Anda di halaman 1dari 105

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya buku
yang berjudul EKONOMI MONETER. Buku yang kami buat ini berisi penjelasan tentang
segala materi yang berkaitan dengan Ekonomi Moneter.
Buku ini memberi perhatian yang besar terhadap mata kuliah Ekonomi Moneter.
Setiap konsep dibahas dengan rinci dan disertai dengan berbagai teori yang memudahkan kita
untuk memahaminya.
Buku ini disajikan secara sistematis, komporen, komperechensif dan terpadu. Selain
itu, Buku ini juga memiliki beberapa kelebihan,antara lain; materinya mudah dipahami,
disusun dengan bahasa yang menarik, komunikatif, sederhana dan lugas.
Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca dalam memperoleh
pengetahuan, pemahaman dan kemampuan menganalisa segala sesuatu yang berkaitan
dengan Ekonomi Moneter. Tiada Gading Yang Tak Retak, demikian pula dengan buku ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami
nantikan demi kesempurnaan buku ini.

Balunijuk, Mei 2017

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi.. ............................................................................................................. iii

Bab I
Peranan Uang Dalam Perekonomian
1.1 Definisi Uang ............................................................................................ 1
1.2 Peran dan Fungsi Uang ............................................................................. 2
1.3 Nilai Uang ................................................................................................. 5
1.4 Klasifikasi Uang........................................................................................ 6
1.5 Standar Moneter ........................................................................................ 10

Bab 2
Lembaga Keuangan
2.1 Pengertian Lembaga Keuangan ................................................................ 12
2.2 Fungsi Lembaga Keuangan....................................................................... 12
2.3 Jenis Lembaga Keuangan ......................................................................... 15
2.4 Peran Lembaga Keuangan ........................................................................ 17
2.5 Lembaga Keuangan Perbankan................................................................. 18

Bab 3
Bank Sentral dan Bank Umum
3.1 Fungsi Bank Sentral ................................................................................. 21
3.2 Neraca Bank Sentral ................................................................................ 21
3.3 Alat/Instrumen Bank Sentral.................................................................... 22
3.4 Status dan Kedudukan Bank Indonesia.................................................... 24
3.5 Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral .......................................... 28
3.6 Bank Umum ............................................................................................. 31
3.7 Dana Bank ................................................................................................ 32
3.8 Pengelolaan Bank Umum ........................................................................ 32
3.9 Prinsip-prinsip Pengelolaan Bank Umum ................................................ 34
3.10 Resiko-Resiko Dalam Usaha Perbankan ................................................ 36

Bab 4
Teori Permintaan Uang
4.1 Teori Permintaan Uang Modern .............................................................. 41
4.2 Teori Permintaan Uang Baumol Tobin .................................................... 44
4.3 Teori Kuantitas Modern ........................................................................... 46
4.4 Teori Permintaan Uang Klasik................................................................. 47
4.5 Teori Permintaan Uang Dalam Islam ...................................................... 49

ii
Bab 5
Teori Penawaran dan Jumlah Uang Beredar
5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ......................................................... 52
5.2 Teori Penawaran Uang Modern ................................................................ 54
5.3 Money Multiplier ...................................................................................... 54

Bab 6
Kebijakan Moneter
6.1 Kebijakan Moneter.................................................................................... 62
6.2 Jenis-Jenis Kebijakan Moneter ................................................................. 63
6.3 Instrumen Kebijakan Moneter .................................................................. 63
6.4 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ............................................... 66
6.5 Tenggang Waktu (lag) Efek Kebijakan Moneter ...................................... 69
6.6 Kebijakan Moneter Dalam Keadaaan Ketidakpastian .............................. 72
6.7 Implementasi Kebijakan Moneter ............................................................. 77
6.8 Tujuan Kebijakan Moneter ....................................................................... 82

Bab 7
Bank Sentral dan Bank Umum
7.1 Definisi Nilai Tukar ................................................................................. 83
7.2 Cara Menentukan Nilai Tukar ................................................................. 83
7.3 Bentuk Sistem Nilai Tukar....................................................................... 84
7.4 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar ................................................ 85
7.5 Sejarah Perkembangan Nilai Tukar ......................................................... 87

Bab 8
Kebijakan Moneter
8.1 Pengertian Dasar ....................................................................................... 90
8.2 Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian ........................................... 90
8.3 Kurva Berbagai Kesempatan Melakukan Investasi .................................. 91
8.4 Pilihan Waktu............................................................................................ 92
8.5 Tingkat Bunga Sebagai Harga Uang......................................................... 97
8.6 Mengapa Ada Bunga? ............................................................................... 98
8.7 Klasik Loanable Funds .......................................................................... 98
8.8 Keynesian Liquidity Preference ............................................................ 98

Daftar Pustaka .................................................................................................... 100

ii
BAB I
PERANAN UANG DALAM PEREKONOMIAN

1.1 Definisi Uang


Uang adalah sesuatu yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan transaksi pembayaran
ekonomi di mana sesuatu yang dijadikan sebagai uang diterima, dipercaya dan disukai oleh
masyarakat atau orang-orang yang melakukan transaksi ekonomi.
Agar masyarakat menerima dan menyetujui penggunaan sesuatu benda sebagai uang,
benda itu haruslah memenuhi beberapa kriteria (syarat) sebagai berikut;
Diterima Umum.
Nilainya Tidak mengalami Perubahan.
Mudah Dibawa.
Mudah Disimpan Tanpa Mengurangi Nilainya.
Tahan Lama.
Jumlahnya Tidak Berlebihan.
Terdiri Atas Berbagai Nilai Nominal
Uang diciptakan dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar-menukar barang dan
perdagangan. Oleh sebab itu, uang adalah suatu benda dengan satuan hitung tertentu yang
dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam berbagai transaksi dan berlaku di
dalam wilayah tertentu. Uang juga disebut sebagai alat penukaran yang sah.
Di bawah ini disajikan beberapa pengertian uang yang dikutip dari pendapat beberapa
ahli:
a. Albert Gailort Hart
Dalam bukunya yang berjudul Money Debt and Economic Activity, ia
mendefinisikan uang adalah sebagai suatu kekayaan yang dimiliki untuk dapat
melunasi utang dalam jumlah tertentu dan pada waktu yang tertentu pula.
b. A. C. Pigou
Dalam bukunya yang berjudul The Veil of Money, ia mengatakan bahwa uang
adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat tukar.

1
c. H. Robertson
Dalam bukunya yang berjudul Money, ia mengatakan bahwa uang adalah segala
sesuatu yang umum diterima dalam pembayaran barang dan jasa.
d. R. S. Sayers
Dalam bukunya Modern Banking, ia menyebutkan uang adalah segala sesuatu
yang umum diterima bagi pembayaran utang
e. Rollin G. Thomas
Dalam bukunya yang berjudul Our Modern Banking and Monetary System, ia
menyebutkan bahwa uang adalah segala sesuatu yang tersedia dan umumnya diterima
umum sebagai alat pembayaran untuk pembelian barang dan jasa, serta untuk
pelunasan utang.
f. Walker
Ia mendefinisikan uang dengan mengatakan: Money is what money does.
Artinya, uang adalah semua hal yang dapat dilakukan oleh uang itu. Dengan kata
lain, uang adalah uang karena fungsinya sebagai uang dan bukan karena fungsi-fungsi
yang lain.
g. Menurut hukum
Menurut hukum, uang adalah benda yang merupakan alat pembayaran yang sah.
Secara fungsional uang adalah suatu benda yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran. Bila dilihat dari nilainya, uang adalah satuan hitung untuk menyatakan
nilai.
h. Menurut Ensiklopedi Indonesia
Menurut ensiklopedi Indonesia, uang adalah segala sesuatu yang biasanya
digunakan dan diterima secara umum sebagai alat penukar atau standar pengukur
nilai, yaitu standar daya beli, standar uang, dan garansi menanggung utang.

1.2 Peranan Dan Fungsi Uang


1.2.1 Peranan Uang
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang
dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat

2
diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam
ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara
umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa
serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli juga
menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Pada awalnya di Indonesia, uang dalam hal ini uang kartal diterbitkan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968
pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian
menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak
menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.
Peranan dan keterkaitan yang erat antara uang dengan kegiatan suatu
perekonomian dapat dianggap sebagai suatu hal yang bersifat alami karena semua
kegiatan perekonomian modern, misalnya produksi, investasi, dan konsumsi, selalu
melibatkan uang. Bahkan dalam perkembangannya uang tidak hanya digunakan untuk
mempermudah transaksi perdagangan di pasar barang namun uang itu sendiri juga
menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan di pasar uang.
a. Arti Penting Uang dalam Produksi
Produsen memproduksi dan menjual barang an jaanya sehingga memperoleh keuntungan
dalam bentuk uang pada investasi kapitalnya. Bila keuntungan yang diperoleh
ditanamkan kembali untuk menambah pabrik atau peralatan baru, maka investasi ini akan
menguntungkan bagi masyarakat karena bertambahnya aliran barang dan jasa yang dapat
dikonsumsi olehmasyarakat.
b. Arti Penting Uang dalam Pertukaran dan Konsumsi
Melalui keberadaan uang yang diterima secara umum sebagai alat pertukaran
barang/jasa, maka aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen semakn lancar.
Kelancaran pada sistim pertukaran uang ini meningkatkan standar hidup masyarakat.
c. Arti Penting Uang pada Masyarakat
Masyarakat pada umumnya menggunakan uang untuk membeli barang-barang
dab jasa-jasa, dimana ini menjamin kesdiaan masyarakat dalam menukarkan uangnya
dengan barang-barang dan jasa-jasa. Sehingga setiap orang puas pada pekerjaannya yang
sudah sesuai untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk uang. Pembagian tugas

3
(spesialisasi) merupakan ciri kas dari masyarakat modern yang akan meningkatkan
produsksi, pertukaran dan kesejaheraan masyarakat.

1.2.2 Fungsi Uang


a. Fungsi Asli / Fungsi Primer
Sebagai alat tukar (medium of exchange)
Alat tukar merupakan fungsi utama uang karena pada dasarnya
penggunaan uang adalah untuk memudahkan pertukaran. Adanya uang
menjadikan perusahaan lebih fleksibel karena antara pembeli dan penjual tidak
perlu memiliki keinginan timbal balik seperti pada pola Barter.
Sebagai satuan hitung (unit of account)
Fungsi uang sebagai satuan hitung sudah merupakan suatu keharusan.
Tanpa adanya satuan hitung, orang akan sulit menentukan nilai atau harga suatu
barang dan jasa.
Sebagai alat penyimpan nilai (valuta)
Karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa
sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah
uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat
menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa
mendatang.
b. Fungsi Turunan / Fungsi Sekunder
Sebagai alat pembayaran yang sah
Kebutuhan manusia akan barang dan jasa yang semakin bertambah dan
beragam tidak dapat dipenuhi melalui cara tukar-menukar atau barter. Guna
mempermudah dalam mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan, manusia
memerlukan alat pembayaran yang dapat diterima semua orang, yaitu uang.
Sebagai penimbun kekayaan.
Uang adalah bagian kekayaan seseorang atau perusahaan. Ini berarti
menyimpan uang sama artinya dengan menyimpan kekayaan.

4
Sebagai pemindah kekayaan
Seseorang yang memiliki suatu kekayaan dapat di pindahkan ke dalam
bentuk kekayaan lain dengan perantara uang. Dengan demikian, uang juga dapat
dijadikan alat untuk pemindah kekayaan.
Sebagai penunjang kegiatan ekonomi dan sosial
Apabila nilai uang stabil orang lebih bergairah dalam melakukan investasi.
Dengan adanya kegiatan investasi, kegiatan ekonomi akan semakin meningkat.
Sebagai alat pembayar hutang.
Uang dapat digunakan untuk mengukur pembayaran pada masa yang akan
datang.

1.3 Nilai Uang


Ada tiga macam nilai uang, yaitu nilai intrinsik, nilai nominal, dan nilai riil atau nilai
tukar.
a. Nilai instrinsik
Nilai instrinsik adalah nilai atau harga nyata dari bahan yang digunakan untuk
membuat uang. Kalau uang dibuat dari emas, maka nilai intrinsiknya adalah emas
yang terkandung di dalam mata uang tersebut. Sehingga, uang yang terbuat dari emas
atau perak mempunyai nilai lebih tinggi dari nilai uang yang terbuat dari benda lain
seperti kuningan dan tembaga.
b. Nilai nominal
ilai nominal adalah nilai yang tercantum pada tiap mata uang baik logam maupun
kertas. Jadi, nilai yang tertulis pada mata uang erat hubungannya dengan fungsi uang
sebagai satuan hitung.
Contoh: Pada sebuah mata uang tertulis Rp 500; atau Rp 1.000; berarti nilai
nominalnya adalah lima ratus rupiah atau seribu rupiah walaupun bahan untuk
membuatnya sama.
c. Nilai riil/nilai tukar
Nilai riil/nilai tukar uang adalah nilai uang yang diukur dengan daya beli atau
kemampuan uang tersebut untuk membeli berbagai barang dan jasa sesuai dengan
harga yang berlaku. Daya beli tergantung pada tingkat harga yang berlaku.

5
Contoh: pada musim panen harga gabah Rp 250,00/kg. Bila kita mempunyai uang
Rp 10.000,00; maka kita dapat membeli 40 kg gabah. Tetapi pada musim paceklik
harga gabah Rp 400,00/kg, sehingga kita hanya mampu membeli 25 kg gabah.
Jadi, nilai tukar Rp 10.000,00 sama dengan 40 kg gabah pada musim panen dan
25 kg gabah pada musim paceklik.
d. Berdasarkan daya belinya uang dibedakan menjadi:
Nilai internal uang
yaitu daya beli uang dalam hubungannya dengan sejumlah barang atau jasa dalam
negeri.
Nilai ekternal uang
yaitu nilai uang dalam negeri terhadap nilai uang luar negeri (kurs mata uang
asing). Nilai internal uang berbanding terbalik dengan harga barang. Artinya, jika
harga barang dan jasa naik, maka nilai internal uang akan turun sehingga
menyebabkan inflasi.

1.4 Klasifikasi Uang


1.4.1 Uang Kartal
Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam
melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Menurut Undang-undang Bank Sentral No. 13
tahun 1968 pasal 26 ayat 1, Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan
uang logam dan kertas. Hak tunggal untuk mengeluarkan uang yang dimiliki Bank
Indonesia tersebut disebut hak oktroi.
Jenis Uang Menurut Lembaga Yang Mengeluarkannya
Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia No. 11/1953, terdapat dua jenis
uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank.
a. Uang Negara
Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari kertas
yang memiliki ciri-ciri :
Dikeluarkan oleh pemerintah
Dijamin oleh undang undang
Bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya

6
Ditanda tangani oleh menteri keuangan
Namun, sejak berlakunya Undang-undang No. 13/1968, uang negara dihentikan
peredarannya dan diganti dengan Uang Bank.
b. Uang Bank
Uang Bank adalah uang yang dikeluarkan oleh Bank Sentral berupa uang logam
dan uang kertas, Ciri-cirinya sebagai berikut:
Dikeluarkan oleh Bank Sentral
Dijamin dengan emas atau valuta asingyang disimpan di bank sentral
Bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan (di Indonesia : Bank
Indonesia)
Ditandatangani oleh gubernur bank sentral.
Jenis Uang Kartal Menurut Bahan Pembuatnya
a. Uang logam
Uang logam biasanya terbuat dari emas atau perak karena emas dan perak
memenuhi syarat-syarat uang yang efesien. Karena harga emas dan perak yang
cenderung tinggi dan stabil, emas dan perak mudah dikenali dan diterima orang. Di
samping itu, emas dan perak tidak mudah musnah. Emas dan perak juga mudah
dibagi-bagi menjadi unit yang lebih kecil.
Di zaman sekarang, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai
nominalnya. Nilai nominal itu merupakan pernyataan bahwa sejumlah emas dengan
berat tertentu terkandung di dalamnya.
Uang logam memiliki tiga macam nilai :
1. Nilai Intrinsik
Nilai Intrinsik yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya
berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang. Menurut
sejarah, uang emas dan perak pernah dipakai sebagai uang. Alasan mengapa
emas dan perak dijadikan sebagai bahan uang yaitu; Tahan lama dan tidak
mudah rusak .
2. Nilai Tukar
Nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu
barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya dapat ditukarkan

7
dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan dengan
semangkuk bakso.
b. Uang Kertas
Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu
dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam
bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai
kertas).
Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya. Oleh karena itu, uang kertas
hanya memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal dan nilai tukar. Ada 2(dua)
macam uang kertas :
Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi), yaitu uang kertas yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan alat pembayaran yang sah dengan jumlah yang
terbatas dan ditandatangani menteri keuangan. Uang Kertas Bank, yaitu uang yang
dikeluarkan oleh Bank Sentral.
Beberapa keuntungan penggunaan alat tukar (uang) dari kertas di antaranya :
Penghematan terhadap pemakaian logam mulia
Ongkos pembuatan relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatan uang
logam.
Peredaran uang kertas bersifat elastis (karena mudah dicetak dan diperbanyak)
sehingga mudah diseusaikan dengan kebutuhan akan uang
Mempermudah pengiriman dalam jumlah besar

1.4.2 Uang Giral


Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyrakat akan
adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis dan aman. Di Indonesia, bank yang
berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank Indonesia.
Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral
adalah tagihan yang ada di Bank Umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai
alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer. Uang

8
giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak
dibayar dengan uang giral.
Terjadinya uang giral
Uang giral dapat terjadi dengan cara berikut:
a. Penyetoran uang tunai kepada bank dan dicatat dalam rekening koran atas nama
penyetor, penyetor menerima buku cek dan buku giro bilyet. Uang tersebut sewaktu-
waktu dapat diambil atau penyetor menerima pembayaran utang dari debitur melalui
bank. Penerimaan piutang itu oleh bank dibukukan dalam rekening koran orang yang
bersangkutan. Cara di atas disebut primary deposit.
b. Karena transaksi surat berharga. Uang giral dapat diciptakan dengan cara menjual
surat berharga ke bank, lalu bank membukukan hasil penjualan surat berharga
tersebut sebagai deposit dari yang menjual. Cara ini disebut derivative deposit.
c. Mendapat kredit dari bank yang dicatat dalam rekening koran dan dapat diambil
sewaktu-waktu. Cara ini disebut dengan loan deposit.
Keuntungan menggunakan uang giral
Keuntungan menggunakan uang giral sebagai berikut:
a. Memudahkan pembayaran karena tidak perlu menghitung uang.
b. Alat pembayaran yang dapat diterima untuk jumlah yang tidak terbatas, nilainya
sesuai dengan yang dibutuhkan (yang ditulis oleh pemilik cek/bilyet giro)
c. Lebih aman karena risiko uang hilang lebih kecil dan bila hilang bisa segera
dilapokan ke bank yang mengeluarkan cek/bilyet giro dengan cara pemblokiran.

1.4.3 Uang Kuasi


Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai alat
pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka dan tabungan serta
rekening valuta asing milik swasta domestik.
Menurut Bank Indonesia, uang kuasi terdiri dari :
a. Deposito berjangka dan serifikat deposito, yakni uang yang kehilangan untuk
sementara fungsinya sebagai alat tukar menukar
b. Tabungan, yaitu uang yang tidak sepenuhnya liquid

9
c. Rekening Giro dalam valuta asing, yaitu aktiva yang dapat memenuhi fungsinya
sebagai alat tukar tetapi diterima hanya dilingkungan terbatas
d. Deposito Berjangka valuta asing, yaitu akyiva yang hanya dapat memenuhi fungsi
uang sebagai penyimpan daya beli
e. Tabungan dalam valuta asing, yaitu aktiva yang sifat liquidnya lebih rendah dari uang
kartal dan uang giral

1.5 Standar Moneter


Standar moneter diartikan sebagai system moneter yang didasarkan atas standar nilai
uang, termasuk didalamnya peraturan tentang ciri-ciri/sifat-sifat dari uang, pengaturan
tentang jumlah uang yang beredar (baik logam ataupun kertas), ekspor-impor logam-logam
mulia serta fasilitas bank dalam hubungannya dengan ekspansi demand deposit.
1.5.1 Macam-macam Standar Moneter
Standar Moneter pada hakekatnya bisa dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu :
a. Standar barang (Commodity standard).
Adalah sistem moneter di mana nilai uang dijamin atau didasarkan pada seberat
tertentu barang. Contoh : emas dan perak. Diartikan sebagai system moneter dimana
nilai/tenaga beli uang dijamin sama dengan seberat tertentu barang (emas, perak, dan
seterusnya). Setiap nilai uang yang beredar dijamin dengan seberat tertentu barang
yang ditentukan oleh Pemerintah.
Standar barang ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Standard Tunggal (Mono Methalism Standard)
Adalah sistem moneter di mana nilai uangnya didasarkan pada sejenis
nilai logam. Contohnya emas atau perak.
Standard Kembar (Bimethalism Standard)
Adalah sistem moneter di mana nilai uangnya di dasarkan atas dua jenis
logam. Contoh emas dan perak.
Standar Kepercayaan (Fiat Standard)
Adalah sistem moneter dimana nilai uangnya tidak dijamin dengan seberat
tertentu barang (logam). Diartikan sebagai system moneter nilai/tenaga beli uang
tidak dijamin dengan seberat tertentu barang (logam). Hanya atas dasar

10
kepercayaan masyarakat mau menerima uang tersebut sebagai alat pembayaran
yang sah serta sebagai alat penukar dan sebagainya.

b. Standar Emas (The Gold Standard)


Adalah nilai uangnya didasarkan atas nilai emas.Standar emas didefinisikan
sebagai suatu system moneter dimana sesuatu bangsamengucapkan (menyatakan)
kesatuan moneternya dengan emas, bebas menjual-belikan emas dengan harga yang
pasti dan mengijinkan orang-orang untuk mengimpor dan mengekspor emas tanpa
batas
Kebaikan dari standar emas :
Acceptability
A Check on Inflation and Deflation
Automatic Limitation on Medium of Exchange
Basis of an international money system
Stimulus to International Investment and trade
Uniform International Price Sistem

Keburukan dari standar emas :


Kepercayaan terhadap uang timbul hanya bila kepercayaan itu diperlukan.
Jika standar emas ditinggalkan, berarti tidak ada lagi pembatasan secara
otomatis pada penawaran uang dan deposito.
Standar emas tidak otomatis seperti yang kita tuntut ataupun kita percayai.
Pengumpulan cadangan emas tanpa memandang perkembangan kegiatan usaha
yang bersangkutan meletakkan dasar (landasan) kerja untuk spekulasi dan
akibatnya, nilai uang akan jatuh.
Selama standar emas tetap pada setiap satu-satuan moneter menjamin stabilitas
pertukaran/ perdagangan luar negeri tetapi tidak menjamin keseimbangan harga
didalam negeri.

