Anda di halaman 1dari 3

PATOFISIOLOGI BATU EMPEDU

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu
yang mengandung 20-50% kolesterol). 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah
keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kalsium dalam kandung empedu (13).

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus
untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-
kelamaan tersebut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas
kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu empedu (3,13).

6.1. Batu kolesterol (3,13,14)

Batu kolestrol yang berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Proses pembentukan terjadi dalam 4 tahap, yaitu:

i. Supersaturasi empedu dengan kolesterol, derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat
dihitung melewati kapasitas daya larut. Keadaan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi
kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol
empedu antara lain dapat terjadi pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol serta
penggunaan obat yang mengandung estrogen atau klofibrat.

ii. Pembentukan nidus, nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir protein
lain, bakteri atau benda asing.

iii. Klistalisasi / presipitasi, penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu,
kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi.

iv. Pertumbuhan batu oleh agregasi atau presipitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain yang
membentuk matriks batu. Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan Kristal kolesterol di atas
organik inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan pelarut dan pengendapan.

6.2. Batu pigmen (3,12,13,14)

Batu pigmen merupakan 10% dari total kasus batu empedu, mengandung <20% kolesterol. Batu
pigmen dapat dibagi kepada 2, yaitu :

a. Batu kalsium bilirunat (pigmen coklat)


Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat
sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi
bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari
penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen coklat. Baik enzim -glukoronidase endogen maupun yang berasal
dari bakteri ternyata mempunyai peran penting dalam pembentukan batu pigmen ini. Umumnya
batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari
derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Hal yang
berpengaruh terhadap terbentuknya batu berpigmen coklat seperti kolonisasi bakteri di kantong
empedu dan statis intraduktal (1,9).

6.3. Batu campuran (2,3,13)

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Di
dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran
empedu secara parsial ataupun komplit sehingga menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase
berulang batu empedu melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan
perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila batu
berhenti di dalam duktus sistikus dikarenakan diameter batu yang terlalu besar atau pun karena
adanya striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus (3,13).

Kolelitiasis asimtomatis biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan


ultrasonografi, foto polos abdomen, atau perabaan saat operasi. Pada pemeriksaan fisik atau
laboratorium biasanya tidak ditemukan kelainan (2,3).

Pembentukan batu empedu dapat dibagi menjadi empat tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, (3) Klistalisasi / presipitasi dan (4)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang
terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi
sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.(3,12)

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu
nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk
dipakai sebagai benih pengkristalan. (3,14)

Admirall & Sand mengemukakan konsep bahwa jika kadar kolesterol relative dalam cairan
empedu melebihi konstanta kelarutannya, maka lemak yang berlebihan itu akan memadat dan
memulai terjadinya pembentukan batu. Pembentukan cairan empedu yang kaya akan kolesterol
secara teoritis dapat berasal dari peningkatan kolesterol ataupun penurunan sekresi fosfolipid
atau garam empedu oleh hepar. Hubungan segitiga antara kadar kolesterol, garam empedu, dan
fosfolipid dalam cairan empedu biasanya digambarkan secara grafis dengan koordinat segitiga.
(3,13,14)

Kelarutan tiga komponen besar cairan empedu (garam empedu, lesitin, dan kolesterol)
ditempatkan dalam koordinat segitiga. Titik P menunjukkan cairan empedu yang terdiri atas
garam empedu 80%, kolesterol 5%, dan lesitin 15%. Garis ABC menunjukkan kelarutan
kolesterol maksimal sebagai fungsi dari konsentrasi lesitin dan garam empedu yang bervariasi.
Bila kombinasi garam empedu, kolesterol dan leseitin turun di bawah garis ABC, maka cairan
empedu akan berwujud sebagai cairan micelle fase tunggal. Bila kandungan di atas berada garis
ABC, terjadi supersaturasi kolesterol dan pembentukan Kristal kolesterol. (3,13,14,15)

Anda mungkin juga menyukai