Disusun Oleh:
Kelompok Kota 2
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.2.2 Sasaran.......................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................... 14
iii
2.6.1 Tinjauan Kebijakan Terhadap RTRW Provinsi Jawa Tengah ....................... 25
3.3.1 Analisis Karakteristik Peruntukan, Zona dan Zona Berdasarkan Kondisi yang
Diharapkan .......................................................................................................... 96
iv
4.2 KONSEP GREEN CITY ................................................................................ 151
v
6.2.1 Zona Perlindungan Setempat ..................................................................... 226
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Penilaian Kondisi Eksisting Terhadap Kriteria Compact City di BWK I Kota
Magelang .................................................................................................................. 148
Tabel 4.2 Penilaian Kondisi Eksisting Terhadap Kriteria Green City di BWK I Kota
Magelang .................................................................................................................. 156
vii
Tabel 4.3 Penilaian Kondisi Eksisting Terhadap Kriteria Compact City di BWK I Kota
Magelang .................................................................................................................. 159
Tabel 4.4 Keterkaitan Isu Dengan Alternatif Konsep di BWK I Kota Magelang ........ 161
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan dan
Wilayah Administrasi Kota ......................................................................................... 21
Gambar 2.2 Ilustrasi Pembagian BWP ke dalam Sub BWP ......................................... 23
Gambar 2.3 Ilustrasi Pembagian BWP ke dalam Sub BWP hingga Blok ..................... 23
Gambar 2.4 Ilustrasi Pembagian BWP Langsung ke dalam Blok ................................. 24
Gambar 2.5 Ilustrasi Pembagian Subzona di dalam Blok dan Subblok pada Satu Sub BWP
................................................................................................................................... 24
Gambar 2.6 Peta Rencana Pola Ruang Kota Magelang ................................................ 29
Gambar 2.7 Peta Struktur Ruang Kota Magelang ........................................................ 30
Gambar 2.8 Peta Rencana Kawasan Strategis Kota Magelang ..................................... 31
ix
Gambar 5.8 Pengembangan Jalur Sepeda .................................................................. 177
Gambar 5.9 Peta Persebaran Jalur Sepeda di BWK I Kota Magelang ........................ 178
Gambar 5.10 Ilustrasi Sistem Gravitasi ..................................................................... 182
Gambar 5.11 Ilustrasi Sistem Non Gravitasi .............................................................. 182
Gambar 5.12 Rencana Jaringan Listrik BWK I Kota Magelang ................................. 192
Gambar 5.13 Rencana Jaringan Telekomunikasi BWK I Kota Magelang .................. 195
Gambar 5.14 Rencana Jaringan Drainase BWK I Kota Magelang ............................. 198
Gambar 5.15 Diagram Alir Sistem Sanitasi Setempat (on site) .................................. 206
Gambar 5.16 Diagram Alir Sistem Sanitasi Terpusat (off site) ................................... 207
Gambar 5.17 Peta Persebaran dan Jaringan IPAL Eksisting....................................... 210
Gambar 5.18 Peta Rencana Sistem Sanitasi On Site................................................... 211
Gambar 5.19 Peta Rencana Persebaran dan Jaringan IPAL ........................................ 212
Gambar 5.20 Perencanaan Pengelolaan Sampah di Kecamatan Sidorejo.................... 215
Gambar 5.21 Peta Rencana Jaringan Persampahan BWK I Kota Magelang ............... 216
Gambar 5.22 Peta Rencana Jalur Evakuasi Bencana BWK I Kota Magelang ............. 220
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
sebagian Kelurahan Rejowinangun Selatan. Menurut RKPD (Rencana Kerja Pemerintah
Daerah) Kota Magelang, Bagian Wilayah Kota Magelang yang memiliki kepadatan
penduduk tertinggi berada di BWK I dengan rata-rata kepadatan pada masing-masing
kelurahannya 98-200 jiwa/ha. Dengan tingkat kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk
yang setiap tahunnya meningkat, mengakibatkan kebutuhan terhadap lahan permukiman
dan kebutuhan terhadap sarana dan prasarana akan semakin meningkat pula. Kebutuhan
terhadap lahan permukiman yang semakin meningkat pada bagian wilayah kota ini
mengakibatkan alih fungsi lahan yang disertai dengan menurunya luasan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dan kondisi sanitasi yang semakin memburuk karena air limbah yang
dihasilkan semakin banyak sedangkan lahan yang tersedia semakin terbatas khususnya
yang berada di Kelurahan Panjang, Kota Magelang. Maka, diperlukan penanganan secara
terpadu, terintegrasi, dan berkelanjutan, agar penyediaan sarana dan prasarana di BWK I
Kota Magelang dapat mendukung berbagai aktivitas masyarakatnya, baik aktivitas
ekonomi, sosial, maupun budayanya pada masa kini dan masa yang akan datang. Oleh
karenanya, perlu ada sebuah panduan penanganan kawasan berupa RDTR dan Peraturan
Zonasi untuk mengoptimalkan potensi-potensi yang bersifat kedaerahan tersebut dengan
meminimalisasi dampak dari permasalahan-permasalahan yang ada.
1.2.2 Sasaran
Sasaran dan kegiatan Penyususnan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kota
Magelang antara lain :
1. Tersusunnya tujuan penataan ruang di BWK 1 Kota Magelang;
2. Tersusunnya rencana struktur ruang di Kota Magelang;
3. Tersusunnya rencana pola ruang di Kota Magelang;
4. Tersusunnya penetapan Sub BWP yang di prioritaskan penanganannya;
5. Tersusunnya ketentuan pemanfaatan ruang di BWK 1 Kota Magelang;
2
6. Tersusunnya peraturan zonasi di BWK 1 Kota Magelang;
3
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penyusunan RDTR dan PZ
4
1.4 RUANG LINGKUP
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah di Bagian Wilayah Kota I Kota Magelang yang
terletak di Kota Magelang, provinsi Jawa Tengah dengan luas kurang lebih 255 Ha. Bagian
Wilayah Kota I Kota Magelang terdiri dari seluruh Kelurahan Panjang, sebagian Kelurahan
Kemirirejo, sebagian Kelurahan Cacaban, seluruh Kelurahan Rejowinangun Selatan, sebagian
Kelurahan Magersari, sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara dan sebagian Kelurahan
Magelang. Secara administrasi Bagian Wilayah Kota (BWK 1) Kota Magelang berbatasan
dengan:
Sebelah Utara : Kecamatan Magelang Utara
Sebelah Selatan : Kelurahan Tidar Selatan, Kelurahan Tidar Utara
Sebelah Barat : Kelurahan Cacaban
Sebelah Timur : Kelurahan Rejowangun Utara
Berikut merupakan pembagian luas kelurahan yang berada di BWK 1 Kota Magelang,
diantaranya:
Tabel 1.1 Pembagian Luas Kelurahan BWK 1 Kota Magelang
Persentase Luas
No Kelurahan Luas SHP Luas BPS (Ha)
(%)
Sebagian Kelurahan 28,72 82,6 34,22
1
Cacaban
Sebagian Kelurahan 66,28 88 75,32
2
Kemirirejo
Sebagian Kelurahan 29,55 99,3 29.75
3
Rejowinangun Utara
Sebagian Kelurahan 36,85 43,3 85,10
4
Rejowinangun Selatan
Sebagian Kelurahan 25,91 124,6 20,79
5
Magelang
Sebagian Kelurahan 36,80 137,7 26,72
6
Magersari
7 Kelurahan Panjang 34,5 34,5 100
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Konsep pengembangan BWP didasari oleh adanya pusat dan skala kegiatan pada masing-
masing desa. Pembagian BWP berkaitan dengan pendalaman yang lebih terinci mengenai
karakteristik desa. Sub BWP adalah bagian dari BWP dengan pertimbangan beberapa desa di
BWK 1 Kota Magelang, sedangkan blok merupakan bagian dari Sub BWP dengan pertimbangan
didasarkan kepada batasan fungsional dan fisik kawasan seperti jalan, sungai, bangunan. Masing-
masing blok diberi nama melalui sistem “kode”. Adapun hasil pembagian blok pada masing-
5
masing SBWP dan BWP yaitu pada gambar dan tabel dibawah ini.Peta blok peruntukan dibuat
pada peta dengan skala sekurang-kurangnya 1:5000.
Blok peruntukan dibatasi oleh batasan fisik yang nyata maupun yang belum nyata. Batasan
fisik yang nyata dapat berupa:
a. Jaringan jalan
b. Sungai, saluran irigasi, dan selokan
c. Saluran udara tegangan (ekstra) tinggi
Batas blok peruntukan yang belum nyata dapat berupa:
a. Rencana jaringan jalan
b. Rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota dan rencana
sektoral lainnya.
Catatan:
a. Satu blok dapat dipecah menjadi beberapa subblok
b. Untuk penomoran subblok dapat ditambahkan dengan huruf (opsional)
c. Untuk memberikan kemudahan referensi, maka blok peruntukan perlu diber nomor
blok. Untuk memudahkan penomoran blok dan mengintegrasikannya dengan daerah
administrasi.
d. Kesamaan fungsi dan citra kawasan yang saling mendukung.
6
Bagian
Kecamatan Wilayah Kelurahan SUB-BWP Blok BWP Luas (Ha)
Perkotaan
C-3.7 9.356
C-3.8 6.409
D-4.1 13.143
D-4.2 9.858
Kemirirejo SUB BWP 4 7.109
D-4.3
D-4.4 7.237
E-5.1 9.948
E-5.2 5.931
Cacaban dan E-5.3 7.200
SUB BWP 5
Kemirirejo
E-5.4 7.639
E-5.5 5.346
Magelang, F-6.1 15.423
Panjang dan SUB BWP 6 14.724
F-6.2
Kemiriejo
Magelang SUB BWP 7 G-7.1 7.307
Jumlah Luas 245.97
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Berdasarkan tabel diatas, Bagian Wilayah Kota I Kota Magelang dibagi menjadi Sub
Bagian Wilayah Perencanaan, yang dirinci kembali menjadi wilayah terkecil yaitu blok
pemanfaatan ruang. Aspek yang dihasilkan dari analisis ini adalah deliniasi blok dan
alokasi lahan. Parameter yang dipertimbangkan dalam pembagian blok antara lain:
a. Homogenitas, kesamaan fungsi dan dominasi kegiatan tertentu, dimana
pengelompokan kegiatan-kegiatan tersebut dalam satu wilayah akan lebih
menguntungkan baik dari tinjauan efisiensi dan efektifitas pemagaran sarana dan
prasarana pelayanan, interaksi antar kegiatan sejenis maupun pengendalian terhadap
kegiatan yang dikembangkan pada blok dan sub blok tersebut (Aspek Zoning
Regulasi);
b. Kemudahan dalam pengendalian dan pengelolaan masing-masing wilayah fungsional
(zoning regulasi);
c. Pertimbangan batas fisik yang jelas seperti jalan, sungai dan lain-lain ataupun
pertimbangan batas administrasi;
d. Batasan kemampuan jangkauan pelayanan (radius pelayanan) fasilitas sosial-ekonomi
skala blok-sub blok.
7
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 1.2 Peta Administrasi BWK 1 Kota Magelang
8
Sumber :Hasil Digitasi, 2019
Gambar 1.3 Peta Konsep Sub Bagian Wilayah Perkotaan BWK 1 Kota Magelang
9
Sumber :Hasil Digitasi, 2019
Gambar 1.4 Peta Konsep Pembagian Blok BWK 1 Kota Magelang
10
1.4.2 Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi pada penelitian ini terbagi menjadi salah satu acuan dalam melakukan
analisis, dimana ruang lingkup substansi ini menjadi batasan untuk pembahasan dalam laporan
RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dan PZ (Peraturan Zonasi) BWK 1 Kota Magelang. Berikut
merupakan ruang lingkup substansi untuk laporan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dan
Peraturan Zonasi BWK 1 Kota Magelang:
1. Tujuan penataan BWP merupakan nilai dan/atau kualitas terukur yang akan dicapai
sesuai dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten/Kota dan merupakan alasan disusunnya RDTR yang apabila diperlukan
dapat dilengkapi konsep pencapaian, substansi ini melingkupi penentuaan tema yang
akan direncanakan di BWP yang didasarkan pada arahan pencapaian RTRW, isu
strategis dan karakteristik BWP.
2. Rencana Struktur ruang yaitu terdiri dari Pembentuk sistem pusat pelayanan, di dalam
BWP, dasar perletakan jaringan serta rencana pembangunan prasarana dan utilitas
dalam BWP sesuai dengan fungsi pelayanannya dan dasar rencana sistem pergerakan
dan aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan rencana teknis sektoral. Substansi ini
dirumuskan berdasarkan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang termuat
dalam RTRW, Kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi BWP; dan Ketentuan
peraturan perundang-undangan terkait.
3. Rencana Pola Ruang yaitu merupakan rencana distribusi zona pada BWP yang akan
diatur sesuai dengan fungsi dan peruntukannya terdiri dari zona lindung dan zona budi
daya. Masing – masing zona di bagi kedalam beberapa kategori zona.
4. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya yaitu dengan menentukan
lokasi dan tema penanganan pada sub BWP yang telah ditentukan berdasarkan
analisis yang telah ditentukan dengan mempertimbangkan tujuan penataan BWP, nilai
penting Sub BWP, kondisi ekonomi sosial budaya dan lingkungan, daya dukung dan
daya tampung lingkungan serta ketentuan peraturan perundang – undangan terkait.
5. Ketentuan pemanfaatan ruang merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam bentuk
program pengembangan BWP dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan
sampai akhir tahun masa perencanaan. Program dalam ketentuan pemanfaatan ruang
meliputi program pemanfaatan ruang prioritas yaitu program perwujudan rencana
struktur ruang, perwujudan pola ruang BWP, perwujudan penetapan Sub BWP yang
diprioritaskan penanganannya, dan program perwujudan ketahanan terhadap
11
perubahan iklim. Selain itu ada penentuan lokasi, besaran dan biaya, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, waktu dan tahapan pelaksanaan
6. Muatan Peraturan Zonasi meliputi aturan dasar (materi wajib) dan teknik pengaturan
zonasi. Aturan dasar yaitu Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan, Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, Ketentuan Tata Bangunan, Ketentuan Prasarana dan
Sarana Minimal, Ketentuan Khusus, Standar Teknis dan Ketentuan Pelaksanaan.
Teknik Pengaturan Zonasi dapat berupa transfer development right, bonus zoning;
dan conditional uses.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, landasan
hukum, ruang lingkup pekerjaan dan sistematika pembahasan laporan.
BAB II KETENTUTAN UMUM DAN TINJAUAN KEBIJAKAN
Pada bab ini membahas mengenai ketentuan umum RDTR dan PZ serta
tinjauan kebijakan Kota Magelang khususnya wilayah BWP I.
BAB III GAMBARAN UMUM, REVIEW ANALISIS, ANALISIS
PERATURAN ZONASI DAN ISU STRATEGIS
Pada bab ini dibahas mengenai gambaran umum, review analisis RDTR,
Analisis PZ dan Isu Strategis yang ada di Kota Magelang khususnya
wilayah BWK I.
BAB IV ALTERNATIF KONSEP
Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa altenatif konsep yang
mungkin diterapkan untuk pengembangan pembangunan Kota Magelang
Khususnya wilayah BWK I.
BAB V RENCANA STRUKTUR RUANG
Pada bab ini akan dibahas mengenai rencana struktur ruang yang akan
ditetapkan untuk pengembangan pembangunan Kota Magelang
khususnya wilayah BWK I.
12
BAB VI RENCANA POLA RUANG
Pada bab ini akan dibahas mengenai rencana pola ruang yang akan
ditetapkan untuk pengembangan pembangunan Kota Magelang
khususnya wilayah BWK I.
13
BAB II
14
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang
penetapan zonanya dalam rencana detail tata ruang.
12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat RTRW
kabupaten/kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten/kota, yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Nasional, RTRW Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi.
13. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan
peraturan zonasi kabupaten/kota.
14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau
aspek fungsional.
15. Bagian Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah bagian dari
kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu
disusun RDTRnya, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW
kabupaten/kota yang bersangkutan.
16. Sub Bagian Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disebut Sub BWP adalah bagian
dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri atas beberapa blok.
17. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penyelenggaran penataan ruang.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penataan ruang.
15
e. acuan dalam penyusunan RTBL.
RDTR dan Peraturan Zonasi bermanfaat sebagai:
a. penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan
permukiman dengan karakteristik tertentu;
b. alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
c. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan
fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
d. ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program
pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP
atau Sub BWP.
16
Rencana Jaringan Transportasi
Untuk RDTR kota, terdiri atas:
a. Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder;
b. Jalur pejalan kaki;
c. Jalur sepeda;
d. Jaringan jalan lainnya yang meliputi:
i. Jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal orang/penumpang
ii. Jaringan jalan moda transportasi umum
iii. Jalan masuk dan keluar parkir
Rencana Jaringan Prasarana
17
Pengolahan Air Limbah (IPAL), Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
pengembangan nuklir, pembangkit listrik, dan/pariwisata; dan
2. Zona campuran.
18
5. Instansi Pelaksana; dan
6. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan.
f. Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi disusun untuk setiap zona peruntukan baik zona budidaya maupun
zona lindung dengan memperhatikan esensi fungsinya yang ditetapkan dalam rencana
rinci tata ruang dan bersifat mengikat/regulatory. Peraturan zonasi merupakan ketentuan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RDTR. Peraturan zonasi berfungsi sebagai:
Perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
Acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang;
Acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
Acuan dalam pengenaan sanksi; dan
Rujukan teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan penetapan
lokasi investasi.
Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. Ketentuan tata bangunan;
d. Ketentuan prasarana dan sarana minimal;
e. Ketentuan khusus;
f. Standar Teknis; dan
g. Ketentuan Pelaksanaan.
Teknik Pengaturan Zonasi (Materi Pilihan)
a. Transfer Development Right (TDR);
b. Bonus Zoning;
c. Conditional Uses.
19
2.4 KRITERIA DAN LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN RDTR DAN PZ
RDTR disusun apabila:
a. RTRW kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat ketelitian petanya belum
mencapai 1:5.000; dan/atau
b. RTRW kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang perlu disusun
RDTR-nya.
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak terpenuhi, maka
dapat disusun peraturan zonasi, tanpa disertai dengan penyusunan RDTR yang lengkap.
Wilayah perencanaan RDTR mencakup:
a. Wilayah administrasi
b. Kawasan fungsional seperti bagian wilayah kota/subwilayah kota
c. Bagian dari wilayah kota yang memiliki ciri perkotaan
d. Kawasan strategis kota yang memiliki ciri perkotaan; dan/atau
e. Bagian dari wilayah kota yang berupa kawasan pedesaan dan direncanakan
menjadi kawasan perkotaan.
Wilayah perencanaan RDTR tersebut kemudian disebut sebagai BWP.
Setiap BWP terdiri atas Sub BWP yang ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. Morfologi BWP
b. Keserasian dan keterpaduan fungsi BWP
c. Jangkauan dan batas pelayanan untuk keseluruhan BWP dengan memperhatikan
rencana struktur ruang dalam RTRW
Berikut ini merupakan ilustrasi cakupan lingkup wilayah perencanaan RDTR:
20
Gambar 2.1 Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Wilayah Administrasi
Kecamatan dan Wilayah Administrasi Kota
21
Setiap Sub BWP terdiri atas blok yang dibagi berdasarkan batasan fisik antara lain
seperti jalan, sungai, dan sebagainya. Pengilustrasian overlay peta yang didelineasi
berdasarkan fisik (BWP, Sub BWP, dan blok) hingga peta yang didelineasi berdasarkan
fungsi (zona dan subzona) ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Dalam hal luas BWP relatif kecil, rencana pola ruang dapat digambarkan secara
langsung ke dalam blok. Contoh pendelineasian peta yang digambarkan dari BWP ke Sub
BWP hingga blok dapat dilihat pada Gambar 2.4, dan contoh pendelineasian peta yang
digambarkan secara langsung dari BWP ke dalam blok dapat dilihat pada Gambar
Adapun pengilustrasian pembagian zona-zona peruntukan ke dalam blok disertai
pengkodean berbagai subzona pada suatu Sub BWP dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Kegiatan dapat ditetapkan menjadi suatu zona apabila memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. memiliki dampak dan tingkat gangguan yang signifikan terhadap lingkungan di
sekelilingnya sehingga perlu diatur dan dikendalikan; dan/atau
b. memiliki keragaman kegiatan yang memerlukan pengaturan.
Apabila diperlukan, zona dapat dibagi lagi menjadi beberapa subzona atau sub
subzona, sedangkan apabila tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, maka tidak
diklasifikasikan sebagai zona dimasukkan kedaftar kegiatan didalam matriks ITBX.
Apabila BWP terlalu luas untuk digambarkan ke dalam satu peta berskala 1:5.000, maka
peta rencana pola tersebut dapat digambarkan kedalam beberapa lembar peta berdasarkan
Sub BWP, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.7. Adapun untuk zona rawan bencana,
peta digambarkan secara terpisah dari peta rencana pola.
22
Sumber: Permen ATR No. 2016 Tahun 2018
Gambar 2.2 Ilustrasi Pembagian BWP ke dalam Sub BWP
23
Sumber: Permen ATR No. 2016 Tahun 2018
Gambar 2.4 Ilustrasi Pembagian BWP Langsung ke dalam Blok
24
2.5 MASA BERLAKU RDTR DAN PZ
Masa berlaku pada RDTR dan PZ Kecamatan Mungkid berjangka dalam waktu 20
(dua puluh) tahun dan dilakukan peninjauan setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali
RDTR dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun, jika:
a. Terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota yang mempengaruhi BWP RDTR; atau
b. Terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
secara mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar,
perkembangan ekonomi yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.
25
Kawasan lindung yang dikelola oleh masyarakat
3. Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Kawasan cagar Budaya
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
4. Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan rawan letusan gunung berapi berada di kawasan Gunung Merapi dan
Kawasan Gunung Slamet
5. Kawasan lindung lainnya
Sebaran kawasan perlindungan Plasma Nutfah di daratan
6. Kawasan Peruntukan Pertanian
Kawasan pertanian lahan basah seluas 990.652 hektar diarahkan dan ditetapkan
untuk diper-tahankan sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan
terletak di Kota Magelang
Kawasan pertanian lahan kering seluas 955.587 hektar Kota Magelang
7. Kawasan Peruntukan Peternakan
Kawasan peruntukan peternakan besar dan kecil Kota Magelang
Peternakan unggas sebagaimana Kota Magelang
8. Kawasan Peruntukan Perikanan
Lahan perikanan budidaya air payau, perikanan budidaya air tawar, dan perikanan
budidaya air laut Kota Magelang.
26
Pengembangan jalan arteri primer dan arteri sekunder meliputi ruas jalan arteri primer
antara Semarang (PKN)–Magelang (PKW)–Yogyakarta (PKN) yaitu, Jalan Jenderal
Ahmad Yani–Jalan Urip Sumoharjo–Jalan Sukarno–Hatta,
Penurunan sistem arteri primer yaitu jalur pergerakan yang menghubungkan Semarang
(PKN)–Magelang (PKW)–Yogyakarta (PKN) menjadi ruas jalan arteri sekunder,
meliputi Jalan Jenderal Ahmad Yani–Jalan Pemuda–Jalan Jenderal Sudirman dan
Jalan Sudirman– Jalan Ikhlas–Jalan Tidar–Jalan Tentara Pelajar–Jalan Yos Sudarso–
Jalan Pahlawan– Jalan Jenderal Ahmad Yani.
Pengembangan ruas jalan lingkar timur sebagai arteri primer yang melewati rute di
wilayah Kabupaten Magelang, dan terintegrasi dengan jaringan jalan regional,
Provinsi, dan nasional.
Rencana Pengembangan lokasi dan kelas pelayanan terminal yang berada di Terminal
Kawasan Shopping Center (BWK I).
2. Telekomunikasi
Rencana pengembangan jaringan layanan internet sebagai prasarana informatika pada
pusat pelayanan jasa administrasi pemerintahan, kawasan pendidikan, kawasan
pariwisata, dan ruang terbuka publik di pusat pelayanan wilayah Daerah;
Pengembangan area bersinyal (hotspot) internet pada RTNH dan RTH Publik antara
lain meliputi Alun-alun, Mudalrejo, Gedung Olahraga (GOR) Samapta, Sidotopo, dan
Taman Badan.
Kawasan rawan bencana alam seperti kawasan rawan tanah longsor; tingkat
kerawanan rendah dengan kontur antara 20% (dua puluh persen) sampai dengan 40%
(empat puluh persen) meliputi Kawasan Cacaban, Kawasan Rejowinangun Utara.
27
Kawasan peruntukan peribadatan dilaksanakan berdasarkan arahan penyebaran
sarana dan kualitas peribadatan diarahkan secara berhierarki dan merata di seluruh
wilayah Daerah.
28
Sumber: RTRW Kota Magelang, 2019
Gambar 2.6 Peta Rencana Pola Ruang Kota Magelang
29
Sumber: RTRW Kota Magelang, 2019
Gambar 2.7 Peta Struktur Ruang Kota Magelang
30
Sumber: RTRW Kota Magelang, 2019
Gambar 2.8 Peta Rencana Kawasan Strategis Kota Magelang
31
BAB III
32
b. Kemudahan dalam pengendalian dan pengelolaan masing-masing wilayah fungsional
(zoning regulasi);
c. Pertimbangan batas fisik yang jelas seperti jalan, sungai dan lain-lain ataupun
pertimbangan batas administrasi;
d. Batasan kemampuan jangkauan pelayanan (radius pelayanan) fasilitas sosial-ekonomi
skala blok-sub blok;
e. Kesamaan fungsi dan citra kawasan yang saling mendukung.
Berdasarkan parameter diatas, pembagian sub wilayah BWK I Kota Magelang dapat
dilihat dalam tabel berikut;
33
Luas
No Kelurahan RW
(Ha)
RW-11 1,3109
RW-12 1,2487
RW-13 0,8566
RW-14 1,7791
RW-18 8,5160
Jumlah 37,7262
RW-01 3,3848
RW-02 8,1880
Cacaban RW-03 2,1017
4
RW-04 3,5659
RW-05 4,1113
Jumlah 21,3518
RW-01 4,1747
RW-02 2,3090
RW-03 3,8985
RW-04 6,5203
Panjang
5 RW-05 6,6089
RW-06 5,1955
RW-07 3,9267
RW-08 2,8666
Jumlah 35,5000
RW-01 1,7609
RW-02 2,5931
RW-03 1,1978
RW-04 3,0102
RW-05 3,8791
RW-06 2,0114
RW-07 4,4835
Rejowinangun
RW-08 2,1323
6 Selatan
RW-09 2,7440
RW-10 2,3326
RW-11 1,9496
RW-12 0,9846
RW-13 1,4435
RW-14 1,6283
RW-15 5,1359
Jumlah 37,2868
7 Magelang RW-09 23,7397
Total 245,9767
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Berdasarkan data pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa total luas wilayah
di BWK I Kota Magelang sebesar 245,97 Ha dengan luasan terbesar yaitu Kelurahan
34
Kemirirejo sebesar 58,84 Ha dan luasan terkecil berada pada Kelurahan Cacaban sebesar
21,35 Ha.
35
Sumber: Hasil Pengolahan GIS. 2019
Gambar 3.1 Peta Administrasi BWK I Kota Magelang
36
3.1.2 Kondisi Fisik Dasar
3.1.2.1 Topografi
Kondisi topografi merupakan salah satu kondisi fisik yang dapat mengetahui
potensi dan kendala fisik perkembangan suatu kawasan/wilayah. Kondisi topografi erat
kaitannya dengan ketinggian dan kemiringan lereng lahan. Secara topografis Bagian
Wilayah Kota (BWK I) Kota Magelang terdiri dari tiga kelerengan tanah diantaranya
yang memiliki kemiringan 15%. 15-25% dan 25-40%. Dengan demikian topografi BWK
I Kota Magelang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Berikut
merupakan tabel luas kelerengan kelurahan yang berada di BWK I Kota Magelang:
Berdasarkan data pada tabel tersebut. kondisi lereng BWK I Kota Magelang dibagi
menjadi 3 jenis kelerengan yaitu:
1. Lereng I (2-15%) memiliki luas sebesar 231,070 Ha yang meliputi Kelurahan
Kemirirejo. Cacaban. Magersari, Magelang, Rejowinangun Selatan, Rejowinangun
Utara dan Kelurahan Panjang.
2. Lereng II (15-25%) memiliki luas sebesar meliputi 12,574 Ha yang meliputi Kelurahan
Cacaban, Kemirirejo dan Kelurahan Rejowinangun Utara.
3. Lereng III ( 25-40%) memiliki luas sebesar 0,701 Ha meliputi Kelurahan Magersari,
Panjang dan Kelurahan Rejowinangun Utara.
37
Sumber: Hasil Pengolahan GIS. 2019
Gambar 3.2 Peta Topografi BWK I Kota Magelang
38
3.1.2.2 Morfologi
Bagian Wilayah Kota (BWK I) Kota Magelang memiliki satu kondisi morfologi.
yaitu morfologi datar/daratan. Berikut merupakan persebaran kondisi morfologi yang
berada di BWK I Kota Magelang:
Sebagian Kelurahan
Datar/Dataran 37,695
Rejowinangun Utara
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Berdasarkan data pada tabel tersebut. dapat disimpulkan bahwa seluruh kelurahan
yang berada di BWK I Kota Magelang memiliki kondisi morfologi datar/daratan.
