OLEH
NIA AGUSTINA
NIM 14.135
Diajukan kepada
Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program D-III
bidang Farmasi
OLEH
NIA AGUSTINA
NIM 14.135
NIA AGUSTINA
NIM 14.135
Dipertahankan di depan penguji
Pada tanggal
dan dinyatakan memenuhi persyaratan
Dewan Penguji,
Mengetahui, Mengesahkan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik Direktur
Nur Candra E.S, S.Si., S.Pd., M.Pd. Ernanin Dyah Wijayanti, S.Si., M.P.
NIDN. 0721058503 NIDN. 0723118404
Keaslian
Persembahan
ABSTRAK
Jamur Candida albicans merupakan flora normal pada tubuh manusia yang
terdapat pada saluran pencernaan, vagina, uretra, kulit serta di bawah jari-jari
tangan dan kuku. Peningkatan jumlah Candida albicans dalam batas normal
dapat mengakibatkan penyakit sistem saluran pencernaan, keputihan, sariawan
bahkan dapat mengakibatkan komplikasi yang berbahaya berupa kematian.
Tanaman yang dapat digunakan sebagai antijamur adalah rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) yang
memiliki kandungan senyawa metabolit, seperti alkaloid, flavonoid, tanin dan
saponin yang berperan sebagai antijamur. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh konsentrasi kombinasi ekstrak rimpang temulawak dan
buah mengkudu dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Metode
yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan difusi cakram yang
direndam kombinasi ekstrak rimpang temulawak dan buah mengkudu. Hasil
penelitian yang didapatkan adalah pada kombinasi konsentrasi temulawak dan
mengkudu memiliki daya hambat Candida albicans. Kesimpulannya ada
pengaruh konsentrasi kombinasi ekstrak rimpang temulawak dan buah mengkudu
terhadap daya hambat minimal Candida albicans.
ABSTRACT
Candida albicans fungus is a normal flora of human body found in the digestive
tract, vagina, urethra, skin and under the fingers and nails. Increasing the number
of Candida albicans within normal limits can lead to diseases of the
gastrointestinal system, vaginal discharge, sprue can even lead to dangerous
complications of death. Plants that can be used as an antifungal are the ginger
rhizome (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) and noni fruit (Morinda citrifolia L.) have
active compounds, such as alkaloids, flavonoids, tannins and saponins that act as
antifungals. The purpose of this research is conducted to know the influence of the
combination concentration of the ginger rhizome and noni fruit in inhibiting the
growth of Candida albicans. The method used was experimental by using disc
diffusion which was soaked in combination of extract of ginger rhizome and noni
fruit. The result of this research is concentration of ginger rhizome and noni fruit
6%b/v does not have Candida albicans inhibition. In conclusion there is no effect
of concentration of extract combination of ginger rhizome and noni fruit against
minimum inhibitory Candida albicans.
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK...........................................................................................................i
ABSTRACT........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB V PENUTUP.............................................................................................58
5.1 Kesimpulan................................................................................................... 58
5.2 Saran..............................................................................................................58
DAFTAR RUJUKAN .......................................................................................59
LAMPIRAN ......................................................................................................74
vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi adalah suatu penyakit yang dapat
ditularkan baik dari satu orang ke orang lain ataupun dari hewan ke manusia
yakni bakteri, virus dan jamur. Namun, tidak semua mikroorganisme dapat
tubuh manusia, seperti jamur Candida. Jamur ini merupakan flora normal dalam
tubuh dan tidak berbahaya. Namun, pada kondisi tertentu dapat menyebabkan
kebersihan (Mavor et al., 2005). Pada umumnya penyakit infeksi yang disebabkan
albicans yang menyerang kulit, kuku, dan mukosa mulut, serta alat kelamin, tetapi
infeksi atau autoimun lainnya (Puel et al., 2011). Candida ialah kelompok flora
normal pada tubuh manusia yang terdapat pada saluran pencernaan, selaput
mukosa saluran pernapasan, vagina, uretra, kulit serta di bawah jari-jari tangan
dan kuku (Simatupang, 2009). Hal ini mengakibatkan jamur Candida dapat
1
2
menyebabkan keadaan patologik pada saat daya tahan tubuh menurun baik secara
lokal ataupun sistemik. Keadaan yang paling sering dialami masyarakat adalah
sariawan. Sariawan merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa mulut yang
menyerang selaput lendir pipi dan bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-
langit rongga mulut disebabkan oleh jamur Candida albicans (Tanjung, 2015).
Sariawan ditandai dengan adanya bercak putih kekuningan dapat berupa bercak
kekebalan tubuh atau faktor lainnya jamur ini dapat menyebabkan kandidiasis
yang sering terjadi di rongga mulut dan menyumbang angka kematian di atas 25%
pesat hampir sekitar 32% masyarakat Indonesia memilih metode back to nature
sebagai obat adalah rimpangnya (Rukayadi and Hwang, 2013). Secara praklinik
(Dermawaty, 2015).
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan tanaman obat yang dapat
suatu tanaman dengan cara merendam serbuk simplisia dalam larutan yang sesuai
selama tiga hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya dengan demikian
larutan akan masuk kedalam sel melewati dinding sel. Kemudian isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel
(Oktaviana, 2010). Pelarut yang digunakan ialah etanol 70% karena etanol
memiliki polaritas yang tinggi sehingga dapat mengekstrak lebih banyak daripada
pelarut organik lainnya dan memiliki selektivitas yang tinggi serta aman sesuai
standar makanan dan farmasi (Ramadhan and Phaza, 2010). Selain itu, etanol
70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voight,
1994). Kemudian dilakukan uji aktivitas daya hambat Candida albicans dengan
albicans.
1.3.2 Untuk mengetahui konsentrasi daya hambat minimal Candida albicans dari
fitokimia, sterilisasi alat dan bahan, uji aktivitas antifungi untuk mengetahui
temulawak dan buah mengkudu, tidak berdasarkan jenis rimpang temulawak dan
fenotipik seperti pH, suhu, kondisi anaerob dan faktor gizi dalam jaringan
melalui sel mukosa (Hasanah, 2012). Candida albicans adalah jamur dimorfik
karena memiliki kemampuan untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda,
yakni pada dalam bentuk ragi atau hifa pada kondisi lingkungan tertentu
Dinding sel berperan dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat
antigenik. Adanya membran sterol pada dinding sel berperan penting sebagai
yang berasal dari satu sel. Apabila suatu konidia atau spora fungi ditanam di atas
media agar dalam cawan petri, maka setelah satu atau dua hari baru terlihat
sesuatu pada permukaan agar yang berupa tetesan kental (khamir) atau berupa
benang-benang (kapang). Suatu konidia akan tumbuh suatu tabung yang semakin
lama semakin panjang mirip seuntai benang dan mulai bercabang. Cabang-cabang
yang timbul akan selalu tumbuh menjauhi hifa yang pertama dan saling
bersentuhan dengan cabang yang lain. Pada titik sentuh akan terjadi lisis dinding
Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni
Gambar 2.1 Pertumbuhan spora atau konidia menjadi miselium (Gandjar et al.,
2006).
Setiap mikroorganisme memiliki kurva pertumbuhan, misalnya fungi.
Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau kekeruhan
media pada khamir dalam waktu tertentu. Kurva pertumbuhan memiliki beberapa
fase aktif.
3. Fase eksponensial, yaitu fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak,
aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting dalam
kehidupan fungi.
4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah.
5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati
relatif seimbang.
6. Fase kematian dipercepat, yaitu jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif
Gambar 2.2 Morfologi Candida (a) bentuk khamir, (b) bentuk pseudohifa, (c)
tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu dan memiliki warna
koloni Candida putih kekuningan dan berbau khas (Komariah, 2012). Candida
albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC dalam kondisi aerob atau anaerob.
Candida albicans memiliki koloni berwarna krem, agak mengkilat dan halus
(Kusumaningtyas, 2014).
2.1.1.4 Infeksi oleh Candida albicans
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur di Indonesia masih relatif
tinggi dan obat antijamur relatif lebih rendah dibandingkan dengan obat
sebagai negara iklim tropis disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sehingga
pertumbuhan jamur lebih baik (Wahyuni et al., 2017). Penyakit jamur erat
kaitannya dengan kebiasaan dan tingkat kebersihan individu. Pada manusia, dalam
keadaan normal Candida albicans berada di mulut, saluran pencernaan dan vagina
tanpa menimbulkan gejala penyakit. Namun, dalam keadaan tertentu Candida
menyebabkan infeksi mulut (Barani et al., 2014). Infeksi yang paling umum
adalah kandidiasis oral yang merupakan salah satu infeksi oportunistik yang
lendir mulut, vagina dan saluran pencernaan jika pada tahap selanjutnya dapat
bentuknya memanjang. Tiap tanaman mempunyai cabang antara 3-4 buah dengan
warna pada umumnya lebih muda daripada rimpang induk. Warna kulit rimpang
saat masih muda ataupun tua, yakni kuning atau coklat kemerahan. Pada
umumnya setiap rumpun temulawak memiliki 6 buah rimpang tua dan 5 buah
keluar dari rimpang induk. Akar temulawak letaknya tidak beraturan dan memiliki
panjang sekitar 25 cm. Pada bagian rimpang ini akan tumbuh tunas baru yang
Devisi : Spermatophyta
Sub Devisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Tanaman ini memiliki beberapa nama daerah yaitu koneng gede, temu
raya, temu besar (Sunda), koneng tegel (Jawa), temolobak (Madura), tommon
2008).
