Waston
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl A. Yani Pabelan Tromol Pos 1 Telp. (0271) 717417 Surakarta 57102
E-Mail: waston.ums@gmail.com
Abstract: The relation between religion and science seems to be the dichotomous view. Both
of them are like oil and water, two entities that cannot be reunited and separated. Due to this
dispute, science often misses their ethics, so science and modern technology have actually
humanized humans and distanced them from their nature. The conflict between them forces
many intellectual Muslims to make epistemology bridge for reconciling science and reli-
gion. One of them is M. Amin Abdullah, who argues with the concept of integration-intercon-
nection which is the effort to avoid the dichotomous view of the science and religion (especially
Islam-science) and in the epistemology view, the concept is to close back all disciplines so there
are dialogues, communications, relationships, and mutual help. This article aims to discuss
the epistemology thought of M. Amin Abdullah concerning on integration-interconnection
withits methodology and relevance for the scientific development of higher education in In-
donesia.
Abstrak: Hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan tampaknya menjadi pandangan
dikotomis. Keduanya ibarat minyak dan air, dua entitas yang tidak bisa bersatu kembali dan
dipisahkan. Karena sengketa ini ilmu pengetahuan mencoba merangkul konsep-konsep ag-
ama dan etika agar ilmu pengetahuan-teknologi memiliki nuansa yang manusiawi. Konflik
antara keduanya memaksa kaum Muslim intelektual membuat jembatan epistemologi untuk
mendamaikan sains dan agama. Salah satunya adalah M. Amin Abdullah, yang berpendapat
bahwa konsep integrasi-interkoneksi yang merupakan upaya untuk menghindari pandangan
dikotomis dari ilmu dan agama (khususnya Islam-ilmu) dan dalam pandangan epistemologi,
konsep ini mencoba menawarkan kembali semua disiplin ilmu sehingga ada dialogisasi, komu-
nikasi, sinergitas, dan hubungan saling membantu. Artikel ini bertujuan untuk membahas
epistemologi pemikiran M. Amin Abdullah berkenaan konsep integrasi-interkoneksi dengan
metodologi dan relevansinya bagi pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan tinggi di In-
donesia.
80
Pemikiran Epistemologi Amin Abdullah ... (Waston)
sains dan agama merupakan entitas yang ama menjadikan banyak intelektual Mus-
terpisah. Keduanya ibarat air dan minyak lim merasa terpanggil untuk bertanggung
yang tidak dapat disatukan. Upaya untuk jawab membuat semacam jembatan penye-
menyatukannya dianggap hanya akan men- berangan, sehingga keduanya dapat diper-
gurangi objektivitas sains dan juga sakrali- temukan kembali. Kendati pun menyisakan
tas agama.1 banyak perdebatan, beberapa ilmuwan
Asumsi yang lama terpatri dalam back Muslim, baik intelektual Muslim Indonesia
mind sebagian besar umat manusia ada- maupun intelektual Muslim dari belahan
lah bahwa sains berangkat dari keragu-ra- bumi lainnya, telah mencoba merumuskan
guan, yang menggunakan metode ilmiah semacam jembatan epistemologis un-
sebagai landasan dalam pencarian kebe- tuk merujukkan kembali sains dan agama.
naran, sedangkan agama berangkat dari Salah satunya adalah M. Amin Abdullah,
sebuah keyakinan yang tidak dapat digang- yang menawarkan paradigma integra-
gu gugat. Agama dimulai dari keyakinan si-interkoneksi keilmuan. Selain berupaya
dengan metode yang dogmatis dan meng- menghilangkan dikotomi sains dan agama
gunakan teori kebenaran yang doktriner. (terutama dikotomi Islam-sains), proyek
Akibat perseteruan ini, sains kerap kehi- keilmuan yang digagasnya tersebut juga
langan pijakan etiknya, sehingga teknolo- berupaya mendekatkan kembali berbagai
gi modern justru semakin tidak memanu- disiplin ilmu, sehingga di antara mereka
siakan manusia dan menjauhkan manusia terjadi dialog, tegur sapa, saling berhubun-
dari hakikat kemanusiannya. Bom nuklir gan, dan saling membutuhkan.
