Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

DISOSIATIF

Pembimbing :
Dr. Prasila, Sp.Kj

DISUSUN OLEH :
M Imam Mahdi N (2012730059)

KEPANITERAAN KLINIK PSIKIATRI


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM BUNGA RAMPAI KLENDER
PERIODE

1
2017

2
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self)
yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang tunggal. Disfungsi utama pada
gangguan disosiatif adalah kehilangan keutuhan keadaan kesadaran tersebut ; orang merasa
tidak memiliki identitas atau mengalami kebingungan terhadap identitasnya sendiri atau
memiliki identitas berganda. Walaupun penyatuan pengalaman kepribadian tersebut adalah
abnormal pada gangguan disosiatif, pasien dengan gangguan ini menunjukan berbagai
pengalaman disosiatif dari normal sampai patologis.

Diasosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan diososiatif


memiliki fungsi ganda untuk menolong korban melepaskan dirinya sendiri dari trauma pada
saat hal tersebut terjadi sampil juga menunda meyelesaikannya yang menempatkan trauma
dalam pandangan dengan sikap kehidupan mereka.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Disosiasi adalah terpecahnya aktifitas mental spesifik dari sisa kesadaran normal,
seperti terpecahnya pikiran atau perasaan dari perilaku tanpa menyadari bahwa kita telah
melakukan hal itu.
Gangguan disosiatif menunjukan disosiasi berat yang mengakibatkan gejala-gejala
berbeda dan bermakna serta mengganggu fungsi seseorang. Hal yang umum terlihat pada
gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal
antara ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan, dan kendali terhadap
gerakan tubuh. Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu
terhadap ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk dipergunakan dengan segera,
serta gerakan-gerakan harus dilaksanakan. Pada gangguan disosiatif diperkirakan bahwa
kemampuan untuk mengendalian diri secara sadar dan selektif ini terganggu, samapi suatu
taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam.
Gangguan ini semula diklasifikasikan dalam berbagai jenis hysteria konversi, akan
tetapi kini tampaknya sebaiknya untuk sedapat mungkin menghidari istilah hysteria,
berhubung banyak dan bervariasinya pengertian yang berkaitan dengannya. Gangguan
disosiatif yang dikemukakan disini diduga merupakan hal yang bersifat psikogenik yang
berkaitan dengan peristiwa traumatic, problem yang tidak terselesaikan, dan tidak dapat
ditolerir, atau gangguan dalam pergaulan.
Gangguan disosiatif merupakan hasil penggunaan mekanisme pertahanan disosiatif
dimana alam pikiran atau alam perbuatan individu mengalami spliting. Gambaran utamanya
adanya perubahan yang mendadak dan sementara dari integrative normal kesadaran,
identitas, atau perilaku motorik. Ia mempertahankan diri dari konflik intra psikisnya yang
dengan jelas mengorbankan egonya. Terdiri dari amnesia disosiatif, fugue disosiatif,
gangguan identitas disosiatif, gangguan depersonalisasi, dan gangguan disosiatif tidak khas.

4
A. AMNESIA DISOSIATIF

DEFINISI
Amnesia disosiatif adalah ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang baru
saja disimpan di dalam ingatan pasien. Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa
yang menegangkan atau traumatik dalm kehidupan seseorang. Ketidakmampuan mengingat
informasi tidak dapat dijelaskan oleh kelupaan biasa, dan tidak terdapat bukti-bukti adanya
suatu gangguan otak dasar.
Gambaran klinisnya adalah kebalikan dengan demensia, dimana pasien mengingat
namanya tetapi melupakan informasi umum, seperti apa yang mereka makan pada saat
makan siang.

EPIDEMIOLOGI
Amnesia disosiatif adalah gangguan disosiatif yang paling banyak ditemukan,
walaupun data epidemiologi untuk semua jenis ganggiuan disosiatif terbatas dan tidak pasti.
Gangguan ini sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dan paling banyak didapatkan
pada dewasa muda dibanding dewasa tua, tetapi gangguan ini dapat terjadii pada semua
usia. Gangguan ini biasanya berhubungan dengan tekanan dan peristiwa traumatik. Jumlah
penderita mungkin meningkat pada masa perang dan saat bencana alam terjadi. Kasua
amnesia disosiatif yang berhubungan dengan lingkungan rumah tangga, sbagai contohnya
penyiksaan pasangan dan penyiksaan anak kemungkinan jumlahnya tetap.

ETIOLOGI
Proses neuroanatomis,neurofisiologis, dan neurokimiawi dalam penyimpanan dan
pengumpulan ingatan adalah jauh lebih dimengerti sekarang ini dibanding pada satu dekade
yang lalu. Perbedaan antara daya ingat jangka pendek dan jangka panjang, peranan sentral
hipokampus dan keterlibatan sistem neotransmiter telah diperjelas. Kompleksitas
pembentukan dan pengumpulan ingatan yang baru dipahami memnyebabkan amnesia
disosiatif secara intuitif dapat dimengerti karena banyaknya daerah kemungkinan yang
mengalami disfungsi. Tetapi, sebagian besar pasien dengan amnesia disosiatif adalah tidak
mampu untuk mengumpulkan ingatan tentang peristiwa yang menegangkan dan traumatik.
Jadi, isi emosional ingatan adalah jelas berhubungan dengan patofisiologi dan menyebabkan
gangguan.

5
Satu pengamatan yang cukup relavan tentang orang yang normal adalah bahwa
belajar sering kali tergantung pada keadaan (state-dependent) yaitu, tergantung dimana
konteks belajar terjadi. Informasi yang dipelajari atau dialami selama suatu prilaku tertentu
(sebagai contohnya, saat mengemudikan kendaraan), keadaan farmakologis (sebagai
contohnya, kemungkinan berhubungan dengan suatu emosi sep-erti kegembiraan) atau pada
suatu keadaan fisik tertentu (sebagai contohnya, melihat setangkai bunga tertentu) sering
kali diingat hanya jika maengalami kembali keadaan aslinya atau paling mudah diingat jika
mengalami kembali keadaan aslinya. Jadi, orang dapat mudah mengingat di mana tombol
lampu berada di dalam mobilnya saat mereka berkendaraan dibandingkan jika mereka
sedang menonton televisi. Teori belajar tergantung keadaan (state- dependent learning)
berlaku pada amnesia disosiatif di mana ingatan akan peristiwa traumatik dikkorbankan
selama peristiwa dan keadaan emosional mungkin sangat menyimpang dari biasanya orang
untuk mengingat informasi yang dipelajari selama keadaan tersebut.
Pendekatan psikoanalitik terhadap amnesia disosiatif adalah mempertimbangkan
amnesia teritama sebagai mekanisme pertahanan, di mana orang mengubah kesadarannya
sebgai cara untuk mengahadapi suatu konflik emosional atau stresor eksternal. Pertahanan
sekunder yang terlibat dalam amnesia disosiatif adalah repsesi (impuls Yng mengganggu
dihalangi supaya tidak masuk ke kesadaran) dan penyangkalan (beberapa aspek kenyataan
eksternal diabaikan oleh pikiran sadar)