39
Sumber: Hasil Pengolahan GIS. 2019
Gambar 3.3 Peta Morfologi BWK I Kota Magelang
40
3.1.2.3 Hidrologi
Sumber air di Kota Magelang khususnya Bagian Wilayah Kota (BWK I) Kota
Magelang dapat digolongkan dari air pemukaan dan air tanah. Air permukaan berasal dari
mata air dan air hujan. Potensi air hujan perlu dilestarikan dengan membuat sumur
resapan. Sedangkan potensi air tanahnya juga tergantung pada pelestarian pemanfaatan
air permukaan yaitu air hujan. Bagian Wilayah (BWK I) Kota Magelang dilewati oleh
beberapa perairan diantaranya Saluran Poncol, Saluran CP, Kali Kota, Kali Gandekan
dan Kali Manggis.
Air tanah di Bagian Wilayah Kota (BWK I) Kota Magelang kurang menguntungkan jika
dikembangkan mengingat air tanah yang ada mayoritas cukup dalam dengan aquifer yang
dangkal, sehingga sulit untuk dikembangkan (dipompa). Untuk kebutuhan air bersih
sampai saat ini bergantung pada sumber-sumber air yang ada di luar wilayah Kota
Magelang yaitu dari wilayah Kabupaten Magelang.
41
No Kelurahan RW Kedalaman Air Tanah Luas (Ha)
MGS-02
MGS-03
MGS-04
MGS-04
MGS-04
MGS-04
MGS-05
MGS-06
MGS-07
MGS-09
MGS-09
MGS-10
MGS-13
MGS-09 Kedalaman 15-20m 0,1970894
MGS-09
MGS-04
MGS-07 Kedalaman >20m 0,4168123
PJG-05 Kedalaman 5-10m 0,345276
PJG-04 Kedalaman 10-15m 0,611403
PJG-01
PJG-02
PJG-03
PJG-04
PJG-05
PJG-06
PJG-07
5 Panjang PJG-08 Kedalaman 15-20m 34,686009
RWS-05 Kedalaman >20m
RWS-08 Kedalaman >20m 0,2077278
RWS-07 Kedalaman >20m
RWS-01 Kedalaman 10-15m 0,1986254
RWS-15 Kedalaman 10-15m
RWS-01
RWS-02
RWS-05
RWS-07
RWS-09
RWS-14
Rejowinangun
6 RWS-15
Selatan
RWS-13
RWS-10
Kedalaman 15-20m 32,641799
RWS-11
RWS-12
RWS-03
RWS-14
RWS-13
RWS-06
RWS-07
RWS-15
RWS-06
RWU-02
7 Rejowinangun Utara RWU-01 Kedalaman 10-15m 0,0692296
RWU-01 Kedalaman 15-20m 37,503029
42
No Kelurahan RW Kedalaman Air Tanah Luas (Ha)
RWU-02
RWU-03
RWU-04
RWU-05
RWU-06
RWU-07
RWU-08
RWU-09
RWU-10
RWU-11
RWU-12
RWU-13
RWU-14
RWU-18
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2019
43
Sumber: Hasil Pengolahan GIS. 2019
Gambar 3.4 Peta Hidrologi BWK I Kota Magelang
44
3.1.2.4 Curah Hujan
Kota Magelang mempunyai temperatur maksimum 32 C dan terendah 20 C, dengan
kelembaban sekitar 88,8% dengan kondisi yang demikian maka Kota Magelang termasuk
wilayah beriklim sejuk. Berdasarkan data ikim diketahui rata-rata curah hujan bulanan di
kawasan berkisar antaara 234 mm dan termasuk dalm kategori Bulan Basah (>200 mm
per bulan) sepanjang tahun. Rata-rata curh hujan harian (7,10 mm) memungkinkan
ketersediaan air untuk tanaman tercukupi.
45
Sumber: Hasil Pengolahan GIS. 2019
Gambar 3.5 Peta Jenis Tanah BWK I Kota Magelang
46
3.1.2.6 Kawasan Rawasn Bencana
Kawasan rawan bencana merupakan daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap
ancaman akan terjadinya bencana baik akibat dari kondisi geografis, geologi dan
demografis di wilayah tersebut maupun karena ulah manusia. Berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daera (RPJMD) Kota Magelang Tahun 2016-2021
daerah rawan bencana di BWK I merupakan zona rawan bencana alam berupa zona rawan
bencana tanah longsor dan rawan bencana kebakaran.
47
Sumber: Hasil Analisis,2019
Gambar 3.6 Peta Kemiringan Lereng BWK I Kota Magelang
48
B. Kawasan Rawan Bencana Kebakaran
Dapat diketahui bahwa BWK I Kota Magelang merupakan kawasan yang padat
penduduk dan padat bangunan dibeberapa kelurahan. Sehingga rentan akan terjadinya
kebakaran. Dimana terdapat beberapa kelurahan yang memilki kepadatan bangunan yang
beresiko terjadi kebakaran yaitu di Kelurahan Panjang, Rejowinangun Utara, dan
Rejowinangun Selatan. Selain itu juga kecamatan tersebut memiliki lebar jalan yang
sempit yaitu 4-6 meter dengan rata-rata bangunan deret. Namun penyebab kebakaran
tidak hanya terjadi dengan faktor itu saja. Adapun karakteristik yang mempengaruhi
kawasan rawan bencana kebakaran, dapat dilihat sebagai berikut;
a. Kepadatan Permukiman
Kepadatan permukiman merupakan perbandingan luas (atap) dengan luas blok
permukiman. Dalam satu satuan pemetaan (blok permukiman) ukuran permukiman
tidak sama sehingga kepadatan permukiman dinyatakan sebagai luasan tutupan atap
setiap blok permukiman. Kepadatan permukiman berkaitan dengan kemudahan
menajalarnya api, semakin padat permukiman maka semakin mudah api menjalar
yang mengakibatkan kebakaran dengan cepat terjadi. Besar bobot variabel kepadatan
permukiman disajikan sebagai berikut :
49
Tabel 3.6 Klasifikasi dan Harkat Variabel Pembangunan Penduduk
No Kelas Harkat Keterangan
Lebih dari 60% permukiman menghadap ke jalan
1 Teratur 1
dan jalan lingkungan
Antara 40%-60% permukiman yang menghadap
2 Semi Teratur 2
ke jalan lingkungan
Kurang dari 30% permukiman yang menghadap
3 Tidak Teratur 3
ke jalan dan jalan lingkungan
Sumber: Suharyadi, 2000
Tabel 3.7 Klasifikasi Harkat dan Variabel Kualitas Bahan Bangunan Rumah
Mukim
No Kelas Harkat Keterangan
Tidak mudah Lebih dari 75% bahan permukiman dibuat dari
1 1
terbakar bahan yang mudah terbakar
50
Tabel 3.8 Klasifikasi Dan Harkat Variable Jeins Atap Permukiman
No Kelas Harkat Keterangan
51
Tabel 3.10 Klasifikasi dan Harkat Variabel Kualitas Jalan
g. Instalasi Listrik
Pada dasarnya kebakaran disebabkan oleh korsleting listrik. Hal ini menjadi alasan
untuk menggunakan data pelanggan listrik sebagai salah satu variable penelitian.
Kebakaran yang terjadi akibat dari korsleting listik umumnya disebabkan oleh faktor
perlengkapan listrik di permukiman tidak sesuai dengan standar/prosedur yang telah
ditetapkan oleh PLN. Dalam suatu kawasan permukiman, semakin banyak
permukiman yang berlangganan listrik secara resmi maka resiko terjadinya
kebakaran semakin kecil.
Tabel 3.11 Klasifikasi dan Harkat Variabel Instalansi Listrik
h. Ketersediaan hidran
Ketersediaan Hidran di suatu permukiman sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
penanggulangan saat terjadinya kebakaran. Satuan pemetaan ketersediaan hidran
adalah blok permukiman berdasarkan buffer jarak permukiman terhadap lokasi
hidran. Hidran umumnya dipasang di lokasi yang mudah dijangkau oleh petugas
pemadam kebakaran. Sehingga bila terjadi kebakaran dapat digunakan secara
optimal.
52
Tabel 3.12 Klasifikasi dan Harkat Variabel Fasilitas Air Hidran untuk Pemadam
Kebakaran
1. Zona KRB III Gunung Merapi adalah daerah seluas 120 kilometer2 dengan warna
merah yang posisinya paling dekat terhadap kawah sehingga paling rawan. KRB III
berpotensi besar mengalami terjangan awan panas (aliran piroklastika), aliran lava,
lontaran batu pijar, guguran batu pijar dan paparan gas beracun.
2. Zona KRB II Gunung Merapi adalah daerah seluas 97 kilometer2 yang berwarna
merah muda dan berjarak sedikit lebih jauh terhadap kawah dibanding KRB III.
Selain masih berpeluang terlanda aliran awan panas, paparan gas beracun dan
guguran batu pijar meski potensinya lebih kecil ketimbang KRB III, KRB II ini juga
berpotensi besar terpapar hujan abu lebat dan aliran lahar.
3. Zona KRB I Gunung Merapi adalah daerah berwarna kuning dengan luas 31
kilometer2 yang berjarak lebih jauh lagi terhadap kawah dibanding KRB II. KRB I
mengerucut pada lembah-lembah sungai yang berhulu di Gunung Merapi khususnya
di lereng tenggara, selatan, barat daya dan barat. KRB I ini memiliki potensi terlanda
aliran lahar, kecuali dalam kasus letusan besar.
53
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Magelang bahwa
dapat disimpulkan bahwa BWK I merupakan kawasan dengan KRB sangat rendah
dimana kawasan tersebut merupakan kawasan yang sangat jauh dari sumber gunung
berapi dan dilihat dari kejadian dalam kurun 10 tahun terakhir bahwa Kota Magelang
terkena dampak ikutan letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 berupa limpahan
penungsi; limpahan abu vulkanik: angina putting beliung; kebakaran pasar, dan
dampaknya pada perdagangan di Kota Magelang; Endemik penyakit DBD (Demam
Berdarah) dan muntahber, pohon tumbang.
54
Tabel 3.13 Penggunaan Lahan di BWK I Kota Magelang
Pertanian
Perdagangan Taman
No Kelurahan Kesehatan Pendidikan Peribadatan Perkantoran Permukiman RTH Terminal IPAL Sungai TPS Lahan Sungai Total
Jasa Kota
Basah
1 Cacaban 0.484 0.460 0.511 0.565 2.117 17.088 0.045 0.000 0 0 0 0 0 0 21.270
2 Kemirirejo 2.376 2.199 10.891 0.722 2.642 36.721 2.766 0.414 0 0 0 0 0 0 58.732
3 Magelang 0 3.503 2.661 0.478 7.645 8.861 0.384 0.000 0 0 0 0 0 0 23.533
4 Magersari 0.060 2.216 5.614 0.158 1.228 21.243 0 0.001 0.082 0.390 0.266 0 0 31.257
5 Panjag 0 0.876 4.211 0.115 0.428 26.775 0.511 0 0 0 0 2.100 0 35.015
Rejowinangun
6 0.068 2.476 9.137 0.180 0.145 23.643 0 0 0 0 0 0 0 0.070 35.721
Selatan
Rejowinangun
7 0 1.373 12.680 0.092 0.030 21.167 0 0 0.003 0 0 0 1.852 0.336 37.532
Utara
Total 2.989 13.104 45.706 2.310 14.235 155.497 3.707 0.414 0.004 0.082 0.390 0.266 3.951 0.406 243.061
Sumber: Hasil Analisis, 2019
55
Berdasarkan tabel diatas, guna lahan yang ada di BWK I, dimana total luas lahan
sebesar 243.061 Ha. Dimana Permukiman sebesar 155.497 Ha, luas paling besar berada
di Kelurahan Kemirirejo sebesar 36.721 Ha dan paling kecil berada di Kelurahan
Magelang dengan luas 8.861 Ha. Pendidikan dengan total 13.104 Ha dimana luas paling
besar berada di Kelurahan Magelang sebesar 3.503 Ha dan paling kecil berada di
Kelurahan Cacaban sebesar 0.460 Ha. Peribadatan dengan total 2.310Ha dimana luas
paling besar berada di Kelurahan Cacaban sebesar 0.565 Ha dan paling kecil berada di
Kelurahan Rejowinangun Utara sebesar 0.092 Ha. Kesehatan dengan total 2.989 Ha
dengan luas terbesar berada di Kelurahan Kemirirejo sebesar 2.376 Ha dan tidak terdapat
luasan untuk Kelurahan Panjang dan Kelurahan Rejowinangun Utara. Perdagangan dan
Jasa dengan total 45.706 Ha dimana luas paling besar berada di Kelurahan Kemirirejo
sebesar 10.891 Ha, dan paling kecil berada di Kelurahan Cacaban sebesar 0.511 Ha.
Perkantoran dengan total sebesar14.235 Ha, dimana luas terbesar berada di Kelurahan
Magelang sebesar 7.645 Ha dan paling kecil berada di Kelurahan Rejowinangun Utara
sebesar 0.030 Ha. RTH dengan total sebesar 3.707 Ha, luas terbesar beada di Kelurahan
Kemirirejo sebesar 2.766Ha dan tidak terdapat luasan RTH untuk Kelurahan
Rejowinangun Selatan, Rejowinangun Utara, Pertanian Lahan Basah dengan total 3.951
Ha, hanya terdapat di Kelurahan Panjang sebesar 2.100 Ha dan Kelurahan Rejowinangun
Utara sebesar 1.852 Ha. Terminal hanya terdapat di Kelurahan Kemirirejo dengan total
0.414 Ha.TPS hanya berada di Kelurahan Magersari sebesar 0.266 Ha. IPAL sebesar
0.004 Ha, Taman Kota 0.390 Ha, Sungai sebesar 0.406 Ha
56
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Gambar 3.7 Peta Penggunaan Lahan BWK I Kota Magelang
57
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Gambar 3.8 Peta Penggunaan Lahan BWK I Kota Magelang
58
3.1.3 Kependudukan
3.1.3.1 Jumlah dan Sebaran Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia
selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan
tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu:
fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Pada bagian ini akan dilakukan perhitungan proporsi jumlah penduduk sesuai
batas wilayah BWK I Kota Magelang. Pada bab sebelumnya jumlah penduduk dihitung
berdasarkan data keseluruhan kelurahan dan RW. BWK I memiliki 7 kelurahan namun
tidak semua RW didalam setiap kelurahan masuk kedalam BWK I, jadi jumlah
penduduknya tidak keseluruhan dalam setiap kelurahan.
Jumlah penduduk di BWK I di Kota Magelang yang tertinggi pada tahun 2018
adalah 44.636 jiwa dan jumlah penduduk paling rendah pada tahun 2016 dengan jumlah
40240 jiwa. Dari tabel dibawah dapat dilihat bahwa jumlah penduduk pada tahun 2016
lebih rendah dari jumlah pendudukk tahun 2014 dan 2015, 2014 dengan jumlah penduduk
41.194 jiwa dan jumlah penduduk tahun 2015 dengan jumlah penduduk 42.990 jiwa,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan jumlah penduduk pada
tahun 2016. Sementara jumlah penduduk kelurahan yang tertinggi terdapat pada
kelurahan Rejowinangun Selatan dengan jumla penduduk 41.532 jiwa sedangkan jumlah
penduduk kelurahan yang paling rendah adalah Kelurahan Cacaban dengan jumlah
penduduk 14.227 jiwa.
59
Time-Series Jumlah Penduduk
45000
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
Gambar 3.9 Time Series Jumlah Penduduk Kota Magelang Di BWK I Kota
Magelang
3.1.3.2 Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk BWK I di Kota Magelang dapat dilihat berdasarkan
jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 jumlah penduduk di BWK I
mengalami peningkatan yaitu dari 44.070 jiwa pada tahun 2017 menjadi 44.636 jiwa pada
tahun 2018. Jumlah penduduk yang naik turun dengan luasan wilayah yang tetap
membuat tingkat kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Berikut tabel laju
pertumbuhan penduduk tiap kelurahan di BWK I Kota Magelang.
60
Sumber: Hasil penelitian, 2019
Gambar 3.10 Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2014-2019
Kepadatan penduduk BWK I di Kota Magelang pada tahun 2018 jika dilihat dari
jumlah penduduk keseluruhan dengan luas wilayah kawasan BWK I Kota Magelang,
kepadatan penduduknya yaitu 784 jiwa/ha . Sedangkan klasifikasi kepadatan penduduk
jika menggunakan standar penduduk perkotaan masuk pada golongan rendah, maka
dihitung menggunakan standar BPS untuk memperoleh klasifikasi kepadatan penduduk
rendah, sedang, dan tinggi.
Kepadatan Tinggi : Kepadatan penduduk > 250 jiwa/Ha
Kepadatan Sedang :Kepadatan penduduk 150 s/d 250 jiwa/Ha
Kepadatan Rendah : Kepadatan penduduk <150 jiwa/Ha.
61
Kepadatan Penduduk 2018
300
250
200
150
100
50
-
62
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 3.12 Peta Kepadatan Penduduk Tahun 2019
63
3.1.3.3 Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Kota Magelang BWK I pada tahun 2018 adalah 44.636 jiwa yang
terdiri dari 21.976 jiwa laki-laki dan perempuan 22.660 jiwa.
Laki-laki Perempuan
64
3.1.3.4 Struktur Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia
Jumlah penduduk di Kawasan Kota Magelang di BWK I bervariasi menurut
kelompok umur. Dengan usia dimulai dai usia 0-75 tahun dan >75 memiliki Jumlah
penduduk pada tahun 2018 sebesar 45.480 jiwa, jumlah penduduk laki-laki dengan
jumlah 22.392 dan jumlah penduduk perempuan dengan jumlah 23.088.
65
Piramid Penduduk
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
2.500 1.500 500 500 1.500 2.500
Laki-Laki Perempuan
66
Jumlah Penduduk Menurut Agama
12.000
10.000
8.000 Islam
6.000 Kristen
4.000 Khatolik
2.000 Hindu
- Budha
Konghucu
Lainnya
67
Tabel 3.20 Struktur Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Buruh Buruh Buruh
No Kelurahan Pertanian Pengusaha Pedagang Angkutan PNS/TNI/POLRI Guru/Dosen Pensiunan Lainnya
Tani Bangunan Industri
Rejowinangun
1 1 3 1.044 914 1.562 364 27 147 174 118 2.741
Selatan
2 Magersari 6 3 892 982 1.474 281 17 139 156 95 2.814
3 Kemirirejo 1 3 324 890 1.236 110 6 222 228 113 1.971
68
3.1.3.7 Proyeksi Penduduk
Proyeksi penduduk pada BWK I Kota Magelang menggunakan model rumus cohort,
berikut adalah hasil proyeksi selama 20 tahun kedepan dengan menggunakan model cohort :
Dari hasil proyeksi tersebut dapat diketahui bahwa perubahan peningkatan maupun
penurunan penduduk selama 20 tahun kedepan dapat di prediksi. Dari tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa setiap tahun akan terjadi peningkatan jumlah penduduk. pada tahun 2019
memiliki jumlah penduduk sebanyak 45.481 jiwa sedangkan pada tahun 2039 ikmengalami
peningkatan jumlah penduduk dengan jumlah 55.420 jiwa.
Analisis kepadatan penduduk merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk
pengembangan wilayah yang mendukung pengembangan sektor infrastruktur Kota Magelang
di BWK I. Kepadatan penduduk di BWK I dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.22 Kepadatan Penduduk BWK I Kota Magelang Pada Tahun 2019-2039
No Kelurahan Luas Ha 2019 2024 2029 2034 2039
1 Rejowinangun Utara 99,3 71 75 79 82 87
2 Rejowinangun Selatan 34,5 260 272 288 300 317
3 Kemirirejo 82,6 63 66 69 72 76
4 Magersari 88 73 76 81 84 89
5 Magelang 124,6 64 67 71 74 78
6 Cacaban 43,3 68 71 75 78 82
7 Panjang 34,5 201 210 222 232 244
Jumlah 506,8 799 836 886 924 974
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Kepadatan penduduk BWK I di Kota Magelang pada tahun 2019 jika dilihat dari jumlah
keseluruhan dengan luas wilayah BWK I kepadatan penduduknya 799 Jiwa/Ha. Sedangkan
klasifikasi kepadatan penduduk jika menggunakan standar penduduk perkotaaan masuk pada
69
golongan sedang, maka dihitung dengan menggunakan standar dari BPS yang akan memperoleh
klasifikasi kepadatan penduduk rendah,sedang dan tinggi. Standarnya adalah sebagai berikut:
Berdaarkan hasil analisis dari tanel diats dapat dijelaskan bahwa kelurhan yang memliki
tingkat kepadatan paling tinggiadala Kelurahan rejowinangun Selatan dengan jumlah 317
jiwa/ha dan Kelurahan Panjang dengan jumlah 244 jiwa/ha. Sedangkan kelurahan yang
memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kelurahan Kemirirejo dengan jumlah 76
jiwa/ha.
70
Sumber : Hasil Analisis, 2019
Gambar 3.16 Peta Kepadatan Penduduk Tahun 2039
71
3.2 REVIEW ANALISIS
Review analisis merupakan hasil dari analisis yang telah dilakukan pada analisis-
analisis yang dilakukan dalam perumusan Rencana Detail Tata Ruang berdasarkan
Pedoman RDTR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
72
Tabel 3.24 Review Analisis Berdasarkan Aspek Analisis RDTR
73
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Rasio tutupan lahan BWK I Kota Magelang terdiri dari dua Lindung dan
Analisis tutupan lahan dan rasio yaitu rasio tutupan lahan maks 30% dengan luas 245,65 budidaya.
run-off yang ditimbulkan Ha dan; PZ Perumusan
Rasio tutupan lahan maks 20% 0,32 Ha. Aturan Dasar
Kepemilikan lahan paling besar yaitu pada Hak Milik Ketentuan
Bersertifikat dengan total 72.2368 dengan total terbesar berada Kegiatan dan
Analisis kepemilikan tanah di Kelurahan Rejowinangun Utara dan Panjang, sedangkan Penggunaan
untuk Kepemilikan paling Kecil yaitu Rel Kereta dengan Total Lahan
0.241..
1. Rencana Struktur Ruang
A. Sistem Perkotaan Kota Magelang yaitu Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota yaitu Kawasan
Purwomanggung.
B. Sistem Perwilayahan yaitu Purwomanggung meliputi
1. Rencana
Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kota Magelang,
Struktur Ruang
Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung, dengan
2. Rencana Pola
fungsi pengembangan sebagai Pusat Pelayanan Lokal dan Ruang
Provinsi;
3. Rencana
2. Rencana Pola Ruang
Pengembangan
A. Kawasan Yang Memberi Perlindungan Terhadap Kawasan
Pusat Pelayanan
Bawahannya yang dikelola oleh masyarakat
Tinjauan Tinjauan Terhadap RTRW 4. Rencana
3 Provinsi
B. Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan
Jaringan
Kebijakan Kawasan cagar Budaya (Kawasan cagar budaya dan ilmu
Transportasi
pengetahuan).
5. Rencana
C. Kawasan Rawan Bencana Alam (Kawasan rawan letusan Jaringan
gunung berapi berada di kawasan Gunung Merapi dan Prasarana
Kawasan Gunung Slamet).
6. Rencana
D. Kawasan lindung lainnya (Sebaran kawasan perlindungan
Jaringan Sarana
Plasma Nutfah di daratan).
E. Kawasan hutan rakyat
F. Kawasan Peruntukan Pertanian
Kawasan pertanian lahan basah seluas 990.652 hektar dan
pertanian lahan kering seluas 955.587 hektar
Kawasan Peruntukan Peternakan besar dan kecil Kota
Magelang (peternakan ungags).
74
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
G. Kawasan Peruntukan Perikanan
Lahan perikanan budidaya air payau, perikanan budidaya air
tawar, dan perikanan budidaya air laut Kota Magelang
1. Sistem pusat pelayanan
Sisem pusat pelyanan yaitu Pusat pelayanan kota ditetapkan di
BWK I yang terdapat di sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian
Kelurahan Panjang, sebagian Kelurahan Kemirirejo, dan sebagian
Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah, yaitu
Kawasan Alun-alun
2. Rencana Struktur Ruang
A. Transportasi
- Rencana pengembangan jaringan jalan berdasarkan sistem
meliputi peningkatan Jalan Jenderal Sudirman menjadi 3
(tiga) /4 (empat) lajur.
- Pengembangan jalan arteri primer dan arteri sekunder meliputi
ruas jalan arteri primer antara Semarang (PKN)–Magelang
(PKW)–Yogyakarta (PKN) yaitu, Jalan Jenderal Ahmad
Yani–Jalan Urip Sumoharjo–Jalan Sukarno–Hatta,
- Penurunan sistem arteri primer yaitu jalur pergerakan yang
Tinjauan Terhadap RTRW
menghubungkan Semarang (PKN)–Magelang (PKW)–
Kabupaten/Kota Yogyakarta (PKN) menjadi ruas jalan arteri sekunder,
meliputi Jalan Jenderal Ahmad Yani–Jalan Pemuda–Jalan
Jenderal Sudirman dan Jalan Sudirman– Jalan Ikhlas–Jalan
Tidar–Jalan Tentara Pelajar–Jalan Yos Sudarso– Jalan
Pahlawan– Jalan Jenderal Ahmad Yani.
- Pengembangan ruas jalan lingkar timur sebagai arteri primer
yang melewati rute di wilayah Kabupaten Magelang, dan
terintegrasi dengan jaringan jalan regional, Provinsi, dan
nasional.
- Rencana Pengembangan lokasi dan kelas pelayanan terminal
yang berada di Terminal Kawasan Shopping Center (BWK I).
B. Telekomunikasi
- Rencana pengembangan jaringan layanan internet pada pusat
pelayanan jasa administrasi pemerintahan, kawasan
pendidikan, kawasan pariwisata, dan ruang terbuka publik di
pusat pelayanan wilayah Daerah;
75
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
- Pengembangan area bersinyal (hotspot) internet pada RTNH
dan RTH Publik meliputi Alun-alun, Mudalrejo, Gedung
Olahraga (GOR) Samapta, Sidotopo, dan Taman Badan.
3. Rencana Pola Ruang
A. Rencana kawasan peruntukan pertanian irigasi di Kelurahan
Magelang, Kelurahan Panjang, Kelurahan Rejowinangun
Utara, dan Kelurahan Magersari.
B. Kawasan rawan bencana alam rawan tanah longsor; tingkat
kerawanan rendah dengan kontur antara 20%-40% meliputi
Kawasan Cacaban, Kawasan Rejowinangun Utara.
C. Pengembangan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa,
dengan pengembangan Pasar Tradisional yaitu Pasar
Rejowinangun.
D. Kawasan peruntukan peribadatan dilaksanakan berdasarkan
arahan penyebaran sarana dan kualitas peribadatan diarahkan
secara berhierarki dan merata di seluruh wilayah Daerah
4. Rencana Kawasan Strategis
A. Ekonomi
Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi pada BWK I
berada pada kawasan sekitar Alun-Alun. Dengan arahan
mempertahankan peruntukan ruang sebagai kawasan
strategis pada lokasi yang mempunyai potensi ekonomi
yang cepat tumbuh dengan skala pelayanan kota dan
regional, kawasan strategis Daerah mempunyai fungsi
penggerak pertumbuhan ekonomi kawasan dan dapat
dijangkau dari berbagai sudut wilayah Daerah, prioritas
pengembangan dan pembangunan jaringan prasarana dan
infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi di kawasan
strategis Daerah.
Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029
Analisis
dapat diketahui bahwa. Sistem Perkotaan, PKW meliputi
kedudukan dan Analisis Kedudukan dan
Purwokerto, Kebumen, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Cepu, Tujuan penataan
4 peran BWP dalam Perean BWP dalam Wilayah
Kudus, Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan BWP
wilayah yang yang lebih luas
Kota Salatiga, yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
lebih luas
Provinsi atau beberapa Kabupaten.
76
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Rencana Sistem Perwilayahan Kota Magelang yaitu
Purwomanggung meliputi Kabupaten Purworejo, Kabupaten
Wonosobo, Kota Magelang, Kabupaten Magelang dan
Kabupaten Temanggung, dengan fungsi pengembangan
sebagai Pusat Pelayanan Lokal dan Provinsi.
Kedudukan dan Peran BWP I BWP I memiliki peran sebagai penyedia pasar skla regional
Kota Magelang terhadap dan terdapat penyedia perguruan tinggi penyediaan terminal
Kabupaten Magelang shoping center juga sebagai kawsan pemukiman
Kawasan Tanah Longsor
Berdasarkan dari hasil bahwa terdapat kawasan rawan tanah
longsor dengan luasan 7,6 hektar yang tedapat di Kelurahan
Panjang. Dimana kelurahan tersebut memiliki kemirangan
lereng agak curam dan jenis tanah alluvia. Selain itu juga
Kelurahan Panjang berbatasan dengan sungai DAS Progo dan
ELO sehingga rentan akan terjadinya longsor.