yang meluluh-lantakkan Nagasaki dan Penelitian deskriptif ini akan mem-
Hiroshima, penggunaan senjata biokimia bedah lebih kritis, ilmiah dan mendalam
pada Perang Dunia I dan II, global warming, pemikiran epistemologi M. Amin Abdul-
krisis energi, perubahan cuaca ekstrim, dan lah dan relevansinya bagi pengembangan
kerusakan ekologi adalah bukti kongkrit keilmuan perguruan tinggi di Indonesia.
betapa sains telah kehilangan pijakan etik Sebelum lebih jauh mendiskusikan pe-
dan karenanya sering disalahgunakan. mikiran epistemologinya, terlebih dahulu
Kian jauhnya sains dari nilai-nilai ag- akan dibahas sekelumit biografi M. Amin
Abdullah.
1 Terkait relasi sains dan agama, Ian Barbour, me-
metakannya dalam empat tipe, yaitu: indepen-
M. Amin Abdullah2 lahir di Mar-
densi, konflik, dialog, dan integrasi. Tipe pertama gomulyo, Tayu, Pati, Jawa Tengah, 28 Juli
adalah independensi yaitu ketika ilmu dan agama 1953. Menamatkan Kulliyat Al-Muallim-
dilihat sebagai bidang yang berbeda dan ditem- in Al-Islamiyyah (KMI), Pesantren Gontor
patkan dalam kotak sendiri-sendiri. Masing-mas- Ponorogo 1972 dan Program Sarjana Muda
ing memiliki otoritas di bidangnya masing-mas- (Bakalaureat) pada Institut Pendidikan
ing. Tipe kedua adalah konflik yaitu hubungan
antara ilmu dan agama di mana keduanya sal-
Darussalam (IPD) 1977 di Pesantren yang
ing melakukan ekspansi keluar dari bidangnya. sama. Menyelesaikan Program Sarjana pada
Namun saat keduanya ini disatukan dalam satu Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandin-
kotak bersama terbukalah peluang untuk konflik. gan Agama, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakar-
Tipe ketiga adalah dialog yaitu ketika antara ilmu ta, tahun 1982.Atas sponsor Departemen
dan agama membuka peluang untuk berkomu- Agama dan Pemerintah Republik Turki,
nikasi, saling mendengar, saling menyapa satu
sama lain. Tipe keempat adalah integrasi yang
mulai tahun 1985 mengambil Program
dimaknai Barbour dengan sangat spesifik yang Ph.D. bidang Filsafat Islam, di Department
bertujuan menghasilkan suatu reformasi teologi of Philosophy, Faculty of Art and Sciences,
dalam bentuk theology of nature, yang berbeda Middle East Technical University (METU),
dengan natural theology, yang tujuan utamanya Ankara, Turki (1990). Ia pernah mengikuti
untuk membuktikan kebenaran-kebenaran agama ProgramPost Doctoraldi McGill University,
berdasar temuan-temuan ilmiah. Ian Barbour,
Religion in An Age of Science (New York: Harp- 2 https://aminabd.wordpress.com/perihal. Diakses
er Collins Publisher, 1990), hlm. 4. pada 15 Mei 2016.
81
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 17, No. 1, Juni 2016: 80-89
lebih menekankan pada pendeskripsian analisis ini. Dengan analisis ini penulis
pemikiran M. Amin Abdullah, terutama pe- akan melakukan analisis data secara ilmiah
mikiran tentang konsep epistemologi ilmu. dan menyeluruh tentang konsepsi dan pe-
Karena fokusnya pada deskriptif, maka pe- mikiran M. Amin Abdullah, yaitu dengan
nelitian ini juga bersifat alamiah dan induk- cara: a) komparatif, b) deskriptif, dan c)
tif. Sebagaimana diungkapkan Bodgan dan induktif. Selanjutnya, karena penelitian ini
Biklen, bahwa penelitian kualitatif memiliki merupakan studi tokoh dan sejarah, maka
lima karakteristik khusus, yaitu: (a) natu- langkah-langkah yang digunakannya me-
ralistik, (b) deskriptif, (c) perhatian pada liputi: a) pemilihan topik, b) pengumpulan
proses, (d) induktif, dan (e) perhatian pada sumber, c) verifikasi (kritik sejarah, keabsa-
makna.3 han sumber), d) interpretasi (analisis dan
Sedangkan pendekatan yang digu- sintesis), e) historiografi atau penulisan, dan
nakan dalam penelitian ini adalah pendeka- f) penyimpulan.
