared With Clinical Staging Of HIV To Guide
Initiation Of Antiretroviral Therapy In Resource- Limitted Seting. AIDS
2010;24. 1887-1895.

Baratawidjaja, K.G., Rengganis, I. 2014. Imunologi dasar. Badan penerbit FKUI.


Jakarta. Ed 11. 15. 449-461.

Bonnet, F. 2005. Determinants of clinical progression in antiretroviral-nave


HIV-infected patients starting highly active antiretroviral therapy.
Aquitaine Cohort, France, 1996200. Department of Internal Medicine
and Infectious Diseases, Bordeaux university France.

Budiarto, E. 2001. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat.


Bandung. EGC. Hal 7

Buseri FI, Mark D, Jeremiah ZA. 2012. Evaluation of absolute lymphocyte count
as a surrogate marker for cd4+ cell count for the initiation of
antiretroviral therapy (art) in resource-limited settings. International
Journal Biomedical Laboratory Science (IJBLS).
Retrivied from http://www.ijbls.org/upfile/Issues/201287114113.pdf

CHIMANUKA, G. 2010. Association Between Clinical Stages (WHO) And


CD4+T-Cell Count In HIV Infected Adults At University Teaching
Hospital In Lusaka, Zambia. Internal Medicine at The University Of
Zambia Lusaka.

Dahlan, M.S. 2012. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta. Salemba
Medika. VII. 167-169.

Depkes. 2015. Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2014.


Retrivied from www.depkes.go.id/resource/download/.../profil-kesehatan-
indonesia-2014.pdf

Depkes RI, 2013. Dalam : Fajrin, P. N. 2012. Evaluasi Terapi ARV Terhadap
Perubahan Jumlah CD4 Dan Berat Badan Dan Terapi OAT Terhadap
Perubahan Berat Badan PadaPasien Koinfeksi TB/HIV Di Unit Pelayanan
Terpadu HIV RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2009. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Ditjen PP & PL Kemenkes Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis Tata


Laksana KlinisKo-Infeksi TB-HIV.
Retrivied from http://spiritia.or.id/dokumen/juknis-tbhiv2013.pdf
Ditjen PP & PL Kemenkes Republik Indonesia. 2014. Situasi Dan Analisa HIV
AIDS.
Retrivied from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin
%20AIDS.pdf
.
Ditjen PP & PL Kemenkes Republik Indonesia. 2016. Statistik kasus HIV/AIDS
di Indonesia.
Retrivied from http://spiritia.or.id/Stats/stat2016.pdf

Dinkes Provinsi Lampung. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Lampung 2015.


Retrivied from
http://dinkes.lampungprov.go.id/profil-kesehatan-lampung-2015/

Dolin, R., Masur, H., Saag, M. 2008. Aids Therapy Third Edition. Canada.
Elsevier.

Fajar, E. 2013. Hubungan Antara Stadium Klinis, Viral Load Dan Jumlah CD4
Pada Pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno
Deficiency Syndrome (AIDS) Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Fajrin, P. N. 2012. Evaluasi Terapi ARV Terhadap Perubahan Jumlah CD4 Dan
Berat Badan Dan Terapi OAT Terhadap Perubahan Berat Badan Pada
Pasien Koinfeksi TB/HIV Di Unit Pelayanan Terpadu HIV RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.

Hull, MW. Et al. 2012. Actors Associated With Discordance Between Absolute
CD4 Cell Count andCD4 Cell Percentage in Patients Coinfected With HIV
and Hepatitis C Virus. J Clin Infectious Dis. 54(12), hal.1798-1805.

Ilovi CS., Lule GN., Obel AO. 2011. Correlation of who clinical staging with cd4
counts in adult HIV/AIDS patients at Kenyatta National hospital,
Nairobi.East African med Journal.
Retrivied from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24968593

Kakar A, Beri R, Gogia A, Byotra SP, Prakash V, Kumar S, Bhargava M. 2011.


Absolute lymphocyte count : A cost-effective method of monitoring HIV-
Infected individuals. International Journal of Pathologi and Microbiology.
Retrivied from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21393889

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi Hiv Dan Pengobatan
Antiretroviral Pada Orang Dewasa.
Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.VI. Hal 173-174.
Kumar, V., Abbas, K.A., Fausto, N. 2010. Robbins & Cotran Dasar Patologis
Penyakit. Jakarta. EGC. Ed 7. 6. 253-266.

