Oleh:
Preseptor :
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmatnya berupa kesehatan, ilmu dan pikiran, sehingga penulis
dapat menyelesaikan CSS yang berjudul Glaukoma Primer Sudut Terbuka.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam CSS ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
2.1 Definisi 6
2.2 Epidemiologi 7
2.4 Klasifikasi 12
2.9 Tatalaksana 33
2.10 Prognosis 40
2.11 Komplikasi 41
DAFTAR PUSTAKA 43
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Batasan Masalah
CSS ini akan membahas mengenai definisi, epidemiologi, anatomi dan fisiologi
(COA, korpus siliaris, akuous humor), patogenesis, manifestasi klilis, diagnosis,
diagnosis banding, tatalaksana, prognosis, dan komplikasi glaukoma primer sudut
terbuka.
Penulisan Clinical Scientific Session (CSS) ini bertujuan untuk memahami serta
menambah pengetahuan tentang glaukoma primer sudut terbuka.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi1
6
dan kehilangan lapangan pandang. Peningkatan TIO merupakan faktor risiko yang
penting pada POAG, faktor lain seperti tekanan perfusi okular yang lebih rendah,
ras, ketebalan kornea sentral, lanjut usia, dan adanya riwayat keluarga glaukoma,
juga berkontribusi terhadap risiko berkembangnya POAG ini. POAG adalah
penyakit multifaktorial dengan banyak kontribusi kerentanan dan faktor pelindung
yang mungkin termasuk kelainan aksonal atau ganglion metabolisme sel dan
gangguan matriks ekstraseluler dari lamina kribrosa.
2.2 Epidemiologi1
7
orang berusia 46-65 tahun, kemungkinan kebutaan dari POAG adalah 15 kali
lebih tinggi pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih.
8
2.3.2 Korpus Siliaris
Korpus siliaris secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6mm).
Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plana
dan zona datar, pars plikata. Prosesus siliaris berasal dari kapiler-kapiler dan vena
yang bermuara ke vena-vena korteks.Prosesus siliaris dan epitel siliaris berfungsi
sebagai pembentuk akuos humor. 3
9
memiliki komposisi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein,
urea, dan glukosa yang lebih rendah. 4
Akuos Humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultra filtrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera posterior, humor akueus
mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut
kamera anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial komponen-
komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor akueus plasmoid dan
sangat mirip dengan serum darah.3
10
Gambar 2.4 KomposisiAkuos Humor3
2.4 Klasifikasi
11
hambatan aliran akuos atau sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya mengenai
kedua mata.Kebalikannya, glaucoma sekunder berhubungan dengan penyakit
ocular atau sistemik yang bertanggung-jawab terhadap penurunan aliran akuos.
Penyakit yang menyebabkan glaucoma sekunder seringnya asimetris atau
unilateral.1
12
sudut terbuka meshwort berhubungan dengan kondisi lain
(seperti glaukoma pigmen, glaukoma fakolitik,
steroid yang mencetuskan glaukoma, eksfoliasi,
angle-recession glaukoma)
- Peningkatan resistensi posttrabekula akibat dari
peningkatan vena episkleral (fistula sinus
cavernosus karotid)
Glaukoma sudut
tertutup
Glaukoma primer sudut Pergerakan akuous humor dari bilik posterior ke
tertutup dengan blok bilik anterior terhambat; iris perifer berkontak
pupil (relatif) dengan trabekula
Glaukoma akut sudut Terjadi peningkatan TIO yang cepat sebagai hasil
tertutup dari blokade tiba-tiba yang relatif pada trabekular
Glaukoma subakut sudut Episode sudut tertutup berulang dengan gejala
tertutup (sudut tertutup ringan dan peningkatan TIO, biasanya mengawali
internmiten) glaukoma akut sudut tertutup.
Glaukoma kronik sudut Peningkatan TIO karena variabel sudut bilik
tertutup anterior secara permanen ditutup sinekia anterior
perifer
Glaukoma sekunder (seperti contoh; lensa bengkak,scluded pupil)
sudut tertutup dengan
blok pupil
Glaukoma sekunder - Posterior pushing mechanism: diafragma
sudut tertutup tanpa blok lensa-iris didorong ke depan (contoh;
pupil segmen tumor posterior, scleral buckling
procedure, efusi evea)
- Anterior pulling mechanism: proses segmen
anterior akan menarik iris ke depan menuju
anterior sinekia perifer)
Sindrom plateau iris Variasi anatomi pada akar iris dimana terjadi
penyempitan sudut tanpa terjadinya blok pupil
13
Gambar 2.6 Skema glaukoma sudut terbuka1
14
glaukoma dengan optik neuropati dan hilang lapangan pandang, ditemukan TIO
dibawah 22 mmHg.
b. Diskus Optikus dan Hilang Lapangan Pandang
Meskipun masih merupakan faktor risiko utama pada glaukoma primer
sudut terbuka, peningkatan TIO tidak lagi dipertimbangkan sebagai yang
terpenting untuk diagnosis. Gambaran diskus nervus optikus dan kehilangan
lapangan pandang lebih menentukan dalam diagnosis glaukoma sudut terbuka.
