Anda di halaman 1dari 22

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Undata Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFERAT
“ Malingering Dan Factitious ”

DISUSUN OLEH :
GUNTUR ALVINO
N 111 20 049

PEMBIMBING KLINIK
dr. Dewi Suriany A, Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Guntur Alvino

No. Stambuk : N 111 20 049

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Kedokteran

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Malingering Dan Factitious

Bagian : Ilmu Kedokteran Jiwa

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Undata Palu

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu,18 maret 2020

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(dr. Dewi Suriany A, Sp.KJ) (Guntur Alvino)


BAB I
PENDAHULUAN

Malingering adalah gejala fisik atau psikologis palsu yang sengaja dibuat oleh
pasien untuk mencapai mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi pasien itu
sendiri. Malingering bukanlah sebuah diagnosis untuk kesehatan ataupun psikiatris.
Oleh karena itu, pendekatan epidemiologi secara tradisional irrelevan. 2

Studi terhadap kebohongan dan malingering telah menunjukkan bahwa


pasien yang berbohong biasanya berbicara dengan nada tinggi, membuat kesalahan
dalam mengolah kata, dan kesalahan mengeja. Malingering biasanya bertujuan untuk
mendapat keuntungan eksternal seperti dalam segi keuangan atau ansuransi atau
untuk menghindari hukuman atau memberikan layanan. Malingering tetap bertahan
selama mereka menganggap tindakan mereka bersifat produktif dan menghasilkan
keuntungan yang mereka inginkan.2

Gangguan buatan atau Factitious adalah gangguan dimana pasien secara


sengaja membuat tanda gangguan medis atau jiwa dan salah menunjukan riwayat
serta gejalanya. Tujuannya murni untuk mengambil peran sebagai pasien tanpa
adanya dorongan dari luar. Gangguan ini sifatnya kompulsif , tetapi dianggap
volunteer karena memiliki tujuan dan disengaja, bahkan jika perilaku ini tidak dapat
dikendalikan. Walaupun berperan sebagai pasien, pasien dengan gangguan ini
cenderung tidak seperti pasien biasanya. Mereka tidak menceritakan riwayat penyakit
secara jujur, gejala berasal dari trauma atau kecelakaan, serta cenderung sangat
kooperatif terhadap rencana terapi yang ditetapkan. 1,2

Pasien dengan gangguan buatan sengaja membuat atau melebih-lebihkan


gejala dari penyakit dengan berbagai cara. Mereka bisa membuat suatu gejala, dengan
melukia diri mereka sendiri atau mengubah tes seperti mengkontaminasikan sample
urine supaya mereka terlihat sakit dan orang lain peduli terhadap mereka. 1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. MALINGERING

1.1 Definisi Malingering


Menurut DSM-IV-TR, pernyataan mengenai malingering adalah
pembentukan disengaja gejala psikologis atau fisik palsu secara berlebih-
lebihan yang didorong dengan keuntungan internal seperti menghindari
kewajiban militer, menghindari pekerjaan, mendapatkan kompensasi
keuangan, menghindari tuduhan kriminal, atau mendapatkan obat. Pada
beberapa keadaan, malingering dapat menunjukkan perilaku adaptif
contohnya, memalsukan penyakit saat terperangkap musuh diwaktu
perang. 3

1.2 Etiologi Malingering


Faktor-faktor etiologi yang menyebabkan terjadinya malingering
sangatlah luas dan banyak berkaitan dengan motivasi dalam sifat
manusia. Masalah perkembangan dan perbaikan kognitif, introspeksi,
wawasan, mekanisme pertahanan ego, adaptasi, keterbukaan diri,
kejujuran, dan kapasitas untuk berbohong semuanya memainkan peranan
dalam terjadinya malingering. Hal – hal yang dapat memicu perilaku
malingering adalah untuk menghindari situasi yang sulit atau berbahaya,
tanggung jawab, atau hukuman; untuk mendapatkan kompensasi, kamar,
dan penginapan rumah sakit gratis, sumber obat, atau berlindung dari
polisi; dan untuk membalas ketika pasien merasa bersalah atau
mengalami kerugian keuangan, hukuman, atau kehilangan pekerjaan.3