2.1.2.3 Kandungan dan Khasiat Temulawak
Temulawak banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. Terdapat
seperti diare, disentri, cacingan, kurang nafsu makan, gangguan hati, sakit kuning,
pengobatan sakit ginjal, kencing batu dan empedu, pengobatan rematik, kejang-
kejang, dan pegal linu. Rimpang temulawak juga digunakan untuk pengobatan
bahan ramuan untuk peluruh haid, pengobatan haid yang tidak lancar, perawatan
bermanfaat untuk kesehatan tubuh, seperti kurkumin, minyak atsiri, pati, protein
zat warna kuning 1-2% yang terdiri dari curcumin dan monodesmetoksicurcumin
berbentuk serbuk, rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat
glasial, dan alkali hidroksida. Namun, kurkuminoid tidak larut dalam air dan
dietileter, memiliki aroma khas dan tidak bersifat toksik biasanya dalam
kulit, dan hati. Kurkumin mengandung asam piperik, glisin, asam piperik-glisil,
alanin dan asam asetat yang merupakan golongan senyawa fenol menunjukkan
bahwa sebagai antibakteri dan antifungi untuk beberapa mikroba patogen, seperti
2.1.3 Mengkudu
2.1.3.1 Deskripsi Mengkudu
ditemukan dari dataran rendah sampai 500 meter di atas permukaan laut. Tumbuh
liar di pantai, hutan, ladang atau ditanam di pekarangan sebagai tanaman sayur
atau tanaman obat (Adriana and Artha, 2013). Penduduk menanam mengkudu
karena kulit akarnya mengandung zat warna merah yang dipakai untuk memberi
warna pada kain batik, anyaman pandang atau mending (Sutara, 2009).
Tanaman mengkudu memiliki ciri-ciri yaitu perdu atau pohon kecil yang
empat. Daun letak berhadapan bersilang, bertangkai, bentuknya bulat telur lebar
sampai elips, panjang 10-40 cm, lebar 5-17 cm, tebal mengkilap, tepi rata, ujung
runcing, pangkal menyempit, tulang daun menyirip, warnanya hijau tua. Bunga
keluar dari ketiak daun, 5-8 dalam karangan berbentuk bonggol, dengan mahkota
berbentuk tabung, bentuknya bulat lonjong, berupa buah buni majemuk yang
berkumpul menjadi satu sebagai buah yang besar, panjang 5-10 cm, permukaan
tidak rata berbenjol-benjol, warnanya hijau, jika masak berdaging dan berair,
warnanya kuning pucat atau kuning kotor, berbau busuk, berisi banyak biji
atau untuk membungkus pindang ikan teri. Buah muda direbus untuk lalap, buah
setengah matang dirujak dan buah matang untuk membersihkan karat pada logam
2015).
Filum : Angiospermae
Subfilum : Dycotiledones
Devisi : Lignosae
Family : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Citrifolia L.
Nama ilmiah : Morinda citrifolia Linn.
Botani : Mengkudu
Tanaman ini memiliki beberapa nama daerah yaitu boh kemude (Aceh),
2009).
2.1.3.3 Kandungan dan Khasiat Mengkudu
Di Indonesia tumbuhan mengkudu digunakan sebagai obat diabetes atau
kencing manis atau sakit gula, peluruh empedu, perangsang selaput lendir, obat
sakit ginjal dan hati, dan melancarkan buang air kecil (Joshi et al., 2012). Buah
mengkudu dimakan untuk mengobati sakit gula, hipertensi, radang pankreas dan
radang ginjal, malaria, dan beri-beri, sedangkan air perasannya digunakan untuk
(Yulinah et al., 2010). Selain itu, sari buahnya adalah tonikum yang digunakan
untuk berbagai penyakit dan obat diabetes. Kulit tumbuhan ini juga digunakan
sebagai obat disentri, dan mulas, sedangkan daunnya digunakan sebagai obat
batuk, asma, dan obat luar untuk rasa mulas (Achmad et al., 2009).
Buah mengkudu dapat digunakan sebagai efek terapi antikandida hal ini
di alam dan berciri khas alkaloid mengandung paling sedikit satu atom N bersifat
basa pada umumnya bagian dari cincin heterosiklik. Pada umumnya alkaloid tidak
jalur biosintesis heme. Secara tidak langsung, sampangin juga dapat menyebabkan
penurunan besi yang tersedia atau menyebabkan kesalahan arah pada biosintesis
langsung, karena biosintesis heme pada jamur terjadi sebagai tahapan jalur spesial
yang dipisahkan antara sitosol dan mitokondria. Biosintesis heme dapat menjadi
target yang sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur (Liu et al.,
1990).
2.1.4.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang paling banyak
tersebar luas dalam bentuk senyawa glikon dan aglikon. Sifat fisika dan kimia
senyawa flavonoid adalah larut dalam air, sedangkan dalam bentuk glikosida yang
termetilasi akan larut dalam eter. Glikosida dapat terlarut dalam pelarut organik
sel jamur dan pembentukan komplek tersebut menyebabkan kebocoran isi sel dan
sel mengalami lisis karena perubahan permeabilitas membran sel jamur (Diana,
2016).
2.1.4.3 Tanin
Tanin adalah suatu senyawa kimia komplek yang terdiri dari beberapa
senyawa polifenol. Tanin memiliki bentuk amorf dan tidak dapat dikristalkan,
tetapi dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi dengan asam dan
mampu bereaksi dengan dinding sel dan mampu menghambat sintesis sel kitin
2016).
2.1.4.4 Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang berbusa jika dikocok
dalam air dan pada konsentrasi rendah mengakibatkan hemolisis sel darah. Sifat
yang khas saponin adalah berasa pahit, berbusa dalam air dan beracun bagi
binatang berdarah dingin (Mullik and Permana, 2009). Saponin memiliki efek
al., 2013).
2.1.5 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia
tanaman, eksudat tanaman atau gabungan dari ketiganya. Eksudat merupakan isi
sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia. Contohnya jahe, pepaya
berupa bahan kimia murni. Contohnya minyak ikan, madu dan lain-lain (Rosdiani,
2015).
3. Simplisia Pelican atau Mineral
Simplisia pelican yaitu simplisia yang berupa pelican atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan
kimia murni. Contohnya serbuk seng atau serbuk tembaga (Nurhadi, 2016).
2.1.5.2 Tahap Pembuatan Simplisia
Adapun tahap-tahap dalam pembuatan simplisia adalah sebagai berikut
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan bahan baku simplisia
yaitu bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada
saat panen, serta waktu yang tepat untuk panen (Katno, 2008).
2. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengan cara memisahkan
kotoran dan atau bahan asing lainnya yang terikut saat pengumpulan, seperti
tanah, kerikil, rumput, gulma dan bagian tanaman yang tidak diinginkan. Sortasi
menarik. Pencucian dilakukan dengan air bersih (standar air minum), sebaiknya
dengan air mengalir agar kotoran yang terlepas tidak menempel kembali. Setelah
dicuci, bahan simplisia ditiriskan dengan cara dihamparkan diatas tikar atau alas
lain yang berlubang-lubang dan ditaruh di atas rak yang bersih (Tiwow et al.,
2013).
4. Pengubahan Bentuk atau Perajangan
Semakin tipis ukuran hasil rajangan/serutan akan mempercepat proses
penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan, namun jika terlalu tipis
dan rasa yang diinginkan. Selain itu, irisan yang terlalu tipis menyebabkan
mudah rusak dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama. Hal-hal yang perlu
kecepatan aliran udara, waktu (lamanya) pengeringan dan luas permukaan bahan.
Bahan simplisia pada umumnya dapat dikeringkan pada suhu kurang dari atau
saat bahan simplisia telah kering sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk
memisahkan benda-benda asing dan pengotor lain yang masih ada, seperti bagian
yang tidak diinginkan, tanah, atau pasir. Perhitungan rendemen ekstrak (Rahayu,
2016).
7. Pengemasan
Pengemasan atau pengepakan simplisia sangat berpengaruh terhadap mutu
jenis dan kadar senyawa kimianya, sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu
2.1.6 Ekstraksi
2.1.6.1 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif dari jaringan tumbuhan ataupun
hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan
(Rahmadani, 2015).
sebagai berikut.
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia menggunakan
berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolve like). Langkah
tertentu selama beberapa hari sambal sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil
campuran larutan yang berwarna bening (Pertiwi et al., 2017). Selama ini dikenal
ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun
hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang
bersifat bisa campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga
pelarut yang bersifat tidak campur air (contohnya aseton, etil asetat, disebut
pelarut non polar atau pelarut organik). Ketika simplisia yang akan di maserasi
direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif
dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses
pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke
dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara
penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (0%), akibat adanya
perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya
difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha mencapai
keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses
maka zat aktif di dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama,
sehingga bahan alam tidak menjadi terurai (Tombokan, 2016). Selain itu, cara
biaya yang dibutuhkan sedikit (Atmoko and Parmadi, 2013). Kerugian cara
maserasi adalah waktu yang dibutuhkan relatif lama (Putra et al., 2014).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
sebagai berikut.
1. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90 oC selama 15
menit. Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang
digunakan (96 98oC) selama waktu tertentu (15 20 menit) (Nurhalimah et al.,
2014).
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang
tinggi dari temperatur kamar yaitu 40-500C. Digesti adalah maserasi dengan
4. Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90 0C selama 30
menit. Metode ini digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Febrina et al., 2015).