KLASIFIKASI
1. Amnesia terlokalisasi, kehilangan daya ingat terhadap peristiwa dalam periode
singkat/hanya dlm beberapa jam-hari
2. Amnesia umum, kehilangan daya ingat akan pengalaman selama hidupnya
3. Amnesia selektif, kegagalan mengingat beberapa peristiwa yang terjadi dalam waktu
singkat
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis menurut DSM IV edisi ke-4 :
1. Gangguan yang predominan adalah adanya satu atau lebih episode tidak ampu
mengingat informasi personal yang penting, biasanya keadaan yang traumatik atau
penuh stress yang tidak dapat dijelaskan hanya sebagai lupa biasa

6
2. Terjadinya gangguan bukan bagian khusus dari gejala gangguan identitas, disosiasi
fugue, PTSD, gangguan stres akut atau gangguan somatisasi & tidak disebabkan
efek fisiologis langung dari penggunaan zat, gangguan neurologik atau kondisi
medik umum.
3. Gejala tersebut secara klinis menyebabkan distress atau hendaya yang bermakna
dalam fungsi social, pekerjaan atau area penting.

GAMBARAN KLINIS
Walaupun jarang episode amnesia disosiatif terjadi spontan, riwayat penyakit
biasanya menemukan suatu truma emosional pencetus yang berisi emosi menyakitkan kan
konflik psikologis sebagai contohnya, suatu bencana alam dimana pasin menyaksikan cedra
parah atau ketakutan besar akan kehidupannya. Suatu ekspresi impuls (seksual atau agresif)
yang dihayalkan atau aktual yang tidak mampu diatasi oleh pasien juga dapat berperan
sebagai pencetus. Amnesia mungkin mengikuti suatu hubungan gelap di luar pernikahan
yang dirasakan pasien sebagai tiidak dapat diterima secara moral.
Walaupun tidak diperlukan sebagai daignosis onset seringkali tiba-tiba, dan pasien
biasanya menyadari bahwa mereka telah kehilangan daya ingatnya. Beberapa pasien
menjadi marah karena kehilangan daya ingat tersebut, tetapi yang lainnya tampak acuh atau
tidak berbeda. Pada pasien yang tidak menyadari kehilangan daya ingatnya tetapi yang
dicurigai oleh dokter menderita amnesia disosiatif, seringkali bermanfaat untuk menanyakan
pertanyaan tertentu yang mungkin mengungkapkan gejala. Pasien amnestik biasanya sadar
sebelum dan sesudah amnesia terjadi. Tetapi beberapa pasien, melaporkan sedikit
pengaburan selama periode segera disekitar periode amnestik. Depresi dan kecemasan
adalah faktor predisposisi yang sering dan seringkali ditemukan pada pemeriksaan status
mental pasien.
Amnesia mungkin memiliki tujuan primer atau tujuan sekunder. Wanita yang
amnesia akan kelahiran bayi yang meninggal mencapai tujuan primer dengan melindungi
dirinya sendiri dari emosi yang menyakitkan. Suatu contoh dari tujuan sekunder adalah
seorang serdadu yang mengalami amnesia tiba-tiba dan selanjutnya dipindahkan dari
peperangan.
Konsultasi psikiatris diminta oleh dokter ruang gawat darurat untuk atau seorang
laki-laki brerusia 18 tahun yang telah dibawa ke rumah sakit oleh polisi. Pemuda tersebut
tampak kelelahan dan nampak bukti-bukti terpapar lama dengan matahari. Ia menyebutkan

7
tanggal sekarang dengan tidak tepat, menyebutkan bahwa sekarang adalah tanggal 27
september, padahal seharusnya 01 oktober. Adalah sukar untuk memusatkan perhatiannya
pada pertanyaan spesifik , tetapi dengan dorongan ia memberikan sejumlah fakta. Ia ingat
tentang berlayar dengan temannya pada liburan akhir minggu di pantai florida, tampaknya
sekitar tanggal 25 september , saat terjadi cuaca buruk. Ia telah diingatkan beberapa kali
bahwa ia berada di dalam rumah sakit, karena ia mengekspresikan ketidakyakinan dimana ia
berada. Tiap kali dikatakan, ia tampak terkejut.

DIAGNOSIS BANDING
1. Dimensia
2. Delirium
3. Amnesia anoksik
4. Infeksi serebral (misalnya, herpes simpleks yang mengenai lobus temporalis)
5. Neoplasma serebral (terutama limbik dan frontalis)
6. Akibat zat (misalnya, etanol, sedatif, hipnotik, antikolinergik, steroid, lithium
carbonate, antagonis adrenegik-, pentazocine, phencyclidine, agen hipoglikemik,
marijuana, halusinogen, methyldopa)
7. Terapi elektrokonvulsif (ECT)
8. Epilepsi
9. Gangguan metabolisme (misalnya uremia, hipoglikemia, esepalopati hipertensif,
pofiria)
10. Amnesia pasca trauma
11. Amnesia berhubungan dengan tidur (misalnya, gangguan tidur berjalan)
12. Amnesia global transien
13. Sindrom Wernicke-Korsakoff
14. Amnesia pascaoperatif
15. Gangguan disosiatif
16. Gangguan stres pascatraumatiik
17. Gangguan stres akut
18. Gangguan somatoform (gangguan somatisasi, gangguan konversi)
19. Berpura-pura (terutama jika disertai dengan tindak kejahatan).

8
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Gejala amnesia disosiatif biasanya berakhir dengan tiba-tiba, dan pemulihannya
biasanya lengkap dengan sedikit rekurensi. Pada beberapa kasus, khususnya jika terdapat
tujuan sekunder, kondisi mungkin berlangsung dalam jangka waktu panjang. Klinisi harus
mencoba untuk memulihkan ingatan pasien yang hilangsesegara mungkin, jika tidak,
ingatan yang terepresi dapat membentuk suatu nukleus (inti) di dalam pikiran bawah sadar
dimana di sekelilingnya kelak dapat berkembang episode amnestik.

