KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
mengenai Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Cirebon dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Kami juga berterima kasih pada para dosen pembimbing dalam
mata kuliah Studio Perencanaan ITENAS yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna untuk laporan tumbuh selanjutnya dalam
laporan fakta analisis terkait karakteristik, isu-isu strategis wilayah kajian. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
laporan yang telah kami buat di laporan selanjutnya, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan laporan ini selanjutnya.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Sasaran................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan.................................................................................................................... 3
1.3.2 Sasaran .................................................................................................................. 3
1.4. Ruang Lingkup.......................................................................................................... 3
1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah ...................................................................................... 4
1.4.2. Ruang Lingkup Substansi..................................................................................... 4
1.5. Kerangka Pikir ........................................................................................................ 10
1.6. Sistematika Penyusunan Laporan ......................................................................... 12
BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN ..................................................................................... 13
2.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPMD) Daerah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2005 2025 ............................................................................................. 13
2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2014-2019
Kabupaten Cirebon ....................................................................................................... 17
2.3 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Cirebon Tahun
2005-2025 ........................................................................................................................ 22
2.4 Kebijakan Perencanaan Daerah ............................................................................. 24
2.4.1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional ......................................................................................................... 24
2.4.2 Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tara
Ruang Wilayah Provinsi............................................................................................... 25
2.4.3 Peraturan Pemerintah PU Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten ...................................................................................................... 26
BAB 3 GAMBARAN UMUM ........................................................................................... 35
3.1 Kondisi fisik .............................................................................................................. 35
3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif .................................................................. 35
3.1.2 Kondisi Iklim....................................................................................................... 35
3.1.3 Kondisi Topografi ............................................................................................... 42
3.1.4 Kondisi Geologi .................................................................................................. 42
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki angka
pertumbuhan penduduk yang pesat. Tidak hanya di kota-kota besar, kabupaten kini memiliki
pertumbuhan penduduk yang pesat pula. Diiringi pertumbuhan jumlah penduduk setiap
tahunnya tersebut, saat ini perkembangan wilayah kabupaten terutama di bagian kawasan
perkotaan tidak kalah pesat dengan perkembangan kota. Terkadang perkembangan yang
terjadi merupakan perkembangan pemanfaatan ruang yang tidak beraturan. Pada hakekatnya
pemanfaatan ruang kabupaten seharusnya perlu dikelola melalui penataan ruang. Beberapa
pihak yang berbeda memiliki perbedaan kepentingan memanfaatkan ruang. Pihak-pihak
tersebut tidak lain diantaranya masyarakat, pemerintah maupun pihak swasta. Perbedaan
kepentingan tersebut seharusnya tetap memiliki acuan dan pedoman yang sama sehingga
semua kepentingan tetap memanfaatkan ruang dengan berkembang secara tertata dengan
peraturan yang ada.
Permen Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten menjelaskan bahwa perencanaan tata ruang
wilayah kabupaten meliputi proses dan prosedur penyusunan serta penetapan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Penyusunan RTRW Kabupaten ini dilakukan dengan
berasaskan pada kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan, keserasian,
keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar-wilayah baik di dalam
kabupaten bersangkutan maupun dengan kabupaten sekitarnya.
Peraturan Daerah No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP) Jawa Barat menetapkan bahwa terdapat 6 Wilayah Pengembangan (WP) yang
salah satunya merupan WP Ciayumajakuning yang antisifatif terhadap perkembangan
pembangunan wilayah perbatasan. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu bagian dari WP
Ciayumajakuning tersebut. Kabupaten Cirebon diarahkan sebagai bagian dari Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) dengan sarana dan prasarana yang terintegrasi dan mengarahkan
kegiatan utama pada sektor industri, bisnis kelautan dan pertanian serta kegiatan
pertambangan. Menimbang peran Kabupaten Cirebon tersebut, seharusnya Kabupaten
Cirebon dapat melayani kegiatan-kegiatan utama yang sudah ditetapkan, dalam skala
internasional, nasional atau beberapa provinsi. Ditetapkannya peran Kabupaten Cirebon
sebagai bagian dari PKN tersebut akan menjadi salah satu faktor berkembangnya fungsi
lahan, kegiatan serta aktivitas yang ada.
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Barat pula ditetapkan bahwa Kabupaten Cirebon memiliki
kawasan yang dapat memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yaitu
sempandan pantai dan kawasan pantai mangrove. Selain adanya kawasan yang memberikan
perlindungan, ada pula kawasan yang menjadi pelestarian alam yaitu Makam Sunan Gunung
Jati. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon menjadi penting sebagai
acuan penataan, pemanfaatan dan pengendalian ruang bagi semua pihak baik masyarakat,
pemerintah maupun pihak swasta agar Kabupaten Cirebon dapat menjalankan peran yang
sudah ditetapkan dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan dan kemampuan ruang yang
ada, keseimbangan dari aspek-aspek lainnya serta tanpa mengesampingkan penetapan
pengembangan kawasan Kabupaten Cirebon yang lebih diarahkan pada pertanian pangan
irigasi teknis.
Hal-hal ini perlu ditanggapi secara tepat. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, maka
pertanyaan penelitian dalam kajian ini adalah Apa sajakah isu strategis serta potensi dan
permasalahan Kabupaten Cirebon serta konsep apa yang tepat untuk dijadikan acuan utama
penataan, pemanfaatan dan pengendalian ruang wilayah Kabupaten Cirebon dan bagaimana
pengaplikasian konsep tersebut menjadi sebuah rencana struktur dan pola ruang, penetapan
kawasan strategis dan arah pemanfaatan serta pengendalian ruang?.
kegiatan, sedangkan ruang lingkup substansi membatasi inti dan pokok kajian agar sesuai
dengan tujuan dan sasaran kegiatan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Latar Belakang
Bagian dari Pusat Kegiatan Nasional
Diarahkan pada pertanian pangan irigasi teknis
Memiliki kawasan perlindungan
Memiliki kawasan pelestarian alam
Memiliki kawasan rawan bencana
Tujuan
Menghasilakn Dokumen RTRW sebagai Acuan utama penataan,
pemanfaatan, dan pengendalian ruang wilayah Kabupaten Cirebon yang
dilandasi ketetapan pada RTRWP Daerah Tingkat I Jawa Barat
Analisis Karakteristik
Aspek Prasarana & Aspek Ekonomi Aspek Sosial Aspek kemampuan Aspek kedudukan
Aspek Fisik Wilayah keuangan kabupaten dalam
Sarana Wilayah Wilayah Kependudukan
pembangunan daerah wilayah yang lebih luas
Konsep Pengembangan
2 BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN
2.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPMD) Daerah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2005 2025
Menurut UU No.25 Tahun 2004 bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat merupakan dokumen landasan hukum di bidang
perencanaan daerah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJPD) Provinsi
Jawa Barat memuat visi jangka menengah, misi jangka menengah, serta arah pembangunan
daerah Provinsi Jawa Barat.
1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Visi : Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua
Makna yang terkandung dalam visi tersebut dijabarkan sebagai berikut:
Maju : adalah sikap dan kondisi masyarakat yang produktif, berdaya saing dan
mandiri, terampil dan inovatif dengan tetap dapat menjaga tatanan sosial
masyarakat yang toleran, bijak dan adaptif terhadap dinamika perubahan
namun tetap berpegang pada nilai budaya serta kearifan lokal dan berdaulat
secara pangan, ketahanan ekonomi dan soial.
Sejahtera : adalah sikap dan kondisi masyarakat Jawa Barat yang secara lahir dan
batin mendapatkan rasa aman dan makmur dalam menjalani kehidupan.
Untuk Semua : adalah kondisi dimana hasil pembanguan dapat dirasakan oleh seluruh
lapisan, elemen dan komponen masyarakat.
Berikut ini merupakan keterkaitan visi, misi serta tujuan dan sasaran yang akan
dijabarkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Misi Tujuan Sasaran
Misi Pertama, Membangun sumber daya manusia 1. Meningkatnya aksesibilitas dab=n
Membangun Jawa Barat yang menguasai ilmu kualitas pendidikan yang unggul,
Masyarakat yang pengetahuan dan teknologi, terjangkau dan merata
Berkualitas dan senantiasa berkarya, kompetitif, 2. Meningkatnya kualitas layanan
Berdaya Saing dengan tahap mempertahankan kesehatan bagi semua serta
2. Kebijakan Kewilayahan
Fokus pembangunan Jawa Barat pada tahun 2013-2018 diarahkan pada
pengembangan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) serta
kawasan strategis dengan membagi peran strategis pembangunan kewilayahan.Fokus
tersebut memperhatikan kebutuhan kawasan yang secara fungsional dapat berperan
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan strategis dan kawasan sekitarnya. Secara
umum, kebijakan pembangunan kewilayahan pada adalah:
Peningkatan pembangunan di wilayah perbatasan Jawa Barat Jawa Tengah dengan arah
kebijakan wilayah sebagai berikut:
1. Bidang Sosial dan Pemerintahan
a. Kesehatan, dengan fokus penanganan keluarga miskin
b. Pendidikan, dengan fokus praktek kerja Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan
pendataan siswa
c. Batas wilayah, dengan fokus penetapan batas wilayah dan pembangunan tugu
batas.
2. Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup
a. Penataan Ruang dan Permukiman, dengan fokus koordinasi penataan ruang
b. Lingkungan Hidup, dengan fokus pengelolaan daerah aliran sungai
2. Kebijakan Kewilayahan
Prioritas pembangunan kewilayahan Kabupaten Cirebon merujuk pada Pusat Kegiatan
Lokal (PKL) sesuai dengan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Cirebon Tahun 2011-20131 yaitu :
1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Arjawinangun
PKL Arjawinangun berfungsi utama sebagai wilayah pertanian. Sementara, fungsi
penunjangnya adalah perikanan tangkap, dan budidaya, agrowisata, industri, pendidikan
tinggi, pelayanan sosial-ekonomi, penunjang fungsi PKN. Prioritas pembangunan di
wilayah PKL Arjawinangun adalah :
a. Penyusunan Rencana KSK Agro Arjawinangun
b. Penyusunan Rencana KSK Gunungjati
c. Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Koridor Jalur KA Arjawinangun
Kertajati
d. Penyusunan Rencana Kawasan Wisata Budaya Pesisir Cirebon Kec. Kapetakan,
Suranenggala, dan Gunungjati
e. Pengembangan dan Penataan Kawasan Permukiman dan Perumahan Kec.
Kapetakan, Suranenggala, dan Gunungjati
f. Pengembangan dan Penataan Kawasan Perdagangan dan Jasa Kec. Arjawinangun
& Panguragan
2. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Palimanan
PKL Palimanan berfungsi utama sebagai wilayah industri. Sementara, fungsi penunjang
wilayah ini adalah perumahan, pariwisata, agrowisata, pertanian, industri batualam,
pertambangan, perikanan budidaya, pendidikan kejuruan, pelayanan sosial ekonomi,
penunjang fungsi PKN. Prioritas pembangunan di wilayah PKL Palimanan adalah :
a. Penyusunan Rencana KSK Plumbon Zona Industri
2.4.2 Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tara
Ruang Wilayah Provinsi
Berdasarkan Peraturan Daerah No.22 Tahun 2010 tentang Rencana Tara Ruang
Wilayah Provinsi, berikut ini merupakan tabel kedudukan Kabupaten Cirebon dalam
Kebijakan Provinsi Jawa Barat.
Tabel 2.4 Kedudukan Kabupaten Cirebon dalam kebijakan Nasional dan Provinsi
Jawa Barat
No Elemen Ruang RTRW Provinsi Jawa Barat
A Struktur Ruang
Wilayah Kota
3. Sistem Perkotaan Sebagai PKW dengan sarana dan prasarana
yang terintegrasi, dan mengarahkan kegiatan
utama pada sektor industri, bisnis kelautan dan
pertanian, dan kegiatan pertambangan.
4. Sistem Prasarana Pengembangan Infrastruktur Energi yang
Wilayah meliputi Pengembangan PLTU,
Pengembangan Sumber Energi Panas Bumi
Tampomas, Pengembangan Pemanfaatan Batu
Bara untuk Industri dan Pembangkit Listrik di
Kabupaten Cirebon
B Pola Ruang Wilayah
Kabupaten
2. Kawasan Lindung Sempadan pantai dan Kawasan pantai
mangrove yaitu Eretan
2.4.3 Peraturan Pemerintah PU Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten
Penataan ruang pada dasarnya adalah suatu proses, yang meliputi proses
perencanaan, proses pemanfaatan dan proses pengendalian pemanfaatan ruang yang
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai suatu sistem. Pemerintah
Kabupaten Cirebon telah memiliki dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah yang disusun
pada Tahun 2011. Selama periode tersebut, telah banyak kebijakan baik yang berskala lokal,
regional sampai nasional yang berubah diantaranya pemekaran wilayah, dan termasuk
perkembangan pemanfaatan sumber daya baik alam maupun buatan. Kegiatan peninjauan
kembali rencana tata ruang adalah suatu proses yang dilakukan secara berkala selama jangka
waktu perencanaan, yaitu setidaknya ditinjau 1 (satu) kali setiap 5 (lima) tahun dengan tujuan
utama untuk melihat kesesuaian dan keefektifan pelaksanaan RTRW. Berikut ini adalah
tabel hasil peninjauan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Cirebon.