Kawasan Kebakaram
Dapat diketahui bahwa kawasan rawan bencana BWK I Kota
Analisis Rawan Bencana Magelang berada di Kelurahan Rejowinangun Utra,
Rejowinangun Selatan, Cacaban dan Panjang. Dimana
Analisis sumber
kepadatan penduduk yang tinggi, lebar jalan yang sempit,
daya alam dan Rencana Pola
5 kondisi jalan tidak baik dan ketersediaan hidran yang jauh dari
fisik atau Ruang
sumbernya sehingga berpotensi rawan bencana kebakaran.
lingkungan BWP
Kawasan Gunung Meletus
Dapat diketahui bahwa BWK I Kota Magelang tidak terdapat
kawasan gunung meletus dikarenakan sangat jauh dari lokasi
hanya saja BWK I Kota Magelang terkena dampak gunung
meletes.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa BWK I
memiliki potensi untuk pengembangan perkotaan yang
ditinjau berdasarkan kemampuan lahannya. Sebesar 99% atau
Analisis Kemampuan Lahan
245,65 Ha dari luas BWK I, termasuk kategori kelas / zona 2
(kemampuan pengembangan cukup). Persentase luas zona 3
terhadap BWK I ini hanya 0,1% atau 0,32 Ha dari total luas
77
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
wilayah. Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis ini,
dapat diketahui bahwa BWK I dapat dikembangkan.
Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa di BWK I
memiliki kesesuaian lahan yang didominasi oleh kawasan
yang diperuntukan untuk kegiatan budidaya dengan
peruntukan terbanyak kawasan tanaman semusim atau
permukiman (67%) dengan luas lahan 165,9 Ha. Hal ini
didukung oleh kelerengan BWK I yang dodiminasi dataran
atau 0-8% kemudian jenis tanah alluvial yang kepekaan
Analisis Kesesuaian Lahan terhadap erosinya tidak peka. Sehingga kawasan tersebut
sesuai untuk dibangun. Peruntukan lainnya adalah kawasan
penyangga dengan luas 8 Ha dan kawasan hutan produksi
dengan luas 71,9 Ha.
Lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebesar 2,8%
yaitu berada pada kawasan penyangga yang digunakan untuk
guna lahan perdagangan dan jasa, dan 97% guna lahan sudah
sesuai.
Analisis Ketinggian
Ketinggian bangunan BWK I Kota Magelang < 4 lantai
Bangunan
Dari hasil analisis daya tampung lahan perumahan, dapat diketahui
kebutuhan unit rumah dengan luas lahan untuk perumahan sebesar
122,99 hektar dan dapat menampung jumlah rumah sebanyak 6.860
unit. Berdasarkan ketersediaan eksisting jumlah rumah di BWK I
berjumlah sebanyak 11.039 unit. Dapat disimpulkan jika jumlah unit
perumahan sudah melebihi daya tampung.
Untuk daya tampung penduduk maksimum dapat menampung
Analisis Daya Tampung sebesar 34.299 jiwa. Berdasarkan tabel perbandingan daya
tampung penduduk tahun 2039 dapat diketahui bahwa BWK I
Kota Magelang dengan luas lahan perumahan sebesar 171,49
hektar tidak dapat mencukupi jumlah penduduk di tahun 2039
atau 20 tahun mendatang. Terdapat jumlah penduduk yang
tertampung pada tahun 2039 sebesar 24.360 jiwa, sedangkan
daya tampung maksimum untuk jumlah penduduk di BWK I
sebesar 55.420 jiwa.
78
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Sosial budaya masyarakat Kota Magelang berbeda setiap
kelurahan, kegiatan tahunan yang dilakukan berbeda beda
Analisis Sosial Tujuan penataan
6 seperti ritual makam. Namun ada beberapa kelurahan yang
Budaya BWP
memiliki masalah seprti penyalah gunaan narkoba pada usia
produktif
Proyeksi penduduk kota Magelang menggunakan rumus 1. Rencana
Analisis Proyeksi Penduduk proyeksi Kohor dengan jumlah penduduk sebanyak 55.420 Struktur
pada akhir perencanaan tahun 2039 Ruang
Kota Magelang memiliki beberapa klasifikasi kepadatan 2. Rencana Pola
penduduk, klasifikasi kepdatan paling tinggi adalah Kelurahan Ruang
Analisis Kepadatan Penduduk Magelang dengan jumlah kepadatan 411 jiwa/Ha sedangkan 3. Rencana
kelurahan yang memiliki kapdatan palin rendah adalah Pengembangan
kelurahan kemirirejo dengan jumlah 107 jiwa/Ha. Pusat Pelayanan
Analisis
7 Distribusi penduduk menjelaskan tingkat persebaran 4. Rencana
Kependudukan
penduduk yang paling besar di Kelurahan Rejowinangun Jaringan
Selatan sebesar 19,7% pada akhir tahun perencanaan tahun Transportasi
2039. 5. Rencana
Proyeksi Distribusi
Kependudukan Jaringan
Prasarana
6. Rencana
Jaringan Sarana
79
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
- Berdasarkan Hasil Perhitungan, Tingkat kesejahteraan BWK I
kota magelang mengalami penurunan tiap tahun, hal ini
dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang besar
dan kenaikan kebutuhan dasar
Perhitungan untuk menentukan Sektor Basis menggunakan Jumlah
Tenaga Kerja
Analisis Potensi Ekonomi Berdasarkan hasil analisis, sector yang menjadi basis untuk wilayah
BWK I di kota magelang adalah sector konstruksi, pengusaha, dan
perdagangan. Sedangkan sector lainnya merupakan sector non basis
Sistem kegiatan transportasi di BWK I Kota Magelang merupakan
keterkaitan kegiatan transportasi dengan guna lahan yang ada,
dimana guna lahan di BWK I Kota Magelang didominasi oleh
permukiman dan perdagangan dan jasa, serta di dukung dengan
Analisis Sitem Kegiatan kegiatan perkantoran dan pendidikan. Masing-masing guna lahan
tersebut akan menghasilkan pola pergerakan orang maupun barang
yang menimbulkan terjadinya sistem kegiatan transportasi di BWK I Analisis
Transportasi
Kota Magelang.
digunakan sebagai
Terdapat 56 ruas jalan di BWK I Kota Magelang (3 Arteri Sekunder,
bahan pertimbangan
48 Kolektor Sekunder, 5 Jalan Lokal). 29 ru as jalan diantaranya
dalam menyusun
memiliki lebar yang sudah sesuai dengan standar lebar jalan
rencana jaringan
Analisis minimum berdasarkan peraturan Ditjen Bina Marga Tahun 1990.
9 Berdasarkan kondisi jalan, 46 ruas jalan memiliki kondisi baik dan
transportasi yang
Transportasi termasuk kedalam
Analisis Sitem Jaringan 10 ruas jalan memiliki kondisi sedang.
materi rencana
Terdapat 1 terminal yang berada di BWK I Kota Magelang, yaitu
struktur ruang.
Terminal Magersari yang merupakan terminal tipe C yang berfungsi
melayani angkutan pedesaan. Terminal Magersari sudah memenuhi
(Peta Jaringan
standar ketersediaan fasilitas utama serta standar lokasi menurut
Transportasi)
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995.
Terdapat 12 jalur trayek angkutan umum yang melintas di BWK I
Kota Magelang, dimana trayek nomor 10 memiliki jumlah armada
Analisis Sistem Pergerakan paling banyak dengan jumlah 38 armada, sedangkan angkutan umum
dengan trayek jalur 12 memiliki jumlah armada paling sedikit dengan
jumlah 15 armada.
Tingkat kepadatan bangunan permukiman di BWK I Kota RDTR : Rencana
Analisis Sumber Magelang umumnya memiliki tingkat kepadatan sangat rendah
10 Analisis Sarana Permukiman pola ruang zona
Daya Buatan (Kelurahan Cacaban), kepadatan rendah (sebagian Keluarhan
Kemirirejo dan Kelurahan Magelang) dan kepadatan sedang budidaya (zona
80
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
(sebagian Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Panjang, Kelurahan
sarana pelayanan
Rejowinangun Selatan, Rejowinangun Utara dan Kelurahan umum)
Magersari, tidak terdapat kepadatan bengunan permukiman PZ: Perumusan
dengan kepadatan tinggi hingga sangat tinggi. aturan dasar
Kebutuhan rumah di BWK I Kota Magelang hingga pada tahn
(ketentuan
2039 adalah sebanyak 11.084 unit atau seluas 146,31 Ha,
Kelurahan Rejowinangun merupakan kelurahan dengan
prasarana dan
kebutuhan rumah yang paling banyak. sarana minimal
Berdasarkan RTRW Kota Magelang No. 04 Tahun 2012 dan standar teknis
BWK I Kota Magelang ditetapkan sebagai pusat pelayanan sarana pendukung)
kota yang berfungsi untuk melayani dan mewadahi
permukiman dengan kepadatan tinggi.
Sarana Pendidikan TK memiliki IDP 5, Sarana Pendidikan SD
memiliki IDP 8, Sarana Pendidikan SMP memiliki IDP 13,
Sarana Pendidikan SMA memiliki IDP 10, Sarana Pendidikan
PT memiliki IDP 11. Secara garis besar Indeks Pelayanan
pendidikan BWK I Kota Magelang sudah terlayani dengan
Analisis Sarana Pendidikan baik.
Sarana pendidikan Tk membutuhkan 9 unit hingga tahun 2039,
Sarana Pendidikan SD membutuhkan 17 unit hingga tahun
2039, Sarana Pendidikan SMP membutuhkan 1 unit hingga
tahun 2039, dan Sarana Pendidikan SMA sudah mencukupi
hingga tahun 2039
Pada tahun 2019 sampai tahun 2039 dibutuhkan pembangunan
Analisis sarana kesehatan
sarana yaitu Posyandu.
Analisis sarana perkantoran dilakukan dengan
mengidentifikasi persebaran sarana perkantoran dan cakupan
Analisis sarana perkantoran skala pelayanannya. Berdasarkan hasil identifikasi, mayoritas
sarana perkantoran memiliki skala pelayanan kota dan
persebarannya memuasat di pusat kota.
81
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
82
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
83
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Kebutuhan air bersih Kawasan BWK I disediakan oleh
PDAM Kota Magelang, dan sumber air baku yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih berasal
dari 7 mata air yang berada di kota dan kabupaten. untuk kota
hanya empunyai satu mata air sedangkang yang lainnya berada
di daerah kabupaten. kapasitas PDAM Kota Magelang untuk
menyokong kebutuhan air bersih domestik di kawasan BWK I
yaitu 166,23 liter/detik. Cakupan pelayanan air bersih dan
jaringan perpipaan PDAM belum mencapai 100%, hanya
87,54%. Kebutuhan air bersih di kawasan BWK I tercukupi
untuk 20 tahun proyeksi, dengan supplay air bersih yang
terpakai pada tahun 2019 sebesar 50,66%, tahun 2024 sebesar
52,07%, tahun 2029 sebsar 55,17%, tahun 2034 sebesar
57,52%, dan tahun 2039 sebesar 60,64%.
Kebutuhan air bersih Kawasan BWK I disediakan oleh
Analisis prasarana air bersih PDAM Kota Magelang, dan sumber air baku yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih berasal
dari 7 mata air yang berada di kota dan kabupaten. untuk kota
hanya empunyai satu mata air sedangkang yang lainnya berada
di daerah kabupaten. kapasitas PDAM Kota Magelang untuk
menyokong kebutuhan air bersih domestik di kawasan BWK I
yaitu 166,23 liter/detik. Cakupan pelayanan air bersih dan
jaringan perpipaan PDAM belum mencapai 100%, hanya
87,54%. Kebutuhan air bersih di kawasan BWK I tercukupi
untuk 20 tahun proyeksi, dengan supplay air bersih yang
terpakai pada tahun 2019 sebesar 50,66%, tahun 2024 sebesar
52,07%, tahun 2029 sebsar 55,17%, tahun 2034 sebesar
57,52%, dan tahun 2039 sebesar 60,64%.
84
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Hasil analisis menunjukan bahwa volume air limbah domestik
bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
yang terdapat pada kawasan tersebut. Kelurahan yang
menghasilkan volume air limbah terbanyak berada di
Kelurahan Rejowinangun Selatan dan kelurahan yang
menghasilkan volume air limbah paling sedikit berada di
Kelurahan Cacaban. Selain itu, dibutuhkan penambahan mobil
Analisis prasarana air limbah
truck tinja sebanyak 3 unit untuk melayani seluruh penduduk
di Kota Magelang, dibutuhkan pembangunan IPAL sebanyak
5 unit yang tersebar di Kelurahan Rejowinangun Selatan,
Magelang, Cacaban, Kemirirejo dan Panjang untuk kebutuhan
20 tahun yang akan datang, serta berdasarkan kepadatan
penduduknya sistem sanitasi diarahkan pada sistem
komunal/terpusat.
Arahan Sistem Sanitas
Berdasarkan hasil perhitungan kepadatan penduduk maka
sistem sanitasi diarahkan pada sistem komunal/terpusat.
Debit Limpasan Air
1. Debit limpasan kawasan yang paling tinggi di Kota Magelang
adalah guna lahan permukiman dengan luas 9,8691 dan
memiliki debit limpasan sebesar 0,000028 mm/detik.
2. Debit limpasan per bulan yang terbesar pada bulan juni dengan
jumlah 0,00015 mm/detik.
3. Debit limpasan kelurahan terbesar pada Kelurahan Kemirirejo
Analisis prasarana drainase dengan jumlah 0,000013 mm/detik.
Pola dan Arah Aliran Drainase
Utara ke Selatan
Volume Daya Tampung Drainase
Debit limpasan yang dihasil dapat di tampung dengan baik,
dilihat dari perbandingan debit limpasan guna lahan yang di
hasilkan sebesar 0,000062 mm/detik dengan volume daya
tampung drainase sebesar 5709 mm/detik. Daari perhitungan
tersebut dapat dijelaskan bahwa daya tampung drainase lebih
besar daripada debit limpasan yang dihasilkan
85
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Analisis alternatif sumber daya air melalui upaya
konservasi air dengan teknik pemanenan air hujan (Rai
Water Harvesting)
Teknik yang dilakukan pemanenan air hujan yang
memanfaatkan atap bangunann yang dilakukan di daerah
permukiman / perkotaa. Volume air rumah yang dapa dipanen
berdasarkan Klasifikasi jenis rumah yaitu rumah mewah
sebesar 465,91 liter/detik, rumah sedang sebesar 465,91
liter/detik dan rumah sederhana sebesar 349,43 liter/detik.
Untuk pemanenan air berdasarkan guna lahan yang dihasilkan
terbesar adalah guna lahan perdagangan dan jasa sebesar
11.803.136 liter/detik dan guna lahan yang paling sedikit
memanen air adalah terminal yaitu sebsar 138.981 liter/detik
Sambungan Telepon
Hasil perhitungan proyeksi kebutuhan sambungan telepon
pada tahun 2019, 2024, 2029, 2034, 2039 mengindikasikan
bahwa ketersediaan sambungan telepon saat ini tidak bisa
mencukupi kebutuhan sambungan telepon 20 tahun
mendatang, sehingga diperlukan penambahan untuk
memenuhi kebutuhan sambungan telepon. Pada tahun 2019
diperlukan penambahan sambungan telepon sebanyak 607
sambungan telepon. Setiap 5 (lima) tahun berikutnya, yaitu
Analisis prasarana
pada tahun 2024 diperlukan penambahan sebanyak 275, tahun
telekomunikasi
2028 sebanyak 368, tahun 2034 sebanyak 279 dan tahun 2039
sebanyak 371 sambungan telepon.
Kebutuhan Telepon
Berdasarkan hasil analisis, jumlah kebutuhan telepon umum di
BWK I utuk setiap kelurahan terus meningkat. Kebutuhan
sambungan di Kelurahan Rejowinagun Selatan, yaitu pada
tahun 2019 sebanyak 36 unit, tahun 2024 sebanyak 38 unit,
tahun 2029 sebanyak 40 unit, tahun 2034 sebanyak 41 unit dan
tahun 2039 sebanyak 44 unit.
86
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
STO
Stasiun Telepon Otomat (STO) diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan telepon kabel atau sambungan telepon
rumah, telepon kantor atau perdagangan dan telepon umum.
Berdasarkan analisis, dalam kurun 20 tahun dibutuhka
penambahan 17 STO pada tahun 2039.
Menara BTS
Berdasakan hasil analisis, 9 menara BTS di BWK I Kota
Magelang sudah dapat melayani seluruh penduduknya.
87
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Sementara kebutuhan non domestik listrik masih belum
terlayani sebanyak 13%.
88
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Timbulan Sampah
- analisis timbulan sampah menggunakan standar perhitungan,
seperti SNI 19-3983-1995, standar yang dikeluarkan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kota Magelang tahun 2017, serta proyeksi
penduduk
- berdasarkan hasil analisis pada tahun 2019 timbulan sampah
sebesar 145.977,7 L/Hari. Dan pada tahun 2039 diproyeksikan
timbulan sampah sebesar 171.876,2 L/Hari
Volume sampah yang dapat terangkut sebesar 73,9%
Komposisi Sampah
Perhitungan komposisi sampah menggunakan persentase
komposisi sampah di Kota Magelang pada tahun 2017
Timbulan sampah organic yang dihasilkan wilayah BWK I
Kota Magelang adalah 104.666 L/Hari. Sedangkan timbulan
sampah non organic yang dihasilkan adalah 41.311 L/Hari
Kebutuhan Wadah
Analisis prasarana Standar yang digunakan dalam analisis ini adalah SNI-3242-
persampahan 2008 tentang Tata Cara Pengolahan Sampah di Permukiman.
Kebutuhan Wadah Komunal pada wilayah BWK I Kota
Magelang pada tahun 2019 diproyeksikan membutuhkan
sebanyak 146 unit. Sedangkan pada tahun 2039 diproyeksikan
membutuhkan sebanyak 172 Unit.
Kebutuhan Komposer Komunal
Standar yang digunakan dalam analisis ini adalah SNI-3242-
2008 tentang Tata Cara Pengolahan Sampah di Permukiman.
Kebutuhan Komposter Komunal pada wilayah BWK I Kota
Magelang pada tahun 2019 diproyeksikan membutuhkan
sebanyak 105 unit. Sedangkan pada tahun 2039 diproyeksikan
membutuhkan sebanyak 123 Unit.
Kebutuhan Gerobak Sampah
Standar yang digunakan dalam analisis ini adalah SNI-3242-
2008 tentang Tata Cara Pengolahan Sampah di Permukiman.
Kebutuhan Gerobak Sampah pada wilayah BWK I Kota
Magelang pada tahun 2019 diproyeksikan membutuhkan
89
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
sebanyak 146 unit. Sedangkan pada tahun 2039 diproyeksikan
membutuhkan sebanyak 172 Unit.
Kebutuhan Truk Sampah
Standar yang digunakan dalam analisis ini adalah SNI-3242-
2008 tentang Tata Cara Pengolahan Sampah di Permukiman.
Kebutuhan Truk Sampah pada wilayah BWK I Kota Magelang
pada tahun 2019 diproyeksikan membutuhkan sebanyak 24
unit. Sedangkan pada tahun 2039 diproyeksikan
membutuhkan sebanyak 29 Unit.
90
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
RDTR : Rencana
Dalam analisis aksesbilitas pesepeda dilakukan perbandingan struktur ruang
lebar jalur sepeda dengan standar lebar minimum dari federal (rencana jaringan
highway administration serta mengidentifikasi kondisi jalur transportasi)
sepeda yang berada di beberapa ruas jalan. Berdasarkan hasil PZ: Perumusan
Analisis kondisi Analisis aksesbilitas pejalan analisis, semua jalur sepeda memiliki lebar yang lebih dari aturan dasar
11
lingkungan binaan kaki dan pesepeda standar lembar minimum yang dianjurkan. Lebar jalur sepeda (ketentuan
berkisar antara 3-4 meter yang berada di 7 ruas jalan prasarana dan
diantaranya jalan ahmad yani, jalan pemuda, jalan tidar, jalan sarana minimal
senopati, jalan tentara pelajar, jalan singosari dan jalan dan standar
pahlawan. prasarana
pendukung)
91
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
92
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Hasil analisis menunjukan bahwa mayoritas KDB, KLB
dan KDH tidak sesuai dengan ketentuan karena padatnya
bangunan yang berada di kawasan tersebut. Rata-rata
KDB yang terdapat pada BWK I berkisar antara 80-100%
unfuk fungsi permukiman, 70-80% untuk fungsi pendidikan,
70-80% untuk fungsi perkantoran, 80% untuk fungsi
kesehatan dan 80-90% untuk fungsi peribadatan, 80-90%
untuk fungsi perdagangan dan jasa serta mayoritas kelurahan
yang KDB nya tidak sesuai dengan ketentuan terdapat pada PZ : Perumusan
Kelurahan Kemirirejo. Rata-rata KLB yang terdapat pada aturan dasar
Analisis intensitas bangunan BWK I berkisar antara 0,8-2 untuk fungsi permukiman, 1,4- (ketentuan
2,4 untuk fungsi pendidikan, 0,7-2,4 untuk fungsi intensitas
perkantoran, 2,4-2,7 untuk fungsi kesehatan dan 0,9-1,6 pemanfaatan
untuk fungsi peribadatan, 0,9-2,4 untuk fungsi perdagangan ruang)
dan jasa serta mayoritas kelurahan yanag KLB nya tidak
sesuai dengan ketentuan terdapat pada Kelurahan
Rejowinangun Selatan. Rata-rata KDH yang terdapat pada
BWK I berkisar antara 0-20% untuk fungsi permukiman, 20-
30% untuk fungsi pendidikan, 10-20% untuk fungsi
perkantoran, 10-20% untuk fungsi peribadatan dan 10-20 %
untuk fungsi perdagangan dan jasa
93
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Pemerintah kota yang memiliki peran utama dalam proses
pembangunan wilayah, kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah kota harus dilandasi rasa tanggung jawab kepada
masyarakat. Analisis ini menggabarkan tentang tugas-tugas
pemerintaahan kota untuk pembangunan wilayah. keberadaan
kelembagaan disuatu wilayah sangat dibutuhkan, mulai dari
lembaga yang memimpin lingkup kota hingga hingga
pemimpin dalam lingkup terkecil seperti rukun tetangga. untuk
menjalankan visi dan misi Walikota dan Wakil Walikota
memerlukan bantuan dinas-dinas sebagai berikut ; Dinas
Analisis Rencana Pola
12 Pendidikan, Dinas Kesehatn, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas
kelembagaan Ruang
Pengelolaan Keuangan daerah, Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi dan pemberdayaan, Dinas Pertanian dan Pangan,
Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil, Dinas Perhubungan, Dinas Komunikasi Informasidan
statistika,Dinas Penanaman Modal,dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Dinas Perindustriandan Perdagangan, Dinas
Kepemudaan Olahraa dan Pariwisata.
Adapun analisis ini untuk mengetahui keterkaitan lembaga-
lembaga yang ada terhadap BWK I Kota Magelang
berdasarkan fungsi dan peran lembaga itu sendiri.
Analisis Besar Pembelanjaan
Berdasarkan hasil analisis besar pembelanjaan daerah dapat
diketahui bahwa pada tahun 2018 memiliki proporsi paling
tinggi dibandingkan tahun lainnya yaitu dengan jumlah
proporsi 28%.
Analisis
Analisis Alokasi Dana Terpakai Tujuan Penataan
13 pembiayaan
Data alokasi dana terpakai bahwa perbandingan APBD Kota BWP dan Program
pembangunan
Magelang yang tertinggi didominasi oleh Dinas Lingkungan
Hidup. Berdasarkan RPJMD Kota Magelang terdiri dari 3 visi
dan program unggulan dan program pembangunan daerah
diantaranya yaitu kota yang modern dan cerdas, Kota Sejarah,
dan Religus.
94
No Analisis Sub Analisis Review Rencana
Hasil analisis menunjukan terdapat jenis kegiatan di luar PZ : Perumusan
fungsi dominan, namun jenis kegiatan tersebut memiliki aturan dasar
karakteristik kegiatan yang hampir sama. Rata-rata dampak (ketentuan
yang ditimbulkan terdapat dari kegiatan pendidikan yang kegiatan dan
Analisis Dampak berlokasi di jalan utama yang mengakibatkan kemacetan penggunaan lahan)
14
Kegiatan terhadap lingkungan sekitar karena pada waktu tertentu terjadi
hambatan samping. Selain itu, terdapat pula dampak yang
diakibatkan dari kegiatan perdagangan dimana tidak terdapat
lahan parkir yang mampu menampung kegiatan sehingga
banyaknya on-street parking.
Sumber: Hasil Analisis, 2019
95
3.3 ANALISIS PERATURAN ZONASI
3.3.1 Analisis Karakteristik Peruntukan, Zona dan Zona Berdasarkan Kondisi yang
Diharapkan
BWK I Kota Magelang memiliki beragam jenis kegiatan didalamnya, oleh karenanya
setiap kegiatan harus disesuaikan dengan peruntukan zonanya agar fungsi zona berjalan dengan
optimal. Untuk lebih jelasnya analisis karakteristik peruntukan dapat dilihat pada tabel berikut.
96
Tabel 3.25 Kriteria Performa Berdasarkan Klasifikasi Zona
Kawasan Lindung
a. Terlindunginya fungsi sungai agar tidak terganggu oleh
aktivitas yang berkembang di sekitarnya.
b. Terlindunginya kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan
nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai agar dapat
memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga
kelestarian fungsi sungai.
Peruntukan ruang yang merupakan
c. Dibatasinya daya rusak air sungai terhadap lingkungannya.
bagian dari kawasan lindung yang
d. Mengizinkan pemanfaatan ruang untuk jalan umum, jalur
mempunyai fungsi pokok sebagai
Perlindungan pejalan kaki/jalur sepeda dan/atau bersyarat hanya untuk
1 Sempadan Sungai perlindungan, penggunaan, dan
Setempat konsep arsitektural dengan badan air sebagai orientasi
pengendalian atas sumber daya yang
e. Mengizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat pemanfaatan
ada pada sungai dapat dilaksanakan
ruang untuk taman rekreasi, olahraga dan wisata
sesuai dengan tujuannya.
f. Tidak mengizinkan bangunan selain huruf d dan e dan
bangunan sungai untuk didirikan
g. Tidak mengizinkan kegiatan budidaya yang dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran sungai,
mengakibatkan terganggunya aliran sungai dan keruntuhan
tebing sungai serta merusak ekosistem sungai.
Tersedianya ruang untuk kawasan pengendalian air larian.
Lahan terbuka yang berfungsi sosial
Tersedianya area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan
dan estetik sebagai sarana kegiatan
di kawasan perkotaan.
rekreatif, edukasi atau kegiatan lain
2 RTH Taman Kota Tersedianya tempat rekreasi dan olahraga masyarakat skala
yang ditujukan untuk melayani
kelurahan.
penduduk satu kota atau bagian
Tersedianya area terbuka sebagai ruang alternatif mitigasi
wilayah kota.
/evakuasi bencana.
97
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
98
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
99
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
Peruntukan ruang yang merupakan Tersedianya unit hunian dengan tingkat kepadatan tinggi,
bagian dari kawasan budidaya sedang dan sederhana.
difungsikan untuk tempat tinggal atau mengizinkan pemanfaatan ruang untuk berbagai jenis
8 Kepadatan Tinggi
hunian dengan perbandingan yang perumahan tertentu dan RTH;
besar antara jumlah bangunan rumah
mengizinkan penyediaan prasarana dan sarana penunjang
dengan luas lahan.
keamanan bahaya kebakaran berupa alat pemadam api ringan,
Peruntukan ruang yang merupakan proteksi kebakaran aktif, hidran pemadam kebakaran serta jalur
bagian dari kawasan budidaya dan ruang evakuasi pada sekitar kawasan rawan bencana
difungsikan untuk tempat tinggal atau kebakaran;
9 Perumahan Kepadatan Sedang
hunian dengan perbandingan yang mengizinkan secara terbatas pendirian bangunan sarana dan
hampir seimbang antara jumlah prasarana pelayanan umum lingkungan
bangunan rumah dengan luas lahan. mengizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat pendirian
Peruntukan ruang yang merupakan bangunan TPS sehingga tidak mengakibatkan gangguan
bagian dari kawasan budidaya kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, dan pencemaran
difungsikan untuk tempat tinggal atau lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan; dan
10 Kepadatan Rendah
hunian dengan perbandingan yang tidak mengizinkan kegiatan dan bangunan industri yang
kecil antara jumlah bangunan rumah menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
dengan luas lahan.
100
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
101
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
102
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
103
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
104
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
105
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
106
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
107
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
108
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
109
No Zona Sub Zona Definisi Kriteria Performa
110
3.3.2 Analisis Jenis dan Karakteristik Kegiatan
Analisis jenis dan karakteristik kegiatan merupakan analisis yang dilakukan untuk
melihat karakteristik dari setiap jenis-jenis kegiatan berdasarkan guna lahan yang ada di BWK
I Kota Magelang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.26 Karakteristik Kegiatan Berdasarkan Guna Lahan dan Jenis Kegiatan di
BWK I Kota Magelang
Guna Lahan Jenis Kegiatan Karakteristik
Kawasan permukiman
membutuhkan ketenangan
Membutuhkan akses yang
Permukiman Perumahan
baik
Dekat dengan fasilitas
umum dan fasilitas sosial.