Pada kerusakan nervus optikus, terdapat pola khas pada kehilangan lapangan
pandang. Evaluasi pada kedua hal tersebut sangat penting dilakukan pada follow
up pasien glaukoma.
c. Usia
Survei oleh The Baltimore Eye menunjukkan bahwa prevalensi glaukoma
meningkat seiring bertambahnya umur, terutama pada ras berkulit hitam, yaitu
lebih dari 11% pada umur 80 tahun keatas. Pada penelitian Collaborative Initial
Glaukoma Treatment, defek pada lapangan pandang tujuh kali lipat lebih sering
terjadi pada pasien 60 tahun keatas daripada pasien yang berumur 40 tahun.
d. Ras Kulit Hitam
Prevalensi glaukoma pada ras kulit hitam adalah 3-4 kali lebih besar
daripada ras lainnya. Kebutaan akibat glaukoma juga empat kali lebih sering pada
ras kulit hitam daripada ras kulit putih.
e. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang positif juga merupakan faktor risiko pada
glaukoma primer sudut terbuka. Survei pada penelitian The Baltimore Eye juga
menunjukkan bahwa diperkirakan risiko glaukoma primer sudut terbuka 3,7 kali
lipat lebih besar pada individu dengan saudara kandung yang mengidap penyakit
tersebut.
f. Faktor Risiko Lainnya
Beberapa kondisi seperti miopi, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular,
dan oklusi vena sentral, diduga berhubungan dengan glaukoma. Namun, keadaan-
keadaan bukan merupakan faktor risiko utama dan memiliki hubungan yang
kurang signifikan dengan glaukoma dibandingkan faktor risiko sebelumnya.
15
2.6 Patogenesis Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka terjadi akibat proses yang multifaktorial
dengan berbagai faktor predisposisi dan proteksi yang dapat melibatkan
abnormalitas metabolisme sel akson dan ganglion serta gangguan pada matriks
ekstraseluler dari lamina kribrosa. Meskipun demikian, faktor penyebab yang
pasti dari glaukoma primer sudut terbuka masih tidak dapat sepenuhnya
dipahami.1
Peningkatan TIO terjadi pada sebagian besar kasus glaukoma primer sudut
terbuka.Peningkatan TIO ini terjadi akibat dari penurunan outflow dari aqueous
humour. Para ahli berpendapat bahwa penurunan outflow aqueous humour
disebabkan oleh peningkatan resistensi di antara kamera anterior dan kanalis
Schlemm yang merupakan lokasi dengan resistensi outflow tertinggi dalam
keadaan normal.Para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai lokasi
dan proses terjadinya peningkatan resistensi tersebut, beberapa diantaranya antara
lain.2,6
a. Obstruksi trabekula oleh benda asing
Penelitian menemukan bahwa terdapat tumpukan benda asing, seperti
pigmen, eritrosit, glikosaminoglikan, lisosom ekstraseluler, dan protein, di
trabekula dan jarigan jukstaknalikular.
b. Penurunan jumlah sel endetol trabekula
Mata glaukomatosa memiliki jumlah sel endotel yang lebih sedikit
dibandingkan mata normal. Temuan tersebut mengindikasikan proses penuaan
prematur pada mata glaukomatosa. Penurunan jumlah sel endotel akan
mengganggu fungsi fagositosis, sinstesis dan degradasi makromolekul yang
dimiliki oleh trabekula.
c. Berkurang dan mengecilnya pori pada endotel kanalis Schlemm
Lapisan endotel pada dinding dalam kanalis Schlemm dalam keadaan normal
bertanggung jawab atas 10-20% dari total resistensi dari outflow aqueous
humour, dan pori-pori yang merupakan celah dari tight junction pada
endotelium kanalis Schlemm ditemukan berkurang dan mengecil pada
glaukoma sudut terbuka.
d. Hilangnya vakuola pada endotel dinding dalam kanalis Schlemm
Vakuola diyakini memiliki peran penting dalam pergerakan aliran aqueous
humour dari trabekula menuju lumen kanalis Schlemm.Penurunan jumlah dan
ukuran dari mikrostruktur ini dapat menyebabkan peningkatan resistensi.