11
BAB 2
LEMBAGA KEUANGAN

2.1 Pengertian Lembaga Keuangan


Menurut SK Menkeu RI No.792 Tahun 1990, lembaga keuangan adalah semua badan
yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan perhimpunan dan penyaluran dana kepada
masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meski dalam peraturan tersebut
lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi perusahaan namun tidak berarti
membatasi kegiatan pembiayaan lembaga keuangan. Dalam kenyataannya, kegiatan usaha
lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi perusahaan, kegiatan konsumsi, dan
kegiatan distribusi barang dan jasa.
Menurut Dahlan Siamat, lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya
terutama dalam bentuk aset keuangan atau tagihan dibandingkan dengan aset nonfinansial
atau aset riil. Lembaga keuangan memberikan pembiayaan/kredit kepada nasabah dan
menanamkan dananya dalam surat-surat berharga. Di samping itu, lembaga keuangan juga
menawarkan berbagai jasa keuangan antara lain menawarkan berbagai jenis tabungan,
proteksi, asuransi, program pensiun, penyediaan sistem pembayaran dan mekanisme transfer
dana.
Kasmir mendefinisikan lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya, artinya kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah
kegiatannya hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau bahkan kedua-
duanya yakni menghimpun dan menyalurkan dana.
Dari berbagai penegertian diatas maka kita dapat simpulkan bahwa lembaga keuangan
adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang jasa keuangan yaitu menghimpun dana dan
menyalurkannya serta jasa keuangan lainnya.

2.2 Fungsi Lembaga Keuangan


Lembaga-lembaga keuangan berfungsi sebagai lembaga yang mempercepat penyaluran
dana-dana dari Surplus Spending Unit (SPU) ke Deficit Spending Unit (DSU). Fungsi ini
dikenal sebagai fungsi perantara finansial. Selain fungsi tersebut masih ada lagi fungsi atau

12
peran lain yang hampir identik dengannya, yaitu sebgai agent of development. Dengan
fungsi-fungsi ini lembaga keuangan dapat mendorong penembangan dan pembangunan
ekonomi suatu daerah atau suatu negara. Lembaga keuangan dapat memobilisasi dana dari
masyarakat atau dari luar daerah yang kemudian disalurkan kembali ke dalam perekonomian
dalam bentuk kredit. Lebih kompleks lagi fungsi lembaga keuangan di bagi menjadi 4,
sebagai berikut:
a. Penyedia Jasa-Jasa Keuangan
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792 Tahun
1990, lembaga keuangan diberikan batasan sebagai semua badan yang kegiatannya di
bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat
terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meskipun demikian peran tersebut dapat
dilakukan oleh bank-bank maupun lembaga keuangan lainnya.
Sebagai unit usaha yang bergerak di bidang keuangan, produk dari lembaga
keuangan adalah jasa-jasa finansial. Jasa-jasa ini merupakan bentuk dari kegiatannya
yang memudahkan pendistribusian dana dan modal.
Fungsi-fungsi ini sangat penting dalam efesiensi sistem finansial. Fungsi-fungsi
itu berupa kegiatan :
Mekanisme Pembayaran (Payment Mechanism)
Lembaga keuangan memudahkan entitas ekonomi melakukan transaksi
dan pembayaran tanpa harus menggunakan uang tunai. Cek dan kartu kredit
dipakai luas dalam transaksi pembayaran tanpa uang tunai untuk pembayaran
listrik, gas, air maupun belanja rumah tangga. Jasa finansial ini sangat ekonomis,
aman dan selalu dilayani dengan cepat, nilai transaksi kartu kredit telah melebihi
Rp 3 triliun.
Perdagangan Sekuritas (Trading Security)
Bagi perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham dan menjualnya
kepada masyarakat, dibutuhkan suatu mekanisme agar saham-sahamnya dapat
berkembang. Mekanisme ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan sekuritas
yang bertindak sebagai agen, broker atau dealer.

13
Transmutasi (Transmutation)
Lembaga keuangan menyediakan berbagai jenis pilihan investasi bagi
pemilik uang maupun berbagai jenis pilihan sumber dana bagi lembaga yang
kekurangan dana. Danreksa memecah kembali sham-saham yang diperdagangkan
menjadi unit-unit saham, seri yang nilainya relatif lebih kecil sehingga dapat
dijangka oleh masyarakat. Demikian juga bank-bank yang memiliki sumber dana
yang berjangka waktu relatif pendek menanam dananya dalam bentuk kredit yang
berjangka waktu relatif lebih panjang. Atau lembaga keuangan mengumpulkan
dana-dana dalam jumlah yang kecil (denominasi kecil), kemudian
menanamkannya dalam kredit yang jumlahnya lebih besar. Proses perubahan
(jangka waktu, denominasi dan jumlah) atas uang yang dibeli dan dijual oleh
lembaga keuangan ini disebut dengan transmutasi, atau transformasi,
Diversifikasi
Dibandingkan dengan individu, volume dan jenis pembelian surat-surat
berharga oleh lembaga keuangan jauh lebih besar, sehingga risiko yang
ditanggung juga akan akan lebih besar. Untuk mengurangi efek negatif atau risiko
yang potensial, lembaga keuangan dapat melakukan diversifikasi risiko efek dan
surat-surat berharga dengan menanamkannya paa sektor-sektor yang berbeda
pula.
Manajemen portofolio
Erat kaitannya dengan diversifikasi risiko, lembaga keuangan berfungsi
sebagai penyediaan, yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan :
a. Kenyamanan
b. Proteksi terhada kecurangan
c. Kualitas pilihan investasi
d. Biaya transaksi rendah
e. Pajak pendapatan

1. Sistem Perbankan
Menurut Encyclopedia of economic yang dimaksud dengan sistem perbankan
(banking system) adalah kerangka yang terintegrasi dari unit-unit bank umum

14
(comercial bank) yang diberi kuasa atau memiliki kewenangan dalam mengeluarkan
uang giral (penciptaan uang) dan deposito (time deposito), kemudian
menyelenggarakan kegiatan jasa-jasa perbankan baik dalam maupun luar negeri
2. Sistem Moneter
Merupakan sistem yang yang terdiri sistem perbankan dan lembaga-lembaga
keuangan lainnya yang memiliki karkateristik bank tetapi tidak menciptakan uang.
Sistem ini dibagi atas dua bagian didasarkan atas luas cakupannya, dan pengaruhnya
dalam penciptaan uang atau peredaran uang dalam perekonomian, yaitu:
Dalam arti sempit, lembaga-lembaga yang termasuk dalam pengertian ini terdiri
dari otoritas moneter (bank sentral), bank-bank uang deposito.
Dalam arti luas, lembaga-lembaga yang termasuk dalam pengertian ini adalah
otoritas moneter (bank sentral), deposit money bank dan quasi money bank (bank-
bank deposito yang hanya memiliki tabungan dan deposito) kewajiban
moneternya adalah jumlah uang beredar dalam arti luas.
3. Sistem Finansial
Merupakan jaringan yang terintegrasikan dari seluruh lembaga-lembaga keuangan
yanga ada dalam suatu sistem ekonomi. Strukturnya terdiri dari sistem perbankan,
sistem moneter, dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Lembaga keuangan lainnya
dapat berupa lembaga pembiayaan, leasing, factoring, asuransi, modal venture, dan
lain-lain. Produk dan jasa yang diciptkan dan ditawarkan oleh lembaga-lembaga yang
dalam setiap sistem ini akan sangat mempengaruhi jumlah uang beredar atau
kewajiban moneternya. Batasan atau definisi jumlah uang beredar yang ditetapkan
berubah sejalan dengan inovasi keuangan dan perubahan peraturan yang berlaku di
suatu perekonomian.

2.3 Jenis Lembaga Keuangan


2.3.1 Lembaga Keuangan Bank
Merupakan badan usaha yang dalam kegiatan usahanya menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian menyalurkannya dalam bentuk
pinjaman serta kegiatan jasa lainnya. Berdasarkan fungsinya, terdiri atas bank sentral,
bank umum, bank tabungan, bank pembangunan, serta bank desa. Berdasarkan

15
kepemilikannya, terdiri atas bank pemerintah, bank swasta nasional, bank swasta asing,
bank campuran dan bank koperasi.
2.3.2 Lembaga Keuangan Bukan Bank
Merupakan badan usaha yang dalam kegiatan usahanya melakukan investasi,
pembiayaan atau memberikan perlindungan terhadap resiko kepada konsumennya. Jenis
lembaga keuangan bukan bank adalah:
Lembaga pembiayaan pembangunan (development finance corporation)
Lembaga perantara penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (investment finance
corporation)
2.3.3 Lembaga Keuangan Lainnya
Lembaga ini terdiri dari lembaga-lembaga diluar lembaga keuangan yang sudah
disebutkan sebelumnya yang kegiatannya termasuk dalam aktivitas lembaga pembiayaan,
yang terdiri atas:
Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance Company) yaitu lembaga yang
melakukan usaha-usaha pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen
dengan sistem pembayaran angsuran.
Perusahaan Kartu Kredit (Credit Card Company) yaitu lembaga yang melakukan usaha
pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit.
Perusahaan Anjak Piutang (Factoring Company) yaitu lembaga yang melakukan usaha
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/ atau pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka panjang.
Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) yaitu lembaga yang melakukan usaha
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease maupun
operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran berkala.
Perusahaan Perdagangan Surat Berharga (Securities Company) yaitu lembaga yang
melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk perdagangan surat berharga.
Perusahaan Modal Venture (Venture Capital) yaitu lembaga yang melakukan usaha
pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima
bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu.

16
Perum Pegadaian yaitu pembiayaan milik negara yang memberikan pinjaman seecara
hukum gadai kepada orang perseorangan di mana peminjam diwajibkan untuk
menyerahkan barang bergerak disertai hak untuk melelang bila waktu perjanjian habis.
Perusahaan Asuransi yaitu perusahaan yang memberikan jaminan penggantian atas risiko
yang dihaapi seseoarang yang dapat berupa kematian, rusak atau hilangnya harta milik,
dan lain sebagainya.

2.4 Peranan Lembaga Keuangan


Lembaga keuangan sebagai badan yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan
mempunyai peranan sebagai berikut :
a. Pengalihan aset (Asset Transmutation)
Lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk janji-janji untuk membayar
atau dapat diartikan sebagai pinjaman kepada pihak lain dengan jangka waktu yang
diatur sesuai dengan kebutuhan peminjam. Dana pembiayaan asset tersebut diperoleh
dari tabungan masyarakat. Dengan demikian lembaga keuangan sebenarnya hanyalah
mengalihkan atau memindahkan kewajiban peminjam menjadi salah satu aset denan
suatu jangka waktu jatuh tempo sesuai keinginan penabung. Proses pengalihan
kewajiban menjadi suatu aset disebut transmutasi kekayaan atau aset transmutation.
b. Likuiditas ( Liquidity)
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh uang tunai pada saat
dibutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder dibeli sektor usaha dan rumah tangga
terutama dimaksudkan untuk tujuan likuiditas. Sekuritas sekunder seperti tabungan,
deposito, sertifikat deposito yang diterbitkan bank umum memberikan tingkat
keamanan dan likuiditas yang tinggi, di samping tambahan pendapatan.
c. Realokasi Pendapatan (Income Reallocation)
Dalam kenyataannya di masyarakat banyak individu memiliki penghasilan yang
memadai dan menyadari bahwa di masa datang mereka akan pensiun sehingga
pendapatannya jelas akan berkurang. Untuk menghadapi masa yang akan datang
tersebut mereka menyisihkan atau inerealokasikan pendapatannya untuk persiapan di
masa yang akan datang. Untuk melakukan hal tersebut pada prinsipnya mereka dapat
saja membeli atau menyimpan barang misalnya : tanah rumah dan sebagainya, namun

17
pemilikan sekuritas sekunder yang dikeluarkan lembaga keuangan, misalnya program
tabungan, deposito, program pensiun, polis asuransi atau saham-saham adalah jauh
lebih baik jika dibandingkan dengan alternatif pertama.
d. Transaksi (Transaction)
Sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh lembaga intermediasi keuangan
misalnya rekening giro, tabungan, (leposito dan sebagainya merupakan bagian dan
sistem pembayaran). Produk-produk tabungan tersebut dibeli olrh rumsh tangga dan
unit usaha untuk mempermudah mereka melakukan penukaran barang dan jasa.
Dalam hal tertentu, unit ekonomi membeli sekuritas sekunder (misalnya giro) untuk
mempermudah penyelesainan transaksi keuangannya sehari-hari.

2.5 Lembaga Keuangan Perbankan


2.5.1 Pengertian Bank
Menurut UU pokok perbankan No. 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998,
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut R.G Hawtrey dalam bukunya Curency and Credit tahun 1919
menyatakan: uang ditangan masyarakat berfungsi sebagai alat tukar dan alat pengukur
nilai. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bank merupakan suatu badan usaha yang
bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang. Pemberian kredit dilakukan dengan modal sendiri atau dengan dana pihak ketiga
yang disimpan di bank maupun dengan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa
uang giral.
Umumnya permintaan kredit lebih besar dari saldo uang nasabah yang tidak
ditarik, sehingga bank bersedia melepaskan kredit melebihi saldo nasabah dengan cara
menciptakan uang giral dengan membentuk rekening koran A.Hahn dalam bukunya
membedakan bank atas dua jenis yakin:
a. Bank Primer yaitu bank yang berfungsi dalam peminda bukuan alat-alat pembayaran
yang dipercayakan oleh pihak ketiga. Contohnya bank sentral dan bank umum.

18
b. Bank Sekunder yaitu bank yang hanya bertugas sebagai perantara dalam pemberian
pinjaman. Contohnya bank tabungan dan bank lain yang tidak menciptakan uang
giral.
2.5.2 Tugas Bank
Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politics dua tugas bank yaitu :
a. Sebagai perantara kredit yakni bank memberikan kredit kepada pihak ketiga atau debitur
yang berasal dari simpanan pihak ketiga (masyarakat).
b. Menciptakan kredit yakni meminjamkan dana yang tidak berdasarkan dari dana milik
masyarakat.
Ada tiga bentuk tugas atau operasi yang dilakukan bank yakni :
a. Operasi perkreditan secara aktif yakni tugas bank dalam rangka menciptakan atau
memberikan kredit.
b. Operasi perkreditan secara pasif yaitu tugas bank dalam menerima simpanan atau dana
pihak ketiga yang dipercayakan masyarakat.
c. Usaha bank sebagai perantara dalam pemberian kredit.

2.5.3 Jenis Bank


Berdasarkan kepemilikannya ada empat jenis bank, yaitu sebagai berikut :
a. Bank milik pemerintah, contoh : Bank BNI, Bank Tabungan Negara, BRI, Bank Mandiri
b. Bank milik swasta, contoh : BCA, Bank NISP, BII
c. Bank Swasta asing, contoh : City Bank, Bank of Tokyo
d. Bank Campuran, contoh : Bank Perdania
Berdasarkan fungsinya ada lima jenis bank yakni sebagai berikut:
a. Bank Sentral yakni bank memperoleh hak untuk mengedarkan uang logam dan uang
kertas.
b. Bank Umum yakni bank yang usahanya mengumpulkan dana terutama menerima
simpanan dalam bentuk giro dan deposito serta terutama memberikan kredit berjangka
waktu pendek.
c. Bank Tabungan yaitu Bank yang usahanya mengumpulkan dana terutama menerima
simpanan dalam bentuk tabungan dan terutama memperbungakan dananya dalam kertas-
kertas berharga.

19
d. Bank Pembangunan yaitu bank yang usahanya mengumpulkan dana terutama menerima
simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas berjangka waktu
menengah dan panjang.
e. Bank Pedesaan (Rural Bank) yaitu bank yang usahanya mengumpulkan dana baik dalam
bentuk simpanan uang maupun dalam bentuk natura atau barang dan juga memberikan
kredit jangka pendek, baik dalam bentuk uang maupun bentuk natura terutama kepada
sektor pertanian dipedesaan.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Perbankan No. 10 Tahun 1998 di Indonesia
dikenal hanya dua jenis bank yaitu ;
a. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.

20
BAB 3
BANK SENTRAL DAN BANK UMUM

3.1 Fungsi Bank Sentral


Bank sentral pada dasarnya mempunyai Tugas untuk memelihara supaya sistem
moneter itu bekerja secara efisien sehingga dapat menjamin tercapainya tingkat
pertumbuhan kredit/uang beredar sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi tanpa mengakibatkan inflasi. Guna mencapai sasaran ini bank
sentral bertanggung jawab atas 2 hal yakni pertama rumusan serta pelaksanaan
kebijaksanaan moneter. Kedua,mengatur,mengawasi seta mengendalikan sistem moneter.
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab yang kedua ini, bank sentral mempunyai tugas :
1. Memperlancar lalu lintas pembayaran sehingga dapat cepat dan efisien. Untuk
memenuhi tujuan ini, bank sentral melakukan prihal, yakni pertama dengan
menciptakan uang kertas dan uang kas.
2. Sebagai pemegang kas Pemerintah. Bank sentral memegang peranan yang
penting dalam membantu memperlancar kegiatan keuangan ( penerimaan dan
pembayaran ).
3. Mengatur dan mengawasi kegiatan bank-bank umum. Hal ini dapat dilakukan,
misalnya dengan memeriksa keuangan, membuat peraturan tentang pendirian
serta penggabungan dan sebagainya.
4. Mengalakukan pengumpulan serta analisa data ekonomi nasional dan
internasional.

3.2 Neraca Bank Sentral


Dalam kaitannya dengan perumusan serta pelaksanaan kebijaksanaan moneter (
dan inilah tanggung jawab yang lebih penting ) perlu di jelaskan terlebih dahulu bentuk
umum dari neraca bank sentral yang merupakan pencerminan dari kegiatannya.
Secara singkat pos-pos/rekening utama adalah sebagai berikut :

21
1. Kekayaan
Pada prinsipnya kekayaan bank sentral dapat diperoleh dengan cara
menciptakan utang terhadap dirirnya sendiri. Yang termasuk dalam kekayaan
adalah :
a. Cadangan, yang meliputi:
1. Sertifikat emas
2. Special drawing right
3. Valuta asing
b. Pinjaman yang diberikan
1. Penjualan surat berharga masyarakat yang dimiliki bank umum tersebut
kepada bank sentral
2. Pinjaman langsung dengan jaminan surat janji membayar (Advance)
3. Surat berharga
c. Kekayaan lain-lain, dapat berupa tanah, gedung, atau peralatan-peralatan.

2. Utang, yang terdiri dari :


a. Uang kertas Bank. Uang kertas bank adalah uang kertas yang dikeluar oleh
bank sentral sebagai alat pembayaran yang sah. Uang kertas ini merupakan
utang bagi bank.
b. Deposito. Bagian terbesar rekening ini terdiri dari deposito bank umum
c. Bank umum mempunyai/membuka rekening deposito ini untuk memenuhi
ketentuan cadangan minimum serta sebagai sarana proses clearing.
d. Surplus. Surplus berasal dari bunga surat berharga yang ditahan, bunga
pinjaman yang diberikan dan dari kegiatan lain.
e. Lain-lain. Lain-lain ini terdiri dari misalnyaa, dari pengeluaran yang belum
dibayarkan.