Berada di lingkungan
permukiman
Kawasan pendidikan
membutuhkan lingkungan
yang tenang jauh dari
Pendidikan TK, SD, SMP & SMA
kebisingan dan bau
Membutuhkan akse yang
baik
Menimbulkan kemacetan di
waktu tertentu
Bidan Berada di kawasan
Rumah Sakit permukiman dan dapat
Puskesmas mempermudah masyarakat
Posyandu Membutuhkan akses yang
Kesehatan Apotek baik
Membutuhkan lahan parkir
Menimbulkan kemacetan
Klinik Kecantikan
Membutuhkan ketangan dan
jauh dari kebisingan
Berada di kawasan
permukiman
Peribadatan Masjid, Gereja, Vihara Membutuhkan ketenangan
Membutuhkan akses yang
baik
111
Guna Lahan Jenis Kegiatan Karakteristik
Salon Membutuhkan lahan parkir
Kantor travel di waktu tertentu
Hotel Pengoprasian dalam waktu
Koperasi yang tertentu
Laundry Menimbulkan kemacetan
Jasa
Tukang jahit
Cuci motor
Bengkel
Tempat les
Gudang
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Tabel 3.27 Kesesuaian Kegiatan dengan Penggunaan Lahan BWK I Kota Magelang
Penggunaan
No Kelurahan Kegiatan Kesesuaian
Lahan
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Warung dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Salon dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Bidan
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Pemukiman Kantor travel
Rejowinangun minimal luasan
1
Selatan Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gudang
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Sd
penyediaan parkir
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Smp
penyediaan parkir
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Masjid
penyediaan parkir
Perdagangan Sesuai, dengan mempertimbangkan
Sd
dan jasa penyediaan parkir
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Sd
penyediaan parkir
2 Magersari Pemukiman
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gereja
penyediaan sarana penunjang
112
Penggunaan
No Kelurahan Kegiatan Kesesuaian
Lahan
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Masjid
penyediaan sarana penunjang
Perdagangan Sesuai, dengan mempertimbangkan
Masjid
dan jasa penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Warung dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Salon dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Rejowinangun Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
3 Pemukiman
Utara Laundry dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Tukang jahit dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Masjid
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Warung dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
4 Panjang Pemukiman
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Cuci motor dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Warung dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Laundry dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Pemukiman
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gudang
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Restoran
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Sekolah
penyediaan sarana penunjang
5 Kemirirejo
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Sekolah
Perdagangan penyediaan sarana penunjang
dan jasa Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gereja
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Apotek
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Rumah makan
Sosial dan penyediaan sarana penunjang
budaya Sesuai, dengan mempertimbangkan
Koperasi
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Sd
penyediaan sarana penunjang
113
Penggunaan
No Kelurahan Kegiatan Kesesuaian
Lahan
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Perkantoran Vihara
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Pk perhotelan
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Supermarket
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Hotel
penyediaan sarana penunjang
Pemukiman
Warung Sesuai, dengan mempertimbangkan
makan penyediaan sarana penunjang
6 Cacaban
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Tempat les
penyediaan sarana penunjang
Klinik Sesuai, dengan mempertimbangkan
kecantikan penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Pendidikan Masjid
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Peribadatan Kesbang
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Masjid
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Warung dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Sesuai, dengan mempertimbangkan luas
Bengkel dan gsb disesuaikan berdasarkan standar
yang berlaku
Pemukiman
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Museum
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gereja
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Klinik
penyediaan sarana penunjang
7 Magelang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Tempat les
penyediaan sarana penunjang
Perdagangan Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gereja
dan jasa penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Sekolah
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Perkantoran Klinik
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gereja
penyediaan sarana penunjang
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Restoran
penyediaan sarana penunjang
Pendidikan
Sesuai, dengan mempertimbangkan
Gereja
penyediaan sarana penunjang
Sumber: Hasil Analisis, 2019
114
3.3.4 Analisis Dampak Kegiatan
Berdasarkan hasil observasi lapangan, di BWK I Kota Magelang terdapat jenis kegiatan
di luar fungsi dominan. Jenis kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan perdagangan dan jasa,
pendidikan, perkantoran, peribadatan, permukiman, kesehatan, dan peribadatan. Kegiatan
disetiap kelurahan memiliki karakteristik yang hampir sama akan tetapi dampak yang
ditimbulkan dari setiap kegiatan dipengaruhi oleh kondisi kawasan sekitarnya. Dampak dari
kegiatan dapat berdampak positif ataupun berdampak negatif. Berikut ini merupakan tabel
dampak kegiatan dan persebaran kegiatan dari setiap jenis kegiatan di BWK I Kota Magelang.
Berdasarkan tabel di dibawah ini, di setiap BWK I Kota Magelang memiliki karakteristik
kegiatan yang hampir sama. Kegiatan di luar fungsi dominan memiliki dampak positif maupun
dampak negatif terhadap kawasan sekitarnya. Dari beberapa jenis kegiatan yang memiliki
karakteristik serupa memiliki dampak yang hampir serupa juga di setiap kelurahan, namun hal
tersebut dipengaruhi oleh situasi lokasi kegiatan tersebut. Sebagai salah satu contoh dampak
negatif yaitu dampak dari kegiatan pendidikan di Kelurahan Rejowinangun Selatan dan
Kelurahan Magelang yang berlokasi dijalan utama memiliki dampak kemacetan terhadap
lingkungan sekitar karena pada waktu tertentu terjadi hambatan samping, seperti anak-anak
yang menyebrang dan ke luar masuk kendaraan. Selain itu dampak serupa diakibatkan karena
beberapa kegiatan tidak terdapat lahan parkir dan atau lahan parkir yang tidak mampu
menampung kendaraan, sehingga terjadi banyaknya kendaraan yang melakukan on-street
parking. Dampak yang ditimbulkan dari kurangnya ketersediaan parkir itu menyebabkan
pemilik kendaraan harus memarkirkan kendaraannya di badan jalan. Hal tersebut menjadi
hambatan samping dan bisa berdampak pada kemacetan.
115
Tabel 3.28 Dampak Kegiatan BWK I Kota Magelang
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi Catatan
(fungsi Kegiatan
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
116
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Catatan
(fungsi Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
117
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Catatan
(fungsi Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
Permukiman
3.2 Perdagangan
dan Jasa
Permukiman
Perdagangan
3.3
dan Jasa
Pendidikan
Warung,
Salon,
Perdagangan Laundry,
dan Jasa dan
Permukiman
3.4 Tukang
Jahit
Masjid dengan skala lingkungan tidak
Peribadatan Masjid - - - - - memberikan dampak negative terhdap
lingkungan sekitar.
Permukiman
3.5 Perdagangan
dan Jasa
3.6 Permukiman
Warung
Perdagangan Tidak tersedianya lahan parkir dan
Panjang Permukiman dan cuci
dan Jasa jalur pedestrian
motor
3.7
Laundry
Perdagangan Perdagangan
dan
dan Jasa dan Jasa
Bengkel
3.8
Perdagangan Laundry, Parkir on street dan kepadatan
Kemirirejo 4.1 Permukiman
dan Jasa Gudang, kendaraan, gersang
118
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Catatan
(fungsi Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
Warung,
Restoran
Sekolah berada di jalan utama
menyebabkan kendaraan parkir on
Pendidikan Sekolah street dan terjadinya kepadatan
Perdagangan
kendaraan di jam masuk dan pulang
dan Jasa
sekolah.
Perlu parker adanya lahan parker di
Peribadatan Gereja sekitar lingkungan gereja untuk orang-
orang yang akan beribadah.
Laundry,
Perdagangan Warung,
Permukiman parkir on street
4.2 dan Jasa dan
Restoran
Perdagangan
dan Jasa
Perdagangan
dan Jasa
Apotek,
4.3
Rumah
Perdagangan
Sosial Budaya makan
dan Jasa
dan
Koperasi
Pendidikan SD
Permukiman Rumah
Perdagangan
Permukiman Warung
dan Jasa
4.4
Perdagangan Perdagangan Gudang, Tidak tersedianya tempat parkir di
dan Jasa dan Jasa rumah lingkungan sekitar.
119
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Catatan
(fungsi Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
makan
dan salon
Terdapat kendaraan yang parkir on
Perkantoran Peribadatan Vihara street di sekitar lingkungan vihara
karena tidak adanya lahan parkir.
PK
Perhotel-
Pendidikan an dan
Kapal
Permukiman Pesiar
5.1
Hotel menyebabkan kendaraan parkir
Super di badan jalan dan di depan rumah
Perdagangan
market - - - - ✓ warga. Sedangkan super market
dan Jasa
dan Hotel menyebabkan kendaraan pasrkir on
street karena lahan parker yang kecil.
Warung
Makan
Cacaban Perdagangan
Permukiman dan
dan Jasa
Tempat
5.2
Les
Masjid dengan skala lingkungan tidak
Pendidikan Peribadatan Masjid memberikan dampak negative terhdap
lingkungan sekitar.
Pendidikan SD
Permukiman Klinik
5.3 Kesehatan Kecantika
n
Peribadatan Perkantoran Kesbang
5.4 Permukiman
120
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Catatan
(fungsi Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
Perdagangan
dan Jasa
Kesehatan
Permukiman
5.5 Pendidikan
Kesehatan
Permukiman
5.6
Perkantoran
Masjid dengan skala lingkungan tidak
Peribadatan Masjid - - - - - memberikan dampak negative terhdap
Permukiman
lingkungan sekitar.
Perdagangan Terdapat kendaraan yang parkir on
Warung - - - - -
dan Jasa street di depan warung.
Gereja berada di jalan utama. Terjadi
Perdagangan kemacetan karenan parker dilakukan
Peribadatan Gereja - - - - ✓
dan Jasa secara on street. Serta tidak tersedianya
tempat sampah di sekitar lingkungan.
6.1 Sekolah berada di jalan utama. Terjadi
Magelang kemacetan saat jam masuk dan pulang
TK dan sekolah serta tidak adanya parker untuk
Pendidikan - - - - ✓
SD orang tua yang akan mengantar/
Perkantoran menjemput. Serta tidak tersedianya
tempat sampah dan parkir on street.
Gereja yang berada di jalan utama
tidak memiliki lahan parker yang
Peribadatan Gereja - - - - ✓
cukup luas sehingga mobil parkir
dijalan memakan badan jalan.
Perdagangan
6.2 Permukiman Bengkel - - - - - -
dan Jasa
121
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Catatan
(fungsi Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
122
Penggunaan Dampak
Lahan Sub
Kelurahan Sub Blok Jenis Kegiatan Catatan
(fungsi Kegiatan Polusi Polusi Polusi Polusi
Kemacetan
dominan) Udara Suara Air Visual
123
3.3.5 Analisis Pertumbuhan dan Pertambahan Penduduk
3.3.5.1 Proyeksi Penduduk
Proyeksi penduduk pada BWK I Kota Magelang menggunakan model rumus cohort,
berikut adalah hasil proyeksi selama 20 tahun kedepan dengan menggunakan model kohort:
Dari hasil proyeksi tersebut dapat diketahui bahwa perubahan peningkatan maupun
penurunan penduduk selama 20 tahun kedepan dapat di prediksi. Dari tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa setiap tahun akan terjadi peningkatan jumlah penduduk. pada tahun 2019
memiliki jumlah penduduk sebanyak 45.481 jiwa sedangkan pada tahun 2039 ikmengalami
peningkatan jumlah penduduk dengan jumlah 55.420 jiwa.
Analisis kepadatan penduduk merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk
pengembangan wilayah yang mendukung pengembangan sektor infrastruktur Kota Magelang
di BWK I. Kepadatan penduduk di BWK I dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.30 Kepadatan Penduduk BWK I Kota Magelang Pada Tahun 2019-2039
No Kelurahan Luas Ha 2019 2024 2029 2034 2039
1 Rejowinangun Utara 99,3 71 75 79 82 87
2 Rejowinangun Selatan 34,5 260 272 288 300 317
3 Kemirirejo 82,6 63 66 69 72 76
4 Magersari 88 73 76 81 84 89
5 Magelang 124,6 64 67 71 74 78
6 Cacaban 43,3 68 71 75 78 82
7 Panjang 34,5 201 210 222 232 244
Jumlah 506,8 799 836 886 924 974
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
124
Kepadatan penduduk BWK I di Kota Magelang pada tahun 2019 jika dilihat dari jumlah
keseluruhan dengan luas wilayah BWK I kepadatan penduduknya 799 Jiwa/Ha. Sedangkan
klasifikasi kepadatan penduduk jika menggunakan standar penduduk perkotaaan masuk pada
golongan sedang, maka dihitung dengan menggunakan standar dari BPS yang akan memperoleh
klasifikasi kepadatan penduduk rendah,sedang dan tinggi. Standarnya adalah sebagai berikut:
Berdaarkan hasil analisis dari tanel diats dapat dijelaskan bahwa kelurhan yang memliki
tingkat kepadatan paling tinggiadala Kelurahan rejowinangun Selatan dengan jumlah 317
jiwa/ha dan Kelurahan Panjang dengan jumlah 244 jiwa/ha. Sedangkan kelurahan yang
memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kelurahan Kemirirejo dengan jumlah 76
jiwa/ha.
125
Sumber : Hasil Analisis, 2019
Gambar 3.17 Peta Kepadatan Penduduk Tahun 2039
126
3.3.5.2 Proyeksi Distribusi Penduduk
Distribusi penduduk menunjukkan tingkat persebaran penduduk di BWK I Kota
Magelang dengan luas dan jumlah penduduk yang berbeda menjadikan persebaran atau
distribusi penduduk juga berbeda untuk setiap kelurahan di BWK I. Berdasarkan hasil
proyeksi penduduk dari tahun 2019-2039, dapat diketahui proyeksi distribusi penduduk
dari tabel berikut:
Tabel 3.32 Distribusi Penduduk
No Kelurahan 2019 2024 2029 2034 2039
1 Rejowinangun Utara 15,5% 15,5% 15,5% 15,5% 15,5%
2 Rejowinangun Selatan 19,7% 19,7% 19,7% 19,7% 19,7%
3 Kemirirejo 11,4% 11,4% 11,4% 11,4% 11,4%
4 Magersari 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1%
5 Magelang 17,6% 17,6% 17,6% 17,6% 17,6%
6 Cacaban 6,4% 6,4% 6,4% 6,4% 6,4%
7 Panjang 15,2% 15,2% 15,2% 15,2% 15,2%
Jumlah 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Rejowinangun
Selatan
15% 16% Kemirirejo
6%
Magersari
20%
18%
Magelang
11%
14%
Cacaban
Panjang
127
3.3.6 Analisis GAP
Analisis GAP dilakukan untuk melihat adanya perbedaan/selisih penggunaan lahan
antara peta pola ruang dan kondisi eksisting di BWK I Kota Magelang. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.33 Gap Antara Pola Ruang dan Eksisting di BWK I Kota Magelang
128
Kawasan Definisi Gap
Masih adanya
kegiatan diatas
Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari sempadan
Kawasan kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok irigasi seperti
Perlindungan sebagai perlindungan, penggunaan, dan kegiatan
Setempat pengendalian atas sumber daya yang ada pada permukiman,
sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan Pendidikan,
tujuannya. peribadatan,
perdagangan,
perkantoran
Sumber: Hasil Analisis, 2019
129
Spesifik Guna Lahan
Karakteristik Lokasi
Lokasi Eksisting
yang merupakan jenis tanah yang rentan terjadinya longsor.
Dan BWK I Kota Magelang yang berada di sekitar DAS
Progo dan ELO.
Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang
berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang Permukiman
disertai timbulnya api/penyalaan ataupun terjadi karena ulah Perdagangan
Kawasan atau kelalaian dari manusia. Dengan klasifikasi permukiman Perkantoran
Bencana dengan kepadatan > 60%, klasifikasi lebar jalan < 3 meter Peribadatan
Kebakaran
Tinggi tidak dapat dilalui mobil pemadam kebakaran ukuran kecil, Pendidikan
kualitas jalan sebagian kecil panjang jalan lingkungan telah
diperkeras (>40%) dan ketersediaan hidran > 1000 meter
lokasi permukiman yang terlayani oleh air hidran.
Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang
berlangsung dengan cepar dari suatu bahan bakar yang
disertai timbulnya api/penyalaan ataupun terjadi karena ulah Permukiman
Kawasan atau kelalaian dari manusia. Dengan klasifikasi permukiman Perdagangan
Bencana dengan kepadatan 20-60%, klasifikasi lebar jalan 3-6 meter Perkantoran
Kebakaran hanya dapat dilalui mobil pemadam kebakaran ukuran kecil, Peribadatan
Sedang kualitas jalan sebagian panjang jalan lingkungan telah Pendidikan
diperkeas (40%-75%) dan ketersediaan hidran 500 meter -
1000 meter lokasi permukiman yang terlayani oleh air
hidran.
Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang
berlangsung dengan cepar dari suatu bahan bakar yang
disertai timbulnya api/penyalaan ataupun terjadi karena ulah Permukiman
Kawasan atau kelalaian dari manusia. Dengan klasifikasi permukiman Perdagangan
Bencana dengan kepadatan dibawah 5%-20% dimasukkan ke non- Perkantoran
Kebakaran permukiman, klasifikasi lebar jalan > 6 meter dapat dilalui Peribadatan
Rendah mobil pemadam kebakaran ukuran besar dengan leluasa, Pendidikan
kualitas jalan sebagian panjanng jalan lingkungan telah
diperkeras (>75%) dan ketersediaan hidran 500m lokasi
permukiman yang terlayani oleh air hidran.
Menurut UU RI No. 11 Tahun 2010. Cagar Budaya adalah
warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya,
Perkantoran
Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
Peribadatan
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
Cagar Kesehatan
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
Budaya Perdagangan
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.Dapat dikatakan cagar budaya jika memenuhi Permukiman
aspek berikut berusia 50 (lima puluh) tahun atau
lebih,mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima
puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu
130
Spesifik Guna Lahan
Karakteristik Lokasi
Lokasi Eksisting
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan
memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadianbangsa.
Lokasi dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; dan menyimpan
informasi kegiatan manusia pada masa lalu.
Sumber: Hasil Analisis, 2019
b. Taman Kota
Kriteria perencanaan untuk taman kota:
Taman dapat berbentuk RTH (lapangan hijau;)
Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk;
Luas taman minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas minimal 144.000 m2;
131
Dapat dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olahraga
dengan minimal RTH 80%-90% dengan fasilitas yang terbuka untuk umum;
Jenis vegetasi dapat berupa pohon tahunan, perdu, dan semak yang ditanam secara
berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau
sebagai pembatas antar kegiatan.
Standar teknis untuk taman kota:
Unit lapangan basket memiliki dimensi luas 14m x 26m;
Unit lapangan volley memiliki dimensi luas 15m x 24m;
Trek lari memiliki lebar 7 m dan panjang 400 m;
Parkir Kendaraan memiliki luas 1500 m2- 2000 m2 atau disesuaikan dengan
jumlah penduduk kota;
Kolam retensi, kolam air, kolam air mancur, atau tandon bawah tanah memiliki
kapasitas minimal 12.000 liter yang dapat digunakan sebagai pengendali air larian
serta pasokan air untuk pemadam kebakaran.
c. Taman Kecamatan
Kriteria perencanaan untuk taman kecamatan:
Lokasi taman berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan;
Luas taman minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas minimal
24.000 m2;
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80%-90% dari
luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat
melakukan berbagai aktivitas;
Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal
50 (lima puluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis
taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau
sedang untuk jenis taman pasif.
Standar teknis untuk taman kecamatan:
Trek lari memiliki lebar 5 m dan panjang 325 m;
Sirkulasi jalur pejalan kaki memiliki lebar 1,5-2 m;
Parkir Kendaraan memiliki luas 500 m.
d. Taman Kelurahan
132
Kriteria perencanaan untuk taman kelurahan:
Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan;
Luas taman minimal 0,3 m2 per penduduk kelurahan, dengan luas minimal 9.000
m2;
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80%-90% dari luas
taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan
berbagai aktivitas;
Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal
25 (dua puluh lima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk
jenis taman aktif dan minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung dari jenis pohon
kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
Standar teknis untuk taman kelurahan:
Trek lari memiliki lebar 5 m dan panjang 325 m;
Sirkulasi jalur pejalan kaki memiliki lebar 1,5-2 m;
Parkir Kendaraan memiliki luas 300 m.
f. Taman RT
Kriteria perencanaan untuk taman rukun tetangga:
133
Taman yang disediakan untuk melayani penduduk satu RT, khususnya kegiatan
sosial di lingkurang RT tersebut;
Luas taman minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m2 ;
Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk
yang dilayaninya
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70%-80% dari luas
taman.
Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal
3 (3) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
g. Pemakaman
Kriteria perencanaan untuk pemakaman:
Lokasi taman berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Luas taman minimal 0,2 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 24.000 m2.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80%- Ukuran
makam 1 m x 2 m;
Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m;
Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan / perkerasan;
Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok
disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat;
Batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150-200 cm dengan
deretan pohon pelindung disalah satu sisinya;
Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar
buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung;
Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70%
dari total area pemakaman.
Standar teknis untuk pemakaman:
Ukuran makam 1x2 meter;
Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 meter;
Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan;
Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok
disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat;
134
Batas antar blok pemakaman berupa jalur pedestrian dengan lebar 150-200 cm
dengan deretan pohon pelindung disalah satu sisinya;
Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar
buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung;
Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70%
dari total areapemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang
hijaunya;
Sirkulasi jalur pejalan kaki memiliki lebar 1,5-2 m;
Parkir Kendaraan memiliki luas 300 m.
2. Sempadan Sungai
Sub zona sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Tujuan perlindungan adalah untuk
melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas
air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta pengamanan aliran sungai.
Standar teknis sempadan sungai mengacu pada Permen PU No. 28/PRT/M/2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Sempadan Danau. Untuk sungai tidak
bertanggul di dalam kawasan perkotaan, sempadan sungai ditentukan:
1. Paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter;
2. Paling sedikit berjarak 15 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter; dan
3. Paling sedikit berjarak 30 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 meter.
Apabila terdapat bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan
dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi
135
sempadan sungai. Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi bangunan yang terdapat
dalam sempadan sungai untuk fasilitas kepentingan tertentu
yang meliputi:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. fasilitas jembatan dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi; dan
e. bangunan ketenagalistrikan.
136
d. Tinggi bangunan gedung > 40 meter memiliki jarak antar bangunan gedung seluas
> 8 meter.
b. Ketersediaan hidran
Pada umumnya dalam satu kilometer pipa distribusi terdapat 4-5 buah hidran.
Ketentuan dalam penempatan hidran ini adalah sebagai berikut:
a. Jarak hidran diletakkan pada jarak 60 – 180 cm dari tepi jalan;
b. Hidran diletakkan 1 meter dari bangunan permanen;
c. Penempatan hidran diprioritaskan dipersimpangan jalan sehingga jarak
jangkauannya lebih luas;
137
e. Kondisi Jalan
Lebar jalan gang minimal 1,2 meter
Memiliki kemudahan akses yang dapat dilewati truk pemadam kebakaran dan
perlindungan sipil, lebar jalan utama minimal 3,5 meter.
Material penutup jalan menggunakan aspal untuk kenyamanan akses
kendaraan/mobil pemadam kebakaran
Ada jalan penyambung antar jalan untuk mempermudah akses dari segala arah.
138
c. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi merupakan jalur khusus yang menghubungkan semua area ke area Titik
Kumpul (area aman). Hal yang perlu diperhatikan dalam jalur evakuasi adalah:
Jalur evakuasi harus cukup lebar, yang bisa dilewati oleh 2 kendaraan atau lebih
(untuk jalur evakuasi di luar bangunan).
Harus menjauh dari sumber ancaman dan efek dari ancaman.
Jalur evakuasi harus baik dan mudah dilewati.
Aman dan teratur.
139
Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan fungsi
dan tata ruang dalam dengan tidak mengubah karakter struktur utama bangunan;
Dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan
tambahan yang menjadi suatu kesatuan dengan bangunan utama.
140
Bagian-bagian bangunan bersejarah yang akan ditutupi oleh bangunan baru, tidak
mengandung atribut warisan yang signifikan, dan tidak dalam bentuk tiga dimesnsi
Bangunan baru harus memiliki kualitas arsitektur yang baik dan berkontribusi
terhadap karakter bangunan bersejarah pada wilayah tersebut.
2. Masyarakat
Bentuk peran masayarakat dalam perencanaan tata ruang meliputi;
a. Member Masukan Mengenai
1. Persiapan penyusunan rencana tata ruang
2. Penentuan arah pengembangan suatu kawasan
3. Pengidentifikasian potensi dan masalah tata ruang kawasan
4. Penetapan rencana tata ruang
5. Perumusan konsepsi rencana tata ruang.
b. Bekerja sama dengan pemerintah daerah dan sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.
3. Swasta
Bentuk Swasta pemerintah dalam perencanaan tata ruang meliputi:
a. Mengikuti standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
b. Menimbang standar kualitas lingkungan.
141
B. Kewenangan Dalam Pemanfaatan Ruang
1. Pemerintah
Bentuk peran pemerintah dalam perencanaan tata ruang meliputi;
a. Perumusan keijakan strategis operasional rencana tata ruang dan kawasan strategis
b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujutan struktur ruang dan pola
ruang wilayah dan kawasan strategis
c. Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan
kawasan strategis
d. Pengarahan berbagai lokasi kegiatan pembangunan fisik (sarana dan prasarana),
baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta atau masyarakat
e. Pemberi izin berbagai kegiatan pembangunan atau pemanfaatan ruang
2. Masyarakat
Bentuk peran masayarakat dalam pemanfaatan tata ruang meliputi ;
a. Masukan mengenai kebijakan pemanfaaatan ruang
b. Berkerjasama dengan pemerintah daerah dan sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang
c. Kegiatan yang memanfaatan ruang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata
ruang
d. Peningkatan efisiensi dengan, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan
kearifan lokal, serta sesuai dengan ketentuang peraturan perundang-undangan
e. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan, keamanan negara, serta memelihara,
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan sumber daya alam
f. Kegiantan investasi dlam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Swasta
Bentuk peran Swasta dalam pengendalian tata ruang meliputi;
a. Menimbang standar kualitas lingkungan
b. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
142
C. Kewenangan Dalam Pengendalian Ruang
1. Pemerintah
Bentuk peran pemerintah dalam pengendalian tata ruang meliputi;
a. Pelaporan, yaitu usaha atau kegiatan memberikan informasi secara obyektif
mengenai pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan
rencaana pemanfaatan ruang
b. Pemantauan, yaiu usaha untuk mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan
cermat perubahan kualitas tata runag dan lingkugan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang
c. Evaluasi, yaitu usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang secara
keseluruhan.
2. Masyarakat
Bentuk peran masayarakat dalam pengendalian tata ruang meliputi:
a. Memberi masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberi
insentif dan disentif, serta pengenaan sanksi;
b. Keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang
yang telahyang telah ditetapkan;
c. Pelaporan kepada instansi yang berwenang dalam hal dugaan penemuan
penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan;
d. Pengajuan keberatan atas keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembbangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
3. Swasta
Bentuk peran Swasta dalam pengendalian tata ruang adalah mengikui regulasi yang
ada di suatu kawasan
143
A. Isu Strategis Kondisi Fisik dan Lingkungan
1. BWK I mempunyai kawasan rawan bencana tanah longsor dan bencana kebakaran
yang berada di beberapa kelurahan serta tidak tersedianya jalur evakuasi bencana;
2. BWK I mempunyai daya tampung yang sudah tidak mencukupi hingga tahun
2038 sehingga dibutuhkan strategi agar dapat menyesuaikan daya tampung.
144
3. Adanya pengembangan jalan arteri primer dan arteri sekunder meliputi ruas jalan
arteri primerantara Semarang (PKN)–Magelang (PKW)–Yogyakarta (PKN)
yaitu, Jalan Jenderal Ahmad Yani–Jalan Urip Sumoharjo–Jalan Sukarno–Hatta;
4. Adanya pengembangan ruas jalan lingkar timur sebagai arteri primer yang
melewati rute di wilayah Kabupaten Magelang, dan terintegrasi dengan jaringan
jalan regional, Provinsi, dan nasional;
5. Adanya rencana Pengembangan lokasi dan kelas pelayanan terminal yang berada
di Terminal Kawasan Shopping Center (BWK I).
145
Adapun isu utama yang dihasilkan dari isu strategis yang ada adalah sebagai berikut:
1. Over Capacity: Jumlah penduduk yang melebihi daya tampung penduduk dan
daya tampung perumahan.
2. Kepadatan: BWK I ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kota (PPK) yang
berfungsi untuk melayani dan mewadahi kegiatan sosial-ekonomi kota,
rekreasi/wisata perkotaan dan permukiman dengan kepadatan tinggi serta
diarahkan pada pengembangan vertikal berdasarkan RTRW Kota Magelang No.
4 Tahun 2012
3. Sarana dan Prasarana yang belum sepenuhnya terlayani: Adanya sarana dan
prasarana yang belum memenuhi kebutuhan masyarakat ataupun sarana dan
prasarana belum dimanfaatkan secara maksimal.