1.3 Diagnosis
DSM-IV-TR mencakup pernyataan berikut mengenai malingering
yaitu pembentukan di sengaja gejala psikologis atau fisik palsu secara
berlebih-lebihan yang didorong dengan keuntungan internal seperti
menghindari kewajiban militer, menghindari pekerjaan, mendapatkan
kompensasi keuangan, menghindari tuduhan kriminal, atau mendapatkan
obat.
Malingering harus sangat dicurigai jika kombinasi berikut ini diamati : 3
A. Konteks medikolegal pada tampilan ( contoh orang tersebut dirujuk
oleh pengacara ke klinisi untuk diperiksa)
B. Ketimpangan yang nyata antara seseorang mengaku stres atau
ketidak mampuan dengan temuan objektif
C. Tidak adanya kerja sama selama evaluasi diagnostik dan di dalam
mematuhi regimen terapi yang diresepkan
D. Adanya gangguan kepribadaian antisosial

1.4 Gambaran Klinis


Banyak pelaku malingering menunjukkan gejala yang subjektif, samar
dan tidak jelas contoh nya sakit kepala, nyeri di leher, nyeri di punggung
bawah, nyeri di dada, atau nyeri di abdomen, pusing, vertigo, amnesia,
ansietas, dan depresi. Gejala tersebut sering memiliki riwayat keluarga, di
semua kemungkinan tidak disebabkan oleh medis tetapi sangat sulit
untuk dibuktikan.3 Orang yang mencoba untuk mendapatkan obat-obatan
tidak ingin tampak gila melainkan menunjukkan gejala kecemasan yang
parah, sulit tidur, adult attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD),
dan nyeri untuk mendapatkan obat narkotik.4 Seseorang yang dituduh
melakukan kejahatan dapat berpura – pura amnesia atau mengeluh
mendengar suara – suara yang menyuruh nya untuk melakukan kejahatan
tersebut.2
1.5 Pemeriksaan Khusus
Tidak ada pemeriksaan fisik yang objektif untuk membuktikan adanya
malingering. Penemuan kasus malingering juga dapat didukung dengan
memperoleh informasi dari sumber tambahan, termasuk data dari
wawancara dengan orang – orang yang mengenal pasien, rekam medis,
dan tes psikologi. Meskipun psikiater mempunyai peranan klinis penting
pada keseluruhan penilaian, usaha tambahan dari tim medis, psikologi
(contohnya tes neuropsikologi), dan ahli hukum sangat dibutuhkan untuk
menyediakan bukti tambahan dan menyelenggarakan konsensus untuk
mendukung temuan psikiatri.
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu tes gold standart yang dianggap
pasti. Penggunaan pengukuran tes yang multipel dan data tambahan
lainnya membantu dalam penyelidikan bukti mendukung yang konvergen
terhadap penemuan malingering. Tes psikologi melibatkan penggunaan
instrumen psikometri standard oleh psikologis yang terlatih dan
berpengalaman.
The Minnesota Multiphasic Personality Inventory-2 (MMPI-2) adalah
salah satu instrumen yang palig sering digunakan untuk mendeteksi
malingering sebagai penyakit mental. Skala F mendeteksi gejala yang
melebih-lebihkan atau gangguan psikologis yang buruk. Skala K baik
dalam mendeteksi berpura-pura baik, atau meminimalkan apa yang
responden pandang sebagai gejala negatif. Skala F-K mengindikasikan
kecendrungan untuk melebih-lebihkan gejala. Skala F-psikopatologis
mendeteksi gejala yang jarang tampak, dan skala D dan FBS mengekspos
strereotip keliru penyakit.
The Structured Inventory of Reported Symptomps (SIRS), instrumen
yang sangat populer, digunakan untuk memeriksa gangguan mental
berpura-pura dan gejala yang benar-benar langka. Dua dimensi pokok
pada tes ini adalah Spurious Presentationi , yang mana digunakan untuk
mengakses gejala kumpulan yang tidak akan menjadi nyata dalam
keadaan apa pun, dan Plausible Presentation, yang digunakan untuk
mengakses beberapa gejala yang pasien asli akan setujui.
The Wechsler Intelligence Scales juga digunakan untuk menemukan
kekuatan dan kelemahan area fungsi intelektual dari bicara dan perspektif
kinerja. Abnormalitas kasar pada level intelektual seperti bentuk retardasi
mental dan perbedaan mencolok diarea subtes dapat dideteksi.
The Test of Memory Malingering (TOMM) adalah tes malingering
yang terbaru dan mutakhir. Tes ini menjadi sangat populer dan banyak
digunakan. Tes ini mengakses bentuk halus dari malingering.4