3.3 Alat/Instrument Kebijakan Moneter


Kebijaksanaan moneter adalah tindakan yang dllakukan oleh penguasa
moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar
dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan perekonomian

22
masyarakat. Tujuan kebijakan moneter terutama untuk stabilisasi ekonomi yang
dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Kalau kestabilan dalam kegiatan ekonomi
terganggu, maka kebijaksanaan moneter dapat dipakai untuk memulihkan
(tindakan stabilisasi). Pada dasarnya instrumen/alat kebijaksanaan yang dipakai
adalah : pertama, instrumen yang umum, meliputi politik pasar terbuka (open
market), politik cadangan minimum (reserves requirements), dan politik diskonto
(discount policy); kedua, instrumen yang selektif, meliputi margin requirements,
pembatasan/penentuan tingkat bunga, yang kesemua ini untuk mempengaruhi
alokasi kredit, untuk sektor-sektor ekonomi tertentu; dan ketiga, adlah instrumen
yang sering disebut dengan moral suasion atau open mouth policy.
Disamping itu, penentuan tingkat suku bunga, pengaturan system perbankan serta
devaluasi termasuk juga dalam instrumen kebijakan moneter.
1. Politik pasar terbuka
Meliputi tindakan menjual dan membeli surat-surat berharga oleh bank
sentral. Tindakan ini akan berpengaruh: pertama, menaikan cadangan bank-bank
umum yang tersangkut dalam transaksi. Sebab dalam pembelian surat berharga
minsalnya bank sentral akan menabah cadangan bank umum yang menjual surat
berharga tersebut, yang ada pada bank sentral.
2. Politik diskonto
Tindakan untuk mengubah-ubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh
bank umum dalam hal dalam meminjam dana dari bank sentral. Dengan menaikan
diskonto, maka ongkos meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan
mengurangi keinginan bank untuk meminjam. Akibatnya jumlah uang yang
beredar dapat ditekan/dikurangi.
3. Politik perubahan cadangan minimum
Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan, jumlahuang beredar
cenderung naik, dan sebaliknya kalau dinaikan jumlah uang akan cenderung
turun.
4. Margin requirement

23
Digunakan untuk membatasi penggunaan kredit untuk tujuan-tujuan
pembelian surat berharga (yang biasanya bersifat spekulatif). Caranya, dengan
menetapkan jumlah minimum kas down payment untuk transaksi surat berharga.
5. Moral suasion
Dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap lembaga moneter dan individu
yang bergerak dibodang moneter dengan pidato-pidato gubernur bank sentral,
atau publikasi-publikasi, agar supaya bersikap seperti yang dikehendaki oleh
penguasa moneter.1

3.4 Status Dan Kedudukan Bank Indonesia


1. Lembaga Negara yang independen
Dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU-BI)
dinyatakan berlaku pada tangal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah di ubah
dengan UU.No 3/2004 tanggal 15 januari 2004 ,dirumuskan bahwa Bank
Indonesia adalah lembaga negara yang indepanden dan bebas dari campur tangan
pemerintah dan/atau pihak-pihak lainya kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam UU ini (psl. 4). Sebagai indepanden , Bank Indonesia memiliki
otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya.
Di samping itu ,untuk lebih menjamin independensi tersebut maka
kedudukan Bank Indonesia berada diluar pemerintah . pencantuman status
independen dalam UU ini diperlukan untuk memberikan dasar hukum yang kuat
,menjamijn kepastian hukum, dan kosistensi status kelembagaan Bank Indonesia.
Berkaitan dengan status sebagai lembaga independen , pihak lain dilarang
melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank
Indonesia, dan Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala
bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya
(Psl 9). Dalam kaitannya dengan kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga
independen , maka yang patut dicermati lebih jauh adalah pemahamaan tentang
aspek-aspek independensi Bank Indonesia itu sendiri, yang pada hakikatnya
menurut esensi UU No 23 meliputi:

24
a. Yuridis
UU Bank Indonesia merupakan landasan yuridis bagi independensi Bank
Indonesia di mana dalam UU Bank Indonesia dimuat berbagai elemen dari
independensi Bank Indonesia . Elemen elemen independensi tersebut
meliputi antara lain status dan kedudukan, tujuan dan tugas, sarta manajemen
dan personalia Bank Indonesia
b. Personalia
Independensi personalia dalam UU Bank Indonesia ditunjukan dalam hal
pengangkatan anggota Dewan Guburnur oleh Presiden dengan persetujuan
DPR. Persyaratan persetujuan DPR ini penting untuk menjaga independensi
Bank Indonesia dari intervensi pemerintah melalui pengangkatan anggota
Dewan Guburnur. Pengangkatan oleh Presiden di sini adalah dalam
kapasitasnya sebagai Kepala nehara dan bukan Kepala Pemerintah. Disampng
itu ,anggota Dewan Guburnur tidak dapat diberhentikan oleh presiden selama
masa jabatanya kecuali mengundurkan diri,berhalangan tetep, atau melakukan
tindak pidana kejahatan.
c. Insitusi
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen yang dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya bebas dari campur tangan pemerintah atau
pihak melaksanakan lainyaa. Secara struktural, Bank Indonesia berada diluar
pemerintah sehingga dapat mengliminasi adanya intervensi terhadap
pelaksanaan tugas bank Indonesia baik yang berasal dari pemerintah maupun
pihak lain.
Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia dapat melakukan
kerja sama Dengan bank sentral lainya;organisasi internasional, dan lembaga
internasional serta menjadi anggota pada lembaga multilatereal, baik atas
nama Indonesia maupun mewakili Pemerintah.
d. Tujuan
Dalam UU Bank Indonesia tujuan Bank Indonesia difokuskan pada
menjaga kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju inflasi yang dan
kestabilan nilai tukar. Dalam mencapai tujuan ini,Bank Indonesia sepenuhnya

25
berwenang untuk menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan
perkembangan ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri sarta
instrumen yang akan digunakan.
e. Tugas
Independensi dalam pelaksanaan tugas tercermin dari larangan bagi pihak
lain untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan
tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga wajib menolak /atau mengabaikan
segala bentuk campur tangan dari oihak manapun dalam rangka pelaksanaann
tugasnya.
f. Manajemen
Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Guburnur yang sepenuhnya
berwenang dalam menjalankan organisasi Bank Indonesia dalam rangka
mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh UU Bank Indonesia
g. Anggaran
Independensi dalam bidang anggaran terlihat dalam ketentuan Pasal 60 yang
menyatakan bahwa anggaran Bank Indonesia ditetapkan oleh Dewan
Guburnur.Anggaran harus disampaikan kepada DPR yang dimaksud untuk
dapay memantau pengelolaan kewenangan Banj Indonesia, sarta kepada
pemerintah sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisip
anggaran Bank Indonesia
h. Transparansi
Sebagai konsekuensi dari independensi yang dimilikinya \, maka dalam
pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia diuntut untuk lebih transparan dan
bertanggungjawaban kepada publik di mana Bank indinesia wajib
menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka. Bank Indonesia
juga wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan kepada publik melalui
media mass.
i. Akuntabilitas
Dalam UU bank Indonesia dianut pertangung jawaban publik, dimana
pada setiap awal tahun anggaran Bank Indonesia wajib menyampaikan
informasi kepada masyarakat scara terbuka melalui media massa mengenai

26
evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter tahun sebelumnya dan rencana
kebijakan moneter tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga
disampaikan kepada presiden dan dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta
Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas
dan wewenanganya (Psl. 58).

2. Sebagai Badan Hukum


Pasal 4 ayat (3) meruypakan dasar hukum Bank Indonesia sebagai badan
hukum dimana di sebutkan bahwa Bank Indonesia adalah badan hukum
berdasarkan Undsng-undang ini.Pengertian badan hukum disini meliputi badan
hukum publik dan badan hukum perdata.Dalam kedudukannya sebagai badan
hukum publik,Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang
mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sedangkan
sebagai badan hukum perdata,Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas
nama sendiri di dalam dan diluar pengadilan.
Penegasan bank Indonesia sebagai penegas hukum ini diperlukan agar
dapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri
terlepas dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara. Status Bank Indonesia
baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata di tetapkan
dengan undang-undang.sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari
undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan
wewenangnya.Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak
untuk dan atas nama sendiri didalam maupun luar pengadilan.

3. Kedudukan Bank Indonesia dalam Struktur Ketatanegaraan RI


Sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai
kedudukan yang khusus dalam struktur ketatanegaraan RI. Sebagai lembaga
negara,kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan DPR,DPR,MA,BPK, atau
Presiden yang merupakan Lembaga Tinggi Negara.Di samping itu kedudukan
Bank Indonesia juga tidak sama dengan kementrian karna kedudukan Bank

27
Indonesia berada diluar pemerintah.Dalam pelaksanaan tugasnya,Bank Indonesia
mempunyai hubungan kerja dengan DPR,BPK serta pemerintah.

4. Esensi dan Implikasi dari Status dan Kedudukan Bank Indonesia


Esensi dari status dan kedudukan Bank Indonesia ini adalah agar
pelaksanaan tugas Bank Indonesia dapat lebih efektif.Implikasi nya Bank
Indonesia harus lebih transparan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya guna memelihatkan kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju
inflasi dan nilai tukar.

3.5 Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral


1. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai
rupiah,pasal 10 UU BI menegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan
untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter
melalui berbagai cara antara lain:
a. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
b. Penetapan tingkat diskonto;
c. Penetapan cadangan wajib minum; dan
d. Pengaturan kredit atau pembiayaan
Cara-cara pemgemdalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga
berdasarkan prinsip syariah.Sasaran laju inflasi di tetapkan oleh Bank Indonesia
atas dasar tahun kalender dengan memerhatikan perkembangan dan prospek
ekonomi makro,penetapan sasaran laju inflasin tersebut terutama dilakukan
dengan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara langsung di
pengaruhi oleh kebijakan oleh kebijakan moneter, sasaran laju inflasi yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi
yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran pendapatan
dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.
a) Peran Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort

28
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas pengendalian
moneter,Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender of the last resort
(Psl. 11)yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan
pendapatan jangka pendek yang di hadapi Bank. Dalam hal ini,Bank
Indonesia hanya membantu untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka
pendek karena adanya mismatch yang disebabkan oleh risiko
pembiayaan bersdasarkan prinsip syariah,risiko manjemen,atau risiko
pasar.Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kredit atau
pembiyaan yang dimaksud, yang pada gilirannya akan dapat
mengganggu efektivitas pengendalian moneter, maka pengendalian atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibatasi selama-lamanya 90
hari.
Di samping itu,kredit atau pembiyaan berdasarkan prinsip syariah
tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan.yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi
dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan /atau tagihan yang
diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum yang mempunyai tingkat
tinggi yang berdasarkan hasil penilayan lembaga pemeringkat yang
kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dicairkan.Apabila kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut tidak dapat di
lunasi pada saat jatuh tempo,Bank Indonesia sepenuhnya berhak
mencairkan agunan yang dikuasainya.
b) Kebijakan Nilai Tukar
Pasal 12 UU Bank Indonesia menetapkan bahwa Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan dalam bentuk
Keputusan Presiden berdasarkan usul Bank Indonesia .Kewenangan
Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antara lain
dapat berupa :
1. Dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi
terhadap mata uang asing;
2. Dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar; atau

29
3. Dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai
tukar harian serta lebar pita intervensi.
c) Kewenangan dalam Mengelola Cadangan Devisa
Dalam pasal 13 UU Bank Indonesia dirumuskan bahwa bank
Indonesia mengelola cadangan devisa. dalam rangka pengelolaan
cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis
transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negri.yang di
maksut dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang
dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aset Bank Indonesia
yang antara lain berupa emas,uang kertas asing,dan tagihan lainnya
dalam valas kepada pihak luar negri yang dapat dipergunakan sebagai
alat pembayaran luar negri. Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank
Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu
menjual,membeli, dan / atau menempatkan devisa, emas, dan surat-surat
berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman.
Dalam melakukan pengelolaan cadangan devisa,Bank Indonesia selalu
mempertimbangkan 3 (tiga) asas utama dengan skala prioritas, yaitu
likuidita (liquidity) dan keamanan (scurity) tanpa mengabaikan prinsip
untuk memperoleh pendapatan yang optimal (profitability).
Pinjaman luar negri yang dilakuakn oleh Bank Indonesia adalah
pinjaman luar negri atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank
Indonesia yang semata-mata digunakan dalam rangka pengelolaan
cadangan devisa untuk memperkuat posisi neraca pembayaran.pinjaman
dimaksud dapat di pantau oleh DPR melalui hasil pemeriksa keuangan
oleh BPK
d) Penyelenggaraan survei
Untuk melaksanakan kebijakan moneter secara efektif dan
efisien,diperlukan data/informasi ekonomi dan keuangan secara tepat
waktu dan akurat.untuk memperoleh data/informasi tersebut, Bank
Indonesia dapat menyelenggarakan survei scara berkala atau swaktu-
waktu yang dapat bersifat makro atau mikro.pelaksanaan survei tersebut

30
dapat dilaksanakan oleh pihak lain berdasarkan penugasan Bank
Indonesia.
Dalam penyelenggaraan survei, setiap[ badan wajib memberikan
keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia atau pihak
lain yang di tugaskan. Bank Indonesia atau pihak lain yang di tugaskan
untuk melakukan survei tersebut wajib merahasiakan sumber dan data
individual kecuali yang scara tegas dinyatakan lain dalam Undang-
undang.

3.6 Bank Umum


3.6.1 Pengertian & Sifat Usaha
Bank umum adalah suatu lembaga keuangan yang tujuan utamanya adalah
mencari keuntungan. Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dan
biaya. Secara sederhana, keuntungan tersebut dapat dirumuskan sebagai
bentuk :
Keuntungan = R (Q) C (Q) ;

Dimana :
R (Q) = Pendapatan
C (Q) = Biaya

Pendapatan di peroleh dari hasil kegiatan yang berupa pemberian


pinjaman dan pembelian surat-surat berharga. Dalam kaitannya dengan sifat
pokok kegiatan bank tersebut, maka suatu bank umum mempunyai beberapa
fungsi, yakni : pengumpulan dana, pembiayaan , peningkatan faedah dari dana
masyarakat ( dengan memindahkan dari pihak yang kelebihan dana, yang
mungkin kurang berfaedah , kepada pihak yang membutuhkan ) , serta
penanggungan resiko. Di samping fungsi utama tersebut, terdapat pula fungsi
tambahan seperti misalnya : memberikan fasilitas pengiriman uang,
penguangan cek, dan memberikan garansi bank . Dengan demikian yang
membedakan bank umum dengan lembaga keuangan nonbank adalah pertama

31
, bank umum mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi uang beredar
melaui proses penciptaan atau kontraksi kredit, dan kedua bank umum
merupakan suatu supermarket bukan toko spesial barang tertentu , artinya
bank umum tidak hanya cek, serta transaksi valuta asing. Sedangkan lembaga
keuangan nonbank lebih merupakan toko spesial saja, artinya hanya
menjalankan satu kegiatan saja.

3.7 Dana Bank


Seperti halnya pada neraca perusahaan perusahaan manufactur neraca
suatu bank pun terdiri dari identitas :

Kekayaan / Assets = Utang / Liabilitas + Modal Sendiri / Net Worth

Sebelah kanan tanda sama dengan merupakan sumber dana bank serta sebelah
kiri merupakan penggunaanya. Pada dasarnya sumber dana bank ( liabilities )
berasal dari giro ( demand deposit ) , tabungan , deposilo , berjangka ( time
deposits ) , pinjaman dari bank lain, pinjaman dari bank sentral dan perubahan
dari pada modal sendiri. Sedangkan penggunaannya ( assets ) , secara garis besar
dapat dikelompokan ke dalam : uang kas, pinjaman, yang diberikan, pembelian
surat-surat berharga , dan bentuk kekayaan yang lain ( misalnya tanah, gedung,
peralatan dan sebagainya ) .

3.8 Pengelolaan Bank Umum


1) Konsep Dasar Pengelolaan Bank Umum
Tujuan jangka panjang suatu bank umum adalalah mencari laba. Namun
demikian, suatu bank tidaklah seharunya hanya memperhatikan tujuan jangka
panjang ini; tetapi juga kegiatannya dalam jangka pendek ( kegiatan sehari-hari ) .
Dalam jangka pendek, harus selalu dijaga agar tidak terjadi kehabisan dana
artinya, setiap saat para nasabah hendak mengambil depositonya, bankdapat
memenuhi kewajibannya meskipun bank ada kemungkinan menderita kerugian
pada saat itu. Usaha untuk mengatasi masalah likuiditas ini, bank perlu

32
membedakan adanya dua (2) kelompok pos-pos (rekening) dalam neracanya. Satu
kelompok rekening yang memang bank tidak ( kurang ) bisa menguasai dan
kelompok lain adalah rekening-rekening yang bisa dikuasainya.
Contoh rekening yang tidak bisa dikuasai seperti misalnya, deposito para
nasabah serta pinjaman yang diberikan kepada nasabah. Bank biasanya mau
menerima deposito yang di tawarkan oleh nasabah dan pula harus bisa
memberikan ( membayarkan ) kepada nasabah manakala nasabah mengambilnya.
Dalam hal ini bank tidak dapat mengontrol berapa besarnya deposito yang di
tawarkan seta siapa saja ( nasabah ) yang akan mendepositokan uangnya.
Demikian juga siapa, serta dalam jumlah berapa deposito ini di ambil sangatlah
sulit dikontrol. Yang bisa dilakukan oleh bank hanyalah mengadakan peramalan
berdasarkan pengalaman yang lalu.Pinjaman yang di berikan juga sukar untuk
dikontrol, seperti besarnya pinjaman serta jumlah peminjam yang sering
bervariasi di luar kekuasaan bank. Semuanya tergantung pada para calon nasabah,
bank hanya bisa mempengaruhi secara tidak langsung.
Disamping dua jenis rekening yang uncontrollable ini masih ada yang lain,
seperti : sejumlah cek yang akan diuangkan, besarnya cadangan minimum seta
perubahan ( dalam jangka pendek ) dari modal bank.
Kelompok kedua dari rekening dalam neraca bank adalah rekening-
rekening yang dalam hal-hal tertentu bank dapat menguasainya ( controllable ).
Termasuk di dalamnya ; sertifikat deposito serta surat berharga jangka pendek.
Sertifikat deposito dapat dikeluarkan leh bank sesuai dengan yang diinginkan,
seperti halnya berapa besarnya surat berharga yang dipegang bank dpat
menentukan sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu kedua jenis rekening
ini termasuk ke dalam controllable items . Kegiatan pengelolaan bank dapat
jangka pendek dapat dipahami dengan menggunakan pengelompokan rekening
ini. Setiap hari terjadi aliran dana yang suakr terkontrol, seperti :
tambahan/kenaikan deposito, pembayaran kembali kredit yang diberikan,
investasi dalam surat berharga yang jatuh tempo. Itu semuanya merupakan
sumber dana bank ( sources of funds ). Di samping aliran dana masuk ini, terjadi
pula aliran dana ke luar ( yang juga sukar dikontrol ) seperti : pengambilan

33
deposito oleh nasabah serta pemberian keredit baru. Pengelolaan bank ( dalam
jangka pendek ) terdiri dari pengaturan pos-pos yang tidak biasa dikontrol.
Contohnyaapabila suatu ketika bank kelebihan aliran dana ke luar ( dibanding
dengan aliran dana masuk ) maka tidakan kempensasi yang dapat diambil
misalnya berupa penjualan surat berharga atau mengeluarkan sertifikat deposito.
Pemilihan dari alternatif tingakan inilah yang merupakan masalah pokok dalam
pengelolaan bank dalam jangka pendek. Setiap bank akan berbeda tindakan yang
dapat diambil tergantung dari keadaan yang dihadapi. Namun, ada prinsip-prinsip
tertentu yang dapat dipakai sebagai petunjuk di dalam mengambil keputusan
memilih alternatif tindakan tersebut.

3.9 Prinsip Prinsip Pengelolaan Bank Umum Dalam Jangka Pendek


Dua hal yng perlu diperhatikan dalam mengelola bank dalam jangka pendek,
yakni penentuan :
1) Tujuan jangka pendek
2) Cara mencapai tujuan tersebut.

1. Tujuan jangka pendek


Waktu yang relevan bagi bank dalam jangka pendek adalah mingguan atau
paling lam bulanan. Dalam jangka waktu itu tujuan yang utama meliputi :
a. Memenuhi cadangan minum;
b. Pelayanan yang baik kepada langganan;
c. Strategi dalam melakuakan investasi.
Suatu bank yang terlaalu banyak cadangan di atas candangan minimum akan
kehilangan kesempatan memperoleh bungan ( Seandainya kelebihan cadangan
tersebut diinvestasiakn ). Sebaiknya, apabila kekurangan kemungkinan akan
mengalami kesulitan likuiditas atau bahkan akan mendapatkan denda dari bank
sentral.
Dalam hal pelayanan kepada nasabah, bank harus dapat membayar pada
nasabah yang mengambil depositonya dan juga menyediakan kredit manakala
nasabah tersebut layak untuk diberikan kredit. Strategi investasi meliputi

34
penentuan jenis serta jumlah berbagai surat berharga akan diberlinya. Komposisi
portfollo itu biasanya berubah dalam jangka yang relatif lama, hanya secara
priodik sering terjadi perubahan kecil-kecilan.
2. Cara Mencapai Tujuan
Cara yang di tempuh unutk mencapai tujuan di atas mungkin berbeda
untuk setiap bank, tergantung beberapa faktor diantaranya; falsafah
yang dianut, minimum biaya, atau faktor lain.

a. Falsafah dalam Pengelolaan Bank


Yang di maksud dengan falsafah di sini adalah petunjuk baik secara
eksplisit maupun implasit yang ditentukan oleh pimpinan sebagai panduan
dan atau batasa bagi bawahan untuk bertindak, misalnya sampai seberapa jauh
bank tersebut mencari langganan serta mau mananggung resikonya. Beberapa
pola ata gaya pengelolaan yang dapakai, ini meliputi dua yang ekstrim
(meskipun bnyak bank yang memakai gaya atau pola di antara ekstrim ini)
yaitu:
Pola atau Gaya Konservatif
Pola pengelolaan ini tidak ( kurang ) menyukai resiko, meskipun
kadangkala harus diimbangi dengan tingkat pendapatn yang lebih
rendah. Tipe bank demikian ini biasanya lebih menitikberatkan pada
cadangan sekunder sebagai variabel yang dikontrol.
Pola atau Gaya Agresil
Tipe bank ini lebih menekankan pada orientasi keuntungan ( profit
oriented ) meskipun harus menanggung resiko yang relatif lebih besar.
b. Minimum Biaya
Suatu bank yang menghendaki dana tambahan dapat memrolehnya melaui
beberapa cara, antara lain dengan meminjam dana antar bank, mengeluarkan
setifikat deposito atau menjual surat berharga dalam jangak pendek.
c. Faktor-faktor Lain
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi pengelolaan bank di antaranya
kebutuhan nasabah, likuiditas bank, dan perubahan pasar.

35
Pengelolaan likuiditas bank mencakup penentuan berapa besar alat-alat
likuid yang harus disediakan guna menghadapi penagihan dari pada nasabah
yang sewaktu-waktu bisa menagihnya. Masalahnya adalah bank selalu
menghadapi dilema antara likuiditas dan keamanan di satu pihak, pendapatan
dan keuntungan di lain pihak. Alasannya, makin tinggi tingkat likuiditasnya,
makin rendah/kecil kemungkinan untuk memperolehnya
pendapatan/keuntungan. Oleh karena itu perlulah dicari jalan pemecahannya,
supaya keuntungan bisa semaksimal tanpa mengorbankan likuiditasnya.
Dalam hal ini ada dua pendekatan unutk menanganinya yakni yang di sebut
pengolaan kekayaan ( assets management ) dan pengelolaan utang ( Liability
management ).

3.10 Pengelompokan Bank Umum


Untuk mempermudah pemahaman kita tentang bank umum, maka
berdasarkan UU perbankan lama No.14/1967, yang telah diperbaharui dengan UU
pokok perbankan No.7/1992, dan telah direvisi dengan UU No.8/1998, maka kita
dapat memahami bagaimana sistem perbankan di Indonesia. Khusus dalam
hubungannya dengan bank umum sebagai salah satu bagian dari sistem perbankan
Indonesia, maka bank umum dapat dikelompokan sebagai berikut, dilihat dari
berbagai aspek.
1. Aspek fungsi
a. Bank sentral, adalah bank yang merupakan badan hukum milik negara
yang tugas pokoknya membantu pemerintah, sebagai contoh : Bank
Indonesia, Bank of China, Bank of Japan, Bank of England, The Reserve
Bank, The Reserve Bank of India, dan Bank of Seoul.
b. Bank umum, adalah bank yang sumber utama dananya bersasal dari
simpanan pihak ketiga, serta pemberian kredit jangka pendek dalam
penyaluran dana, sebagai contoh : BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank
Bukopin BTN, BCA, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Swadesi, Bank
Permata, Bank Panin.

36
c. Bank pembangunan, adalah bank dalam pengumpulan dananya berasal
dari penerimaan simpanan deposito serta commercial paper, sebagai
contoh : Bank Jatim, Bank Maluku, Bank DKI, Bank Jabar, Bank Papua,
dan Bank NTT.
d. Bank desa, adalah kantor bank disuatu desa yang tugas utamanya adalah
melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan dana dalam rangka
program pemerintah memajukan pembangunan desa.
e. BPR, adalah kantor bank di kota kecamatan yang merupakan unsur
penghimpun dana masyarakat maupun menyalurkan
dananya disektor pertanian dan pedesaan.