16
Gambar 2.8 Skema Gangguan Aliran Keluar Aqueous Humour pada
Glaukoma2
17
juvenille dan awitan dewasa dari glaukoma primer sudut terbuka. MYOC
mengkode myosilin, sebuah glikoprotein yang disekresikan oleh trabekula. Mutasi
glaukomatosa pada MYOC menyebabkan inhibisi sekresi myosilin dari sel
trabekula.2 Inhibisi tersebut menyebabkan akumulasi myosilin di ruang intrasel
yang mungkin memiliki efek toksik terhadap sel trabekula, menginisiasi gangguan
fungsi trabekula, merusak outflow aqueous humour dan pada akhirnya
meningkatkan TIO.7
Peningkatan TIO diyakini memulai serangkaian proses seluler yang
menyebabkan kerusakan nervus optikus yang disebut dengan neuropati optik
glaukomatosa. Kerusakan nervus optikus tersebut merupakan respon patologis
dari kondisi stress fisiologis yang berlebihan pada neuron dan sel glia retina atau
nervus optikus yang menyebabkan kematian prematur.2
Peningkatan TIO menyebabkan penurunan transpor akson retrograd
menuju badan sel yang menyebabkan terjadinya deprivasi faktor neurotrofik,
seperti brain-derived neurotrophic factor (BDNF). Deprivasi faktor neurotrofik
tersebut dapat menyebabkan kematian sel ganglion retina.Peningkatan TIO juga
menyebabkan penurunan perfusi darah ke diskus optikus yang menyebabkan
hipoksia jaringan. Hipoksia yang persisten akan menyebabkan pembentukan dan
akumulasi spesies oksigen reaktif (ROS) di retina dan menyebabkan malfungsi
dan stres seluler.7
Sel glia pada diskus optikus akan mengalami aktivasi sebagai respon
terhadap peningkatan TIO. Astrosit yang teraktivasi akan memproduksi molekul,
seperti TNF-, yang menyebabkan degradasi dan remodelling matriks
ekstraseluler. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan biomekanis pada
diskus optikus yang kemudian akan meningkatkan stres pada akson sel ganglion
retina. 7
18
Gambar 2.9 Proses Terjadinya Cupping pada Diskus Optikus7
Cupping pada diskus optikus terjadi akibat dari berkurangnya jaringan
prelaminar dan deformasi posterior dari lamina kribosa.Cupping akan tampak
berupa pencekungan lamina kribrosa, pemanjangan laminar beams, dan
berkurangnya akson sel ganglion retina pada pinggir jaringan saraf. Cupping
19
merupakan penunjuk khas dari kerusakan akibat glaukoma.Penelitian histologis
menunjukkan bahwa cupping nervus optikus terjadi ketika kehilangan ketiga
elemen dari diskus, yaitu akson, pembuluh darah dan sel glia. Lamina kribrosa
yang merupakan struktur yang kaku akan melengkung ke arah posterior akibat
tekanan yang persisten.6,7
Observasi klinis menunjukkan bahwa diskus optikus, terutama pada
lamina kribrosa, merupakan lokasi awal terjadinya kerusakan saraf. Kerusakan
akson sel ganglion retina terjadi sebelum terjadinya kematian sel. Penyusutan
akson dan penurunan transpor retrograd akan terjadi, meskipun soma sel ganglion
retina tampak normal. Kematian sel ganglion retina akibat kerusakan akson dan
stres kronik terjadi melalui proses apoptosis. Berlanjutnya proses penipisan dan
pelengkungan lamina kribrosa, disertai dengan apoptosis sel ganglion retina
menyebabkan cup yang besar dan dalam, seperti yang terlihat pada glaukoma
stadium lanjut. Selain itu, proses fagositosis debris seluler disertai dengan ekspresi
molekul MHC kelas II dan sintesis komplemen oleh sel glia akan ikut
berkontribusi dalam degenerasi sel ganglion retina.7
20
2.7.1 Anamnesis
Informasi yang harus didapatkan ketika berhadapan dengan pasien yang
dicurigai menderita glaukoma antara lain:
a. Gejala yang dirasakan, awitan, durasi dan tingkat keparahannya1
b. Riwayat gangguan mata, seperti gangguan refraksi, trauma okuler1
c. Riwayat keluarga, seperti: riwayat glaukoma pada keluarga pasien, tingkat
keparahan dari glaukoma yang diderita keluarga pasien, riwayat kebutaan
akibat glaukoma pada keluarga pasien1
