Anda di halaman 1dari 43

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Caring

2.1.1 Pengertian Caring Secara Umum

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang
lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain
dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry,
2005). Selain itu, caring mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan
seseorang. Caring juga mempelajari berbagai macam philosofi dan etis perspektif.
Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara
pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya
kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti
yang penting terutama dalam praktik keperawatan.
Ada beberapa definisi caring yang diungkapkan para ahli keperawatan: Watson (1979) yang
terkenal dengan Theory of Human Caring, mempertegas bahwa caring sebagai jenis
hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh.
Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan
kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan
semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang

8
9

memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang
bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa
aman dan keselamatan klien (Carruth et al., 1999).
Griffin (1983) membagi konsep caring ke dalam dua domain utama. Salah satu konsep
caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara konsep caring yang lain
terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat melaksanakan fungsi keperawatannya.
Griffin menggambarkan caring dalam keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal
esensial yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah
cara dengan menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu kepada resepien. Aktivitas tersebut
menurut Griffin meliputi membantu, menolong, dan melayani orang yang mempunyai
kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antara perawat dengan pasien.

Hall (1969) mengemukakan perpaduan tiga aspek dalam teorinya. Sebagai seorang perawat,
kemampuan care, core, dan cure harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan
asuhan keperawatan yang optimal untuk klien. Care merupakan komponen penting yang
berasal dari naluri seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari
kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.
Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan
asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan (Julia,
1995).
10

2.1.2 Perbedaan Caring dan Curing

Perawat memerlukan kemampuan khusus saat melayani orang atau pasien yang sedang
menderita sakit. Kemampuan khusus tersebut mencakup keterampilan intelektual, teknikal,
dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring (Johnson, 1989). Caring merupakan
fenomena universal yang berhubungan dengan bagaimana seseorang berpikir, berperasaan,
dan bersikap terhadap orang lain. Dalam teori caring, human care merupakan hal yang
mendasar. Human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau
mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain, mencari arti dalam sakit,
penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan
dan pengendalian diri (Pasquali dan Arnold, 1989 dan Watson, 1979). Di samping itu, Watson
dalam Theory of Human Care mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan
transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan
melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien
untuk sembuh.

Dari sini kita tahu, caring bukan semata-mata perilaku. Sikap caring dalam memberikan
asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut,
sentuhan, memberikan harapan, selalu berada di samping klien, dan bersikap sebagai media
pemberi asuhan (Carruth et al., 1999). Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian
dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Perilaku caring perawat menjadi jaminan
apakah perawat bermutu atau tidak. Caring sebagai inti profesi keperawatan dan fokus sentral
11

dalam praktik keperawatan, bersifat universal dan terdiri dari perilaku-perilaku khusus yang
ditentukan oleh dan terjadi dalam konteks budaya. Di dalamnya memiliki makna yang
bersifat aktifitas, sikap (emosional) dan kehati-hatian (Barnum, 1994).
Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner (1989)
menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan. Diperkirakan bahwa sekitar
pelayanan kesehatan merupakan caring sedangkan -nya merupakan curing. Sebagai
seorang perawat, kemampuan care dan cure harus dipadukan secara seimbang sehingga
menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien. Curing sendiri memiliki
pengertian yaitu upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya untuk mengobati
pasien. Selain itu juga dapat dipahami bahwa curing merupakan ilmu yang empirik,
mengobati berdasarkan bukti/data dan mengobati dengan patofisiologi yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Hall (1969) mengemukakan perpaduan kedua aspek tersebut. Menurutnya, care merupakan
komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Sedangkan cure merupakan dasar
dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara total
kepada klien, maka kedua aspek ini harus dipadukan (Julia, 1995). Namun, tetap ada
perbedaan yang jelas diantara keduanya. Dalam UU no. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa
penyembuh penyakit dilaksanakan oleh tenaga dokter dan perawat melalui kegiatan
pengobatan dan/ atau keperawatan berdasarkan ilmu keperawatan. Dari situ terlihat bahwa
antara caring dan curing terdapat perbedaan. Caring merupakan
12

tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekundernya. Begitu pula curing, curing
merupakan tugas primer dokter dan caring sebagai tugas sekundernya. Curing merupakan
komponen dalam caring. Karena di dalam caring termasuk salah satunya adanya kolaborasi
dengan tim kesehatan lain untuk membantu penyembuhan klien. Jadi, tetap mempunyai
hubungan yang saling melengkapi.
Perbedaan antara caring dan curing dapat lebih jelas jika dilihat dari diagnosis, intervensi,
dan tujuannya. Di dalam caring terdapat diagnosis keperawatan yang merupakan suatu
kegiatan mengidentifikasi masalah dan penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien.
Sedangkan di dalam curing terdapat diagnosis medis yaitu suatu bentuk kinerja yang
mengungkapkan penyakit yang diderita klien. Dengan kata lain dapat disebut diagnosa
penyakit. Dalam caring lebih dititik-beratkan pada kebutuhan dan respon klien untuk
ditanggapi dengan pemberian perawatan. Berbeda dengan curing lebih memperhatikan
penyakit yang diderita serta penanggulangannya.

Selain itu, dapat juga dilihat dari intervensinya. Intervensi keperawatan (caring) yaitu
membantu klien memenuhi masalah klien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual dengan
tindakan keperawatan yang meliputi intervensi keperawatan, observasi, pendidikan
kesehatan, dan konseling. Sedangkan intervensi kedokteran (curing) lebih ke melakukan
tindakan pengobatan dengan obat (drug) dan tindakan operatif. Dari sini dapat dipahami
bahwa caring memperhatikan klien dari aspek fisik, psikologi, sosial, serta spiritualnya
sedangkan curing menekankan pada aspek kesehatan dan fisik kliennya.
13

Satu hal lagi yang dapat dipahami dari perbedaan caring dan curing yaitu dari aspek tujuan.
Tujuan dari perilaku caring, yaitu:

Membantu pelaksanaan rencana pengobatan atau terapi.

Membantu pasien/ klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi


kebutuhan dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan
kesehatan, dan meningkatkan fungsi dari tubuh pasien.

Sedangkan tujuan dari kegiatan curing adalah menentukan dan menyingkirkan penyebab
penyakit atau mengubah problem penyakit dan penanganannya.

Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa caring lebih kompleks
daripada curing. Karena caring memberikan pelayanan yang menyangkut seluruh kebutuhan
pasien baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. Curing hanya bagian dari caring.
Sebagai seorang perawat, kita harus mampu membedakannya dan melakukan caring dengan
sebaik-baiknya. Kesejahteraan klien didapat dari totalitas kita dalam melakukan caring.
Caring tidak akan pernah lepas dari profesi keperawatan. Karena caring merupakan esensi
keperawatan itu sendiri.

2.1.3. Konsep Caring menurut Beberapa Ahli Keperawatan

2.1.3.1 Teori Caring Menurut Watson

Caring merupakan sentral praktik keperawatan, tetapi hal ini lebih penting dalam kekacauan
lingkungan pelayanan kesehatan saat ini. Kebutuhan, tekanan, batas waktu dalam waktu
pelayanan kesehatan saat ini. Kebutuhan, tekanan, batas waktu dalam lingkungan pelayanan
kesehatan berada dalam ruang kecil praktik
14

caring yang membuat perawat dan profesi kesehatan klien (Watson, 2006 dalam Potter dan
Perry, 2006). Watson menjelaskan bahwa konsep dia didefinisikan untuk membawa arti baru
untuk paradigma keperawatan adalah berasal dari pengalaman empiris klinis dilantik
dikombinasikan dengan latar belakang filsafat saya, intelektual dan experiental : dengan
demikian pekerjaan awal saya muncul dari nila sendiri-sendiri, keyakinan, dan persepsi
tentang kepribadian, kehidupan, kesehatan, dan persepsi tentang kepribadian, kehidupan,
kesehatan, dan penyembuhan ( Watson, 1997 dalam Tomey & Alligood, 2006).