2. Status kepemilikan
a. Bank milik negara, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan dan pendiriannya dibawah UU
tersendiri, sebagai contoh : BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, dan
BTN.
b. Bank milik swasta nasional, adalah bank milik swasta yang didirikan
dalam bentuk hokum perseroan terbatas, dimana seluruh sahamnya
dimiliki oleh WNI dan/atau badan-badan hokum di Indonesia, sebagai
contoh : BCA, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Swadesi, Bank
Permata, Bank Panin, dan lain sebagainya.
c. Bank swasta asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank
yang sudah ada diluar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank
asing dengan bank nasional yang ada di Indonesia. Bank asing ini hanya
diperkenankan menjalankan operasinya di lima kota besar di Indonesia,
sebagai contoh : Citibank, HSBC, ABN Amro, Rabobank,
Commonwealth, dan Bank ANZ.
d. Bank pembangunan daerah, adalah bank yang pendiriannya berdasarkan
peraturan daerah propinsi dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
pemerintah kota dan pemerintah kabupaten, diwilayah yang bersangkutan,
dan modalnya merupakan harta kekayaan pemerintah daerah yang

37
dipisahkan, sebagai contoh : Bank Jatim, Bank Maluku, Bank DKI, Bank
Jabar, Bank Papua, Bank NTT, dan lain-lain.
e. Bank campuran, adalah bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional, sebagai contoh : Bank UOB Buana, Bank
Hanvit Indonesia, ANZ Panin Bank, Bank Daiwa Perdania, dan lain-lain.
3. Kegiatan operasional
a. Bank Devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang
diberikan oleh bank Indonesia untuk melakukan transaksi Valuta asing
dan lalu lintas devisa serta hubungan koresponden dengan bank asing
diluar negeri, sebagai contoh : BCA, Bank Mega, Bank Danamon, Bank
Swadesi, dan lain sebagainya.
b. Bank Nondevisa, adalah bank yang dalam operasionanya hanya
melaksanakan transaksi dalam negeri, tidak melakukan transaksi valuta
asing, dan tidak melakukan hubungan dengan bank asing diluar negeri.
4. Penciptaan uang giral
a. Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak
sekedar menghimpun dan menyalurkan dananya, tetapi juga melaksanakan
semua transaksi yang berhubungan langsung dengan kas.
b. Bank Sekunder, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya sekedar
melaksanakan transaksi kas secara langsung.

3.11 Resiko-Resiko Dalam Usaha Perbankan


Dalam menjalankan bisnis industri perbankan, maka setiap bankir harus
benar-benar menyadari berbagai risiko bisnis yang dihadapinya. Dalam
menghadapi berbagai risiko usaha yang timbul tentunya para bankir harus
melakukan perencanaan yang tepat dengan kemampuan prediksi yang akurat.
Risiko-risiko tersebut antara lain :
1. Risiko Likuiditas
Adalah risiko yang timbul karena bank tidak dapat memenuhi kewajiban
jangka pendek pada masyarakat saat dibutuhkan, yang disebabkan oleh karena
bank kekurangan likuiditas. Dengan demikian dapat dipahami bahwa likuiditas

38
merupakan unsur penting bagi bank. Karena dengan likuiditas yang cukup maka
bank mampu untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dari setiap nasabah.
2. Risiko Tingkat Bunga
Adalah risiko yang timbul akibat perubahan tingkat bunga, sebagai akibat
dari mismatch position yang dilakukan bank. Disamping itu juga bisa disebabkan
oleh perbedaan bunga antara Resource of Fund dan Uses of Funds.
3. Risiko Kredit
Adalah risiko yang timbul karena debitur tidak dapat mengembalikan dana
yang dipinjam dan bunga yang harus dibayar kepada bank. Risiko ini tentu harus
diantisipasi oleh bank melalui suatu proses penilaian serta analisis kredit yang
benar dan tepat yang disesuaikan dengan prudentian banking legal lending limit.
4. Risiko Manajemen
Adalah risiko yang ditimbulkan oleh internal bank yang bersangkutan,
yang disebabkan oleh mismanagement dan factor mentalitas pegawai bank. Risiko
ini sangat penting untuk diperhatikan bagi sebuah bank, karena jika lengah maka
terjadinya kerja sama antara nasabah dengan pegawai bank untuk membobol bank
melalui bentuk bentuk transaksi fiktif mungkin saja terjadi.
5. Risiko Investasi
Adalah risiko yang timbul karena bank mengalami kerugian berupa
penurunan nilai serat berharga yang dimiliki seperti saham dan obligasi.
6. Risiko Operasi
Risiko Operasi yang dihadapi oleh bank berkaitan dengan masalah
penghimpunan dan penggunaan dana, seperti perubahan dalam komposisi biaya
operasional dan lain sebagainya.

7. Risiko Fidusia
Risiko Fidusia yang timbul karena bank memberikan jasa perwaliamatan
sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabah karena ketidak jujuran atau adanya
unsur penipuan.
8. Risiko Keamanan

39
Risiko keamanan yang timbul akibat ketidakstabilan politik dan
keamanan. Kasus 12 mei 1997 di Trisakti telah memporak-porandakan bisnis
perbankan dan stabilitas nasional. Aksi terorisme seperti yang terjadi di Word
Trade Center (simbol bisnis dunia) dan Pentagon (symbol keamanan dunia) telah
menyebabkan Amerika Serikat kehilangan 1,3 triliun dolar AS. Aksi demonstrasi
Anti amerika Serikat, telah menyebabkan investor menyebabkan investor
mencabut rencana investasi di Indonesia dan menarik kembali dana yang telah
diinvestasikan diberbagai sector termasuk perbankan.
9. Risiko Pendapatan
Adalah risiko yang timbul akibat gagalnya penyaluran kredit bank.
Pendapatan bank diperoleh dari pendapatan bunga pinjaman dan pendapatan
selain bunga, adanya kredit macet, perubahan suku bunga, perubahan kurs valas,
dan turunnya nilai jaminan (agunan) akan menyebabkan perubahan dalam
pendapatan suatu bank.
10. Risiko Pasar
Adalah risiko yang timbul akibat perubahan tingkat bunga pasar, tingkat
kurs valuta asing, tingkat inflasi, dan sebagainya. Likuidasi atau bangkrutnya
suatu bank yang besar dapat menyebabkan bangkrutnya bank yang lain (efek
domino)-sebagai akibat penarikan dana secara tiba-tiba. Setiap saat bank harus
mengevaluasi perkembangan tingkat suku bunga pasar untuk menetapkan tingkat
suku bunga simpanan dan kredit. Bank harus melakukan evaluasi secara berkala
terhadap kualitas portopolio aset produktifnya dengan kurs terakhir, termasuk
transaksi derivatifnya.

40
BAB 4
TEORI PERMINTAAN UANG

4.1 Teori Permintaan Uang Modern


4.1.1 Teori Keynes
Meskipun bisa dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang bersumber
dari teori Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang berbeda dengan teori
moneter tradisi klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada penekanan pada
fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan bukan hanya sebagai means of
exchange. Teori ini kemudian dikenal dengan nama teori Liquidity Preference.
4.1.1.1 Motif Transaksi dan Berjaga-jaga
Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya, dan
permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin besar
volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk tujuan transaksi.
Permintaan uang untuk tujuan transaksi ini pun tidak merupakan suatu proporsi yang
selalu konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Hanya saja
faktor tingkat bunga untuk permintaan transaksi untuk uang ini tidak ditekankan oleh
Keynes, akan tetapi tingkat bunga ditekankan pada permintaan uang untuk tujuan
spekulasi.
Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari
memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena sifat
uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang-barang lain. Menurut Keynes
permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama
dengan faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi, yaitu terutama
dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula
oleh tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya)
4.1.1.2 Motif Spekulasi
Sesuai dengan namanya , motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk
tujuan memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya si pemegang uang
tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan benar. Pada teori Cambridge faktor

41
ketidaktentuan masa depan (uncertainly) dan faktor harapan (expectations) dari pemilik
kekayaan bisa mempengaruhi permintaan akan uang dari pemilik kekayaan tersebut.
Namun sayangnya teori ini tidak pernah membakukan faktor-faktor ini ke dalam
perumusan teori moneter mereka. (Kita lihat bahwa bentuk permintaan dari teori
Cambridge tidak berbeda dengan Fisher, dan faktor-faktor ini hanya masuk analisa secara
kualitatif). Perumusan permintaan uang untuk motif spekulasi dari Keynes merupakan
langkah formalisasi dari faktor-faktor ini ke dalam teori moneter.
Keynes tidak membicarakan faktor uncertainly dan expectations hanya secara
umum, seperti teori Cambridge. Tetapi ia membatasi uncertainly dan expectations
mengenai satu variable yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi
pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam
bentuk uang tunai atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan
penghasilan sedangkan obligasi dianggap memberikan berupa sejumlah uang tertentu
setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu
penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas
(perpetuity).
Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
K = RP(1)
Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P
adalah harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi perpetuity tersebut. Persamaan
tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut :
P = K/R..(2)
yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi (P)
berbanding terbalik dengan tingkat bunga R bila tingkat bunga turun, maka berarti harga
pasar obligasi naik, dan sebaliknya bila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi
turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah
permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat. Karena, semakin tinggi tingkat
suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau
masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga semakin
rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin besar
seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.

42
Permintaan total akan uang :
Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes
adalah:
Md/P = [ k Y + (R, W) ].(1)
Md/P adalah permintaan uang total dalam arti riil, suku pertama dalam kurung,
yaitu k Y adalah permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga, yang dinyatakan
sebagai suatu proporsi (k) dari pendapatan nasional riil. (R, W) adalah permintaan akan
uang untuk motif spekulasi yang dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat bunga yang
berlaku (R) dan nilai asset (kekayaan atau wealth) yang ada di masyarakat (W). Variable
W ini dimasukkan karena permintaan uang untuk motif spekulasi dinyatakan sebagai
bagian dari W yang dipegang dalam bentuk uang tunai. Persamaan (1) tersebut bisa pula
dinyatakan dalam bentuk permintaan akan uang dalam satuan moneter sebagai berikut :
Md = [ k Y + (R, W) ] P..(2)
dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga fungsi (2)
menjadi :
Md = [ k Y + (R) ] P(3)
dimana (R) = (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang
dianggap juga Keynes sebagai variable yang ditentukan oleh pemerintah, sama dengan
Md. Sehingga :
Ms = [ k Y + (R) ] P(4)

Teori moneter Keynes ini mempunyai implikasi-implikasi teori maupun


kebijaksanaan yang penting, yang berbeda dengan teori-teori Klasik, yaitu:
1) Teori Klasik mempunyai cirri dasar bahwa perubahan volume uang beredar tidak
mempengaruhi tingkat maupun komposisi pengeluaran dalam masyarakat. Volume
jumlah uang yang beredar hanya mempengaruhi tingkat harga umum (P).
2) Teori permintaan akan uang dari Keynes mempunyai implikasi bahwa permintaan uang
adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bias bergeser dan berubah
posisi dengan cepat dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena Keynes menekankan
peranan faktor uncertaity dan expectation dalam menentukan posisi permintaan uang
untuk tujuan spekulasi.

43
4.2 Teori Permintaan Uang Baumol Tobin
Teori ini dikembangkan oleh Baumol (1952) dan tujuan Tobin (1956) yang masing-
masing ingin menjelaskan factor yang mempengaruhi permintaan uang untuk tujuan
transaksi.
Baumol menggunakan pendekatan teori penentuan barang persediaan yang bias dipakai
dalam dunia perusahaan. Dia menganalisa tingka laku individu (rumah tangga atau
perusahaan) dan menganggap bahwa pendapatan mereka diterima sekali (misalnya tiap
bulan). Hal ini mengingatkan bahwa kekayaan individu tersebut selain berupa uang kas dapat
berupa surat berharga yang menghasilkan bunga, serta adanya oongkos atau biaya unruk
memerlukan surat berharga tersebut dengan uang kas. Masalah penentu uang kas optimum
(dimana ongkos yang paling rendah) dapatlah dijelaskan sebagai berikut :
T : Nilai rill pendapatan selama satu periode (satu bulan), dengan demikian juga besarnya
nilai rill transaksi selama satu periode (satu bulan)
R : Adalah tingkat bunga (tetap setiap periode)
B : Adalah ongkos/biaya perantara (brokers fee) yang besar tetap, tidak tergantung pada
besar transaksi
C : Adalah nilai rill suatu berharga yang ditukar dengan uang kas setiap kali atau besar
uang kas setiap kali, diambil dari uang tabungan seandainya semua pendapatannya ditabung.
Jadi besarnya/volume transaksi selama satu bulan (apakah itu menjual surat berharga atau
mengambil tabungan di Bank) adalah T/C, yakni jumlah pendapatan dibagi dengan besar
uang kas yang akan setiap saat dipegang.
Ongkos/biaya perantara sebesar bT/C. karena individu tersebut memegang uang kas
sebesar C setiap periode dan dibelanjakan secara merata selama satu periode dan menjual
surat berharga (atau mengambil tabungan) lagi mana kala uang kasnya (C) habis, maka
jumlah rata-rata uang kas yang dipegang setiap saat sebesar C/2 , secara diagramtis hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Individu tersebut pada awal bulan memegang uang kas (C) sebesar Rp 200.000,00, uang
ini dibelajakan secara merata selama satu bulan, sehingga pada akhir bulan uang kas tersebut
habis (C = 0).

44
Kemudian individu tersebut menjual surat berharga atau mengambil tabungan sebesar Rp
200.000,00 dan dibelajakna merata bulan berikutnya. Pada akhir bulan berikutnya uang
kasnya akan habis lagi (C = 0), kemudian lagi menjual surat berharga sebesar Rp 200.000,00
dan dibelanjakan merata lagi selama satu bulan. Dengan demikian proses tersebut berulang.
Kesimpulan dari analisis Baumol-Tobin adalah ketika suku bunga meningkat, jumlah dari
uang tunai yang dipegang untuk transaksi akan turun, yang berarti percepatan akan naik
seiring dengan kenaikan suku bunga. Dengan kata lain, komponen transaksi dari permintaan
akan uang berhubungan negative dengan tingkat suku bunga.
Pengembangan lebih lanjut dari pendekatan Keynes yaitu pendekatan Baumol-Tobin,
telah mencapai penjelasan yang lebih detail mengenai permintaan uang untuk transaksi,
berjaga-jaga dan spekulasi. Upaya untuk memperbaiki prinsip yang mendasari Keynes
mengenai permintaan atas uang untuk spekulasi hanya berhasil sebagian, masih belum jelas
bahwa permintaan ini bisa terjadi. Tetapi model dari permintaan uang untuk transaksi dan
berjaga-jaga menunjukkan bahwa komponen permintaan uang berhubungan negative dengan
suku bunga. Dengan demikian, gagasan Keynes bahwa permintaan uang sensitive terhadap
suku bunga, menyatakan bahwa percepatan tidaklah konstan dan pendapatan nominal
dipengaruhi oleh faktor-faktor selain jumlah uang masih bisa didukung.
Implikasi dari teori Boumol :
Tingkat bunga mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi karena adanya
opportunity cost dalam memegang uang.
Adanya economies of scale dalam penggunaan uang, artinya jika ada peningkatan
pendapatan ( nilai transaksi, T) maka persentase kenaikan uang kas yang diinginkan
(Md) lebih kecil daripada kenaikan nilai transaksinya.
Permintaan uang kas untuk tujuan transaksi tergantung pada tingkat bunga serta
biaya perantara ( teori keynes : permintaan uang untuk tujuan transaksi hanya
tergantung dari pendapatan).
Perkembangan / kemajuan teknologi yang menyebabkan turunnya ongkos/ biaya
transaksi akan mengakibatkan turunnya rata-rata kas yang dipegang oleh individu
Motif berjaga-jaga dalam permintaan uang. Muncul karena adanya ketidakpastian
dalam arus uang masuk dan keluar.

45
4.3 Teori Kuantitas Modern ( Milton Friedman )
Teori ini dipopulerkan dan dikembangkan oleh Milton Friedman, dengan mengatakan
bahwa permintaan uang itu sejalan dan identik dengan permintaan untuk komoditi tahan
lama.
M = k.Y = (1/v) . Y
Dimana :
M = Jumlah Uang yang Beredar
k = Besar kecilnya keinginan masyarakat untuk memegang bagian
kekayaannya dalam bentuk kas
Y = Pendapatan nasional
V = Velocity
Perbedaannya adalah :
a. Pada persamaan klasik yang dimaksud Y adalah current income, sementara menurut
Friedman Y adalah Permanent Income, yakni pendapatan rata-rata yang diharapkan
masyarakat selama periode tertentu
b. Menurut teori klasik, yang dimaksud M adalah M1, sementara menurut Friedman adalah
M2, dimana M2 = M1 + Time Deposit
c. Dalam teori klasik, nilai v aalah konstan, namun dalam persamaan Friedman nilai v
berfluktuasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
Inflasi
Tingkat harga umum
Penghasilan dari saham
Penghasilan dari obligasi, dll

Kesimpulan dari Teori Kuentitas Friedman adalah :


a. JUB masih merupakan variabel kunci dalam penentuan kebijakan untuk mengendalikan
tingkat harga dan pendapatan.
b. Inflasi dan deflasi dapat diatasi apabila perubahan JUB per unit output dapat dijaga
kenaikan atau penurunnya.
c. Velocity JUB relatif masih stabil

46
d. Efektifitas kebijakan fiskal, dalam hal ini defisit APBN, masih dapat diatasi bila dibiayai
dengan pinjaman masyarakat, dan bukan dari penambahan pencetakan uang.

4.4 Teori Permintaan Uang Klasik


Teori permintaan uang,tercermin dalam teori kuantitas uang. Pada awal mulanya teori ini
dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa seseorang atau masyarakat menyimpan uang kas,
tetapi lebih pada peranan dari uang itu sendiri. Menurut Fisher bahwa jumlah proporsional
dengan harga, dengan asumsi kecepatan uang dan transaksi dianggap tetap (Sukirno,
2003:221).
Dengansederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut :
M = Uang beredar (penawaran uang)
P = Tingkat harga
V = Kecepatan perputaran uang
T = Jumlah barang dan jasa yang diperjual belikan di dalam satu tahun tertentu
Di dalam persamaan itu M diartikan dalam pengertian uang beredar yang sempit.
Iniberarti M adalah sama dengan jumlah uang kertas, logam danu anggiral yang terdapat
dalam perekonomian. Kelajuan peredaran uang yaitu V, ditentukan berdasarkan keseringan
uang beredar yang tedapat dalam masyarakat berpindah tangan dalam satu tahun.
Faktor terakhir dalam persamaaan di atas yaitu T, menunjukkan jumlah barang-
barang jadi dan barang setengah jadi yang diperjual belikan. Sedangkan PT adalah hasil
penjumlahan dari perkalian di antara masing-masing barang yang termasuk pendapatan
nasional dengan harga-harganya. Singkatnya PT bukan meliputi pendapatan nasional saja,
tetapi juga nilai keatas barang-barang. Ini berarti nilai PT selalu lebih besar dari pada
pendapatan nasional. (Sukirno, 2003:221-222)
Sedangkan teori kuantitas uang menurut versi yang di kemukakan oleh Marshall
(dalamAzis, 2002:6) dengan formulasi sebagai berikut :
M = kPO = kY.........................................................................(4)
Dimana :
k = 1/V
Secara matematis formulasi Alfred Marshall ini sama dengan formulasi Irving
Fisher namun, implikasinya berbeda. Marshall memandang bahwa individu atau

47
masyarakat selalu menginginkan sebagian (proporsi) tertentu dari pendapatannya (Y)
diwujudkan dalam bentuk uang kas (yang dinyatakan dengan k). Sehinggak Y merupakan
keinginan individu atau masyarakat dapat diformulasikan sebagai berikut :
Md = kPO = kY......................................................................(5)
Md = adalah permintaan uang kas
Dengan formulasi tersebut teori Marshall merupakan awal dari teori permintaan
akan uang. Teori ini masih sangat sederhana, terkandung didalamnya beberapa
kelemahan. Kelemahannya adalah bahwa dalam kenyataannya V tidak lah tetap. Baik di
Negara maju maupun Negara berkembang, V cenderung tidak konstan.

1. Irving Fisher
Melalui bukunya The Purchasing power of money terbit pada tahun 1911, Irving
Fisher memperkenalkan pendekatan secara velositas. Pendekatan ini menjelaskan bahwa
jumlah uang yang dibelanjakan sama dengan jumlah uang yang diterima. Dalam teori ini,
fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar
Fisher mengemukakan bahwa permintaan uang merupakan kepentingan yang
sangat likuid untuk memenuhi motif transaksi. Dengan sederhana persamaan transaksi
permintaan uang Fisher adalah:
MV = PT
Dimana nilai dari barang yang dijual dikalikan dengan harga rata-rata dari barang
tersebut (P) harus sama dengan volume uang yang ada dalam masyarakat (M) dikalikan
dengan berapa kali rata-rata perputaran uang (V). Volume transaksi (T) dalam suatu
periode tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat ( pendapatan nasional ) dan
bisa pula dianggap mempunyai nilai tertentu dalam satu tahun.
Menurut Fisher dan kaum klasik diasumsikan selalu dalam keadaan full
employment. Velocity ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan, mencakup faktor-
faktor, misalnya tingkat permintaan uang akan sama dengan pendapatan nasional. Maka
secara matematis dapat ditulis:
Md = kPY

Dimana k adalah proporsi/bagian dari GNP yang diwujudkan dalam bentuk uang kas, jadi

48
besarnya sama dengan I/VV, sedangkan Y adalah tingkat pendapatan nasional riil dan P
adalah harga umum.