TERAPI
Wawancara dapat memperikan petunjuk bagi klinisi adanya pencetus yang traumatik
secara psikologis. Barbiturat kerja sedang dan kerja singkat, seperti Thiopental (Pentothal)
dan Natrium amobarbital diberikan secara intravena, dan Benzodiazepin dapat berguna
untuk membantu pasien memulihkan ingatan yang hilang. Hipnosis dapat digunakan
terutama sebagai cara untuk membuat pasien cukup santai menginagat apa yang telah
dilupakan. Pasien ditempatkan di dalam keadaan somnolen, pada tempat di mana inhibisi
mental dihilangkan, dan material yang dilupakan timbul ke dalam kesadaran dan selanjutnya
diingat kembali. Jika ingatan yang hilang telah didapatkan, psikoterapi biasanya dianjurkan
untuk membantu pasien memasukkan ingatan ke dalam keadaan kesadarannya.

B. FUGUE DISOSIATIF

DEFINISI
Keadaan dimana secara tiba-tiba fisi individu yang bersangkutantidak mempunyai
semangat terhadap keadaan sekitar dan tidak mampu mengingat masa lalu. Fugue disosiatif
memiliki semua ciri amnesia disosiatif ditambah dengan gejala melakukan perjalanan
meninggalkan rumah atau tempat kerja yang tampaknya disengaja, dan selama itu
bersangkutan tetap dapat mengurus diri.
Perilaku seorang pasien fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi
dengan amnesianya dibanding dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif
telah berjalan-jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat
aspek penting identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut
seringkali, tetapi tidak selalu, mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru,
walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian bergabti-ganti

9
yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif. Juga pada fugue disosiatif identitas yang
lama dan baru tidak berganti-ganti, seperti yang terjad i pada gangguan identitas disosiatif.
Perjalanan yang terorganisasi mungkin ke tempat-tempat yang sudah dikenal oleh
yang bersangkutan dan yang sudah dikenal oleh yang mempunyai makna emosional.
Meskipun terdapat amnesia selama periode fugue, perilaku dari penderita selama kurun
waktu ini mungkin tampak sama sekali normal.

EPIDEMIOLOGI
Fugue disosiatif adalah jarang dan seperti amnesia disosiatif, terjadi paling sering
selama waktu peperangan, setelah bencana alam dan sebagi akibat krisi pribadi dengan
konflik internaln yang kuat (sebagai contohnya, hubungan gelap ekstramarital).
ETIOLOGI
Walaupun penyalahgunaan alkohol berat dapat mempredesposisikan seseorang
dengan fugue disosiatif, penybaba gangguan diperkirakan didasarkan secara psikologis.
Faktor pemotivasi inti tampaknya adalah keinginan untuk menarik diri dari pengalaman
yang menyakitkan secara emosional. Pasien dengan gangguan mood dan kepribadian
tertentu (contohnya, gangguan kepribadian ambang, histrionik, dan skizoid) dalah
terpredesposisi dengan gangguan perkembanangan fugue disosiatif.
Berbagai stresor dan faktor pribadi mempredesposisikan seseorang dengan
perkembangan fugue disosiatif. Faktor psikososial adalah stresor perkawinan, fianansial,
pekerjaan, dan yang berhubungan dengan peperangan, penolakan pribadi, bencana alam.
Ciri predesposisi lainnya adalah depresi, usaha bunuh diri, gangguan organik (khususnya
epilepsi), dan riwayat penyalahgunaan zat. Suatu riwayat trauma kepala juga
mempredesposisikan seseorang dengan fugue disosiatif.

DIAGNOSIS
Kriteria Diagnostik untuk Fugue Disosiatif (menurut DSM IV) :
1. Gangguan yang menonjol adalah bepergian jauh dari rumah atau tempat pekerjaan
yang biasanya, terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan, tanpa kemampuan
untuk mengingat masa lalunya.

10
2. Kebingungan tentang identitas pribadi atau menggunakan identitas baru (sebagian
atau seluruhnya).
3. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan identitas disosiatif
dan tidak karena efek fisiologi langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya epilepsi
lobus temporalis; ELT). Dimana pada pasien ELT memiliki gejala gejala psikologik
seperti gangguan kognitif, interaksi soaial, gangguan memori berat dan amnesia
yang juga sering ditemukan pasa pasien epilepsi post ensefalitis.
4. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
GAMBARAN KLINIS
Fugue disosiatif memiliki beberapa ciri tipikal. Pasien berkelana secara bertujuan,
biasanya jauh dari rumah dan seringkali selama beberapa hari tiap kalinya. Selama periode
tersebutmereka memiliki amnesia yang lengkap terhadap kehidupan dan hubungan masa
lalunya, tetapi tidak seperti pasien dengan amnesia disosiatif, mereka biasanya tidak
menyadari bahwa mereka telah melupakan segalanya. Hanya jika mereka tiba-tiba kembali
ke diri sebelumnya mereka dapat mengingat fugue sebelumnya, tetapi mereka tetap
amnestik untuk periode fugue itu sendiri.
Pasien dengan fugue disosiatif tidak tampak berkelakuan aneh bagi orang lain,
mereka juga tidak memberikan bukti-bukti yang menyatakan adanya ingatan spesifik
tentang peristiwa traumatik. Sebaliknya, pasien fugue disosiatif tetap tenang, biasa, berdiam
diri, bekerja dengan pekerjaan sederhana, hidup sederhana, dan pada umumnya tidak
menarik perhatian pada dirinya.
Ada contoh kasus tentang seseorang dengan gangguan fugue disosiatif. Pasien
seorang laki-laki, berusia 42 tahun yang dibawa ke IGD oleh polisi. Ia terlibat dalam
perdebatan dan perkelahian di restoran di mana ia bekerja. Saat polisi tiba dan mulai
menanyai pasien, ia memberikan namanya sebagai Burt Tate tetapi tidak memiliki pengenal.
Ia telah pindah ke kota tersebut beberapa minggu sebelumnya dan mulai bekerja sebagai
juru masak di restoran tersebut. Ia tidak dapat mengingat di mana ia bekerja atau tinggal
sebelum ia datang ke kota tersebut. Tidak terdpat tuntutan terhadap dirinya, tetapi polisi
memaksanya datang ke IGD untuk diperiksa.
Saat ditanya di ruangan IGD, pasien mengetahui dimana kota ia berada dan tanggal
saat itu. Ia menyatakan bahwa agak aneh karena ia tidak dapat mengingat perincian