d. Riwayat penyakit sistemik, seperti: asma, PPOK, migrain, diabetes, penyakit
kardiovaskuler1
e. Medikasi yang saat ini sedang digunakan, seperti: penggunaan kortikosteroid,
intoleransi lokal atau sistemik terhadap medikasi1
f. Riwayat operasi mata, seperti: riwayat LASIK atau keratektomi fotorefraktif
yang dikaitkan dengan pengukuran TIO yang salah akibat dari penipisan
kornea yang menyebabkan TIO terukur rendah, riwayat operasi katarak dan
riwayat pembedahan insisi ataupun laser untuk kondisi glaukoma
sebelumnya1
g. Pemeriksaan rekam medis pasien untuk mengetahui nilai TIO, status nervus
optikus dan lapangan pandang pasien sebelumnya juga perlu dilakukan1
21
2.7.3 Pemeriksaan Mata
a. Refleks Pupil
Refleks pupil diperiksa untuk mengetahui reaktivitas pupil dan untuk
mengidentifikasi adanya relative afferent pupillary defect (RAPD). RAPD
akan membantu penentuan tingkat keparahan dari neuropati optik
glaukomatosa. RAPD biasa diperiksa dengan melakukan alternate
swinging flashlight (SFM) dengan menggunakan penlight.4 Pupil juga
dapat menjadi tolak ukur kepatuhan pasien yang mendapatkan terapi
miotik, karena ukuran pupil dapat dipengaruhi oleh terapi glaukoma.1
b. Pemeriksaan Ketajaman Visus
Pemeriksaan ketajaman visus merupakan pemeriksaan penting pada pasien
glaukoma untuk menilai status fungsional pasien.Pada stadium awal
glaukoma, tidak terdapat gangguan pada ketajaman visus. Meskipun tidak
dapat menilai tingkat keparahan glaukoma secara jelas, pemeriksaan
ketajaman visus dapat membantu dalam pemilihin tatalaksana yang akan
diberikan.3Penglihatan sentral dapat terganggu pada glaukoma stadium
lanjut. Pemeriksaan visus dilakukan tanpa koreksi dan dengan koreksi
terbaik pada jarak jauh dan dekat.8
c. Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang
dimiliki pasien dalam perkembangan penyakit glaukoma sudut terbuka
(myopia) atau sudut tertutup (hipermetropia).8
d. Pemeriksaan Sudut Kamera Anterior
Gonioskopi merupakan alat diagnostik dan teknik pemeriksaan yang
digunakan untuk melihat struktur dari sudut kamera anterior. Gonioskopi
perlu dilakukan karena pada kondisi normal, cahaya yang dipantulkan dari
struktur sudut kamera anterior akan mengalami pantulan internal total pada
pertemuan tear film-udara. Pertemuan tear film-udara merupakan sudut
kritis (sekitar 46o) dan cahaya sepenuhnya akan dipantulkan kembali ke
stroma kornea, sehingga tidak memungkinkan visualisasi struktur sudut
kamera anterior secara langsung. Seluruh gonioskopi lensa akan
menghilangkan pertemuan tear film-udara dengan meletakkan permukaan
plastik atau kaca pada permukaan mata. Sudut kamera anterior dapat
22
diperiksa secara langsung (Koeppe) atau secara tidak langsung (Goldmann
atau Zeiss).1
23
Gambar 2.11 Klasifikasi gonioskopik Spaeth1
Gonioskopi digunakan untuk menegakkan diagnosis glaukoma primer
sudut terbuka dengan memastikan bahwa sudut kamera anterior masih
terbuka.Gonioskopi harus dilakukan pada seluruh pasien yang diperiksa karena
glaukoma dan harus diulang secara teratur pada pasien dengan glaukoma sudut
terbuka untuk mendeteksi penutupan progresif pada sudut yang mungkin terjadi
akibat dari terapi miotik atau perubahan lensa akibat penuaan, terutama pada
pasien dengan hipermetropi. Gonioskopi berulang juga diindikasikan ketika
kamar anterior menyempit, pemberian miotik potensi kuat, setelah trabekuloplasti
atau iridotomi laser, atau ketika TIO meningkat.1
e. Pemeriksaan Ketebalan Kornea Sentral
Pemeriksaan ketebalan kornea sentral kini menjadi bagian penting dari
pemeriksaan klinis pada pasien glaukoma.Ketebalan kornea dapat diukur
dengan metode optik dan ultrasonografi.Ultrasonografi merupakan pilihan
pemeriksaan yang lebih dapat dipercaya.Ketebalan kornea sentral