2. Teori Cambridge
Teori ini dikemukakan oleh A. Marshall dari Universitas Cambridge, dia
memandang persamaan Fisher dengan sudut pandang yang berbeda. Marshall tidak
menekankan pada perputaran uang (velocity) dalam suatu periode, melainkan pada
bagian dari pendapatan (GNP) yang diwujudkan dalam bentuk uang kas (Nopirin, 1998:
73). Secara matematis, teori ini dapat dituliskan sebagai berikut:
M = k Py
Dimana k adalah proporsi dari GNP yang diwujudkan dalam bentuk uang kas,
jadi besarnya sama dengan 1/v. Marshall tidak menggunakan volume transaksi (T)
sebagai alat pengukur jumlah output, tetapi menggunakan Y (untuk menunjukkan GNP
riil). Jadi, T umumnya lebih besar daripada Y, sebab dalam pengertian T termasuk juga
total transaksi barang akhir dan atau setengah jadi dihasilkan beberapa tahun yang
lampau. Sedang dalam GNP hanyalah mencakup barang dan jasa akhir yang dihasilkan
pada tahun tertentu saja, di dalamnya juga tidak termasuk barang setengah jadi. Esensi
dari persamaan Irving Fisher tidaklah berbeda dengan persamaan Marshall ditinjau dari
segi matematis, sehingga masih juga merupakan suatu identitas. Namun demikian,
orientasinya berbeda. Persamaan Marshall dapat dikatakan merupakan persamaan yang
menunjukkan adanya permintaan akan uang, dimana masyarakat menghendaki sebagian
tertentu dari pendapatannya dalam bentuk uang kas (ditunjukkan dengan k).
Dengan demikian, persamaan Marshall tidak lagi merupakan persamaan
pertukaran atau identitas (seperti pada persamaan Irving Fisher), tetapi telah merupakan
persamaan teori kuantitas uang (dalam arti telah terkandung di dalamnya pengertian
permintaan akan uang, yang kemudian sering disebut dengan persamaan cash-balance).

4.5 Teori Permintaan uang Dalam Islam


Uang dalam ekonomi Islam bukanlah modal. Uang adalah barang publik. Jadi semua
orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara, dapat diartikan sebagai flow
concept.

49
Teori permintaan uang dalam ekonomi Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Teori Permintaan Uang Menurut Mazhab Iqtishaduna
Permintaan uang hanya ditunjukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan
berjaga-jaga atau investasi. Secara matematik formula permintaan uang dapat ditulis
sebagai berikut :

Md = Mdtrans + Mdprec

Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan


yang dimiliki oleh seseorang. Dimana semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang
maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi bang dan jasa juga akan
meningkat.

b. Permintaan uang menurut madzhab mainstream


Menurut madzhab ini permintaan uang juga dikategorikan menjadi dalam dua hal
yakni permintaan uang untuk transaksi dan permintaaan uang untuk berjaga-jaga.
Perbedaan baru terlihat pada madzhab ini dengan melihat bagaimana perilaku
permintaan uang untuk kedua motif tersebut. Landasan filosofis dari teori dasar ini
adalah, bahwa Islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk alokasi
secara maksimum dan efisien. Pelarangan penimbunan uang merupakan kejahatan
penggunaan yang harus diperangi. Pengenaan pajakterhadap asetproduktif yang
menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh madzhab ini.
Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:

Md = Md trans + Md PrecMd =
f (Y/)

dimana :
Md = Permintaan Uang dalam masyarakat Islam
Y = Pendapatan

50
= tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas

c. Permintaan Uang menurut Mazhab Alternatif


Permintaan uang menurut madzhab ini, sangat erat kaitannya dengan konsep
endogenous uang dalam Islam. Teori endogenous dalam Islam secara sederhana
dapat diartikan sebagai keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi dari
volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Teori inilah yang kemudian
menjembatani dan tidak mendikotomikan antara pertumbuhan uang di sektor moneter
dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil.
Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak didasarkan pada
perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika ada pemanfataan secara ekonomis
selama uang tersebut digunakan. Seara makroekonomi, nilai tambah uang dan
jumlahnya hanyalah representasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil. Maka
landasan sistem moneter harus selalu berpijak pada sektor riil (mikroekonomi).
Menurut (Choudhury, 1997) permintaan uang adalah representasi dari
keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sekotr riil. Semakin tinggi kapasitas dan
volume sektor riil, maka permintaan uang akan meningkat.

Md = f (rb, y,p,S,X,Y)[]+ + - + + +

Dimana :
rb = rasio bagi hasil antara shahibul maal dan mudharib dalam bank atau
lembaga keuangan
S = Total pengeluaran nasional
Y = Pendapatan riil
P = Tingkat harga atau inflasi
X = Variabel sosio ekonomI

51
BAB 5
TEORI PENAWARAN DAN JUMLAH UANG YANG BEREDAR

Pada hakikatnya, penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu
perekonomian. Kita telah mengenal kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang bertujuan
untuk mengatur penawaran uang / mengatur jumlah uang yang beredar. Jadi penawaran uang
merupakan tugas pemerintah melalui bank sentral (Bank Indonesia). Sangat perlu dipahami
bahwa konsep uang sangat terkait pada konsep likuiditas. Suatu asset likuid adalah asset yang
dengan mudah dapat diuangkan dengan tanpa kehilangan risiko rugi. Pada satu sisi ekstrim
dari spectrum likuiditas, uang tunai adalah asset yang paling likuid dengan daya beli penuh.
Pada tingkat spektrum likuiditas moderat kita mengenal uang kuasi yang secara definitive
tidak secara langsung berfungsi sebagai medium of exchange. Pada sisi ekstrim lainnya kita
mengenal asset-aset fisik yang sangat tidak likuid sebagai alat pertukaran seperti rumah,
tanah, obligasi jangka panjang dan sebagainya. Uang beredar (Money Supply) tercipta
melalui interaksi pasar yaitu permintaan dan penawaran uang,jadi uang beredar dapat
bertambah dan berkurang tergantung tarik-menarik antara permintaan dan penawaran uang
yang tercermin pada perilaku pelaku utama dalam pasar uang sedangkan Jumlah uang
beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Namun definisi ini terus
berkembang, seiring dengan perkembangan perekonomian suatu negara. Cakupan definisi
jumlah uang beredar di negara maju umumnya lebih luas dan kompleks dibandingkan negara
sedang berkembang (NSB).

5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Uang


Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang adalah sebagai berikut.
a. Bank sentral
Bank sentral (BI) dapat mempengaruhi penawaran uang karena bank sentral
mempunyai hak oktroi untuk mencetak dan mengedarkan uang kartal.Selain memiliki
hak oktroi,Bank Sentral juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar melalui
kebijakan moneter yang dapat berupa :
Politik diskonto (menaikkan atau menurunkan suku bunga)
Politik pasar terbuka( memperjual belikan surat berharga)

52
Politik cash ratio (Menaikkan dan menurunkan cadangan kas untuk bank
umum)
Politik kredit selektif (Pengaturan pemberian kredit)
b. Pemerintah
Pemerintah melalui menteri keuangan atas persetujuan Gubernur Bank
Indonesia dapat meminta perum peruri untuk mencetak uang berupa uang kertas dan
uang logam pemerintah (uang yang nominalnya kecil).
c. Bank umum
Bank umum dapat menciptakan uang giral (uang bank) melalui pembelian
saham/surat berharga dari masyarakat
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah uang beredar yaitu :
Kebijakan Bank Sentral melalui hak oktroinya.
Pemerintah melalui hak mencetak uang dengan nominal terkecil
Bank umum melalui pembelian surat-surat berharga dari masyarakat
Selain ketiga lembaga diatas, faktor yang lain yang mempengaruhi penawaran
uang/jumlah uang beredar yaitu :
a. Tingkat bunga
Jika tingkat bunga yang ditentukan bank sentral maupun bank umum tinggi,akan
mendorong masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank dan penciptaan kredit
baru terhambat sehingga jumlah uang beredar akan berkurang.Demikian pula
sebaliknya jika suku bunga di bank-bank rendah,akan menyebabkan masyarakat
enggan menabung dan akan mendorong terciptanya kredit baru,sehingga jumlah uang
beredar akan bertambah.Semakin tinggi tingkat bunga, semakin sedikit jumlah uang
yang beredar. Semakin rendah tingkat bunga, semakin banyak jumlah uang yang
beredar.
b. Tingkat inflasi
Inflasi yang tinggi dapat melumpuhkan perekonomian. Daya beli masyarakat
menjadi rendah dan perusahaan tidak dapat menjual barang dan jasa yang
ditawarkannya.

53
c. Tingkat produksi dan pendapatan nasional
Bila tingkat produksi dan pendapatan nasional rendah, pemerintah mungkin
akan memperbanyak jumlah uang yang beredar. Dengan tujuan untuk menggairahkan
dunia perbankan dan dunia usaha (melalui peningkatan suku bunga dan peningkatan
harga).
d. Nilai tukar rupiah
Jika nilai tukar rupiah menurun, pemerintah akan menurunkan jumlah rupiah
yang beredar, sehingga sesuai hukum keseimbangan permintaan dan penawaran.
Tingkat bunga akan naik dan nilai rupiah pun terangkat.

5.2 Teori Penawaran Uang Modern


Dalam perekonomian modern, para produsen emas tidak lagi memiliki peranan
moneter yang penting seperti dalam sistem standar emas. Dalam sistem standar kertas,
sumber dari terciptanya uang beredar, yaitu otoritas moneter (Bank Sentral). Otoritas
moneter merupakan produsen uang inti atau uang primer. Adapun lembaga keuangan
(perbankan) merupakan produsen uang sekunder bagi masyarakat. Keduanya
berhubungan sangat erat karena uang sekunder (uang giral) hanya bisa tumbuh karena
ada uang primer. Uang sekunder diciptakan oleh bank berdasarkan atas uang primer yang
dipegang bank (cadangan bank).

5.3 Money Multiplier (Pelipat Uang)


Proses pelipatan uang atau money multiplier merupakan proses pasar (
penyesuaian antara permintaaan dan penawaran uang ).Proses pelipatan itu dimungkinkan
karena adanya lembaga yang disebut bank,yang tidak harus menjamin secara penuh uang
giral yang diciptakannya dengan uang tunai
a. Jumlah Uang Beredar
Perubahan jumlah uang beredar ditentukan oleh hasil interaksi anatara
masayarakat, lembaga keuangan serta bank sentral. Proses bagaimana interaksi ini
berjalan, dibawah ini akan dijelaskan mulai proses sederhana hingga yang lebih
kompleks (lebih realistis).

54
b. Proses Sederhana
Guna mengetahui proses sederhana tentang penciptaan kredit (dan juga proses
perubahan jumlah uang beredar) maka perlu dilakukan penyederhanaan keadaan yang
nyata terjadi melalui penggunaan beberapa anggapan. Anggapan ini tentu saja tidak
realistis. Namun, apabila proses yang sederhana ini sudah dipahami, dengan
menanggalkan/mengubah anggapan-anggapan tersebut bisa dipahami proses yang lebih
kompleks tanpa kehilangan jejak.
Anggapan-anggapan itu adalah:
1. Cadangan minimum 10%
2. Masyarakat tidak akan mengubah jumlah uang kas yang dipegang (tidak ada cash
drain dalam proses).
3. Semua kelebihan resrves dipinjamkan (loaned up).
4. Hanya ada satu macam deposit (semuanya giro/demand deposit).

c. Modifikasi Anggapan 2: Adanya kebocoran kas (Cash Drain)


Dalam hal ini digunakan anggapan bahwa apabila deposito berubah masyarakat
akan mengubah jumlah uang kas yang dipegang dengan proporsi (imbangan) tertentu,
misalnya untuk setiap Rp10,00 transaksi deposito,mereka akan memegang uang ka
Rp5,00 lebih besar dari semula. Secara formula, anggapan ini dapat diformulasikan
sebagai berikut:

K=

Dimana: K= Proporsi uang kas (terhadap deposito).


C= Uang kas yang dipegang.
D= Transaksi deposito
Jadi, setiap bank yang memberikan pinjaman kepada nasabah sebesar kelebihan
cadangannya, oleh nasabah tersebut tidak semuanya didepositokan pada bank yang lain,
tetapi disimpan/ ditahan dalam bentuk uang kas (merupakan cash drain).
Dengan demikian tambahan deposito mula-mula () sekarang dipecah menjadi
dua, yakni uang kas dan deposito.

55
d. Modifikasi Anggapan 3: Adanya Kelebihan Cadangan
Anggapan ketiga adalah tidak adanya kelebihan cadangan.Semua kelebihan ini
oleh bank dipinjamkan semuanya.Tentu saja ini tidak realistis.Beberapa bank (biasanya
yang kecil) sering menahan sejumlah tertentu kelebihan cadangan untuk berjaga-jaga
menghadapai adanya kekurangan cadangan. Adanya perubahan anggapan ini tidak
megubah proses penciptaan uang seperti pada modifikasi anggapan kedua. Seperti halnya
tingkah laku nasabah dalam menahan uang kas, disini bank juga dianggap menehan
kelebihan cadangan dalam proporsi tertentu terhadap deposito. Secara formula dapat
ditunjukan sebagai berikut:

X=

Dimana X dalah proporsi kelebihan cadangan yang ditahan terhadap deposito, dan
adalah kelebihan cadangan yang ditahan.Sekarang, tambahan deposito mula-mula
berbentuk tiga, yakni tambahan deposito, uang kas dan kelebihan cadangan.

e. Modifikasi Anggapan 4: Adanya Pembedaan Giro dan Deposito Berjangka (Time


Deposit) dan Adanya Sektor Pemerintah
Satu pertanyaan yang penting disini adalah sampai seberapa jauh bank sentral
dapat mempengaruhi jumlah uang beredar?Dapatkah bank sentral menguasai sepenuhnya
jumlah uang beredar?
Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu akan dijelaskan satu konsep yang
penting dalam kaitannya dengan proses perubahan jumlah uang yang beredar, yakni
uang inti (monetary base). Dikatakan uang inti karena merupakan pangkat/inti dari
adanya uang.Uang inti ini dapat didefinisikan sebagai utang neto dari pengusaha moneter
(pemerintah c.q. bank sentral) yang ada ditangan masyarakat.Salah satu bentuknya adalah
uang kertas.Uang kertas inilah yang merupakan pangkal/inti dari perubahan jumlah uang
beredar.Oleh karena itulah disebut uang inti. Di samping uang kertas, perngertian uang
inti termasuk juga cdangan bank umum pada bank sentral. Secara formula:
MB= RS+C
Dimana: MB adalah uang inti (monetary base).
RS adalah cadangan bank umum pada bank sentral.
C adalah uang kertas.

56
Dengan adanya pembedaan anatara giro dan deposito berjangka, maka cadangan
minimumnya juga dibedakan.Deposito berjangka cadangan minimum umumnya lebih
rendah.Demikian juga deposito dari pemerintah terkena cadangan minimum. Dengan
1
adanya ketiga jenis deposito ini maka formulasi yang semula bentuknya: D= R, atau

dapat dituliskan RS= R.D, menjadi RS = R (D+T+G), dimana T adalah deposito


berjangka (time deposit), dan G adalah deposito pemerintah pada bank umum. Dari
formulasi terakhir ini tampak ada tiga pihak yang dapat mempengaruhi jumlah uang
beredar, pertama, masyarakat yang tercermin dalam D dan T, bank sentral tercermin
dalam R dan pemerintah tercermin dalam G.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kemampuan bank umum untuk
menciptakan uang adalah perbandingan/proporsi antara uang kas dengan deposito yang
inigin dipegang oleh masyarakat, misalnya, untuk setiap Rp 1.000,00 deposito,
masyarakat memegang uang kas Rp 250,00. Jadi proporsi uang kas terhadap deposito
250,00 1
sebesar = 4. Apabila suatu ketika keinginan masyarakat memegang uang kas
1.000,00

turun, misalnya menjadi Rp 100,00 untuk setiap deposito Rp 1.000,00 (jadi proporsinya
turun menjadi 1/10) maka kemampuan bank umum untuk menciptakan uang akan makin
kecil juga. Apabila proporsi ini kita beri symbol k maka dapat diformulasikan:
C= kD atau
k= C/D
Besaran k dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya tingkat pendapatan,
penggunaan kartu kredit serta keadaan perekonomian pada umumnya.Makin tinggi
tingkat pendapatan masyarakat k cenderung makin kecil. Demikian pula semakin makin
banyak transaksi yang pembayarannya dilakukan dengan kartu kredit maka k akan makin
kecil. Sebaliknya, apabila keadaan ekonomi tidak sabil (misalnya karena adanya inflsi)
maka k akan makin besar.
Meskipun deposito berjangka tidak masuk dalam pengertian/definisi uang, namun
karena sering bank sental mengenakan cadangan minimum maka hal ini akan
mempengaruhi keinginann masyarakat untuk mempunyai deposito berjangka. Dari sini
bisa diketahui berapa perubahan jumlah uang sebagai akibat dari perubahan uang inti.
Untuk jelasnya disini akan ditunjukan bagaimana perubahan keinginan masyarakat

57
mempengaruhi jumlah uang. Apabila keinginan masyarakat ini digambarkan/ditunjukkan
dengan proporsi antara deposito berjangka dengan giro maka dapatlah secara simbol
dituliskan:
T= t D atau
t= T/D
Dimana: T= Deposito berjangka
t= Proporsi deposito berjangka terhadap giro (demand deposit).
Besarnya t sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga deposit berjangka. Makin tinggi
tingkat bunga atas deposito berjangka makin besar nilai t.
Cadangan minimum tidak hanya dikenakan atas deposito yang berasal dari
masyarakat, tetapi juga dikenakan atas deposito yang berasal dari pemerintah. Meskipun
deposito pemerintah ini tidak masuk dalam perhitungan jumlah uang, namun perubahan
proporsi deposito ini terhadap giro (demand deposit) akan mempengaruhi proses
perubahan jumlah uang. Apabila proporsi ini dinyatakan dengan simbol g, maka dapat
diformulasikan sebagai berikut:
G= g D atau
g= G/D
Dimana G adalah deposito pemerintah yang besar kecilnya ditentukan dari
pendapatan (dari pajak) dan pengeluaran pemerintah.
Setelah faktor faktor penting yang mempengaruhi proses perubahan jumlah uang
dijelaskan maka dapatlah kemudian disusun model untuk menentukan apa yang
dinamakan dengan angka pelipat uang (money multiplier) sebagai berikut:
M = D+C
MB = RS+C
RS = r(D+T+G)
C = kD
T = tD
G = gD
Angka pelipat uang (m):
1+
m = 1++ +

58
Dari formula ini jelas bahwa perubahan jumlah uang tidak hanya ditentukan oleh
bank sentral saja, tetapi juga oleh masyarakat (melalui t dan k) serta pemerintah (melalui
g).Memang, faktor utama yang mempengaruhi jumlah uang disini adalah cadangan
minimum (r).Hanya bank sentral yang dapat mempengaruhi r. Tetapi hasil seluruhnya
terhadap jumlah uang masih tergantung pada sikap masyarakat.Jadi kesimpulannya, bank
sentral tidak begitu mudah untuk mengatur jumlah uang beredar, karena adanya banyak
faktor yang mempengaruhinya.
Dari uraian di atas nampak bahwa perubahan jumlah uang beredar merupakan
hasil interaksi masyarakat, perbankan dan otoritas moneter. Secara sederhana jumlah
uang beredar dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = mMB
Angka penggandan uang (m) dipengaruhi masyarakat (melalui t dan k),
pemerintah (g) serta banl sentral (r).Demikian pula inti (MB) dipengaruhi oleh banyak
faktor.
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhiuang inti, terlebih dahulu
jelaskan apa uang inti tersebut. Uang inti atau monetary base (MB) adalah
kewajiban/utang moneter dari otoritas moneter (bank sentral) terhadap (yang dipegang
oleh) masyarakat maupun bank umum.Uang inti ini dapat diketahui melalui neraca
otoritas moneter. Bentuk uang inti ini adalah uang kartal yang dipegang oleg masyarakat
serta bank. Uang kartal yang dipegang bank tersebut dipergunakan untuk cadangan dan
sebagian cadangan ini untuk memenuhi cadangan minimum pada bank sentral. Jumlah
cadangan minimum pada bank sentral ini ditambah dengan uang kartal yang dipegang
masyarakat merupakan penggunaan (uses) dari uang inti. Sedangkan sumber (sources)
dari uang inti dapat dihitung dari neraca otoritas moneter.
Untuk memudahkan penjelasan sumber uang inti tersebut berikut ini disajikan
secara sederhana (hipotesis) suatu neraca otoritas moneter.
Neraca Otoritas Moneter

Aktiva Pasiva

Uang kartal yang ada di tangan masyarakat


Aktiva Luar Negeri (ALN)
(C)

59
Cadangan bank umum pada bank sentral
Surat Berharga Pemerintah (SBP)
(RS)
Pinjaman/tagihan pada bank umum/swasta
Pasiva luar negeri (PLN)
(PBU)
Aktiva lainnya (AKL) Deposito pemerinta (DP)
Pasiva lainnya (PL)
Dari neraca tersebut diatas dapatlah disusun satu persamaan berikut:
(ALN-PLN)+(SBP-DP)+PBU+(AKL-PL)=C+RS
Artinya: aktiva luar negeri bersih+rekening (tagihan) bersih pemerinta+tagihan pada
perusahaan+ aktiva bersih lainnya = uang inti (monetary base).
Perubahan keempat komponen disebelah kiri tanda sama dengan akan
menyebabkan perubahan uang inti yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang
beredar.
Suatu negara yang ekonominya terbuka, seperti Indonesia, pengaruh
sektor luar negeri terhadap jumlah uang beredar cukup besar.mengingat banyak Negara
berkembang menggunakan sistem kurs yang mengambang terkendali (stable exchange
rate) maka perubahan sektor luar negeri yang tercermin pada perubahan cadangan devisa
akan mempengauhi jumlah uang beredar. Karena bank sentral sebagai penata usaha
cadangan devisa, perubahan besarnya cadangan devisa akan berpengaruh terhadap jumlah
uang beredar. Makin besar cadangan devisa (makin tinggi aktiva luar negeri bersih)
makin besar pula jumlah uang beredar.
Pengaruh sektor pemerintah terhadap jumlah uang beredar melalui
pelaksanaan anggaran belanja. Karena pasar uang/modal di Negara berkembag belum
maju, maka pinjaman pemerintah akan mempengaruhi jumlah uang beredar, mengingat
tidak mungkinnya pemerintah menjual surat utang kepada masyarakat. Pemerintah
pinjam uang dari bank sentral secara akuntansi pinjaman pemerintah ini muncul sebagai
deposito pemerintah pada sisi pasiva neraca bank sentral dan pada saat yang sama
muncul di sisi aktiva sebagai tagihan pada pemerintah. Pencairan/penggunaan dana ini
oleh pemerintah akan menaikkan uang inti (cadangan bank umum pada bank sentral)
yang selanjutnya dapat menaikkan jumlah uang beredar.

60
Kredit likuiditas , misalnya BULOG serta penggunaan dana pendamping yang
diperoleh dari luar negeri cenderung menambah uang inti karena mengurangi deposito
pemerintah pada Bank Indonesia. Rekening serta mekanisme hubungan keuangan antara
pemerintah dengan Bank Indonesia dapat dilihat pada lampiran B. Kredit bank sentral
pada masyarakat misalnya untuk program prioritas yang biasanya disalurkan melalui
bank-bank umum, dapat menaikkan uang inti. Sumber terakhir dari uang inti adalah
aktiva lainnya yang merupakan selisih antara aktiva lainnya dengan pasiva lainnya.