Tabel 2.5 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2011-2031
Muatan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon
Kabupaten Tahun 2011 - 2031
Tujuan kebijakan dan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang, yakni :
strategi penataan ruang Tujuan Penataan Kabupaten Cirebon Menurut RTRW
Kabupaten Cirebon Tahun 2011-2031 adalah untuk
mewujudkan Kabupaten sebagai sentra pertanian,
industri dan pariwisata sebagai pendukung PKN
Cirebon yang berkelanjutan.
Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon
Menurut RTRW meliputi :
o pengembangan kawasan agropolitan dan
minapolitan terpadu;
o pengembangan kawasan industri, agroindustri,
serta industri kecil dan mikro sesuai dengan
potensi alam dan sumber daya manusia;
o pengembangan wisata agro dan wisata religi
dengan memanfaatkan potensi alam serta
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup
dan budaya;
o pengembangan pusat pelayanan bersinergis
didukung prasarana wilayah dan kawasan
budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
o pengembangan dan pelestarian kawasan
berfungsi lindung sesuai dengan fungsi dan
potensi sumberdaya alam;
o pendistribusian penduduk sesuai dengan
pengembangan sistem perkotaan; dan
o peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan
dan keamanan negara.
Strategi Pengembangan kawasan agropolitan dan
minapolitan terpadu menurut RTRW Kabupaten
Cirebon Tahun 2011-2031 meliputi :
o meningkatkan akses jalan dari sentra industri ke
pusat pemasaran;
Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang wilayah yang terdiri dari :
Wilayah Kabupaten Rencana sistem pusat kegiatan terdiri atas :
a. Sistem perkotaan
Sistem perkotaan terdiri atas :
o PKL dengan lokasi meliputi:
- Kecamatan Ciledug;
- Kecamatan Lemahabang;
- Kecamatan Sumber;
- Kecamatan Palimanan; dan
- Kecamatan Arjawinangun.
o PKLP dengan lokasi meliputi :
- Kecamatan Losari;
- Kecamatan Astanajapura;
- Kecamatan Weru;
- Kecamatan Plumbon; dan
- Kecamatan Kapetakan.
o PPK dengan lokasi meliputi :
- Kecamatan Babakan;
- Kecamatan Karangsembung;
- Kecamatan Kedawung;
- Kecamatan Klangenan; dan
- Kecamatan Gegesik.
a. Sistem perdesaan.
Rencana sistem perdesaan meliputi :
o Kecamatan Pabedilan;
o Kecamatan Pabuaran;
o Kecamatan Waled;
o Kecamatan Gebang;
o Kecamatan Pasaleman;
o Kecamatan Mundu;
o Kecamatan Pangenan;
o Kecamatan Sedong;
o Kecamatan Susukanlebak;
3 BAB 3
GAMBARAN UMUM
3.1 Kondisi fisik
3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif
Kabupaten Cirebon memiliki letak strategis di jalur Pantai Utara Jawa Barat
dengan panjang pantai kurang lebih 54 km. Secara geografis, wilayah Kabupaten Cirebon
berada pada posisi 10801930- 10805003Bujur Timur (BT) dan 603058 - 700024
Lintang Selatan (LS). Jarak terjauh dari Utara ke Selatan sepanjang 39 km dan jarak
terjauh dari Barat ke Timur sepanjang 54 km.
Luas administrasi Kabupaten Cirebon sebesar 9.903,6 Ha yang terdiri dari 40
kecamatan, 412 desa dan 12 kelurahan. Luas wilayah perairan Kabupaten Cirebon mengacu
pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah memberikan
kewenangan kepada kabupaten untuk mengelola perairan pesisir dalam zona 0-4 mil.
Berdasarkan hal tersebut, luas perairan pesisir yang menjadi kewenangan pemerintah
Kabupaten Cirebon adalah sebesar 39.960 Ha (54km x 4mil x 1.85km).
Adapun batas-batas administratif Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu dan Laut Jawa
Sebelah Selatan : Kabupaten Kuningan
Sebelah Barat Laut : Kabupaten Majalengka
Tabel 3.1 Data Curah Hujan Bulan Januari Sampai Juni di Kabupaten Cirebon
Januari Februari Maret April Mei Juni
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
No Kecamatan Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah
Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan
(hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm)
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
No Kecamatan Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah
Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan
(hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm)
Tabel 3.2 Data Curah Hujan Bulan Juli Sampai Desember di Kabupaten Cirebon
Juli Agustus September Oktober November Desember
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
No Kecamatan Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah
Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan
(hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm)
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
No Kecamatan Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah
Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan Hujan
(hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm)
23 Plumbon 15 367
24 Depok 2 7 2 18 1 2 5 71 18 604
25 Weru 3 82 5 82 10 94
26 Plered
27 Tengah Tani 5 72 2 3 1 0 7 87 15 364
28 Kedawung 5 72 2 3 1 0 7 87 15 364
29 Gunungjati
30 Kapetakan 14 237 3 57,5 6 70 18 414
31 Suranenggala 6 127 2 27 1 8 21 275
32 Klangenan 0 0 0 0 0 0 0 0 4 111 14 627
33 Jamblang 2 7 2 18 1 2 5 71 18 604
34 Arjawinangun 2 30 4 10 6 118 16 246
35 Panguragan 5 44 8 124 25 310
36 Ciwaringin 5 116 2 11 7 81 19 340
37 Gempol 5 116 2 11 7 81 19 340
38 Susukan 8 118 14 42 12 77 8 211 12 133 13 341
39 Gegesik 5 62 2 21 0 0 1 17 5 54 17 140
40 Kaliwedi 5 62 2 21 0 0 1 17 5 54 17 140
kelabu tua dan asosiasi regosol kelabu, regosol coklat keterabuan. Jenis-jenis tanah
tersebut umumnya sesuai untuk pertanian semusim khususnya sawah, palawija dan
perikanan. Selain itu jenis tanah lainnya yaitu litosol, grumosol, mediteran, latasol,
podsolik, regosol, gleihumus.
Sumber: Kabupaten Cirebon Dalam Angka dan Distanbunakhut Kabupaten Cirebon, 2016
1 2 3 4
13% 28%
5%
54%
3.2 Kependudukan
Kependudukan merupakan hal yang terpenting dalam menganalisis sarana dan
prasarana suatu wilayah. Dengan data kependudukan, kita dapat memproyeksikan suatu
sarana dan prasarana yang akan mendatang. Adapun data kependudukan dapat dilihat
melalui jumlah penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk.
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Cirebon Tahun 2013-2016
Penduduk (Jiwa)
Kecamatan
2012 2013 2014 2015
Waled 57.312 58.158 60.054 75.478
Pasaleman 27.801 28.217 45.683 79.732
Ciledug 45.259 45.577 64.041 73.055
Pabuaran 36.835 37.280 62.487 43.595
Losari 63.093 63.266 77.643 45.735
Pabedilan 60.667 61.926 37.997 39.589
Babakan 73.619 76.699 55.402 66.734
Gebang 64.051 64.357 41.707 63.574
Kaangsembung 37.581 37.786 44.465 65.143
Karangwareng 30.297 31.044 79.732 81.822
Lemahabang 54.680 54.979 45.065 47.993
Susukan Lebak 40.489 40.804 74.475 57.968
Sedong 42.958 43.760 43.152 73.059
Astanajapura 82.737 79.468 68.691 41.836
Pangenan 44.568 44.897 86.223 44.882
Mundu 72.536 73.499 64.793 62.212
Beber 42.286 41.498 63.420 30.578
Greged 57.051 57.859 79.278 37.538
Talun 65.888 66.900 66.920 67.572
Sumber 86.415 86.313 90.008 57.350
Dukupuntang 62.618 62.683 76.549 54.676
Palimanan 69.027 62.873 59.321 64.041
Plumbon 77.832 78.303 57.311 74.450
Depok 65.279 65.533 71.759 62.487
Weru 65.180 67.413 52.034 37.834
Plered 56.111 56.196 41.200 64.658
Tengah Tani 42.796 42.969 77.068 45.065
Kedawung 66.554 66.916 81.822 52.273
Gunungjati 85.088 85.210 44.882 28.610
Kapetakan 59.253 59.362 65.363 56.346
Suranenggala 46.326 47.197 65.734 76.896
Klangenan 51.997 52.319 28.610 44.465
Jamblang 39.655 41.636 37.773 87.142
Arjawinangun 70.170 70.170 31.384 47.416
Penduduk (Jiwa)
Kecamatan
2012 2013 2014 2015
Panguragan 50.688 51.356 40.352 77.761
Ciwaringin 40.515 40.711 53.987 83.508
Gempol 47.354 47.704 47.993 71.875
Susukan 74.356 75.640 58.301 41.131
Gegesik 80.841 81.328 56.404 59.800
Kaliwedi 43.441 43.591 42.897 44.882
Total 2.281.204 2.293.397 2.341.980 2.330.761
Sumber : Kabupaten Cirebon Dalam Angka 2013-2016
Berdasarkan tabel diatas dapat di lihat bahwa Pada Tahun 2013 Jumlah Penduduk
Kabupaten Cirebon Mengalami peningkatan, namun di Tahun 2014, Jumlah Penduduk
mulai menurun hingga Tahun 2015.
Kepadatan Penduduk Kabupaten Cirebon
Persebaran penduduk Kabupaten Cirebon per Kecamatan hingga pada Tahun 2015 masih
menunjukkan kondisi kurang merata seperti pada tahuntahun sebelumnya. Penduduk
terbesar terdapat di Kecamatan Sumber yaitu sebanyak 87.142 jiwa dan yang terkecil
adalah Kecamatan Pasaleman dengan jumlah penduduk hanya 28.610 jiwa Kepadatan
penduduk di masingmasing Kecamatan juga menunjukkan ketidakmerataan. Hal ini
disebabkan kondisi dan potensi masingmasing wilayah kecamatan yang tidak sama.
padatnya penduduk cenderung berada di pusat kegiatan.
Tabel 3.5 Kepadatan Penduduk Kabupaten Cirebon Tahun 2015
Kepadatan
Jumlah
Penduduk Klasifikasi
No Kecamatan Penduduk Luas (Km2)
(Jiwa/Km2)
(Jiwa)
Kepadatan
Jumlah
Penduduk Klasifikasi
No Kecamatan Penduduk Luas (Km2)
(Jiwa/Km2)
(Jiwa)
merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai
persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode.
Tabel 3.6 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Cirebon
3.00
Laju Pertumbuhan Penduduk
2.50
2.00
1.50
Laju
Pertumbuhan
1.00 Penduduk
0.50
0.00
LPP (%) 2013 LPP (%) 2014 LPP(%) 2015
Dari diagram diatas dapat kita ketahui bahwa nilai laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Cirebon pada Tahun 2013 sebesar 0,50%, dan meningkat pada Tahun 2014 ya
itu menjadi 2,66%, sedangkan pada Tahun 2015 menurun menjadi 2%, dikarenakan telah
adanya program untuk menekan laju pertumbuhan penduduk oleh pemerintah Kabupaten
Cirebon yang dilakukan dengan pendekatan secara medis maupun non medis sehingga
mampu menekan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Cirebon.
Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur akan mempengaruhi angka harapan hidup, Berdasarkan
pengelompokan umur tersebut dapat diketahui angka beban ketergantungan suatu wilayah.
Rasio beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara penduduk
usia nonproduktif dengan penduduk usia produktif. Semakin tinggi angka ketergantungan
artinya semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk
membiayai penduduk yang belum produktif atau tidak produktif. Sedangkan jika angka
ketergantungan semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung
penduduk produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif.
Penduduk Non-
Kecamatan Pro Rasio
0-<1 1-5 5-10 10-25 25-60 60+ Pro
Kaliwedi 551 2.650 2.085 16.952 19.553 1.106 37.611 5.286 14,05
Sumber: Kabupaten Cirebon, Dalam Angka 2015.
Berdasarkan data yang ada pada tabel, terlihat bahwa rasio penduduk menurut
Kelompok Umur terbesar di Kabupaten Cirebon terdapat pada Kecamatan Lemahabang
yaitu sebesar 33,03. Sedangkan rasio kelompok umur terkecil kedua adalah kecamatan
susukan lebak dengan nilai sebesar 32,62dan rasio penduduk terendah berada di Kecamatan
Pabedilan yaitu sebesar 10,33.
Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin berguna untuk mengetahui
perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dalam satu wilayah tertentu.
Adanya ketidakseimbangan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dapat mengakibatkan
rendahnya fertilitas dan rendahnya angka pertumbuhan penduduk. Kabupaten Cirebon
Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten
Cirebon (2013), jumlah penduduk Kabupaten Cirebon sebanyak 2.293.397 jiwa.
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kabupaten Cirebon terdiri dari 1.139.263 jiwa
perempuan (49,67%) dan 1.154.134 jiwa laki-laki (50,33%). Angka sex ratio sebesar
98,71%. Ini berarti bahwa setiap 100 penduduk laki-laki terdapat 98 penduduk perempuan.
Sesuai dengan data kependudukan terbaru yang sudah diberikan oleh Dinas Kependudukan
dan catatan Sipil (disdukcapil) Kab.Cirebon, jumlah penduduk Kab.Cirebon per 30 April
2013 berjumlah 2.957.257 jiwa.