tan filosofis dan pendekatan sejarah. Nata4,
menyatakan bahwa historis atau sejarah HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah suatu ilmu yang di dalamnya diba-
has berbagai peristiwa dengan memper- Pemikiran epistemologi M. Amin Ab-
hatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar dullah antara lain dapat disimak melalui
belakang, dan pelaku dari peristiwa terse- pemaparannya tentang epistemologi Islam,
but. Pendekatan lain dalam penelitian ini yaitu: epistemologi bayani, irfani, dan bur-
adalah pendekatan biografi, Komaruddin5 hani. Pemikiran epistemologi M. Amin Ab-
beralasan karena memaparkan tentang pe- dullah mengadopsi dan sangat dipengaruhi
mikiran atau pun pandangan tokoh, ag- oleh pemikiran epistemologi M. Abid Al-
amawan, politikus, ataupun sejarawan. Se- Jabiry. Fakta ini dapat dijumpai dalam
lain itu, penulis juga memakai pendekatan karya M. Amin Abdullah, Islamic Studies di
normatif, yaitu untuk merumuskan kesim- Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-In-
pulan-kesimpulan mengenai keadaan dan terkonektif. Ia menyebutkan bahwa kedua
kaidah yang berlaku pada obyek penelitian. buku al-Jabiry, yaitu Takwin al-aql Araby
Sumber data primer diperoleh langsung dan Bunyah al-aql Araby: Dirasah Tahliliyyah
dari subyek penelitian dengan mengenakan naqdiyyah li nudzumi al-marifah fi al-tsaqa-
alat pengukur atau alat pengambilan data fah al-Arabiyyah, cukup representatif untuk
langsung pada subyek sebagai sumber in- meneropong struktur fundamental kefilsa-
formasi yang dicari. Teknik analsis datanya fatan ilmu kajian-kajian keislaman dalam
menggunakan Content analysis, sebagaima- ranah humanities. Sementara buku ketiga al-
na ungkapan Suryabrata6 bahwa conten Jabiry, al-Aql al-siyasy al-Araby, merupakan
analysis adalah menganalisis data sesuai realisasi dari konsep-konsep dan paradig-
dengan kandungan isinya. Dengan ini da- ma humanities dalam pemikiran keislaman
ta-data yang penulis kumpulkankan adalah dalam ranah kehidupan sosial-politik yang
bersifat deskriptif dan data tekstual yang kongkrit dalam masyarakat Muslim.
bersifat fenomenal, maka dalam mengelola Pengaruh kuat al-Jabiry atas pemikiran
data-data tersebut penulis menggunakan Amin Abdullah dikemukakan oleh Ca-
rool Kersten, dosen senior Studi Islam dan
3 Robert C. Bodgan dan Sari Knopp Biklen, Quali-
tative Research for Education: An Introduction to
Dunia Muslim di Kings College London,
Theory and Methods, London: Allyn and Bacon, yang menyebutkan bahwa Amin Abdullah
1998, hlm. 4-5. mengambil epistemologi bayani, burhani,
4 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: dan irfani yang dikembangkan al-Jabiry.
Raja Grafindo Persada, 1998. hlm. 59. Kersten lebih lanjut mengatakan bahwa
5 Komaruddin, Metode Penelitian Kualitatif, Yog- menurut Amin Abdullah, pendekatan kritis
yakarta: Pustaka Pelajar, 1991, hlm. 72.