4. Rencana pengembangan: Kebijakan yang dituangkan dalam rencana-rencana
yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan Kota Magelang
khususnya BWK I Kota Magelang. BWK I ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan
Kota (PPK) yang berfungsi untuk melayani dan mewadahi kegiatan sosial-
ekonomi kota, rekreasi/wisata perkotaan dan permukiman dengan kepadatan
tinggi serta diarahkan pada pengembangan vertikal berdasarkan RTRW Kota
Magelang No. 4 Tahun 2012
146
BAB IV
ALTERNATIF KONSEP
147
15. Kapasitas fiskal yang cukup dari pemerintah, untuk membiayai sarana dan
prasarana perkotaan
16. Penyediaan infrastruktur dan service publik yang efisien.
Konsep pengembangan kota dengan konsep compact city merupakan salah satu
konsep yang dianggap cocok untuk diterapkan BWK I Kota Magelang dengan prinsip
dan kriteria dari konsep compact city dengan merekayasa kepadatan lahan-lahan
terbangun. Untuk lebih jelasnya penilaian kondisi eksisting terhadap kriteria konsep
compact city dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Penilaian Kondisi Eksisting Terhadap Kriteria Compact City di BWK I
Kota Magelang
1. Kepadatan penduduk:
Kepadatan penduduk BWK I
Kota Magelang termasuk
Terpenuhi
kedalam klasifikasi kepadatan
sedang menuju tinggi
mencapai 198 – 338 jiwa/Ha.
2. Kepadatan lahan terbangun:
Lahan terbangun pada
Kepadatan
kawasan BWK I Kota
penduduk,
Magelang sudah mencapai
kepadatan lahan
Pemadatan 245,02 Ha dari luas lahan
terbangun,
Populasi BWK I sebesa 245,97 Ha.
kepadatan Terpenuhi
permukiman yang Kepadatan lahan terbangun
tinggi pada kawasan BWK I Kota
Magelang sekitar 3.330
jiwa/Ha termasuk kedalam
kepadatan lahan terbangun
yang tinggi.
3. Kepadatan permukiman:
Berdasarkan hasil perhitungan Terpenuhi
kepadatan permukiman
148
Prinsip Kriteria Kondisi Eksisting Penilaian
5. Penyediaan fasilitas
perdagangan dan jasa
Terpenuhi
memiliki rasio yang tinggi
dan jasa sebesar 53,4.
Transportasi multi-
sarana,kepadatan 1. BWK I Kota Magelang tidak
Intensifikasi jaringan jalan yang memiliki transportasi multi-
Transportasi tinggi, penghargaan sarana, dimana transportasi Belum Terpenuhi
Publik pada pejalan kaki, publik hanya terdiri dari
sepeda dan angkutan umum dan bus.
transportasi publik
149
Prinsip Kriteria Kondisi Eksisting Penilaian
Jarak permukiman
yang dekat dengan
pusat kecamatan Jarak permukiman terjauh ke
Ukuran Optimal
(Semakin jauh maka pusat Kecamatan mencapai 5,2 Terpenuhi
Kota
semakin tidak km
mengindikasikan
compact city)
Berdasarkan kondisi
ekonominya, tingkat
kesejahteraan tenaga kerja
Belum Terpenuhi
semakin menurun hal tersebut
diakibatkan karena menurunnya
Kualitas hidup baik, pendapatan
Kesejahteraan performa hidup
BWK I Kota magelang
Sosial-Ekonomi sehari-hari makin
merupakan kawasan pusat-pusat
mudah
kegiatan perekonomian dengan
skala pelayanan regional yang Terpenuhi
tidak hanya mampu melayani
BWK I melainkan melayani Kota
Magelang.
Sumber: Hasil Analisis, 2019
150
vertikal, sehingga konsep Compact City bisa digunakan berdasarkan arahan kebijakan
tersebut karena konsep ini secara karakteristik memiliki kepadatan yang relatif tinggi
dan secara fisik terdiri dari bangunan-bangunan vertikal, selain itu hal ini dapat
menjawab isu untuk daya tampung yang sudah tidak mencukupi.
2. Mayoritas kawasan sudah terbangun. Kawasan yang sudah terbangun di kawasan
BWK I Kota Magelang sebesar 245,02 Ha dari luas lahan keseluruhan sebesar 245,97
Ha, sehingga sulit dilakukan pembangunan sarana dan prasarana yang sesuai dengan
kebutuhan. Dengan diterapkannya konsep Compact City, salah satu karakteristiknya
ialah penghematan lahan sehingga pembangunan kebutuhan sarana prasarana dapat
dilakukan. Dari konsep ini pula dapat menjawab isu kurangnya ketersediaan ruang
terbuka hijau di BWK I Kota Magelang.
3. Berdasarkan karakteristik Compact City, infrastruktur perkotaan akan lebih ditekankan
pada pengelolaan sanitasi dan listrik. Hal tersebut dapat menjawab isu di BWK I Kota
Magelang dimana terdapat pencemaran air tanah yang disebabkan oleh limbah
domestik. Selain itu, cakupan pelayanan air bersih yang sepenuhnya belum melayani
penduduk di BWK I Kota Magelang.
4. Konsep Compact City, secara fisik terrdiri dari pembangunan vertikal. Berdasarkan
topografi, BWK I Kota Magelang berada di kelerengan/topografi yang landai sehingga
konsep tersebut cocok digunakan karena dengan pembangunan vertikal tidak
menyebabkan adanya kerusakan lingkungan dan bencana seperti longsor.
151
mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum
masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk
dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan
semua pihak terkait (stakeholders).
Konsep Green City ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang
disampaikan Hill, Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis
Mumford, danIan McHarg. Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan
diatas adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini
menekankan pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru
yang memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari
pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan
sendirinya menciptakan aset alami lokal.
Kota hijau berkorelasi dengan faktor urbanisasi yang menyebabkan pertumbuhan kota-
kota besar menjadi tidak terkendali bila tidak ditata dengan baik. Adapun kriteria kota
hijau setidaknya memiliki delapan atribut, yaitu:
152
1. Green planning and design (Perencanaan dan rancangan hijau)
Perencanaan dan rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada
konsep pembangunan kota berkelanjutan. Green city menuntut perencanaan tata guna
lahan dan tata bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang yang
atraktif dan estetik.
2. Green open space (Ruang terbuka hijau)
Ruang terbuka hijau adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka
hijau berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan
iklim mikro yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan lahan taman,
koridor hijau dan lainlain.
3. Green Waste (Pengelolaan sampah hijau)
Green waste adalah pengelolaan sampah hijau yang berprinsip pada reduce
(pengurangan), reuse (penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang). Selain itu,
pengelolaan sampah hijau juga harus didukung oleh teknologi pengolahan dan
pembuangan sampah yang ramah lingkungan.
4. Green transportation (Transportasi hijau)
Green transportation adalah transportasi umum hijau yang fokus pada pembangunan
transportasi massal yang berkualitas. Green transportation bertujuan untuk
meningkatkan penggunaan transportasi massal, mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi, penciptaan infrastruktur jalan yang mendukung perkembangan transportasi
massal, mengurangi emisi kendaraan, serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi
pejalan kaki dan pengguna sepeda.
5. Green water (manajemen air yang hijau)
Konsep green water bertujuan untuk penggunaan air yang hemat serta penciptaan air
yang berkualitas. Dengan teknologi yang maju, konsep ini bisa diperluas hingga
penggunaan hemat blue water (air baku/ air segar), penyediaan air siap minum,
penggunaan ulang dan pengolahan grey water (air yang telah digunakan), serta
penjagaan kualitas green water (air yang tersimpan di dalam tanah).
6. Green energy (Energi hijau)
Green energi adalah strategi kota hijau yang fokus pada pengurangan penggunaan
energi melalui penghemetan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi
153
terbaharukan, seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik dari emisi
methana TPA dan lain-lain.
7. Green building (Bangunan hijau)
Green building adalah struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan
pembangunannya bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan,
renovasi bahkan dalam perubuhan. Green building harus bersifat ekonomis, tepat
guna, tahan lama, serta nyaman. Green building dirancang untuk mengurangi dampah
negatif bangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan penggunaan
energi, air, dan lain-lain yang efisien, menjaga kesehatan penghuni serta mampu
mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
8. Green Community (Komunitas hijau)
Green community adalah strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan
pemerintah, kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota
hijau. Green community bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata stakeholder
dalam pembangunan kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter
dan kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan membuang sampah
dan partisipasi aktif masyarakat dalam program-program kota hijau pemerintah.
154
sustainable city diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E: Environment
(Ecology), Economy, Employment, Equity Engagement, dan Energy (Lestari dkk
(2012)). Prinsip kota berkelanjutan meliputi:
1. Terjaminnya perekonomian yang stabil,
2. Peningkatan produktivitas warga,
3. Pelayanan publik yang memadai,
4. Terjaminnya kualitas lingkungan dan pemerataan, kesejahteraan, lingkungan
yang sehat dan lestari (wardhono, 2011).
Pembangunan kota berkelanjutan di negara maju menurut Budihardjo (2005)
umumnya perhatiannya banyak diberikan pada konservasi dan pemeliharaan, baik
lingkungan alamiah maupun lingkungan buatan.Terdapat tiga hal merupakan prinsip
perancangan kota yang berkelanjutan yaitu:
1. Pemakaian kembali bangunan, jalan, infrastruktur yang sudah ada, serta
komponen dan material bangunan yang telah didaur ulang.
2. Konservasi sumberdaya alam, flora, fauna, dan tata ruang.
3. Pola dan konstruksi bangunan harus memakai engergi seminimal mungkin. Setiap
bangunan harus dirancang fleksibel sehingga dapat dipakai untuk fungsi berbeda
sepanjang usia bangunan (Suyanto,2015).
Upaya menciptakan kota hijau atau berkelanjutan menurut Budihardjo (2005)
diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E, yang terdiri dari :
1. Environment (Ecology)
2. Economy (Employment)
3. Equity
4. Engagement
5. Energy (Suyanto,2015).
Konsep pengembangan kota dengan konsep green city merupakan salah satu konsep
yang dianggap cocok untuk diterapkan BWK I Kota Magelang dengan prinsip dan kriteria
dari konsep green city pada pembangunan yang berorientasi lingkungan. Untuk lebih
jelasnya penilaian kondisi eksisting terhadap kriteria konsep green city dapat dilihat pada
tabel berikut.
155
Tabel 4.2 Penilaian Kondisi Eksisting Terhadap Kriteria Green City di BWK I
Kota Magelang
156
Komponen Penilaian (Valunter)
Kondisi Eksisting Penilaian
Prinsip Kriteria
Megarsari memiliki kurang dari 1
sedangkan di kelurahan magelang dan
panjang belum terdapat sarana
peribadatan.
Sarana perdagangan dan jasa BWK I
Berdasarkan indeks pelayanan yang
berada di BWK I Kota Magelang,
mayoritas fasilitas perdagangan
memiliki nilai indeks pelayanan lebih Sesuai
dari 1, yang mengartikan bahwa
fasilitas tersebut sudah memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk di
wilayah BWK I Kota Magelang.
BWK I Kota Magelang memiliki
angkutan umum dengan trayek 10 Sesuai
jalur.
BWK I kota Magelang memiliki
terminal tipe C yang terletak di jalan
Sesuai
suprapto yang berfungsi untuk
Transportasi Hijau
melayani angkutan pedesaan.
Tidak terdapatnya halte dibanyak ruas
jalan yang dilintasi oleh angkutan Sesuai
kota.
70% Jalur pejalan kaki yang ada sudah
Sesuai
sesuai standar
Ketersediaan air bersih (PDAM) untuk
kawasan BWK I Kota Magelang dapat Sesuai
memenuhi kebutuhan 20 tahun
Green Cakupan pelayanan air bersih PDAM
Tidak
water (manajemen air belum melayani 100% kawasan BWK
Sesuai
yang hijau) I kota magelang hanya 87,54% .
Tidak ada mata air di kawasan BWK I
Tidak
Kota Magelang sebagai penyokong air
Sesuai
bersih
Pengelolaan listrik yang belum
maksimal karena sering padamnya Tidak
listrik akibat pemeliharaan energi Sesuai
terbaharukan.
Green energy (Energi Kebutuhan listrik domestik sudah
hijau) melayani masyarakat BWK I Kota Sesuai
Magelang.
Cakupan jaringan telekomunikasi
sudah dapat melayani seluruh Sesuai
penduduknya
Green
Community (Komunitas
hijau)
157
Komponen Penilaian (Valunter)
Kondisi Eksisting Penilaian
Prinsip Kriteria
Terdapat bank sampah yang menjadi
Sesuai
konsep pengelolaan sampah saat ini
Green
71 % Sampah di BWK I merupakan
Waste (Pengelolaan Sesuai
sampah organic
sampah hijau)
Prasarana persampahan yang belum Tidak
memenuhi kebutuhan, seperti TPS Sesuai
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Tidak
Green open (RTH) yang masih belum terpenuhi
Sesuai
space (Ruang terbuka seluas 69,20 Ha.
hijau) RTH masih belum tersebar secara Tidak
menyeluruh Sesuai
Terdapat kegiatan-kegiatan lain yang
berkembang di luar fungsi
Tidak
dominannya yang menimbulkan
Terjaminnya Sesuai
dampak negative seperti polusi,
kualitas
kebisingan, kemacetan, dll.
lingkungan
Terdapat pembuangan limbah
dan Tidak
domestic ke anak sungai yang terdapat
pemerataan, Sesuai
di kelurahan rejowinangun utara.
kesejahteraan,
Terdapat kawasan bencana alam di
lingkungan
BWK I Kota Magelang yaitu kawasan
yang sehat
bencana longsor dan kawasan bencana Tidak
dan lestari
kebakaran di beberapa kelurahan dan Sesuai
tidak tersedianya jalur evakuasi
bencana
Sumber: Hasil Analisis, 2019
158
4.3 KONSEP LIVABLE CITY
Livable city merupakan bagian dari sustainable city, Livable city merupakan konsep
kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh
masyarakat. Konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan
pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun
habitat sosial untuk realisasinya.
Lennard (1997), prinsip dasar untuk Livable City adalah:
Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian yang layak, air
bersih, listrik)
Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman kota,
fasilitas ibadah, kesehatan)
Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi
Keamanan, bebas dari rasa takut
Mendukung fungsi ekonomi, sosial, dan budaya
Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik
Tabel 4.3 Penilaian Kondisi Eksisting Terhadap Kriteria Compact City di BWK I
Kota Magelang
159
Prinsip Kriteria Data Eksisting Penilaian
mempunyai skala pelayanan
regional.
BWK 1 didominasi oleh
pemukiman dengan tingkat
kepadatan sedang kecuali
Mudah dijangkau,
kelurahan cecaban dengan
Permukiman keanekaragaman Sesuai
kepadatan sangat rendah serta
jenis perumahan
keluraha kemirirejo dan
magelang dengan kepadatan
rendah.
Kualitas udara,
Kualitas suara, air, estetik, Kebutuhan rth masih belum
Tidak sesuai
lingkungan kualitas taman dan terpenuhi
ruang terbuka
Ada beberapa moda
transport yang
menghubungkan
satu wilayah dengan
wilayah yang lain, Menurut nilai headway dan
Trasportasi pergerakan yang load factor tingkat pelayanan Sesuai
aman. Dapat angkutan umum sudah baik.
menjangkau
pekerjaan,
perumahan, dan
pelayanan.
Distribusi
Persebaran perdagangan dan
persebaran
Equity jasa memiliki lokasi yang Tidak sesuai
infrastruktur yang
strategis
sama
Sumber: Hasil Analisis, 2019
160
Tabel 4.4 Keterkaitan Isu Dengan Alternatif Konsep di BWK I Kota Magelang
Konsep
Konsep Konsep
Isu Utama Isu Strategis Green
Compact City Livable City
City
BWK I mempunyai daya tampung yang
sudah tidak mencukupi hingga tahun
√
2038 sehingga dibutuhkan strategi agar
Over Capacity dapat menyesuaikan daya tampung.
Adanya permasalahan keterbatasan lahan
untuk pembangunan karena mayoritas √
kawasan sudah terbangun;
Mayoritas tingkat kepadatan penduduk
BWK I Kota Magelang termasuk dalam
kategori sedang-tinggi berkisar antara
√
198 jiwa/Ha hingga 330 jiwa/Ha, serta
distribusi penduduk yang tidak tersebar
secara merata
Kelurahan Magelang membutuhkan
backlog paling banyak dari tahun 2019
Kepadatan √
hingga tahun 2039 di BWK I Kota
Magelang
BWK I mempunyai GSB samping pada
bangunan permukiman yang terlalu rapat
sehingga menyebabkan kurangnya
√
sirkulasi udara dan pencahayaan yang
masuk serta menyebabkan mudahnya
penyebaran api apabila terjadi kebakaran
Kebutuhan RTH yang masih belum
terpenuhi sebesar 69,20 Ha dan selalu
meningkatnya pembangunan yang √ √
mengakibatkan lahan terbuka beralih
menjadi lahan terbangun.
Adanya permasalahan kondisi saluran
drainase yang tidak terawat dan tidak
√ √
Sarana dan berfungsi dengan baik seperti tertimbun
prasarana tanah dan sampah
belum Adanya permasalahan prasarana
terpenuhi persampahan, dimana masih kurangnya
jumlah kebutuhan TPS (Tempat
Pembuangan Sampah). BWK I Kota
Magelang hanya memiliki 3 TPS dari 18 √ √
TPS yang dibutuhkan dan menurut dinas
lingkungan hidup Kota Magelang, pada
tahun 2017 jumlah persentase sampah
yang terangkut sebesar 73,9%. Sisa yang
161
Konsep
Konsep Konsep
Isu Utama Isu Strategis Green
Compact City Livable City
City
tidak terangkut akan menjadi tumpukan
sampah
Adanya permasalahan prasarana sanitasi,
dimana diperlukan pengembangan
sanitasi komunal dengan pembangunan
IPAL (Instalasi Pengelolaan Air
√ √ √
Limbah) untuk kawasan-kawasan yang
memiliki kepadatan permukiman yang
tinggi dan kawasan yang membuang
limbah domestik pada sekitar sungai
Adanya permasalahan prasarana
persampahan, dimana kondisi eksisting
di BWK I Kota Magelang tidak memiliki
komposter komunal. Selain dapat
√ √
mengurangi timbulan sampah, hasil dari
komposter, berupa pupuk, sangat
berguna bagi bidang pertanian dan dapat
meningkatkan pendapatan warga sekitar
Adanya permasalahan prasarana air
bersih, dimana cakupan pelayanan air
bersih PDAM hanya mampu melayani
√ √ √
87,54% kawasan BWK I Kota
Magelang, sedangkan 12,46% dilayani
selain PDAM
BWK I mempunyai kawasan rawan
bencana tanah longsor dan bencana
kebakaran yang berada di beberapa √ √
kelurahan serta tidak tersedianya jalur
evakuasi bencana
BWK I mempunyai kawasan strategis
pertumbuhan ekonomi yang berada pada
kawasan sekitar Alun-Alun. Dengan
arahan mempertahankan peruntukan
ruang sebagai kawasan strategis pada
Rencana lokasi yang mempunyai potensi
pengembangan ekonomi yang cepat tumbuh dengan
√ √ √
sarana dan skala pelayanan kota dan regional,
prasarana kawasan strategis Daerah mempunyai
fungsi penggerak pertumbuhan ekonomi
kawasan dan dapat dijangkau dari
berbagai sudut wilayah Daerah, prioritas
pengembangan dan pembangunan
jaringan prasarana dan infrastruktur
162
Konsep
Konsep Konsep
Isu Utama Isu Strategis Green
Compact City Livable City
City
penunjang kegiatan ekonomi di kawasan
strategis Daerah
BWK I ditetapkan sebagai Pusat
Pelayanan Kota (PPK) yang berfungsi
untuk melayani dan mewadahi kegiatan
sosial-ekonomi kota, rekreasi/wisata
perkotaan dan permukiman dengan √
kepadatan tinggi serta diarahkan pada
pengembangan vertikal berdasarkan
RTRW Kota Magelang No. 4 Tahun
2012
Adanya rencana pengembangan terminal
penumpang jalan Tipe A didalam RTRW √ √ √
Provinsi Jawa Tengah;
Adanya rencana pengembangan jaringan
jalan berdasarkan sistem meliputi
√ √ √
peningkatan Jalan Jenderal Sudirman
menjadi 3 (tiga) /4 (empat) lajur
Adanya pengembangan jalan arteri
primer dan arteri sekunder meliputi ruas
jalan arteri primerantara Semarang
(PKN)–Magelang (PKW)–Yogyakarta √ √ √
(PKN) yaitu, Jalan Jenderal Ahmad
Yani–Jalan Urip Sumoharjo–Jalan
Sukarno–Hatta
Adanya pengembangan ruas jalan
lingkar timur sebagai arteri primer yang
melewati rute di wilayah Kabupaten
√ √ √
Magelang, dan terintegrasi dengan
jaringan jalan regional, Provinsi, dan
nasional
Adanya rencana Pengembangan lokasi
dan kelas pelayanan terminal yang
√ √ √
berada di Terminal Kawasan Shopping
Center (BWK I)
Adanya rencana pengembangan kawasan
strategis dan pusat pertumbuhan baru
Kota Magelang, seperti : Kawasan
Wisata dan Pengembangan Wisata √ √ √
Bangunan Kuno/ Heritage, Kawasan
Alun-alun dan sekitarnya (Losmenan
dan lain sebagainya)
Sumber: Hasil Analisis, 2019
163
Berdasarkan tabel diatas, maka prinsip konsep yang paling banyak menjawab isu
adalah konsep compact city. Maka konsep pembangunan dan pengembangan yang
ditetapkan untuk menjawab kebutuhan dari BWK I Kota Magelang adalah konsep
compact city. Konsep dari compact city diharapkan mampu mengatasi permasalahan di
BWK I Kota Magelang berdasarkan kebijakan dan potensi yang bisa dikembangkan
dalam upaya pembangunan dan pengembangan BWK I Kota Magelang. Dimana BWK I
ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kota (PPK) yang berfungsi untuk melayani dan
mewadahi kegiatan sosial-ekonomi kota, rekreasi/wisata perkotaan dan permukiman
dengan kepadatan tinggi serta diarahkan pada pengembangan vertikal berdasarkan
RTRW Kota Magelang No. 4 Tahun 2012.
Berdasarkan konsep Compact City, rencana pola ruang yang dibentuk akan diarahkan
kepada zona penggunaan lahan campuran dimana terdiri dari zona pencampuran guna
lahan permukiman dan zona perdagangan dengan permukiman dan perkantoran.
Selanjutnya, pengembangan bangunan vertikal pada kawasan yang memiliki kepadatan
perumahan tinggi-sedang untuk dapat memenuhi daya tampung penduduk pada tahun
2039, penambahan zonasi lindung yang berupa zona ruang terbuka hijau taman kota dan
RTH median jalan untuk dapat meminimalisir penggunaan lahan yang berada di BWK I
Kota Magelang.
Rencana struktur ruang yang dibentuk akan diarahkan kepada sistem transportasi
dimana konektivitas antarmoda dan konektivitas antar guna lahan perlu ditingkatkan
sehingga dalam mencapai infrastruktur yang satu dengan yang lainnya akan terintegrasi
dengan baik.
164
BAB V
RENCANA STRUKTUR RUANG
165
pelaksanaan pembangunan prasarana dan utilitas pada BWP, serta mengakomodasikan
kebutuhan pelayanan prasarana dan utilitas BWP termasuk kebutuhan pergerakan
manusia dan barang dengan mempertimbangkan inovasi dan atau rekayasa teknologi.
Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hierarki kota
sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem pemanfaatan
ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Pengembangan sistem pusat pelayanan akan
mempermudah masyarakat kota untuk mendapatkan pelayanan sarana dan prasarana
perkotaan. Rencana pengembangan pusat pelayanan merupakan distribusi pusat-pusat
pelayanan yang ada di dalam BWP yang berfungsi untuk melayani sub BWP. Rencana
sistem pusat pelayanan terdiri dari Pusat Pelayanan Kota (PPK), Sub Pusat Pelayanan
Kota (SPPK), dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
Rencana pusat-pusat pelayanan wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-
pusat pelayanan kegiatan kota yang berhierarki yang dihubungkan oleh sistem jaringan
prasarana wilayah kota. Kawasan pusat kota merupakan kawasan pusat pelayanan serta
simpul kegiatan masyarakat pada suatu wilayah kota. Pusat kota identik dengan
pemusatan seluruh fasilitas pelayanan seperti perdagangan dan jasa, fasilitas pendidikan,
pemerintaha serta peribadatan skala besar/skala kota. Orientasi pergerakan masyarakat
kota menentukan suatu kawasan menjadi pusat kota dengan komplesitas kegiatan.
Sedangkan sub pusat pelayanan kota merupakan wilayah yang ada di dalam kawasan
potensial pengembangan kota berdasarkan lingkup pelayanan tertentu.
166
Perumahan Kepadatan Tinggi, Pendidikan Skala Kota dan Kelurahan Kemirirejo
memiliki fungsi sebagai Perumahan Kepadatan Sedang, Kesehatan Skala Kota,
Pendidikan Skala Kecamatan.
Sub
Total Hierarki Struktur Pelayanan Kelurahan Fungsi
Pusat
Sub Pusat Rejowinangun Perumahan Kepadatan Sedang,
Sub A 201.6667 III
Lingkungan/Kelurahan Selatan Perdagangan Jasa
Perumahan Kepadatan Tinggi,
Sub B 326.6667 II Sub Pusat BWP Magersari
Pendidikan Skala Kota
Sub Pusat Rejowinangun Perumahan Kepadatan Sedang,
Sub C 201.6667 III
Lingkungan/Kelurahan Utara, Panjang Perkantoran dan Pemerintahan
Perumahan Kepadatan Sedang,
Sub D 311.6667 II Sub Pusat BWP Kemirirejo Kesehatan Skala Kota,
Pendidikan Skala Kecamatan
Perumahan Kepadatan Sedang
Cacaban,
Sub E 351.6667 I Pusat BWP dan Tinggi, Kesehatan Skala
Kemirirejo
Kota
Magelang, Perumahan Kepadatan Sedang
Sub Pusat
Sub F 182.6667 III Panjang, dan Tinggi, Pendidikan skala
Lingkungan/Kelurahan
Kemirirejo Kecamatan
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Berdasarkan hasil analisis, pusat-pusat pelayanan yang ada di BWK I yaitu mulai
dari pusat pelayanan kota, subpusat pelayanan kota, dan pusat lingkungan Hierarki I
merupakan Pusat Pelayan Kota yaitu Kelurahan Cacaban, Kemirirejo. Hierarki II
merupakan Subpusat Pelayanan Kota yaitu Kelurahan Magersari dan Kemirirejo.
Sedangkan untuk pusat pelayanan lingkungan yaitu Kelurahan Magelang, Kelurahan
Panjang, Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kelurahan
Rejowinangun Selatan.
167
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.1 Peta Rencana Sistem Pusat Perkotaan
168
5.2 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI
Rencana pengembangan jaringan transportasi bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pergerakan di BWK I Kota Magelang. Rencana
pengembangan jaringan transportasi di BWK I Kota Magelang meliputi rencana jaringan
jalan, rencana pengembangan terminal, rencana halte, rencana penyediaan lahan parkir,
rencana jaringan pedestrian, dan rencana jalur sepeda.
1. Peningkatan kondisi jalan pada ruas-ruas jalan yang masih memiliki kondisi dalam
kategori sedang. Untuk lebih jelasnya berikut adalah kondisi jaringan jalan di BWK
I Kota Magelang.
2.
Berdasarkan tabel diatas, maka rencana jaringan jalan di BWK I Kota Magelang
akan diprioritaskan untuk peningkatan kondisi jalan pada ke 10 ruas jalan tersebut.
169
5.2.2 Rencana Terminal
Rencana pengembangan terminal di BWK I Kota Magelang yaitu rencana untuk
pengembangan terminal Magersari yang terletak di Jalan Suprapto Kota Magelang dan
memiliki luas sebesar 1.510 m2 dan merupakan terminal Tipe C. Pengembangan pada
terminal Magersari hanya sebatas pada peningkatan kualitas-kualitas penunjang yang
masih belum terpenuhi berdasarkan standar terminal yang dikeluarkan oleh Kementrian
Perhubungan. Terminal Magersari tidak memiliki kantin, ruang pengobatan, telepon
umum, tempat penitipan barang, dan taman yang merupakan fasilitas penunjang yang
harus tersedia di terminal tipe C. Maka dari itu, penambahan-penambahan fasilitas harus
dipenuhi berdasarkan standar terminal menurut Kementrian Perhubungan. Selain itu,
berdasarkan RTRW Kota Magelang, tidak ada arahan untuk peningkatan kelas, ataupun
pengembangan lainnya untuk terminal Magersari.
170
Berdasarkan standar diatas, maka kebutuhan halte di BWK 1 Kota Magelang
sebanyak 55 unit yang tersebar di ruas jalan yang dilalui oleh angkutan umum. Jarak antar
halte yang direncanakan berjarak antara 200 – 300 m tergantung jenis guna lahan. Untuk
lebih jelasnya, rencana penambahan jumlah halte dapat dilihat pada peta berikut.