Tabel 3.8 Jumlah Penduduk Kabupaten Cirebon Menurut Kecematan dan Jenis
Kelamin Tahun 2013
Penduduk
No. Kecamatan
Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Rasio
1 Waled 29.388 28.770 58.158 102,15
2 Pasaleman 14.137 14.080 28.217 100,40
3 Ciledug 23.054 22.523 45.577 102,36
4 Pabuaran 18.906 18.374 37.280 102,90
5 Losari 31.704 31.562 63.266 100,45
6 Pabedilan 31.203 30.723 61.926 101,56
7 Babakan 37.631 39.068 76.699 96,32
8 Gebang 32.036 32.321 64.357 99,12
9 Kaangsembung 19.122 18.664 37.786 102,45
Penduduk
No. Kecamatan
Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Rasio
10 Karangwareng 15.670 15.374 31.044 101,93
11 Lemahabang 27.989 26.990 54.979 103,70
12 Susukan Lebak 20.488 20.316 40.804 100,85
13 Sedong 22.459 21.301 43.760 105,44
14 Astanajapura 40.218 39.250 79.468 102,47
15 Pangenan 22.574 22.323 44.897 101,12
16 Mundu 37.943 35.556 73.499 106,71
17 Beber 21.411 20.087 41.498 106,59
18 Greged 29.517 28.342 57.859 104,15
19 Talun 34.361 32.539 66.900 105,60
20 Sumber 43.421 42.892 86.313 101,23
21 Dukupuntang 31.740 30.943 62.683 102,58
22 Palimanan 31.559 31.314 62.873 100,78
23 Plumbon 39.124 39.179 78.303 99,86
24 Depok 33.358 32.175 65.533 103,68
25 Weru 35.071 32.342 67.413 108,44
26 Plered 27.956 28.240 56.196 98,99
27 Tengah Tani 22.131 20.838 42.969 106,21
28 Kedawung 33.171 33.745 66.916 98,30
29 Gunungjati 42.846 42.364 85.210 101,14
30 Kapetakan 29.783 29.579 59.362 100,69
31 Suranenggala 23.343 23.854 47.197 97,86
32 Klangenan 25.875 26.444 52.319 97,85
33 Jamblang 20.975 20.661 41.636 101,52
34 Arjawinangun 34.434 35.736 70.170 96,36
35 Panguragan 25.686 25.670 51.356 100,06
36 Ciwaringin 19.886 20.825 40.711 95,49
37 Gempol 23.697 24.007 47.704 98,71
38 Susukan 37.924 37.716 75.640 100,55
39 Gegesik 40.515 40.813 81.328 99,27
40 Kaliwedi 21.828 21.763 43.591 100,30
Sumber: BPPKB Kabupaten Cirebon, 2013.
3.3 Sarana
3.3.1 Perumahan
Lingkungan tempat penduduk tinggal atau lingkungan hunian adalah tempat kegiatan
yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan manusia. Lingkungan permukiman pada
hakekatnya merupakan hasil modifikasi manusia terhadap lingkungan. Tingkat modifikasi
terhadap lingkungan akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk suatu wilayah, selain
faktor lain yang mempengaruhi seperti tingkat ekonomi. Kondisi lingkungan permukiman
akan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan suatu masyarakat. Biasanya kondisi
permukiman yang buruk diakibatkan oleh kondisi penduduknya yang miskin, dimana fokus
kegiatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal, yaitu kebutuhan minimal
untuk mengkonsumsi makanan dalam takaran 2.100 kalori per orang per hari dan kebutuhan
minimal non makanan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi.
Tabel 3.9 Jumlah Bangunan di Kabupaten Cirebon
Semi Tidak Semi Tidak
No Kecamatan Permanen No Kecamatan Permanen
Permanen permanen Permanen permanen
1 Waled 7578 2751 1327 21 Dukupuntang
2 Pasaleman 3735 1632 820 22 Palimanan
3 Ciledug 23 Plumbon
4 Pabuaran 24 Depok 15.714
5 Losari 25 Weru 10.766 1.391 654
6 Pabedilan 6952 3454 2012 26 Plered
7 Babakan 27 Tengah Tani 3.937 2.789 689
8 Gebang 28 Kedawung 12.097 2.941 482
9 Karangsembung 5305 2168 859 29 Gunungjati
10 Karangwareng 30 Kapetakan
11 Lemahabang 9614 959 387 31 Suranenggala
12 Susukan Lebak 32 Klangenan 8.094 1.898 139
13 Sedong 6966 1158 691 33 Jamblang
14 Astanajapura 7968 2787 1761 34 Arjawinangun
15 Pangenan 35 Panguragan 7.961 1.371 218
16 Mundu 5695 7657 5393 36 Ciwaringin 8989 2410 266
17 Beber 37 Gempol 7.169 2.548 344
18 Greged 38 Susukan 4.225 4.567 3.312
19 Talun 39 Gegesik 8.106 4.808 2.374
20 Sumber 18004 1032 416 40 Kaliwedi
Sumber: Kabupaten Cirebon Dalam Angka, 2016
3.3.2 Pemerintah
Kabupaten Cirebon yang sebagian wilayahnya terletak di sepanjang pantai laut Jawa
menjadikan daerah ini didiami oleh berbagai karakteristik budaya, yaitu budaya asli daerah,
budaya luar maupun percampuran keduanya. Sebagian lagi wilayah Kabupaten Cirebon
berada di daerah perbukitan sehingga makin beragamlah karakteristik yang ada dan ini
merupakan suatu modal untuk kemajuan daerah. Disini pengaruh pembangunan dan
modernisasi berdampak jelas terhadap perubahan kehidupan politik, ekonomi, sosial,
budaya serta pertahanan dan keamanan, apalagi Kabupaten Cirebon merupakan pintu
gerbang memasuki wilayah Provinsi Jawa Tengah. Dari berbagai gambaran tersebut di
atas, dengan jumlah penduduk sebesar 2.293.397 jiwa dan luas wilayah administratif
sebesar 990,36 km2 maka Kabupaten Cirebon hanya dapat dioptimalkan oleh
pemerintahan yang mantap untuk dapat menyatukan semua komponen yang ada. Secara
keseluruhan dari total 424 desa yang ada, 12 diantaranya adalah kelurahan yang
kesemuanya terdapat di wilayah Kecamatan Sumber.
Tabel 3.10 Jumlah Desa dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon
No Kecamatan Desa Kelurahan No Kecamatan Desa Kelurahan
1 Waled 12 21 Dukupuntang 13
2 Pasaleman 7 22 Palimanan 12
3 Ciledug 10 23 Plumbon 15
4 Pabuaran 7 24 Depok 12
5 Losari 10 25 Weru 9
6 Pabedilan 13 26 Plered 10
7 Babakan 14 27 Tengah Tani 8
8 Gebang 13 28 Kedawung 8
9 Karangsembung 8 29 Gunungjati 15
10 Karangwareng 9 30 Kapetakan 9
11 Lemahabang 13 31 Suranenggala 9
12 Susukan Lebak 13 32 Klangenan 9
13 Sedong 10 33 Jamblang 8
14 Astanajapura 11 34 Arjawinangun 11
15 Pangenan 9 35 Panguragan 9
16 Mundu 12 36 Ciwaringin 8
17 Beber 10 37 Gempol 8
18 Greged 10 38 Susukan 12
19 Talun 11 39 Gegesik 14
20 Sumber 2 12 40 Kaliwedi 9
Sumber :Kabupaten Cirebon dalam Angka, 2017
3.3.3 Pendidikan
Penyebaran Sekolah Dasar di Kabupaten Cirebon sudah cukup merata dan
proporsional dengan jumlah penduduk secara umum. Jumlah Sekolah Dasar yang
terbanyak 35 sekolah terdapat di Kecamatan Sumber dengan jumlah murid 9.8644 murid.
Sedangkan jumlah SLTP (negeri dan swasta) di Kabupaten Cirebon sebanyak 156 sekolah
dengan 76.915 murid.
3.3.4 Kesehatan
Sarana Kesehatan di Kabupaten Cirebon terdapat 8 Rumah Sakit Umum (termasuk
RS Paruparu). Hampir semua kategori tenaga kesehatan terdapat di Kabupaten Cirebon,
dari Medis, Paramedis, Kefarmasian, Kesmas, Tenaga sanitasi, Gizi, Keterapian Fisik
maupun teknik Medik. Dari 3.013 orang tenaga kesehatan, yang bekerja di unit kerja
Puskesmas (1.003 orang) dan Rumah Sakit (1.35 orang), sisanya bekerja di unit kerja Dinas
Kesehatan dan Sarana Kesehatan Lainnya.
Tabel 3.12 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah
Klinik Utama
Klinik Pratama
Klinik Swasta 15
Praktek Dokter Umum 464
Praktek Dokter Gigi 49
Praktek Dokter Spesialis 82
Praktek Bidan Swasta 746
RS Khusus 2
RS Umum 5
Apotek 123
Toko Obat 5
Sumber :Kabupaten Cirebon dalam Angka, 2016
3.3.5 Peribadatan
Ketersediaan sarana ibadah merupakan salah satu kewajiban yang harus disediakan
oleh pemerintah yang kebutuhannya sangat diperlukan oleh masyarakat, keberadaan tempat
ibadah di Kabupaten Cirebon khususnya untuk umat muslim sudah sangat merata dengan
adanya masjid di tiap kecamatan dan banyaknya musolah yang ada. Namun untuk
penyediaan saran ibadah bagi umat beragama lainnya hanya terdapat 11 gereja yang tersebar
di beberapa kecamatan.
3.4 Prasarana
3.4.1 Transportasi
3.4.1.1 Jalan
Ketersediaan jaringan jalan di Kabupaten Cirebon secara kuantitatif cukup
memadai. Jaringan yang ada telah menjangkau seluruh kecamatan terutama ibukota
kecamatan dengan kondisi jalan pada umumnya cukup Baik. Berikut adalah profil
prasarana jalan di Kabupaten Cirebon:
a. Jalan Negara panjang 90,7 Km
b. Jalan Propinsi Panjang 53,25 Km
c. Jalan Kabupaten panjang 643,16 Km
d. Jalan Tol Kanci Pejagan sepanjang 35 km.
e. Jalan Tol Palimanan Cirebon/ Kanci sepanjang 26,30 km.
f. Jalan Tol Bandung Majalengka (rencana pembangunan). Jalan tol ini akan
menghubungkan Cirebon dengan ibukota Propinsi Jawa Barat.
g. Jalan Tol Cikopo Palimanan. Jalan tol ini memudahkan produsen di Kabupaten
Cirebon untuk mendistribusikan produk ke konsumen di Jakarta, Bogor, Depok, dan
Tangerang maupun untuk mengirim barang ekspor melalui pelabuhan kapal laut
internasional Tanjung Priok. Tol ini sendiri akan melintasi wilayah Kabupaten
Purwakara, Subang, Majalengka, dan Cirebon itu sejauh 116 Km.
h. Stasiun Peti Kemas (rencana pembangunan).
Keberadaan sarana penghubung di Kabupaten Cirebon relatif cukup baik dilihat dari
kondisi jalan kabupaten, jalan propinsi maupun jalan negara. Tingkat pengelolaan
jalan untuk kategori jalan kabupaten membentang sepanjang 647,56 Km.