Mahdiana, R. 2010. Mengenal Mencegah & Mengobati Penularan Penyakit dari


Infeksi. Yogyakarta. Citra Pustaka. 199-208.

Maksum, R. 2015. Imunologi dan Virologi. Jakarta. ISFI Penerbitan. 14. 294-307.

Mandal A,. 2010. AIDS patofisiologi ; 10 3. Dalam Fajar, E. 2013. Hubungan


Antara Stadium Klinis, Viral Load Dan Jumlah CD4 Pada Pasien Human
Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS) Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

Mishra, S., Dwivedi, S.P., Dwivedi, N.S. 2009. Immune Response and Possible
Causes of CD4+T-cell Depletion in Human Immunodeficiency Virus
(HIV) 1 Infection. Open Nutraceuticals J.

Mutia, Y. A. 2008. Perilaku Seksual Berisiko Terkait HIV-AIDS pada Buruh


Bangunan di Proyek P Perusahaan Konstruksi K, Jakarta Tahun 2008.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pendidikan Kesehatan Dan
Ilmu Perilaku Universitas Indonesia.

Ningrum, W.Y. 2016. Hubungan Jumlah Cluster Of Differentiation 4 (CD4)


Dengan Perkembangan Kandidiasis Oral Pada Penderita HIV/AIDS Di
Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin MakassaR. Berkala Ilmu kesehatan kulit &
kelamin.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Dalam : Fajrin, P. N. 2012. Evaluasi Terapi ARV


Terhadap Perubahan Jumlah CD4 Dan Berat Badan Dan Terapi OAT
Terhadap Perubahan Berat Badan PadaPasien Koinfeksi TB/HIV Di Unit
Pelayanan Terpadu HIV RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2009.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Oktaria, N. 2015. Hubungan antara stadium klinis HIV/AIDS menurut WHO


dengan jumlah CD4 pada pasien yang berobat ke RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung tahun 2014. Universitas Malahayati Bandar
Lampung.

Price, S.A.,Wilson, L.M. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta. EGC. Ed 6. Vol 1. 225-234.

Pusdatin Depkes RI. 2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006.


Retrivied from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/situasi-
hiv-aids-2006.pdf

Severe, P., Juste, MA., Ambroise, A et al. 2010. Early Vs Standar Antiretroviral
Therapy For HIV Infected Adults In Haiti. N Eng J Med;363. 257-65.
Sompa, A.W., Kaela, C., Goysa, Y. 2012. Hubungan Jumlah CD4 Dengan
Derajat Distal Symmetrical Polyneuropathy (DSP) Pada Penderita HIV
AIDS.Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Suastika, W. 2013. Akurasi Diagnostik Kombinasi Total Lymphocyte Count


(TLC)Dan Kadar Hemoglobin Untuk Memprediksi Imunodefisiensi Berat
Pada Penderita Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Pra
Terapi Antiretroviral. Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

Sudoyo, A.W.Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Interna
Publishing. Ed V. Jilid III.38. 2861-2880.

Sousa, A. E., Carnier, J., Scahllersheim, M., Grossman, Z. 2002. VR CD4 T cell
depletion is linked directly to immune activation in the patogenesis of Hiv-
1 and HIV-2 but only directly to the viral load. J Immunol.

Syahrurachman. A. Dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi


Revisi.Jakarta.Binarupa Aksara.48.397-418.

UNAIDS. 2016. Global AIDS update 2016.


Retrivied from
http://www/who.int/hiv/pub/arv/global-AIDS-upadate-2016_en.pdf

WHO. 2005. Interim WHO Clinical Staging Of HIV/AIDS And HIV/ Case
Definitions For Surveillance.
Retrivied from http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/clinicalstaging.pdf

WHO. 2010. Adult And Adolecent Antiretroviral Therapy Protocols 2010.


Government Of The Republic Of Zambia Ministry Of Health.
Retrivied from http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/zambiaart.pdf?ua=1

Widiyanti, W., Sandi, S. 2016. Gambaran Subtipe HIV-1 Dengan Kadar CD4,
Stadium Klinis Dan Infeksi Oportunistik Penderita HIV/AIDS Di Kota
Dan Kabupaten Jayapura, Papua. Balai Litbang Biomedis Papua.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Retrivied from
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/738/pdf

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan


Pemberantasannya). Semarang. Erlangga. 15. Hal 112-114.
YUNI, SRI. 2016. Pengaruh CD4 dan hsCRP terhadap derajat polineuropati
pada pasien dengan HIV/AIDS. Masters thesis, Universitas Sebelas Maret.
Retrivied From https://eprints.uns.ac.id/24417/
LAMPIRAN
USIA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