1.6 Diagnosis Banding


Malingering dapat timbul bersamaan dengan gangguan mental, seperti
A. gangguan depresi
B. gangguan cemas
C. gangguan bipolar, dan gangguan kepribadian.
Penilaian yang seksama diperlukan untuk membedakan gangguan
mental yang asli dan gangguan keperibadian dari malingering. Lebih dari
satu diagnosis dan kondisi dapat timbul secara bersamaan. Malingering
berbeda dengan gangguan buatan yaitu motivasi pembentukan gejala
pada malingering adalah keuntungan eksternal (contoh pembayaran
asuransi), sedangkn pada gangguan buatan, tidak ada keuntungan
eksternal.

1.7 Pengobatan
Untuk kondisi ini tidak ada indikasi pengobatan yang khas. Yang biasa
psikiater lakukan adalah konsultasi. Orang-orang malinger hamper tidak
pernah menerima hasil dari psikiatris dan berhasil dengan konsultasi yang
minimal. Sebaiknya kita menghindari konsultasi pasien ke spesialis yang
lain sebab dengan konsultasi itu hanya dapat menetapkan dan tidak
menghilangkan malingering. Bagaimanapun, jika tidak ada penyebab
pasti yang serius tentang kehadiran penyakit psikiatris asli, disarankan
konsultasi psikiatris. 1,8
Hal yang penting dalam menangani pasien malingering adalah:
A. Menghindari sikap konfrontasi dengan pasien, dengan alasan pasien
malingering
B. Memandang gejala medis sebagai sebagai suatu masalah medis yang
sah.
Secara garis besar urutan evaluasi dan pengelolaan yang dapat kita
lakukan sebagai berikut 1:
A. Mulai dengan anggapan bahwa keluhan adalah benar, dan singkirkan
berbagai penyakit medik dan psikiatrik.
B. Harus waspada bila ada pasien yang menampilkan diri dengan
masalah medikolegal dan pasien tidak pernah patuh dalam makan
obat.
C. Laksanakan pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya sesuai
dengan keluhan.
D. Bila diduga adanya pura-pura, pastikan bahwa segala sesuatu telah
diperiksa tanpa terlupa sebelum berhadapan dengan pasien.
E. Usahakan untuk menegakkan diagnosis pastinya.
F. Setelah semua data terkumpul, beritahu pasien bahwa intervensi
medik sebenarnya tidak ada. Banyak pasien akan meninggalkan
terapi saat itu. Beritahukan bahwa gejalanya adalah suatu gaya
menghadapi masalah yang ada dalam hidup pasien dan tawarkan
bantuan untuk mengatasinya.

1.8 Prognosis
Adanya gangguan mental, riwayat, respon terhadap psikoterapi dan
obat – obatan harus diperhatikan. Adanya kondisi medis akut atau kronik,
masalah bedah, dan efeknya terhadap fungsi keseluruhan pasien harus
dipertimbangkan. Karena individu yang berpura – pura sakit biasanya
tidak mengikuti rekomendasi pengobatan, status mereka tetap tidak
terpengaruh. Malingering tetap bertahan sampai individu yang berpura –
pura sakit mendapatkan apa yang mereka inginkan dan gejala akan
mereda setelah mendapatkannya.