Tabel 3.15 Tingkat Pengelolaan Jalan Kabupaten Cirebon
Tingkat Pengelolaan Jalan
Jalan
Keadaan Jalan Provinsi Jalan Negara
Kabupaten
2014 2016 2014 2016 2014 2016
Aspal 647,56 647,56 54,52 54,52 84,89 84,89
Kerikil
Tanah
Lainnya
Jumlah 647,56 647,56 54,52 54,52 84,89 84,89
Kondisi Jalan
Baik 133,82 120,95 54,52
Sedang 94,80 115,22
Rusak 278,72 221,88
PALIMANAN -
4 23 7.280
BTS.MAJALENGKA/CIREBON(PRAPATAN)
Kode Jumlah
No Trayek Alokasi
Trayek Kendaraan
Pasar Minggu Kantor Pos Balerante Cilukrak
12 01.120.04 8 30
Kepuh Kramat
13 01.120.05 Sumber Sindangjawa Jamblang 22 75
Sumber Sendang Wanasaba Wanguntana
14 01.120.06 5 30
Kubang
15 01.120.07 Sumber Plered (Terminal Weru) 83 100
16 01.120.08 Sumber Pamijahan Karangmulya Plumbon 18 40
17 01.120.10 Sumber Kramat 39 75
18 01.120.11 Sumber Kenanga Plumbon 16 50
Sumber Kenanga Karangwangi Keduanan
19 01.120.12 17 45
Sidapurna Jamblang
Sumber Bode Karangsari Marikangen
20 01.120.14 12 40
Karangasem Plumbon
Simpang Megu Cilik Pasar Caplek Pasar
21 01.120.15 13 30
Jamblang
22 01.200.03 Arjawinangun Terminal Weru 82 300
23 01.200.04 Arjawinangun Tegalgubug Kaliwedi Ujungsemi 36 50
Arjawinangun Susukan Budur Ciwaringin via
24 01.200.05 31 45
Tegalgubug
25 01.200.06 Arjawinangun Suranenggala 36 50
26 01.200.08 Arjawinangun Jagapura 31 40
27 01.200.09 Arjawinangun Geyongan Gintung Ciwaringin 21 40
28 01.200.10 Arjawinangun Gegesik Slendra 22 40
Arjawinangun Budur Jatianom Jatipura Ujung
29 01.200.11 8 30
Gebang Luwung Kencana
30 01.200.12 Silangit Bulak Sende Arjawinangun 5 10
31 01.020.01 Ciledug Pasaleman Tonjong Singkup 6 30
32 01.020.02 Ciledug Pabedilan - Playangan 21 40
33 01.020.03 Ciledug Losari 26 50
34 01.020.04 Ciledug Dompyong Gebang Kulon Kalipasung 17 45
35 01.020.06 Ciledug Cigobang 15 40
36 01.020.07 Ciledug Ambit Cibogo Pasar Babakan 6 45
Cipeujeuh Lemahabang Sigong Cantilan Japura
37 01.060.19 Kidul Beringin Cantilan Japura Lor Rawaurip 6 20
Bendungan
Cipeujeuh Mertapada Sidomulya Munjul
38 01.060.02 Gemulung Tonggoh Gemulung Lebak Lebak 17 40
Mekar
Cipeujeuh Wetan Karangsembung Karangsuwung
39 01.060.04 Kubang Karang Karangmalang Gedongan 8 20
Getrak Moyan Ender
Cipeujeuh Kulon Sindang Laut Asem
40 01.060.05 Pasawahan Ciawi Japura Sedong Panongan 11 30
Putat Penambangan Windujaya Winduhaji
41 01.060.07 Sindang Laut Putat Winduhaji 23 40
42 01.060.08 Sindang Laut Pangarengan 8 30
Cipeujeuh Karangsuwung Karangtengah
43 01.060.11 Karangasem Karangwareng Blender Sumur 8 25
Kondang Seuseupan
44 01.060.12 Karang Sembung Susukan Lebak 24 40
Cipeujeuh Lamahtamba Tuk Leuwidinding
45 01.060.22 Picung Pugur Wilulang Susukan Agung 9 16
Kaligawe Karangmangu Nagrak
Ciperna Beber Durajaya Nanggela Jl.Pancur
46 01.110.05 Sindang Kempeng Greged Sindang Hayu 5 30
Wanayasa
47 01.170.01 Celancang Bakung - Pangurangan 16 40
Kode Jumlah
No Trayek Alokasi
Trayek Kendaraan
Jumlah 965
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Cirebon, Tahun 2013
Sub terminal yang sudah ada saat ini dan tidak berfungsi dalam masa mendatang
perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan dalam sistem manajemen antara lain angkutan
kota pedesaan agar dipaksa masuk ke dalam terminal dan pemungutan retribusi kendaraan
dilakukan di dalam terminal.
kegiatan kepelabuhan secara geologi mempunyai litologi endapan alluvial pantai yang terdiri
dari perselang-selingan endapan lepung dan pasir serta merupakan alluvial dasar laut
perairan dangkal.
Keadaan bentang alam di lokasi Pelabuhan Cirebon ditandai dengan kemiringan
kurang dari 2%. Satuan bentang alam di daerah ini merupakan satuan bentang alam dataran
pantai. Ketinggian dataran di lokasi Pelabuhan Cirebon berkisar antara 1-2 m di atas
permukaan laut. Kemudian keadaan dataran pantai ini ditandai dengan kelandaian yang jauh
menjorok ke laut, yaitu sekitar jarak 1.000 m dari garis pantai.
Pelabuhan Cirebon menyediakan fasilitas saluran air untuk memenuhi kebutuhan air
bersih bagi kapal. Sumber air berasal dari PDAM Kotamadya Cirebon, dengan kapasitas 20
liter per detik atau 72 ton per jam. Terminal yang sudah tersedia di Pelabuhan Cirebon
merupakan kerja sama dengan pihak swasta, diantaranya:
Terminal Batu Bara;
Terminal Aspal Curah;
Terminal Minyak Sawit;
Pelabuhan pendaratan ikan di Kabupaten Cirebon terdapat sebanyak 21 (dua puluh
satu) unit yang meliputi:
Kecamatan Kapetakan 3 (tiga) unit;
Kecamatan Suranenggala 1(satu) unit;
Kecamatan Gunungjati 2 (dua) unit;
Kecamatan Mundu 4 (empat) unit;
Kecamatan Astanajapura 4 (empat) unit;
Kecamatan Gebang 4 (empat) unit;
Kecamatan Pangenan 1 (satu) unit; dan
Kecamatan Losari 2 (dua) unit.
Pelabuhan perikanan pantai dikembangkan dengan kegiatan wisata bahari di
Kabupaten Cirebon yaitu meliputi:
Kecamatan Gebang; dan
Kecamatan Gunungjati.
Tabel 3.20 Dermaga dan Kapasitas yang dihasilkan Setiap Kapal di Kabupaten
Cirebon Tahun 2014
Description Length (m) Depth (M Lws) Capacity (ton/m2)
Muarajati I Basin
Muarajati I 275.00 - 7.00 3.00
Muarajati III 80.00 - 7.00 3.00
Port II Basin
Muarajati II 248.00 - 5.50 2.00
Linggarjati I 131.00 - 4.50 2.00
Pelita I * 30.00 - 4.00 1.00
Pelita II * 50.00 - 4.00 1.00
Pelita III * 30.00 - 4.00 1.00
Port I Basin
Samadikun 67.00 - 3.50 1.00
Perniagaan I * 11.00 - 3.50 1.00
Perniagaan II * 11.00 - 3.50 1.00
Perniagaan III * 11.00 - 3.50 1.00
Perniagaan IV * 11.00 - 3.50 1.00
Suryat Sumantri I * 11.00 - 3.50 1.00
Suryat Sumantri II * 11.00 - 3.50 1.00
Suryat Sumantri III * 23.50 - 3.50 1.00
Suryat Sumantri IV * 11.00 - 3.50 1.00
Suryat Sumantri V * 11.00 - 3.50 1.00
Basin for Sailing Vessel
Berth for Sailing Vessel 150.00 - 2.00 0.50
Sumber: Tatralok Kabupaten Cirebon, 2014
keselamatan operasi penerbangan. Kawasan ini meliputi tujuh daerah yaitu kawasan
pendekatan dan lepas landas, kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan di bawah
permukaan horizontal dalam, permukaan horizontal luar, permukaan kerucut dan permukaan
transisi serta di sekitar penempatan alat bantu navigasi.
Pengembangan transportasi udara sesuai dengan Rencana Induk Bandara Cakrabuana
yang didalamnya memuat:
1. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr);
2. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP);
3. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); dan
4. Batas-Batas Kawasan Kebisingan (BKK).
Ruang udara untuk penerbangan berupa jalur penerbangan dan Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan (KKOP) meliputi:
1. Kecamatan Talun;
2. Kecamatan Sumber;
3. Kecamatan Beber;
4. Kecamatan Greged;
5. Kecamatan Mundu;
6. Kecamatan Astanajapura; dan
7. Kecamatan Pangenan.
Berdasarkan kepentingan KKOP Bandar Udara Cakrabuana, maka pengaturan
ketinggian bangunan di wilayah Kabupaten Cirebon harus dihitung secara cermat sesuai
dengan lokasi dan ketinggian di atas permukaan laut. Adapun arahan pengembangan
kawasan tersebut adalah:
Mengoptimalkan pemanfaatan ruang di sekitar bandara guna menjamin keselamatan
operasi penerbangan serta masih tetap memberi nilai manfaat bagi masyarakat
Kabupaten Cirebon.
Pengembangan kawasan diarahkan kepada kegiatan pertanian yang bernilai manfaat
memadai bagi masyarakat di kawasan sekitar bandara, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Pemanfaatan kawasan-kawasan keselamataan operasi penerbangan dengan terlebih
dahulu berkoordinasi dengan pihak bandara.
Pemanfaatan kawasan ini diluar kawasan keselamatan operasi penerbangan dengan
kegiatan produktif yang terkait dengan pelayanan aktivitas bandara serta permukiman
dengan ketentuan yang ketat.
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagi simpul utama transportasi
skala nasional atau melayani beberapa provinsi, antara lain adanya bandar udara skala
pelayanan primer/sekunder/tersier, stasiun skala besar, dan terminal tipe A.
Pola jaringan jalan di Kabupaten Cirebon saat ini membentuk pola radial konsentrik
dengan pusat/simpul pergerakan/pembaginya adalah Kota Arjawinangun, Palimanan,
Sumber, Lemahabang, dan Ciledug. Pola ini sebenarnya sangat sesuai diterapkan untuk
pusat pusat koleksi distribusi yang dilengkapi dengan infrastruktur yang lengkap pada
pusat/simpul pergerakan/pembaginya.
Pola jaringan jalan yang radial konsentrik tersebut untuk masa mendatang dinilai
masih sesuai diterapkan di Kabupaten Cirebon karena beban pergerakan akan disebar ke
pusat/simpul pergerakan/pembaginya. Apalagi bila dikaitkan dengan kosep pengembangan
wilayah Kabupaten Cirebon yang diarahkan tersebar ke seluruh wilayah kabupaten.
B. Non Perpipaan
(1) Mata Air
Jumlah mata air di Kabupaten Cirebon sebanyak 44 (empat puluh empat) titik yang
tersebar di 12 (dua belas) kecamatan.
Tabel 3.25 Persebaran Sungai di Kabupaten Cirebon
Jumlah
No Kecamatan Nama Mata Air
Titik
Mata air Citangkurak di Desa Cipanas
Mata air Cidahu di Desa Cipanas
1 Dukupuntang 4
Mata air Cibuyut di Desa Cipanas
Mata air Cilingga di Desa Cangkoak
2 Palimanan 1 Mata air Pancuran di Desa Balerante
Mata air Cimara di Desa Sindang Kempeng
3 Beber 3 Mata air Balonggede di Desa Cipinang
Mata air Ciwaru di Desa Beber
Mata air Bakam di desa Greged
Mata air Umbar di Desa Nanggela
Mata air Cilengceng di Desa Nanggela
4 Greged 7 Mata air Mandiangin di Desa Durajaya
Mata air Cikarang di Desa Gumulunglebak
Mata air Pakuwon di desa Gumulung
Mata air Pagadungan di Desa Lebak Mekar
5 Lemahabang 14 Mata air Cikubang Daris di Desa Belawa
(2) Sungai
Sungai (WS) yaitu WS Cimanuk Cisanggarung dengan 15 (lima belas) Daerah Aliran
Sungai (DAS) meliputi DAS Cisanggarung, DAS Ciberes, DAS Ciwaringin, DAS
Kumpulkwista, DAS Pamengkang, DAS Kalijaga, DAS Suba, dan DAS Cimanis. Selain itu
juga Kabupaten Cirebon memiliki 14 (empat belas) Daerah Pengaliran Sungai (DPS) dengan
luas sebesar 1.312 Km. DAS Cisanggarung memiliki beberapa Daerah Irigasi (DI) yang
terbagi dalam beberapa kewenangan baik kewenangan pemerintah pusat, provinsi maupun
kabupaten. Pembagian wewenang DI tersebut sebagai berikut:
Gambar 3.12 Peta Persebaran Mata Air dan Daerah Irigasi Kabupaten Cirebon
3.4.4 Persampahan
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-
ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Sampah yang dihasilkan dari kegiatan
dengan masyarakat dalam studi EHRA diketahui bahwa frekuensi pengambilan sampah di
wilayah yang yang terlayani cukup sering. Hanya 10 % yang sampahnya diangkut sekali
dalam seminggu dan 3% yang tidak pernah diangkut.
3.4.5 Drainase
Pedoman/acuan yang digunakan mengenai drainase lingkungan di Kabupaten
Cirebon belum diatur dalam regulasi yang jelas. Hal ini sebagai masukan untuk Pemkab bisa
segera memperhatikan/menyusun peraturan drainase lingkungan. Struktur Organisasi
pengelola drainase di Kabupaten Cirebon berdasarkan Perda No 10 tahun 2009 adalah Dinas
Bina Marga dan Cipta Karya Kabupaten Cirebon. Secara teknis pengelolaan drainase berada
pada Seksi Perencanaan Teknis Bidang Perumahan dan Permukiman.
Sistem jaringan drainase perkotan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu :
a. Sistem Drainase Mayor, Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang
menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment
Area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran
pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini
menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer,
kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai
dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail
mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.
b. Sistem Drainase Mikro, Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan
pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan
hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah
saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-
gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat
ditampungnya tidak terlalu besar.Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan
untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan
yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai
sistem drainase mikro. Dalam PPSP, sistem drainase yang menjadi tangung jawab
daerah (kabupaten/kota) adalah system drainase mikro.
Sebagian besar sistem drainase lingkungan di Kabupaten Cirebon masih tercemar
oleh buangan air limbah domestik terutama dari grey water yang berasal dari tempat cuci
piring dan kamar mandi. Grey water ini dialirkan dari rumah penduduk melalui drainase
lingkungan yang kemudian berakhir di sungai. Kabupaten Cirebon belum ada sistem
pengelolaan drainase yang menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Pengumpulan (semi)
& Pengolahan Kode /
User Pengangkutan Pembuangan /
Input Penampungan / akhir nama
Interface Interface daur ulang
pengolahan terpusat aliran
awal pengaliran
tempat cuci
Air bekas piring, tempat
Sungai
cucian / cuci / kamar
mandi mandi
Atap Talang Sungai
bangunan
Halaman,
jalan,
ruang
publik
Sumber: Buku Putih Sanitasi
3.4.6 Listrik
PT. PLN (Persero) Area Layanan dan Jaringan Cirebon pada tahun 2016 mempunyai
4.421.848 pelanggan. Sebagian besar pelanggan adalah kategori (tarif) rumah tangga
sebanyak 4.182.804 atau 94,59 persen.