11
kehidupan masa lalunya, tetapi ia tidak tampak ke takutan akan al tersebut. Ia tidak
menunjukan adanya bukti-bukti penyalahgunaan alkohol atau zat lain, dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan trauma kepala atau adanya kelainan fisik lainnya. Ia
diamati sepanjang malam.
Saat polisi mencari penjelasan tentang dirinya, mereka menemukan bahwa ia
memenuhi gamnaran tentang seseorang yang hiang, Gene Saunders, yang menghilang satu
bulan sebelumnya dari sebuah kota yang berjarak 200 mil. Kunjungan Mrs. Saunders
menegakan identitas pasien sebagai Gene Saunders. Mrs. Sauders menjelaskan bahwa,
selama 18 bulan sebelum menghilang, suaminya merupakan manager tingkat menengah di
suatu perusahaan besar, telah dianggapn tidak mampu di dalam pekerjaanya. Ia telah gagal
untuk beberapa kenaikan pangkat, dan pengawasnya telah mengkritik pekerjaannya.
Beberapa stf telah meninggalkan perusahaan untuk mencari pekerjaan lain, dan pasien
merasa tidak mungkin untuk memenuhi tujuan produksi perusahaanya. Stres pekerjaan
menyababkan sulit untuk tinggal di rumah. Sebelumnya ia adalah orang yang senang
berpergian dan suka berkumpul, sekarang ia menjadi menarik diri dan senang mencela istri
dan anak-anaknya. Segara sebelum kehilangannya, ia telah mengalami perdebatan sengit
dengan anaknya yang berusia 18 tahun. Anak telah menyebutnya gagal dan meninggalkan
rumah untuk tinggal dengan seorang teman yaang memiliki apartemen. Dua hari setelah
perdebatan tersebut, pasien menghilang.
Walaupun gangguan pada daya ingat tersebut mengarah suatu gangguan medis
umum yang mempengaruhi fungsi otak, biasanya dalam suatu gangguan seperti itu,
gangguan daya ingat lebih nyata untuk peristiwa yang belum lama dibandingkan perintiwa
yang telah lama. Tidak adanya perubahan daya pemusatan perhatian atau orientasi juga
menekan pada adanya gangguan medis umum yang mempengaruhi fungsi otak.
Peranan penting faktor psikologis dalam amnesia pasien menjadi tampak saat ia
mempelajari bahwa, tepat sebelum perkembangan gejalanya, pada puncak kesulitan,
pekerjaan, ia telah mengalami perdebatan keras dengan anaknya. Ciri tambahan adanya
berpergian jauh dari rumah yang tiba-tiba dan tidak dapat diperkirakan dan mengambil
identitas baru membenarkan diagnosis fugue disosiatif.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis fugue disosisatif adalah serupa dengan amnesia disosiatif. Berkelana yang
terlihat pada demensia dan delirium biasanya dibedakan dari berpergian pada pasien fugue

12
disosiatif oleh tidak adanya tujuan pada yang pertama dan tidak adanya perilaku kompleks
dan adaptif secara sosial. Epilepsi parsial kompleks mungkin disertai dengan episode
brpergian berpergian, tetapi pasien biasanya tidak mengambil identitas baru, dan episode
biasanya tidak dicetuskan oleh stres psikologis.
Amnesia disosiatif tampak dengan kehilangan daya ingat sebagai stres psikologis,
tetapi tidak terdapt episode berperia yang bertujuan atau identitas baru. Berpura-pura
mungkin sukar dibedakan dari fugue disosiatif. Tiap bukti-bukti adanya tujuan sekunder
yang jelas harus meningkatkan kecurigaan klinis. Hipnosis dan wawancara amobarbital
mungkin berguna dalm memperjelas diagnosis klinis.

PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS


Fugue biasanya singkat beberapa jam sampai hari. Lebih jarang, fugue berlangsung
selama berbulan-bulan melibatkan berpergian yang sangat jauh beribu-ribu mil. Biasanya,
pemulihan adalah spontan dan cepat, dan rekurensi adah jarang.

TERAPI
Pengobatan fugue disosiatif adalah serupa dengan pengobatan amnesia disosiatif.
Wawancara psikiatrik, wawancara dengan bantuan obat, dan hipnosis dapat membantu
mengungkapkan bagi ahli terapi dan pasien tentang stresor psikologis yanga mencetuskan
periode fugue. Psikoterapi biasanya diindikasikan untuk membantu pasien menggabungkan
stresor pencetus ke dalam jiwanya dengan cara sehat dan terintegrasi. Pengobatan terpilih
untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. Teknik yang
diterima paling luas memerlukan suatu campuran abreaksi trauma masa lalu dan integrasi
trauma masa lalu dan integritasi trauma ke dalam diri yang terpadu yang tidak lagi
memerlukan fragmentasi untuk menghadapi trauma.

C. GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF

DEFINISI
Gangguan identitas disosiatif adalah nama DSM IV untuk apa yang umumnya
dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda. Gangguan identitas disosiatif adalah suatu

13
gangguan disosiatif kronis, dan penyebabnya hampir selau melibatkan suatu peristiwa
traumatik, biasanya penyiksaan fisik atau seksual pada masa anak-anak.
Konsep kepribadian mengesankan suatu integrasi cara seorang berpikir, berperasaan,
berkelakuan, dan pengungkapan diri sendiri sebagai suatu kesatuan. Orang dengan
gangguan ini memiliki dua atau lebih kepribadian yang terpisah, masing-masing
menentukan perilaku dan sikap selama tiap periode jika berada dalam kepribadian yang
dominan.

SEJARAH
Sampai kira-kira tahun 1800, pasien dengan gangguan identitas disosiatif terutama
dipandang sebagai penderita akibat berbagai keadaan pemilikan. Diawal tahun 1800-an
Benjamin Rush bedasarkan laporan klinik orang lain memberikan suatu penjelasan klinis
tentang fenomenologi gangguan identitas disosiatif . Selanjutnya, baik Jean-Martin Charcot
dan Pierre Janet menggambarkan gejala gangguan dan mengenali sifat disosiatif dari
gangguan. Baik Sigmund Freud dan Eugen Bleuler mengenali gejala-gejal ini, walaupun
Freud mengajukan mekanisme psikodinamika terhadap gejala dan Bleuler menganggap
gejala sebagai pencerminan skizofrenia.
Meningkatnya pengertian mengenai masalah penyiksaan fisik dan seksual pada masa
anak-anak dan dimuatnya kasus ini pada media popular (The Three Faces of Eve, Sybil)
maka meningkat pula angka kesadaran akan gangguan identitas disosiatif.

EPIDEMIOLOGI
Laporan anekdotal dan riset tentang gangguan identitas disosiatif adalah bervariasi
dalam perkiraannya tentang prevalensi gangguan. Pada satu sisi yang ekstrim, beberapa
peneliti percaya bahwa gangguan identias disosiatif adalah sangat jarang ; dan pada sisi
ekstrim lain, beberapa peneliti percayabahwa gangguan identitas disosiatif sebagian besar
kurang dikenali (underrecognize). Pasien yang medapatkan diagnosis gangguan identitas
diasosiatif kebanyakan adalah wanita. Rasio penderita wanita : pria adalah 5:1 sampai 9:1.
Gangguan ini paling sering ditemukan pada masa remaja akhir dan dewasa muda,
dengan rata-rata usia diagnosis adalah 30 tahun, walaupun pasien biasanya telah memiliki
gejala 5-10 tahun sebelum diagnosis. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa
gangguan ini lebih sering diremukan pada sanak saudara biologis derajat petama dari orang
denagan gangguan, dibandingkan dari populasi umum.