2. FACTITIOUS

2.1 Definisi Factitious


Gangguan buatan adalah suatu gangguan jiwa dimana pasien secara
sengaja membuat tanda gangguan medis fisik atau psikologis dengan
menunjukkan riwayat serta gejala palsu yang dimotivasi oleh faktor
internal. Tujuannya murni untuk mengambil peran sebagai pasien tanpa
adanya dorongan dari luar, meskipun terkadang mereka tidak sepenuhnya
memahami motivasi mereka. Gangguan ini sifatnya kompulsif, tetapi
dianggap volunteer karena memiliki tujuan dan disengaja, bahkan jika
perilaku ini tidak dapat dikendalikan. Walaupun berperan sebagai pasien,
individu dengan gangguan ini cenderung pandai dan berwawasan tidak
seperti pasien pada umumnya. Mereka tidak menceritakan riwayat pasien
secara jujur, gejala dapat berasal dari trauma atau kecelakaan, serta
cenderung sangat kooperatif terhadap rencana terapi yang ditetapkan. (1,9)
Pasien dengan gangguan buatan sengaja membuat atau melebih-lebihkan
gejala dari penyakit dengan berbagai cara. Mereka bisa membuat suatu
gejala, dengan melukai diri mereka sendiri atau mengubah tes seperti
mengkontaminasikan sample urin supaya mereka terlihat sakit dan orang
lain peduli terhadap mereka.(10)

2.2 Epidemiologi
Prevalensi gangguan buatan pada populasi umum tidak diketahui
walaupun sejumlah klinisi yakin bahwa gangguan ini lebih banyak
daripada yang diketahui. Gangguan ini tampak lebih sering terdapat di
rumah sakit dan pekerja perawatan kesehatan daripada populasi umum.
Selain itu, gangguan ini lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan laik-laki dan sindrom yang lebih parah sering terjadi pada
perempuan. Menurut revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR), gangguan buatan di diagnosis
pada kira-kira 1 persen pasien yang ditemui di konsultasi psikiatri di
rumah sakit umum. Di Amerika Serikat, gangguan buatan oleh perwalian
(didiskusikan terpisah) ada sebanyak kurang dari 1.000 dari hampir 3 juta
kasus penganiayaan anak yang dilaporkan tiap tahun. (1,7)

2.3 Etiologi

A. Faktor Psikososial
Dasar psikodinamika dari gangguan buatan tidak diketahui
secara pasti, pasien dapat bersikeras bahwa gejala mereka bersifat
fisik sehingga terapi yang berorientasi psikologis tidak berguna.
Suatu laporan kasus menyatakan banyak pasien menderita
penyiksaan atau penelantaran pada masa anak-anak yang
menyebabkan seringnya mendapat perawatan dirumah sakit selama
masa perkembangan awal. Pada keadaan ini, mendapatkan
perawatan di rumah sakit mungkin telah dianggap sebagai suatu
pelarian dari situasi rumah yang traumatik. Kondisi itu memberikan
ruang nyaman bagi pasien dan beranggapan bahwa sejumlah tenaga
medis yang memberi perawatan (seperti dokter, perawat, dan
karyawan rumah sakit) adalah orang-orang yang dapat mengasihi
merawat mereka dengan penuh kasih sayang. (1,9)
Pasien yang mencari prosedur yang menyakitkan seperti
operasi pembedahan dan pemeriksaan yang invasive, mungkin
memiliki kepribadian masokhistik. Pasien dapat menghidupkan
peran pasien dan menceritakan tentang riwayat dan gejala penyakit
yang menyiksa berulang-ulang kali sehingga bisa mendapatkan
perawatan di rumah sakit sesering mungkin. Kemungkinan pasien
memiliki kerabat yang menderita gangguan atau penyakit yang sama
yang kemudian ditiru oleh pasien. Adanya kerja sama antara pasien
dengan yang ditiru sangat jarang terjadi. Walaupun pasien bertindak
sendiri, teman dan kerabat turut mendukung dan membuat-buat
penyakit dalam beberapa hal.(1,9)