2.1.6.3 Pelarut
Pelarut merupakan zat yang dipakai sebagai media untuk melarutkan zat
lain. Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah toksisitas dari pelarut yang
rendah, mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen
senyawa dengan cepat, dan tergantung pada senyawa yang ditargetkan (Dungir et
al., 2012).
1. Air
Pada umumnya air merupakan pelarut universal yang digunakan untuk
stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar dan alami. Namun, pelarut air
juga memiliki kekurangan yakni tidak selektif, sari dapat ditumbuhi kapang dan
ekstrak air karena adanya jumlah polifenol yang lebih tinggi daripada air. Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan intraseluler
ditemukan dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan pelarut semipolar
(Baraja, 2008).
4. n-Heksana
n-Heksana memiliki karakteristik sangat tidak polar dan memiliki bau khas
Handayani, 2010).
5. Aseton
Aseton dapat melarutkan komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
dengan air, mudah menguap, dan memiliki toksisitas rendah serta dapat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan
selama waktu tertentu, misalnya 24 jam. Teknik ini didasarkan pada pertumbuhan
relatif terhadap kontrol yang harus memungkinkan estimasi dari MIC setiap saat
hingga ke titik penghentian uji (Lambert and Pearson, 2000). Konsentrasi hambat
antifungi yang berbeda. Pengujian kerentanan antifungi dalam hal ini dilakukan
sebagai berikut
2.1.7.1 Metode Difusi
Metode difusi merupakan pengujian antifungi yang sering digunakan
hingga saat ini. Adapun beberapa cara pada metode difusi ini adalaha sebagai
berikut.
1. Cara Kirby-Bauer
Pada metode ini menggunakan kertas cakram yang digunakan untuk
tersebut diletakkan pada permukaan media agar padat yang cocok, misalnya
Nutrient Agar, Mueller Hinton Agar, atau Potato Dextrosa Agar setelah media di
24 jam pada suhu 37oC, setelah itu, diukur diameter zona hambat yang berada di
sekitar kertas cakram (Rosyidah et al., 2012). Pengukuran zona hambat ditinjau
pertumbuhan jamur. Potensi daya hambat diukur dengan mengukur diameter dari
jamur dihambat oleh antibiotik tersebut, tetapi tidak dimatikan. Hal ini akan
terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur atau lebih jarang dibandingkan
nutrien agar. Pada pengujian ini dilakukan dengan cara membuat lubang pada
medium agar yang sudah diinokulasi, seperti jamur Candida albicans. Zona
antifungi pada media cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Metode ini
Minimum (KBM). Larutan uji agen antifungi pada kadar terkecil yang terlihat
jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut
selanjutnya di kultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji
ataupun agen antimikroba, dan di inkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Wardhani and
Sulistyani, 2013).
b. Metode Dilusi Padat (Solid Dilution Test)
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media
padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen mikroba yang
di uji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Rahmadani, 2015).
sebesar dua kali lipat. Temperatur yang tinggi akan menyebabkan denaturasi
mikroba terhenti.
2. Suhu optimum : suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan
pertumbuhan.
(Potato Dextrose Agar), MEA (Malt Extract Agar), CDA (Czapek Dox Agar), CA
al., 2006).
Media yang selektif untuk pertumbuhan jamur, salah satunya adalah PDA
(Potato Dextrose Agar) yang memiliki pH rendah (pH 4,5 sampai 5,6) sehingga
netral dengan pH 7,0 dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-30oC
cukup yaitu 20% ekstrak kentang dan 2% gula sehingga baik untuk pertumbuhan
kapang dan khamir, tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri (Seftian et al.,
2012).
Media PDA merupakan salah satu media kultur yang paling umum
bahan-bahan yang terkandung dalam media PDA adalah kentang (sebagai sumber
karbohidrat, vitamin dan energi), dextrose (sebagai sumber gula penghasil energi),
agar (sebagai bahan pemadat media PDA), aquadest (untuk melarutkan agar,
2009).
2.1.9.1 Gangguan pada Membran Sel
Gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur. Ergosterol
adalah komponen sterol yang sangat penting dan sangat mudah diserang oleh
membentuk suatu pori dan melalui pori tersebut konstituen essensial sel jamur,
seperti ion K+, fosfat anorganik, asam karboksilat, asam amino dan ester fosfat
(Ilahi, 2016).
yang mampu mengikat protein mikrotubuli dalam sel dan mengganggu fungsi
Adapun karakteristik nistatin di bawah ini sebagai berikut (DepKes RI, 1995).
Pemerian : Serbuk berwarna kuning sampai coklat muda, berbau biji-bijian,
higroskopik dan dapat terpengaruh bila terpapar cahaya, panas dan udara dalam
waktu lama.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar hingga agak sukar larut dalam
etanol, dalam metanol, dalam n-propanol, dan dalam n-butanol, tidak larut dalam
jamur dan ragi, tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus. Aktivitas
antijamur tergantung pada adanya ikatan dengan sterol pada membran sel jamur
atau ragi. Akibat adanya ikatan antara sterol dan antibiotik ini akan terjadi
Candida di kulit, selaput lendir dan saluran pencernaan. Obat ini tidak efektif
(Rochani, 2009).
mengandung senyawa aktif, seperti minyak atsiri dan flavonoid sebagai antiseptik,
antioksidan, antifungi dan membunuh bakteri gram positif dan gram negatif
(Devaraj et al., 2010). Terdapat perbedaan efektifitas ekstrak rimpang temulawak
dengan konsentrasi 60%, 70%, 80% dan 90% terhadap pertumbuhan jumlah
albicans hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin
alkaloid, flavonoid, dan minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai antibakteri
dan antifungi (Sari, 2015). Konsentrasi daya hambat minimal buah mengkudu
al., 2014). Selain itu, flavonoid dapat menyebabkan kerusakan membran sel
sehingga terjadi kebocoran isi sel. Saponin bersifat surfaktan berbentuk polar
atau zat yang diperlukan terganggu akhirnya sel membengkak dan pecah
(Muhammad, 2008).
protein jamur. Tanin memiliki sasaran terhadap polipeptida dinding sel yang
menyebabkan kerusakan pada dinding sel jamur. Kerusakan dan peningkatan
menghambat respirasi sel dan berperan dalam interkalasi DNA (Imani et al.,
2014).
2.3 Hipotesis
2.3.1 Ada pengaruh konsentrasi pada kombinasi ekstrak rimpang temulawak
ekstrak rimpang temulawak dan ekstrak buah mengkudu terhadap daya hambat
bahan baku, determinasi tanaman, penyusunan prosedur kerja, persiapan alat dan
bahan yang akan digunakan serta sterilisasi alat yang akan digunakan untuk
pembuatan media serta pembuatan suspensi fungi. Ketiga, tahap akhir yaitu
dan buah mengkudu terhadap daya hambat minimal Candida albicans serta
ekstrak buah mengkudu 6%, 12% dan 18% yang dikombinasi untuk mengetahui
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh konsentrasi
mengkudu (Morinda citrifolia L.), sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini
adalah daya hambat minimal Candida albicans. Berikut ini tabel definisi
32
Aktivitas Difusi Untuk Jangka Terdapat Nominal
antifungi cakram menentukan sorong zona
disk diameter hambat
zona hambat pada
dari larutan daerah
uji pada bening
kertas atau
cakram jernih di
sekitar
kertas
cakram
analitik, botol gelap, beaker glass, batang pengaduk, kertas saring, corong gelas,
cawan penguap, rotary evaporator, laminar air flow, tabung reaksi, kertas saring,
bunsen dan kaki tiga, korek api, cawan petri, erlenmeyer, kapas, oven, inkubator,
adalah rimpang temulawak, buah mengkudu, dan etanol 70%, media PDA,
aquadest, ammonia 10%, kloroform, pereaksi mayer dan dragendrof, HCl 2N,
33
4. Diiris rimpang temulawak setebal 6-7 mm kemudian diletakkan rimpang
Diambil bagian yang bagus dan dibuang bagian rimpang yang rusak.
6. Simplisia kering diserbukkan dengan blender dan diayak dengan ayakan 40
mesh.
3.6.2 Pembuatan Simplisia Buah Mengkudu (Anwar and Triyasmono, 2016)
Adapun cara pembuatan serbuk simplisia buah mengkudu adalah sebagai
berikut.
1. Dikumpulkan buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) yang akan
dijadikan simplisia.
2. Disortasi buah mengkudu yang masih segar.
3. Dicuci buah mengkudu yang telah disortasi, dengan cara direndam dan
mesh.
3.6.3 Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak
Pembuatan ekstrak rimpang temulawak dilakukan dengan metode maserasi
yang menggunakan pelarut etanol 70%, yaitu sebagai berikut (Untari et al., 2016).
1. Ditimbang serbuk rimpang temulawak sebanyak 500 gram.
2. Dimasukkan ke dalam botol coklat kemudian direndam dengan etanol 70%
pengadukan.
3. Hasil rendaman disaring dengan corong buchner untuk memisahkan residu
dan filtrat.
4. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator
34
5. Dilakukan proses remaserasi untuk mendapatkan maserat yang maksimal
pengadukan.
3. Hasil rendaman disaring dengan corong buchner untuk memisahkan residu
dan filtrat.
4. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator
3. Uji Tanin
35
Masing-masing ekstrak kental temulawak dan buah mengkudu 1 gram.
Ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna
al., 2010).