61
BAB 6
KEBIJAKAN MONETER
6.1 . Kebijakan Moneter
Kebijaksanaan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kegiatan ekonomi. Banyak faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi
namun faktor-faktor ini di luar kontrol pemerintah. Tetapi, kebijaksanaan moneter merupakan
faktor yang dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga dengan demikian dapat dipakai untuk
mencapai sasaran pembangunan ekonomi.

Peranan Kebijaksanaan Moneter


Kegiatan ekonomi, tercermin pada
GNP, tingkat pengangguran, inflasi dan neraca pembayaran

Indikator ini dimonitor dan dibandingkan dengan yang diinginkan Bank


Sentral menggunakan instrumen kebijaksanaan moneter untuk
mempengaruhi tingkat bunga, kredit dan jumlah uang beredar.

Sistem moneter yang mula pertama terpengaruhi kebijaksanaan


moneter.

Kebijaksanaan moneter

Apabila pemerintah memandang bahwa tujuan pembangunan ekonomi tidak


seperti yang diharapkan, misalnya adanya pengangguran yang tinggi, inflasi ataupun defisit
dalam neraca pembayaran, maka perlu adanya tindakan stabilisasi untuk menghilangkan/
mengurangi pengangguran, menekan inflasi dan defisit.
Bank sentral adalah lembaga yang berwenang mengambil langkah kebijaksanaan
moneter, misalnya melalui politik diskonto, cadangan minimum, pasar terbuka ataupun
perkreditan, yang dapat dipakai untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar ataupun
kredit perbankan.

62
Pengaruh kebijaksanaan moneter ini pertama terasa pada sektor moneter
perbankan, yang kemudian ditransfer ke sektor riil. Telah banyak bukti bahwa perubahan
dalam indikator moneter (tingkat bunga, inflasi, kredit dan sebagainya) akan mempengaruhi
sektor riil (misalnya konsumsi dan investasi). Dengan demikian kegiatan ekonomi akan
terpengaruh. Bagaimana mekanisme transmisi kebijaksanaan moneter ini mempengaruhi
kegiatan ekonomi secara terperinci akan diuraikan pada sub-bab selanjutnya.

6.2 Jenis-Jenis Kebijakan Moneter


1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)
Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah
jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan
meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan
pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
Kebijakan moneter ekspansif ini disebut juga sebagai kebijakan moneter
longgar (easy monetary policy). Penerapan kebijakan ini seperti :
a. Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga, misalnya saham dan obligasi)
c. Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pemberian kredit longgar)
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Kontractive Policy)
Kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan yang dilakukan dalam rangka
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian
mengalami inflasi. Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan kebijakan uang ketat
(tight money policy). Kebijakan ini dapat diterapkan berupa
a. Politik diskonto (peningkatan suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (penjualan surat berharga)
c. Politik cash ratio (peningkatan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pengetatan pemberian kredit)

6.3 Instrumen Kebijakan Moneter


1. Politik Pasar Terbuka

63
Politik pasar terbuka merupakan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral
dalam rangka menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara
menjual atau membeli surat-surat berharga pemerintah (government securities).Surat-
surat berharga pemerintah diantaranya adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU
(Surat Berharga Pasar Uang), saham, dan obligasi.
Jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah
akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Dengan menjual SBI, uang
dari masyarakat akan tertarik masuk ke bank sehingga diharapkan jumlah uang beredar
berkurang. SBI hanya dijual oleh bank sentral.
Namun, jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar maka pemerintah
akan membeli surat berharga. Dengan membeli SBI, pemerintah akan mengeluarkan uang
kepada masyarakat dalam pembeliannya sehingga terjadilah penambahan jumlah uang
yang beredar di masyarakat.

2. Politik Diskonto (Discount Rate)


Politik diskonto adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam pengaturan
jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat suku bunga. Tingkat bunga pada
tiap-tiap bank umum akan dipengaruhi oleh tingkat bunga bank sentral. Bank umum
kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral.
Jika pemerintah akan menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah
menurunkan tingkat suku bunga bank sentral. Dengan begitu, minat masyarakat untuk
menabung di bank pun berkurang. Sehingga, jumlah uang yang beredar bertambah.
Selain itu, juga mengakibatkan suku bunga kredit turun dan mengakibatkan masyarakat
banyak tertarik untuk mengajukan pinjaman ke bank.
Serta sebaliknya, jika pemerintah akan mengurangi jumlah uang yang beredar maka
pemerintah akan menaikkan tingkat bunga. Sehingga, hasrat masyarakat untuk menabung
di bank pun tinggi yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat
berkurang. Selain itu, kenaikan suku bunga tabungan akan meningkatkan suku bunga
kredit. Dengan naiknya suku bunga kredit, masyarakat akan enggan untuk mengajukan
kredit.

64
3. Politik Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan atau menurunkan cadangan
minimum yang harus dipenuhi oleh bank umum dalam mengedarkan atau memberikan
kredit kepada masyarakat.
Ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Jika bank sentral menurunkan cadangan kas, berarti
bank sentral ingin menambah jumlah uang yang beredar. Dalam hal ini bank-bank umum
diberi kesempatan untuk dapat mengedarkan uang lebih banyak.
Sebaliknya, ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka
pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib. Hal ini terjadi karena dengan naiknya
cadangan kas berarti bank umum harus lebih banyak menahan uang tunai untuk tidak
diedarkan.

4. Kebijakan Kredit Selektif


Kebijakan kredit selektif adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pemberian atau tidaknya suatu kredit. Kredit selektif ini dilakukan dengan cara
menentukan syarat-syarat kredit yang dikenal dengan 5C. Pada saat pemerintah ingin
menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan melonggarkan pemberian
kredit. Namun, jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka
pemerintah akan mengetatkan pemberian kredit.

Selain instrumen di atas, ada beberapa instrumen lain yang dipergunakan oleh pemerintah
dalam melaksanakan kebijakan moneter, diantaranya :
1. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Imbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar
dengan cara memberi imbauan kepada para pelaku ekonomi. Contohnya, menghimbau
perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk
mengurangi jumlah uang beredar.
2. Politik Saneering

65
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang
Bank Indonesia. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral dengan cara
pengguntingan (pemotongan) uang disebut dengan politik saneering.
Politik saneering diterapkan ketika terjadi hiperinflasi. Instrumen ini pernah
dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965. Pada saat itu, dilakukan pemotongan uang
dari Rp.1.000 menjadi Rp.1. Hal ini dilakukan untuk menyehatkan kembali nilai uang
yang sudah jatuh.
3 . Devaluasi
Devaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menurunkan nilai rupiah terhadap
mata uang asing.
5. Revaluasi
Revaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menaikkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap mata uang asing.

6.4 Mekanisme Transmisi Kebijaksanaan Moneter


Di antara para pemikir ekonomi, terdapat beberapa perbedaan berkenaan dengan
besarnya pengaruh uang terhadap perekonomian (yakni besarnya angka pelipat uang) serta
bagaimana jalur pengaruh (mekanisme transmisi) perubahan jumlah uang terhadap
perekonomian. Ada beberapa jalur dalam mana perubahan jumlah uang mempengaruhi
kegiatan ekonomi (biasanya kegiatan ekonomi diukur dengan pengeluaran total masyarakat)
diantaranya
1. Jalur Biaya Modal (The Cost Of Capital Channel)
Dalam ekonomi Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung utama antara
sektor moneter dengan sektor riil. Perubahan jumlah uang misalnya, akan mempengaruhi
tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi investasi atau bahkan
mungkin juga konsumsi. Investasi merupakan bagian dari pengeluaran total (aggregate
expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada gilirannya akan mempunyai efek
ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional. Dengan demikian, tingkat bunga yang
merupakan biaya modal dapat dipandang sebagai indikator pengaruh kebijaksanaan

66
moneter/sektor moneter terhadap keseimbangan pendapatan (sektor riil). Secara skematis
jalur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Kebijaksa
naan Cadangan Jumlah
Tingkat
moneter bank uang Investasi
bunga GNP naik
(membeli umum beredar naik
turun
surat naik naik
berharga)

2. Jalur Kekayaan (Wealth Channel)


Pengaruh perubahan jumlah uang terhadap pendapatan nasional dapat jugamelalui
jalur kekayaan. Pengertian kekayaan biasanya meliputi:
Kekayaan yang berupa barang fisik (rumah, tanah dan sebagainya)
Surat berharga
Uang tunai
Hubungan antara kekayaan dengan pengeluaran total (dalam hal ini konsumsi)
telah dijelaskan oleh Pigou (yang sering disebut dengan Pigou effect atau real balance
effect). Real balance effect dapat dijelaskan sebagai berikut: perubahan nilai uang kas riil
(real cash balance) baik disebabkan oleh karena turunnya harga (dengan harga tetap)
akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Konsumsi merupakan bagian pengeluaran total.
Dengan perubahan pengeluaran total maka keseimbangan pendapatan akan berubah.
Dengan demikian kebijaksanaan moneter akan mempengaruhi jumlah uang (dimana uang
merupakan bagian dari kekayaan). Perubahan salah satu komponen kekayaan ini (dalam
hal ini uang kas riil) akan mempengaruhi konsumsi (melalui real balance/ Pigou
effect).Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan pengeluaran total
akan mengakibatkan perubahan pendapatan. Secara skematis mekanisme transmisi ini
dapat digambarkan sebagai berikut.

Kebijaksa Jumlah
Pengeluar
naan uang Kekayaan Konsumsi
an total GNP naik
moneter beredar naik naik
naik
ekspansif naik

67
3. Jalur Harga Relatif (Teori Portfolio)
Teori portfolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang memegang sesuatu
(beberapa) kekayaan tertentu, termasuk dalam bentuk uang. Beberapa anggapan teori ini
antara lain:
Setiap orang akan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan marginal (marginal
return) dari masing-masing bentuk kekayaan dalam portfolionya.
Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan harga bentuk kekayaan
tersebut relatif terhadap bentuk kekayaan yang lain.
Individu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang harganya turun tersebut
dengan bentuk kekayaan lain yang harganya lebih tinggi.
Proses pertukaran tersebut dengan demikian juga berarti proses perubahan susunan
bentuk kekayaan akan berjalan terus (akan dilakukannya) sampai pendapatan marginal
dari masing-masing bentuk kekayaannya sama besar.
Perubahan harga relatif sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penyesuaian
susunan portfolio seseorang. Misalnya, penambahan jumlah uang sebagai akibat dari
kebijaksanaan moneter membeli surat berharga oleh Bank Sentral, akan menyebabkan
individu kelebihan uang kas dalam porfolionya. Individu akan menukarkan kelebihan uang
kas ini dengan bentuk kekayaan yang lain. Harga kekayaan lain akan naik (atau returnnya
turun). Produksi (dan dengan kemudian investasi) pada bentuk kekayaan lain akan naik.
Investasi naik akan mengakibatkan pendapatan juga bertambah. Dari contoh ini jelas bahwa
kenaikan jumlah uang akan dapat menaikkan pendapatan.
4. Jalur Langsung (Teori Monetarist)
Menurut teori ini pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap GNP secara langsung.
Jalur mekanisme langsung ini sifatnya lebih sederhana. Menurut pendapatnya, karena
sebenarnya mekanisme transmisi itu begitu kompleks sehingga sukar untuk digambarkan,
maka tidak bisa dinyatakan secara spesifik. Oleh karena itu tidak bisa digambarkan secara
terperinci. Secara skematis mekanisme transmisi versi monetarist ini dapat digambarkan
sebagai berikut.

68
Kebijkasnaan
moneter ( Jumlah uang Pengeluaran
GNP naik
membeli surat beredar naik total naik
berharga)

Pengaruh jumlah uang terhadap pengeluaran total melalui perubahan harga.

6.5 Tenggang Waktu (Lag) Efek Dari Kebijaksanaan Moneter


Kebijaksanaan moneter untuk tujuan stabilisasi ekonomi tergantung pada, pertama
kuat/tidaknya hubungan antara perubahan kebijaksanaan moneter dengan kegiatan ekonomi
dan kedua jangka waktu antara perubahan kebijaksanaan moneter dengan efeknya terhadap
kegiatan ekonomi. Jangka waktu antara perubahan kebijaksanaan dengan perubahan kegiatan
ekonomi sering disebut tenggang waktu (lag). Ada beberapa komponen atau unsur dalam lag
efek kebijaksanaan moneter ini. Secara skematis total lag dapat digambarkan sebagai berikut.

Total Lag

Inside Lag Outside/Impact


Lag

Recognition Administrative
Lag Lag

Need for Recognition Change in Policy Change in Economic


Action of Need for Instrument Activity
Action

t0 t1 t2 t3
Waktu

69
Recognition lag mencakup waktu dari t0 ke t1, yakni waktu yang diperlukan oleh Bank
Sentral untuk mengumpulkan data ekonomi serta menganalisa perubahan kegiatan ekonomi yang
diinginkan dengan melakukan kebijaksanaan moneter. Pada waktu t0 tingkat kegiatan ekonomi
telah berubah, misalnya terdapatnya kenaikan pengangguran yang cukup besar. Sebelum Bank
Sentral mengambil kebijaksanaan moneter guna mengatasi masalah pengangguran ini diperlukan
waktu terlebih dahulu untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pengangguran.
Administrative lag menunjukkan waktu antara diketahuinya (oleh Bank Sentral) akan
diperkirakan untuk mengubah kebijaksanaan moneter (t1) dengan waktu dalam mana Bank
Sentral betul-betul mengubah satu atau beberapa instrumen kebijaksanaan moneter (t2).
Keseluruhan recognition dan administrative lag sering disebut dengan inside lag, yakni jangka
waktu antara perubahan keadaan/kegiatan ekonomi yang memerlukan perubahan kebijaksanaan
moneter dengan perubahan satu atau beberapa instrumen kebijaksanaan moneter.
Outside/impact lag adalah waktu antara perubahan dalam instrumen kebijaksanaan
moneter (t2) dengan efek dari kebijaksanaan moneter tersebut dalam kegiatan ekonomi. Lag ini
mengukur lamanya waktu dalam mentransfer perubahan kebijaksanaan moneter dengan efeknya
terhadap kegiatan ekonomi (t3).
Masalah lag ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan kebijaksanaan
stabilisasi. Lag ini menunjukkan efisiensi kebijaksanaan moneter. Karena adanya tenggang
waktu (lag) inilah yang sering kebijaksanaan moneter yang ditujukan untuk stabilisasi kegiatan
ekonomi malah berakhir dengan ketidakstabilan. Milton Friedman adalah salah satu ahli
ekonomi yang mempermasalahkan lag dalam kebijaksanaan moneter dan fiskal. Gambar berikut
menjelaskan masalah tersebut.

70
Kebijaksanaan Moneter Yang Sifatnya Counter Cyclical

GNP KM Restriktif

Efek KM
A Ekspansif B

D
Kebijaksanaan Efek
Moneter (KM) KM
Ekspansif Restriktif

Waktu

Adanya lag sering mengakibatkan bahwa kebijaksanaan moneter yang ditujukan


untuk menstabilkan perekonomian justru berakhir dengan timbulnya ketidakstabilan.
Misalnya, kebijaksanaan moneter yang ekspansif diambil pada saat perekonomian lesu
(titik A). Karena efek kebijaksanaan ini ada tenggang waktu, maka baru terasa justru
pada saat perekonomian membaik, dan bahkan kegiatan ekonomi dapat lebih melonjak
(titik C) dibandingkan dengan apabila tidak diambil kebijaksanaan moneter ekspansif
(perekonomian akan bergerak seperti pada pola garis tidak patah-patah). Kegiatan
ekonomi terus meningkat dan inflasi mungkin dapat timbul. Untuk mencegahnya, maka
diambil kebijaksanaan moneter yang restriktif. Karena adanya lag, maka efeknya terasa
pada waktu kegiatan ekonomi menurun, dan bahkan menurunnya lebih tajam (titik D).
Dengan demikian tampak dengan jelas, bahwa kebijaksanaan moneter yang dimaksudkan
untuk menstabilkan perekonomian justru berakhir dengan ketidakstabilan. Garis patah-
patah menggambarkan gerak gelombang kegiatan perekonomian sebagai akibat adanya

71
kebijaksanaan moneter, yang lebih tidak stabil dibandingkan tanpa kebijaksanaan
moneter.
Dalam kaitannya dengan masalah ini Milton Friedman menyarankan aturan
bahwa penambahan jumlah uang beredar dilakukan secara tetap setiap waktu (bulan atau
tahun) tidak tergantung pada kegiatan ekonomi. Tentukan tingkat pertambahan jumlah
uang tertentu dan biarkan tanpa dirubah. Sebab kalau pertambahan jumlah uang ini
dirubah-rubah sesuai dengan kegiatan ekonomi (ditambah pada masa resesi dan dikurangi
pada masa boom) maka yang timbul adalah ketidakstabilan dalam perekonomian, seperti
pada gambar di atas. Dengan aturan seperti yang disarankan Friedman ini maka dapat
dihindarkan adanya masalah lag serta kesalahan dalam memperkirakan efek
kebijaksanaan moneter.

6.6 Kebijaksanaan Moneter Dalam Keadaan Ketidakpastian


Para pengambil keputusan biasanya tidak mempunyai pengetahuan yang
sempurna tentang keadaan ekonomi serta kesulitan dalam melakukan peramalan secara
teliti dikarenakan beberapa faktor yang sukar diduga sebelumnya, seperti misalnya:
pemogokkan, perang atau krisis moneter. Dengan demikian, pencapaian target
kebijaksanaan sulit secara tepat diperoleh, mungkin efek sampingan harus diterima.
Seperti misalnya, harus menderita tingkat inflasi yang lebih tinggi untuk beberapa bulan,
supaya target pertumbuhan tercapai.
Karena ketidakpastian ini selalu dihadapi oleh penguasa moneter, maka harus
dapat dirumuskan suatu strategi kebijaksanaan moneter yang sesuai dengan sumber atau
jenis ketidakpastian tersebut. Ketidakpastian ini dapat berasal dari sektor riil atau pun
dari sektor moneter. Sedang instrumen kebijaksanaan moneter yang dapat dipakai seperti
misalnya penentuan jumlah uang beredar atau tingkat bunga. Penilaian berhasil atau
tidaknya kebijaksanaan ini didasarkan pada besarnya penyimpangan dari target yang
ingin dicapai. Diusahakan agar rata-rata penyimpangan ini paling rendah untuk suatu
jangka waktu tertentu.
Ketidakpastian dalam sektor riil dan moneter dapat digambarkan dengan
menggunakan alat analisa IS-LM. Dalam kerangka analisa IS-LM, ketidakpastian dalam
sektor riil (permintaan agregat) berarti bahwa penguasa moneter tidak tahu persis dimana

72
letaknya kurva IS. Mereka hanya tahu kira-kira kemungkinan letak kurva IS tersebut.
Apabila permintaan agregat cukup kuat, letak kurva IS akan bergeser ke kanan atas (di
atas letak IS pada keadaan normal). Dan apabila permintaan agregat ini lemah, letak
kurva IS akan berada di kiri bawah daripada keadaan normal. Demikian juga
ketidakpastian di sektor moneter (yang berasal dari ketidakpastian permintaan akan
uang), dapat digambarkan dengan kurva LM. Penguasa moneter dalam hal ini juga hanya
tahu kira-kira dimana kurva LM akan berada.
Strategi penguasa moneter adalah memilih instrumen kebijaksanaan moneter
(menentukan tingkat bunga atau jumlah uang beredar) yang memberikan policy error
(penyimpangan dari target) paling kecil. Kalau semuanya serba pasti, kedua instrumen itu
tidak ada bedanya, sama-sama bisa mencapai target yang diinginkan.
1. Dalam Keadaan Adanya Kepastian
Seperti telah disebutkan di atas, apabila penguasa moneter itu tahu persis posisi
IS-LM (jadi ada kepastian), maka instrumen kebijaksanaan moneter apapun akan dapat
mencapai sasaran. Dengan demikian penyimpangannya tidak ada.

r I M1

rFE M2
L2

L1 S
Yf
Misalkan penguasa moneter menginginkan tingkat pendapatan dalam keadaan
full-employment (YFE). Keadaan yang dihadapi dapat diketahui dengan pasti. Dengan
demikian posisi IS dan LM diketahui dengan pasti. Untuk mencapai sasaran Y FE,
penguasa moneter dapat menggunakan instrumen tingkat bunga atau jumlah uang

73
beredar. Apabila penguasa moneter menetapkan tingkat bunga sebesar rFE, maka kurva
LM-nya adalah L2M2 memotong kurva IS pada YFE. Dan apabila penguasa moneter
menetapkan jumlah uang beredar, maka kurva LM-nya adalah L1M1, dan memotong
kurva IS pada YFE. Kedua instrumen memberikan hasil yang sama. Keduanya dapat
mencapai target. Hal ini dapat terjadi karena adanya kepastian baik sektor riil maupun
moneter.
2. Dalam Keadaan Adanya Ketidakpastian
Ketidakpastian ini dapat berasal dari sektor riil, moneter atau kedua-
duanya. Terlebih dahulu akan dibahas ketidakpastian dalam sektor riil. Ketidakpastian
ini tercermin pada ketidaktahuan secara pasti lokasi dari kurva IS. Yang diketahui
hanyalah kemungkinan lokasi IS tersebut, yakni antara dua ekstrim IS1 dan IS2.
Ketidakpastian Pada Sektor Riil
r

LM1

LM2
re

IS1 IS2

Y1 Y2 Y3 Y4 Y

Apabila penguasa moneter menetapkan tingkat bunga re, maka kurva LM yang
relevan adalah LM2. Sebaliknya apabila kebijaksanaan yang diambil itu berupa
penetapan jumlah uang beredar, maka kurva LM-nya adalah LM1. Dalam
kebijaksanaan penetapan tingkat bunga re, maka tingkat pendapatan akan berada
antara Y1Y4. Sedangkan pada kebijaksanaan penetapan jumlah uang beredar (JUB)
pendapatan akan berada antara Y2Y3. Fluktuasi pendapatan Y2Y3 lebih kecil daripada

74
Y1Y4. Dengan demikian kebijaksanaan penetapan JUB lebih baik daripada penetapan
tingkat bunga. Kemungkinan kesalahan (policy error) JUB yang tercermin pada
kemungkinan besarnya pendapatan (yakni Y2Y3) lebih kecil daripada penetapan
tingkat bunga (yakni Y1Y4).
Kebalikan dari kasus di atas adalah bahwa ketidakpastian berasal dari sektor
moneter. Keadaan ini tergambar dengan kemungkinan letak kurva LM antara dua
ekstrim, yakni LM1 dan LM2, sedangkan kurva ISnya sudah pasti.
Ketidakpastian Pada Sektor Moneter

r LM1

LM2

Re LM3

Y1 YFE Y2 Y

Kemungkinan kesalahan pada kebijaksanaan penetapan JUB adalah Y1Y2. Sedang


kebijaksanaan penetapan tingkat bunga re dapat secara tepat (tanpa adanya
penyimpangan) mencapai sasaran pendapatan pada kesempatan kerja penuh (yakni
YFE). Dengan demikian, kebijaksanaan penentuan tingkat bunga lebih baik daripada
penentuan JUB.
Apabila ketidakpastian berasal dari sektor riil maupun sektor moneter maka
pemilihan instrumen kebijaksanaan tersebut ditentukan oleh perbandingan derajat
ketidakpastian di antara dua sektor itu. Gambar berikutmenunjukkan bahwa

75
ketidakpastian sektor riil lebih besar daripada sektor moneter, yang tergambar pada
jarak IS1, dengan IS2 lebih jauh daripada jarak LM1 dengan LM2.
Ketidakpastian Sektor RiilLebih Besar Daripada Sektor Moneter

LM1
LM2

re

LM3
IS1 IS2

Y1 Y2 Y3 Y4 Y
Sebaliknya, apabila ketidakpastian di sektor moneter lebih besar daripada sektor
riil maka kebijaksanaan penetapan tingkat bunga lebih baik (dalam arti policy errornya
lebih kecil). Ketidakpastian Sektor Moneter Lebih BesarDaripada Sektor Riil

r
LM1

LM2
re LM3

IS2
IS
Y1 Y2 Y3 Y4 Y

76
Jarak LM1-LM2 lebih besar daripada IS1-IS2, menggambarkan bahwa
ketidakpastian sektor moneter lebih besar daripada sektor riil. Dalam keadaan ini
kemungkinan kesalahan dari kebijaksanaan penetapan tingkat bunga sebesar Y2Y3, lebih
kecil daripada kemungkinan kesalahan akibat kebijaksanaan JUB yang diambil, yakni
Y1Y4. Dengan demikian kebijaksanaan tingkat bunga lebih baik dibandingkan dengan
kebijaksanaan JUB.
Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa instrumen
kebijaksanaan yang diambil itu tergantung pada perbandingan (relatif) derajat
ketidakpastian antara sektor riil dengan sektor moneter. Apabila sektor riil lebih tidak
stabil dibandingkan dengan sektor moneter, maka kebijaksanaan tingkat bunga lebih baik
dan juga sebaliknya. Kesimpulan di atas tetap akan berlaku baik untuk berbagai
elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga. Elastisitas-elastisitas ini tercermin
pada sudut arah (slope) dari kurva IS dan LM. Dengan kata lain kesimpulan di atas tidak
tergantung pada sudut arah dari kurva IS dan LM. Yang penting adalah derajat
ketidakpastian yang tergambar pada jarak kurva IS dan LM.