Dalam pandangan keperawatan Jean Watson, manusia diyakini sebagai person as a whole, as
a fully functional integrated self. Jean Watson mendefinisikan sehat sebagai kondisi yang
utuh dan selaras antara badan, pikiran, dan jiwa, ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian
antara diri yang dipersepsikan dan diri yang diwujudkan. Dari beberapa konsep sehat sakit di
atas dapat dikemukakan beberapa hal prinsip, antara lain:
Sehat menggambarkan suatu keutuhan kondisi seseorang yang sifatnya multidimensional,
yang dapat berfluktuasi tergantung dari interrelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi.
Kondisi sehat dapat dicapai, karena adanya kemampuan seseorang untuk beradaptasi
terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal.
Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang terhenti pada titik tertentu, tetapi
berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi pada lingkungan yang dinamis.
15

Fokus keperawatan ditujukan pada promosi kesehatan dan penyembuhan penyakit dan
dibangun dari sepuluh faktor karatif, yang meliputi :

Pembentukan sistem humanistic dan altruistic

Nilai-niai humanistic dan altruistic dipelajari sejak awal kehidupan tetapi dapat dipengaruhi
dengan sangat oleh para pendidik perawat. Faktor ini dapat didefinisikan sebagai kepuasan
melalui pemberian dan perpanjangan dari kesadaran diri.
Penanaman (melalui pendidikan) Faith-Hope

Merupakan hal yang sangat penting dalam caratif dan curatif. Perawat perlu selalu memiliki
berpikir positif sehingga dapat menularkan kepada klien yang akan membantu meningkatkan
kesembuhan dan kesejahteraan klien.
Pengembangan sensisitifitas atau kepekaan diri kepada orang lain Karena pikiran dan emosi
seseorang adalah jendela jiwa.
Pengembangan hubungan yang bersifat membantu dan saling percaya Sebuah hubungan
saling percaya digambarkan sebagai hubungan yang memfasilitasi untuk penerimaan
perasaan positif dan negatif yang termasuk dalam hal ini, kejujuran, empati, kehangatan dan
komunikasi efektif
Meningkatkan dan saling menerima pengungkapan ekspresi perasaan baik ekpresi perasaan
positif maupun negatif
Menggunakan metode ilmiah dan menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan
Meningkatkan dan memfasilitasi proses belajar mengajar yang bersifat interpersonal
16

Menciptakan lingkungan yang mendukung, melindungi dan meningkatkan atau memperbaiki


keadaan mental, sosial, kultural dan lingkungan spiritual
Membantu pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan antusias (kebutuhan-kebutuhan
survival, fungsional, integratif dan grup)
Mengembangkan kekuatan faktor excistensial phenomenologic

Dalam praktik keperawatan caring ditujukan untuk perawatan kesehatan yang holistik
dalam meningkatkan kontrol, pengetahuan dan promosi kesehatan (Tomey & Alligood,
2006).

Asumsi dasar teori watson terletak pada 7 asumsi dasar yang menjadi kerangka kerja dalam
pengembangan teori, yaitu:

Caring dapat dilakukan dan dipraktikan secara interpersonal.

Caring meliputi faktor-faktor karatif yang dihasilkan dari kepuasan terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar manusia.
Caring yang efektif akan menigkatkan status kesehatan dan perkembangan individu dan
keluarga.
Respon caring adalah menerima seseorang tidak hanya sebagai seseorang berdasarkan saat
ini tetapi seperti apa dia mungkin akan menjadi dimasa depannya.
Caring environment, menyediakan perkembangan potensi dan memberikan keluasan memilih
kegiatan yang terbaik bagi diri seseorang dalam waktu yang telah ditentukan.
Caring bersifat healthogenic daripada sekedar curing. Praktek caring mengitegrasikan
pengetahuan biopisikal dan perilaku manusia untuk
17

meningkatkan kesehatan. Dan untuk membantu pasien yang sakit, dimana caring melengkapi
curing.

Caring merupakan inti dari keperawatan (Tomey & Alligood, 2006).

Nilai-nilai yang mendasari konsep caring menurut Jean Watson (1979, dalam Tomey &
Alligood, 2006) meliputi:

Konsep tentang manusia

Manusia merupakan suatu fungsi yang utuh dari diri yang terintegrasi (ingin dirawat,
dihormati, mendapatkan asuhan, dipahami dan dibantu) Manusia pada dasarnya ingin merasa
dimiliki oleh lingkungan sekitarnya merasa dimiliki dan merasa menjadi bagian dari
kelompok atau masyarakat, dan merasa dicintai dan merasa mencintai.
Konsep tentang kesehatan

Kesehatan merupakan kuutuhan dan keharmonisan pikiran fungsi fisik dan fungsi sosial.
Menekankan pada fungsi pemeliharaan dan adaptasi untuk meningkatkan fungsi dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kesehatan merupakan keadaan terbebas dari keadaan
penyakit, dan Jean Watson menekankan pada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai
hal tersebut.
Konsep tentang lingkungan

Berdasarkan teori Jean Watson, caring dan nursing merupakan konstanta dalam setiap
keadaan di masyarakat. Perilaku caring tidak diwariskan dari generasi ke generasi
berikutnya, akan tetapi hal tersebut diwariskan dengan pengaruh budaya sebagai strategi
untuk melakukan mekanisme koping terhadap lingkungan tertentu.
18

Konsep tentang keperawatan

Keperawatan berfokus pada promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan caring ditujukan
untuk klien baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

2.1.3.2. Dimensi Caring Menurut K.M.Swanson

Menurut Swanson (1991 dalam Monica, 2008) ada lima asumsi yang mendasari konsep
caring. 5 konsep tersebut adalah :

Maintaining belief

Maintaining belief adalah mempertahankan iman dalam kapasitas orang lain, untuk
mendapatkan melalui suatu peristiwa atau transisi dan menghadapi masa depan dengan
bermakna. Tujuannya adalah untuk memungkinkan yang lain sehingga dalam batas-batas
kehidupannya, ia mampu menemukan makna dan mempertahankan sikap yang penuh
harapan.
Knowing

Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa seperti yang memiliki makna dalam
kehidupan yang lain. Mengetahui melibatkan untuk menghindari asumsi tentang makna dari
suatu peristiwa dengan yang merawat, yang berpusat pada kebutuhan lain, melakukan kajian
mendalam, mencari petunjuk verbal dan nonverbal, dan mengikutsertakan dari keduanya.
Being with

Being with adalah secara emosional hadir untuk yang lain dengan menyampaikan
ketersediaan berkelanjutan, perasaan berbagi, dan pemantauan yang peduli memberikan tidak
membebani orang dirawat.
19

Doing for

Doing for adalah melakukan untuk yang lain apa yang dia akan lakukan untuk diri sendiri
jika hal itu mungkin. Melakukan untuk yang lain berarti memberikan perawatan yang
nyaman, protektif, dan antisipatif, serta menjalankan tugasnya terampil dan kompeten sambil
menjaga martabat orang tersebut.
Enabling

Enabling adalah memfasilitasi bagian yang lain melalui transisi kehidupan dan peristiwa
asing dengan memberi informasi, menjelaskan, mendukung, dengan fokus pada masalah yang
relevan, berfikir melalui masalah, dan menghasilkan alternatif, sehingga meningkatkan
penyembuhan pribadi klien, pertumbuhan, dan perawatan diri.