4. Uji Saponin
Ditimbang masing-masing ekstrak kental temulawak dan buah mengkudu
et al., 2008).
3.6.7 Pengujian Antifungi Candida albicans
A. Pembuatan Media
Adapun pembuatan media PDA untuk nutrisi jamur Candida albicans
erlenmeyer.
2. Dipanaskan dan di aduk hingga mendidih, sebelum disterilkan diambil 40
36
5. Disiapkan 50 mL aquadest dalam erlenmeyer di tutup kapas dan kertas
yaitu cairan media PDA steril melalui pemanasan di atas bunsen. Kemudian
diambil 5 tabung reaksi yang telah steril dibiarkan hingga padat. Selanjutnya,
inokulasi Candida albicans dari biakan murni secara aseptis ke dalam tabung
reaksi yang berisi media PDA dengan kawat ose secara sinambung dipilih karena
paling dapat mengoptimalkan luas permukaan media yang akan ditumbuhi jamur.
Setelah itu, diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 370C selama 1 x 24 jam
kolonisasi jamur Candida albicans dengan kawat ose secara aseptis kemudian
dihomogenkan.
E. Pembuatan Kontrol Normal
Sebanyak 15 mL media PDA yang sudah disterilkan dituang ke dalam
cawan petri, dibungkus dengan kertas coklat dan diinkubasi selama 1 x 24 jam
cawan petri menggunakan mikropipet kemudian di tuang media PDA yang sudah
kertas cakram yang telah dicelupkan suspensi nistatin diletakkan di atas media
albicans.
2. Disiapkan ekstrak temulawak dan ekstrak buah mengkudu dengan tiga
38
c. Perlakuan ketiga, ekstrak rimpang temulawak dengan konsentrasi
jam.
7. Diamati zona bening di daerah sekitar kertas cakram dan diukur
mengukur zona bening disekitar kertas cakram. Analisa data dalam penelitian ini
menggunakan tabel One Way ANOVA yang bertujuan untuk mengetahui adanya
39
BAB IV
etanol rimpang temulawak dan buah mengkudu, uji skrining fitokimia dan uji
kombinasi ekstrak etanol rimpang temulawak dan buah mengkudu terhadap daya
di UPT Materia Medika Batu yang dicocokkan dengan buku Flora sehingga
tanaman ini adalah supaya tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan bahan
utama yang akan digunakan untuk uji daya hambat antifungi (Nuria et al., 2009).
Kunci determinasi rimpang temulawak adalah 1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b,
9b,10b, 11b, 12b, 13b, 14a, 15a, 109a, 110b, 111b, 112a, 113b, 116a, 119b, 120b,
40
4.2 Hasil Pembuatan Simplisia
Simplisia rimpang temulawak dan buah mengkudu didapatkan dari UPT
Materia Medika Batu. Hasil pengamatan organoleptis kedua simplisia tersebut adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.2.1 Pengamatan Simplisia Rimpang Temulawak
al., 2016)
Bentuk Bundar atau tidak rata Bundar atau jorong
Warna Kuning jingga Kuning jingga sampai
coklat
Bau Khas rimpang temulawak Khas aromatik
temulawak dan buah mengkudu. Metode maserasi sangat sederhana, tetapi dapat
70% selama 7 hari karena waktu maserasi 4-10 hari (Astuti, 2009).
Metode maserasi ini menggunakan pelarut etanol 70% karena sangat efektif
dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal. Selain itu, etanol 70% mudah
ditemukan dan memiliki harga yang lebih ekonomis dibandingkan etanol 90% (Azis
et al., 2014).
Tujuan dilakukan proses evaporasi pada suhu 70oC untuk menguapkan etanol
yang terdapat dalam filtrat tesebut hingga diperoleh ekstrak semi-kental. Kemudian
ekstrak tersebut diuapkan dengan waterbath untuk mengurangi kadar air yang tersisa
di dalam ekstrak sehingga diperoleh ekstrak kental (Fitri, 2016). Ekstrak kental
perhitungan rendemen dalam penelitian ini untuk mengetahui sifat kelarutan senyawa
terhadap pelarut pada suhu kamar dan pelarut pada suhu panas (70oC) (Anwar et al.,
2014). Berikut ini tabel hasil pengamatan organoleptis kedua ekstrak kental tersebut
Hasil Pengamatan
Karakterisasi Temulawak Persyaratan Farmakope Herbal
Hasil Pengamatan
Karakterisasi Mengkudu Persyaratan Farmakope Herbal
Triyasmono, 2016)
Bentuk Cairan kental Kental
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Bau Khas buah mengkudu Khas
Rendemen 12,3268% 10,9%
beberapa faktor, yaitu penimbangan bahan yang berada di timbangan kasar, ukuran
sampel dan kelarutan komponen dalam sampel. Semakin halus bahan yang
etanol, maka semakin rendah jumlah total rendemen yang didapatkan (Lydia et al.,
2001). Secara umum dengan meningkatkan daya ekstraksi, maka rendemen senyawa
target yang diekstrak meningkat, namun akan menurun karena mengalami degradasi
secara termal. Semakin banyak volume pelarut yang digunakan, maka semakin tinggi
(pergerakan) partikel meningkat sehingga interaksi antara pelarut dengan zat yang
akan diekstrak lebih mudah dan sering terjadi (Siahaan et al., 2014). Nilai rendemen
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lama ekstraksi. Waktu yang
menggunakan serbuk simplisia yang didapatkan dari Materia Medika Batu. Skrining
ekstrak (Merliana, 2007). Metabolit sekunder yang ditentukan dalam penelitian ini
mengandung senyawa tanin. Berikut ini tabel hasil uji skrining fitokimia ekstrak
4.2.1 Alkaloid
Ekstrak kental rimpang temulawak dan buah mengkudu tidak mengandung
alkaloid karena tidak adanya endapan putih pada mayer dan endapan kuning hingga
merah pada dragendorf. Ekstrak kental rimpang temulawak dan buah mengkudu
terdistribusi secara optimal (Indria, 2009). Tujuan penambahan HCl karena alkaloid
bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam
mayer tebentuk endapan putih diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
yang mengandung ion Bi3+ dan HI menunjukkan endapan kuning hingga merah bata
(Indria, 2009).
4.2.2 Flavonoid
Pengujian flavonoid pada ekstrak kental rimpang temulawak dan buah
terjadi proses reduksi yang menghasilkan senyawa kompleks berupa garam flavillium
menyebabkan terbentuknya warna kuning hingga merah pada flavonoid (Latifah,
2015).
4.2.3 Tanin
Ekstrak kental rimpang temulawak dan buah mengkudu tidak mengandung
senyawa tanin karena tidak menunjukkan warna hijau kehitaman. Penambahan FeCl 3
yang berfungsi sebagai sumber atom pusat dimana tanin merupakan ligan yang
terbentuklah kompleks atom pusat Fe3+ dengan ligan tanin dan terbentuk larutan
mengandung saponin yang menunjukkan adanya busa yang stabil. Saponin pada
umumnya berada dalam bentuk glikosida sehingga cenderung bersifat polar. Saponin
adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan
air. Hal ini dikarenakan saponin memiliki gugus polar dan non-polar yang akan
membentuk misel. Pada saat misel terbentuk maka gugus polar akan menghadap ke
luar dan gugus non-polar menghadap ke dalam dan keadaan inilah yang tampak
senyawa tanin. Jumlah kandungan metabolit sekunder yang sedikit dan pemberian
larutan yang berlebih dapat mempengaruhi hasil skrining kedua ekstrak tersebut.
Selain itu, faktor lingkungan memiliki pengaruh terhadap metabolit sekunder yang
terdapat pada suatu tanaman (Ikalinus et al., 2015). Salah satunya adalah jenis tanah,
suhu tempat tumbuh dan lain-lain menentukan adanya senyawa metabolit sekunder
yang terkandung di dalamnya. Faktor iklim sangat berpengaruh pada tanaman, seperti
suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan keadaan tanah. Hal ini
Medika Batu yang tidak diketahui umur pemanenan pada kedua tanaman tersebut.
Hal ini berdampak pada kurang terbentuknya senyawa metabolit sekunder secara
sempurna sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal. Selain itu, kemungkinan
terjadi kerusakan senyawa metabolit karena rimpang atau buah yang terlalu masak
2010). Selain itu, pemanenan yang baik untuk buah mengkudu adalah 4 hingga 5
fitokimia. Hal ini dikarenakan beberapa senyawa aktif pada tanaman tidak tahan
terhadap pemanasan. Suhu evaporator yang digunakan pada penelitian ini adalah 65-
70oC, kemudian diuapkan dengan waterbath pada suhu 60-70oC. Hal ini
terkandung dalam ekstrak tersebut. Suhu rotary evaporator yang baik untuk senyawa
alkaloid dan flavonoid adalah 60oC (Kusumadewi and Anam, 2016), senyawa untuk
tanin 50-60oC (Sulastry, 2009) dan senyawa saponin pada suhu 40oC (Nisa, 2014) .