6.7 Implementasi Kebijakan Moneter


1. Masalah Dalam Implementasi
Penemuan tujuan kebijaksanaan moneter seperti pertumbuhan, inflasi serta neraca
pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan
moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan, terutama dalam hal
implementasinya. Masalah ini mencakup, pertama bhwa penguasa moneter harus
menemukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran kebijaksanaan, seperti
halnya output, employment serta harga. Kedua, mereka harus menentukan bagaimana
caranya mengatur atau mengubah instrumen kebijaksanaan moneter (seperti cadangan
minimum, politik diskonto serta jual beli surat berharga) supaya tujuan atau sasaran
kebijaksanan moneter tercapai.
Untuk menganalisa masalah diatas kita gunakan contoh(analogi) sebuah rumah
tangga yang hendak memanaskan ruangan dengan mesin pemanas. Dia hendak mengatur
ruangan dengan tingkat kepanasan tertentu dengan menggunakan alat termometer, cara

77
mengatur mesin pemanasan ini dilakukan dengan mengatur bahan bakar melalaui alat
pengatur tertentu. Apabila dirasa kurangpanas maka bahan bakar ditambah, sebaliknya
kalau terlalu panas bahan bakar dikurangi. Keadaan terlalu panas dan terlalau dingin
dapat dilihatnya melalui termometer. Dengan demikian, dia dapat mengetahui apakah
penambahan atau pengurangan bahan bakar itu telah cukup atau masih kurag dengan
melihat termometer tersebut apakah teah menunjukan angka yang dikehendaki sesuai
dengan derajat yang diinginkan ataukah tidak.
Dengan analogi diatas, masalah dalam implementasi kebijaksanaan moneter dapat
dijelaskan. Bahan bakar diibaratkan sebagai alat kebijaksanaan moneter, seperti politik
pasar terbuka, cadangan minimum serta politik diskonto. Sistem atau alat pemanas ibarat
sistem moneter dan ruangan ibarat sektor riil dalam perekonomian. Rumah tangga
tersebut seperti penguasa moneter (bank sentral) dan panas ruangan ibarat tujuan yang
ingin dicapai oleh kebijaksanaan moneter, seperti misalnya output, employment serta
kestabilan harga.
Dalam hal pemanasan ruangan, pemilik rumah tidak mengalami kesukaran karena
dia mempunyai informasi yang lengkap proses pemanasan ruangan tersebut. Jadi, dia
mengetahui berapa banyak bahan bakar yang ditambahkan untuk mencapai tingkat
kepanasan ternentu. Tapi bagi bang sentral akan mengalami kesulitan dalam mengatur
kebijaksanaan moneter dikarenakan kurangnya informasi atau kurangnya kepastian
mengenai proses implementasi kebijaksanaan moneter. Oleh karena itu untuk mengatasi
masalah ini beberapa penelitian telah memberikan dasar teori dan empirik tentang
indikator serta target operasional dari implementasi kebijaksanaan moneter. Penguasa
moneter biasanya tertarik pada dua pertanyaan yang berkaitan dengan masalah
implementasi, yakni pertama bagaimana efek kebijaksanaan dalam tujuan yang ingin
dicapai, apakah sudah mengarah pada sasaranatau belum. Suatau indikator diperlukan
untuk mengetahui hal ini. Kedua ingin mengetahui bagaimana mereka harus mengubah
atau memanipulasi instrumen kebijaksanaan moneter supaya teujuan atau sasarannya
tercapai.

78
2. Indikator Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter
Indikator kebijaksanaan moneter adalah variabel ekonomi yang memberikan
informasi tentang gerakan atau perubahan dalam sektor riil apakah sudah bergerak ke
arah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indikator sebenarnya merupakan pemilihan variabel moneter yang
secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap
perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti (dapat diperkirakan) antara
indikator tersebut dengan tujuan atau sasaran kenijaksanaan moneter. Perubahan sektor
riil dapat diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator. Dengan melihat indikator
ini dapat diperkirakan apakah arah kebijaksanaan moneter sejalan atau menuju kesasaran
yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak, penguasa moneter dapat mengubah intrumen
kebijaksanaan moneter. Dengan demikian indikator ini memberikan informasi apakah
sasarannya akan tercapai atau tidak. Biasanya variabel moneter dipakai sebagai indikator
adalah tingkat bunga dan jumlah uang beredar.
3. Target Operasional
Target operasional adalah variabel atau moneter yang selalu diawasi tiap hari oleh
penguasa moneter (Bank sentral) dalam menjalankan kebijaksanaan jual-beli surat
berharga (open market operation). Beberapa syarat harus dipenuhi supaya suatu variabel
dapat dipakai sebagai target opersional, anatara lain :
a. Bank sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang
relatif pendek.
b. Bank sentral harus dapat mengatur volume target operasional ini dengan cara
merubah intrumen kebijaksanaan moneter.
c. Perubahan volume target operasional dari waktu kewaktu mepunyai pengaruh
yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.
Target ini diperlukan oleh penguasa moneter dikarenakan adanya informasi yang
kurang lengkap. Informasi mengenai politik pasar terbuka terhadap output, harga serta
employment misalnya, sangat tidak pasti, dan penguasa moneter sering tidak mempunyai
informasi yang lengkap. Dalam contoh analogi pemanas ruang di atas, target operasional
diibaratkan sebagai persediaan bahan bakarnya, sedang variabel indikator nya adalah
ukuran panas (termometernya).

79
Kurangnya informasi tentang jalur pengaruhnya (mekanisme tranmisi)
kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi (yang tercermin dengan out, harga dan
employment) menyebabkan timbulnya beberapa dugaan atau hipotesa yang mencoba
menjelaskan jalur pengaruh ini. Dua hipotesa yang utama adalah jalur tingkat bunga dan
jalur jumlah uang beredar.
a. Jalur Tingkat Bunga
Menurut hipotesa ini variabel indikatornya adalah tingkat bunga sedangkan dana
perbankan sebagai target operasionalnya. Pada prinsipnya hipotesa ini mengtakan bahwa
pengaruh kebijakan moneter ditransfer rmelalui perubahan dana perbankan, yang
kemudian akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga pada gilirannya
akan mempengaruhi permintaan agraret (melalui pengeluaran invertasi dan atau
konsumsi).
b. Jalur Jumlah Uang Beredar
Menerut hipotesa ini variable indikatornya adalah pertumbuhan jumlah uang
beredar, sedangkan uang ini (monetary base) sebagai target operasionalnya. Pengaruh
kebijaksanaan moneter pertama mempengaruhi uang ini, kemudian jumlah uang beredar.
Perubahan jumlah uang beredar langsung mempengaruhi permintaan agregrat.
Secara skematis kedua hipotesa tersebut dapat digambarkan sebagai berikut;

Skema Jalur Pengaruh


Kebijaksanaan MoneterTerhadap
Output, Harga, Employment, Dan Neraca Pembayaran

Hipotesat Hipotesa
ingkat jumlah
bunga uang

Instrument kebijaksaan moneter

- Politik pasar terbuka


- Politik cadangan minimum
- Politik diskonto
Uang inti
(monetary 80
base)
Dana
perbankan Target operasional

Variable indikator
Tingkat Jumlah uang
()
bunga beredar
Sasaran kebijaksaan moneter

- Kestabilan harga
- Full employment
() - Pertumbuhan ()
- Neraca pembayaran

Untuk menjelaskan perbedaan implikasi dari kedua hipotesa tersebut baiklah kita
kembali dengan contoh analogi mesin pemanas diatas. Seperti tertara pada gambar diatas
pertama-tama Bank Sentral mengamati data employment, harga-harga, output riil serta
neraca pembayaran. Apabila Data yang diamati menunjukkan adanya gejala
penyimpanan terhadap sasaran yang ingin di capai, maka bank sentral kemudian
mengambil kebijaksanaan moneter dengan cara menambah instrument kebijaksanaan
moneter.
Persedian bahan bakar diukur dengan besarnya uang inti atau dana perbankan.
Untuk menganalisa efek dari kebijaksanaan moneter terhadap sector riil, bank sentral
melihat alat pengukur (indikator) pada system moneter yakni multiplier uang atau tingkat
bunga. Dengan melihat indikator ini bank sentral dapat mengetahui apakah arah
kebijaksanaan moneter telah tepat atau belum.
Dari gambar ditas kemudian dapat ditarik implikasi kebijaksanaan yang berbeda
antara kedua hipotesa tersebut, yakni:
a. Hipotesa tingkat bunga mengukur aliran bahan bakar (terlalu banyak atau terlalu sedikit)
dengan dana perbankan. Sedangkan hipotesa jumlah uang dengan menggunakan besarnya
uang inti.
b. Hipotesa jumlah uang mengatakan bahwa kenaikan jumlah uang inti akan menaikan
jumlah uang beredar yang pada giliran yang menaikan pengeluaran total yang akan
menaikan output, employment dan harga. Sedang hipotesa tingkat bunga mengatakan

81
kenaikan dalam dana perbankan akan menurunkan tingkat bunga. Dengan turunnya
tingkat bunga, pengeluaran total akan naik sehingga output dan employment akan naik.
Dengan demikian kedua hipotesa tersebut melihat implementasi kebijaksanaan
moneter dengan ukuran atau indicator yang berbeda. Karena ukurannya berbeda, kadang
kala resep yang diberikan dapat berbeda. Misalnya mengenai perubahan tingkat bunga
menurut hipotesa tingkat bunga, bank sentrallah yang sangat dominan dalam
mempengaruhi tingakat bunga. Sedangkan hipotesa jumlah uang mengatakan bahwa
faktor dominan yang mempengaruhi tingkat bunga adalah perubahan dalam permintaan
kredit oleh masyarakat, bukanlah bank sentral.

6.8 Tujuan Kebijakan Moneter


1. Menjaga kestabilan ekonomi, artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan
pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
2. Menjaga kestabilan harga, artinya harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara
jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar
3. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam
perekonomian.
4. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas
tingkat harga.
5. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang
diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
6. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui
sumber penerimaan yang normal.
7. Meningkatkan kesempatan kerja. Pada saat perekonomian stabil, pengusaha akan
mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya
investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja
masyarakat.
8. Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan
jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam
negeri atau sebaliknya.
9.

82
BAB 7
NILAI TUKAR
7.1 Definisi Nilai Tukar
Definisi nilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) antara lain dikemukakan oleh
Abimanyu adalah harga mata uang suatu negara relative terhadap mata uang negara lain.
Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangannya ditentukan oleh
sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut.
Pengertian lain dari nilai tukar ditulis oleh Olivier Blanchard dalam bukunya
Macroeconomics adalah : Nominal exchange rate as the price of the domestic currency in
term of foreign currency.
Frank J. Fabozzi dan Franco Modigliani memberikan defenisi mengenai nilai tukar
sebagai berikut: An exchange rate is defined as the amount of one currency that can be
exchanged per unit of another currency, or the price of one currency in terms of another
currency.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa nilai tukar adalah sejumlah uang
dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara
lain.

7.2 Cara Menyatakan Nilai Tukar


Menurut Abimanyu, ada dua cara untuk menyatakan nilai tukar, yaitu:
a. Model Eropa (Indirect quote
Model tersebut adalah cara yang paling umum dipakai dalam perdagangan valuta
asing antar bank seluruh dunia. Nilai tukarnya ditetapkan dengan menghitung berapa unit
uang asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang dalam negeri.
b. Model Amerika (direct quote)
Model tersebut didefinisikan sebagai harga mata uang asing dalam mata uang
domestik, atau berapa besar nilai rupiah yang digunakan untuk membeli satu mata uang
asing.Metode tersebut dipakai di Indonesia.

83
7.3 Bentuk Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar sangat tergantung pada kebijakan moneter suatu negara. Bentuk sistem
nilai tukar dapat dibagi dalam dua bentuk (Berlianta, 2004), yaitu:
a. Fixed Exchange Rate System
Merupakan suatu sistem nilai tukar dimana nilai suatu mata uang yang
dipertahankan pada tingkat tertentu terhadap mata uang asing.Dan bila tingkat nilai
tukar tersebut bergerak terlalu besar maka pemerintah melakukan intervensi untuk
mengembalikannya.Sistem ini mulai diterapkan pada pasca perang dunia kedua yang
ditandai dengan digelarnya konferensi mengenai sistem nilai tukar yang diadakan di
Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944.
b. Floating Exchange Rate System
Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru yaitu
Floating Exchange Rate System.Dalam konsep ini nilai tukar valuta dibiarkan
bergerak bebas.Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran valuta tersebut di pasar uang.
Fakta yang terjadi di banyak negara di dunia menganut varians dari kedua sistem
pokok nilai tukar diatas. Menurut Gilis (1996), dalam Abimayu, terdapat enam sistem nilai
tukar berdasarkan pada besarnya intervensi dan candangan devisa yang dimiliki bank sentral
suatu negara yang dipakai oleh banyak negara di dunia antara lain:
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (fixed exchange rate)
Dalam sistem ini otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk
mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu.
Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar. Tekanan terhadap
nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit neraca perdagangan,
cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.
b. Sistem Nilai Mengambang Bebas (free floating exchange rate)
Sistem ini berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem fixed. Dalam
sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu mengintervensi pasar sehingga
sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar. Sistem ini berlaku di
Indonesia saat ini.

84
c. Sistem Wider Band
Pada sistem tersebut nilai tukar dibiarkan mengambang atau berfluktuasi
diantara dua titik, tertinggi dan terendah. Apabila keadaan perekonomian
mengakibatkan nilai tukar bergerak melampaui batas tertinggi dan terendah tersebut,
maka otoritas moneter akan melaksanakan intervensi dengan cara membeli atau
menjual rupiah sehingga nilai tukar rupiah berada diantara kedua titik yang telah
ditentukan.
d. Sistem Mengambang Terkendali (Managed Float)
Dalam sistem ini, otoritas moneter tidak menentukan untuk mempertahankan
satu nilai tukar tertentu. Namun, otoritas moneter secara kontinyu melaksanakan
intervensi berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya cadangan devisa yang
menipis. Untuk mendorong ekspor, otoritas moneter akan melakukan intervensi agar
nilai mata uang menguat.
e. Sistem Crawling Peg
Otoritas moneter dalam sistem ini mengaitkan mata uang domestik dengan
beberapa mata uang asing.Nilai tukar tersebut secara periodik dirubah secara
berangsur-angsur dalam persentase yang kecil.Sistem ini dipakai di Indonesia pada
periode 1988-1995.
f. Sistem Adjustable Peg
Dalam sistem ini, otoritas moneter selain berkomitmen untuk
mempertahankan nilai tukar juga berhak untuk merubah nilai tukar apabila terjadi
perubahan dalam kebijakan ekonomi.

7.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar


Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap terhadap mata
uang asing.Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat
berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing
relatif terhadap mata uang domestik. Setiap perubahan dalam penawaran dan permintaan dari
suatu mata uang akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang bersangkutan.
Dalam hal permintaan terhadap valuta asing relatif terhadap mata uang domestik
meningkat, maka nilai mata uang domestik akan menurun. Sebaliknya jika permintaan

85
terhadap valuta asing menurun, maka nilai mata uang domestik meningkat.Sementara itu,
jika penawaran valuta asing meningkat relatif terhadap mata uang domestik, maka nilai tukar
mata uang domestik meningkat.Sebaliknya jika penawaran menurun, maka nilai tukar mata
uang domestik menurun.
Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat 3 faktor utama yang
mempengaruhi permintaan valuta asing, yaitu:
a. Faktor pembayaran impor
Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap
valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor
menurun, maka permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai
tukar.
b. Faktor aliran modal keluar
Semakin besar modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan
pada lanjutannya akan melemah nilai tukar uang. Aliran modal keluar meliputi
pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak
asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri.
c. Kegiatan spekulasi
Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh
spekulannnnn maka semakin besar nilai permintaan terhadap valuta asing sehingga
memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.
Sementara itu, penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
a. Faktor penerimaan hasil ekspor
Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, maka semakin besar
jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar
terhadap mata asing cenderung menguat atau apresiasi.Sebaliknya jika ekspor menurun,
maka jumlah valuta asing yuang dimiliki menurun sehingga nilai tukar juga cenderung
mengalami depresiasi.
b. Faktor aliran modal masuk
Semakin besar aliran modal masuk, maka nilai tukar akan cenderung semakin
menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan hutang luar negeri,

86
penempatan dana jangka pendek oleh pihak asing (Portofolio invesment) dan investasi
langsung pihak asing (foreign direct investment).

7.5 Sejarah Perkembangan Nilai Tukar Uang di Indonesia


Dalam sejarah perekonomian Indonesia sistem nilai tukar di Indonesia pada intinya
dikelompokkan menjadi empat bagian.Penetapan sistem nilai tukar oleh Bank Indonesia
didasarkan pada berbagai pertimbangan, khususnya yang berkaitan dengan kondisi ekonomi
pada saat itu. Perry dan Solikin memaparkan sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia
sebagai berikut:
a. Sistem Nilai Tukar Bertingkat (Multiple Exchange Rate System)
Sistem ini dimulai sejak Oktober 1966 hingga Juli 1971.Penggunaan sistem ini
dilakukan dalam rangka menghadapi berfluktuasinya nilai rupiah serta untuk
mempertahankan dan meningkatkan daya saing yang hilang karena adanya inflasi dua
digit selama periode tersebut.
b. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Sistem yang berlaku mulai Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini mengaitkan
secara langsung nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika Serikat yaitu tarif US$1
=Rp415,00. Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh kuatnya posisi neraca pembayaran
pada kurun waktu 1971-1978. Neraca pembayaran tersebut kuat karena sektor migas
mempunyai peran besar dalam penerimaan devisa ekspor yang didukung oleh
peningkatan harga minyak mentah (masa keemasan minyak).
c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Sistem ini belaku sejak November 1978 sampai Agustus 1997. Pada masa ini nilai
rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan tetapi
terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi
tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan September
1986.Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi
sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilaitukar riil yang lebih baik. Pada
sistem ini, nilai tukar dibagi dalam tiga periode yaitu:
1. Managed Floating I (1978-1986), terjadi fluktuasi nilai tukar yang tidak terlalu besar
dengan nilai kurs berkisar antara Rp625,38 hingga Rp1.644,10. Periode tersebut lebih

87
didominasi oleh ketidakpastian manajemen dari Bank Indonesia dibandingkan
ketidakpastian floating karena situasi perekonomian pada saat tersebut belum
berkembang.Hal ini dapat dilihat oleh adanya pergerakan nilai tukar nominal yang
relatif tetap dan perubahan relatif baru terjadi pada tahun-tahun dimana Indonesia
melakukan devaluasi rupiah.
2. Managed Floating II (1987-1992). Pada periode ini juga terjadi devaluasi walaupun
tidak terlalu besar dengan nilai kurs antara Rp1.644,10 hingga Rp2.053,40. Namun
pada periode ini, unsur floating lebih dominan dibandingkan ketidakpastian
manajemen.Artinya, peran Bank Indonesia dalam melakukan intervensi pada pasar
uang lebih sedikit dibandingkan pergerakan kurs yang ditentukan oleh pasar uang itu
sendiri.Pemilihan strategi ini dalam rangka menjaga daya saing produk ekspor
melalui pergerakan mata uang dalam kisaran sempit.
3. Managed Floating dengan Crawling Band Sistem (September 1992-Agustus 1997),
terjadi depresiasi nilai tukar yang kisarannya antara Rp2.053,40 hinggaRp2.791,30.
Pada periode ini unsur floating semakin diperlakukan dengankisaran yang semakin
lebar. Pada 1 September 1992, Bank Indonesiamenetapkan rentang intervensi Rp10
dengan batas bawah Rp2.035 dan batasatas Rp2.045. Kemudian pada tanggal 11 Juli
1997 (akhir periode), BankIndonesia akhirnya memperlebar rentang intervensi
menjadi Rp304 denganbatas bawah Rp2.378 dan batas atas Rp2.682. Dengan
demikian BankIndonesia secara berkesinambungan melakukan pelebaran band
interventionsecara bertahap dan akhirnya band intervension dihapus sehingga rupiah
lebihfloating dibandingkan periode sebelumnya.
4. Sistem Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System)
Sistem ini diberlakukan sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang.Dalam sistem
ini Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing karenasemata-mata
untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang lebih banyak ditentukan oleh
kekuatan pasar.Awalnya, penerapan sistem nilai tukar mengambang ini menyebabkan
terjadinya gejolak yang berlebihan (overshooting).
Misalnya kurs pada tangga 14 Agustus melemah tajam menjadi Rp2.800 per dolar
dari posisi Rp2.650 per dolar pada penutupan hari sebelumnya.Banyak factor yang
menyebabkan nilai tukar rupiah terus merosot, mulai dari aksi ambil untung (profit

88
taking) oleh pelaku pasar, tingginya permintaan perusahaan domestic terhadap dolar
untuk pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo, memburuknya perkembangan
perbankan nasional, maupun oleh sebab-sebab lain.
Dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut, pada bulan November 1997,
International Monetary Fund (IMF) masuk ke Indonesia.Dengan kondisi dalam negeri
yang bergejolak, terutama situasi sosial politik, program pemulihan ekonomi yang
dilakukan bersama-sama dengan IMF tidak dengan segera membuahkan hasil.
Sampai akhir Desember 1997, nilai tukar rupiah ditutup pada kisaran Rp5.000 per
dolar, tetapi pergerakan nilai tukar rupiah semakin tak terkendali hingga mencapai
puncaknya pada 22 Januari 1998 dimana kurs mencapai Rp16.000 per dolar.