2.1.4 Komponen Caring Menurut Beberapa Ahli Keperawatan

2.1.4.1 Komponen Caring Menurut Simon Roach

Menurut Roach (1995 dalam Kozier, Barbara, et.al, 2007) ada lima komponen caring. 5
komponen tersebut adalah:

Compassion (kasih sayang)

Compassion adalah kepekaan terhadap kesulitan dan kepedihan orang lain dapat berupa
membantu seseorang untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan untuk berbagi, dan
memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta memberikan dukungan secara
penuh.
20

Competence (kemampuan)

Competence adalah memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, energi dan


motivasi sebagai rasa tanggung jawab terhadap profesi. Compassion tanpa competence akan
terjadi kelalaian klinis, sebaliknya competence tanpa compassion menghasilkan suatu
tindakan.
Confidence (kepercayaan diri)

Confidence adalah suatu keadaan untuk memelihara hubungan antar manusia dengan penuh
percaya diri. Confidence dapat berupa ekpresi caring yang meningkatkan kepercayaan tanpa
mengabaikan kemampuan orang lain untuk tumbuh dan menyampaikan kebenaran.
Concience (suara hati)

Perawat memiliki standar moral yang tumbuh dari sistem nilai humanistik altruistik (peduli
kesejahteraan orang lain) yang dianut dan direfleksikan pada tingkah lakunya.

Commitment

Melakukan tugas secara konsekuen dan berkualitas terhadap tugas, orang, karier yang dipilih.

2.1.4.2 Komponen Caring Menurut K. M. Swanson

Swanson (1991) dalam Middle Theory of Caring mendeskripsikan 5 proses caring menjadi
lebih praktis, yaitu (1) Komponen Mempertahankan Keyakinan, mengaktualisasi diri untuk
menolong orang lain, mampu menolong orang lain dengan tulus, memberikan ketenangan
kepada klien, dan memiliki
21

sikap yang positif. (2) Komponen Pengetahuan, memberikan pemahaman klinis tentang
kondisi dan situasi klien, melakukan setiap tindakan berdasarkan aturan, dan menghindari
terjadinya komplikasi. (3) Komponen Kebersamaan, hadir secara emosional dengan orang
lain, mampu berbagi dengan klien secara tulus, dan membangun kepercayaan dengan klien.
(4) Komponen Tindakan yang Dilakukan, tindakan terapeutik seperti membuat nyaman,
antisipasi bahaya, dan intervensi yang kompeten. (5) Komponen Memungkinkan,
memberikan informed consent pada setiap tindakan, memberikan respon yang positif
terhadap keluhan klien (Monica, 2008).

2.1.5 Manfaat Caring

Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari oleh perilaku caring perawat mampu
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan caring yang diintegrasikan dengan
pengetahuan biofisikal dan pengetahuan mengenai perilaku manusia akan dapat
meningkatkan kesehatan individu dan memfasilitasi pemberian pelayanan kepada pasien.
Watson (1979 dalam Tomey & Alligod, 2006) menambahkan bahwa caring yang dilakukan
dengan efektif dapat mendorong kesehatan dan pertumbuhan individu. Selain itu, William
(1997) dalam penelitiannya, menemukan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi
mengenai perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan.
Dengan demikian, perilaku caring yang ditampilkan oleh seorang perawat akan
mempengaruhi kepuasan klien.
22

Perilaku caring perawat tidak hanya mampu meningkatkan kepuasan klien, namun juga dapat
menghasilkan keuntungan bagi rumah sakit. Godkin dan Godkin (2004) menyampaikan
bahwa perilaku caring dapat mendatangkan manfaat finansial bagi industri pelayanan
kesehatan. Issel dan Khan (1998) menambahkan bahwa perilaku caring staf kesehatan
mempunyai nilai ekonomi bagi rumah sakit karena perilaku ini berdampak bagi kepuasan
pasien. Dengan demikian, secara jelas dapat diketahui bahwa perilaku caring perawat dapat
memberikan kemanfaatan bagi pelayanan kesehatan karena dapat meningkatkan kesehatan
dan pertumbuhan individu serta meningkatakan kepuasan pasien sehingga akan
meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit dan pada akhirnya memberikan keuntungan
finansial bagi rumah sakit.

2.1.6 Perilaku Caring

Daftar dimensi caring (Caring Dimensions Inventory = CDI) yang didesain oleh Watson dan
Lea (1997 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008) merupakan instrumen yang dikembangkan untuk
meneliti perilaku perawat (perilaku caring). Daftar dimensi caring tersebut antara lain: CDI
1. Membantu klien dalam ADL.

CDI 2. Membuat catatan keperawatan mengenai klien.

CDI 3. Merasa bersalah /menyesal kepada klien

CDI 4. Memberikan pengetahuan kepada klien sebagai individu CDI 5. Menjelaskan


prosedur klinik
CDI 6. Berpakaian rapi ketika bekerja dengan klien
23

CDI 7. Duduk dengan klien

CDI 8. Mengidentifikasi gaya hidup klien

CDI 9. Melaporkan kondisi klien kepada perawat senior

CDI 10. Bersama klien selama prosedur klinik

CDI 11. Bersikap manis dengan klien

CDI 12. Mengorganisasi pekerjaan dengan perawat lain untuk klien CDI 13. Mendengarkan
klien
CDI 14. Konsultasi dengan dokter mengenai klien CDI 15. Menganjurkan klien mengenai
aspek self care
CDI 16. Melakukan sharing mengenai masalah pribadi dengan klien

CDI 17. Memberikan informasi mengenai klien

CDI 18. Mengukur tanda vital klien

CDI 19. Menempatkan kebutuhan klien sebelum kebutuhan pribadi

CDI 20. Bersikap kompeten dalam prosedur klinik

CDI 21. Melibatkan klien dalam perawatan

CDI 22. Memberikan jaminan mengenai prosedur klinik

CDI 23. Memberikan privacy kepada klien

CDI 24. Bersikap gembira dengan klien

CDI 25. Mengobservasi efek medikasi kepada klien

Hasil penelitian Amanda et al (1998 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008) menjelaskan bahwa
semua item pada CDI mempunyai korelasi positif dengan item lainnya kecuali CDI no. 3 dan
16.
24

2.1.6.1 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang
lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau
menyayangi. Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan
suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan
kepeduliannya kepada klien. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting
terutama dalam praktik keperawatan (Sartika, 2010).
Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien. Kemudian caring juga menekankan harga
diri individu, artinya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu
menghargai klien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa
memberikan pelayanan kesehatan yang tepat.
Tiga aspek penting yang mendasari keharusan perawat untuk care terhadap orang lain. Aspek
ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek spiritual dalam caring terhadap orang lain
yang sakit.

Aspek kontrak

Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawah kewajiban kontrak untuk
care. Radsma (1994) mengatakan, perawat memiliki tugas profesional untuk memberikan
care. Untuk itu, kita sebagai perawat yang profesional diharuskan untuk bersikap care
sebagai kontrak kerja kita.
25

Aspek etika

Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah, bagaimana membuat
keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi tertentu. Jenis pertanyaan ini akan
memengaruhi cara perawat memberikan asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu
merupakan suatu tindakan yang benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat dapat
memberikan kebahagiaan bagi orang lain.
Aspek spiritual

Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lain adalah ide utama.
Oleh karena itu, berarti bahwa perawat yang religious adalah orang yang care, bukan karena
dia seorang perawat tetapi lebih karena dia adalah anggota suatu agama atau kepercayaan,
perawat harus care terhadap klien.
Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan mengembangkan hubungan saling
percaya antara perawat dan klien. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan
bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan
cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.
Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui
bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, dan lain-lain (Kozier &
Erb, 1985 dalam Nurachmah, 2001).

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik, psikososial,


psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar perlu
dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya.
26

Perawat juga harus memberikan informasi kepada klien. Perawat bertanggungjawab akan
kesejahteraan dan kesehatan klien.