14
Gangguan ini seringkali menyertai gangguan mental lainnya, termasuk gangguan
kecemasan, gangguan mood, gangguan somstoform, disfungsi seksual, ganguan akibat zat,
gangguan makan, ganggaun tidur, dan gangguan pascatraumarik. Gejala gangguan ini mirip
dengan gejala yang ditemukan pada gangguan kepribadian ambang, dan sukar dibedakan.
Usaha bunuh diri sering terjadi pada pasien dengan gangguan disosiatif, dan beberapa
penelitian telah melaporkan bahwa sebanyak duapertiga dari semua pasien memang
berusaha melakuan bunuh diri selama perjalanan penyakitnya.

ETIOLOGI
Penyebab gangguan identitas disosiatif adalah tidak diketahui, walaupun riwayat
pasien harus selalu (hampir 100 %) melibatkan suatu peristiwa traumatik, paling sering pada
masa anak-anak. Pada umumnya, ada 4 tipe faktor penyebab, yaitu :
1. Peristiwa hehidupan traumatik
Biasanya berupa penyiksaan fisik dan seksual pada masa anak-anak, yan tersering
adalah incest. Peristiwa lainnya adalah kematian sanak saudara atau teman dekat
selam masa anak-anak dan menyaksikan suatu trauma atau kematian.
2. Kecenderungan bagi gangguan untuk berkembang
3. Faktor lingkungan formulatif
Faktor lingkungan formulatif yang terlibat dalam patogenesis gangguan identitas
disosiatif adalah tidak spesifik dan kemungkin melibatkan faktor-faktor tertentu
seperti model peran dan mekanisme lain untuk mengadapi stres.
4. Tidak adanya dukungan eksternal
Misalnya tidak adanya dukungan dari orang lain yang penting seperti orang tua,
saudara kandung, sanak saudara, guru.

DIAGNOSIS
DSM-IV mengubah nama gangguan kepribadian ganda menjadi gangguan identitas
disosiatif. Diagnosis gangguan identitas disosiatif dapat disingkirkan jika terdapat suatu
gejala yang disebakan oleh suatu zat seperti alkohol atau kondisi medis umum seperti
kejang parsial kompleks.
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV :

15
1. Adanya dua atau lebih identitas atau keadaan kepribadian yang berlainan (masing-
masing dengan pola pengesanan, berhubungan dengan, atau berfikir tentang
lingkungan dan diri sendiri.
2. Sekurangnya dua identitas atau keadaan kepribadian tersebut secara rekuren
mengendalikan perilaku orang tersebut.
3. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi personal yang terlalu sulit untuk
dijelaskan oleh kelupaan pada umumnya.
4. Gangguan bukan karena edek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya blackouts
atau perilaku kacau selamaintoksikasi alkohol) atau kondisi medis umum (misalnya
kejang kompleks parsial). Catatan : pada anak-anak, gejala berupa teman bermain
khayalan atau permainan fantasi.

GAMBARAN KLINIS
Transisi dari satu kepribadian lainnya seringkali tiba-tiba dan dramatik. Pasien
biasanya memiliki amnesia selama masing-masing kepribadian untuk keberadaan
kepribadian lainnya dan untuk peristiwa yang terjadi saat kepribadian lain adalah dominan.
Tetapi, kadang-kadang, satu kepribadian tidak diikuti amnesia tersebut dan tetap menyadari
sepenuhnya keberadaan, kualitas, dan aktivitas kepribadaian lain. Pada saat yang berlainan,
kepribadian dapat diasadari semua atau beberapa diantaranya dengan derajat yang berbeda
dan dapat mengalami yang lain sebagai teman, sahabat, atau musuh berat. Pada kasus klasik,
masing-masing kepribadian memiliki suatu kumpulan ingatan yang berhubungan, sangat
kompleks, dan terintegritas sepenuhnya dan sikap, hubungan personal,dan pole perilaku
yang kharakteristik.
Bebarapa klinisi telah menekankan bahwa satu atau lebih kepribadian cenderung
merupakan kepribadian yang dominan, tetapi hal tersebut tidak selalu benar. Pada
kenyataanya satu kepribadian menyerupai kepribadian yang lainnya. Biasanya kepribadian
inang ( Host personality ) adalah kepribadian yang tampil untuk diobati, dan membawa
nama resmi pasien. Kepribadian inang tersebut kemungkinan terdepresi atau gelisah,
mungkin memiliki sifat masokistik, dan mungkin tampaknya sangat normal.

Penampakan kepribadian pertama atau sekunder mungkin spontan atau mungkin


timbul berhubungan dengan apa yang tampak sebagai pencetus. Kepribadian mungkin
berupa kedua jenis kelamin berbagai ras dan usia, dari keluarga yang berbeda dengan asal

16
keluarga pasien. Kepribadian yang paling sering adalah kekanak-kanakan. Pada orang yang
sama, satu kepribadian mungkin ekstrovert, bahkan promiskuitas seksual, dan kepribadian
yang lain mungkin introvert, menarik diri dan terinhibisi secara seksual.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding gangguan identitas disosiatif adalah dua gangguan disosiatif lain,
yaitu amnesia disosiatif dan fugue disosiatif. Akan terapi kedua gangguan ini tidak
mengalami pergeseran identitas dan kesadaran identitas asli yang terlihat pada gangguan
identitas disosiatif.
Gangguan psikotik, terutam skizofrenia, mungkin mengacaukan denagn gangguan
identitas disosiatif hanya karena orang skizofrenik mungkin memiliki waham atau
keyakinan bahwa mereka memiliki identitas yang terpisah atau melaporkan mendengar
suara-suara kepribadian lainnya. Pada skizofrenia, terdapat suatu gangguan pikiran formal,
pemburukan sosial yang kronis, dan tanda-tanda lain yang membedakan.
Gangguan gangguan bipolar yang barputar cepat tampaknya mirip denagn gejala
gangguan identitas disosiatif, tetapi dengan wawancara dapat mengungkapkan adanya
kepribadian yang terpisah pada pasien dengan ganggguan identitas disosiatif.
Gangguan kepribadian ambang mungkin menyertai gangguan identitas disosiatif,
tetapi perubahan kepribadian pada gangguan identitas disosiatif mungkin secara keliru
diinterpretasikan bukan sebagai apa-apa selain dari mood yang mudah tersinggungdan
maslah citra diri yang karakteristik untuk pasien dengan gangguan kepribadian ambang.
Berpura-pura memberikan suatu masalah diagnostik yang sulit. Tujuan sekunder yang jelas
meningkatkan kecurigaan, dan wawancara dengan bantuan obat mungkin membantu dalam
membuat diagnosis. Diantara gangguan neurologis yang harus dipertimbangkan, epilepsi
parsial kompleks paling sering meniru gejala gangguan identitas disosiatif.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Gangguan identitas disosiatif dapat berkembang pada anak-anak semuda usia 3
tahun. Pada anak-anak gejala mungkin tampak seperti tak sadar (trance) dan disertai oleh
perubahan kemampuan, gejala gangguan depresif, periode amnestik, suara-suara
halusianasi, penyangkalan perilaku, dan perilaku bunuh diri atau melukai diri sendiri.
Walaupun adanya predominasi wanita pada gangguan ini, anak yang terkena lebih mungkin
adalah laki-laki dibanding perempuan. Dua pola gejala pada remaja perempuan yang