Selain itu, suhu yang digunakan untuk alat waterbath adalah 50oC untuk memperoleh
adanya senyawa metabolit sekunder yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi
temulawak dan buah mengkudu. Pada penelitian ini dilakukan proses remaserasi
hanya dua kali dengan perlakuan yang sama, namun filtrat belum tersari secara
optimal. Proses maserasi yang optimal menunjukkan tidak terbentuk warna atau
jernih pada filtrat yang dihasilkan saat penyarian sehingga zat aktif yang terkandung
jamur, salah satunya adalah PDA (Potato Dextrose Agar) yang memiliki pH rendah
(pH 4,5 sampai 5,6) sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang
membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7,0 dan suhu optimum untuk
oven. Pada oven alat yang disterilisasi adalah cawan petri yang di bungkus kertas
coklat. Secara teoritis, sterilisasi melalui pemanasan dalam oven dilakukan pada
temperatur 160oC selama 2 jam atau temperatur 180oC selama 1 jam (Meliawaty,
2014). Autoklaf digunakan untuk sterilisasi media PDA, aquades, beaker glass 100
mL, tabung reaksi, blue tip. Temperatur yang dibutuhkan dalam sterilisasi autoklaf
adalah 121oC selama 15 menit (Meliawaty, 2014). Tujuan proses sterilisasi melalui
antara 2,5 7,5 dan temperatur berkisar 20oC 38oC. Candida merupakan jamur
pada suhu 37oC merupakan karakteristik penting untuk identifikasi (Komariah, 2012).
Namun, pada penelitian ini pengamatan dilakukan 24 jam karena telah menunjukkan
adanya zona bening disekitar cakram apabila pengamatan 48 jam, maka zona bening
pada panjang gelombang 530 nm (Anggraini et al., 2012). Nilai transmitan 90%
Pengukuran suspensi jamur ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kepadatan sel
jamur yang berlebihan pada saat pengujian aktivitas antijamur (Wardani et al., 2011).
Kontrol normal pada pengujian ini yaitu hanyalah media PDA saja yang
dituangkan ke dalam cawan petri yang di bungkus kertas coklat dan di inkubasi pada
temperatur 37oC selama 24 jam. Tujuan dilakukan pembuatan kontrol normal adalah
tumbuh dalam media PDA. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan data bahwa
pertumbuhan jamur Candida albicans dapat tumbuh dengan baik dalam media PDA
ditambahkan dengan suspensi obat nistatin. Persiapan cakram kontrol positif dengan
suspensi nistatin dengan cara disiapkan kaca arloji yang telah aseptis diletakkan
kertas cakram di atas kaca arloji kemudian ditetesi suspensi nistatin hingga terendam
karena memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi,
tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus (Rahmawati, 2015). Selain itu,
pengikatan diri pada orgesterol yang mutlak diperlukan jamur untuk pembentukan
dinding selnya. Hal ini mengakibatkan kerusakan membran sel dan peningkatan
keluar dan akhirnya sel-sel jamur tersebut akan mati (Rostinawati, 2008). Pada
kontrol positif didapatkan zona bening dengan tiga kali ulangan berturut-turut yaitu
sebagai berikut.
Tabel 4.5.1 Pengamatan Zona Bening Kontrol Positif
aquades steril dan ekstrak buah mengkudu sebanyak 1,8163 gram ad 10 mL aquades
albicans dari kombinasi ekstrak rimpang temulawak dan buah mengkudu. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi cakram karena tidak
ekstrak temulawak dan mengkudu adalah jumlah kandungan zat antijamur yang
terkandung kedua ekstrak tersebut. Zat antijamur tersebut adalah alkaloid, flavonoid,
tanin dan saponin. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah kandungan zat yang
terbentuk pada tanaman, misalnya faktor jenis tanah atau daerah yang dapat
mempengaruhi kandungan zat yang terbentuk pada tanaman (Ramadhan et al., 2015).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa ketiga perlakuan tersebut
memiliki daya hambat minimal Candida albicans yang ditandai dengan tidak adanya
hifa Candida albicans pada media agar PDA. Namun, pada media terdapat bintik-
bintik putih kekuningan (koloni Candida albicans). Hal ini menunjukkan bahwa
albicans sesuai dengan mekanisme kerjanya. Mekanisme kerja flavonoid dan tanin
permeabilitas sel yang menyebabkan pertumbuhan sel terhambat (Rahmi et al., 2016).
hasil yang sama, yaitu hanya menghambat pertumbuhan hifa Candida albicans.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya hambat pada metode difusi cakram
yaitu adanya senyawa antifungi pada kedua ekstrak tersebut, suhu inkubasi, potensi
cakram antimikroba (Kurniawan and Aryana, 2015). Selain itu, konsentrasi zat
antimikroba dan waktu kontak senyawa metabolit terhadap sel jamur Candida
albicans (Berlian et al., 2017). Ukuran zona hambat tergantung pada kecepatan difusi
(Soleha, 2015).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
Candida albicans. Selain itu, kombinasi ekstrak rimpang temulawak dan buah
5.2 Saran
Adapun saran yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
5.2.1 Sebaiknya lebih memperhatikan proses ekstraksi simplisia sehingga
temulawak dan buah mengkudu agar mendapatkan hasil skrining fitokimia yang
diinginkan.
5.2.3 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi kedua senyawa
antara rimpang temulawak dan buah mengkudu sebagai daya hambat minimal
Candida albicans.
53
DAFTAR RUJUKAN
Abriyanto, A.E., Sabikis, S., Sudarso, S., 2012. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol
Daun Sembukan (Paederia foetida L) Terhadap Candida albicans. Pharmacy 9.
Achmad, Sjamsul Arifin. Euis Holisotan Hakim. Lukman Makmur. Yana Maolona
Syah. Lia Dewi Juliawaty. Didin Mujahidin. Ilmu Kimia dan Kegunaan
Tumbuh-Tumbuhan Obat Indonesia. Penerbit ITB, 2008. Bandung hal. 143
Achmad, A., Suryana, I., 2015. Pengujian Aktivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle
Linn.) Terhadap Rhizoctonia Sp. Secara In Vitro. Bul. Penelit. Tanam.
Rempah Dan Obat 20.
Adriana, M., Artha, N., 2013. Formulasi Sari Buah Mengkudu (Mormda citrrfoha)
Dengan Sari Buah Nenas {Ananas comosus) Dan Sari Asam (Tamarinda
indica).
Aini, N., 2015. Media Alternatif Untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber
Karbohidrat yang Berbeda (accessed 12.27.16).
Ambarwati, Sembiring, L., Azizah S, T., Wahyuono, S., 2012. Uji Aktivitas Antifungi
Isolat Actinomycetes yang Berasosiasi Dengan Rizosfer Padi.
Andriyani, D., Utami, P.I., Dhiani, B.A., 2010. Penetapan Kadar Tanin Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L. ) Secara Spektrofotometri Ultraviolet
Visibel. Pharmacy 7.
Anggraini, D., Rahmides, W.S., Malik, M., 2012. Formulasi Sabun Cair dari Ekstrak
Batang Nanas (Ananas comosus L.) untuk Mengatasi Jamur Candida albicans
1 Nomor 1, 3033.
54
Anwar, K., Triyasmono, L., 2016. Kandungan Total Fenolik, Total Flavonoid dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L)
3 Nomor 1, 8392.
Anwar, S., Yulianti, E., Hakim, A., Fasya, G., Fauziyah, B., Mutiah, R., 2014. Uji
Toksisitas Ekstrak Akuades (Suhu Kamar) Dan Akuades Panas (70 oC) Daun
Kelor (Moringa oleifera Lamk,) Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach
3 Nomor 1, 8492.
Artini, P.E.U.., Astuti, K.., Warditiani, N.K., 2013. Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat
Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) 2 Nomor 4.
Aspan, R., Sherley, Dwiyatmoko, B., Sianipar, A., Mardiaty, Usia, T., 2010. Acuan
Sediaan Herbal, 1st ed.
Astuti, K.W., 2011. Kombinasi Asetosal dan Ekstraksi Buah Mengkudu (Morinda
citrifolia L.) dapat Memperpanjang Waktu Perdarahan dan Koagulasi pada
Mencit. Universitas Udayana, Denpasar.
Atmoko, A.D., Parmadi, A., 2013. Formulasi Bentuk Sediaan Krim Ekstrak Daun
Sirih (Piper Betle Linn) Hasil Isolasi Metode Maserasi Etanol 90%. IJMS -
Indones. J. Med. Sci. 1.
Atun, S., 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan
Alam 8 Nomor 2, 5361.
Aulifa, D.., Aryantha, I.N.., Sukrasno, 2014. Aktivitas Antijamur Ekstrak Metanol
Dari Tumbuhan Rempah-Rempahan. J. Ilmu Hayati Fis. 16 Nomor 1, 1015.
Azis, T., Febrizky, S., Mario, A.D., 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Persen
Yieldalkaloid dari Daun Salam India (Murraya koenigii). J. Tek. Kim. 20.
Azizah, N., Al-Barrii, A.N., Mulyani, S., 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap
Kadar Alkohol, Ph, Dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari
Whey Dengan Substitusi Kulit Nanas. J. Apl. Teknol. Pangan 1.
55
Baraja, M., 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus Elastica Nois Ex Blume
Terhadap Artemia Salina Leach Dan Profil Kromatografi Lapis Tipis.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Barani, K., Manipal, S., Prabu, D., Ahmed, A., Adusumilli, P., Jeevika, C., 2014.
Anti-fungal activity of Morinda citrifolia (noni) extracts against Candida
albicans: An in vitro study. Indian J. Dent. Res. 25, 188.
Berlian, Z., Syarifah, S., Astriawati, F., 2017. Aktivitas Antifungi Ekstrak Biji Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Pertumbuhan Fungi Pyricularia Oryzae.
J. Bioilmi 2.
Bintari, G.S., Windarti, I., Fiana, D.N., 2013. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb) Sebagai Pencegah Kerusakan Mukosa Lambung. Majority 3.