171
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.2 Rencana Lokasi Halte BWK I Kota Magelang
172
5.3.4 Rencana Penyediaan Parkir
Rencana pengembangan penyediaan lahan parkir yang ada di BWK 1 Kota
Magelang bertujuan untuk meningkatkan aksesibiltas dan kelancaran lalu lintas.
Berdasarkan RTRW Kota Magelang, Penempatan fasilitas parkir yang diijinkan di Kota
Magelang berupa:
1. Parkir di badan jalan (on street parking)
a. pada tepi jalan tanpa pengendalian parkir
b. pada kawasan parkir dengan pengendalian parkir.
2. Parkir di luar badan jalan (off street parking)
a. fasilitas parkir untuk umum adalah tempat yang berupa gedung parkir atau taman
parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan tersendiri.
b. fasilitas parkir sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa gedung parkir
atau taman parkir yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama.
Sumber: www.arsitag.com
Gambar 5.3 Ilustrasi Gedung Parkir
173
Sumber: idea.grid.id
Gambar 5.4 Ilustrasi Lahan Parkir Bersama
5.3.5 Rencana Jalur Pedestrian
Rencana pengembangan jalur pejalan kaki bertujuan untuk meningkatkan
keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Menurut RTRW Kota Magelang arahan
pengembangan sarana pejalan kaki di Kota Magelang adalah dengan penertiban trotoar
dari PKL dan menjadikan fungsi trotoar sebagaimana mestinya. Untuk memberikan
kenyamanan bagi pengguna jalan raya maka batas minimal trotoar harus dipenuhi serta
penggunaan trotoar dioptimalkan sebagai jalur pejalan kaki, bukan untuk kegiatan lain.
Adapun menurut Permen PU, standar lebar minimum untuk pejalan kaki berdasarkan
fungsi jalan adalah sebagai berikut.
Tabel 5.4 Lebar Standar Jalur Pejalan Kaki Berdasarkan Fungsi Jalan
No Fungsi Jalan Lebar Jalur Pejalan Kaki (m)
1 Arteri 1,8
2 Kolektor 1,2
3 Lokal 1,2
Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum
174
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang, 2011
Gambar 5.5 Rencana Trotoar di Tepi Luar Saluran Utilitas dan Pedestrian
dengan Batas Badan Jalan
Gambar 5.6 Rencana Trotoar di Tepi Dalam Saluran Drainase dan Pedestrian
dengan Batas Gedung
Berdasarkan arahan dari RTRW Kota Magelang dan standar mengenai lebar jalur
pedestrian dari Kementrian Pekerjaan Umum, maka rencana jalur pejalan kaki di BWK I
Magelang yaitu pengembangan/penyediaan jalur pejalan kak i di ruas jalan ateri, kolektor
dan lokal dengan standar lebar yang sudah ditentukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada peta berikut.
175
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.7 Rencana Pengembangan Jalur Pedestrian BWK I Kota Magelang
176
5.3.6 Rencana Jalur Sepeda
Untuk mendukung pengembangan kota kompak dan berkelanjutan yang
berwawasan terhadap lingkungan maka penyediaan jalur sepeda merupakan salah satu
bentuk perwujudannya. Diharapkan masyarakat lebih memilih menggunakan sepeda
sebagai kendaraan untuk melakukan pergerakan. Dengan demikian akan berdampak pada
pengurangan polusi emisi gas. Di BWK I terdapat di sebagian Jalan Ahmad Yani,
Sebagian Jalan Pemuda, Jalan Tidar, Jalan Senopati, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan
Tentara Pelajar, Jalan Pahlawan dan koridor jalan utama lainnya.
Di BWK I Kota Magelang rencana pengembangan jalur sepeda akan diarahkan
sebagai berikut:
Kendaraan bermotor tidak diperbolehkan di jalur sepeda kecuali hanya untuk
perlintasan masuk ke kaveling/tapak;
Kendaraan becak diperbolehkan menggunakan jalur sepeda;
Jalur sepeda tidak diperbolehkan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor;
Pengembangan, pemeliharaan dan pemasangan rambu-rambu lalu lintas jalur
khusus sepeda; dan
Pembuatan marka jalur sepeda.
177
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.9 Peta Persebaran Jalur Sepeda di BWK I Kota Magelang
178
5.3 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN PRASARANA
5.3.1 Rencana Jaringan Air Minum
5.3.1.1 Kebutuhan Rata-Rata Air Minum
Kebutuhan rata-rata air minum di kawasan BWK I Kota Magelang di dapatkan dari
hasil perhitungan penjumlahan kebutuhan air minum domestik dan non-domestik yang
kemudian di jumlah dengan angka kehilangan air sehingga akan menghasilkan angka
rata-rata kebutuhan air minum. Berikut ini merupakan tabel hasil analisis perhitungan
kebutuhan rata-rata air minum di Kecamatan Sidorejo.
Tabel 5.5 Kebutuhan Rata-rata Air Minum Kawasan BWK I Kota Magelang
Total Kebutuhan Air (L/detik)
No Kelurahan
2019 2024 2029 2034 2039
1 Rojowinangun Utara 14.20 15.14 15.96 16.58 17.41
Rojowinangun
18.58 19.36 20.40 21.18 22.23
2 Selatan
3 Kimirirejo 12.64 13.08 13.68 14.13 14.77
4 Magersari 13.53 14.08 14.83 15.64 16.38
5 Magelang 16.55 17.24 15.07 19.07 20.01
6 Cacaban 8.14 8.39 8.73 8.99 9.33
7 Panjang 16.76 14.88 15.68 14.89 17.10
Sumber : Hasil Analisis 2019
Berdasarkan hasil analisis dari tabel di atas, kebutuhan air minum yang dihasilkan
dari penggabungan perhitungan total kebutuhan air minum domestik dan non-domestik
dengan kehilangan air. Kebutuhan air rata-rata dengan nilai tertinggi berada di Kelurahan
Rojowinangun Selatan, karena kelurahan ini menjadi kelurahan memiliki jumlah
penduduk yang tinggi dibandingkan kelurahan lainnya. Hal ini juga memberikan
pengaruh pada perhitungan analisis air minum di kelurahan tersebut, pada kebutuhan air
minum domestik dan non-domestik Supply air minum dari PDAM memiliki debit sebesar
166,23 liter/detik dengan cakupan wilayah 7 kelurahan yang sudah terlayani.
179
mineral yang terlarut pada waktu air melalui lapisan-lapisan tanah, serta bebas dari
polutan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah tercemar oleh zat-zat yang
mengganggu kesehatan, seperti Fe, Mn, kesadahan, dan sebagainya. Berdasarkan
kedalamannya, air tanah dibedakan menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air
tanah dangkal kualitasnya lebih rendah daripada air tanah dalam. Secara kuantitas, air
tanah dapat mencukupi kebutuhan air bersih. Tetapi dari segi kontinuitas, pengambilan
air tanah harus dibatasi, karena pengambilan yang terus menerus dapat menyebabkan
penurunan muka air tanah dan intrusi air laut. Air permukaan merupakan Air yang biasa
digunakan sebagai sumber air baku adalah air waduk, sungai, dan danau. Pada umumnya,
air permukaan telah terkontaminasi zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga
memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Kuantitas
dan kontinuitas air permukaan sebagai sumber air baku cukup stabil.
Air permukaan yang digunakan oleh PDAM Kota Magelang untuk memenuhi
kebutuhan di kawasan BWK I bersumber dari mata air yaitu Mata Air Kalengen di
Kecamatan Bandongan Kabupaten magelang, Mata Air Wulung Kecamatan Kaliangkrik
Kabupaten Magelang, Mata Air Kalimas I dan II Kecamatan Grabak Kabupaten
Magelang, Mata Air Kanoman I dan II Kecamatan Candi Mulyo Kabupaten Magelang,
Mata Air Tuk Pecah, Kecamtan Magelang Utara Kota Magelang.
2. Unit Produksi
Sumber air baku yang digunakan oleh BWK I Kota Magelang 87,54% berasal dari
PDAM dan 12,46% berasal dari sumur yang ada di lingkungan masyarakat. Cakupan
pelayanan PDAM sudah mencapai 100% dalam skala kelurahan, akan tetapi penduduk
yang belum terlayani oleh PDAM dikarnakan penduduk itu memanfaatkan sumur air
yang berasal dari sumur bor atau sumber lainnya. Sumber air baku yang digunakan untuk
PDAM Kota Magelang berasal dari mata air, Air yang diambil dari sumber air atau sumur
artesi akan dialiri ke reservoir yang kemudian didistribusikan kepada pelanggan. Berikut
ini merupakan tabel sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota Salatiga.
180
Kapasitas
Sistem
No Nama Sumber Alamat Terpasang Terpakai Pengairan
(Lt/detik) (Lt/detik
Dusun Kaliangkrik, Desa
Mata Air Kabonagung, Kecamatan
Kalengen Bandongan, Kabupaten
Maglang
Dusun Wulung, Desa
Banjarsari, Kecamatan
2 Mata Air Wulung 46 36 Gravitasi
Kaliangkrik, Kabupaten
Magelang
3. Unit Distribusi
Sistem transmisi adalah merupakan sistem pengaliran air sebelum masuk ke
bangunan pengolahan (treatment), biasanya pipa ini didisain berdasarkan kebutuhan
maksimum berdasarkan kebutuhan penduduk. Pengalirannya dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa maupun dilakukan secara gravitasi. Saluran air baku dipasang di
antara pengumpul air baku dan instalasi pengolahan air sedangkan saluran transmisi
dipasang antara instalasi pengolahan dan reservoir distribusi.
Dalam mendistribusikan air minum memiliki 2 (dua) cara tergantung pada kondisi
topografi yang menghubungkan sumber air dengan konsumen yaitu sistem gravitasi dan
non-gravitasi atau perpompaan. Sistem gravitasi dapat digunakan apabila elevasi sumber
air mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan, sehingga
tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap cukup ekonomis, karena
hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi. Sistem non-gravitasi atau perpompaan
181
dapat digunakan untuk meningkatkan tekanan yang diperlukan untuk mendistribusikan
air dari reservoir distribusi ke konsumen. Cara ini digunakan jika daerah pelayanan
merupakan daerah yang datar, dan tidak ada daerah yang berbukit.
Mata air sebagai sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota Magelang
menggunakan 2 (dua) sistem yaitu sistem gravitasi dan sistem perpompaan. Sistem
perpompaan digunakan untuk melayani wilayah Salatiga yang letaknya lebih tinggi dari
mata air yang ada dengan menggunakan diesel dengan bahan bakar solar maupun listrik,
sedangkan untuk wilayah Salatiga yang rendah dilayani dengan sistemm gravitasi.
Berikut ini merupakan ilustrasi dari sistem gravitasi dan non gravitasi.
182
4. Unit Pelayanan
Pendistribusian air minum oleh PDAM Kota Magelang dilakukan dengan jaringan
primer dan jaringan sekunder. Pendistribusian air minum dari IPA PDAM Kota Magelang
menggunakan jaringan primer sebagai perpipaan utama dialirkan ke reservoir. Resevoir
PDAM di Kecamatan Magelang hanya 1 (satu) yaitu berada di Kecamatan Magelang
Tengah. Kemudian air dialirkan menggunakan jaringan sekunder yang sesuai dengan
jaringan jalan di kawasan BWK I.
183
perkantoran atau industry) yang di salurkan melalui talang. PAH sudah banyak di pakai
masyarakat secara tradisional sebagai cadangan air bersih. PAH dapat dibangun atau di
letakkan di atas permukaan tanah atau di bawah permukaan tanah atau di bawah bangunan
rumah yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan. PAH yang di letakkan di atas
permukaan tanah mempunyai berbagai keuntungan seperti mudah dalam mengambil atau
memanfaatkan airnya (pengalirannya dapat dengan metode gravitasi) dan mudah
perawatannya. Volume penampungan air hujan yang digunakan di sesuaikan dengan luas
atap serta curah hujan setempat.
PAH atau Penampungan Air Hujan merupakan bagian yang terdapat pada metode
Sistem Pemanfaatan Air Hujan (SPAH). Selain PAH juga terdapat sistem pengolahan air
hujan, PAH dilengkapi dengan talang air, saringan pasir, bak penampug dan sumur
resapan. Prinsip dasar PAH adalah mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan atap
melalui talang air untuk ditampung ke dalam tangki penampung. Kemudian limpasan air
pada tangki penampung yang penuh dapat diberikan ke sumur resapan. Sedangkan untuk
air siap minum, pengolahan air di dapat dari bak penampung yang kemudian di olah
dengan teknologi ARSINUM sehingga air tersebut dapat menjadi air siap minum.
Manfaat dari adanya pengolahan air hujan menggunakan teknologi ARSINUM yaitu air
hujan dapat di olah menjadi air bersih dan air minum.
Rencana rainwater harvesting akan direncanakan di kelurahan yang berkepadatan
tinggi. Kawasan BWK I mempunyai tiga kelurahan yang berkepadatan Tinggi yaitu
Kelurahan Magersari, Kelurahan Cacaban, dan Kelurahan Panjang, sebagai opsi
Pembagunan huniaan vertikal karena kepadatannya. Sistem rencana rainwater harvesting
yaitu digunakan pada hunian vertikal rainwater harvesting. Air yang diproduksi dari
rainwater harvesting harus diolah (filtrasi) terlebih dahulu sebelum dipakai untuk
kebutuhan sehari-hari.
184
hanya akan aktif ketika terkena cahaya, termasuk cahaya matahari dan tergolong aman,
murah, serta ramah lingkungan karena bersifat non toksik. Karena menggunakan energi
radiasi sinar matahari, fotokatalis termasuk teknologi hemat energi. Selain itu, tidak
memerlukan pengontrolan dan pembersihan tempat pengolahan secara berkala. Dengan
demikian, fotokatalis merupakan teknologi yang cukup solutif untuk pengolahan grey
water rumah tangga.
Tahapan:
Limbah grey water yang sudah terkumpul di IPAL Komunal langsung di salurkan ke
IPAL Pusat (IPAL) dengan sistem gravitasi/perpipaan.
Limbah grey water yang sudah terkumpul di IPAL Pusat (IPAL) diberi fotokatalis
(TiO2 Degussa P-25 yang dilapiskan ke batu apung).
Lalu di diamkan dibawah sinar matahari selama 2,5 Jam.
Setelah di diamkan dibawah sinar matahari selama 2.5 Jam hasilnya penurunan kadar
limbah sekitar 85-95%.
Air bersih yang dihasilkan dari limbah grey water tersebut bisa langsung di pakai
oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Salatiga untuk menyiram Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di Kecamamatan Sidorejo Lor dan Kota Salatiga.
Eksperimen dilakukan dengan cara air limbah grey water yang sudah dicampur
dengan fotokatalis, lalu diletakkan di bawah sinar matahari selama 2,5 jam. Fotokatalis
yang digunakan fotokatalis TiO2 Degussa P-25 berukuran nano yang dilapiskan ke batu
apung. Hasilnya pun memeuaskan setelah dipanas dibawah sinar matahari selama 2,5jam
hasilnya penurunan kadar limbah sekitar 85-95% yang bisa digunakan kembali menjadi
air bersih Penelitian ini dilakukan oleh Jurusan Teknik Kimia Universitas Indonesia. Dari
hasil perhitungan dapat terlihat bahwa dari hasil pengolahan grey water, Air Bersih yang
berhasil didapatkan dari hasil proyeksi pada tahun 2019 sampai 2039 di kawasan BWK I
Kota Magelang sebesar dengan rata-rata 21,92 Liter/detik. Jumlah air bersih ini dapat
digunakan untuk keperluan prasarana air minum seperti mencuci, mandi, dll atau bisa
juga untuk prsarana ruang terbuka hijau seperti menyiram.
185
kawasan idelanya dalam radius beberapa ratus meter terdapat hidran guna mempermudah
dalam hal pencarian sumber air.
Pada lingkungan perencanan, hidran merupakan salah satu fasilitas yang perlu
disiapkan dan penyiapannya sangat dipengaruhi oleh rencana pengembangan jaringan air
bersih. Lokasi hidran ini sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang akan dilayani.
Pada umumnya dalam satu kilometer pipa distribusi terdapat 4-5 buah hidran.
Ketentuan dalam penempatan hidran ini adalah sebagai berikut:
Sebaiknya hidran diletakkan pada jarak 60 – 180 cm dari tepi jalan
Hidran diletakkan 1 meter dari bangunan permanen
Penempatan hidran diprioritaskan dipersimpangan jalan sehingga jarak
jangkauannya lebih luas
Tangki persediaan air yang melayani keperluan hidran lingkungan wajib memenuhi
ketentuan direncanakan dan dipasang sehingga dapat menyalurkan air dalam volume dan
tekanan yang cukup untuk sistem hidran tersebut. Dalam SNI 03-1735-2000 butir 5.3,
bahwa untuk menentukan kebutuhan pasokan air kebakaran adalah untuk hidran halaman
harus sekurang-kurangnya 2400 liter/menit, serta mampu mengalirkan air minimal
selama 45 menit.
Berdasarkan Standar NFPA (National Fire Protection Association) dan SNI No. 03-
1735-2000 Dalam instalasi sistem fire hydrant, hal yang terpenting adalah pemasangan
hydrant pillar. Saking pentingnya, pemasangan hydrant pillar diatur dalam NFPA 20.
Dalam peraturan tersebut dikatakan, bahwa satu hydrant pillar dapat melindungi 1.000
meter persegi atau jika dikonversi ke radius menjadi 30 meter.
Produksi air untuk hidran umum di kawasan BWK I Kota Magelang dengan rata-
rata sebesar 1.257,415 liter/hari. Berdasarkan kodisi eksisting kawasan BWK I hanya
memiliki tujuh hidran maka perlu dilakukan penambahan hidran untuk mempermudah
apabila tercadinya kebakaran di suatu kawasaan terutama kawsan rawan bencana
kebakaran. Dalam rencana hidran umum perlu penambahan hidran umum yaitu sebanyak
24 titik hidran.
186
listrik tersebut, dipenuhi seluruhnya oleh PLN. Tujuan dari perencanaan sistem jaringan
energi/kelistrikan adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan listrik di BWK I Kota
Magelang.
Pola jaringan listrik yang ada di BWK I Kota Magelang adalah mengikuti pola
jaringan jalan yang ada. Jarak jaringan listrik yang ada di kawasan perencanaan berupa
jarak antar tiang sekitar 50 m dan jarak kawat penghantar (konduktor) yang
dipertimbangkan terhadap unsur-unsur pada lingkungan, seperti bangunan, pohon, jarak
tiang harus sesuai dengan aturan PLN yang berlaku.
Penyediaan jaringan listrik kawasan perencanaan juga diarahkan berdasarkan SNI
Tata Cara Perencananaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan tahun 2004 sebagai
berikut:
Penyediaan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki pelayanan,
dimana besar pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit hunian
yang mengisi blok siap bangun.
Penyediaan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area
damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi
pejalan kaki di trotoar.
Daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk tempat
tinggal atau kegiatan lain yang bersifat permanen karena akan membahayakan
keselamatan
Gardu distribusi yang berfungsi menurunkan tegangan listrik dari tegangan menengah
ketegangan rendah direncanakan untuk ditempatkan pada setiap percabangan menuju
jaringan tegangan rendah. Lokasi penempatan gardu distribusi diupayakan tidak terletak
di depan kapling bangunan, namun pada lokasi-lokasi berikut :
Pada lokasi fasilitas umum (taman, makam)
Kriteria Perencanaan
Pengembangan jaringan listrik di BWK I Kota Magelang lebih diarahkan untuk
berbagai pertimbangan sebagai berikut “Dipenuhinya ketentuan yang ada di dalam
Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 dan ketentuan-ketentuan perundangan
yang berlaku serta mengikat dalam perencanaan jaringan listrik, termasuk di dalamnya
187
petunjuk pengajuan rencana instalasi listrik dan perlengkapan bangunan. Peraturan
instalasi listrik dan syarat-syarat penyambungan listrik mencakup:
Jaringan listrik/trafo yang telah diinterjesing kapasitas/daya yang dapat dan telah
dioperasikan.
Skala prioritas pengadaan jaringan listrik sesuai dengan urgensitas pengembangan
jaringan listrik dalam kaitannya dengan radius pelayanan dan kemungkinan
penyambungan dari gardu-gardu trafo yang telah ada dan kemungkinan
dikembangkan/ditingkatkan.
Untuk rumah tinggal/pemukiman, daya listrik yang didistribusikan dalam batas
tertentu, minimal untuk keperluan penerangan, termasuk di dalamnya kebutuhan
penerangan lingkungan dan jalan.
188
a. Rencana Kebutuhan Energi Listrik
Rencana kebutuhan energi listrik direncanakan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan yang ada.Standar perhitungan kebutuhan jaringan listrik dihitung dengan
menggunakan beberapa ketentuan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
pemenuhan kebutuhan energi listrik di BWK I Kota Magelang yaitu mengacu pada
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 28 Tahun 2016. Berikut adalah
penentuan jumlah minimal daya listrik berdasarkan tipe rumah di Kawasan Perkotaan
sebagai berikut:
1. Tipe rumah non permanen (kecil) adalah sebesar 900 Watt /rumah
2. Tipe rumah semi permanen (sedang) adalah sebesar 1300 Watt/rumah
3. Tipe rumah permanen (besar) adalah sebesar 2200 Watt/rumah
Selain itu, kebutuhan energi listrik dihitung dengan beberapa pertimbangan pada
peraturan Standar SNI 03-1733-2004. Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang
harus dipenuhi adalah:
1. Setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari
sumber lain; dan
2. Setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per
jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah
tangga.
189
Tabel 5.7 Kebutuhan Listrik BWK I Kota Magelang Tahun 2039
Jumlah Total Rumah Pembagian Jenis Rumah Tangga Kebutuhan Listrik Total Total non Total
No Tahun Kelurahan Penerangan
Penduduk Tangga Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar domestik domestik Kebutuhan
Rejowinangun
1 8.616 1.723 862 574 287 775.399 746.681 631.807 2.153.886 215.389 107.694 2.476.969
Utara
Rejowinangun
2 10.927 2.185 1.093 728 364 983.468 947.044 801.345 2.731.857 273.186 136.593 3.141.635
Selatan
3 Kemirirejo 6.308 1.262 631 421 210 567.688 546.663 462.561 1.576.912 157.691 78.846 1.813.449
2039
4 Magersari 7.805 1.561 781 520 260 702.463 676.446 572.377 1.951.285 195.129 97.564 2.243.978
5 Magelang 9.765 1.953 977 651 326 878.875 846.324 716.120 2.441.319 244.132 122.066 2.807.517
6 Cacaban 3.564 713 356 238 119 320.797 308.915 261.390 891.102 89.110 44.555 1.024.768
7 Panjang 8.434 1.687 843 562 281 759.084 730.970 618.513 2.108.567 210.857 105.428 2.424.853
Total 55.420 11.084 5.542 3.695 1.847 4.987.775 4.803.042 4.064.113 13.854.930 1.385.493 692.746 15.933.169
Sumber : Hasil Analisis, 2019
190
Selain berdasarkan pada rencana pemenuhan kebutuhan jaringan listrik pada akhir
tahun perencanaan, secara rinci rencana pengembangan jaringan listrik diarahkan pada:
1. Jaringan distribusi tenaga listrik, meliputi :
a. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 KV terdistribusi ke
seluruh BWK I Kota Magelang.
b. Penambahan jaringan sekunder SUTR pada daerah-daerah pemukiman
sebagai fasilitas pendukung pemukiman.
2. Pemeliharaan jaringan listrik secara berkala.
191
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.12 Rencana Jaringan Listrik BWK I Kota Magelang
192
5.3.3 Rencana Jaringan Telekomunikasi
A. Rencana Kebutuhan Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telepon merupakan infrastruktur yang sangat penting bagi kelancaran
informasi dan komunikasi.Oleh karenanya, keberadaan jaringan telepon di kawasan
perencanaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan aktivitas masyarakat. Kebutuhan
telekomunikasi masyarakat disekitar area perencanaan, dipenuhi seluruhnya oleh PT.
Telkom didistribusikan ke konsumen-konsumen melalui jaringan distribusi berupa
jaringan kabel telepon.Pelayanan PT.Telkom meliputi pelayanan telepon rumah dan
warung telepon umum.
Namun kebutuhan jaringan telekomunikasi untuk saat ini tidak seluruhnya dipenuhi
oleh PT.Telkom saja.Hal ini dikarenakan perkembangan trend telepon selular (telepon
genggam), menyebabkan masyarakat beralih menggunakan telepon selular dibandingkan
telepon rumah maupun warung telepon. Selengkapnya mengenai rencana kebutuhan
sambungan telepon dapat dilihat pada tabel berikut.
Kebutuhan SST untuk BWK I Kota Magelang sampai dengan tahun 2039 sebanyak
7.205 sambungan telepon. Dalam pengembangannya, kebutuhan sambungan telepon ini
dikembangkan sejalan dengan perkembangan pemenuhan kebutuhan penduduk dengan
jaringan nirkabel.
193
1. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Telepon Kabel
a) Pengembangan jaringan telepon kabel (terestial) di BWK I Kota Magelang
sehingga dapat mendukung kelancaran informasi.
b) Pemeliharaan jaringan telekomunikasi secara berkala di seluruh BWK I Kota
Magelang.
2. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Telepon Nirkabel
• Penyediaan Jaringan Serat Optik mengikuti jaringan jalan yang berfokus pada
kawasan permukiman dan perkantoran.
194
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.13 Rencana Jaringan Telekomunikasi BWK I Kota Magelang
195
5.3.4 Rencana Jaringan Drainase
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase tidak hanya menyangkut air permukaan tapi
juga air tanah, (Suripin :2004). Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau
dibuang dengan pembuatansaluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di
permukaan tanah tersebut. Sistemsaluran tersebut akan dialirkan ke saluran atau sistem
yang lebih besar. Sistem yang lebih kecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga
dan sistem bangunan infrastruktur lainnya.Seluruh proses ini disebut sistem drainase.
Fungsi drainase adalah:
a. Membebaskan suatu wilayah (terutama yang mempunyai kepadatan tinggi) dari
genangan air, erosi dan banjir.
b. Memperkecil resiko kesehatan lingkungan, bebas dari penyakit, seperti malaria,
demam berdarah (jika aliran drainase dalam kondisi yang lancar).
c. Dengan sistem yang baik, tata guna tanah dapat dioptimalkan da juga memperkecil
kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya
Jaringan drainase di BWK 1 Kota Magelang terdiri dari jaringan drainase primer,
jaringan drainase sekunder, dan jaringan drainase tersier. Jaringan drainase ini terintegrasi
satu sama lainnya dengan tujuan untuk mengalirkan limpasan air ada sehingga air
permukaan tidak akan tergenang. Pola jaringan drainase di BWK 1 Kota Magelang ini
berpola mengikuti pola jaringan jalan, di BWK 1 Kota Magelang terdapat saluran
drainase primer berupa kali yang dilalui di permukiman, saluran drainase sekunder yang
terdapat dan berpola pada jaringan jalan utama atau arteri dan koridor jalan lokal, saluran
drainase tersier yang berada pada saluran jalan lingkungan perumahan.
Tabel 5.9 Debit Limpasan Air per Kelurahan di BWK 1 Kota Magelang
No Kelurahan Debit Limpasan (m3/detik)
1 Rejowinangun Utara 0,00001036
2 Rejowinangun Selatan 0,00000769
3 Kemirirejo 0,00001372
4 Magersari 0,00000689
5 Magelang 0,00000539
6 Cacaban 0,00000748
7 Panjang 0,00001073
Jumlah 0,00006226
Sumber : Hasil Analisis, 2019
196
Berdasarkan jumlah debit limpasan drainase diatas maka perlu didukung oleh
kondisi dan jaringan drainase yang memadai dan terintegrasi, seluruh saluran drainase di
BWK 1 Kota Magelang telah terintegrasi berdasarakan kelas jaringan drainase, mulai dari
jaringan drainase primer hingga tersier, namun masih adanya saluran drainase yang
memiliki kondisi jaringan yang kurang baik seperti kurangnya perawatan yang
menyebabkan saluran drainase tertutup tanah, rumput hingga sampah. Dalam
perencanaan sistem jaringan drainase di BWK 1 Kota Magelang dilakukan peningkatan
saluran drainase menjadi memadai dan kondisi yang baik. Untuk mengurangi
permasalahan jaringan drainase maka dibuat rencana jaringan drainase, sebagai berikut:
1. Jaringan drainase primer
2. Jaringan drainase sekunder
3. Jaringan drainase tersier
4. Jaringan drainase lokal
5. Menyediakan sumur resapan
6. Menyediakan bak control di beberapa titik sesuai dengan aliran drainase
7. Menyediakan biopori
8. Melakukan pemeliharaan terhadap jaringan drainase
197
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.14 Rencana Jaringan Drainase BWK I Kota Magelang
198
5.3.5 Rencana Jaringan Air Limbah
Permukiman akan selalu berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan
dan jumlah penduduk yang menjadikan aspek penataan lingkungan permukiman sangat
diperlukan. Ada begitu banyak aspek dalam permukiman,diantaranya yang sering
terabaikan adalah masalah pengelolaan air limbah. Pengelolaan air limbah perlu
diperhatikan dalam menata suatu permukiman,apalagi permukiman di Kawasan
Perkotaan, dimana memiliki karakteristik wilayah yang padat penduduk dan aktivitas.