17
terkena telah diamati. Satu pola adalah gaya hidup yang kacau dengan promiskuitas,
pemakaian obat, gejala somatik,dan usaha bunuh diri. Pasien tersebut dapat diklasifikasikan
menderita gangguan pengendalian impul, skizofrenia, gangguan bipolar I dengan perputaran
cepat, atau gangguan kepribadian ambang atau histrionik. Pola kedua ditandai oleh perilaku
menarik diri, atau kekanak-kanakan. Kadang-kadang pasien tersebut keliri diklasifikasikan
menderita suatu gangguan mood, gangguan somatoform, atau gangguan kecemasan umum.
Pada remaja laki-laki dengan gangguan identitas disosiatif, gejala dapat
menyebabkan mereka mendapat masalah dengan hukum atau petugas sekolah, atau mereka
akhirnya masuk penjara.
Semakin awal onset gangguan ini semakin buruk prognosisnya. Satu atau lebih
kepribadian dapat berfungsi dengan relatif baik, sedangkan yang lain berfungsi marginal.
Tingkat gangguan dari sedang sampai parah, variabel penentu adalah jumlah, tipe, dan
kronisitas dari berbagai kepribadian. Gangguan ini dianggap gangguan disosiatif yang
paling parah dan kronis, dan pemulihan biasanya tidak lengkap. Di samping itu, kepribadian
individual mungkin memiliki gangguan mentalnya masing-masing secara terpisah.
Gangguan mood, gangguan kepribadian, dan gangguan disosiatif lainnya adalah yang
paling sering.

TERAPI
Pendekatan yang paling majur untuk identitas disosiatif adalah psikoterapi berorientasi
tilikan, seringkali disertai dengan hipnoterapi atau teknik wawancara dengan bantuan obat.
Hipnoterapi dapat berguna dalam mendapatkan riwayat penyakit tambahan,
mengidentifikasikan kepribadian yang sebelumnya tidak dikenali,dan mempercepat
abreaksi. Jika adanya kepribadian adalah diarahkan kepada prilaku merusak diri sendiri atau
prilaku kekerasan lainnya, ahli terapi harus melibatkan pasien dan kepribadian yang sesuai
dalam kontrak pegobatan tergantung pada perilaku berbahaya tersebut.
Beberapa klinis dan peneliti telah menulis tentang psikoterapi pada pasien gangguan
identitas disosiatif. Biasanya, stadium terapi awal memperkuat komunikasi antara
kepribadian untuk memulai reintegrasi.
Klinis harus berusaha untuk mengenali kepribadian yang mengingat peristiwa traumatik
massa kanak-kanak yang hampir selalu berhubungan dengan gangguan. Pemakaian
medikasi anti psikotik pada pasien hampir tidak pernah diindikasikan. Beberapa data
menyatakan bahwa medikasi antidepresan dan antiansietas mungkin berguna sebagai

18
pelengkap dari psikoterapi. Beberapa penelitian yang terkendali baik melaporkan bahwa
medikasi antikonvulsan-sebagai contohnya, carbamazepin (tegretol) membantu pasien
tertentu.

D. GANGGUAN DEPERSONALISASI

Dalam PPDGJ III, gangguan depersonalisasi tidak dimasukan ke dalam kelompok


gangguan disosiatif, sebab dalam sindrom ini hanya aspek terbatas dari identitas personal
saja yang biasanya terpengaruh, dan tidak disertai oleh kehilangan kemampuan dalam hal
penangkapan indera, daya ingat, atau gerakan badan.
DSM-IV mengenali gangguan depersonalisasi sebagai suatu perubahan dalam
persepsi diri yang persisten atau rekuren sampai tingkat dimana rasa realitas diri seseorang
adalah hilang secara sementara. Pasien dengan gangguan depresionalisasi mungkin merasa
mereka adalah mesin, berada dalam mimpi, atau terlepas dari tubuhnya sendiri.

EPIDEMIOLOGI
Depersonalisasi adalah suatu fenomena yang sering dan tidak selalu patologis.
Penelitian menyatakan bahwa depersonalisasi transien dapat terjadi pada 70 persen populasi
tertentu, tanpa perbedaan bermakna antara laki-laki dan wanita. Depersonalisasi adalah
suatu peristiwa yang sering terjadi pada anak-anak saat mereka menumbuhkan kemampuan
untuk menyadari diri sendiri (selfawareness), dan pada masa dewasa saat mereka menjalani
rasa ketidaknyataan yang sementara saat mereka bepergian ke tempat yang baru dan asing.
Informasi tentang epidemiologi depersonalisasi patologi adalah sedikit.pada
beberapa penelitian terakhir, depersonalisasi ditemukan terjadi pada wanita sekurangnya dua
kali lebih sering dibandingkan laki-laki; keadaan ini jarang ditemukan pada orang yang
berusia lebih dari 40 tahun.

ETIOLOGI
Gangguan depersonalisasi mungkin disebabkan oleh penyakit psikologis, neurologis,
atau sistemik. Pengalaman depersonalisasi telah dihubungkan dengan epilepsi, tumor otak,
pemutusan sensorik, dan trauma emosional. Gangguan depersonalisasi adalah hubungan

19
dengan berbagai macam zat, termasuk alkohol, barbitural, benzodiazepin, scopolamine
(donnagel), clioquinol (vioform), antagonis adrenergik-beta, marijuana, dan hampir semua
zat mirip phenycyclidine atau halusinogen. Fenomena depersonalisasi telah dihasilkan oleh
stimulasi listrik di korteks lobusfrontalis selama bedah saraf. Penyebab sistemik adalah
gangguan endokrin pada tiroid dan pankreas.
Faktor predesposisinya antara lain, kecemasan, depresi, stres berat, seperti yang
dialami seseorang yang berada di medan perang dan kecelakaan kendaraan bermotor.

DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik untuk gangguan depersonalisasi
1. pengalaman yang persisten dan rekuren perasaan terlepas dari, dan seakan akan
merupakan pengamat di luar negeri, proses mental atau tubuh pasien sendiri
(misalnya perasaan seperti berada dalam mimpi)
2. selama pengalaman depersonalisasi, tes realitas tetap utuh.
3. depersonalisasi menyebabkan penderita yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
4. pengalaman depersonalisasi tidak semata-mata selama perjalanan gangguan mental
lain, seperti skizofrenia, gangguan panik, gangguan stres akut, atau gangguan
disosiatif lain, dan tidak karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalah gunakan , medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
epilepsi lobus temporalis).

GAMBARAN KLINIS
Karakteristik inti dari depersonalisasi adalah kualitas ketidaknyataan (unreality) dan
pemisahan. Hal yang cukup sering adalah sensasi adanya perubahan dalam tubuh pasien;
sebagai contohnya, pasien mungkin merasa bahwa anggota geraknya adalah lebih besar atau
lebih kecil dari biasanya. Hemidepersonalisasi, yaitu perasaan pasien bahwa separuh
tubuhnya adalah tidak nyata atau tidak ada, mungkin berhubungan dengan penyakit lobus
parietalis kontralateral.

Suatu fenomena yang kadang-kadang ditemukan adalah penggandaan (doubling);


pasien merasa bahwa kesadaran keakuan adalah di luar tubuh, seringkali beberapa didepan;
dari mana mereka melihat diri mereka sendiri seakan-akan mereka adalah orang yang benar-

20
benar terpisah. Kadang-kadang pasien percaya bahwa mereka berada dalam dus tempat
yang terpisah pada waktu yang sama, suatu keadaan yang dinamakan paramnesia
reduplokatif atau orientasi ganda.

DIAGNOSIS BANDING
Sering terjadinya depersonalisasi pada pasien gangguan depresif dan skizofrenia
harus menyadarkan dokter akan kemungkinan bahwa pasien yang awalnya mengeluh
perasaan ketidaknyataan dan pemisahan adalah menderita dari salah satu gangguan yang
lebih sering tersebut.
Karena obat psikomimetik seringkali menyebabkan perubahan yang berlangsung
lama dalam pengalaman kenyataan diri dan lingkungan, klinisis harus menanyakan tentang
pemakaian obat tersebut.
Kemungkinan tumor otak dan epilepsi harus dipertimbangkan. Pengalaman
depersonalisasi mungkinmerupakan gejala paling awal dari suatu gangguan neurologis.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Pada sebagian besar pasien dengan gejala gangguan depersonalisasi pertama kali
tampak secara tiba-tiba hanya beberapa pasien melaporkan onset yang bertahap. Gangguan
dimulai paling sering antara usia 15-30 tahun, tetapi telah ditemukan pada pasien usia 10
tahuin, gangguan ini lebih jarang terjadi usia 30 tahun dan hampir tidak pernah terjadi pada
dekade kehidupan yang lanjut.
Pada banyak pasien gejala berlangsung mantap tanap adanya fluktuasi intensitas
yang bermakna, tetapi gejala dapat terjadi secara episodik diselingi oleh interval bebas
gejala. Gangguan kadang-kadang didahului oleh serangan kecemasan akut yang sering
disertai oleh hiperventilasi.

TERAPI
Pada saat ini tidak terdapat data yang memadai tentang farmakolaogis spesifik mana
yang merupakandasar. Tetapi kecaemasan biasanya berespons dengna obat antiansietas.
Suatu gangguan dasar (sebagai contohnya, skizofrenia) juga dapat diobati secara
farmakologis.

E. GANGGUAN DISOSIATIF YANG TIDAK DITENTUKAN

21
Diagnosis gangguan disosiatif yang tidak ditentukan (NOS : not otherwise specified)
ditujukan untuk ganggunag dengan ciri disosiatif ymag tidak memenuhi kriteria diagnosis
untuk amnesia disosiatif, atau gangguan depersonalisasi.

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis menurut DSM IV :
Kategori ini termasik gangguan-gangguan diaman ciri yang menonjol adalah suatu gejala
disosiatif (yaitu kekacauan dalam fungsi kesadaran, daya ingat, identitas, atau persepsi
tentang lingkungan yang biasanya terintegrasi) yang tidak memenuhi kriteria uNtuk
gangguan disosiatif spesifik. Contohnya adalah :
1. Gambaran klinis mirip dengan gangguan identitas disosatif yang memenuhi kriteria
untuk gangguan tersebut, contohnya adalah gambaran dimana (a) tidak terdapat dua
atau lebih keadaan kepribadian yang berbeda, atau (b) tidak terjadi amnesia untuk
informasi pribadi yang penting.
2. Derealisasi yang tidak disertai oleh depersonalisasi pada orang dewasa.
3. Keadaan disosiasi yang terjadi pada individu yang pernah mengalami periode
persuasi yang lama dan sangat memaksa (misalnya, cuci otak, reformasi pikiran,
atau indotrinasi selama dalam tahanan).
4. Gangguan trance disosiatif : gangguan tunggal atau episodik pada keadaan
kesadaran, identitas atau daya ingat yang asli untuk tempat dan kultur tententu.
Trance disosiatif berupa penyampitan kesadaran tentang sekeliling atau perilaku atau
geraka steriotipik yang dialami di luar kendali orang tersebut. Trance pemilikan
(possesion trance) berupa penggantian identitas personal yang biasanya dengan
identitas baru, atas pengaruh suatu roh, kekuatan, dewa, atau orang lain, dan disertai
dengan gerakan involunter yang stereotipik atau amnesia. Contoh adalah amok
(Indonesia), bebainan (Indonesia), Latah (Malaysia), pibloktoq (Artik), ataque de
nervios (Amerika Latin), pemilikan (India). Gangguan trance tidak merupakan
bagian normal dari praktek kultural atau religius yang diterima secara kolektif.
5. Hilangnya kesadaran, stupor, atau koma yang tidak disebabkan oleh kondisis medis
umum.

22
6. Sindroma Ganser : memberikan jawaban yang mendekati terhadap suatu pertanyaan
(misalnya, 2 tanbah 2 sama dengan 5) jika berhubungan dengan amnesia disosiatif
atau fugue disosiatif.