Caring mempuyai manfaat yang begitu besar dalam keperawatan dan seharusnya tercermin
dalam setiap interaksi perawat dengan klien, bukan dianggap sebagai sesuatu yang sulit
diwujudkan dengan alasan beban kerja yang tinggi, atau pengaturan manajemen asuhan
keperawatan ruangan yang kurang baik. Pelaksanaan caring akan meningkatkan mutu asuhan
keperawatan, memperbaiki image perawat di masyarakat dan membuat profesi keperawatan
memiliki tempat khusus di mata para pengguna jasa pelayanan kesehatan.

2.1.7 Proses Keperawatan Dalam Teori Caring

Watson (1979 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008) menekankan bahwa proses keperawatan
memiliki langkah-langkah yang sama dengan proses riset ilmiah, karena kedua proses
tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan menemukan solusi yang terbaik. Lebih
lanjut Watson menggambarkan kedua proses tersebut sebagai berikut:
Pengkajian

Meliputi observasi, identifikasi, dan review masalah; menggunakan pengetahuan dari


literature yang dapat diterapkan, melibatkan pengetahuan konseptual untuk pembentukan dan
konseptualisasi kerangka kerja yang digunakan untuk memandang dan mengkaji masalah
danpengkajian juga meliputi pendefinisian variabel yang akan diteliti dalam memecahkan
masalah Watson
27

(1979 dalam Julia, 1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji oleh perawat yaitu:

Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan untuk tetap hidup meliputi kebutuhan
nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi.
Lower order needs (psychophysical needs) yaitu kebutuhan untuk berfungsi, meliputi
kebutuhan aktifitas, aman, nyaman, seksualitas.
Higher order needs (psychosocial needs), yaitu kebutuhan integritas yang meliputi kebutuhan
akan penghargaan dan beraffiliasi.
Higher order needs (intrapersonalinterpersonal needs), yaitu kebutuhan untuk aktualisasi
diri.

Perencanaan:

Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable-variabel akan diteliti atau


diukur, meliputi suatu pendekatan konseptual atau desain untuk memecahan masalah yang
mengacu pada asuhan keperawatan serta meliputi penentuan data apa yang akan dikumpulkan
dan pada siapa dan bagaimana data akan dikumpulkan.
Implementasi:

Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana serta meliputi pengumpulan
data.
Evaluasi

Merupakan metode dan proses untuk menganalisa data, juga untuk meneliti efek dari
intervensi berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil,
28

tingkat dimana suatu tujuan yang positif tercapai, dan apakah hasil tersebut dapat
digeneralisasikan.

2.1.8 Persepsi Perawat Tentang Perilaku Caring

Berlawanan dengan perspektif pasien, Ford (1981 dalam Morrison & Burnard, 2009)
menggunakan sampel terdiri dari hampir 200 orang perawat untuk mendefinisikan caring
dalam kata-kata mereka sendiri dan untuk menggambarkan perilaku caring yang mereka
lakukan. Sebuah kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Analisis data
mengungkapkan dua kategori mayor yang merefleksikan: (1) perhatian tulus terhadap
terhadap kesejahteraan orang lain, dan (2) mempersembahkan diri sendiri.

Beberapa contoh perilaku caring yang dijelaskan oleh perawat dalam penelitian adalah
mendengarkan, menolong, menunjukan rasa hormat, dan mendukung tindakan orang lain.
Sudut pandang perawat gagal menitikberatkan dimensi tugas yang ditekankan dalam
penelitian lain yang melibatkan persepsi pasien, seperti yang dilaporkan oleh Brown (1982)
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Forrest (1989, dalam Morrison & Burnard, 2009) memberikan analisis fenomenologis
mengenai pengalaman perawat dalam caring terhadap pasien. Pendekatan fenomenologis
dikarakteristikkan dengan penekanannya pada pengalaman hidup. Pendekatan tersebut
berupaya memahami fenomena (dalam hal ini caring terhadap orang lain) dari perspektif
individu yang sedang diteliti. Aksennya adalah pada kedalaman bukan kuantitas dari data
yang dikumpulkan,
29

dan prosedur analisis yang sangat ketat juga harus dipatuhi. Dalam studi ini hanya 17
informan yang terlibat. Dua kategori mayor teridentifikasi, yaitu: (1) definisi caring dan (2)
faktor yang mempengaruhi caring.

Kategori pertama definisi caring dibagi lagi menjadi dua sub-kategori: keterlibatan dan
interaksi. Kategori kedua faktor yang mempengaruhi caring, dibagi lagi menjadi lima
tema: diri sendiri, pasien, frustasi, koping, dan kenyamanan, serta dukungan. Sekali lagi
perhatikan bagaimana perbedaan pendekatan terhadap masalah mempengaruhi tipe data yang
muncul dari riset. Dengan strategi yang sangat kualitatif dan mendalam, muncul gambaran
detail yang menyampaikan beberapa faktor kompleks yang mempengaruhi caring dalam
keperawatan.

2.1.9 Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring

Penilaian terhadap seorang perawat dapat terlihat dari perilaku Caring yang dimiliki perawat.
Teori Caring Swanson menyajikan permulaan yang baik untuk memahami kebiasaan dan
proses karakteristik pelayanan. Teori Caring Swanson (1991 dalam Monica, 2008)
menjelaskan tentang proses Caring yang terdiri dari bagaimana perawat mengerti kejadian
yang berarti di dalam hidup seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu hal kepada
orang lain sama seperti melakukan terhadap diri sendiri, memberi informasi dan
memudahkan jalan seseorang dalam menjalani transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan
seseorang dalam menjalani hidup (Potter & Perry, 2005).
30

Mengenali kebiasaan perawat yang dirasakan klien sebagai Caring menegaskan apa yang
klien harapkan dari pemberi pelayanan. Kemudian, klien menilai efektivitas perawat dalam
menjalankan tugasnya. Klien juga menilai pengaruh dari pelayanan keperawatan. Sikap
pelayanan yang dinilai klien terdiri dari bagaimana perawat menjadikan pertemuan yang
bermakna bagi klien, menjaga kebersamaan, dan bagaimana memberikan perhatian penuh.

Perbedaan persepsi klien dapat terlihat dari contoh berikut. Contoh pertama, perawat masuk
ke kamar klien dengan memberi salam dan senyuman, lalu melakukan kontak mata,
kemudian duduk, menyentuh klien dan bertanya tentang apa yang ada dipikiran klien lalu
mendengarkannya, kemudian memeriksa cairan intravena, mengkaji, dan memeriksa
rangkuman tanda vital klien sebelum meninggalkan ruangan. Contoh kedua, perawat masuk
ke kamar klien kemudian memeriksa cairan intravena, memeriksa rangkuman tanda vital,
melakukan salam tanpa duduk dan menyentuh klien, perawat bertanya tentang keadaan klien
kemudian pergi.
Pada contoh pertama terlihat kepedulian dan keramahan perawat sehingga klien merasa
nyaman. Contoh kedua mengekspresikan ketidakpedulian terhadap masalah klien sehingga
klien merasa kurang nyaman. Persepsi klien dapat berbeda-beda karena semua klien memiliki
ciri khas. Persepsi klien menjadi hal yang penting bagi perawat dalam meningkatkan
kemampuan.
Penelitian terhadap persepi klien penting karena pelayanan merupakan fokus terbesar dari
tingkat kepuasan klien. Tingkat kepuasan klien dapat dinilai
31

dari bagaimana klien menggunakan sistem pelayanan kesehatan. Apa keuntungan yang klien
dapat juga sebagai indikator tingkat kepuasan klien.
Jika perawat memili sikap sensitif, simpatik, melindungi klien, memberi kenyamanan,
menunjukkan kemampuan, maka klien merasa lebih dekat serta mudah berbagi perasaan yang
dimilikinya. Klien merasa semakin puas saat perawat melakukan tindakan Caring. Pelayanan
keperawatan yang baik terdiri dari perhatian yang penuh, hubungan kerja yang baik, serta
perilaku Caring. Kepuasan klien tidak hanya terlihat dari kepuasan pelayanan kesehatan
tetapi juga kepuasan terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
Kepuasan klien juga merupakan faktor penting dalam memutuskan kembali untuk berobat
atau menjalani tindakan keperawatan. Tindakan Caring membangun kepercayaan klien
terhadap kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan. Kepercayaan pada tindakan
keperawatan juga memunculkan kepercayaan terhadap institusi kesehatan.