Caesaria, C., Tjiptasusrasa, T., Nurulita, N.A., 2009. Isolasi Etil P-Metoksisinamat
Dari Rimpang Kencur (Kaempferia Galangal L.) Dan Identifikasinya Dengan
Kromatografi Gas Spektroskoi Massa. Pharmacy 6.
Cahyani, V.R., 2013. Pengaruh Beberapa Metode Sterilisasi Tanah terhadap Status
Hara, Populasi Mikrobiota, Potensi Infeksi Mikorisa dan Pertumbuhan
Tanaman. Sains Tanah - J. Soil Sci. Agroclimatol. 6, 4352.
Darwis, W., Hafiedzani, M., Astuti, R.R.S., 2014. Efektivitas EkstrakAkar dan Daun
Pecut Kuda Stachytarpetha jamaicensis (L) Vahl Dalam Menghambat
Pertumbuhan Jamur Candida albicans Penyebab Kandidiasis Vaginalis.
Konserv. Hayati 8, 16.
Devaraj, S., Esfahani, A.S., Ismail, S., Ramanathan, S., Yam, M.F., 2010. Evaluation
of the Antinociceptive Activity and Acute Oral Toxicity of Standardized
Ethanolic Extract of the Rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Molecules
15, 29252934.
56
Dewangga, P.B., Larasati, U., Salamah, S., 2014. Pemanfaatan Ekstrak Daun Mangga
(Mangifera foetida L.) sebagai Penurun Asam Urat dalam Biji Melinjo. Chem.
J. Tek. Kim. 1, 6775.
Dewi, F.K., 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda
citrifolia L.) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. (accessed 12.28.16).
Diana, K., 2016. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Umbi Bawang Putih (Allium
Sativum L.) Terhadap Candida Albicans Serta Profil Kromatografinya. J.
Farm. Galen. Galen. J. Pharm. 2, 4958.
Djauhariya, E., Rahardjo, M., Mamun, nFN, 2016. Karakterisasi Morfologi dan
Mutu Buah Mengkudu. Bul. Plasma Nutfah 12, 18.
Dungir, S.G., Katja, D.G., Kamu, V.S., 2012. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fenolik
dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). J. MIPA UNSRAT
ONLINE 1, 1115.
Febrina, L., Rusli, R., Muflihah, F., 2015. Optimalisasi Ekstraksi Dan Uji Metabolit
Sekunder Tumbuhan Libo (Ficus variegate Blume) 3 Nomor 2.
Fitri, M.A., 2016. Studi Eksperimental Falling Film Evaporator Pada Evaporasi Nira
Kental. J. Res. Technol. 2, 1317.
Fuadati, C., 2015. Identifikasi Senyawa Aktif Metabolit Sekunder Jamur Endofit dari
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang Berpotensi Sebagai Senyawa
Antibakteri. Malang: Universitas Islam Negeri Malang Malik Ibrahim
Malang.(accessed 12.11.16).
Gagola, C., 2014. Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Fenolik Cortex Umbi Ubi Kayu
(Manihot esculenta) Daging Putih Dan Daging Kuning Yang Diambil Dari
Kota Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud. Pharmacon 3.
Gandjar, I., Sjamsurizal, W., Oetari, A., 2006. Mikologi Dasar dan Terapan, Pertama.
ed. Yayasan Obor Indonesia, Jl. Plaju No. 10 Jakarta 10230.
Ginting, B., 2012. Antifungal Activity Of Essential Oils Some Plants In Aceh
Province Against Candida albicans 12 Nomor 2, 1822.
57
Hamidah, T., Kumalaningsih, S., Dewi, I.A., 2013. Pembuatan Ekstrak Oleoresin
Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Sebagai Pengawet Alami (Kajian Suhu Dan
Lama Waktu Ekstraksi).
Harianto, I.K., 2017. Uji Daya Hambat Perasan Rimpang Kunyit (Curcuma longa L.)
Terhadap Pertumbuhan Candida Albican. Pharmacon 6.
Hasanah, K.U., 2012. Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap Candida albicans dan
Pityrosporum ovale. (accessed 12.11.16).
Helen PA, M., Gomathy K, S., S., J., AM, N., B., R., S., J., 2012. Phytochemical
Characterization And Antimicrobial Activity of Curcuma xanthorrhiza Roxb.
28 Agustus 2012.
Hidayati, N.A., Listyawati, S., Setyawan, A.D., 2008. Kandungan Kimia dan Uji
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. Pada Tikus Putih (Ratus
norvegicus L.) Jantan 5 Nomor 1, 1017.
Ikalinus, R., Widyastuti, S.K., Setiasih, N.L.E., 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera) 4 Nomor 1, 7179.
Ilahi, M.R., 2016. Uji Dayahambat Air Perasan Buah Lemon Cui (Citrus
microcarpabunge) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Yang Diisolasi
Dari Plat Gigi Tiruan Lepasan Akrilik. Pharmacon 5.
Imani, A.Z., Luliana, S., Armyanti, I., 2014. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol
Daun Mangga Bacang (Mangifera foetida L.) Terhadap Candida albicans
Secara In Vitro. (accessed 1.4.17).
Imawati, R., 2015. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Endofit Dari Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorhizza) Sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri Terhadap
Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphyllococcus epidermidis (accessed
12.28.16).
58
Irwanta, E., Hikmat, A., Zuhud, E.A.M., 2016. Keanekaragaman Simplisia Nabati
Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kabupaten Pati, Jawa
Tengah. Media Konserv. 20.
Ismail, J., Runtuwene, M.R.J., Fatimah, F., 2012. Penentuan Total Fenolik Dan Uji
Aktivitas Antioksidan Pada Biji Dan Kulit Buah Pinang Yaki (Areca vestiaria
Giseke). J. Ilm. SAINS 12, 8488.
Jagessar, R.C., Mars, A., Gomes, G., 2008. Selective Antimicrobial Properties of
Phyllanthus acidus leaf extract against Candida albicans, Escherichia coli And
Staphylococcus aureus using Stokes Disc Diffusion, Well Diffusion, Streak
Plate, And A Dillution Method 6 Nomor 2.
Joshi, A.., P.M, C., B.A, J., 2012. Studies on Physico-Chemical Properties of Noni
Fruit (Morinda citrifolia) and Preparation of Noni Beverages 1 Nomor 1, 38.
Katno, M.S., 2008. Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat, Cetakan Pertama
Desember 2008. ed. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Tanaman
Obat Dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), Tawangmangu.
Khafidhoh, Z., Dewi, S.S., Iswara, A., 2015. Efektivitas Infusa Kulit Jeruk Purut
(Citrus hystrix DC.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Penyebab
Sariawan Secara in vitro.
Kurniawan, A., Wahyuningsih, R., Susanto, L., 2008. Infeksi Parasit dan Jamur Pada
Pasien Terinfeksi HIV 26 Nomor 1, 3338.
59
Kurniawan, B., Aryana, W.F., 2015. Binahong (Cassia alata L) As Inhibitor Of
Eschrichia coli Growth. Majority 4.
Kusumadewi, R., Anam, K., 2016. Korelasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase
dengan Kandungan Total Alkaloid dan Total Fenol Eksudat Avicennia marina.
Kusumawati, R., Tazwir, T., Wawasto, A., 2008. Pengaruh Perendaman dalam Asam
Klorida Terhadap Kualitas Gelatin Tulang Kakap Merah (Lutjanus sp.). J.
Pascapanen Dan Bioteknol. Kelaut. Dan Perikan. 3, 6368.
Lailatul, L., Kadarohman, A., Eko, R., 2010. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Etanol
Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) Terhadap
Larva Nyamuk Aedes aegypti, Culex sp., dan Anopheles sundaicus 1 Nomor
1, 5965.
Lambert, R. j. w., Pearson, J., 2000. Susceptibility testing: accurate and reproducible
minimum inhibitory concentration (MIC) and non-inhibitory concentration
(NIC) values. J. Appl. Microbiol. 88, 784790.
Lestari, J.H.S., 2016. Dekok Daun Kersen (Muntingia Calabura) Sebagai Cairan
Sanitasi Tangan Dan Buah Apel Manalagi (Malus sylvestris) 116.
Liu, S.C., Oguntimein, B., Hufford, C.D., Clark, A.M., 1990. 3-Methoxysampangine,
a novel antifungal copyrine alkaloid from Cleistopholis patens. Antimicrob.
Agents Chemother. 34, 529533.
60
Lydia, Simon, B., Susant, T., 2001. Ekstraksi Dan Karakterisasi Pigmen Dari Kulit
Buah Rambutan (Nepheliumla ppaceumy) Ar. Binjai. J. Teknol. Pangan Dan
Gizi 2.
Magdalena, N.V., Kusnadi, J., 2014. Antibakteri Dari Ekstrak Kasar Daun Gambir
(Uncaria Gambir Var Cubadak) Metode Microwave-Assisted Extraction
Terhadap Bakteri Patogen [In Press Januari 2015]. J. Pangan Dan Agroindustri
3, 124135.
Mann, C. m., Markham, J. l., 1998. A new method for determining the minimum
inhibitory concentration of essential oils. J. Appl. Microbiol. 84, 538544.
Marliana, S.D., Suryanti, V., Suyono, 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule
Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 Nomor 1, 2631.
Marlinda, M., Sangi, M.S., Wuntu, A.D., 2012. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder
dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.).