Tabel 3.28 Jumlah Pelanggan PLN
Pelanggan
Tarif kWh Jual (kWh) Rp/kWh
(Des 2016)
Sosial 8.458 19.580.684 12.892
Rumah Tangga 373.660 527.054.207 308.714
Bisnis 10.339 67.553.168 87.091
Industri 667 515.671.284 493.640
Pemerintah 1.540 17.396.492 20.684
Multiguna 34 10.343.234 14.335
Jumlah 394.698 1.157.599.069 937.356
Sumber : Kabupaten Cirebon dalam Angka, 2017
3.4.7 Telekomunikasi
A. STO
STO adalah pusat dan sumber suatu jaringan, dan otak dari sentral dinamakan Central
Proccessor (CP), fungsi dari STO adalah untuk membuat penomeran pelanggan yang
berbentuk :
a. Nomer Pelanggan.
b. List Chanel : untuk wartel.
Di Kabupaten Cirebon terdapat tiga jenis layanan ada single ple yang melayani
layanan telepon saja, ada double ple yang melayani jaringan telepon dan internet dan ada
triple ple yang melayani jaringan telepon, internet dan indihome. Kabupaten Cirebon hanya
terdapat 6 buah STO yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Cirebon dengan area
catuan yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.29 Jumlah STO Beserta Area Catuannya di Kabupaten Cirebon
Dari tabel, dapat dilihat bahwa Kecamatan Sumber dilayani oleh STO Plered. STO
Plered melayani 5 kecamatan di Kabupaten Cirebon yaitu Kecamatan Plered, Kecamatan
Sumber, Kecamatan Weru, Kecamatan Tengah Tani dan Kecamatan Duku Puntang.
a. Jumlah Pelanggan
Data jumlah pelanggan eksisting yang kami dapatkan dari PT. Telkom adalah data
jumlah pelanggan berdasarkan STO dengan area catuannya, tidak tersedia data jumlah
pelanggan di Kecamatan Sumber karena memang cakupan pelayanan STO tidak dilihat dari
batas administrasinya tetapi dari tiap STO nya. Berikut adalah data jumlah pelanggan dan
kapasitas STO di Kabupaten Cirebon.
Tabel 3.30 Data Jumlah Pelaanggan dan Kapasitas Terpasang STO Kabupaten
Cirebon
Kapasitas Jumlah
No Host Keterangan
Terpasang Pelanggan
1 Cirebon Arjawinangun 1.184 878
2 Cirebon Jamblang 600 497
3 Cirebon Losari 1.768 1.612
4 Cirebon Pabuaran 4.716 3.750
5 Cirebon Plered 960 718
6 Cirebon Sindanglaut 4.548 3.869
Jumlah 13.776 11.324
Sumber : PT. Telkom Cirebon
Dari tabel dapat dilihat bahwa total kapasitas layanan telekomunikasi yang terpasang
di Kabupeten Cirebon adalah 13.776 sedangkan jumlah pelanggannya sebanyak 11.324
pelanggan. Hal ini terjadi karena adanya pelanggan yang berlangganan lebih dari satu
simcard sehinggan jumlah kapasitas terpasang berbeda dengan jumlah pelanggannya.
Karena teknologi sudah semakin pesat, saat ini dengan adanya handphone masyarakat tidak
lagi menggunakan layanan telepon rumah maupun telepon umum. Di Kabupaten Cirebon
berdasarkan hasil wawancara, pelanggan yang masih menggunakan telepon rumah atau
kabel merupakan pelanggan yang sudah dari dulu menggunakan layanan telepon tetap
tersebut dan masih digunakan di kantor-kantor, perdagangan dan pendidikan.
B. Menara Telekomunikasi (Menara BTS)
Teknologi dan industri telekomunikasi saat ini sudah mengalami perkembangan yang
sangat pesat, terutama untuk system komunikasi nirkabel. Hal ini mengakibatkan
peningkatan kebutuhan fasilitas-fasilitas yang mendukung terbangunnya suatu jaringan
nirkabel, seperti menara telekomunikasi yang menyediakan jaringan untuk berkomunikasi
bagi penggunanya. Pertumbuhan menara telekomunikasi yang menjadi infrastruktur untama
dalam penyelenggaraan telekomunikasi sangat dibutuhkan dalam pelayanan dan
peningkatan kualitas jaringan telekomunikasi.
Untuk membangun menara telekomunikasi ini memerlukan ketersediaan lahan,
bangunan dan ruang udara, maka menara harus digunakan secara bersama dan tetap
memperhatikan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi, kesehatan
masyarakat dan estetika lingkungan.
Selama ini keberadaan menara telekomunikasi belum dapat di olah secara optimal
karena disebabkan oleh :
1. Belum tersedianya sistem monitoring menara telekomunikasi
2. Lokasi/jangkauan wilayah yang sangat luas
3. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas
4. Sumber dana terbatas
Saat ini kita dapat melihat hampir diseluruh wilayah Indonesia banyak berdiri menara
telekomunikasi BTS (Base Transceiver Station) secara tidak tertata atau dengan biasa
dikenal dengan hutan menara. Adapun keberadaan hutan menara ini menimbulkan dampak
negatif antara lain sebagai berikut :
a. Terganggunya estetika atau tata kota suatu daerah dimana adanya jumlah menara
yang terlalu banyak pada suatu daerah dengan pembangunan dan pendirian yang
tidak teratur.
Dari tabel, dapat dilihat bahwa provider yang paling banyak mendirikan menara di
Kabupaten Cirebon adalah PT. Telkomsel. Dari total 417 menara, PT. Telkomsel
menyumbang sebanyak 84 menara atau sebanyak 20%. Untuk selanjutnya disusul oleh PT.
Protelindo sebanyak 80 menara dan PT. XL Axiata sebanyak 68 menara.
0%
Jumlah Menara
2% 1%
0%
0%
0% 2% PT. Telkomsel
0%
PT. Protelindo
4%
20%
4% PT. XL Axiata
8%
PT. Indosat
13% 19%
PT. Sampoerna Telindo
Gambar 3.14 Garfik Jumlah Menara Untuk Setiap Provider di Kabupaten Cirebon
Lapangan Tahun
No
Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pengadaan
pengelolaan
5 sampah, Limbah 17,862.6 19,226.9 20,479.7 21,355.4 22,399.67
6 Konstruksi 2,440,092.4 2,746,805.5 2,958,268.8 3,110,599.7 3,361,642.09
Perdagangan
besat dan
7 eceran, reparasi 3,796,930.4 3,968.172.0 4,121,395.8 4,338,358.2 4,486,817.67
Transportasi dan
8 Pergudangan 1,486,016.1 1,633,796.5 1,715,044.5 1,860,604.7 2,022,859.39
Penyediaan
Akomodasi dan
9 Makan Minum 844,539.5 879,162.3 926,334.1 974,530.9 1,009,223.06
Informasi dan
10 Komunikasi 556,033.3 578,133.9 613,691.7 691,553.6 784,047.99
Jasa Keuangan
11 dan Asuransi 687,631.9 748,771.1 809,213.7 860,482.0 967,270.98
12 Real estat 521,871.7 550,874.6 566,161.2 596,627.7 621,763.58
13 Jasa Perusahaan 169,682.0 181,871.0 194,246.1 211,042.9 227,430.12
Administrasi
Pemerintah,
14 Pertahanan 732,866.3 802,450.6 788,664.1 800,749.8 831,800.75
15 Jasa pendidikan 860,575.2 995,600.3 1,115,232.3 1,254,149.1 1,400,599.11
Jasa Kesehatan
dan Kegiatan
16 social 367.781.5 406,243.0 442,648.6 511,404.1 565,619.87
17 Jasa-jasa 748,823.3 856,115.5 856,115.5 930,537.2 1,018,472.98
Total PDRB 22,621,716.7 23,857,749.6 25,042,254.9 26,305,194.7 27,594,435.07
Sumber :Kabupaten Cirebon, Dalam Angka 2015
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon
dinilai cukup rendah dibandingkan dengan wilayah disekitarnya yaitu Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon. Pada Tahun 2014
Kabupaten Cirebon menjadi yang paling rendah Laju pertumbuhan ekonominya yaitu
dengan nilai 5,04. Kabupaten Cirebon memiliki nilai laju pertumbuhan paling kecil terhadap
laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Cirebon Tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 secara keseluruhan menunjukan grafik
peningkatan kecuali pada tahun 2013 yang mengalami penurunan, namun dapat naik kembali
2014.
4 BAB 4
METODOLOGI
4.1 Pendekatan
Pendekatan yang akan dilakukan dalam penyusunan RTRW Kabupaten Cirebon
meliputi pendekatan pada:
1. Pendekatan strategis menyangkut penentuan tujuan, kebijakan dan strategi penataan
ruang kabupaten yang merupakan terjemahan dari visi dan misi pengembangan
kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan untuk mencapai kondisi tata ruang wilayah
kabupaten yang diinginkan.
2. Pendekatan Teknis menyangkut upaya merumuskan penataan ruang wilayah kabupaten
sesuai dengan karakteristik wilayah, isu strategis dan kondisi objektif yang diinginkan
melalui analisis dan kajian yang sesuai dengan kaidah teknis perencanaan. Pada
perencanaan kali ini menggunakan Pendekatan Mixed Scanning Planning Approach.
pendekatan menyeluruh dalam lingkup wawasan secara sekilas dan memperdalam tinjauan
atas unsur yang strategis terhadap permasalahan menyeluruh. Ciri utama pendekatan
perencanaan ini adalah:
Perencanaan mengacu pada garis kebijakan umum yang ditentukan pada tingkat tinggi
Perencanaan dilatarbelakangi oleh suatu wawasan menyeluruh serta memfokuskan
pendalaman penelaahan pada unsur-unsur yang diutamakan.
Ramalan mendalam menyangkut unsur yang diutamakan dilandasi oleh ramalan singkat
tentang lingkup menyeluruh dan didasarkan pada wawasan sistem.
Dinilai sebagai penghematan waktu dan dalam dalam lingkup penelaahan, analisis, serta
proses teknis penyusunan rencana karena terdapat penyederhanaan dalam penelaahan
dan analisis makro.
Untuk menunjang hasil ramalan dan analisis sekilas, maka proses pemantauan,
pengumpulan pendapat, komunikasi, dan konsultasi dengan masyarakat yang
berkepentingan dan pemerintah dilakukan secara menerus mulai dari perumusan sasaran
dan tujuan rencana pembangunan.
Dengan pendekatan Mixed Scanning Planning Approach atau Third Approach, maka
secara lebih substantif, pendekatan dalam pekerjaan ini dapat dibagi atas:
Pendekatan eksternal, yang berarti bahwa dalam penataan ruang dipertimbangkan
faktor-faktor determinan yang dianggap mempengaruhi dalam penentuan arah
pengembangan, seperti kebijakan-kebijakan yang mengikat atau harus diacu, kondisi
dinamika global, dan lain-lain. Dari pendekatan ini nantinya akan teridentifikasi
gambaran tentang peluang yang tercipta dan tantangan yang harus dijawab dalam
penataan ruang suatu wilayah atau kawasan.
Pendekatan internal, yang berarti bahwa dalam penataan ruang dipertimbangkan faktor-
faktor lingkungan strategis yang berpengaruh, seperti kondisi fisik dan lingkungan,
kependudukan, perekonomian, kelembagaan, dll. Pendekatan ini terkait dengan potensi
yang dimiliki dan permasalahan yang akan dihadapi dalam penataan ruang suatu
wilayah.
4.2 Metodologi
Metodologi berisi tentang metode pengumpulan data, pengolahan data dan analisis.
Metode ini digunakan dengan maksud agar program kerja lebih sistematis dan
mempermudah dalam pelaksanaannya. Proses pengumpulan data dalam pelaksanaan survei
terdapat dua cara, yaitu secara primer dan sekunder, yang terbagi lagi dalam beberapa teknik
pengumpulan data. Data merupakan kumpulan fakta atau angka atau segala sesuatu yang
dapat dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai dasar penarikan
kesimpulan. Berikut tahapan pengumpulan data dan metode analisis :
sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefinisikan dalam bentuk
operasionalisasi variabel masing-masing. Pendekatan ini lebih memberikan makna dalam
hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan
kulturalnya. Data yang digunakan berbentuk angka atau bilangan sesuai dengan bentuknya,
data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika
atau statistika.
b. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan pemahaman dari dalam,
penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-
hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Bentuknya dapat berupa persepsi,
pandangan, dan pendapat.
4.2.2.1 Sosial dan Kependudukan
Analisis sosial kependudukan dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
proyeksi perubahan demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta
kondisi sosial kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan karakteristik
penduduk. Hal ini berhubungan erat dengan potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi,
tingkat pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas
minimum).
A. Analisis Sosial dan Kependudukan ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh gambaran potensi penduduk.
2. Sebagai acuan dalam menentukan kebijakan penyebaran penduduk.
3. Memperoleh gambaran situasi dan kondisi objektif dari perencanaan
pengembangan/pemberdayaan masyarakat.