6 Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta:
Al-Jabiry mencakup wilayah yang sangat
Rajawali Press, 1998, hlm. 94. mirip dengan filsafat ilmu Barat dan kare-
83
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 17, No. 1, Juni 2016: 80-89
isahkan dari disipilin ilmu-ilmu yang lain Melalui paradigma ini, dialog keilmuan
dan tidak dapat berdiri sendiri. Merespons yang bersifat integratif-interkonektif selain
realitas tersebut, M. Amin Abdullah, men- dilakukan dalam wilayah internal ilmu-ilmu
gatakan bahwa setiap bangunan keilmuan keislaman, dikembangkan pula integrasi-in-
apa pun, baik keilmuan agama (termasuk terkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan
agama Islam dan agama-agama yang lain), ilmu-ilmu umum. Masing-masing rumpun
keilmuan sosial-humaniora, maupun keala- memiliki keterbatasan dan karenanya harus
man tidak dapat berdiri sendiri. Ketika ilmu berdialog, kerjasama, serta memanfaatkan
pengetahuan tertentu mengklaim dapat metode dan pendekatan rumpun ilmu lain
berdiri sendiri, merasa dapat menyele- untuk melengkapi kekurangan-kekuran-
saikan persoalan secara mandiri, serta ti- gan masing-masing. Proyek keilmuan ini
dak memerlukan bantuan dan sumbangan berupaya mendialogkan segitiga keilmuan,
dari ilmu yang lain, maka self sufficiency ini yakni hadlarah an-nash (keilmuan agama
cepat atau lambat bakal berubah menjadi yang bersumber pada teks-teks), hadlarah
narrowmindedness untuk tidak menyebutnya al-ilm (ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu ke-
fanatisme partikularitas disiplin keilmuan. alaman), dan hadlarah al-falsafah (keilmuan
Karena itu, kerjasama, saling tegur sapa, sa- etis-filosofis).
ling membutuhkan, saling koreksi, dan sal- Paradigma integrasi-interkoneksi mer-
ing keterhubungan antar disiplin keilmuan upakan upaya mempertemukan kembali
akan lebih dapat membantu manusia me- antara ilmu-ilmu keislaman (Islamic scienc-
mahami kompleksitas kehidupan yang di- es) dengan ilmu-ilmu umum (modern sci-
jalaninya dan menyelesaikan problematika ences), dengan harapan tercapainya kesat-
yang dihadapinya.13 uan ilmu yang integratif dan interkonektif.
Untuk menyelesaikan dikotomi Proses ini diharapkan menjadi solusi dari
keilmuan (antara keilmuan agama dan berbagai krisis yang melanda manusia dan
keilmuan umum), mantan Rektor UIN Su- alam belakangan ini sebagai akibat ketida-
nan Kalijaga ini, secara konseptual men- kpedulian suatu ilmu terhadap ilmu yang
awarkan paradigma integrasi-interkoneksi. lain yang selama ini terjadi.
Tampak dalam skema di atas peradaban sis-krisis lainnya.14 Skema demikian, dapat
manusia telah kian maju karena adanya ke- ditransformasikan ke dalam suatu bentuk
tiga entitas keilmuan tersebut. Konfigurasi keilmuan yang interkonektif (interconnected
hubungan yang isolated tersebut diyakini entities).
menjadi sumber problematika dunia kon-
temporer semisal krisis lingkungan hidup,
ekonomi, moralitas, religiusitas, dan kri- 13 Ibid., hlm., vii-viii.
14 Ibid., hlm. 404.
85
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 17, No. 1, Juni 2016: 80-89
Tampak dalam skema di atas bahwa se- al-nash dan budaya pendukung hadlarah al-
tiap rumpun ilmu memiliki keterbatasan-ke- ilm serta budaya pendukung hadlarah al-fal-
terbatasan yang melekat dalam dirinya dan safah masih tetap saja ada.16
karenanya, harus bersedia untuk berdialog, Untuk memahami konsep integrasi-in-
bekerjasama, dan memanfaatkan metode terkoneksi keilmuan secara komprehensif,
dan pendekatan yang dipakai oleh rumpun M. Amin Abdullah selanjutnya memem-
ilmu lain untuk melengkapi kekurangan perkenalkan paradigma keilmuan jaring
yang melekat pada dirinya.15 laba-laba (spider web) bercorak teoantropo-
Secara paradigmatik-filosofis, ada 3 sentris-integralistik.
(tiga) aspek yang hendak dintrodusisa-
si oleh paradigma integrasi-interkoneksi.
Pertama, secara epistemologis, paradigma
integrasi-interkoneksi merupakan respons
terhadap kesulitan-kesulitan yang dira-
sakan selama ini, yang diwariskan dan
diteruskan selama berabad-abad dalam
peradaban Islam tentang adanya dikotomi
pendidikan umum dan pendidikan agama.
Masing-masing berdiri sendiri-sendiri,
tanpa merasa perlu saling bertegur sapa.