J. MIPA UNSRAT ONLINE 1, 2428.
Marnoto, T., Haryono, G., Gustinah, D., Putra, F.A., 2012. Ekstraksi Tannin Sebagai
Bahan Pewarna Alami Dari Tanaman Putrimalu (Mimosa pudica)
Menggunakan Pelarut Organik. Reaktor 14, 3945.
Masloman, A.P., 2016. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Sirsak (Annona Murcata L.)
Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida Albicans. Pharmacon 5.
Mavor, A.L., Thewes, S., Hube, B., 2005. Systemic Fungal Infections Caused by
Candida Species: Epidemiology, Infection Process and Virulence Attributes.
Curr. Drug Targets 6, 863874.
61
Meilaningrum, D.N., Tjiptasurasa, T., Rahayu, W.S., 2016. Minyak Atsiri,
Perbandingan Kadarnya Pada Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) Yang Dikeringkan Dengan Metode Sinar Matahari Dan Oven Beserta
Profil Kromatografi Gas Spektrometri Massa (Kgsm). Pharmacy 6.
Meliawaty, F., 2014. Efisiensi Sterilisasi Alat Bedah Mulut Melalui Inovasi Oven
dengan Ozon dan Infrared. J. Kedokt. Maranatha 11.
Merliana, E., 2007. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Batang Spatholubus
ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang Berfungsi Sebagai Antioksidan 1.
Muhammad, I., 2008. Daya Hambat Ekstrak Buah Mengkudu Terhadap Pertumbuhan
Candida albicans.
Mullik, M.L., Permana, B., 2009. Improving growth rate of Bali cattle grazing native
pasture in the wet season by supplementing high quality forages. Indones. J.
Anim. Vet. Sci. 14, 192199.
Munawaroh, S., Handayani, P.A., 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus
hystrix D.C.) Dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. J. Kompetensi Tek. 2.
Najoan, J.J., 2016. Uji Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun
Tiga (Allophylus cobbe L.). Pharmacon 5.
Nisa, G.K., 2014. Ekstraksi Daun Sirih Merah ( Piper Crocatum ) Dengan Metode
Microwave Assisted Extraction (MAE). J. Bioproses Komod. Trop. 2, 7278.
Nita, I., Amurwaningsih, M., Darjono, U.N.A., 2015. Perbedaan Efektivitas Ekstrak
Temulawak (Curcuma xanthorrizae Roxb) Dengan Berbagai Konsentrasi
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Pada Plat Resin Akrilik Kuring
Panas - In Vitro. ODONTO Dent. J. 1, 2024.
Nita, I., Amurwaningsih, M., Darjono, U.N.A., 2014. Perbedaan Efektifitas Ekstrak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Dengan Berbagai Konsentrasi
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Pada Plat Resin Akrilik Kuring
Panas - In Vitro (accessed 1.3.17).
62
Novianti, D., 2016. Kemampuan Antifungi Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza) Terhadap Candida albicans. J. SAINMATIKA 0.
Nurhadi, G., 2016. Pengaruh Konsentrasi Tween 80 terhadap Stabilitas Fisik Obat
Kumur Minyak Atsiri Herba Kemangi (Ocimum americanum L.).
Nurhalimah, H., Wijayanti, N., Widyaningsih, T.D., 2014. Efek Antidiare Ekstrak
Daun Beluntas (Pluchea indica L.) Terhadap Mencit Jantan Yang Diinduksi
Bakteri Salmonella Thypimurium [IN PRESS JULI 2015]. J. Pangan Dan
Agroindustri 3.
Nuria, M.C., Faizatun, A., Sumantri, 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922 dan Salmonella typhi ATCC
1408 5 Nomor 2, 2637.
Oktaviana, P.R., 2010. Kajian Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Ada Berbagai
Teknik Pengeringan dan Proporsi Pelarutan (other). Fakultas Pertanian.
Padmasari, P.D., Astuti, K.W., Warditiani, N.K., 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol 70% Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) (accessed 4.15.17).
Pambayun, R., Gardjito, M., Sudarmadji, S., Kuswanto, K.R., 2007. Kandungan
Fenol Dan Sifat Antibakteri Dari Berbagai Jenis Ekstrak produk Gambir
(Uncaria gambir Roxb.) 18 Nomor 3, 141146.
Pandey, P.V., Bodhi, W., Yudistira, A., 2013. Uji Efek Analgetik Ekstrak Rumput Teki
(Cyperus rotundus L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus
novergicus) 2 Nomor 2.
63
Permatasari, D., Budiarti, L.Y., Apriasari, M.L., 2016. Efektivitas Antifungi Ekstrak
Metanol Batang Pisang Mauli (Musa acuminata) Dan Chlorhexadine
gluconate 0,2% Terhadap Candida albicans 1 Nomor 1.
Pertiwi, R.D., Yari, C.E., Putra, N.F., 2017. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol
Limbah Kulit Buah Apel (Malus domestica Borkh.) Terhadap Radikal Bebas
DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazil). J. Ilm. Manuntung 2, 8192.
Prayoga, E., 2015. Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus.
Puel, A., Cypowyj, S., Bustamante, J., Wright, J.F., Liu, L., Lim, H.K., Migaud, M.,
Israel, L., Chrabieh, M., Audry, M., Gumbleton, M., Toulon, A., Bodemer, C.,
El-Baghdadi, J., Whitters, M., Paradis, T., Brooks, J., Collins, M., Wolfman,
N.M., Al-Muhsen, S., Galicchio, M., Abel, L., Picard, C., Casanova, J.-L.,
2011. Chronic Mucocutaneous Candidiasis in Humans with Inborn Errors of
Interleukin-17 Immunity. Science 332, 6568.
Puspayanti, P.R., Ariani, D.R.P., M.Si, Damiati, D., M.Kes, 2015. Studi Eksperimen
Pemanfaatan Buah Mengkudu MenjadiI Dodol Beraorma Vanili dan Daun
Pandan. BOSAPARIS 3.
Putra, A.A.B., Bogoriani, N.W., Diantariani, N.P., Sumadewi, N.L.U., 2014. Ekstraksi
Zat Warna Alam Dari Bonggol Tanaman Pisang (Musa paradiasciaca L.)
Dengan Metode Maserasi, Refluks, Dan Sokletasi. J. Kim. 8.
Putri, R.O., Hastuti, S., 2013. Aktivitas Analgetika Ekstrak Etanol Daun Saga
(Adenanthera pavonina L.) Terhadap Mencit Jantan (Mus musculus) Galur
Swiss Analgesic Activity Of The Ethanolic Extract Of Sage Leaf
(Adenanthera pavonina L.) On Mice (Mus musculus) Of Swiss Strain. IJMS -
Indones. J. Med. Sci. 2.
Rahayu, N., 2016. Uji Efektivitas Kering Daun Ocimum americanum L. Sebagai
Antifungi Candida albicans.
64
Rahayu, T., 2006. Potensi Antibiotik Isolat Bakteri Rizosfer Terhadap Bakteri
Escherichia coli Multiresisten. The Potency Of Isolate Antibiotic Of Rhizosfer
Bacteria Toward Escherichia coli Multiresisten Bacteria.
Rahayu, W. sri, Hartanti, D., Hidayat, N., 2009. Pengaruh Metode Pengeringan
Terhadap Kadar Antosian Pada Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa
L.). Pharmacy 6.
Rahmadani, F., 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang
Kayu Jawa (lannea coromandelica) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, helicobacter pylori, Pseudomonas aeruginosa.
Rahmawati, M., 2015. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dan Air Rimpang
Pacing (Costus spiralis) terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis, Staphylococcus
aureus serta Fungi Candida albicans.
Rahmi, A., Roebiakto, E., Lutpiatina, L., 2016. Potensi Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga L.) Menghambat Pertumbuhan Candida albicans. Med.
Lab. Technol. J. 2, 7076.
Ramadhan, A.E., Phaza, H.A., 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah
Stage Pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale Rosc) Secara Batch
(other). Jurusan Teknik Kimia UNDIP.
Ramadhan, N.S., Rasyid, R., Elmatris, S., 2015. Daya Hambat Ekstrak Daun Pegagan
(Centella asiatica) yang Diambil di Batusangkar terhadap Pertumbuhan
Kuman Vibrio cholerae secara In Vitro 4 Nomor 1.
Ramdja, A.F., Aulia, R.M.A., Mulya, P., 2009. Ekstraksi Kurkumin Dari Temulawak
Dengan Menggunakan Etanol. J. Tek. Kim. 16.
Rivai, H., Febrikesari, G., Fadhilah, H., 2017. Pembuatan Dan Karakterisasi Ekstrak
Kering Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees.). J. Farm. Higea 6,
1927.
65
Rochani, N., 2009. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Candida albicans Serta Skrining
Fitokimianya (s1). Univerversitas Muhammadiyah Surakarta.
Rosdiani, N.F., 2015. Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati
Mastigophora diclados Dengan Metode Induksi Aloksan.
Rostinawati, T., 2008. Skrining Dan Identifikasi Bakteri Penghasil Enzim Kitinase
Dari Air Laut Di Perairan Pantai Pondok Bali. Abstrak.
Rosyidah, K., Nurmuhaimina, S.A., Komari, N., Astuti, M.D., 2012. Aktivitas
Antibakteri Fraksi Saponin Dari Kulit Batang Tumbuhan Kasturi (Mangifera
Casturi). Alchemy J. Chem. 0.
Rukayadi, Y., Hwang, J.-K., 2013. In Vitro Activity of Xanthorrhizol Isolated from
the Rhizome of Javanese Turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Against
Candida albicans Biofilms. Phytother. Res. 27, 10611066.