KLASIFIKASI

1. Gangguan Trance Disosiatif


Keadaan trance adalah perubahan status kesadaran, dan pasien menunjukan penurunan
kesadaran responsivitas terhadap stimuli lingkungan. Anak mungkin memiliki periode
amnestik yang berulang atau keadaan mirip trance (trancelike) setelah trauma atau
penyiksaan fisik. Keadaan pemilikan (possession) dan trace adalah bentuk disosiatif yang
aneh dan belum dimengerti secara sempurna. Contoh umum dari keadaan trance adalah
medium yang memimpin pertemuan dengan roh. Biasanya, selama medium memasuki
keadaan disosiatif, selama mana orang dari dunia roh menguasai sebagian besar kesadaran
medium dan mempengaruhi pikiran dan pembicaraannya.
Keadaan kesadaran mirip trance terjadi dimana halusinasi visual dapat terjadi dan bahaya
kecelakaan yang serius selalu ada.
Kepercayaan banyak kultural mengenali bahwa praktek konsentrasi dapat menyebabkan
berbagai fenomena disosiatif, seperti halusinasi, paralisis, atau gangguan sensorik lainnya.
Kadang kadang, hipnosis dapat mencetuskan keadaan trance yang berhenti sendiri tetapi
agak lama.
Kriteria Riset Untuk Gangguan Trance Disosiatif menurut DSM IV :
1. Salah satu (a) atau (b).
(a) trance yaitu, perubahan kesadaran atau hilangnya rasa identitas pribadi yang
biasanya terjadi secara sementara dan jelas tanpa penggantian oleh identitas
pengganti, disertai dengan sekurangnya satu dari berikut.
Penyempitan kesadaran tentang sekeliling, atau penyempitan dan
pemusatan perhatian seletif yang tidak biasanya terhadap stimulasi
lingkungan.
Perilaku atau gerakan stereotipik yang dirasakan diluar kendali orang
tersebut.
(b) trance pemilikan (possesion trance), suatu perubahan tunggal atau episodik
dalam keadaan kesadaran yang ditandai oleh penggantian rasa identitas pribadi yang

23
biasanya dengan identitas yang baru. Hal ini dipengaruhi oleh suatu roh, kekuatan,
dewa, atau orang lain, seperti yang dibuktikan oleh satu (atau lebih) berikut ini:
Perilaku gerakan stereotipik dan ditentukan secara kultural yang
dirasakan sebagaikendalikan oleh agen pemilikan (possesing agent)
Amnesia penuh atau sebagian terhadap kejadian.
2. keadaan tarnce atau trance pemilikan adalah tidak terima sebagai bagian normal dari
peraktek kultural atau religius kolektif.
3. keadaan trance atau trance pemilikan menyebabkan penderita yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. keadaan trance atau trance pemilikan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
suatu gangguan psikotik (termasuk gangguan mood dengan ciri psikotik dan
gangguan psikotik singkat) atau gangguan identitas disosiatif dan tudak karena efek
disiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum.

2. Sindroma Ganser
Sindroma ganser adalah produksi gejala psikotik yang parah secara volunter, kadang-
kadang digambarkan sebagai memberikan jawaban atau pembicaraan yang mendekati
(sebagai contohnya, saat diminta untuk menhitung 4 kali dengan 5 pasien menjawab 21).
Sindroma dapat terjadi pada orang dengan gangguan mental lain, seperti skizofrenia,
gangguan depresi, keadaan toksik, paresis, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan
buatan. Sindroma seringkali berhubungan dengan fenomena disosiatif tertentu seperti
amnesia, fuga, gangguan persepsi, dan gejala konversi. Sindroma geser tampaknya paling
sering terjadi pada laki-lak dan di dalam penjara, walaupun data prevalensi dan pola familiar
tidak ditegakkan. Faktor predisposisi utama adalah adanya gangguan kepribadian yang
parah. Diagnosis banding mungkin sangat sulit. Kecuali pasien mampu untuk mengakui
sifat buatan dari gejala yang ada atau kecuali bukti-bukti yang meyakinkan dari tes
psikologis objektif menyatakan bahwa gejala adalah palsu, klinis mungkin tidak dapat
menentukan apakah pasien menderita suatu gangguan yang sebenarnya.

Pemulihan dari sindroma ini adalah tiba-tiba; pasien mengaku amnesia terhadap
peristiwa tersebut. Sindroma ganser sebelumnya di klasifikasikan sebagai gagguan
buatan.

24
3. Keadaan Terdisosiasi
Derajat disosiatif tertentu dapat terjadi pada orang yang telah mengalami persuasi
paksaan yang lama dan intensif (seperti cuci otak, reformasi pikiran, dan pemujaan).
Apakah keadaan adalah benar-benar gangguan disosiatif adalah masih dipertanyakan.

BAB III
KESIMPULAN

25
Gangguan disosiatif mempunyai 5 spesifikasi yaitu amnesia disosiatif ditandai
dengan ketidakmampuan mengingat informasi, biasanya berhubungan dengan peristiwa
yang meneganggkan atau traumati, tidak bisa dijelaskan dengan kelupaan yang biasa, fugue
disosiatif ditandai dengan bepergian dari rumah atau pekerjaan yang tiba-tiba dan tidak
diperkirakan, disertai ketidakmampuan mengingat masa lalu dan kebingungan akan identitas
pribadi atau mengambil identitas baru. Gangguan identitas disosiatif ditandai adanya dua
atau lebih kepribadian yang terpisah pada satu orang tunggal. Sedangkan gangguan
depersonalisasi ditandai oleh perasaan terlepas dari tubuh atau pikiran yang rekuren atau
persisten, terakhir ini adalah kelompok gangguan disosiatif yang tak ditentukan karena tidak
memenuhi kriteria disgnostik untuk gangguan disosiatif lainnya.
Dari kelima kelompok diatas, gangguan identitas disosiatif yang dianggap paling
parah dan kronis, biasanya juga pemulihannya tidak lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

26
H.I Kaplan, B.J Sadock, J.A Grebb. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri jilid dua. Edisi
ketujuh. Jakarta : Binarupa Aksara, 1997. Hal 100-121

B.J Sadock, V.A Sadock. Kaplan & Sadocks Comprehensive Text book of Psychiatry
volume IB. Seventh edition. New York : Lippincott Wiliams & Wilkins, 2000. Hal 1544-
1574

B.J Sadock, V.A Sadock. Kaplan & Sadocks Concise Textbook Of Clinical Psychiary.
Second edition. New York : Lippincott Wiliam & Wilkins, 2003. Hal 266-274

David A. Tomb. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2004. hal 111-115

WHO. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
pertama. Jakarta : Depkes RI, 1993. Hal 196-208

WHO. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia II. Edisi dua.
Jakarta : Depkes RI. 1983. Hal 179-183

27

Anda mungkin juga menyukai