89
BAB 8
DASAR-DASAR TEORI TINGKAT BUNGA

8.1 Pengertian Dasar


Dalam perekonomian yang mendasarkan diri dalam mekanisme pasar, maka keputusan
ekonomi didasarkan atas pertimbangan pasar. Artinya sistem ekonomi di atur melalui
bekerjanya mekanisme pasar, yakni pasar untuk berbagai barang dan jasa yang berbeda-beda.
Berapa banyaknya sesuatu barang akan di produsir, ditentukan oleh pasar, yakni permintaan
akan barang tersebut. Misalnya, apabila masyarakat lebih menyukai kopi daripada teh, maka
mereka akan membeli kopi dan bukan teh di toko. Toko tersebut kemudian akan membeli
kopi dari para produsen, yang selanjutnya akan mendorong produsen ini memprodusir kopi
lebih banyak dibandingkan dengan teh. Dalam contoh ini konsumen yang menentukan berapa
banyak sesuatu barang di hasilkan.
Mekanisme ini berfungsi melalui apa yang di sebut dengan harga. Harga mempunyai
fungsi alokasi faktor produksi kearah produksi barang-barang yang lebih disukai oleh
masyarakat dari produksi barang yang tidak disukainya. Dengan menurutkan contoh diatas,
ternyata produsen atau petani tidak begitu mudah mengubah produksi dari teh kekopi. Oleh
karena itu, produsen kopi akan meminta harga yang lebih tinggi dan apabila konsumen mau
membayar tentu saja mereka akan dapat memperoleh kopi. Kenaikan harga ini dapat pula di
pandang sebagai ongkos ganti penggunaan faktor produksi dari produksi teh ke kopi.
Dalam kaitannya dengan tingkat harga, pertanyaan timbul apa peranan tingkat bunga
seperti halnya harga kopi dan teh di atas tingkat bunga tidak lain adalah harga yang terjadi di
pasar uang dan modal. Jadi tingkat bunga juga mempunyai fungsi alokatip dalam
perekonomian, khususnya dalam penggunaan uang atau modal.

8.2 Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian


Dua masalah pokok yang harus dipecahkan oleh setiap sistem ekonomi adalah, pertama
beberapa banyak faktor produksi yang harus digunakan atau dilokasikan untuk menghasilkan
beberapa barang yang bebeda pada waktu atau saat yang bersamaan. Misalnya, kayu jati
gelondongan itu dapat di buat untuk kayu gergajian, meja, kursi, almari atau pintu. Dalam
sistem ekonomi pasar, alokasi penggunaan kayu gelondongan tersebutdi tentukan oleh harga

90
meja, kursi, almari, pintu atau kayu gergaji. Kedua, adalah masalah alokasi penggunaan
faktor produksi untuk menghasilkan barang yang akan digunakan sekarang atau dikemudian
hari. Fungsi yang kedua adalah yang antara lain dilakukan oleh tingkat bunga, yakni alokasi
faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang di pakai sekarang dan dikemudian
hari.
Seluruh warga masyarakat mempunyai keharusan melakukan alokasi faktor produksi
untuk penggunaan sekarang dan nanti. Hanya metodenya yang berbeda antara satu Negara
dengan negara lain. Ada yang mendasarkan alokasi ini pada tradisi, terutama untuk
masyarakat yang belum maju, yakni dengan menyisihkan sebagian dari hasil yang diperoleh
sekarang untuk penggunaan di waktu yang akan datang. Seperti yang dilakukan di Rusia
alokasi ini lebih banyak di tentukan oleh pemerintah. Tetapi pada sistem ekonomi pasar
(seperti di Amerika Serikat), alokasi antara nanti dan sekarang adalah hasil interaksi
keputusan masing-masing individu.

8.3 Kurva Berbagai Kesempatan Melakukan Investasi


Untuk mengetahui sifat masalah ekonomi diatas, akan lebh mudah di pahami apabila
disajikan suatu contoh. Dengan contoh yang sederhana diharapkan prinsip-prinsip utama
masalah alokasi antarwaktu (sekarang dengan nanti) dapat dengan mudah dijelaskan.
Misalnya suatu masyarakat yang hidup di sekitar hutan kayu jati dan hanya ada satu jenis
barang yang dihasilkan, yakni kayu gergajian. Apabila masyarakat tersebut makin banyak
penebang kayu jati di hutan, tahun ini, maka makin sedikit kayu jati yang akan bisa ditebang
tahun yang akan bisa ditebang tahun yang akan datang. Namun, banyaknya kayu jadi
gergajian. Apabila masyarakat tersebut makin banyak menebang kayu jati di hutan, tahun ini,
maka makin sedikit kayu jati yang akan bisa ditebang tahun yang akan datang. Namun,
banyaknya kayu jadi gergajian yang dihasilkan sekarang dengan tahun yang akan datang
tidak satu banding satu. Artinya kalau tahun ini menghasilkan 10 kayu gergajian lebih
banyak tidak berarti tahun depan produksi kayu gergajian turun dengan 10 buah. Masalah
yang dihadapi masyarakat tersebut adalah penentuan jumlah pohon yang ditebang tahun ini
dan tahun depan. Dengan kata, masyarakat tersebut perlu menyelesaikan masalah alokasi
alokasi antara jumlah produksi tahun ini dengan tahun depan.
Masalah alokasi tersebut dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut.

91
Gambar 9.1
Kurva kesempatan melakukan investasi

Apabila masyarakat tersebut menebang semua pohon dan digergaji tahun ini, maka tahun
depan mereka tidak dapat menghasilkan kayu gergajian (titik A). sebaliknya, pada titik B, tahun
ini tidak memprodusir sama sekali, berarti semua pohon ditebang tahun depan. Sedangkan titik
C, sebagian dihasilkan tahun ini dan sebagian tahun depan. Bentuk kurvanya cembung dari titik
0 berarti berlaku anggapan bahwa hubungan turunnya produksi tahun depan tidak satu banding
satu.
Dari kurva ini dapat di simpulkan dangan tidak menebang tahun ini (dus menabung),
berarti melakukan investasi pohon untuk produksi tahun depan.
Masyarakat tersebut harus menentukan pilihannya, yakni titik mana dalam kurva tersebut.
Ahli ekonomi sering menamakan fungsi alokatip ini sebagai pilihan waktu (time preference),
yakni menyatakan pilihan mereka antara kosumsi (penggunaan) sekarang dengan waktu yang
akan datang.

8.4 Pilihan Waktu


Ada beberapa cara untuk memecahkan masalah pilihan waktu ini, yakni melalui tradisi,
keputusan pemerintah serta pilihan individu.

92
Yang dimaksud dengan cara tradisi adalah masyarakat itu melakukan pilihan atas dasar
apa yang dipakai nenek moyangnya, tanpa adanya perubahan dan selalu berulang begitu
seterusnya. Dengan cara ini maka masyarakat tersebut akan memilih, misalnya pada titik C,
menebang secukupnya tahun ini guna memperoleh kayu gergajian sebanyak 10 buah tahun
depan. Cara ini terus tetap di pertahankan dari tahun ke tahun tanpa perubahan.
Pilihan yang didasarkan atas keputusan pemerintah secara sederhana dapat dijelaskan
dengan contoh sebagai berikut. Seandainya perintah ini dapat diibaratkan sebagai seorang
raja yang dapat menentukan berapa kayu gergajian yang dihasilkan tahun ini dan berapa
tahun depan yang berlaku bagi sekelompok masyarakat. Bagaiman caranya si raja ini
menentukan jumlah tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan suatu konsep apa
yang di sebut dengan kurva indifference pilihan waktu dari si raja tersebut pesisi sama
dengankurva indifference seorang konsumen seperti gambar berikut:

Gambar 9.2
Kurva indifference pilihan waktu

Seperti halnya kurva indifference seorang konsumen mempunyai bentuk cembung


kearah titik nol. Jadi dengan menggunakan anggapan yang sama kurva indifference yang
lebih tinggi misalnya titik D. akan lebih disukai daripada dibawahnya kurva sepanjang
ABC. Kurva indifference si raja inilah yang menjadi dasar pemilihan waktu yang berlaku
bagi masyarakat. Si raja ini kita logikakandengan pemerintah yang dapat mengambil

93
keputusan. Keputusan pilihan waktu didasarkan pada prinsip keputusan tertinggi dengan
mengingat keterbatasan alat pemuas. Secara grafik dapat di tunjukan dengan titik
singgung antara kurva indifference dengan kurva berbagai kesempatan investasi titik E
pada gambar berikut
Gambar 9.3
Fungsi alokasi dengan keputusan pemerintah

Pilihan individu didasarkan pada keputusan masing-masing individu dalam


masyarakat mereka secara terpisah menentukan pilihan waktu, yang kadang-kadang tidak
sama antara satu individu dengan individu yang lain. Bagaimana caranya mereka
menentukan pilihan tersebut? Caranya cukup sederhana. Pertama, setiap individu
mempunyai kurva indifference. Sekelompok individu (misalnya kelompok konsumen)
mungkin mau menunda sebagian penggunaan barang sekarang untuk memperoleh barang
lebih banyak di kemudian hari. Sebaliknya, kelompok yang lain (misalnya
pengusaha),karena mereka mengharapkan dapat melakukan investasi dari penundaan
penggunaan barang sekarang untuk memperoleh keuntungan di masa datang, biasanya
mereka mau mengorbankan penggunaan barang dikemudian hari yang lebih banyak (15
buah kayu misalnya) untuk ditukarkan dengan pengunaan barang sekarang yang
jumlahnya lebih sedikit (10 buah kayu). Dari dua kelompok individu ini karena kesukaan
mereka tidak sama, bahkan bernalikan, maka timbulah semacam pasar (pinjam

94
meminjam). Dari contoh diatas maka kelompok konsumen akan bersedia mengorbankan
penggunaan barang sekarang sedang pengelompok usaha justru mau menggunakan
penggunaan barang sekarang dan bersedia mengganti dengan jumlah lebih banyak
dikemudian hari. Dari proses ini timbulah nilai tukar atau harga, yang dalam hal ini dapat
di sebut tingkat bunga
Nilai tukar atau tingkat bunga tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut
Gambar 9.4
Tingkat bunga

Garis lurus yang turun miring dari kiri atas kekanan bawah menggambarkan
tingkat harga, yakni perbandingan nilai tukar antara jumlah barang yang dapatt di pakai
sekarang dengan yang dapat dipakai kemudian hari. Misalnya 10 buah gergajian yang
dapat di pakai tahun ini dapat di tukar dengan 11 buah untuk tahun depan. Nilai tukar,
yang juga menggambarkan tingkat harga, besarnya ditentukan oleh lereng garis tersebut.
Makin datar berarti makin berarti makin banyak barang tahun depan yang bisa di peroleh
dengan sejumlah tertentu barang tahun ini, jadi berarti tingkat bunganya makn tinggi.
Sebaliknya, makin tegak garis itu, berarti makin rendah/kecil tingkat bunganya. Dari
gambar itu dapat pula diketahui adanya tindakan memberi pinjaman (lending) dan juga
meminjam (borrowing). Gerakan dari atas ke bawah sepanjang garis itu menunjukkan
adanya tindakan memberi pinjaman. Sebaliknya, gerakan dari bawah ke atas menunjukan
adanya tindakan meminjam, karena menukarkan penggunaan barang kemudian hari (yang

95
jumlahnya lebih banyak) dengan penggunaan barang sekarang (yang jumlahnya lebih
sedikit).
Dengan alat analisa di atas, maka masalah alokasi waktu bagi individu dapat
dipecahkan. Beberapa anggapan yang dipakai antara lain prisip persaingan. Setiap
individu mempunyai kurva kesempatan investasi dan kurva indifference serta adanya
transaksi pinjam meminjam. Dengan anggapan tersebut pemecahan masalah alokasi dapat
di jelaskan dengan menggunakan contoh sebagai berikut: situasi yang di hadapi oleh
seorang individu X dan Y dapat di gambar sebagai berikut:
Gambar 9.5
Alokasi waktu

Bagaimana individu X menyelesaikan masalah alokasi? Tanpa adanya pinjam


meminjam, individu X akan memilih pada titik B sebab untuk kurva kesempatan
investasi tertentu dia sudah mencapai kurva indifference yang tertinggi. Dengan adanya
transaksi pinjam meminjam dengan individu Y, terbuka kesempatan yang lebih baik.
Sekarang dia akan memilih produksi pada titik A dan meminjamkan, kelebihan
produksinya (sebesar jarak A dan B) pada tingkat bunga yang berlaku di pasar.
Dikemudian hari dia akan dapat menggunakan kayu gergajian yang lebih banyak yang
ditunjukakan oleh titik C. pada titik C ini individu X posisinya menjadi lebih baik, yang
di tunjukakn dengan kurva indifference yang lebih tinggi.

96
Sekarang penyelesaian individu Y dapat dijelaskan dengan cara yang sama
dengan individu X di atas. Keduanya mempunyai kurva kesempatan investasi yang sama
serta menghadapi nilai tukar/tingkat bunga yang sama pula. Bedanya terletak pada faktor
subyektif, yang ditunjukan dengan perbedaan letak kurva indifferencenya. Tanpa adanya
transaksi pinjam meminjam, individu Y akan berada pada titik D dengan penggunaan
barang (kayu) dikemudian hari dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada sekarang.
Dengan melakukan transaksi individu Y akan berproduksi pada titik A dan akan
meminjam. Dengan meminjam ini posisinya menjadi lebih baik yang di tunjukan dengan
titik E, yang berada pada kurva indifference yang lebih tinggi.
Pertanyaan timbul bagaimana bisa diketahui bahwa jumlah yang dipinjamkan
oleh Y? Jawabnya, adalah harga/tingkat bunga yang menjamin kesamaan tersebut.
Tingkat bunga akan naik apabila Y ingin pinjam lebih banyak dan sebaliknya, apabila
keinginan pinjam menurun tingkat bunga juga akan turun. Dan jelas bahwa tingkat
bungalah yang menyelesaikan masalah alokasi waktu sekarang dan nanti.

8.5 Tingkat Bunga Sebagai Harga Uang


Dalam pembahasan ini kita telah membahas pengertian dari tingkat bunga, yaitu
sebagai harga dari pengguna uang untuk jangka waktu tertentu. Tingkat bunga sebesar 18%
setahun berarti apabila saya meminjam Rp. 100,00 sekarang maka setahun lagi kita harus
mengembalikan Rp 118,00 yang terdiri dari Rp 100,00 (pokok) dan Rp 18,00 (bunga) kepada
kreditur tersebut. Dan sebaliknya,apabila saya meminjamkan kepada seseorang Rp 100,00
dengan bunga 18% setahun, maka saya mengharapkan akan menerima uang setahun
kemudian sebanyak Rp 118,00.
Pengertian tingkat bunga sebagai harga ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang
harus dibayar apa bila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah
yang akan datang (misalnya satu tahun lagi).
Pembelian dari satu rupiah sekarang dan sekaligus juga penjualan dari satu
rupiah sekarang dan sekaligus juga pembelian satu rupiah nanti, adalah orang yang
meminjamkan (kredit). Debitur harus membayar kepada kreditur harga dari pertukaran
tersebut, dan harga ini adalah bunga yang dibayarkan debitur dan diterima kas kreditur.

97
8.6 Mengapa Ada Bunga ?
Kita perlu mengkaji lebih mendalam dan menanyakan mengapa orang harus membayar
suatu bunga untuk pengguna bunga? Atau dengan kata lain, kita menanyakan mengapa
timbul suatu tingkat bunga yang positif (tidak nol)? Adakah yang mendasari yang
mengharuskan timbulnya tingkat bunga yang positif tersebut ?
Ada dua jawaban untuk pertanyaan tersebut antara lain: Terkait dengan nasabah
Klasik dan yang lain terkait dengan nasabah Keynesan. Dalam perkembangannya, kedua
jawaban tersebut dipadukan menjadi suatu sintesa. Dan sintesa ini sekarang yang diterima
oleh kebanyakan oleh ahli ekonomi sebagai jawaban utama pertanyaan tersebut.

8.7 Klasik : Loanable Funds


Bunga adalah hargadari (penggunaan) Loanable Funds. Terjemahan langsung dari
istilah tersebut adalah dana yang tersedia untuk dipinjamkan. Lebih singkatnyadengan
gunakan istilah dana investasi sebab menurut teori klasik bunga adalah harga yang
terjadi di pasar dan investasi.
Selanjutnya para penabung dan para investor ini bertemu di pasarLoanable
Funds. Dan dari proses tawar menawar antar mereka akhirnya akan menghasilkan tingkat
bunga kesepakatan (atau keseimbangan).

8.8 Keynesian : Liquidity Preference


Dalam teori Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang.
Menurut teori ini, tingkat bunga terdiri dari tiga motif, yaitu transaksi, berjaga-jaga, dan
spekulasi. Tiga motif inilah yang merupakan sumber timbulnya permintaan akan uang
yang diberi nama liquidity preference. Nama ini memiliki makna tertentu, bahwa permintaan
akan uang menurut Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa orang pada umumnya
menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif tersebut.
Keinginan untuk tetap liquid inilah yang membuat orang bersedia membayar harga
tertentu untuk penggunaan uang. Teori Keynes menekankan hubungan langsung antara
kesediaan orang untuk membayar harga uang tersebut(tingkat bunga) dengan unsur
permintaan akan uang untuk tujuan spekulasi. Permintaan akan besar apabila tingkat bunga
rendah, dan permintaan akan kecil apabila tingkat bunga tinggi. Untuk berspekulasi di pasar

98
surat berharga, orang perlu memegang uang tunai dan karena kegiatan spekulasi tersebut bisa
menghasilkan keuntungan maka orang bersedia membayar harga tertentu untuk tujuan
tersebut. Kemungkinan keuntungan itu sendiri karena adanya ketidak pastian mengenai
perkembangan tingkat bunga (harga obligasi) dimasa depan.

99
DAFTAR PUSTAKA
Nopirin. (2013). Ekonomi Moneter, Buku II. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Nopirin. (2014). Ekonomi Moneter, Buku I. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
www.wikipedia.com
Frank J. Fabozzi dan Franco Modigliani, Capital Markets (Prentice Hall, New Jersey: 1992)
dalam The Fei Ming, Day Trading Valuta Asing (Gramedia, Jakarta: 2002)
http://haermawan02.blogspot.co.id/2016/01/makalah-ekonomi-makro-islam-nilai-tukar.html
http://www.lontar.ui.ac.id/login.jsp?requester=file?file=digital/131352-T%2027626-
Peranan%20faktor-Tinjauan%20literatur.pdf.
Karim Adiwarman, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro (IIIT Indonesia,
Jakarta:2002)
Karim, Adiwarman. 2013. Ekonomi Makro Islami Edisi Ketiga, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Mankiw, N.Gregory. 2007. Makroekonomi, Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Oliver Blanchard, Macroeconomics Fourth Edition (Prentice Hall, New Jersey: 2006)
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (mikroekonomi
& Makroekonomi), Edisi ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.
Jonni Manurung dan Adler Haymans Manurung. (2009). Ekonomi Keuangan & Kebijakan
Moneter. Jakarta: Salemba Empat
http://www.dosenpendidikan.net/2016/03/definisi-dan-pengertian-uang-menurut-para-ahli-
terlengkap.html
http://chudnaa.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-peranan-dan-fungsi-uang.html
http://fajriarifwibawa.blogspot.co.id/2015/04/makalah-peranan-uang-dalam-
perekonomian.html
http://saga-sigi.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-nilai-uang-macam-macam-nilai-Nilai-
Intrinsik-Nilai-Nominal-Nilai-Internal-Uang-Nilai-Eksternal-dan-Nilai-Tukar-
Uang.html
http://akuntansismkn1negara.blogspot.co.id/2013/08/fungsi-dan-peranan-uang-dalam.html
http://combobook.blogspot.co.id/2015/02/teori-permintaan-uang-dalam-perspektif.html
http://coretanterbatas.blogspot.co.id/2013/05/teori-permintaan-uang.html

100
http://ekaprasetyaa.blogspot.co.id/2013/01/teori-permintaan-uang-menurut-
klasik.htmldiunduhpada Hari Selasa 7 Februari 2017 pukul 09.42 WI
http://www.kajianpustaka.com/2016/08/teori-permintaan-uang.html
https://ajengapritys.wordpress.com/2016/05/13/teori-permintaan-uang-pemikiran-klasik-
keynes/diunduhpada Hari Selasa 7 Februari 2017 pukul 09.07 WIB
Manurung, Jonni dan Manurung, A. H. 2008. Ekonomi Keuangan dan KebijakanMoneter.
Medan : Salemba Empat

101

Anda mungkin juga menyukai