B. Faktor Biologis
Sejumlah peneliti mengungkapkan bahwa disfungsi otak dapat
menjadi faktor gangguan buatan. Dikatakan bahwa pemrosesan
informasi yang terganggu berperan dalam fantastika pseudologia
pasien Munchausen dan perilaku menyimpang. Pasien ini tidak
memperlihatkan pola genetik pemeriksaan elektroensefalografik
(EEG) dan memperlihatkan tidak adanya kelainan yang spesifik. (1,9)

2.4 Diagnosis
Kriteria diagnosis Gangguan buatan berdasarkan DSM-IV-TR adalah: (9)
A. Pembentukan atau pembuatan tanda dan gejala fisik atau psikologis
yang disengaja
B. Motivasi perilaku ini adalah untuk mengambil peran sakit
C. Tidak ada dorongan eksternal untuk perilaku ini (seperti
keuntungan ekonomik, menghindari tanggung jawab hukum, atau
meningkatkan kesejahteraan fisik, seperti pada Malingering)
Tentukan kode berdasarkan jenis: (9)
A. Dengan tanda dan gejala psikologis yang dominan: Jika tanda dan
gejala psikologis mendominasi tampilan klinisnya
B. Dengan tanda dan gejala fisik yang dominan: Jika tanda dan gejala
fisik mendominasi tampilan klinisnya.
C. Dengan kombinasi tanda dan gejala yang psikologis serta fisik: Jika
kedua tanda gejala psikologis serta ada tetapi tidak mendominasi
tampilan klinis.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ –
III) di Indonesia, gangguan ini termasuk dalam Gangguan Kepribadian
dan Perilaku Masa Dewasa Lainnya (F68), yaitu Kesengajaan atau
Berpura-pura Membuat Gejala atau Disabilitas, baik Fisik maupun
Psikologis (Gangguan Buatan) (F68.1).
Kriteria diagnosisnya adalah: (3)
A. Dengan tidak adanya gangguan fisik atau mental, penyakit atau
cacat yang pasti, individu berpura-pura mempunyai gejala sakit
secara berulang-ulang dan konsisten.
B. Untuk gejala fisik mungkin dapat meluas sampai membuat sendiri
irisan atau luka untuk menciptakan perdarahan atau menyuntik diri
dengan bahan beracun.
C. Peniruan nyeri dan penekanan adanya perdarahan dapat begitu
meyakinkan dan menetap sehingga menyebabkan diulanginya
pemeriksaan dan operasi di beberapa klinik dan rumah sakit,
meskipun hasilnya berulang-ulang negative.
D. Motivasi untuk perilaku ini hampir selalu kabur dan dianggap
faktor internal dan kondisi terbaik diinterpretasikan sebagai suatu
gangguan perilaku sakit dan peran sakit (disorder of illness
behavior and the sick role).
E. Individu dengan pola perilaku demikian biasanya menunjukkan
sejumlah tanda dari kelainan yang berat lainnya dari kepribadian
dan hubungan dengan lingkungan
F. Perlu dibedakan dengan “Malingering”, didefinisikan sebagai
kesengajaan atau berpura-pura membuat gejala atau disabilitas, baik
fisik maupun psikologis, yang dimotivasikan oleh stress eksternal
atau insentif (kode Z76.5 dari ICD-10). Motif yang berkaitan
dengan stress eksternal tersebut dapat berupa penghindaran diri dari
tuntutan hukuman kriminal, untuk memperoleh obat terlarang.
Menghindari wajib militer atau tugas militer yang berbahaya, dan
upaya untuk memperoleh keuntungan karena sakit atau
mendapatkan perbaikan taraf hidup. (3)