Berikut metode dalam menganalisis social kependudukan :
Metode Proyeksi Cohort
Pendekatan yang digunakan selain pendekatan kuantitatif adalah pendekatan
Cohort Survival Method (CSM) yaitu teknik perhitungan ini didasarkan pada selisih
antara angka kematian dan angka tetap hidup berbagai kelompok umur, kelamin, dan lain-
lain. Biasanya penduduk dikelompokkan menurut usia. Untuk mengetahui pertambahan
keseluruhan, kelompok umur yang tetap hidup dijumlahkan. Untuk mengetahui laju
pertambahan penduduk masing-masing kelompok umur, digunakan daftar kematian tiap-
tiap kelompok umur, dan juga angka keseluruhan wanita tiap kelompok umur.
Untuk tiap selang (interval) usia, pertambahan jumlah penduduk diperhitungan dari :
- Jumlah wanita melahirkan pada tiap kelompok usia,
- Jumlah tetap hidup dengan menggunakan laju kematian pada tiap kelompok
usia.
= + ( ) + ( + )
Keterangan :
P : jumlah penduduk tahun proyeksi
Po : jumlah penduduk tahun awal
BD : pertumbuhan alamiah (kelahiran kematian)
Mi Mo : migrasi netto (migrasi masuk migrasi keluar)
=
Keterangan :
Pxt : Population of cohort x on year t
Pxt-1 : Population of cohort x on year t-1
Bxt : Birth rate of cohort x on year t
=
Keterangan :
K : kelompok usia perempuan k
PkO : Jumlah populasi pada kelompok k
Bk : fertility rate / angka kelahiran pada kelompok usia
Keterangan :
Sxt : survival rate of cohort x on year t
Pxt-1 : population of cohort x on year t-1 (previous year)
Pxt : population of cohort x on year t (studied)
(b) Komponen Migrasi
Komponen migrasi menggunakan perhitungan berdasarkan tingkat migrasi netto
suatu wilayah.
=
=
Keterangan :
Mxt : Jumlah migrasi masuk atau keluar
Pxt : Jumlah penduduk pada tahun dasar
mxt : Migration rate
Keluaran Analisis :
1. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin saat ini dan yang akan datang.
2. Proyeksi jumlah penduduk yang digunakan untuk merencanakan penyediaan fasilitas
bagi masyarakat seperti fasilitas pendidikan, penyediaan lapangan kerja, kesehatan,
penyediaan kebutuhan pangan, dan sebagainya.
- KK = Jumlah Penduduk / 5
b. Kebutuhan Rumah
- Luas Kebutuhan Rumah
Selain menghitung kebutuhan rumah berdasarkan asumsi 1 KK terdiri dari 5 orang,
dari jumlah kebutuhan rumah dapat di klasifikasikan kedalam rumah mewah, rumah
menengah dan rumah sedang dengan perbandingan 1:2:3 dan dengan luas kavling,
sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 11/ PERMEN/ M/
2008 Tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman yaitu 200 m2
untuk rumah mewah, 120 m2 untuk rumah menengah dan 60 m2 untuk rumah sederhana.
- Jumlah Rumah Mewah = Jumah KK x 0,17
- Jumlah Rumah Sedang = Jumah KK x 0,33
- Jumlah Rumah Kecil = Jumah KK x 0,5
c. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan arus didasarkan pada tujuan pendidikan yang akan dicapai, diamana
sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan ruang belajar harus
memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap
secara optimal. Berikut ini tabel kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran
Tabel 4.1 Standar Kebutuhan Sarana Pendidikan dan Pembelajaran
No Jenis Sarana Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa)
1 Taman Kanak-Kanak 1.250
2 Sekolah Dasar 1.600
3 Sekolah Lanjut Tingkat Pertama 4.800
4 Sekolah Menengah Umum 4.800
5 Taman Bacaan 2.600
Sumber: SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
d. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Berikut ini tabel
kebutuhan sarana kesehatan:
e. Sarana Peribadatan
Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani
yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan
yang ditetapkan, juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan. Berikut ini
tabel kebutuhan sarana peribadatan.
Tabel 4.3 Standar Kebutuhan Sarana Peribadatan
No Jenis Sarana Jumlah Penduduk Pendukung (jiwa)
1 Mushola 250
2 Masjid Warga 2.500
3 Masjid Lingkungan 30.000
4 Masjid Kecamatan 120.000
5 Sarana Ibadah agama lain Tergantung sistem kekerabatan
Sumber: SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Kebutuhan IPLT
Jumlah Penduduk
100.000 Jiwa
Q = A.V
1
V = 23 12
Keterangan :
Q = Debit buangan atau debit hidrolika (m3/detik)
A = Luas penampang basah saluran (m2)
V = Kecepatan aliran pada saluran (m/detik)
N = Koefisien kekerasan saluran
S = Kemiringan saluran
R = Jari-jari hidrolis (A/Q)
e. Sistem Jaringan Telekomunikasi
Tahapan Perhitungan Prasarana Telekomunikasi :
1. Penyediaan kebutuhan sambungan telepon
Tiap lingkaran rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah dan telepon umum sejumlah
0,13 sambungan telepon rumah per jiwa atau dengan menggunakan asumsi berdasarkan tipe
rumah sebagai berikut (SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan
di Perkotaan):
g. Persampahan
Analisis ini digunakan untuk mengukur produksi sampah sehingga kebutuhan fasilitas
dapat terukur pula. Berdasarkan data yang ada, kemudian diproyeksikan untuk 20 tahun
mendatang. Jumlah dan pertumbuhan penduduk ini digunakan untuk merencanakan sistem
infrastruktur persampahan.
1. Data produksi sampah, baik domestik maupun non domestik serta organik maupun
non organik.
Volume Timbulan Sampah:
Domestik
TS = A.Q
Keterangan :
TS = Timbulan Sampah
A = Jumlah penduduk tahun terakhir (jiwa)
Q = Satuan timbulan sampah dilihat dari tipe kota (liter/orang/hari),
(kg/orang/hari)
Non Domestik
25% Volume sampah Domestik
Total timbulan
Domestik + Non Domestik
2. Data ini untuk mengetahui besar kebutuhan infrastruktur persampahan.
Kebutuhan TPA
300
= 0,70 1,15
Keterangan:
L= luas lahan (m2)
V= volume sampah yang telah dipadatkan (m3/hari)
T= ketinggian timbunan yang direncanakan (m) 15 % rasio tanah penutup
Menghitung volume sampah yang dipadatkan
V = AE
Keterangan:
A= volume sampah yang dibuang
E= tingkat pemadatan (kg/m3) rata-rata 600 kg/m3
Menghitung kebutuhan TPS : (Standar pelayanan per KK)
(Jumlah KK)
Kebutuhan TPS = Standar pelayanan per KK
Keterangan :
C = kapasitas kendaraan pengangkut (m3/unit)
D = jumlah ritasi (kali/hari)
E = jumlah truk (unit)
F = timbulan sampah (liter/jiwa/hari)
Keterangan :
A= jumlah rumah mewah
B= jumlah rumah sedang
C= jumlah rumah sederhana
Ts= timbulan sampah
Kk= kapasitas alat pengumpul
Fp= Faktor pemadatan alat=1,2
Rk= ritasi alat pengumpul
Sistem Pengelolaan Sampah Penilaian Cakupan Pelayanan (CP):
Volume sampah terangkut (m3) x 100% Volume timbulan sampah (m3)
h. RTH
Kebutuhan Luas RTH yang harus dipenuhi sebuah kota berkaitan dengan tata ruang
wilayah yang diatur dalam Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yakni
minimal 30 % dari luas wilayah kota.
Analisis Kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah :
- Luas RTH Publik = 20/100 x Luas wilayah
Luas Luas
Unit
Tipe RTH Minimal/unit minimal/kapita(m Lokasi
No Lingkungan
(m2) 2)
Taman dikelompokan dengan
3 30000 jiwa 9000 m2/unit 1,4 m2/kapita
Kelurahan sekolah/pusat kelurahan
() ()
=
()
Keterangan :
PDRB (N) : PDRB tahun ke N
PDRB (N-1) : PDRB tahun ke N-1
- Analisis Perekonomian
Analisis perekonomian bertujuan untuk menentukan sektor unggulan yang dapat
memajukan ekonomi kawasan dan/atau wilayah perencanaan, sehingga sektor tersebut
dapat menjadi prioritas dalam program-program maupun alokasi dana pembangunan
dan juga sebagai tempat investasi untuk berusaha di wilayah tersebut. Dengan demikian,
diharapkan nantinya dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan
pembukaan lapangan kerja di kawasan/wilayah tersebut.
b. Struktur dan Transformasi Ekonomi Wilayah
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui peran suatu sektor dalam perekonomian wilayah,
mengetahui sektor utama sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, mampu mengetahui level
atau tingkat industrialisasi suatu wilayah, dan sebagainya. Langkah-Langkah: Untuk
menganalisis struktur dan transformasi ekonomi kawasan dapat menggunakan beberapa
metode, seperti:
- Metode Shift-Share
Metode Shift-Share digunakan untuk menganalisis struktur perekonomian di suatu
wilayah. Keunggulan utama dari metode ini yaitu dapat mengetahui perubahan berbagai
indikator kegiatan ekonomi, dapat melihat perkembangan dalam membandingkan besar
aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah (Priyarsono,et
al.,2007). Adapun rumus umum yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
R = N+M+S
R : Total perubahan perekonomian regional
N, M, S (Komponen individual dari perubahan tersebut)
N : Kondisi ideal pendapatan suatu sektor
M : Kinerja sektor di suatu wilayah
S : Kontribusi sektor terhadap provinsi/nasional
Besarnya nilai R dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Apabila nilai R mengalami penurunan akibat dari kinerja aktivitas ekonomi maka
sektor berada dalam kondisi tidak baik dan tidak tumbuh.
Apabila nilai R mengalami kenaikan akibat dari kinerja aktivitas ekonomi maka
sektor berada dalam kondisi baik dan tumbuh.
- Menggunakan data time series atau tida membatasi struktur ekonomi pada periode
tertentu saja (memiliki pengertian yang dinamis), sehingga terlihat perubahan struktur
ekonominya. Cara ini lebih sederhana, namun output yang dihasilkan terbatas pada
proses perubahannya saja, tidak dapat dinilai kinerja ekonomi dan sektor unggulannya.
Keluaran:
PDRB kawasan yang dirinci berdasarkan lapangan usaha.
Struktur ekonomi dan perubahannya di dalam wilayah atau kawasan.
c. Basis
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sektor basis yang ada disuatu wilayah yang
nantinya sektor basis tersebut memiliki potensi ekspor. Langkah Langkah: Untuk dapat
menganalisis sektor basis dan potensi ekspor dapat menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Metode Location Quotient (LQ)
Metode LQ merupakan alat analisis yang relative sederhana dan manfaatnya cukup
besar untuk identifikasi awal kemampuan sektor dalam pembangunan wilayah.
Metode analisis ini digunakan untuk menentukan sektor apa saja yang merupakan
sektor basis yang dapat mengekspor (ke luar daerah) dalam perekonomian wilayah.
Adapun rumusan umum yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
= =
Keterangan: (misalnya analisis LQ tingkat kabupaten)
LQ = Indeks/ Koefisien Location Quotient sektor I di kabupaten j
= PDRB sektor i di kabupaten j
= PDRB sektor i di provinsi (acuan)
= Total PDRB kabupaten j
= Total PDRB provinsi
Besarnya nilai LQ dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
LQ > 1, memberikan arti wilayah perencanaan mempunyai spesialisasi dalam
sektor tertentu dibandingkan wilayah yang lebih luas sehingga memiliki
potensi ekspor (memiliki sektor basis)
LQ = 1, tingkat spesialisasi wilayah perencanaan dalam sektor tertentu sama
dengan wilayah yang lebih luas (seimbang)
[( ) ( )]
=
100
Hal ini dilihat dari presentase ratio antara perekonomian suatu wilayah dengan
perekonomian nasional. Nilai terletak antara : 0 < <1
Nilai = 1 menunjukan pemusatan penuh atau sektor terkumpul dalam suatu
wilayah
Keluaran: 1. Pemusatan sektor di suatu wilayah
3. Tingkat Spesialisasi
Analisis ini bertujuan untuk menunjukan suatu besaran yang dapat menggambarkan
tingkat spesialisasi wilayah terhadap kegiatan ekonomi tertentu.
Langkah-Langkah:
Untuk dapat menganalisis tingkat spesialisasi dapat dilihat melalui rumus
sebagai berikut:
[( ) ( )]
=
100
Nilai terletak antara : 0 < <1
Nilai artinya wilayah yang ditinjau memiliki spesialisasi pada sektor-sektor
tertentu.
Keluaran:
1. Wilayah yang terspesialisasi
d. Sektor Potensial dan Potensi Ekspor
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sektor basis yang ada disuatu wilayah yang
nantinya sektor basis tersebut memiliki potensi ekspor.