20 - 29 tahun 49 49,0 49,0 49,0

30 - 39 tahun 42 42,0 42,0 91,0


Valid
40 - 49 tahun 9 9,0 9,0 100,0

Total 100 100,0 100,0

JENIS_KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki-laki 71 71,0 71,0 71,0

Valid Perempuan 29 29,0 29,0 100,0

Total 100 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

CD4_STADIUM_1 14 100,0% 0 0,0% 14 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 292,50 42,567

95% Confidence Interval for Lower Bound 200,54


Mean Upper Bound 384,46

5% Trimmed Mean 279,67

Median 253,00

Variance 25366,885
CD4_STADIUM_1
Std. Deviation 159,270

Minimum 121

Maximum 695

Range 574
Interquartile Range 225

Skewness 1,363 ,597


Kurtosis 1,942 1,154

Percentiles

Percentiles

5 10 25 50 75 90 95

Weighted 121,00 130,50 162,75 253,00 387,75 597,50 .


Average(Definition CD4_STADIUM_1
1)
Tukey's Hinges CD4_STADIUM_1 166,00 253,00 387,00

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

CD4_STADIUM_2 35 87,5% 5 12,5% 40 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 135,94 19,644

95% Confidence Interval for Lower Bound 96,02


Mean Upper Bound 175,86

5% Trimmed Mean 124,10

Median 120,00

Variance 13506,350

CD4_STADIUM_2 Std. Deviation 116,217

Minimum 19

Maximum 508

Range 489

Interquartile Range 128

Skewness 1,506 ,398

Kurtosis 2,325 ,778

Percentiles
Percentiles

5 10 25 50 75 90 95

Weighted 19,00 26,80 46,00 120,00 174,00 304,60 429,60


Average(Definition CD4_STADIUM_2
1)
Tukey's Hinges CD4_STADIUM_2 48,50 120,00 173,00

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

CD4_STADIUM_3 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 109,83 19,042

95% Confidence Interval for Lower Bound 71,31


Mean Upper Bound 148,34

5% Trimmed Mean 95,97


Median 63,50

Variance 14503,481

CD4_STADIUM_3 Std. Deviation 120,430

Minimum 4

Maximum 515

Range 511

Interquartile Range 102

Skewness 1,793 ,374

Kurtosis 2,824 ,733

Percentiles

Percentiles

5 10 25 50 75 90 95
Weighted 8,10 14,00 31,75 63,50 133,75 318,20 407,45
CD4_STADIUM_3
Average(Definition 1)
Tukey's Hinges CD4_STADIUM_3 32,50 63,50 133,50

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

CD4_STADIUM_4 11 27,5% 29 72,5% 40 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Mean 29,82 7,861

95% Confidence Interval for Lower Bound 12,30


Mean Upper Bound 47,33

5% Trimmed Mean 28,46

Median 22,00

Variance 679,764

CD4_STADIUM_4 Std. Deviation 26,072

Minimum 3

Maximum 81

Range 78

Interquartile Range 29

Skewness 1,136 ,661

Kurtosis ,409 1,279

Percentiles

Percentiles

5 10 25 50 75 90 95

Weighted Average(Definition 3,00 3,60 7,00 22,00 36,00 79,40 .


CD4_STADIUM_4
1)
Tukey's Hinges CD4_STADIUM_4 10,50 22,00 36,00

CD4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
(> 500 mm3) 5 5,0 5,0 5,0

(350 - 499 mm3) 4 4,0 4,0 9,0

Valid (200 - 349 mm3) 16 16,0 16,0 25,0

(< 200 mm3) 75 75,0 75,0 100,0

Total 100 100,0 100,0

STADIUM_KLINIS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Stadium Klinis 1 14 14,0 14,0 14,0

Stadium Klinis 2 35 35,0 35,0 49,0

Valid Stadium Klinis 3 40 40,0 40,0 89,0

Stadium Klinis 4 11 11,0 11,0 100,0

Total 100 100,0 100,0

Bar Chart
CD4 * STADIUM_KLINIS Crosstabulation

STADIUM_KLINIS Total

Stadium Stadium Stadium Stadium


Klinis 1 Klinis 2 Klinis 3 Klinis 4

Count 4 1 0 0 5
(> 500
% of 4,0% 1,0% 0,0% 0,0% 5,0%
mm3)
Total

Count 2 1 1 0 4
(350 - 499
% of 2,0% 1,0% 1,0% 0,0% 4,0%
mm3)
Total
CD4
Count 6 6 4 0 16
(200 - 349
% of 6,0% 6,0% 4,0% 0,0% 16,0%
mm3)
Total