1) Gangguan Buatan dengan Tanda dan Gejala Psikologis yang


Dominan
Pasien menunjukkan gejala psikiatri yang dianggap buatan
berupa depresi, halusinasi, gejala disosiatif dan konversi, serta perilaku
bizzare. Pasien tidak membaik setelah diberikan cara terapeutik, dapat
diberikan psikoaktif dengan dosis yang tinggi dan terapi
elektrokonvulsi.(1,9)
Pasien dapat menunjukkan hilangnya ingatan jangka pendek
dan panjang, atau halusinasi visual maupun auditorik. Menurut DSM-
IV-TR, orang ini akan menggunakan zat psikoaktif secara diam-diam
untuk menghasilkan gejala yang mengesankan adanya gangguan jiwa,
seperti stimulan untuk menimbulkan kegelisahan dan insomnia,
halusinogen untuk mencetuskan perubahan keadaan persepsi, analgetik
untuk mencetuskan euphoria, serta hipnotik untuk mencetuskan
letargi. Gabungan psikoaktif dapat menghasilkan gejala yang sangat
tidak lazim. (1,9)
2) Gangguan Buatan dengan Tanda dan Gejala Fisik yang Dominan
Gangguan yang paling terkenal dari jenis ini adalah Sindrom
Munchausen. Gangguan ini juga disebut dengan ketergantungan
rumah sakit atau ketergantungan poli bedah sehingga menghasilkan
abdomen papan cuci, dan sindrom pasien professional. Gambaran
penting dari gangguan ini adalah kemampuan mereka dalam
menampilkan gejala fisik yang sangat baik. Untuk menyokong
riwayat, pasien membuat gejala yang menyokong adanya gangguan
sistem organ. Mereka mengenali gejala suatu penyakit yang
memerlukan obat atau dirawat dirumah sakit serta mampu
memberikan riwayat yang bisa menipu klinisi bahkan yang sangat
berpengalaman sekalipun. Gambaran klinis yang sangat banyak
mencakup hematom, hemoptisis, nyeri abdomen, demam,
hipoglikemia, sidrom mirip lupus, mual, muntah, pusing, dan keja.
Urin atau tinja akan terkontaminasi darah karena pasien
mengkonsumsi anti koagulan, insulin untuk menimbulkan
hipoglikemia, dan seterusnya. Pasien sering bersikeras ingin dioperasi
sebelumnya. Perut pasien biasanya akan seperti besi pemanggang atau
papan cuci akibat akibat bahan operasi yang dijalani berulang kali.
Pada pasien yang menginginkan narkotik biasanya akan melakukan
nyeri kolik seperti nyeri batu ginjal. Ketika di rumah sakit pasien akan
banyak menuntut terapi. Ketika hasil laboratorium negative, pasien
akan menuduh dokter tidak mampu, mengancam akan menuntut dan
umumnya menjadi kasar. Pasien menimbulkan gejala dan tanda
melalui empat mekanisme.(1,10)
a. Sengaja menginfeksi diri
b. Menstimulasi penyakit, seperti menyebabkan urin berdarah
c. Menghubungkan dengan lesi atau luka sebelumnya
d. Mengonsumsi sendiri obat-obatan seperti insulin

3) Gangguan Buatan dengan Kombinasi Tanda dan Gejala


Psikologis serta Fisik
Terdapat kombinasi gejala dan tanda psikologis maupun fisik
atau tidak menonjol diantaranya keduanya. Pasien biasanya secara
bergantian menampilkan demensia, berkabung, pemerkosaan, dan
bangkitan.(1)