Langkah Langkah:
Untuk dapat menganalisis sektor basis dan potensi ekspor dapat menggunakan metode
sebagai berikut:
1. Metode Location Quotient (LQ)
Metode LQ merupakan alat analisis yang relative sederhana dan manfaatnya cukup
besar untuk identifikasi awal kemampuan sektor dalam pembangunan wilayah. Metode
analisis ini digunakan untuk menentukan sektor apa saja yang merupakan sektor basis
yang dapat mengekspor (ke luar daerah) dalam perekonomian wilayah. Adapun rumusan
umum yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
/ /
= =
/ /
Keterangan: (misalnya analisis LQ tingkat kabupaten)
LQ = Indeks/ Koefisien Location Quotient sektor I di kabupaten j
= PDRB sektor i di kabupaten j
= PDRB sektor i di provinsi (acuan)
= Total PDRB kabupaten j
= Total PDRB provinsi
Besarnya nilai LQ dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
- LQ > 1, memberikan arti wilayah perencanaan mempunyai spesialisasi dalam sektor
tertentu dibandingkan wilayah yang lebih luas sehingga memiliki potensi ekspor
(memiliki sektor basis)
- LQ = 1, tingkat spesialisasi wilayah perencanaan dalam sektor tertentu sama
dengan wilayah yang lebih luas (seimbang)
- LQ < 1, memberikan arti bahwa dalam sektor tertentu, tingkat spesialisasi wilayah
berada dibawah wilayah yang lebih luas atau wilayah perencanaan memiliki
kecenderungan impor dari wilayah yang lebih luas (memiliki sektor non basis)
Keluaran:
1. Penyerapan tenaga kerja dalam masing-masing sektor
2. Sektor basis wilayah perencanaan
Keterangan:
Pikt = nilai produksi sektor i tingkat Kabupaten pada tahun ke-t
Piko = nilai produksi sektor i tingkat Kabupaten pada awal tahun
Pit = nilai produksi sektor i tingkat Provinsi atau Nasional pada tahun ke-t
Pio = nilai produksi sektor i tingkat Kabupaten pada awal tahun
Pik = total nilai produksi sektor i tingkat Kabupaten
Ptk = total nilai produksi PDRB tingkat Kabupaten
Pi = total nilai produksi sektor i tingkat Provinsi atau Nasional
Pt = total nilai produksi PDRB tingkat Provinsi atau Nasional
Interpretasi menurut Tipologi Klassen, sektor perekonomian wilayah dibagi menjadi empat
klasifikasi, yaitu:
1. Sektor Maju dan Cepat Tumbuh
2. Merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi sektoral dan
kontribusi sektor yang lebih tinggi disbanding rata-rata Kabupaten/ Kota di Provinsi
3. Sektor Maju Tapi Tertekan
Merupakan sektor yang memiliki kontribusi sektor yang lebih tinggi tetapi tingkat
pertumbuhan ekonomi sektoralnya lebih rendah disbanding rata-rata Kabupaten/ Kota
di Provinsi
4. Sektor Berkembang Cepat
Merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi sektoral tinggi, tetapi
kontibusi sektor lebih rendah disbanding rata-rata Kabupaten/ Kota di Provinsi
5. Sektor Relatif Tertinggal
Merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi sektoral tinggi dan
kontribusi sektor yang lebih rendah dibanding rata-rata Kabupaten/ Kota di Provinsi
Keluaran :
1. Perumusan kebijakan berbasis pilihan sektor-sektor ekonomi
2. Mengetahui potensi perkembangan sektor ekonomi
3. Mengetahui prioritas sektor andalan pengembangan wilayah
4. Kinerja sektoral dalam suatu wilayah
f. Komoditas Unggulan
Komoditas atau yang sering disebut sektor unggulan adalah kegiatan ekonomi yang
memiliki potensi, kinerja, dan prospek yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya. Analisis
ini bertujuan untuk mengidektifikasi komoditas/sektor unggulan yang dapat dikembangkan
untuk pembangunan wilayah perencanaan.
Keluaran:
Teridentifikasi sektor/kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi kinerja dan
prospek yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya.
Terumuskan sektor unggulan yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi
wilayah perencanaan
g. Ketimpangan Antar Wilayah
Melakukan analisis untuk mengetahui ketimpangan pembangunan antar daerah,
misalnya antar wilayah dalam suatu kabupaten, anar kabupaten/ kota dalam suatu provinsi
maupun antar provinsi dalam negara.
Langkah-Langkah:
Untuk dapat menganalisis ketimpangan suatu daerah dapat menggunakan metode:
1. Indeks Williamson
Indeks Williamson adalah suatu indeks yang didasarkan pada ukuran
penyimpangan pendapatan perkapita penduduk tiap wilayah dan pendapatan
perkapita nasional. Dengan kata lain bahwa Indeks Williamson pada dasarnya
melihat perbandingan antara PDRB per kapita suatu wilayah dengan jumlah
penduduk dalam wilayah tersebut. Adapun rumus dari Indeks Williamson, sebagai
berikut:
Keteranga:
IW= Nilai Indeks Williamson
Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota i
Y = PDRB per kapita rata-rata provinsi
fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota i
n = Jumlah penduduk provinsi
Nilai indeks kesenjangan Williamson antardaerah adalah 0 < < 1 artinya
bila nilai Indeks Williamson semakin besar maka semakin tingginya kesenjanga
antar wilayah, dan apabila nilai yang diperoleh mendekati nol maka indikasi
terjadinya ketimpangan regional kecil atau semakin mengecil.
Keluaran:
Teridentifikasinya kecenderungan kesenjangan antar wilayah
a. SKL Morfologi
SKL Morfologi bertujuan untuk melakukan pemilahan bentuk bentang
alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk
dikembangkan sesuai dengan fungsinya.
Keluaran:
Peta SKL Morfologi
Potensi dan kendala morfologi masing-masing tingkatan dalam SKL
Morfologi
b. SKL Kemudahan Dikerjakan
SKL Kemudahan Dikerjakan bertujuan untuk mengetahui tingkat kemudahan
lahan di wilayah dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses
pembangunan/pengembangan kawasan.
Keluaran:
Peta SKL Kemudahan Dikerjakan
Deskripsi masing-masing tingkatan kemudahan dikerjakan
c. SKL Kestabilan Lereng
SKL Kestabilan Lereng bertujuan untuk mengetahui tingkat kemantapan lereng
di wilayah dan/atau kawasan dalam menerima beban pada pengembangan
wilayah dan/atau kawasan.
Keluaran:
Peta SKL Kestabilan Lereng
Deskripsi masing-masing tingkatan kestabilan lereng
d. SKL Kestabilan Pondasi
SKL Kestabilan Pondasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
dalam mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-
jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan.
Keluaran:
Peta SKL Kestabilan Pondasi
Deskripsi masing-masing kestabilan pondasi yang memuat juga
perkiraan jenis pondasi untuk masing-masing tingkatan kestabilan
pondasi
mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dari
Pendapatan Keuangan Daerah. PAD bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi
daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sumber-sumber penerimaan daerah
yangdimasukan dalam Pos PAD terdiri dari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah.
Indikator PAD sangat strategis dalam pembangunan wilayah khususnya membangun
kemandirian dalam melaksanakan pembangunan. Selain formula diatas dapat dikembangkan
banyak ukuran dalam menilai kinerja PAD , diantaranya :
1. Perbandingan PAD dengan pengeluaran total
2. Perbandingan PAD dengan pengeluaran Rutin
3. Perbandingan PAD di tambah bagi hasil dengan pengeluaran total
4. Perbandingan PAD di tambah bagi hasil pengeluaran rutin
5. Perbandingan PAD peekapita dengan pengeluaran rutin/kapita
6. Perbandingan PAD perkapita dengan pengeluaran total/kapita
7. Perbandingan PAD di tambah bagi hasil/ kapitadengan pengeluaran total perkapita
8. Perbandingan PAD di tambah bagi hasil perkapita dengan pengeluaran rutin perkapita
Selain itu untuk melihat aspek perubahan PAD terdapat struktur APBD juga dapat dinilai
elastisitas PAD yaitu
e = /
atau
e = / /
Ketarangan :
e : elastisitas PAD dalam Keuangan Daerah atau terhadap PDRB
PAD : perubahan nilai PAD pada dua skala waktu yang berbeda
APBD : perubahan nilai APBD pada dua skala waktu yang berbeda
PDRB : perubahan nilai PDRB pada dua skala waktu yang berbeda
Semakin tinggi nilai elastisitas, maka semakin baik peran dan perubahan nilai PAD terhadap
APBD maupun PDRB.
B. Kinerja APBD
Berdasarkan data struktur APBD dapat disusun serangkaian ukuran kuantitatif kinerja
keuangan dan pembangunan daerah yang mendasarkan pada prinsip otonomi dan
kemandirian penyelenggaraan pembangunan daerah. Analisis struktur keurangan daerah
pada sistem pendapatan dapat digunakan untuk menilai kapasitas fiskal dan kemandirian
daerah, dan kinerja otonomi daerah. Sedangkan pada sistem pengeluaran atau pembelanjaan
dapat diukur efektifitas dan kinerja pembangunan daerah. Beberapa formulasi dapat disusun
oleh kinerja APBD meliputi :
1. APBD perkapita, adalah rasio APBD dengan jumlah penduduk
Rasio APBD dan penduduk = APBD / Jumlah penduduk (Rp/Kapita)
2. Rasio pertumbuhan APBD
Mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan
dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari satu priode ke priode
berikutnya.
P_APBD = [(APBDt-APBDt-1)/APBDt-1)
Keterangan :
P_APBD : Rasio pertumbuhan APBD
APBDt : APBD pada tahun t
APBDt-1 :APBD pada tahun t -1
3. Tipologi kinerja APBD
Tabel 4.11 Tipologi Kinerja APBD
Rasio APBD/Kapita
> rata-rata < rata-rata
APBD/Kapita APBD/Kapita
> Rata-rata rasio APBD Kecil
APBD Besar Tumbuh
Rasio Pertumbuhan pertumbuhan Tumbuh
APBD < Rata-rata rasio
APBD besar Stagnan APBD Kecil Stagnan
pertumbuhan
Menurut model tipologi tersebut \, APBD dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu :
a. APBD besar tumbuh, merupakan APBD yang memiliki rasio APBD/Kapita dan
tingkat pertumbuhan diatas rata-rata
b. APBD Besar Stagnan, merupakan APBD yang memiliki rasio APBD/Kapita
diatas rata-rata, namun tingkat pertumbuhan dibawah rata-ratawilayah kajian.
c. APBD Kecil Tumbuh, merupakan APBD yang memiliki rasio APBD/Kapita
dibawah rata-rata namun tingkat pertumbuhan diatas rata-rata wilayah kajian
d. APBD kecil stagnan, merupakan APBD yang memiliki rasio APBD/kapita dan
tingkat pertumbuhan dibawah rata-rata
4. Kapasitas Fiskal Daerah (KFD)dan kemandirian
Kapasitas fiscal diukur dengan membandingkan pendapatan Asli Daerah (PAD)
dengan total penerimaan Daerah.
KFDP1 = PAD/DP
Atau
KFDP2 = DP/TPD
Keterangan :
KFDP : ketergantungan fiskal daerah-pusat
PAD : pendapatan asli daerah
DP : dana Perimbangan dari pusat, yang terdiri dari bagi hasil pajak, dana
alokasi umum, dan dana alokasi khusus
TPD : total penerimaan daerah yang berasal dari PAD, Dana Perimbangan
(DP), pinjaman Daerah (PD) dan penerimaan lainnya.
C. Efesiensi Keuangan
Efesiensi keuaangan daerah adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara
besarnya realisasi pengeluaran dengan realisasi pengeluaran daerah. Kegiatan
pembangunan dapat dikatakan telah dikerjakan secara efesien jika pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan yyang direncanakan. Pengeluaran sama atau mendekati
dengan peneriamaan , berikut formulasinya :
1. Rasio Efektifitas
Pengukuran tingkat efektifitas ini untuk mengetahui berhasil tidaknya
pencapaian tujuan anggaran yang memerlukan data-data realisasi pendapatan dan
target pendapatan.
Berikut formulanya :
Rasio Efektifitas = [(Realisasi Pendapatan/Target pendapatan)]
2. Rasio Efisiensi
Pengukuran tingkat efisiensi untuk mengetahui seberapa besar efisiensi dari
pelaksanaan suatu kegiatan dengan ukur input yang digunakan untuk
Format penyajian
1. Buku Data dan Analisis
yang dilengkapi dengan
peta-peta
2. Buku Rencana yang
disajikan dalam format
A4.
Album Peta yang disajikan
_
dengan tingkat ketelitian
skala minimal 1:250.000
dalam format A1 yang
dilengkapi dengan peta
digital yang mengikuti
ketentuan sistem informasi
geografis (GIS) yang
dikeluarkan oleh lembaga
yang berwenang.
Masa Berlaku RTRW
1. terjadi perubahan
kebijakan nasional dan
strategi yang
mempengaruhi
pemanfaatan ruang
terjadi dinamika internal
yang mempengaruhi _
pemanfaatan ruang secara
mendasar
4.2.2.9 Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Wilayah
A. Tujuan Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Wilayah
Analisis daya dukung betujuan untuk mengetahui kemampuan lahan yang ada di
Kabupaten Cirebon.
Daya Dukung Ruang dan Fungsi Lindung: Melihat kemampuan suatu kawasan dengan
berbagai aktivitas penggunaan lahan di dalamnya untuk menjaga keseimbangan
ekosistem. Menggunakan koefisien lindung. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
Koefisien lindung untuk masing-masing guna lahan adalah Cagar Alam (1,00),
Suaka Margasatwa (1,00), Taman Wisata (1,00), Taman Buru (0,82), Hutan Lindung
(1,00), Hutan Cadangan (0,61), Hutan Produksi (0,68), Perkebunan Besar (0,54),
Perkebunan Rakyat (0,42), Persawahan (0,46), Ladang/Tegalan (0,21), Padang Rumput
(0,28), Danau/Tambak (0,98), Tanaman Kayu (0,37), Pemukiman (0,18) dan Tanah
Kosong (0,01).
