KASUS
1.1 IDENTITAS
Nama : Tn.X
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 38 tahun
Alamat : Jl. Panjang
No. RM : 370153-17
Tanggal Pemeriksaan : 12 September 2017
1.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama :
Bersin-bersin dan hidung tersumbat setiap hari sejak 3 tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan:
Pilek dan hidung terasa gatal
Riwayat Alergi :
Pasien memiliki alergi terhadap debu dan udara yang dingin. Alergi terhadap
makanan, dan obat-obatan, disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pasien hanya mengobati keluhan hanya dengan menggunakan
obat warung.
Status Lokalis
Telinga
Pemeriksaan Auricula Dextra Auricula Sinistra
Inspeksi dan Palpasi
K Kelainan kongenital (-), Kelainan kongenital (-),
Auricula peradangan (-), nyeri peradangan (-), nyeri
tekan tragus (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri
tarik auricula (-), nyeri tarik auricula (-), nyeri
tekan mastoid (-) tekan mastoid (-)
Hidung
Pemeriksaan Hidung Kanan Hidung Kiri
Inspeksi Bentuk hidung normal, Bentuk hidung normal,
hiperemis (-), massa (-) hiperemis (-), massa (-)
Palpasi Sinus Nyeri tekan sinus Nyeri tekan sinus
Paranasal maxillaris kanan (-), maxillaris kanan (-), nyeri
nyeri tekan sinus tekan sinus ethmoidalis
ethmoidalis (-), nyeri (-), nyeri tekan sinus
tekan sinus frontalis (-) frontalis (-)
Rinoskopi Anterior Mukosa concha (edema), Mukosa concha (edema),
berwarna pucat, sekret berwarna pucat, sekret
encer encer
Rinoskopi Posterior Tidak Diperiksa Tidak Diperiksa
Tenggorokan
Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan
Mulut Mukosa hiperemis (-), kelainan lidah (-), deviasi uvula
(-)
Tonsila Palatina T1T1, Hiperemis (-), kripta melebar (-/-), detritus (-/-)
KGB Leher Dalam Batas Normal
1.4 RESUME
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD DR. A. Dadi Tjokrodipo karena
bersin-bersin dan hidung tersumbat setiap hari sejak 3 tahun yang lalu. Setiap
bersin dapat mencapai 3-5 kali. Bersin didapatkan pada waktu yang tidak
menentu, baik pagi siang ataupun malam. Bersin meningkat apabila terpapar
debu dan dingin. Bersin didapatkan selama 3-4 hari dalam 1 minggu.
Keluhan juga disertai dengan pilek, rasa gatal pada hidung, dan mata berair.
Pilek dengan cairan berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau.
Pasien juga sering merasakan gatal pada hidung, dan kemudian menggaruk
hidung dengan menggunakan punggung tangan. Keluhan pada pasien tidak
mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat bekerja pada siang hari.
Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri tenggorok, nyeri kepala dan
penurunan fungsi pendengaran.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa concha edema, berwarna
pucat, dan diserati secret encer yang banyak.
1.5 DIAGNOSIS
Suspect Rhinitis Alergika Intermiten Ringan
1.7 PENATALAKSANAAN
Non- Medikamentosa
Menghindari kontak dengan alergen, misalnya dengan cara memakai
masker saat akan berkontak dengan debu.
Medikamentosa
R/ Ciprofloxacin. 500mg. Tab. No.X
. 2 dd. Tab. 1. p.c
R/ Dexamethasone Tab 1
Efedrin Tab 1/2
CTM 2 mg
Vit. C 50 mg
Paracetamol 200 mg
mfla. dain. caps. dtd. No. XV
. 3 dd. Tab. 1. p.c
1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut.
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)
tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai
oleh Ig E.
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan
Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada
sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah
akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti
Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major
Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain
faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala
seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara
yang tinggi.
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran,
sehingga memberi gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang memberi
gejala asma bronkial dan rinitis alergi.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara
garis besar terdiri dari :
1. Respons primer:
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini
bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak
berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respons
sekunder.
2. Respons sekunder:
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3
kemungkinan ialah sistem imunitas selular atau humoral atau kedua-nya
di bangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai.
Bila Ag masih ada atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik,
maka reaksi berlanjut menjadi respons tertier.
3. Respons tertier:
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh.
Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergan-tung dari daya
eliminasi Ag oleh tubuh.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu
2. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
2.5 Diagnosis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang :
In vitro :
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau
meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio
immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila
tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya
selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi
atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent
/Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, .walaupun tidak dapat
memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditemukannya eosinofil daiam jumlah banyak menunjukkan kemung-
kinan alergi inhalan. Jika basofil (> 5sel/lap) mungkin disebabkan
alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan
adanya infeksi bakteri.
Gambar 4 Skema Pemeriksaan In Vitro
In vivo :
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes
cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri.
Skin Endpoint Titration/SET), SET dilakukan untuk aiergen inhalan
dengan menyuntikkan aiergen dalam berbagai konsentrasi yang
bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain aiergen penyebab
juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat
diketahui.
2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan
alergen pe-nyebabnya (avoidance) dan eliminasi
2. Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang
bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan
merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai
lini pertama pengobatan rinitis alergi, Pemberian dapat dalam
kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
3. Operatif
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka
inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty
perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor
asetat.
4. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada a, inhalan dengan gejala
yang berat sudah berlangsung lama serta pengobatan cara lain tidak
memberi hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah
pembentukkan IgG blc: antibody dan penurunan IgE. Ada 2
imunoterapi yang umum dilakukan intradermal dan sublingual.
2.7 Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung
merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan
kekambuhan polip hidung
2. Otitis media efusi yang sering residiual utama pada anak-anak
3. Sinusitis paranasal
Gambar 5 Algoritma Penatalaksanaan Rinitis Alergi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada pasien dengan Riniris Alergi perlu diketahui alergen penyebab
pada pasien dan keteraturan terapi pada pasien untuk mencegah terjadinya
kekambuhan dan mengurangi resiko kearah komplikasi pada rinitis alergi,
seperti sinusitis, polip, ataupun otitis media.
DAFTAR PUSTAKA