Oleh karena itu sistem penyaluran air limbah merupakan bagian penting dalam sistem
prasarana perkotaan. Pengelolaan air limbah harus sesuai dengan ketentuan dan
persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/perundangan yang telah berlaku, terutama
mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air limbah lingkungan perumahan di
perkotaan. Air limbah yang seharusnya diolah dulu sebelum dibuang ke sungai atau air
tanah meliputi: limbah wc, limbah cuci, dan limbah khusus misalnya industri rumah
tangga (tahu, tempe, sablon, dll) atau ternak (sapi, kambing, babi dll). Selanjutnya sumber
pengelolaan air limbah terbagi atas ada 2 (dua), yaitu pengelolaan air limbah domestik
dan non domestik.
199
pada fungsi bangunan sarana kesehatan, sarana perdagangan dan jasa serta permukiman
yang berada di Kelurahan Rejowinangun Utara. Fungsi bangunan yang memiliki Instalasi
Pembuangan Air Limbah (IPAL) mayoritas berada di Kelurahan Kemirirejo. Sementara
itu untuk mengatasi limbah yang dihasilkan perlunya akomodasi untuk mengangkut
limbah ke tempat pembuangan akhir. Jumlah truk tinja yang terdapat di BWK I Kota
Magelang sebanyak 1 truk tinja yang disubsidi oleh pihak pemerintah desa.
Berdasarkan hasil analisis Kelurahan yang menghasilkan volume limbah domestik
(black water) terbanyak berada di Kelurahan Rejowinangun Selatan dengan volume
limbah sebesar 393,157 liter/hari atau sebesar 4,550 liter/detik pada tahun 2019 dan tahun
2039 sebesar 479,040 liter/hari atau 5,544 liter/detik. Sementara, untuk kelurahan yang
menghasilkan volume limbah domestik paling sedikit berada di Kelurahan Cacaban
dengan volume limbah sebesar 128,232 liter/hari atau sebesar 1,484 liter/detik pada tahun
2019 dan menghasilkan volume air limbah sebesar 156,246 liter/hari atau sebesar 1,808
liter/detik pada tahun 2039. Kelurahan yang menghasilkan volume limbah domestik (grey
water) terbanyak berada di Kelurahan Rejowinangun Selatan dengan volume limbah
sebesar 1.234.052 liter/hari atau sebesar 14,283 liter/detik pada tahun 2019 dan tahun
2039 volume limbah domestik (grey water) yang dihasilkan di Kelurahan Rejowinangun
Utara sebesar 2.395.198 liter/hari atau 27,72 liter/detik. Sementara, untuk kelurahan yang
menghasilkan volume limbah domestik paling sedikit berada di Kelurahan Cacaban
dengan volume limbah sebesar 384,696 liter/hari atau sebesar 4,452 liter/detik pada tahun
2019 dan menghasilkan volume air limbah sebesar 781.229 liter/hari atau sebesar 9,042
liter/detik pada tahun 2039.
200
terdapat pada sarana pendidikan dengan volume limbah black water sebesar 154,200
liter/hari atau sebesar 1,784 liter/detik pada tahun 2019, sedangkan kebutuhan air limbah
non domestik terendah terdapat pada sarana perkantoran dengan volume limbah black
water sebesar 174 liter/hari atau 0,0020 liter/detik pada tahun 2019. Secara total
kebutuhan air limbah non domestik (black water) di BWK I Kota Magelang pada tahun
2019 sebesar 204,593 liter/hari atau sebesar 2.368 liter/detik dan terus bertambah sampai
pada tahun 2039 kebutuhan untuk air limbah non domestik sebesar 226,183 atau sebesar
2.61 liter/detik.
201
Berdasarkan hasil kajian pengembangan, maka rencana pengelolaan air limbah di
BWK 1 Kota Magelang adalah pengembangan sistem pembuangan air limbah komunal
dengan sistem terpusat (offsite). Hal ini dikarenakan secara keseluruhan kepadatan
penduduk di setiap Kelurahan di Kawasan BWK 1 Kota Magelang berada di kategori
tinggi-sangat tinggi sehingga memungkinkan untuk direncanakan pengembangan IPAL.
Berdasarkan eksisting Kawasan BWK 1 Magelang memiliki dua buah IPAL yang terletak
di Kelurahan Rejoniwangun Utara dan Kelurahan Magersari dengan mengatasi
pengelolaan air limbah masing-masing 55 KK untuk IPAL di Kampung Malanggaten,
251 KK untuk IPAL di Kampung Sidosari RW V, 162 KK untuk IPAL di Kampung
Jaranan RW VIII. Oleh karena itu, pengembangan IPAL akan direncanakan pada
Kelurahan yang terdapat kategori kepadatan tinggi-sangat tinggi. Sementara Pada air
limbah rumah tangga Grey Water, dapat dilakukan pengelolaan menjadi sumber air
dengan teknologi fotokatalis. Teknologi ini melibatkan reaksi fotokimia oleh suatu
katalis. Reaksi ini mengakibatkan bahan kimia menjadi terurai sehingga menjadi senyawa
yang tidak berbahaya. Katalis yang digunakan, yaitu Titanium Oksida (TiO2), hanya akan
aktif ketika terkena cahaya, termasuk cahaya matahari dan tergolong aman, murah, serta
ramah lingkungan karena bersifat non toksik. Karena menggunakan energi radiasi sinar
matahari, fotokatalis termasuk teknologi hemat energy. Selain itu, tidak memerlukan
pengontrolan dan pembersihan tempat pengolahan secara berkala. Dengan demikian,
fotokatalis merupakan teknologi yang cukup solutif untuk pengolahan grey water rumah
tangga.
202
Tabel 5.10 Kriteria Pemilihan Sistem Sanitasi Berdasarkan Aspek Kependudukan
Kepadatan
No Skala Keterangan Alt sistem sanitasi
(jiwa/ha)
203
Kelurahan ini juga memiliki jumlah limbah grey water tertinggi di Kawasan BWK 1
Kota Magelang yaitu sebesar 1.234.052 liter/hari - 2.395.198 liter/hari (2019-2039).
Sehingga Kelurahan Rejowinangun Selatan akan direncanakan dalam pengembangan
IPAL yang melayani seluruh RW di Kelurahan Rejowinangun karena berdasarkan
PERMEN PUPR No. 04/PRT/M/2017 dimana dengan asumsi bahwa 1 (satu) IPAL
dibutuhkan apabila kepadatan penduduk pada suatu kawasan lebih dari 150 jiwa/Ha.
2. Kelurahan Magersari
Kelurahan Magersari berdasarkan hasil analisis memiliki kepadatan penduduk yaitu
203,20-247,61 jiwa/ha (2019-2039) sehingga merujuk pada kriteria sistem sanitasi
termasuk skala 4 (Ditjen Cipta Karya, 1991) maka sistem sanitasi Kelurahan
Magersari termasuk sistem terpusat (off site). Selanjutnya Kelurahan ini juga
memiliki jumlah limbah grey water di Kawasan BWK 1 Kota Magelang yaitu sebesar
1.095.101 liter/hari - 1.334.468 liter/hari (2019-2039). Kelurahan Megarsari telah
memiliki IPAL tetapi skala pelayanan hanya pada RW 5 dan RW 10. Oleh karena itu,
rencana akan dilakukan pada perluasan skala IPAL yaitu melayani seluruh RW di
Kelurahan Megarsari.
3. Kelurahan Rejowinangun Utara
Kelurahan Rejowinangun Utara berdasarkan hasil analisis memiliki kepadatan
penduduk yaitu 187,41 - 228,37 jiwa/ha (2019-2039) sehingga merujuk pada kriteria
sistem sanitasi termasuk skala 4 (Ditjen Cipta Karya, 1991) maka sistem sanitasi
Kelurahan Magersari termasuk sistem terpusat (off site). Selanjutnya Kelurahan ini
juga memiliki jumlah limbah grey water di Kawasan BWK 1 Kota Magelang yaitu
sebesar 1.208.800 liter/hari - 1.473.129 liter/hari (2019-2039). Kelurahan ini telah
memiliki IPAL tetapi skala pelayanan hanya pada RW 8 dan RW 14. oleh karena itu,
rencana akan dilakukan pada perluasan skala IPAL yaitu melayani seluruh RW di
Kelurahan Rejowinangun Utara.
4. Kelurahan Kemirejo
Kelurahan Kemirejo berdasarkan hasil analisis memiliki kepadatan penduduk yaitu
117,62 - 143,32 jiwa/ha (2019-2039) sehingga merujuk pada kriteria sistem sanitasi
termasuk skala 3 (Ditjen Cipta Karya, 1991) maka sistem sanitasi Kelurahan
Magersari termasuk sistem semi komunal. Selanjutnya Kelurahan ini juga memiliki
jumlah limbah grey water di Kawasan BWK 1 Kota Magelang yaitu sebesar 884.972
204
liter/hari - 1.442.012 liter/hari (2019-2039). Berdasarkan hasil kebutuhan IPAL,
Kelurahan ini kepadatan penduduk belum <150jiwa/ha sehingga sistem sanitasi
direncanakan pada sistem setempat (on site) sehingga pengembangan rencana
pembangunan IPAL tidak diperlukan.
5. Kelurahan Panjang
Kelurahan Panjang berdasarkan hasil analisis memiliki kepadatan penduduk yaitu
145,82-177,68 jiwa/ha (2019-2039) sehingga merujuk pada kriteria sistem sanitasi
termasuk skala 3 (Ditjen Cipta Karya, 1991) maka sistem sanitasi Kelurahan Panjang
termasuk semi komunal. Selanjutnya Kelurahan ini juga memiliki jumlah limbah grey
water di Kawasan BWK 1 Kota Magelang yaitu sebesar 1.183.496 - 1.442.012
liter/hari (2019-2039). Berdasarkan kepadatan penduduk kelurahan ini lebih dari 150
jiwa/Ha, maka Kelurahan Panjang akan direncanakan dalam pengembangan IPAL
yang melayani seluruh RW di Kelurahan Panjang.
6. Kelurahan Cacaban
Kelurahan Cacaban berdasarkan hasil analisis memiliki kepadatan penduduk yaitu
137,00-166,94 jiwa/ha (2019-2039) sehingga merujuk pada kriteria sistem sanitasi
termasuk skala 5 (Ditjen Cipta Karya, 1991) maka sistem sanitasi Kelurahan Cacaban
termasuk sistem terpusat (off site). Selanjutnya Kelurahan ini juga memiliki jumlah
limbah grey water di Kawasan BWK 1 Kota Magelang yaitu sebesar 500.105 liter/hari
- 609.358 liter/hari (2019-2039). Berdasarkan kepadatan penduduk kelurahan ini lebih
dari 150 jiwa/Ha, maka Kelurahan Cacaban akan direncanakan dalam pengembangan
IPAL yang melayani seluruh RW di Kelurahan Cacaban.
7. Kelurahan Magelang
Kelurahan Magelang berdasarkan hasil analisis memiliki kepadatan penduduk yaitu
337,58-411,35 jiwa/ha (2019-2039) sehingga merujuk pada kriteria sistem sanitasi
termasuk skala 4 (Ditjen Cipta Karya, 1991) maka sistem sanitasi Kelurahan Magersari
termasuk sistem terpusat (off site). Selanjutnya Kelurahan ini juga memiliki jumlah
limbah grey water di Kawasan BWK 1 Kota Magelang yaitu sebesar 1.370.202
liter/hari - 1.669.581 liter/hari (2019-2039). Sehingga Kelurahan Rejowinangun
Selatan akan direncanakan dalam pengembangan IPAL yang melayani seluruh RW di
Kelurahan Rejowinangun karena berdasarkan PERMEN PUPR No. 04/PRT/M/2017
205
dimana dengan asumsi bahwa 1 (satu) IPAL dibutuhkan apabila kepadatan penduduk
pada suatu kawasan lebih dari 150 jiwa/Ha.
Penjelasan Sistem Sanitasi :
1. Sistem Setempat (On Site)
Sistem setempat (on site) adalah sistem dimana pada daerah tersebut tidak ada
sistem riol dan air buangan yang dihasilkan ditangani di daerah setempat. Prasarana
pengolahan air limbah sistem ini dibangun di pekarangan atau halaman bangunan pribadi
terdiri dari cubluk, tangki septik dan paket pengolahan skala kecil.
206
Keuntungan Kerugian
5. pelayanan terbatas.
207
sungai, air sungai yang mengandung bakteri akan menyebar lebih luas lagi. Limbah
cucian atau limbah industri yang dibuang begitu saja dapat menjadi sarang nyamuk
DB, lalat dan lainnya.
Dampak Dari Segi Lingkungan
Jenis limbah tertentu, seperti limbah cuci mengandung bahan kimia deterjen yang
dapat mempengaruhi keasaman/pH tanah. Limbah dengan kandungan bahan kimia
yang dibuang ke sungai dapat mematikan tumbuhan dan hewan tertentu di sungai.
Dalam jangka waktu panjang dapat merusak ekologi sungai secara keseluruhan.
Dampak Dari Segi Estetika
Seperti hal-nya limbah padat, air limbah yang tidak diolah dapat menimbulkan
masalah bau dan pemandangan tidak sedap.
Tabel 5.13 Keuntungan dan Kerugian Sistem Sanitasi Terpusat (off-site)
Keuntungan Kerugian
1. memberikan pelayanan lebih 1. biaya investasi pembangunan jaringan
aman, nyaman dan menyeluruh; sangat tinggi;
2. menampung semua air buangan 2. memerlukan teknologi yang memadai
rumah tangga sehingga untuk membangun dan memelihara
pencemaran terhadap saluran sistem;
drainase dan badan air lainnya 3. instalasi lebih rumit sehingga memerlukan
serta air tanah dapat dihindari; perencanaan yang tepat;
3. cocok diterapkan didaerah 4. keuntungan baru bisa dicapai seluruhnya
perkotaan dengan kepadatan setelah sistem ini dapat
penduduk sedang sampai tinggi; dimanfaatkan/digunakan oleh seluruh
4. tahan lama dikarenakan sistem ini penduduk di daerah pelayanan; dan
dibuat dengan periode 5. sistem jaringan pipa yang luas memerlukan
perencanaan tertentu; dan perencanaan dan pelaksanaan jangka
5. tidak memerlukan lahan panjang.
(permukaan) yang luas sebab
jaringan pipa ditanam di dalam
tanah.
Beberapa teknologi pengolahan air limbah dengan untuk sistem terpusat, salah
satunya yaitu dengan teknologi fotokatalis. Teknologi fotokatalis merupakan teknologi
208
yang dapat mengolah air limbah rumah tangga (Grey Water), dengan melibatkan reaksi
fotokimia oleh suatu katalis. Reaksi ini mengakibatkan bahan kimia menjadi terurai
sehingga menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Katalis yang digunakan, yaitu Titanium
Oksida (TiO2), hanya akan aktif ketika terkena cahaya, termasuk cahaya matahari dan
tergolong aman, murah, serta ramah lingkungan karena bersifat non toksik. Karena
menggunakan energi radiasi sinar matahari, fotokatalis termasuk teknologi hemat energy.
Selain itu, tidak memerlukan pengontrolan dan pembersihan tempat pengolahan secara
berkala. Dengan demikian, fotokatalis merupakan teknologi yang cukup solutif untuk
pengolahan grey water rumah tangga sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan air bersih.
Tahapan:
Limbah Grey Water yang sudah terkumpul di IPAL Komunal langsung di
salurkan ke IPAL Pusat dengan sistem gravitasi/perpipaan
Limbah Grey Water yang sudah terkumpul di IPAL Pusat diberi fotokatalis (TiO2
Degussa P-25 yang dilapiskan ke batu apung
Lalu di diamkan dibawah sinar matahari selama 2,5 Jam
Setelah di diamkan dibawah sinar matahari selama 2.5 Jam hasilnya penurunan
kadar limbah sekitar 85 – 95%
Sebesar 85 – 95% Air bersih yang dihasilkan dari limbah grey water ini dapat digunakan
untuk keperluan prasarana air bersih seperti mencuci, mandi, dll. atau bisa juga untuk
prsarana ruang terbuka hijau seperti untuk menyiram. Berikut adalah perbandingan
ketersediaan dan kebutuhan air setelah penambahan air dari grey water
.
209
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.17 Peta Persebaran dan Jaringan IPAL Eksisting
210
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.18 Peta Rencana Sistem Sanitasi On Site
211
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.19 Peta Rencana Persebaran dan Jaringan IPAL
212
5.3.6 Rencana Persampahan
Sistem pengelolaan Persampahan merupakan tanggung jawab pemerintah Kota
Magelang dan masyarakat BWP I Kota Maagelang. Rencana pengelolaan sampah
dilakukan melalui tahap pengumpulan, pengolahan, dan tahap rencana pengangkutan
menuju tempat pemrosesan akhir. Sebelum memasuki rencana pengelolaan terlebih dulu
menentukan pengembangan daerah pelayanan dan kebutuhan sarana dan prasarana untuk
membangun kebutuhan infrastruktur Persampahan di BWP I Kota Magelang.
Truk Sampah
Truk sampah merupakan moda pengangkut sampah dari TPS ke TPA. Menurut
SNI-3242-2008, truk sampah memiliki kapasitas sebesar 6.000 L/unit. Analisis ini
dilakukan dengan cara membagi timbulan sampah total dengan kapasitas truk sebesar
6.000 L. Berikut merupakan hasil perhitungan kebutuhan truk sampah di BWK I Kota
Magelang :
213
Tabel 5.15 Kebutuhan Truk sampah
Kebutuhan Truk Sampah (Unit)
No Blok/Kelurahan
2019 2024 2029 2034 2039
1 Cacaban 1 1 2 2 2
2 Kemirirejo 3 3 3 3 3
3 Magelang 4 4 4 4 4
4 Magersari 4 4 5 5 5
5 Panjang 4 4 4 4 4
6 Rejowinangun Selatan 5 5 5 5 6
7 Rejowinangun Utara 4 4 4 4 4
Total 24 25 26 27 29
Sumber: Hasil Analisis 2019
B. Rencana Pengolahan
Berdasarkan jenisnya sampah-sampah yang telah dianalisis tersebut diharapkan
adanya kesadaran dari warga untuk mengolah dan menangani sampahnya dengan
menerapkan Zero Waste atau meminimalisir sampah dari sumbernya dengan konsep
penanganan adalah 8R, yakni Reduce, Reuse, Recycle, Replace, Replant, Repair, Refuse
dan Rethink).
214
Refuse adalah menolak dan menghindari pemakaian bahan yang menggunakan
plastik dan lebih memilih bahan yang lebih natural. Karena seperti kita
ketahui bahwa bahan plastik yang terbuang tidak terurai seperti pada
bahan natural.
Rethink adalah upaya untuk merubah cara berpikir tentang sampah dari yang
negatif menjadi positif.
Untuk mewujudkan hal tersebut memerlukan kerja sama dari pemerintah sebagai
fasilitator dan masyarakat sebagai pelaksana dan sasaran akhir kegiatan. Beberapa
kegiatan yang dimaksud dari 8R seluruhnya membutuhkan sosialisasi terlebih dahulu
agar penanganan yang akan direncanakan lebih tepat sasaran. Untuk penanganan hingga
ke TPA digambarkan sebagai berikut:
215
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.21 Peta Rencana Jaringan Persampahan BWK I Kota Magelang
216
5.3.7 Rencana Lokasi Evakuasi dan Jalur Evakuasi
Rencana pengembangan jalur evakuasi ditujukan untuk mengevakuasi penduduk di
BWK I Kota Magelang menuju titik aman dari kawasan yang terkena dampak bencana,
karena pada dasarnya suatu bencana tidak dapat diprediksi kapan akan datang atau terjadi.
BWK I Kota Magelang merupakan kawasan rawan bencana Longsor dan Rawan Bencana
Kebakaran. Lokasi yang terkena dampak Bencana Longsor, yaitu Kelurahan Panjang
dengan luas lahan 7,6 Hektar. Sedangkan, rawan bencana kebakaran terdapat 3 jenis
yaitu, rawan bencana kebakaran tinggi berada di Kelurahan Panjang, Kelurahan
Rejowinangun Selatan, dan Kelurahan Rejowinangun Utara, untuk lokasi rawan bencana
kebakaran sedang berada di Rejowinangun Selatan, Kelurahan Rejowinangun Utara,
Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Megarsari, dan Kelurahan Cacaban, sedangkan lokasi
rawan bencana kebakaran rendah berada di Rejowinangun Selatan, Kelurahan
Rejowinangun Utara, Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Magelang, Kelurahan Megarsari,
Kelurahan Cacaban, dan Kelurahan Panjang. Apabila terjadi berncana, maka ruang yang
dialokasikan sebagai tempat evakuasi bencana adalah tempat tempat yang memiliki ruang
terbuka yang cukup luas, seperti alun-alun, lapangan olahraga, fasilitas umum lainnya
yang memiliki ruang lebih terbuka lebih luas. Dimana tempat evakuasi sementara apabila
terjadinya bencana ruang yang dialokasikan sebagai evakuasi bencana baik bencana
longsor dan bencana rawan kebakaran yaitu sarana pendidikan dan sarana peribadatan
dimana lokasi tersebut memiliki jarak yang paling terdekat untuk dijadikan tempat
evakuasi sementara. Sedangkan tempat evakuasi akhir untuk bencana longsor dan
bencana rawan kebakaran dialokasikan di Alun-alun Kota Magelang, Taman, dan Gedung
Olahraga menjadi tempat penampungan akhir warga yang terkena bencana.
Jalur evakuasi diarahkan berhierarki menuju jalan arteri primer sekunder,
sedangkan ruang evakuasi bencana bagi kawasan permukiman padat disediakan ruang
yang berfungsi sebagai jalur evakuasi bencana.
Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana dan tempat evakuasi bencana di BWK I
Kota Magelang, yaitu:
1. Jalur evakuasi bencana dalam upaya mencapai lokasi evakuasi, direncanakan
melalui jalan utama menuju tempat evakuasi sementara kemudian menuju tempat
evakuasi akhir. Jalur evakuasi bencana Kawasan Perkotaan BWK I Kota
Magelang, yaitu melalui:
217
Jalan arteri yaitu melalui Jl. Ahmad yani, Jl. Jendral sudirman dan Jl. Pemuda.
2. Memanfaatkan Sarana Pendidikan dan sarana peribadatan sebagai tempat
evakuasi bencana, dimana yang dijadikan sebagai titik evakuasi bencana adalah
titik terdekat dan aman dari bencana longsor dan bencana rawan kebakaran.
3. Tempat evakuasi sementara berada pada lokasi strategis yang mudah dijangkau
dari seluruh kawasan. Tempat evakuasi bencana tersebut tersebar di beberapa
kelurahan, yaitu:
Tempat evakuasi sementara berada di Kelurahan Magelang terdapat 3 tempat
evakuasi sementara dan dapat dijangkau oleh penduduk di kelurahan Panjang
dan sebagian penduduk di Kelurahan Rejowinangun Selatan.
Tempat evakuasi sementara berada di Kelurahan Rejowinagun Utara terdapat
1 tempat evakuasi sementara dan dapat dijangkau oleh penduduk yang berada
di Kelurahan Rejowinangun Utara dan sebagian penduduk yang berada di
Kelurahan Panjang.
Tempat evakuasi sementara berada di Kelurahan Rejowinangun Selatan
terdapat 1 tempat evakuasi sementara dan dapat dijangkau oleh penduduk
yang berada di Kelurahan Rejowinangun Selatan dan penduduk di Kelurahan
Megarsari.
Tempat evakuasi sementara berada di Kelurahan Megarsari terdapat 3 tempat
evakuasi sementara dan dapat dijangkau oleh penduduk yang berada di
Kelurahan Megarsari dan penduduk di Kelurahan Rojowinangun Selatan.
Tempat evakuasi sementara berada di Kelurahan Kemirirejo terdapat 2 tempat
evakuasi sementara dan dapat dijangkau oleh penduduk yang berada di
Kelurahan Kemirirejo.
Tempat evakuasi sementara berada di Kelurahan Cacaban terdapat 3 tempat
evakuasi sementara dan dapat dijangkau oleh penduduk yang berada di
Kelurahan cacaban dan penduduk di Kelurahan Kemirirejo.
Tempat evakuasi sementara berada di Kelurahan Magelang terdapat 1 temoat
evakuasi sementara dan dapat dijangkau oleh penduduk yang berada di
Kelurahan Magelang.
4. Tempat evakuasi akhir berada titik terdekat dan aman dari risiko bencana longsor
dan rawan bencana kebakaran dan terintegrasi dengan ruang evakuasi sementara.
218
Tempat evakuasi akhir berada di Alun-alun Kota Magelang dan di luar Kawasan
BWK I Kota Magelang seperti Taman dan Gedung Olahraga.
5. Menyediakan sarana dan prasarana tanggap darurat untuk mendukung jalur dan
tempat evakuasi bencana yang memadai.
6. Menyediakan hidran untuk kawasan rawan bencana kebakaran dengan ketentuan
berdasarkan Standar NFPA (National Fire Protection Association) dan SNI No.
03-1735-2000 ketersediaan Hidran untuk kawasan rawan bencana longsor
disediakan dengan jarak 35-38 Meter setiap 1 hidran.
219
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 5.22 Peta Rencana Jalur Evakuasi Bencana BWK I Kota Magelang
220
BAB VI
RENCANA POLA RUANG
221
h. Menyediakan RTH dan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan
ekonomi masyarakat.
Agar memberikan kemudahan referensi, maka blok peruntukan perlu diberi nomor
blok sehingga memudahkan penomoran blok dan mengintegrasikan dengan daerah
administrasi.
222
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Gambar 6.1 Contoh Penomoran Blok Kelurahan Rejowinangun Selatan
Pembagian blok perencanaan dilakukan dengan pertimbangan karakteristik
lingkungan, kesamaan guna lahan, pemanfaatan ruang dibatasi secara fisik, seperti
sungai, jaringan jalan, utilitas dan lainnya yang bersifat relatif permanen dan mudah
dikenali, sehingga tidak menimbulkan berbagai interprestasi mengenai batas blok yang
ditetapkan. Dalam beberapa hal, batasan secara administrasi juga menjadi pertimbangan
yang sangat penting.
Rencana pola ruang BWK I Kota Magelang merupakan bentuk pemanfaatan ruang
kota yang menggambarakan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan atau
kegiatan alam. Pola pemanfaatan ruang tersebut terdapat zona lindung dan zona budidaya.
Pola ruang BWK I Kota Magelang dikembangkan mengikuti kecenderungan
perkembangan yang terjadi dengan mempertimbangkan optimalisasi pemanfaatan ruang
dan efektifitas pergerakan internal dan eksternal. Dari sisi optimalisasi pemanfaatan
ruang, pola yang akan dikembangkan harus dapat menampung kegiatan-kegiatan utama
kota, termasuk kegiatan permukiman perkotaan, yang dalam pengembangannya tetap
harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, dengan mengalokasikan
pemanfaatan ruang untuk konservasi. Untuk menciptakan efektifitas pergerakan (internal
dan eksternal), pola pemanfaatan ruang yang dikembangkan akan memperhatikan
223
kemungkinan-kemungkinan interaksi antara satu jenis pemanfaatan dengan pemanfaatan
lainnya.
224
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 6.1 Peta Pembagian Blok BWK 1 Kota Magelang
225
6.2 RENCANA POLA RUANG ZONA LINDUNG
Zona lindung merupakan zona yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup. Adapun zona lindung di BWK I Kota Magelang berupa:
a. Zona perlindungan setempat yaitu sempadan jaringan sungai dan irigasi ;
b. Zona RTH yang meliputi RTH publik dan RTH privat,
1. RTH publik antara lain RTH skala kota dan kelurahan
2. RTH privat antara lain RTH pekarangan (pekarangan rumah tinggal,
halaman perkantoran, pertokoan dan tempat usaha, taman atap bangunan
(roof garden).
a. Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai adalah jalur hijau yang terletak di bagian kiri dan
kanan sungai yang memiliki fungsi utama untuk melindungi sungai dari berbagai
gangguan yang dapat merusak kondisi sungai serta kelestariannya. Sempadan sungai
tersebut yaitu sempadan Sungai Kedali dan Sungai Progo Manggis dengan jenis
sungai tidak bertanggul di dalam kota dengan kedalaman sungai 3-4 meter sehingga
sempadan sungai yang diatur adalah 10 meter. Rencana kawasan sempadan sungai di
BWK I Kota Magelang memiliki luas 0,84 Ha yang melewati blok A-2.1, F-6.1 dan
F-6.3 dengan fungsi:
226
Sumber: Permen PUPR No.28 Tahun 2015
Gambar 6.2 Sempadan Jaringan Sungai Tidak Bertanggul
b. Sempadan Irigasi
Penetapan garis sempadan jaringan irigasi ini ditujukan untuk menjaga agar fungsi
jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitar jaringan
irigasi. Penetapan Garis sempadan jaringan irigasi paling sedikit harus
mempertimbangkan:
2. Jarak garis sempadan saluran irigasi paling sedikit sama dengan kedalaman
saluran irigasi; dan
3. Dalam hal saluran irigasi mempunyai kedalaman kurang dari 1 (satu) meter,
jarak garis sempadan saluran irigasi paling sedikit 1 (satu) meter.