Keluaran:
1. Nilai dari Fungsi Lindung
2. Biokapasitas Penggunaan Lahan
Analisis daya tampung bertujuan untuk mengetahui daya tampung Kabupaten Cirebon
dengan melihat kemampuan lahan yang ada. Daya tampung lahan Kabupaten Cirebon
dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi
masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan anggapan luas
lahan yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh
tertutup (30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya).
Kemudian dengan asumsi 1 KK yang terdiri dari 5 orang memerlukan lahan seluas
100 m2. Maka dapat diperoleh daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan
ini sebagai berikut:
b. Metode Skalogram
Metode skalogram adalah analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebaran
fungsi fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi serta hirarki pusat pengembangan dan
prasarana pembangunan. Metode ini memberikan hirarki atau urutan peringkat wilayah
berdasarkan jenis dan jumlah unit prasarana pembangunan dari yang paling banyak sampai
yang paling sedikit, sehingga dapat ditentukan wilayah pusat pengembangan.
Bentuk skalogram yang dihasilkan adalah distribusi kelompok wilayah yang diurut
berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang dimiliki kelompok tersebut. Semakin tinggi jenis
fasilitas, maka semakin diatas letak kelompok tersebut dalam skalogram. Dalam hal ini di
anggap bahwa wilayah paling atas memiliki kemampuan pelayanan paling tinggi dan
seteriusnnya menurun sampai wilayah kelompok bawah. Setelah pengelompokan terbentuk,
maka dapat dihitung presentase kelengkapan fasilitas ini yaitu menghitung jumlah jenis
fasilitas yang dimiliki oleh wilayah dibandingkan dengan jumlah jenis keseluruhan fasilitas.
Semakin tinggi presentase kelengkapan fasilitas suatu wilayah, maka semakin tinggi
kemampuan pelayan wilayah tersebut. Dengan demikian, jika presentase kelengkapan 100%
wilayah tersebut memiliki keseluruhan jenis fasilitas. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah
tersebut memiliki kemampuan pelayanan paling tinggi. Tata urutan pembuatan skalogram
digambarkan yang berbasis pada keberadaan fungsi fasilitas pelayanan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Metode Skalogram dapat memberikan gambaran hubungan antara ddistribusi penduduk
dan fasilitas sosial ekonomi dan secara cepat dapat menyajikan urutan tingkat perkembangan
wilayah yang bermanfaat bagi perencanaan struktur ruang dan pusat pertumbuhan. Namun
metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak mempertimbangkan distribusi penduduk dan luas
jangkauan pelayanan fasilitas pembangunan secara spasial atau pengaruh pusat
pertumbuhan. Distribusi nilai akkhir skalogram juga tidak mempertimbangkan bobot dan
penagaruh jenis-jenis fasilitas, sehingga perbedaab rentang nilai terlalu kecil dan sulit
melakukan klasifikasi tata urutan hirarki wilayah.
Perbedaan indeks sentralitas dan skalogram adalah bahwa pada alat ini dilakukan
penilaian berdasarkan bobot dari setiap jenis fungsi yang ada., sehingga disebut juga indeks
sentralitas terbobot. Metoda ini melakukan dua jenis pembobotan yaitu :
- Pembobotan terhadap jenis fasilitas, yang disebut sebagai nilai sentralitas gabungan.
Dalam pembobotan ini digunakan asumsi bahwa nilai sentralitas gabungan setiap jenis
fasilitas dianggap sama. Nilai dapat dipilih sembarang dn disesuaikan dengan jumlah
unit fasilitas terbesar, bisa 100 atau jika unitnya banyak ddapat 1000.
- Pembobotan terhadap jumlah unit fasilitas (C) yang disebut sebagai nilai sentralitas
fasilitas, dengan rumus sebagai berikut (Marshall,1986) :
C = (x/X)
Keterangan :
C : Bobot Atribut Fungsi x
x : Nilai sentralitas gabungan = 100 (contoh)
X : Jumlah total atribut dalam sistem
- Setelah pembobotan, maka dapat dihitung nilai keterpusatan fasilitas suatu wilayah
dengan cara :
1. Mengalikan nilai sentrallitas fasilitas dengan jumlah unit fasilitas yang
bersangkutan dari setiap kota.
2. Menjumlahkan hasil perkalian tersebut untuk tiap kota. hasil penjumlahan ini yang
disebut nilai keterpusatan fasilitas.
3. Melakukan klasifikasi hirarki wilayah berdasarkan urutan nilai sentralitas.
5 BAB 5
RENCANA KERJA
5.1 Tahapan Penyusunan RTRW
UU No.26 Tahun 2007 Pasal 11 ayat (2) mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten
berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten, meliputi, Perencanaan
tata ruang wilayah kabupaten Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten Pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
RTR Pulau
RPJP RTRW RTR Kawasan
Nasional Nasional Strategis Nasional
RPJM
Nasional
RTR Kawasan
RPJP Provinsi RTRW Strategis Provinsi
Provinsi
RPJM
Nasional
RDTR Kabupaten
RTRW RTR Kawasan
RPJP Kabupaten Strategis Kabupaten
Kab/Kota
RTRW Kota RDTR Kota
RPJM RTR Kawasan
Kab/Kota Strategis Kota
Dalam penyususnan RTRW Kabupaten harus melalui beberapa proses dan prosedur umum
dan ketentuan-ketentuan teknis agar dapat menghasilkan RTRW kabupaten yang sesuai
dengan ketentuan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Berikut adalah
tahapan-tahapan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah :
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari 3 tahapan dan melibatkan peran masyarakat yaitu :
Kajian Awal Data Sekunder ( Review RTRW yang ada, Kajian Kebijakan
Terkait Lainya)
Persiapan Teknis ( Penyimpulan Data Awal, Perumusan Metodologi,
Penyusunan Rencana Kerja Rinci, Penyiapan Perangkat Survei)
b. Analisis
Tahapan ini merupakan tahapan analisis terhadap data dan informasi yang telah di
kumpulkan dan yang sudah di kompilasi. Berikut tahapan analisis dalam penyususn
RTRW Kabupaten :
Identifikasi daerah fungsional perkotaan (Functional Urban Area) yang ada
di wilayah kabupaten
Analisis sistem pusat-pusat permukiman (sistem perkotaan) yang didasarkan
pada sebaran daerah fungsional perkotaan yang ada di wilayah kabupaten
Analisis daya dukung dan daya tampung wilayah serta optimasi pemanfaatan
ruang
Aspek yang dianalisis dalam penyusunan RTRW Kabupaten meliputi potensi,
masalah, peluang, tantangan, hambatan, kecendrungan.
c. Perumusan Konsep RTRW Kabupaten
Perumusan Konsep RTRW Kabupaten terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Konsep Pengembangan
Rumusan tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah
kabupaten
Konsep pengembangan Wilayah Kabupaten
Dalam penentuan Konsep pengembangan dilakukan beberapa proses seperti
membuat beberapa aternatif konsep kemudian dilakukan penilaian terhadap beberapa
alternatif konsep untuk menentukan konsep apa yang akan dipilih. Dalam penilain
alternatif konsep bisa melibatkan partisipasi masyarakat dalam konteks penyampaian
opini, aspirasi masyarakat terkait kebijakan dan strategi penataan ruang serta
rumusan RTRW.
2. Rencana
Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah kabupaten
Rencana Struktur Ruang
5.3.1 Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, meliputi:
1) persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi:
a. penyimpulan data awal;
b. penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan;dan
c. penyiapan rencana kerja rinci;
Hasil dari kegiatan persiapan ini, meliputi:
a. gambaran umum wilayah perencanaan;
b. kesesuaian produk RTRW sebelumnya dengan kondisi dan kebijakan saat ini;
c. hasil kajian awal berupa kebijakan terkait wilayah perencanaan, isu strategis, potensi
dan permasalahan awal wilayah perencanaan, serta gagasan awal pengembangan
wilayah perencanaan;
d. metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan; dan
e. rencana kerja pelaksanaan penyusunan RTRW kabupaten.
5.3.2 Pengumpulan Data
Keperluan pengenalan karakteristik tata ruang wilayah dan penyusunan rencana tata
ruang, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Tahap pengumpulan data
dengan survey primer dan sekunder telah dilakukan pada studi sebelumnya. Tahap ini
dimaksudkan untuk pengumpulan data yang sudah diperoleh pada studi sebelumnya.
5.3.3 Pengolahan Data dan Analisis
Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian dilanjutkan dengan analisis data
karakteristik wilayah kabupaten, yang terdiri atas:
a. karakteristik fisik wilayah, meliputi:
karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologi wilayah, dan
sebagainya);
potensi rawan bencana alam (longsor, banjir, tsunami, dan bencana alam geologi);
potensi sumber daya alam (mineral, batubara, migas, panas bumi, dan air tanah); dan
kesesuaian lahan pertanian (tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan sebagainya).
b. karakteristik sosial-kependudukan, meliputi:
sebaran kepadatan penduduk di masa sekarang dan di masa yang akan datang (20
tahun);
proporsi penduduk perkotaan dan perdesaan di masa sekarang dan di masa yang akan
datang (20 tahun); dan
Minggu Ke -
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Penanggung
Kegiatan
SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER Jawab
11 14 18 21 25 28 2 5 9 12 16 19 23 26 30 2 6 9 13 16 20 23 27 30 4 7 11 14 18 21 25 28
I Persiapan
pengembangan wilayah
kabupaten
i. Konsep pengembangan wilayah
Marisa
kabupaten
Penyusunan Laporan Antara Aldirgo
Marisa, Ayu,
Christin,
Presentasi Laporan Antara
Annisa Dwi
& Litra
IV Penyususunan Konsep RTRW
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi Kamelia &
penataan kabupaten Asri
b.Rencana struktur ruang Nadiane &
kabupaten Christin
Marisa &
c. Rencana pola ruang kabupaten
Annisa Dwi
d.Penetapan kawasan-kawasan Annisa A. &
strategis kabupaten Ayu
Aenun &
e. Arahan pemanfaatan ruang
Litra
f. Ketentuan pemanfaatan Aldirgo &
pengendalian ruang Luthfi
Penyusunan Laporan Akhir Aldirgo
Asri, Aenun,
Presentasi Laporan Akhir Annisa A. &
Luthfi
Tes Lisan
5.4 Keluaran
Keluaran dari hasil dari penyusunan RTRW Kabupaten terbagi menjadi 6 bab, yaitu
sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan
Bab pendahuluan dalam RTRW meliputi :
1. Dasar Hukum Penyusunan RTRW
2. Profil Wilayah yang mencakup (Gambaran umum wilayah yang
dilengkapi peta orientasi dan pembagaian wilayah kota,
kependudukan dan sumber daya manusia, ptensi bencana alam,
potensi sumber daya alam, potensi wilayah dan kota
3. Isu-isu strategis
4. Peta yang meliputi (Peta orientasi, peta guna lahan eksisting, peta
rawan bencana, peta kepadatan penduduk eksisting)
Bab 2 Tujuan, Kebijakan dan Strategi
Bab Tujuan, Kebijakan dan Strategi meliputi :
1. Tujuan penataan ruang dan wilayah
2. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
Bab 3 Rencana struktur Ruang
Bab Rencana struktur Ruang meliputi :
1. Rencana Sistem Pusat Kegiatan
2. Rencana Sistem jaringan Prasarana
a. Sistem prasarana utama
Rencana pengembangan sistem transportasi (darat, laut,
udara)
b. Sistem prasarana lainya
Rencana pengembangan sistem prasarana energi/kelistrikan,
Telekomunikasi, Sumber daya air dan prasarana lainya.
Bab 4 Rencana Pola Ruang
Bab Rencana Pola Ruang meliputi :
1. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung terdiri dari : Kawasan Hutan
Lindung, kawasan yang memebrikan perlindungan terhadap kawasan
bawahanya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam,
6 DAFTAR PUSTAKA
1. Dipetik September 2017 :
http://www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321319780919.makalah.pdf
2. Dipetik September 2017 : http://dpmptsp.cirebonkota.go.id/images/booklet_investasi/3-
arsip.pdf
3. Buku Sanitasi Putih
4. BPS Kabupaten Cirebon
5. Perda Nomor 22 Tahun 2010 Tentang RTRWP Jawa Barat 2029
6. PP Nomor 13 Tahun 2017 Tentang RTRWN
7. SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan
8. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 11/ PERMEN/ M/ 2008 Tentang
Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan Dan Permukiman
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010
10. Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996
11. Diktat Sampah (2010) Enri Damanhuri-Tri Padmi: Program Studi Teknik Lingkungan
FTSL ITB
12. SNI 19-3983-1995 Tentang Spesifikasi Timbulan Sampah Kota Sedang Dan Kota
Kecil
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: Km 14 Tahun 2006 Tentang
14. Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas Di Jalan
15. Sni 3242 2008 Tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah Di Permukiman
16. Permen Pu No 5 Tahun 2008
17. Priyarsono,Et Al.,2007
18. UU No. 26/2007
19. Permen Pu No. 16 Tahun 2009