Count 2 27 35 11 75
(< 200
% of 2,0% 27,0% 35,0% 11,0% 75,0%
mm3)
Total
Count 14 35 40 11 100
Total % of 14,0% 35,0% 40,0% 11,0% 100,0%
Total

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


CD4 ,439 100 ,000 ,551 100 ,000
STADIUM_KLINIS ,235 100 ,000 ,874 100 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Correlations

CD4 STADIUM_KLIN
IS
**
Correlation Coefficient 1,000 ,496

CD4 Sig. (2-tailed) . ,000

N 100 100
Spearman's rho **
Correlation Coefficient ,496 1,000

STADIUM_KLINIS Sig. (2-tailed) ,000 .

N 100 100

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


DOKUMENTASI PENELITIAN
DATA PASIEN HIV/AIDS DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016

No Nama Usia Jenis kelamin JUMLAH CD4 Stadium Klinis


1 CW 20 L 30 III
2 S 35 L 322 III
3 IK 30 L 45 III
4 CF 22 L 31 III
5 SA 31 L 19 III
6 AD 40 L 10 III
7 R 27 P 58 III
8 E 33 L 34 III
9 TW 34 L 43 III
10 IS 21 L 37 III
11 RH 34 L 8 III
12 MJ 34 L 515 III
13 Z 22 L 263 III
14 SR 31 P 411 III
15 MI 30 P 31 IV
16 H 40 L 134 III
17 AS 26 L 133 III
18 SN 27 P 121 I
19 AL 26 L 56 III
20 J 29 L 340 III
21 Z 26 L 500 I
22 SK 24 L 22 III
23 H 35 L 24 III
24 AT 35 L 64 III
25 FK 49 L 153 I
26 MN 35 P 98 III
27 G 29 L 4 III
28 Y 49 P 225 III
29 KL 38 P 81 III
30 RS 34 L 42 III
31 GS 34 L 127 III
32 SP 23 L 14 III
33 LD 37 L 139 II
34 DB 27 L 136 II
35 NO 39 P 19 II
36 NS 31 P 68 II
37 JE 49 L 349 II
38 AD 49 L 84 II
39 I 20 L 262 II
40 F 31 P 508 II
41 BS 23 L 138 II
42 DRL 31 P 174 II
43 WE 23 L 125 II
44 JE 37 L 161 II
45 DB 35 L 172 II
46 JR 38 L 200 II
47 DI 34 P 82 II
48 TSA 33 L 275 II
49 YH 27 L 120 II
50 E 38 L 74 II
51 MZN 30 L 132 II
52 RAP 34 L 410 II
53 OK 22 P 19 II
54 RHS 32 L 261 II
55 WF 39 P 28 II
56 WT 49 P 74 II
57 SN 48 L 46 II
58 NSK 30 P 25 II
59 DJ 29 P 33 II
60 LJ 35 L 100 II
61 NB 20 L 56 II
62 P 28 L 51 II
63 ST 34 P 28 II
64 MLL 25 P 210 II
65 MDS 31 L 214 I
66 DAR 23 L 274 I
67 WYA 20 L 328 I
68 ZNW 30 P 695 I
69 FIP 39 P 140 I
70 BD 20 P 232 I
71 APN 28 L 284 I
72 STA 21 L 387 I
73 DOL 28 L 166 I
74 HY 20 L 390 I
75 Z 20 L 211 I
76 AS 33 L 51 III
77 CF 29 L 63 III
78 IS 25 L 64 III
79 IK 41 L 82 III
80 SR 25 P 75 III
81 IM 31 P 150 III
82 II 20 L 85 III
83 AS 34 P 73 IV
84 IMD 28 L 36 IV
85 A 33 P 36 IV
86 WF 26 L 7 IV
87 APR 20 L 19 IV
88 SS 23 L 22 IV
89 RAP 32 P 14 III
90 CI 26 L 80 III
91 GH 20 L 50 III
92 NK 45 L 205 III
93 DX 32 P 284 III
94 LKS 26 L 32 II
95 DA 27 L 32 II
96 DS 35 L 135 II
97 SF 23 L 6 IV
98 CR 45 L 81 IV
99 RA 33 L 14 IV
100 MP 29 L 3 IV

Anda mungkin juga menyukai