Dikotomi ini diperparah dengan berdirinya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dan Kementerian Agama yang mengurusi
pendidikan di negeri ini. Kedua, secara ak-
siologis, paradigma integrasi-interkonek-
si hendak menawarkan pandangan dunia
(world view) manusia beragama dan ilmu- Gambar di atas mengilustrasikan bah-
wan yang baru, yang lebih terbuka, mampu wa jarak pandang atau horizon keilmuan
membuka dialog dan kerjasama, transpar- integralistik begitu luas, sekaligus terampil
an, dapat dipertanggungjawabkan secara dalam perikehidupan sektor tradision-
publik dan berpandangan ke depan. Ketiga, al maupun modern lantaran dikuasainya
secara ontologis, hubungan antar berbagai salah satu ilmu dasar dan keterampilan
disiplin keilmuan menjadi kian terbuka dan yang dapat menopang kehidupan di era
cair, kendati pun blok-blok dan batas-batas informasi-globalisasi. Selain itu, tergam-
wilayah antara budaya pendukung hadlarah bar sosok manusia beragama (Islam) yang
terampil dalam menangani dan menganal- sosial, politik, ekonomi, keagamaan, militer,
isis isu-isu yang menyentuh problem ke- gender, ekologi, ilmu-ilmu sosial-humanio-
manusiaan dan keagamaan di era modern ra kontemporer posmodern sebagaimana
dan posmodern dengan dikuasainya berb- tergambar pada jalur lingkar lapis 3 ham-
agai pendekatan baru yang diberikan oleh pir-hampir tidak tersentuh oleh ilmu-ilmu
ilmu-ilmu alam (natural sciences), ilmu-ilmu sosial dan kajian keislaman di negeri ini.18
sosial (social sciences) dan humaniora (hu-
manities) kontemporer. Di atas segalanya,
dalam setipa langkah yang ditempuh, sen- Relevansi Pemikiran Epistemologi M.
antiasa diikuti landasan etika-moral kea- Amin Abdullah terhadap Pengembangan
gamaan yang objektif dan kokoh, karena Keilmuan Perguruan Tinggi
keberadaan al-Quran dan As-Sunnah yang Pemikiran epistemologi M. Amin Ab-
dimaknai secara baru (hermeneutis) selalu dullah melalui paradigma integrasi-in-
menjadi landasan pijak pandangan hidup terkoneksi senantiasa relevan dijadikan
(weltanschauung) keagamaan manusia yang sebagai pijakan pengembangan keilmuan
menyatu dalam satu nafas keilmuan dan perguruan tinggi di Indonesia, terutama
keagamaan. Semua itu didedikasikan untuk bagi perguruan tinggi Islam dan atau pergu-
kesejahteraan manusia secara bersama-sa- ruan tinggi berbasis Islam seperti Perguru-
ma tanpa memandang latar belakang etnisi- an Tinggi Muhammadiyah (PTM). Paradig-
tas, ras, agama maupun golongan.17 ma integrasi-interkoneksi dapat dijadikan
Melalui gambar jaring laba-laba paradigma keilmuan perguruan tinggi (ter-
keilmuan tersebut, M. Amin Abdullah juga utama perguruan tinggi Islam dan atau ber-
mengkritik bahwa radius jangkauan akti- basis Islam) untuk mengembangkan model
vitas keilmuan pada Perguruan Tinggi Ag- keilmuan yang non-dikotomik
ama Islam (PTAI) di Indonesia yang hanya Dalam konteks pengembangan
terfokus pada lingkar 1 dan jalur lingkar keilmuan di perguruan tinggi, paradigma
lapis 2 (Kalam, Falsafah, Tasawuf, Had- integrasi-interkoneksi secara kongkrit dapat
is, Tarikh, Fiqh, Tafsir, Lughah). Itu pun, diimplementasikan dalam berbagai level:19
menurut Doktor Ankara University ini, ha-
nya terbatas pada ruang gerak pendekatan a. Level filosofi
keilmuan humaniora klasik. PTAI pada um- Integrasi dan interkoneksi pada level
umnya belum mampu memasuki diskusi filosofis dalam pengajaran mata kuliah ada-
ilmu-ilmu sosial dan humanities kontempor- lah bahwa setiap mata kuliah harus diberi-
er seperti yang tergambar pada jalur lingkar kan nilai fumndamental eksistensial dalam