Hal yang penting adalah mengetahui bagaimana klien menerima Caring dan pendekatan apa
yang paling baik dalam menyelenggarakan pelayanan. Sikap Caring merupakan permulaan
yang baik. Hal ini juga penting untuk menjelaskan persepsi dan harapan khusus klien.
Membangun suatu hubungan yang baik terhadap klien dapat membantu perawat mengetahui
apa yang penting bagi klien. Sikap ini juga membantu perawat mengatasi perbedaan antara
persepsi perawat dan klien tentang Caring. Perawat harus mengetahui siapa klien dan
mengenali klien agar suatu hubungan yang baik terwujud dan perawat mampu memilih
pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.
32

2.1.10 Cara Mengukur Perilaku Caring

Perilaku caring dapat diukur dengan beberapa alat ukur (tools) yang telah dikembangkan oleh
para peneliti yang membahas ilmu caring. Beberapa penelitian tentang caring bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Watson (2009) menyatakan bahwa pengukuran caring
merupakan proses mengurangi subyektifitas, fenomena manusia yang bersifat invisible (tidak
terlihat) yang terkadang bersifat pribadi, ke bentuk yang lebih obyektif. Oleh karena itu,
penggunaan alat ukur formal dapat mengurangi subyektifitas pengukuran perilaku caring.

Tujuan pemakaian alat ukur formal pada penelitian keperawatan tentang perilaku caring
antara lain: untuk memperbaiki caring secara terus menerus melalui penggunaan hasil
(outcomes) dan intervensi yang berarti untuk memperbaiki praktik keperawatan; sebagai studi
banding (benchmarking) struktur, setting, dan lingkungan yang lebih menujukkan caring;
mengevaluasi konsekuensi caring dan non caring pada pasien maupun perawat. Alat ukur
formal caring dapat menghasilkan model pelaporan perawatan pada area praktik tertentu,
mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan proses caring dan melakukan intervensi untuk
memperbaiki dan menghasilkan model praktik yang lebih sempurna. Selain itu, penggunaan
alat ukur formal dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan caring,
kesehatan dan proses kesembuhan dan sebagai validasi empiris untuk memperluas teori
caring serta memberikan petunjuk baru bagi perkembangan kurikulum, keilmuan
keperawatan, dan ilmu kesehatan termasuk penelitian (Watson, 2009).
33

Pengukuran perilaku caring perawat dapat dilakukan melalui pengukuran persepsi pasien
terhadap perilaku caring perawat. Penggunaan persepsi pasien dalam pengukuran perilaku
caring perawat dapat memberikan hasil yang lebih sensitif karena pasien adalah individu
yang menerima langsung perilaku dan tindakan perawat termasuk perilaku caring (Rego,
Godinho, McQueen, 2008).
Beberapa alat ukur formal yang mengukur perilaku caring perawat berdasarkan persepsi
pasien antara lain caring behaviors assesment tool (digunakan oleh Cronin dan Harrison,
1988), caring behavior checklist and client perception of caring (digunakan oleh McDaniel,
1990), caring professional scale (digunakan oleh Swanson, 2000), caring assesment tools
(digunakan oleh Duffy, 1992, 2001), caring factor survey (digunakan oleh Nelson, Watson,
dan Inovahelath, 2008).
Caring behaviors assesment tool (CBA) dilaporkan sebagai salah satu alat ukur pertama yang
dikembangkan untuk mengkaji caring. CBA dikembangkan berdasarkan teori Watson dan
menggunakan 10 faktor karatif. CBA terdiri dari 63 perilaku caring perawat yang
dikelompokkan menjadi 7 subskala yang disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor
karatif pertama dikelompokkan menjadi satu subskala. Enam faktor karatif lainnya mewakili
semua aspek dari caring. Alat ukur ini menggunakan skala Likert (5 poin) yang
merefleksikan derajat perilaku caring menurut persepsi pasien (Watson, 2009).

Validitas dan reliabilitas alat ukur ini telah diuji oleh empat ahli berdasarkan teori Watson.
Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson, 2009) meneliti 22 pasien infark miokard,
kemudian Huggins et.al (1993 dalam Watson,
34

2009) meneliti 288 pasien ruang emergensi. Mereka menggunakan Alpa Cronbach pada 7
subskala yang berkisar antara 0,66 sampai 0.90.
Selain itu, Schultz, et.al. (1999 dalam Watson 2009) menggunakan alat ukur ini dengan tes
reliabilitas dengan kisaran 0.71 sampai 0,88 pada subskala, dan Alpa Cronbach 0.93 pada
skala total. Penelitian terbaru oleh Manogin, Bechtel, dan Rami (2000 dalam Watson, 2009)
menggunakan CBA, mereka melaporkan reliabilitas Alpa Cronbach tiap subskala berkisar
dari 0,66 sampai 0.90. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson 2009) menemukan dua
perilaku caring paling penting menurut pasien yaitu membuat saya merasa sebagai
seseorang jika saya membutuhkan mereka, dan tahu apa yang mereka lakukan. Sedangkan
perilaku caring yang paling tidak penting menurut pasien adalah mendatangi saya ketika
saya pindah ke rumah sakit lain dan menanyakan kepada saya apa nama panggilan
kesukaan saya. Ini menunjukan bahwa perilaku caring yang paling penting menurut pasien
yaitu bagaimana perawat menampilkan kemampuan profesionalnya.

Alat ukur caring behavior checklist (CBC) and client percepstion of caring (CPC)
dikembangkan oleh McDaniel (1990 dalam Watson 2009) dengan dua jenis pengukuran.
McDaniel membedakan caring for dan caring about. CBC didesain untuk mengukur
ada tidaknya perilaku caring (observasi). CPC merupakan kuesioner yang mengukur respon
pasien terhadap perilaku caring perawat. Dua alat ukur ini digunakan bersama-sama untuk
melihat proses caring.
CBC terdiri dari 12 item perilaku caring. Alat ukur ini membutuhkan seorang observer yang
menilai interaksi perawat-pasien selama 30 menit. Rentang nilai 0
35

(nol) sampai 12 (dua belas), nilai tertinggi menunjukkan ada perilaku caring yang
ditampilkan. CPC ditunjukkan kepada pasien setelah diobservasi. Alat ukur ini terdiri dari 10
item dengan 6 rentang skala. Rentang skor 10 sampai 60, dimana skor tertinggi menunjukkan
derajat perilaku caring yang ditunjukkan yang dipersepsikan pasien bernilai tinggi, begitu
juga sebaliknya (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).
Validitas CBC menggunakan Content Validity Index (CVI) yakni sebesar 0,80. Reliabilitas
CPC menggunakan konsistensi internal yakni alpa sebesar 0.81. reliabilitas CBC
menggunakan pernyataan interater dan dihasilkan nilai rentang 0,76 sampai1,00, dimana 8
dari 12 item adalah 0,90 atau di atas rata-rata (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).
Alat ukur caring professional scale (CPS) dikembangkan oleh Swanson (2000, dalam Watson
2009) dengan menggunakan teori caring Swanson (suatu middle range theory yang
dikembangkan berdasarkan penelitiannya pada 185 ribu yang mengalami keguguran). CPS
terdiri dari dua subskala analitik yaitu Compassoionate Healer dan Competent Practitioner,
yang berasal dari 5 komponen caring Swanson yakni mengetahui, keberadaan, melakukan
tindakan, memampukan, dan mempertahankan kepercayaan.