4) Gangguan Buatan yang tidak Tergolongkan


Beberapa pasien dengan tanda dan gejala berpura-pura tapi
tidak memenuhi kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan buatan yang
spesifik, digolongkan dalam gangguan buatan yang tidak
tergolongkan. Contohnya, gangguan buatan oleh perwalian dimana
seseorang dengan sengaja membuat tanda atau gejala fisik pada orang
lain yang berada dalam asuhannya tujuannya agar seseorang yang
telah dalam asuhannya dinyatakan sakit dan harus di rawat sehingga
dirinya terbebas dari kewajiban mengasuh. Penipuan ini dapat berupa
riwayat medis palsu, kontaminasi sampel laboratorium, perubahan
rekam medis, atau memicu cedara atau luka pada kepalanya.(1,9,)
Kriteria Riset DSM-IV-TR Gangguan Buatan oleh Perwalian: (9)
a. Menimbulkan atau membuat tanda atau gejala fisik atau
psikologis secara disengaja pada orang lain yang berada di bawah
asuhan seseorang
b. Motivasi perilaku pelaku adalah mendapatkan peranan sakit oleh
perwalian
c. Tidak ada dorongan eksternal untuk perilaku ini (seperti
keuntungan ekonomik)
d. Perilaku ini tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain

2.5 Diagnosis Banding

A. Malingering
Malingering memiliki tujuan yang jelas. Misalnya meminta
perawatan dengan menunjukkan gejala dengan tujuan mendapatkan
kompensasi keuangan, menghindari polisi, atau hanya untuk
mendapatkan tempat tidur gratis. Pasien akan berhenti
menimbulkan gejala tidak dianggap tidak menguntungkan lagi atau
dianggap telah berlalu.(1,11)

B. Gangguan Somatoform
Gangguan buatan dibedakan dengan gangguan somatisasi
(Sindrom Briquet) karena adanya gejala buatan yang dilakukan
secara sengaja, riwayat rawat inap berulang di rumah sakit yang
ekstrim, dan keinginan untuk menjalani prosedur yang merusak
pada pasien dengan gangguan buatan. Gejala dari gangguan
kesehatan yang dirasakan pasien, berada dibawah kontrol sadar
seorang pasien, sama seperti gangguan buatan. Sedangkan yang
membedakan, pada gangguan somatoform produksi gejala tidak
diketahui atau tidak ada kelainan medis yang dapat dibuktikan. (1,11,7)

C. Gangguan Kepribadian
Karena mencari perhatian dan dramatisasi, pasien dengan
gangguan buatan digolongkan dalam gangguan kepribadian
histrionik. Tetapi pada gangguan buatan tidak semua pasien
memiliki bakat dramatik, banyak yang menarik diri dan terlihat
lemah. Orang dengan Gangguan buatan juga tidak memiliki
kebiasaan berpenampilan, pikiran dan komunikasi yang eksentrik.
(1,4)

2.6 Terapi
A. Psikoterapi
Tidak ada terapi psikiatrik spesifik dalam tatalaksana gangguan
buatan. Pasien menyangkal gangguan buatan pada mereka dan
akhirnya memilih lari dan menolak pengobatan secara psikiatri oleh
karena itu sasaran pengobatan bukan penyembuhan, tetapi
pengelolaan untuk mencegah pasien kesakitan dan menjalani
prosedur yang menyiksa. Dengan demikian terapi yang paling baik
difokuskan pada pengelolaan bukan pada penyembuhan. Mungkin
satu-satunya faktor yang penting dalam keberhasilan penatalaksaan
adalah pengenalan awal dokter akan gangguan ini. Dengan cara ini,
dokter dapat mencegah pasien menjalani banyak rasa sakit dan
prosedur diagnostik yang berpotensi bahaya. Hubungan yang baik
antara psikiater dan petugas medis atau bedah sangat disarankan.
Reaksi personal dokter dan petugas yang memiliki makna besar di
dalam terapi dan membangun hubungan kerja sama dengan pasien,
yang mencetuskan rasa tidak memberikan hasil, membingungkan,
pengkhianatan, permusuhan bahkan tidak berharga.