2 (antropologi, sosiologi, psikologi, filsafat kaitannya dengan disiplin keilmuan lain
serta berbagai teori dan pendekatan yang dan dalam hubungannya dengan nilai-nilai
ditawarkannnya). Alhasil, terjadi jurang humanistik. Mengajarkan fiqh misalnya di
wawasan keilmuan yang tak terjembatani samping makna fundamentalnya sebagai
antara ilmu-ilmu klasik dan ilmu-ilmu keis- filosofi membangun hubungan antara ma-
laman baru yang telah memanfaatkan anali- nusia, alam dan Tuhan dalam ajaran Islam,
sis ilmu-ilmu sosial dan humaniora, bahkan dalam pengajaran fiqh harus ditanamkan
juga ilmu-ilmu alam. Lebih dari itu, isu-isu pula pada mahasiswa bahwa eksistensi
fiqh tidaklah sendiri atau bersifat self-suffi-
17 M. Amin Abdullah, Etika Tauhidik sebagai
Dasar Kesatuan Epistemologi Keilmuan Umum cient, melainkan berkembang bersama sikap
dan Agama (dari Paradigma Positivistik-Sekular-
istik Ke Arah Teoantroposentrik-Integralistik), 18 Ibid., hlm. 13-14.
dalam M. Amin Abdullah, dkk,. Menyatukan 19 Bermawy Munthe, dkk., Sukses Belajar di Per-
Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum: Upaya guruan Tinggi: Sosialisasi pembelajaran di Per-
Mempersatukan Epistemelogi Islam dan Umum, guruan Tinggi bagi Mahasiswa Baru UIN Sunan
(Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2003), hlm. Kalijaga (Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalija-
12. ga, 2015), hlm. 15-17.
87
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 17, No. 1, Juni 2016: 80-89
yakan negara-negara Islam belum berfungsi didikan Islam serta rekonstruksi sistem dan
optimal untuk mendorong penemuan-pen- kelembagaan merupakan sebuah kenis-
emuan ilmiah. Di Barat dan negara-nega- cayaan.
ra lain, institusi sains terus tumbuh untuk Mudah-mudahan apa yang dilakukan
mengantisipasi era globalisasi, sementara M.Amin Abdullah dapat mendudukkan
di hampir kebanyakan negara Islam per- filsafat sebagai landasan pengembangan
tumbuhannya sangat lambat. Di kebanya- ilmu pengetahuan. Yakni, untuk memas-
kan negara Islam, jumlah institusi-institusi tikan bahwa perkembangan ilmu penge-
riset sains masih sangat rendah; anggaran tahuan tak menjadi pedang Damocles aki-
yang dialokasikan untuk program-program bat kehampaannya dari perspektif tujuan
ilmiah hampir tidak memadai; jumlah ko- pengembangan ilmu itu sendiriyakni
munitas ilmiah dan produktivitas ilmuwan kebahagiaan manusia, dan bukan seke-
juga masih rendah. Beberapa kelemahan dar kemakmuran atau kekuasaan materi-
tersebut erat kaitannya dengan tingkat pen- alistikdan juga absennya etika di ujung
didikan di dunia Islam.21 penerapannyayang bisa berakibat kon-
Last but not least, tantangan di era global- traproduktif terhadap tujuan pengemban-
isasi menuntut respons cepat dan tepat dari gan ilmu pengetahuan itu sendiri. Di Dunia
sistem pendidikan Islam secara keseluru- Islam, nilai penting integrasi-interkoneksi
han. Bila umat Muslim tidak hanya ingin keilmuan ini bahkan lebih besar dari pada
sekedar survive di tengah kompetisi global itu. Yakni untuk mengangkat ummat Islam
yang kian ketat namun juga hendak tampil dari kubangan kemundurannya di bidang
di depan, maka reorientasi pemikiran pen- ini, mengingat bahwa filsafat pernah ter-
bukti menjadi dorongan terbesar bagi ke-
21 Azyumardi Azra, Reintegrasi Ilmu-Ilmu dalam majuan ilmu pengetahuan di belahan dunia
Islam, dalam Zainal Abidin Bagir, dkk, Integra-
si Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi, (Band-
ini.
ung: Mizan, 2005), hlm. 203-205.
DAFTAR PUSTAKA
89