CPS terdiri dari 14 item dengan 5 skala Likert. Validitas dan reliabilitas CPS dikembangkan
dengan menghubungkan alat ukur CPS dengan subskala empati The Barret-Lenart
Relationship Inventory (r=0,61, p<0,001). Nilai estimasi Alpa Cronbach untuk konsistensi
internal digunakan untuk
36

membandingkan beberapa tenaga kesehatan advance practice nurse (0,74 sampai 0,96), nurse
(0,97), dan dokter (0.96).
Alat ukur caring assesment tools (CAT) dikembangkan oleh Duffy (1990 dalam Watson,
2009) pada program doktoralnya. Alat ukur ini didesain untuk penelitian deskriptif korelasi.
CAT menggunakan konsep teori Watson dan mengukur 10 faktor kuratif. Alat ukur ini terdiri
dari 100 item dengan menggunakan skala Likert dari 1 (caring rendah) sampai 5 (caring
tinggi), sehingga kemungkinan skor total berkisar antara 100 samapai 500. Sampel penilitian
yang digunakan saat itu dalah 86 pasien medikal bedah.

Duffy (1993 dalam Watson 2009) mengembangkan CAT versi admin (CAT-admin) yang
mengukur persepsi perawat tentang manajer mereka untuk administrasi riset keperawatan.
Alat ukur ini menambahkan pertanyaan kualitatif pada versi CAT original, dan masih
menggunakan 10 faktor karatif. CAT-admin diuji pada 56 perawat part-time dan full-time,
dan diperoleh nilai Alpa Cronbach sebesar 0,98. Kemudian pada tahun 2001, CAT
dikembangkan oleh Duffy ke versi CAT-edu yang didesain menggunakan pendidikan
keperawatan, dengan sampel 71 siswa program sarjana dan magister. CAT-edu terdiri dari 95
item pertanyaan dengan 5 poin skala Likert. Nilai Alpa Cronbach sebesar 0,98.

Caring factor survey (CFS) merupakan alat ukur terbaru yang menguji hubungan caring dan
cinta universal (caritas). Caritas merupakan merupakan pandangan baru Watson tentang
caring (2008). CFS mengkaji penggunaan caring fisik, mental, dan spiritual yang dilaporkan
oleh pasien yang mereka lewat. CFS dikembangkan oleh Karen Drenkard, John Nelson, Gene
Rigotti dan Jean Watson
37

dengan bantuan program riset dari Inovahealth di Virginia. Alat ukur ini awalnya terdiri 20
item kemudian direduksi menjadi 10 item pertanyaan, tiap pernyataan mewakili satu proses
caritas. CFS menggunakan skala Likert dari 1 sampai 7. Skala terendah (1-3) mengindikasi
tidak setuju, 7 sangat setuju, dan 4 netral. Semua item berupa pernyataan positif, ditujukan
kepada pasien atau keluarga pasien. Nilai Alpa Cronbach pada 20 pernyataan adalah 0,70
kemudian 20 item tersebut direduksi menjadi 10 item untuk menaikkan nilai Alpa Cronbach
(Watson, 2009).
Beberapa alat ukur di atas merupakan instumen yang dapat digunakan untuk mengukur
perilaku caring perawat menurut persepsi pasien. Penilaian ini tentunya sangat bergantung
dari persepsi pasien terhadap tindakan atau pelayanan yang diterimanya dari perawat.

2.2 Keperawatan Perioperatif

2.2.1 Pengertian

Keperawatan perioperatif adalah hasil dari perkembangan keperawatan kamar operasi. Fokus
keperawatan perioperatif sekarang adalah pasien, bukan prosedur atau teknik (patient-
oriented, bukan task-oriented). Pembedahan dibagi atas tiga fase atau tahap, yaitu pra
operatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Ketiga tahap ini disebut ini periode perioperatif
(Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Fase praoperatif dimulai ketika keputusan diambil untuk melaksanakan intervensi
pembedahan. Termasuk dalam kegiatan perawatan dalam tahap ini adalah pengkajian
praoperasi mengenai status fisik, psikologis, dan sosial pasien,
38

rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya, dan implementasi


intervensi keperawatan yang telah direncanakan. Tahap ini berakhir ketika pasien diantar ke
kamar operasi dan diserahkan ke perawat bedah untuk perawatan selanjutnya (Baradero,
Dayrit, Siswadi, 2009).
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Tahap ini berakhir
ketika pasien dipindahkan ke post anesthesia care unit (PACU) atau yang dahulu disebut
ruang pemulihan (recovery room, RR). Dalam tahap ini, tanggung jawab perawat terfokus
pada kelanjutan dari pengkajian fisiologis, psikologis dan mengimplementasikan intervensi
untuk keamanan dan privasi pasien, mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan.
Termasuk intervensi keperawatan yang spesifik adalah memberi dukungan emosional ketika
anestesia dimulai (induksi anestesia) dan selama prosedur pembedahan berlangsung,
mengatur dan mempertahankan posisi tubuh yang fungsional, mempertahankan asepsis,
melindungi pasien dari bahaya arus listrik (dan alat-alat yang dipakai seperti electrocautery),
membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, menjamin ketepatan
hitungan kasa dan instrumen, membantu dokter bedah, mengadakan komunikasi dengan
keluarga pasien dan anggota tim kesehatan yang lain.

Fase pascaoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan berakhir pada waktu
pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam kegiatan perawatan adalah mengkaji
perubahan fisik dan psikologis; memantau kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital, dan
status neurologis secara teratur;
39

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit; mengkaji secara akurat serta haluaran
dari semua drain (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

2.2.2 Penatalaksanaan Keperawatan

Pada pertemuan pertama dengan pasien, perawat sudah mulai melakukan pengkajian dan
diteruskan selama periode perioperatif. Pengkajian yang dibuat harus holistik, yaitu
menyangkut kebutuhan fisiologis, psikologis, spiritual, dan sosial pasien dan keluarga atau
orang penting bagi pasien. Riwayat kesehatan yang lengkap harus dikaji agar faktor yang
menjadi risiko pembedahan dapat diketahui dan dicegah atau dikurangi (Gruendemann &
Fernsebner, 2006).

2.2.3. Pengkajian

2.2.3.1 Riwayat Keperawatan/Kesehatan

Pengumpulan data subjektif praoperasi meliputi usia, alergi (iodin, medikasi, lateks, larutan
antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester), obat dan zat lain yang sedang dipakai (obat
dari dokter, obat dibeli sendiri tanpa resep dari dokter, rokok, lakohol), tinjauan sistem tubuh,
pengalaman pembedahan yang dulu dan yang sekarang, latar belakang kebudayaan (termasuk
kepercayaan, keyakinan, agama), dan psikososial (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Usia.

Usia bisa mempengaruhi pembedahan dan hasil pascaoperasi. Pada usia 30-40

tahun, kapasitas fungsional dari sistem tubuh menurun sekitar 1% setiap tahunnya.
40

Alergi.

Pasien harus dikaji untuk mengetahui adanya alergi terhadap iodin, lateks,

obat-obatan, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester. Informasi mengenai alergi
penting sekali karena hampir semua bahan tersebut dipakai dalam pembedahan.
Obat dan zat yang digunakan.