227
4. Penentuan jarak garis sempadan saluran pembuangan irigasi tidak bertanggul,
diukur dari tepi luar di kanan dan kiri saluran pembuangan irigasi.
Penampang penetapan sempadan jaringan irigasi tidak bertanggul sebagai berikut:
228
Dengan adanya Ruang Terbuka Hijau maka mutu lingkungan hidup di perkotaan
dapat meningkat, sehingga lingkungan terasa nyaman, segar, indah, bersih dan juga dapat
berfungsi sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan. Yang dimaksud dalam hal ini
adalah sebagai penyaring polusi baik polusi udara (asap dari kendaraan) dan polusi suara.
Arahan pengembangan RTH di BWK I Kota Magelang secara umum melihat
aspek ekologis yaitu untuk menjamin keberlanjutan Kota Magelang secara fisik. Potensi
RTH di BWK I Kota Magelang saat ini meliputi penggunaan lahan dengan fungsi taman
dan pekarangan. Untuk memenuhi kebutuhan maka arahan penyediaan RTH sebagai
berikut;
a. Arahan Penyediaan Pada Bangunan/Perumahan
RTH Pekarangan
Dengan keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang relatif
sempit, tidak menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melalui
penanaman dengan menggunakan media pot atau media tanah lainnya.
RTH Halaman perkantoran, pertokoan dan tempat usaha
RTH halaman perkantoran, pertokoan dan tempat usaha umumnya berupa jalur
trotoar dan area parkir terbuka. Penyediaan RTH pada kawasan ini adalah:
1. Untuk bangunan dengan KDB 70%-90% perlu menambahkan tanaman
dalam pot;
2. Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB diatas 70%, harus
memiliki minimal 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam pada
lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm.
229
b. Arahan Penyediaan RTH Kota/perkotaan
RTH Taman kota
RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu
kota atau bagian wilayah perkotaan. Standar minimal luas RTH ini adalah 0,3
m2 per penduduk. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau)
yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga
dengan minimal RTH 80%-90%.
RTH Taman Kelurahan
Taman kelurahan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan penduduk
dalam satu kelurahan. Taman ini dapat berupa taman aktif, dengan fasilitas
utama lapangan olahraga (serbaguna), dengan jalur trek lari di seputarnya, atau
dapat berupa taman pasif, dimana aktivitasnya utamanya adalah kegiatan yang
lebih bersifat pasif, misalnya duduk atau bersantai, sehingga lebih didominasi
oleh ruang hijau dengan pohon-pohon tahunan. Luas taman ini minimal 0,3 m2
per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2, dimana
lokasinya berada pada tiap kelurahan. Rencana pembuatan taman kelurahan di
BWK I Kota Magelang yaitu:
1. Pembuatan taman kelurahan berupa lapangan hijau berbentuk taman aktif
dan taman pasif
2. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan taman kelurahan sebagai
RTH publik
230
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 6.4 Peta Rencana Pola Ruang Zona Lindung BWK I Kota Magelang
231
6.3 RENCANA POLA RUANG ZONA BUDIDAYA
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20 tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/ Kota
menyebutkan bahwa zona budidaya meliputi :
a. Zona perumahan yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan kepadatan:
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah; Bila diperlukan dapat
dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun, rumah kopel, rumah deret, rumah
tunggal, rumah taman, dan sebagainya;
b. Zona perdagangan dan jasa yang meliputi perdagangan dan jasa skala kota,
skala BWP dan skala Sub BWP.
c. Zona perkantoran yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran
swasta;
d. Zona industri yang meliputi kawasan industri dan sentra industri kecil dan
menengah.
e. Zona sarana pelayanan umum yang meliputi sarana pelayanan umum
pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi, sarana pelayanan umum
kesehatan, sarana pelayanan umum olahraga, saranapelayanan umum sosial
budaya, sarana pelayanan umum peribadatan;
f. Zona peruntukan lainnya (yaitu: zona yang tidak selalu ada di kawasan
perkotaan) antara lain seperti pertanian, pertambangan, ruang terbuka non hijau,
tempat evakuasi sementara, tempat evakuasi akhir, sektor informal, pertahanan
dan keamanan, instalasi pengelolaan air limbah, Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA), pengembangan nuklir, pembangkir listrik, pergudangan dan pariwisata.
g. Zona peruntukan campuran meliputi zona perumahan dan perdagangan/jasa,
perumahan dan perkantoran dan perkantoran dan perdagangan jasa.
Di Kawasan BWK I Kota Magelang terdapat zona budidaya antara lain diantaranya
zona perumahan, zona perdagangan dan jasa, zona perkantoran dan pemerintah, zona
industri, zona sarana pelayanan umum, zona lainnya dan zona peruntukan campuran.
232
adalah 121,275 Ha. Zona perumahan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kepadatannya yaitu:
a. Perumahan Kepadatan Tinggi
Merupakan zona perumahan dengan kepadatan 100-1000 rumah perhektar. Zona
perumahan kepadatan tinggi di BWK I terdapat di Blok B-2.1, B-2.4, C-3.4, C-3.5,
C-3.6, C-3.8, E-5.5, E-5.6, F-6.1 dan F-6.3 dengan luas total 36,40 Ha. Pengembangan
zona perumahan berkepadatan tinggi ini di BWK I diarahkan di SBWP A, SBWP C,
dan SBWP D.
b. Perumahan Kepadatan Sedang
Merupakan zona perumahan dengan kepadatan antara 40-100 rumah per hektar. Zona
perumahan kepadatan sedang di BWK I terdapat di Blok A-1.1, A-1.2, A-1.3, A-1.4,
A-1.5, A-1.6, A-1.7, A-1.8, C-3.1, C-3.2, C-3.3, C-3.4, C-3.6, C-3.7, C-3.8, D-4.1, D-
4.2, D-4.3, D-4.5 dan D-5.5 dengan luas total 80,99 Ha.
c. Perumahan Kepadatan Rendah
Merupakan zona perumahan dengan tingkat kepadatan kurang dari 40 rumah per
hektar. Zona perumahan berkepadatan rendah di BWK I terdapat di Blok C-3.7, C-
3.7 dan F-6.2 dengan luas total 3,967 Ha.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya maka telah didapat
kebutuhan perumahan di BWK I Kota Magelang. Dalam perhitungan prediksi luas lahan
untuk kavling rumah perlu dilakukan asumsi komposisi luas masing-masing tipe kavling
rumah pada masa yang akan datang. Untuk 20 tahun kedepan asumsi yang digunakan
adalah:
Kebutuhan jumlah rumah dihitung berdasarkan jumlah kepala keluarga.
Diasumsikan kepala keluarga terdiri dari 5 (lima) orang;
Dihitung berdasarkan backlog, Jumlah rumah yg harus disediakan (jumlah KK)
– Jumlah rumah yang sudah terbangun; dan
Dengan perbandingan 1:3:6 maka, tipe rumah besar luas kavling diatas 100 m2,
tipe rumah sedang luas kavling = 60 m2 dan tipe rumah kecil, luas kavling = 36
m2.
233
1. Kebutuhan Luas Kaveling
Berdasarkan data jumlah rumah eksisting maka dapat dihitung jumlah backlog di
BWK I Kota Magelang. Backlog adalah kesenjangan antara jumlah rumah terbangun
dengan jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat.
Tabel 6.2 Backlog Kebutuhan Rumah dengan Rumah Eksisting BWK I Kota
Magelang
Kebutuhan Rumah
KK Jumlah Rumah
No Kelurahan Eksisting Backlog
(2019) Mewah Menengah Sederhana
1 Cacaban 1.078 585 - - - -
2 Kemirirejo 1.962 1.035 - - - -
3 Panjang 2.251 1.384 - - - -
Rejowinangun
4 1.999 1.794 - - - -
Selatan
Rejowinangun
5 1.643 1.414 - - - -
Utara
6 Magersari 1.783 1.281 - - - -
7 Magelang 323 1.603 1.280 213 427 640
Total 11.039 9.096 1.280 213 427 640
Kebutuhan Rumah
KK Jumlah Rumah
No Kelurahan Eksisting Backlog
(2024) Mewah Menengah Sederhana
1 Cacaban 1.078 612 - - - -
2 Kemirirejo 1.962 1.083 - - - -
3 Panjang 2.251 1.449 - - - -
Rejowinangun
4 1.999 1.877 - - - -
Selatan
Rejowinangun
5 1.643 1.480 - - - -
Utara
6 Magersari 1.783 1.340 - - - -
7 Magelang 323 1.677 1.354 226 451 677
Total 11.039 9.518 1.354 226 451 677
Kebutuhan Rumah
KK Jumlah Rumah
No Kelurahan Eksisting Backlog
(2029) Mewah Menengah Sederhana
1 Cacaban 1.078 649 - - - -
2 Kemirirejo 1.962 1.148 - - - -
234
Kebutuhan Rumah
3 Panjang 2.251 1.535 - - - -
Rejowinangun
4 1.999 1.988 - - - -
Selatan
Rejowinangun
5 1.643 1.568 - - - -
Utara
6 Magersari 1.783 1.420 - - - -
7 Magelang 323 1.777 1.454 242 485 727
Total 11.039 10.085 1.454 242 485 727
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Tabel 6.3 Lanjutan Backlog Kebutuhan Rumah dengan Rumah Eksisting BWK I
Kota Magelang
Kebutuhan Rumah
KK Jumlah Rumah
No Kelurahan Eksisting Backlog
(2034) Mewah Menengah Sederhana
1 Cacaban 1.078 676 - - - -
2 Kemirirejo 1.962 1.197 - - - -
3 Panjang 2.251 1.600 - - - -
Rejowinangun
4 1.999 2.073 74 12 25 37
Selatan
Rejowinangun
5 1.643 1.635 - - - -
Utara
6 Magersari 1.783 1.481 - - - -
7 Magelang 323 1.853 1.530 255 510 765
Total 11.039 10.514 1.604 267 535 802
Kebutuhan Rumah
KK Jumlah Rumah
No Kelurahan Eksisting Backlog
(2039) Mewah Menengah Sederhana
1 Cacaban 1.078 713 - - - -
2 Kemirirejo 1.962 1.262 - - - -
3 Panjang 2.251 1.687 - - - -
Rejowinangun
4 1.999 2.185 186 31 62 93
Selatan
Rejowinangun
5 1.643 1.723 80 13 27 40
Utara
6 Magersari 1.783 1.561 - - - -
7 Magelang 323 1.953 1.630 272 543 815
Total 11.039 11.084 1.897 316 632 948
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa BWK I Kota Magelang secara
umum dilihat dari eksisting dan kebutuhannya terdapat beberapa kelurahan yang belum
dapat mencukupi kebutuhan rumah. Kelurahan Magelang merupakan kelurahan yang
235
paling banyak membutuhkan rumah yaitu pada tahun 2019 membutuhkan sebanyak 1.280
unit dan pada tahun 2039 membutuhkan 16.30 unit rumah. Namun di beberapa Kelurahan
seperti di Kelurahan Cacaban, Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan Panjang, dan Kelurahan
Magersari pada tahun 2019 sampai tahun 2039 tidak ada backlog dikarenakan jumlah
rumah eksisting sudah mencukupi kebutuhan bahkan melebihi kebutuhan rumah yang
diproyeksikan selama 20 tahun mendatang.
Tabel 6.4 Kebutuhan Luas Lahan untuk Perumahan BWK I Kota Magelang
Kebutuhan Luas Rumah (Ha)
No Kelurahan
2019 2024 2029 2034 2039
1 Cacaban 7,72 8,08 8,56 8,93 9,41
2 Kemirirejo 13,67 14,30 15,15 15,80 16,65
3 Panjang 18,27 19,12 20,26 21,12 22,27
4 Rejowinangun Selatan 23,67 24,77 26,25 27,37 28,85
5 Rejowinangun Utara 18,67 19,53 20,69 21,58 22,75
6 Magersari 16,91 17,69 18,75 19,55 20,61
7 Magelang 21,16 22,14 23,46 24,45 25,78
Total 120,07 125,64 133,12 138,78 146,31
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kebutuhan luas rumah di BWK I
Kota Magelang tahun 2019 yaitu seluas 120,07 Ha, tahun 2024 yaitu seluas 125,64 Ha,
tahun 2029 yaitu seluas 133,12 Ha, tahun 2034 yaitu seluas 138,78 Ha dan tahun 2039
yaitu seluas 146,31 Ha. Kelurahan Rejowinangun Selatan dan Magelang merupakan
kelurahan yang paling banyak membutuhkan luas rumah yaitu Kelurahan Rejowinangun
Selatan membutuhkan 130,91 Ha dan Kelurahan Magelang membutuhkan 116,99 Ha luas
lahan rumah yang diproyeksikan selama 20 tahun mendatang.
236
b. Menata kawasan permukiman dengan arahan pembangunan vertikal.
c. Mengurangi ketidakteraturan perkembangan perumahan.
237
Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa dilakukan dengan menyediakan
tempat bongkar muat barang, tempat parkir kendaraan, container sampah dan
pelengkap lainnya.
Pengembangan perdagangan dan jasa pada kawasan ini diarahkan dengan
intensitas rendah-sedang baik dalam bentuk bangunan maupun tarikan orang
yang akan datang dengan disertai sistem parkir di dalam (off street).
238
Peningkatan infrastruktur pendukung kegiatan industri industri kecil (sentra
industri) yang terdapat di BWK I.
239
Pengembangan kawasan dapat dengan perluasan sarana pendidikan baru dan
atau dengan menambah kapasitas gedung di zona pendidikan yang sudah ada
dengan arahan pembangunan secara vertikal.
Pengembangan sarana dan prasarana pendukung bagi kegiatan pendidikan
diantaranya fasilitas parkir sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
240
Tabel 6.6 Kebutuhan Sarana Pendidikan Per-Usia di BWK I Kota Magelang Tahun 2039
TAHUN 2039
Taman Kanak-Kanak Sekolah Dasar/ Sederajat
Luas Luas
Proyeksi Standar Proyeksi Standar
Kelurahan Minimal Jumlah Proyeksi Tamb Tambahan Minimal Jumlah Proyeksi Tamb. Tambahan
Penduduk Pelayanan Penduduk Pelayanan
Lahan Eksisting Keb. Keb. luasan Lahan Eksisting Keb. Keb. Luasan
(jiwa/unit) (jiwa/unit)
(m²) (m²)
Rejowinangun Utara 505 4 4 0 0 1.015 4 3 0 0
Rejowinangun Selatan 640 5 5 2 1.000 1.287 7 4 0 0
Kemirirejo 369 5 3 3 1.500 743 7 2 0 0
Megarsari 457 4 4 6 3.000 920 4 3 0 0
Magelang 572 2 5 2 1.000 1.151 2 3 0 0
Cacaban 209 120 500 2 2 0 0 420 360 2.000 5 1 0 0
Panjang 494 1 4 3 1.500 994 0 3 3 6000
Kecamatan Magelang
1.097 9 9 0 0 2.207 11 6 0 0
Selatan
Kecamatan Magelang
2.148 14 18 4 2.000 4.322 18 12 0 0
Tengah
Total Per-Kelurahan 23 27 16 8.000 Total Per-Kelurahan 29 18 3 6000
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Tabel 6.7 Lanjutan Analisis Kebutuhan Sarana Pendidikan Per-Usia di BWK I Kota Magelang Tahun 2039
TAHUN 2039
Sekolah Menengah Pertama/Sederajat Sekolah Menengah Atas/Sederajat
Luas Luas
Proyeksi Standar Proyeksi Standar
Kelurahan Minimal Jumlah Proyeksi Tamb. Tambahan Minimal Jumlah Proyeksi Tamb. Tambahan
Penduduk Pelayanan Penduduk Pelayanan
Lahan Eksisting Keb. Keb Luasan Lahan Eksisting Keb. Keb. Luasan
(jiwa/unit) (jiwa/unit)
(m²) (m²)
Rejowinangun
1.015 0 1 1 9.000 504 1 1 0 0
Utara
Rejowinangun
1.287 2 2 0 0 640 0 1 1 12.500
Selatan 720 9.000 720 12.500
Kemirirejo 743 5 1 0 0 369 5 1 0 0
Megarsari 920 0 1 1 9000 457 2 1 0 0
Magelang 1.150 6 2 0 0 572 1 1 0 0
241
TAHUN 2039
Sekolah Menengah Pertama/Sederajat Sekolah Menengah Atas/Sederajat
Luas Luas
Proyeksi Standar Proyeksi Standar
Kelurahan Minimal Jumlah Proyeksi Tamb. Tambahan Minimal Jumlah Proyeksi Tamb. Tambahan
Penduduk Pelayanan Penduduk Pelayanan
Lahan Eksisting Keb. Keb Luasan Lahan Eksisting Keb. Keb. Luasan
(jiwa/unit) (jiwa/unit)
(m²) (m²)
Cacaban 420 2 1 0 0 209 1 0 0 0
Panjang 994 1 1 0 0 494 1 1 0 0
Kecamatan
Magelang 2.207 2 3 1 9000 1.097 0 2 2 25.000
Selatan
Kecamatan
Magelang 4.322 14 6 0 0 2.148 0 3 3 37.500
Tengah
Total Per-Kelurahan 16 9 2 18.000 Total Per-Kelurahan 11 5 1 12.500
Sumber: Hasil Analisis, 2019
242
b. Sub Zona Sarana Pelayanan Umum Transportasi
Sub zona sarana pelayanan umum transportasi merupakan sub zona yang
dikembangkan untuk menampung fungsi transportasi dalam upaya mendukung
kebijakan pengembangan sistem transportasi yang meliputi transportasi darat, udara,
dan perairan. Sarana pelayanan umum transportasi di BWK I berupa terminal
kawasan shopping center dengan luas 0,632 Ha. Terminal tersebut mempunyai kelas
pelayanan tipe C. Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum
untuk angkutan pedesaan.
Arahan pengembangan untuk sub zona sarana transportasi di BWK I dalam pelayanan
skala lokal antara lain adalah sebagai berikut:
Perbaikan fasilitas transportasi dan penyediaan fasilitas pendukung yang
memadai seperti parkir, rambu-rambu dan papan informasi;
Pengaturan sirkulasi menuju zona transportasi untuk menghindari kemacetan
dan kesemrawutan lalulintas;
Penataan parkir on street pada kawasan pertokoan dan kawasan perkantoran
yang bersifat individual dengan skala lokal yang tidak memungkinkan
membangun fasilitas parkir;
Penataan parkir off street pada kawasan yang memiliki ruang dan lokasi khusus
untuk memadahi aktifitas parkir sendiri;
Pengaturan dan pengendalian angkutan umum dalam menaikan dan
menurunkan penumpang pada spot interchange moda transportasi yaitu halte
dan terminal;
Pengembangan interchange moda transportasi untuk mendukung sistem kinerja
sub zona transportasi berupa halte.
Rencana pengembangan terminal shopping center di BWK I Kota Magelang.
Pengintegrasian simpul jaringan angkutan umum kawasan perkotaan dengan
kawasan perdesaan sebagai kawasan pengumpan penumpang dan barang.
243
tersebut dapat diwujudkan dengan ketersediaan sarana kesehatan. Jumlah sarana
kesehatan yang terdapat di BWK I adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B yaitu
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Magelang pada Blok D-4.2, Rumah Sakit Lestari
Raharja di Blok E-5.3, Rumah sakit Gladiool di Blok Blok D-5, Rumah Sakit
Bayangkara di Blok D-4.1, puskesmas di Blok E-5.1. Total luas zona sarana
pelayanan kesehatan di BWK I adalah kurang lebih 4,134 Ha. Secara rinci, kebutuhan
sarana pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh BWK I Kota Magelang adalah
sebagai berikut:
Tabel 6.8 Proyeksi Kebutuhan Sarana Kesehatan Tahun 2039
Tahun 2039
Kebutuhan Luas
Kelurahan Sarana Eksisting Gap
Sarana Lahan
RSU Kelas C 2 - - -
RSU Kelas B 1 - - -
Puskesmas 5 0 0 0
Cacaban
Puskesmas Pembantu 0 0 0 0
Apotik 7 0 0 0
Posyandu 61 3 3 180
RSU Kelas C 1 - - -
RSU Kelas B 1 - - -
Puskesmas 0 0 0 0
Kemirirejo
Puskesmas Pembantu 1 0 0 0
Apotik 0 0 0 0
Posyandu 0 5 5 300
RSU Kelas C 0 - - -
RSU Kelas B 0 - - -
Puskesmas 0 0 0 0
Panjang
Puskesmas Pembantu 2 0 0 0
Apotik 0 0 0 0
Posyandu 0 7 7 420
RSU Kelas C 0 - - -
RSU Kelas B 0 - - -
Puskesmas 0 0 0 0
Magersari
Puskesmas Pembantu 1 0 0 0
Apotik 0 0 0 0
Posyandu 0 6 6 360
RSU Kelas C 0 - - -
RSU Kelas B 0 - - -
Puskesmas 0 0 0 0
Rejowinangun Selatan
Puskesmas Pembantu 0 0 0 0
Apotik 8 0 0 0
Posyandu 30 9 0 0
Rejowinangun Utara RSU Kelas C 0 - - -
244
Tahun 2039
Kebutuhan Luas
Kelurahan Sarana Eksisting Gap
Sarana Lahan
RSU Kelas B 0 - - -
Puskesmas 0 0 0 0
Puskesmas Pembantu 0 0 0 0
Apotik 0 0 0 0
Posyandu 0 7 7 420
RSU Kelas C 0 - - -
RSU Kelas B 0 - - -
Puskesmas 1 0 0 0
Magelang
Puskesmas Pembantu 0 0 0 0
Apotik 0 0 0 0
Posyandu 0 8 8 480
Total 121 48 36 2160
Sumber: Hasil Analisis 2019
Berdarkan tabel diatas dapat di simpulkan bahwa pada tahun 2039 dengan total
eksisting sebesar 121 unit, dibutuhkan pembangunan sarana kesehatan sebanyak 48 unit
dimana kebutuhan paling dominan berada di sarana posyandu, sedangkan untuk Gap nya
sebesar 36, dan untuk total kebutuhan luas lahannya sebesar 2160 m2, dimana luas lahan
masing-masing mulai dari Cacaban 180 m2, Kemirirejo 300 m2, Magersari 360 m2 ,
Panjang dan Rejowinangun Utara 420 m2, sampai Magelang 480 m2.
245
Arahan pengembangan sarana kesehatan secara umum dilakukan melalui peningkatan
sarana kesehatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Rencana pengembangan
sarana kesehatan di BWK I Kota Magelang, diarahkan pada:
Pengembangan fasilitas kesehatan eksisting, dilakukan melalui program yang
mengarah pada peningkatan kualitas, sistem perawatan dan perbaikan bagi
fasilitas yang telah ada.
Penyediaan sarana kesehatan dilakukan dengan mengacu pada ketersediaan
sarana dan jangkauan layanan eksisiting, serta dengan memperhatikan rencana
kebutuhan pengembangan selama waktu perencanaan.
Penyediaan sarana kesehatan, penetapan lokasinya diupayakan dekat pusat
permukiman, sehingga memudahkan jarak capai terhadap layanan kesehatan.
Penyediaan sarana kesehatan, penetapan lokasinya dapat diletakan berdekatan
dengan lokasi pusat pemerintahan.
Penyediaan sarana kesehatan dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas kesehatan penduduk di kawasan perencanaan.
Pengembangan sarana kesehatan dilakukan dengan mempertimbangkan, luas
bangunan dan lahan sarana kesehatan bergantung pada ketersedian lahan serta
disesuaikan dengan kebutuhan.
Penyebaran sarana kesehatan diarahkan secara berhierarki dan merata di seluruh
wilayah perencanaan.
Pengembangan kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup
wajib dilengkapi dokumen lingkungan hidup,
Pengembangan sarana dan prasarana pendukung kegiatan kesehatan terintegrasi
dengan arahan pengembangan sarana dan prasarana perkotaan.
246
Blok B-2.1. Total luas sub zona sarana pelayanan peribadatan di BWK I Kota
Magelang adalah 3,391 Ha.
Arahan pengembangan sarana peribadatan secara umum dilakukan melalui
peningkatan sarana peribadatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Arahan
pengembangan sarana peribadatan di BWK I Kota Magelang, diarahkan pada:
Pengembangan sarana peribadatan pada sarana eksisting, difokuskan pada
kegiatan perbaikan atau peningkatan kondisi dari fasilitas peribadatan yang ada.
Penyediaan sarana peribadatan dilakukan dengan mengacu pada ketersediaan
sarana dan jangkauan layanan eksisiting, serta dengan memperhatikan rencana
kebutuhan pengembangan sarana peribadatan selama waktu perencanaan.
Penyebaran sarana peribadatan diarahkan secara berhirarki dan merata di seluruh
wilayah daerah.
Penetapan lokasi sarana peribadatan diupayakan dekat pusat permukiman,
sehingga memudahkan jarak capai terhadap layanan peribadatan.
Penyediaan sarana peribadatan dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas keagamaan penduduk di kawasan perencanaan.
Pengembangan sarana dan prasarana pendukung kegiatan peribadatan
terintegrasi dengan arahan pengembangan sarana dan prasarana perkotaan.
247
b. Ruang Terbuka Non Hijau
RTNH merupakan ruang terbuka di kawasan perkotaan yang tidak termasuk
dalam kategori RTH yaitu berupa lahan yang diperkeras maupun badan air, maupun
kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori.
Keberadaan zona RTNH ini ditujukan untuk menjaga kertersediaan ruang terbuka
dengan perkerasan sebagai tempat berbagai aktivitas selain RTH. Selain itu juga
untuk menciptakan keseimbangan antara lingkungan dan lingkungan binaan yang
berguna untuk kepentingan masyarakat. Keberadaan RTNH juga ditujukan untuk
mengoptimalkan fungsi ruang terbuka hijau di wilayah perkotaaan sebagai aktivitas
sosial dan budaya. Zona RTNH terdapat di Blok A-1.3 dan A-1.4 dengan luas kurang
lebih 0,535 Ha.
d. Pariwisata
Zona pariwisata merupakan peruntukan tanah yang merupakan bagian dari
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata
baik alam, buatan, maupun budaya. Zona pariwisata di Kawasan BWP I terdapat di
beberapa lokasi yang berada di Blok D-4.3 dengan luas kurang lebih 0,2 Ha. Adapun
arahan untuk pengembangan zona pariwisata ini adalah:
Pengembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata guna peningkatan
daya tarik bagi wisatawan.
Melakukan revitalisasi bangunan objek wisata dan penataan kawasan objek
wisata.
248
Melakukan promosi wisata terhadap objek-objek wisata yang dikemas dalam
peta wisata guna mendukung program ayo ke magelang.
249
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 6.5 Peta Rencana Pola Ruang Zona Budidaya BWK I Kota Magelang
250
Berdasarkan penjelasan yang terdapat diatas, berikut merupakan pengklasifikasian zona
dalam rencana pola ruang BWK I Kota Magelang diantaranya:
Tabel 6.9 Pengklasifikasian Zona dalam Rencana Pola Ruang BWK I Kota
Magelang
Zonasi Zona Luas Guna Lahan Kode
Perlindungan Setempat
Sempadan Sungai 0.814 SS
Lindung Ruang Terbuka Hijau
Taman Kota 5.767 RTH-2
Taman Kelurahan 6.673 RTH-4
Total Zona Lindung 6.673
Perumahan
Perumahan Kepadatan Tinggi 36.400 R-2
Perumahan Kepadatan Sedang 80.908 R-3
Perumahan Kepadatan Rendah 3.967 R-4
Perdagangan dan Jasa
Perdagangan Jasa Skala Kota 17.739 K-1
Perdagangan Jasa Skala BWP 7.630 K-2
Perdagangan Jasa Skala Sub BWP 40.098 K-3
Perkantoran
Perkantoran Pemerintah 16.537 KT
Industri
Industri Kecil dan Menengah 0.748 SIKM
Sarana Pelayanan Umum
Budidaya
Pendidikan Skala Kota 2.469 SPU.1-1
Kesehatan Skala Kota 3.409 SPU.1-3
Pendidikan Skala Kecamatan 4.423 SPU.2-1
Peribadatan Skala Kecamatan 0.635 SPU.2-5
Pendidikan Skala Kelurahan 8.302 SPU.3-1
Transportasi Skala Kelurahan 0.632 SPU.3-2
Kesehatan Skala Kelurahan 0.725 SPU.3-3
Peribadatan Skala Kelurahan 2.755 SPU.3-5
Peruntukan Lainnya
Pertanian 4.390 PL-1
RTNH 0.535 PL-3
IPAL 0.278 PL-8
Pariwisata 0.057 PL-13
Total Kawasan Budidaya 232.639
GRAND TOTAL 245.67
Sumber: Hasil Rencana, 2019
251
Sumber: Hasil Pengolahan GIS, 2019
Gambar 6.6 Peta Rencana Pola Ruang BWK I Kota Magelang
252
253