B. Farmakoterapi
Farmakoterapi pada Gangguan buatan meiliki kegunaan yang
terbatas. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) dapat
berguna untuk mengurangi perilaku impulsif bila perilaku tersebut
merupakan komponen utama perilaku berpura-pura. SSRI termasuk
kedalam golongan obat Anti Depressan. Obat golongan ini
diantaranya Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, dan
Citalopram.(1,8)
Mulai dengan dosis rendah untuk penyesuaian efek samping,
Sertraline 50 mg/hari, dinaikkan secara bertahap, sampai tercapai
dosis efektif (100-150 mg/h). Meskipun respon terhadap
pengobatan SSRI sudah dapat terlihat 1 sampai 2 minggu, untuk
mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2
sampai 3 bulan serta bertahan untuk jangka waktu yang panjang (1
– 2 tahun), Sertraline dapat diberikan sesuai dosis pemeliharaan
yaitu sekitar 100 mg/h, sambil dilakukan terapi perlikau dan
psikoterapi lainnya. (1,8)

2.7 Prognosis
Prognosis pada sebagian besar kasus adalah buruk. Gangguan ini
mengurangi kemampuan pasien dan sering menimbulkan trauma berat
dan reaksi yang tidak sesuai yang berkaitan.sejumlah kecil pasien
kadang-kadang menghabiskan waktu di penjara. Sejumlah kecil
meninggal karena penggunaan obat, instrumentasi atau operasi yang
tidak dibutuhkan. Gambaran yang mungkin memiliki prognosis yang
baik adalah (1) berfungsi pada tingkat ambang, tidak selalu psikotik, (2)
atribut gangguan kepribadian antisosial dengan gejala minimal.(1,11)
BAB III

KESIMPULAN

Menurut DSM-IV-TR, pernyataan mengenai malingering adalah pembentukan


disengaja gejala psikologis atau fisik palsu secara berlebih-lebihan yang didorong
dengan keuntungan internal seperti menghindari kewajiban militer, menghindari
pekerjaan, mendapatkan kompensasi keuangan, menghindari tuduhan kriminal, atau
mendapatkan obat. Gangguan buatan adalah suatu gangguan jiwa dimana pasien
secara sengaja membuat tanda gangguan medis fisik atau psikologis dengan
menunjukkan riwayat serta gejala palsu Tujuannya murni untuk mengambil peran
sebagai pasien tanpa adanya dorongan dari luar, meskipun terkadang mereka tidak
sepenuhnya memahami motivasi mereka. Malingering tetap bertahan sampai individu
yang berpura-pura sakit mendapatkan apa yang mereka inginkan dan gejala akan
mereda setelah mendapatkannya sedangkan pada factitious dia akan tetap melakukan
berpura pura sakit tetapi belum diketahui batasannya hingga kapan karna dilakukan
tanpa tujuan eksternal. Gangguan ini mengurangi kemampuan pasien dan sering
menimbulkan trauma berat, sejumlah kecil meninggal karena penggunaan obat,
instrumentasi atau operasi yang tidak dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J. Gangguan Buatan. Dalam: Sadock, Benjamin J, Virginia

J Sadock. Kaplan dan Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.

Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. Hal: 283-287.

2. Bass, Christoper, David Gill. Factitious Disorder and Malingering. Dalam:

Michael G. Gelder, Juan J. López-Ibor Jr, Nancy C. Andreasen. New Oxford

Textbook of Psychiatry. Oxford. Oxford University Press.2000

3. Maslim, Rusdi. Gangguan Kepribadian dan Perilaku Dewasa Lainnya. Dalam:

Maslim, Rusdi. Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa,Rujukan Ringkas

PPDGJ-III. Jakarta.Penerbit PT Nuh Jaya. 2003. Hal: 116.

4. Agiananda, Feranindya, Profitasari Kusumaningrum.Gangguan Buatan dan

Gangguan Berpura- pura. Dalam: Elvira, Sylivia D, Gitayanti Hadisukanto.

Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. 2010. Hal.299-308.

5. Maramis, Willy F, Albert A Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Edisi 2.

Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan. 2009. Hal 264,332

6. Katona Cornelius, Cooper Claudia, Robertson Mary. At A Glance. Psikiatri

edisi IV. Penerbit Erlangga. 2012. P. 39

7. Pridmore, S. (2013) Download of Psychiatry, Chapter 23. pp. 1-13.


8. Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition.

Penerbit: American Psychiatric Association. P. 471-475.c

Anda mungkin juga menyukai