Data mengenai pemakaian obat-obatan (yang dibeli sendiri) atau zat tertentu,

rokok, dan alkohol harus dikaji. Data ini penting sekali karena zat atau obat-obatan ini dapat
menimbulkan efek yang tidak baik pada anestesia dan berisiko menimbulkan komplikasi
intraoperasi dan pascaoperasi. Penyalahgunaan obat tertentu atau alkohol dapat mengubah
efek anestetik dan analgesik. d. Riwayat medis.
Pemeriksaan ulang terhadap sistem tubuh sangat penting untuk mengetahui status
imunologis, endokrin, kardiovaskular, pernapasan, ginjal, gastrointestinal, neurologis,
muskuloskeletal, dam dermatologis. Perawat menggali riwayat penyakit sistemik atau kronis
yang perrnah dialami pasien. Pasien kronis atau sistemik bisa meningkatkan potensi
komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi. e. Status nutrisi.
Pasien dengan gangguan nutrisi berisiko tinggi mengalami komplikasi karena pembedahan
atau anestesi. Individu yang cenderung memiliki nutrisi yang tidak adekuat adalah mereka
yang lanjut usia, yang mengalami gangguan gastrointestinal atau malignansi.
41

Pengalaman pembedahan terdahulu dan sekarang.

Pengertian pasien mengenai pembedahan yang akan dilaksanakan dan rutinitas

praoperasi dan pascaoperasi harus dikaji. Perawat perlu juga mengkaji harapan pasien
terhadap pembedahan yang akan dijalaninya. Di samping itu, perlu juga informasi dari pasien
mengenai pengalamannya tentang pembedahan dan anestesi yang pernah dialaminya.. data ini
bisa membuat dokter bedah, ahli anestesi, dan perawat sadar akan respons pasien dan
komplikasi yang mungkin bisa timbul.
Latar belakang budaya dan agama.

Kebudayaan dan kepercayaan bisa mempengaruhi respons seorang terhadap

kesehatan, sakit, pembedahan, dan kematian. Perawat harus sadar akan perbedaan
kebudayaan agar ia bisa mengerti respons pasien dan keluarganya terhadap pembedahan dan
nyeri yang dialami pasien. Ajaran agama dan iman bisa menjadi sumber kekuatan dan
penghiburan untuk pasien dan keluarga. Perbedaan ajaran agama perlu juga diperhatikan dan
dihargai.
Psikososial.

Pengkajian psikososial, yaitu data subjektif dan objektif. Pengetahuan dan

persepsi pasien tentang pembedahannya dapat ditanyakan langsung pada pasien. Pengetahuan
pasien mengenai pembedahannya perlu diketahui oleh perawat agar perawat dapat memberi
penjelasan lebih lanjut. Perawat juga perlu mengetahui bagaimana persepsi pasien mengenai
pembedahannya karena biasanya berespons sesuai persepsinya (Baradero, Dayrit, Siswadi,
2009).
42

2.2.4 Pemeriksaan fisik dan diagnostik

Perawat melakukan pemeriksaan head to toe (dari kepala sampai ke ibu jari kaki). Pada
tahap praoperatif, data objektif dikumpulkan dengan dua tujuan, yaitu memperoleh data dasar
(baseline data) untuk digunakan sebagai pembanding data pada tahap intraoperatif dan tahap
pascaoperatif dan mengetahui masalah potensial yang memerlukan penanganan sebelum
pembedahan dilaksanakan (Gruendemann & Fernsebner, 2006).
Pengkajian praoperasi mengenai status sistem pernapasan perlu dikaji dengan teliti.
Terganggunya ventilasi karena efek dari anestesia serta meningkatnya sekresi mukus bisa
mengakibatkan atelektasis dan pneumonia. Untuk menghindari komplikasi dan
mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi, perlu dilakukan pengkajian praoperasi terhadap
status pernapasan. Pasien yang berisiko tinggi ini adalah:
Pasien yang akan menjalani pembedahan pada abdomen atas dan pembedahan toraks
Pasien yang akan menerima anestetik inhalasi

Pasien obesitas

Pasien perokok

Pasien dengan penyakit paru kronis

Pasien lansia

Pengkajian praoperasi untuk sistem kardiovaskular dilaksanakan guna mengetahui apakah


ada penyakit jantung. Tanda vital harus dikaji, auskultasi jantung dilakukan dengan
memerhatikan adanya murmur atau iregularitas.
43

Ekstremitas juga diperiksa kualitas dan pola perifernya, pengisian kapiler, warna, dan suhu
kulit serta adanya edema.
Fungsi ginjal yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Perawat memantau jumlah urine, warna, bau, kekeruhan atau kejernihan.
Infeksi saluran kemih perlu diobati sebelum pembedahan dilaksanakan.
Pengkajian muskuloskeletal dilakukan. Abnormalitas pada struktur sendi atau keterbatasan
gerak sendi menjadi masalah dalam memosisikan tubuh saat pembedahan. Termasuk dalam
pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran, orientasi, fungsi motorik, dan sensorik. Data
mengenai status neurologis ini diperlukan sebagai data dasar untuk mendeteksi apabila ada
kelainan yang timbul selam periode perioperatif.
Gangguan pada intregitas kulit dapat menyulitkan dalam mengatur posisi tubuh intraoperasi
atau meletakkan alat selama pembedahan berlangsung. Status nutrisi dapat mempengaruhi
hasil pembedahan.
Status hidrasi perlu dikaji karena ada kemungkinan terjadi perubahan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat status puasa, pemberian cairan intravena, perdarahan intraoperasi dan
pascaoperasi, dan keluarnya banyak drainase dari luka.
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya perlu dilaksanakan sebelum pembedahan
dapat dilakukan. Luasnya pemeriksaan laboratorium ditentukan oleh usia dan keadaan fisik
pasien, jenis pembedahan, anestetik yang dipakai, dan kebijakan atau protokol rumah sakit
tempat pasien dirawat. Protokol
44

yang lazim dilakukan adalah EKG dan cardiac clearance untuk pasien berusia 40 tahun ke
atas, dan pemeriksaan darah lengkap (hitung darah lengkap), elektrolit, dan urinalisis rutin
untuk semua pasien. Pemeriksaan tambahan dilakukan sesuai riwayat medis pasien dan faktor
risiko. Apabila diantisipasi kemungkinan adanya perdarahan intraoperasi, golongan darah dan
pencocokan silang harus dilakukan.

Pengkajian ansietas pra operasi perlu dilaksanakan sebelum pembedahan dapat dilakukan.
Pengkajian ansietas ini terdiri dari:
Data subjektif

Pengetahuan dan pengertian tentang pembedahan yang dilakukan

Area yang dibedah

Jenis pembedahan

Informasi dokter bedah tentang kamar bedahnya, lamanya perawatan di rumah sakit, dan
pembatasan pasca operasi
Rutinitas pra operasi

Rutinitas pasca operasi

Pemeriksaan laboratorium

Pengalaman mengenai pembedahan terdahulu

Jenis dan sifat pembedahan

Jarak waktu pembedahan terdahulu dan sekarang

Keprihatinan atau perasaan yang spesifik mengenai pembedahan yang sekarang


Arti agama dalam hidup pasien

Individu yang berarti bagi pasien


45

Jarak geografis

Persepsi pasien tentang dukungan yang bisa diberikan orang berarti baginya
Perubahan pola tidur

Data objektif

Pola bicara

Topik yang sama diulang

Terus-menerus mengubah pembicaraan

Menghindari pembicaraan yang menyangkut perasaan

Kemampuan berinteraksi dengan orang lain

Fisik

Kecepatan nadi dan pernapasan meningkat

Keringat di telapak tangan

Kedua tangan tak bisa diam

Sering berkemih (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

2.2.5 Persiapan Akhir Pembedahan

Pada tahap akhir praoperatif, perawat bertanggung jawab atas kesiapan dan keamanan
pemindahan pasien ke ruang bedah. Semua barang milik pasien harus diidentifikasi dan
diamankan. Pasien memakai pakaian rumah sakit dan semua pakaian pribadinya dilepas.
Apabila pasien memakai cat kuku, cat kukunya harus dihapus agar dapat mengkaji lapisan
kapiler dengan akurat. Perhiasan juga dilepas, kecuali cincin kawin. Kaca mata dan semua
prostesis (gigi, bola mata,
46

tangan/kaki palsu, dan sebagainya) dilepas, diidentifikasi, dan diamankan. Perawat harus
memeriksa apakah pasien memakai gigi palsu. Gigi palsu yang tidak dilepas bisa
membahayakan saluran napas karena bisa menghambat saluran napas apabial terlepas ketika
induksi anestesia. Pasien yang ingin membawa benda religius biasanya diizinkan (Baradero,
Dayrit, Siswadi, 2009).
Premedikasi

Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus memeriksa kembali apakah formulir informed
consent telah diisi dan ditandatangani. Formulir informed consent diletakkan paling depan
pada status pasien. Tujuan dari premedikasi adalah mengurangi rasa cemas dan memberiakn
sedatif atau hipnotik, mengurangi sekresi saliva dan sekresi gaster, mengurangi nyeri dan rasa
tidak nyaman (narkotik). Premedikasi bisa diberikan on call to the O.R (kamar operasi
memberi tahu untuk diberikan premedikasi) atau bisa juga diberikan di kamar operasi
sebelum induksi anestesia. Premedikasi bisa juga tidak diberikan sesuai keinginan ahli
anestesi. Setelah premedikasi diberikan, pasien tidak boleh lagi turun dari tempat tidur.
Keamanan pasien harus diperhatikan dengan cara memasang pagar tempat tidur (Baradero,
Dayrit, Siswadi, 2009).

Daftar periksa praoperasi (checklist praoperatif).

Daftar periksa praoperasi adalah ringkasan persiapan pasien sebelum pembedahan. Tanda-
tanda vital praoperasi harus didokumentasikan. Data ini bisa dijadikan sebagai data dasar
untuk mengidentifikasi perubahan yang dapat timbul pada tahap intraoperatif dan
pascaoperatif. Apabila kateter Foley tidak dipasang, pasien diminta untuk berkemih, dan
jumlah urine dicatat pada statusnya. Pasien
47

dipindahkan ke kamar operasi bersama dengan statusnya yang lengkap dan dokumen lain
yang diperlukan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

2.2.6 Pengendalian Infeksi

Kebijakan dan prosedur untuk mengendalikan infeksi harus memberi petunjuk mengenai
teknik aseptik di kamar operasi. Kebijakan dan prosedur harus didasarkan pada prinsip
mikrobiologi dan bakteriologi. Semua anggota tim bedah mempyunyai tangguag jawab untuk
mempertahankan teknik aseptik yang ketat. Sangat penting bagi setiap perawat bedah
(perawat kamar operasi) untuk memiliki surgical conscience (hati nurani bedah). Perawat
bedah yang mempunyai surgical conscience akan mengikuti dan melakasanakan semua
prosedur kamar operasi dengan memperhatikan secara ketat teknik aseptik bedah.
Pelanggaran atau kelalaian betapa pun kecilnya terhadap teknik aseptik dapat membuat ia
merasa bersalah. Perawat bedah yang memiliki surgical conscience juga mengamati dan
mengevaluasi pasien, lingkungan kamar operasi, dan personel. Ia juga mengerti prinsip
aseptik dan teknik steril, serta berani menegur personel yang tidak memperhatikan prinsip
aseptik dan teknik steril (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

2.2.7 Caring di Keperawatan Perioperatif

Keperawatan adalah profesi pelayanan yang didasarkan pada kebutuhan ilmiah untuk
penyelidikan yang efektif dan seni mengomunikasikan sensitivitas pada aktivitas fisik,
psikososial, dan ekonomi perawatan klien. Etik adalah cabang
48

dari filosofi, yang mengacu pada proses pemikiran rasional dalam upaya menentukan
tindakan yang benar. Etik terapan mengarah pada pertanyaan tentang apa yang sebaiknya
individu perbuat dalam situasi tertentu. Individu yang menghadapi masalah etis tidak
mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya benar atau salah (Curtin, 1994 dalam
Gruendemann & Fernsebner, 2006).
Persoalan moral timbul pada semua aspek keperawatan, dari ruang kedaruratan sampai
fasilitas perawatan tingkat lanjut dan perawatan kesehatan di rumah. Area perioperatif dinilai
lebih nyata dibandingkan area lain karena perawat merawat klien yang cenderung mengalami
ketidaksadaran selama anestesia dan pembedahan. Berbagai masalah etis antara lain: respek
yang kurang terhadap martabat klien; melakukan tes atau tindakan yang tidak perlu;
berbohong pada klien; kekhawatiran mengenai benar tidaknya klien diberi persetujuan
tindakan; tidak menghormati instruksi do not resuscitate klien; menunda dan menghentikan
hidrasi dan nutrisi; dan menghentikan pada mereka yang tidak lagi mau mengusahakannya.
Kebutuhan akan reformasi perawatan kesehatan telah meningkatkan kesadaran terhadap
persoalan alokasi dan distribusi sumber yang diperlukan untuk merawat klien dengan aman
dan adekuat. Sering kali sumber ini meliputi waktu perawatan, keterampilan, pengetahuan,
dan keahlian, dan ketika sumber ini kurang, keamanan dan kesejahteraan klien terancam
(Reilly & Behrens-Hanna, 1991 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Konsep caring dalam keperawatan adalah fundamental. Perawat dikatakan bermoral, jika
mereka bertindak menurut aturan yang benar. Caring adalah ide moral keperawatan yang
menghasilkan perlindungan, peningkatan, dan
49

pemeliharaan martabat manusia (Reilly & Behrens-Hanna, 1991 dalam Gruendemann &
Fernsebner, 2006).

Caring pada keperawatan perioperatif di departemen operasi adalah suatu model perawatan
kesehatan yang penting dan meskipun sudah banyak penelitian yang berfokus pada kualitas
perawatan perioperatif tetapi masih dibutuhkan pengembangan alat ukur pada caring di
keperawatan perioperatif (Donmez & Ozbayr, 2010).

Terdapat banyak sumber yang dapat membantu perawat perioperatif dalam membuat
keputusan. American Nurses Association Code for Nurses with Interpretative Statements-
Explication for Perioperative Nurse (1993) memberikan dukungan kepada perawat sebagai
advokat dari keseluruhan contoh yang mewakili sebelas pernyataan kode. American Nurses
Association Statement Regarding Risk and Responsibilty in Providing Nursing Care (1986)
juga membantu perawat untuk menentukan risiko bahaya yang lebih besar bagi dirinya
dibandingkan bagi klien jika perawatan diberikan. Karena setiap perawat menentukan risiko
mereka sendiri, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam profesi tersebut. Sumber
lain adalah komite etik rumah sakit. Komite keperawatan atau komite interdisipliner
merupakan komite etik rumah sakit yang dibentuk untuk mengembangkan rekomendasi
kebijakan, mendidik, dan berpartisipasi dalam tinjauan kasus retrospektif atau prospektif
(Hamblet, 1994 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keperawatan perioperatif dapat membantu


intervensi dan implementasi dari proses keperawatan dengan cara
50

memberikan sebuah kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan ekspekrasi mereka


dan menerima informasi. Hal ini dapat mengurangi kecemasan dan stres yang dialami pasien
pada fase perioperatif. Meskipun ekspresi pasien dan perawat dalam proses ini belum
dipelajari sebelumnya (Lindwall, Post, Bergbom, 2003).

Berdasarkan beberapa penelitian, satu dari alasan mengapa klien dan perawat memiliki
perbedaan persepsi tentang perilaku caring perawat perioperatif adalah ketidakadekuatan
komunikasi (Donmez & Ozbayr, 2010).

Anda mungkin juga menyukai