Salamah, N., Widyasari, E., 2015. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun
Kelengkeng (Euphoria longan (L) Steud.) Dengan Metode Penangkapan
Radikal 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil. Pharmaciana 5.
Sariningsih, P., Rita, W.S., Puspawati, N.M., 2015. Identifikasi Dan Uji Aktivitas
Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Daun Trembesi (Samanea saman (Jacq.)
Merr) Sebagai Pengendali Jamur Fusarium sp. Pada Tanaman Buah Naga. J.
Kim. 9.
Saropah, D.A., Jannah, A., Maunatin, A., 2013. Kinetika Reaksi Enzimatis Ekstrak
Kasar Enzim Selulase Bakteri Selulolitik Hasil Isolasi Dari Bekatul. Alchemy
J. Chem. 0.
66
Savitri, E.S., 2015. Uji Antifungi Ramuan Tradisonal Madura Subur Kandungan 8
Nomor 1.
Seftian, D., Antonius, F., Faizal, M., 2012. Pembuatan Etanol Dari Kulit Pisang
Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik Dan Fermentasi. J. Tek. Kim. 18.
Septianoor, M.H., Carabelly, A.N., Apriasari, M., 2013. Uji Efektivitas Antifungi
Ekstrak Metanol Batang Pisang Mauli (Musa sp) Terhadap Candida albicans
62 Nomor 1, 710.
Setyowati, H., Hanifah, H.Z., Nugraheni, R.P., 2013. Krim Kulit Buah Durian (Durio
Zibethinus L.) Sebagai Obat Herbal Pengobatan Infeksi Jamur Candida
albicans. Program Kreat. Mhs. - Penelit. 0.
Siahaan, L.O., Hutapea, E.R.F., Tambun, R., 2014. Ekstraksi Pigmen Antosianin dari
Kulit Rambutan (Nephlium lappaceum) dengan Pelarut Etanol 3 Nomor 3.
Simatupang, O.C., Abidjulu, J., Siagian, K.V., 2017. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans
Secara In Vitro. E-GIGI 5.
Sodikin, I., Triyono, J., 2013. Rancang Bangun Alat Pengering Simplisia Serta
Optimalisasi Waktu dan Temperatur Pengeringan Guna Meningkatkan
Produktivitas Industri Kecil.
Soleha, T.U., 2015. Uji Kepekaan Terhadap Antibiotik. J. Kedokt. Univ. Lampung 5,
119123.
67
Sudrajad, H., 2004. Pengaruh Ketebalan Irisan Dan Lama Perebusan (Blanching)
Terhadap Gambaran Makroskopis Dan Kadar Minyak Atsiri Simplisia Dringo
(Acorus calamus L.). Media Penelit. Dan Pengemb. Kesehat. 14.
Sulastry, T., 2009. Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol pada Biji
Pinang Sirih (Areca Catechu. L). C H E M C A 10, 5963.
Sumadi, R.S., 2011. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Teraktif Daun
Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) (masters). Universitas Sebelas
Maret.
Tanjong, A., 2012. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L) Terhadap Koloni Candida albicans yang Terdapat Pada Plat Gigi
Tiruan.
Tetan-El, D., 2014. Daya Hambat dan Efektivitas Temulawak (Curcuma xanthorriza
roxb) Terhadap Jumlah Koloni Streptococcus mutans Di Dalam Mulut
(Thesis).
Tiwow, D., Bodhi, W., Kojong, N.S., 2013. Uji Efek Antelmintik Ekstrak Etanol Biji
Pinang (Areca catechu) Terhadap Cacing Ascaris lumbricoides Dan Ascaridia
galli Secara In Vitro. Pharmacon J. Ilm. Farm. 2 Nomor 02.
Tombokan, A.S., 2016. Ekstraksi, Fraksinasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Karang
Lunak Sarcophyton Sp. Yang Diperoleh Dari Teluk Manado. Pharmacon 5.
Untari, E., Wahdaningsih, S., Damayanti, A., 2016. Efek Fraksi n-heksana Kulit
Hylocereus polyrhizus Terhadap Aktivitas Katalase Tikus Stres Oksidatif.
Pharm. Sci. Res. PSR 1, 141153.
Usha, R., Sashidharan, S., Palaniswamy, M., 2010. Antimicrobial Activity of a Rarely
Known Species, Morinda citrifolia L. Ethnobot. Leafl. 2010.
68
Utomo, A.D., Rahayu, W.S., Dhiani, B.A., 2009. Pengaruh Beberapa Metode
Pengeringan Terhadap Kadar Flavonoid Total Herba Sambiloto
( Andrographis paniculata). PHARMACY 6.
Wahyuni, S., Nuryanti, S., Jura, M.R., 2017. Uji Daya Hambat Ekstrak Bawang
Hutan (Eleutherine palmifolia (L.) merr) dari Matantimali Terhadap
Pertumbuhan Jamur Candida albicans. J. Akad. Kim. 5, 98102.
Wardani, E., Wahyudi, P., Tantari, D., 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
70% dan n-Heksan Jamur Shitake (Lentinula edodes (Berk.) Pegler) Terhadap
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus 1 Nomor 3.
Wardhani, L.K., Sulistyani, N., 2013. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat
Daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.) Terhadap Shigella Flexneri
Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis. Pharmaciana 2.
Whiteway, M., Bachewich, C., 2007. Morphogenesis in Candida albicans. Annu. Rev.
Microbiol. 61, 529553.
Wijaya, D.P., Paendong, J.E., Abidjulu, J., 2014. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas
Antioksidan dari Daun Nasi (Phrynium capitatum) dengan Metode DPPH
(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) 3 Nomor 1, 1115.
Windarini, L.G.E., Astuti, K.W., Warditiani, N.K., 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). J. Farm. Udayana 2.
69
Wiyono, R., 2017. Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin,
Konsentrasi Asam Sitrat Dan Na-Bikarbonat. Teknol. Pangan 1.
Yang, J., Paulino, R., Janke-Stedronsky, S., Abawi, F., 2007. Free-radical-scavening
Activity And Total Phenols of noni (Morinda citrifolia L.) Juice And Powder
in Processing And Storage (accessed 1.2.17).
Yulianti, D., 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi Dan Konsentrasi Pelarut Etanol
Terhadap Sifat Fisika-Kimia Ekstrak Daun Stevia (Stevia Rebaudiana Bertoni
M) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction (Mae). J. Bioproses
Komod. Trop. 2, 3541.
Yulinah S., E., Fitriyani, N., Sigit, J.I., 2010. Efek Antiagregasi Platelet Ekstrak
Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.), Rimpang Jahe Merah
(Zingiber officinale var. Sunti Val.) dan Kombinasinya pada Mencit Jantan
Galur Swiss Webster. J. Kedokt. Maranatha 7.
LAMPIRAN
70
II. Perhitungan Konsentrasi
71
Ekstrak Rimpang Temulawak Ekstrak Buah Mengkudu
(Nita et al., 2015)
(Muhammad, 2008)
Konsentrasi 50%b/v Konsentrasi 6%b/v
% x V1 = % x V2 % x V1 = % x V2
100% x V1 = 50% x 10 mL 100% x V1 = 6% x 10 mL
100V1 = 500 mL 100V1 = 60 mL
V1 = 5 gram V1 = 0,6 gram
Jadi ekstrak yang diambil 5 gram ad Jadi ekstrak yang diambil 0,6 gram ad
10 mL aquadest 10 mL aquadest
Konsentrasi 60%b/v Konsentrasi 12%b/v
% x V1 = % x V2 % x V1 = % x V2
100% x V1 = 60% x 10 mL 100% x V1 = 12% x 10 mL
100V1 = 600 mL 100V1 = 120 mL
V1 = 6 gram V1 = 1,2 gram
Jadi ekstrak yang diambil 6 gram ad Jadi ekstrak yang diambil 1,2 gram ad
10 mL aquadest 10 mL aquadest
Konsentrasi 70%b/v Konsentrasi 18%b/v
% x V1 = % x V2 % x V1 = % x V2
100% x V1 = 70% x 10 mL 100% x V1 = 18% x 10 mL
100V1 = 700 mL 100V1 = 180 mL
V1 = 7 gram V1 = 1,8 gram
Jadi ekstrak yang diambil 7 gram ad Jadi ekstrak yang diambil 1,8 gram ad
10 mL aquadest 10 mL aquadest
72
Jadi media PDA yang dibutuhkan yaitu menimbang 5,10 gram dan dilarutkan
130 mL aquades.
Jawab :
= 8,0388 %
Jadi, persentase rendemen rimpang temulawak adalah 8,0388 %
B. Buah Mengkudu
Diketahui : bobot serbuk simplisia mengkudu = 500 gram
bobot ekstrak kental mengkudu =
61,6349 gram
Ditanya : % rendemen mengkudu?
Jawab :
= 12,3268%
Jadi, persentase rendemen buah mengkudu adalah 12,3268%
73
IV. Determinasi Tanaman Temulawak
74
75
V. Determinasi Tanaman Mengkudu
76
77
VI. Proses Pembuatan Ekstrak Kental
A. Ekstrak Temulawak
B. Ekstrak Mengkudu
78
Simplisia Serbuk Buah Penyaringan Maserasi Ekstrak Cair
Mengkudu
79
Rimpang Temulawak
Buah Mengkudu
80
Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Perlakuan 1
Perlakuan 2
81
Perlakuan 3
82