diasumsikan kkonstan (520m) pada pemeriksaan tonometry applanasi
Goldmann, namun ketebalan kornea sentral dapat menjadi lebih tebal pada
pasien hipertensi okuler. Penggunaan nilai fakimetri ultrasonografi diatas atau
24
dibawah 540 m yang didesain sebagai nilai tipis dan tebal memberikan
manfaat dalam pemeriksaan TIO yang lebih cermat atau untuk menilai risiko
penyakit untuk berkembang menjadi hipertensi okuler atau glaukoma.2
f. Pemeriksaan Tekanan Intraokuler
Tonometri merupakan pengukuran tekanan inraokuler.Tonometri applanasi
merupakan metode yang paling sering digunakan. Tonometri applanasi
dilakukan berdasarkan prinsip Imbert-Fick yang menyatakan bahwa tekana di
dalam bola kering dengan dinding tipis sama dengan kekuatan yang
dibutuhkan untuk meratakan permukaan dibagi dengan luas dari daerah yang
menjadi rata.1
25
Teknik pemeriksaan tonometri applanasi Goldmannadalahmata
yang akan diperiksa diberi anestesi topikal lalu pada mata tersebut
ditempelkan kertas fluoresein. Sinar oblik warna biru dari slitlamp
disinarkan pada dasar telapak prisma tonometer aplanasi Goldmann.Pasien
diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahi tepat pada
penyangganya.Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10
mmkemudian telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan-
lahan.Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada
kornea yang sudah diberi fluoresein terlihat berimpit antara bagian luar
dengan bagian dalam.Dibaca tekanan pada tombol putaran
tonometer.Tekanan tersebut merupakan tekanan intra okuler dalam
mmHg.Dengan tonometer aplanasi tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg
dianggap menderita glaukoma.1
g. Pemeriksaan Diskus Optikus
Diskus optikus dapat diperiksa secara klinis menggunakan oftalmoskopi
direk, oftalmoskopi indirek, atau biomikroskopi slit-lamp.Oftalmoskopi
direk menunjukkan diskus optikus melalui pupil kecil. Jika dilakukan
dengan menggunakan filter red-free, pemeriksaan tersebut dapat
mendeteksi lapisan serabut saraf padakutub posterior. Namun oftalmoskopi
direk tidak dapat menunjukkan gambaran stereoskopik untuk medeteksi
perubahan pada topografi diskus optikus.1
Oftalmoskopi indirek digunakan untuk memeriksa diskus optikus
pada anak-anak, pasien yang tidak kooperatif, pasien dengan myopia
derajat tinggi, dan pasien dengan kekeruhan media refraksi.Modalitas ini
dapat mendeteksi cupping. Namun tampilan yang ditunjukkan tidak jelas
sehingga tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.1
Pemeriksaan terdapat untuk mendeteksi glaukoma adalah dengan
menggunakan slit-lamp yang dikombinasikan dengan lensa Hruby.Sinar
tipis dapat menunjukkan perubahan pada permukaan diskus
optikus.Modalitas ini memungkinkan pembesaran tinggi, iluminasi yang
baik, dan pandangan stereoskopik diskus optikus.Alat ini memungkinkan
pengukuran kuantitatif diameter diskus. Teknik ini membutuhkan kerja
26
sama yang baik dengan pasien dan ukuran pupil sedang untuk
mendapatkan gambaran diskus yang jelas.1
27
Gambar 2.14 Gambaran Diskus Optikus Mata Kanan Glaukomatosa2
h. Pemeriksaan Lapang Pandang
Metode standar yang digunakan dalam mengukur disfungsi visual akibat
cedera glaukomatosa adalah perimetri klinis. Perimetri mengukur
perbedaan sensitivitas cahaya, atau kemampuan pasien untuk
membedakan stimulus pada background yang sama. Lapang pandang
dideskripsikan oleh Traquair sebagai sebuah pulau yang tampak
ditengah laut yang gelap.Pulau tersebut merupakan representasi grafik
3-dimensi dari perbedaan sensitivitas cahaya pada posisi yang berbeda.
Perimetri pada pasien glaukoma dilakukan untuk mengidentifikasi dan
menghitung gangguan lapang pandang dan untuk memeriksa progresi
glaukomatosa.1
Terdapat 2 jenis perimetri yang digunakan pada saat ini, yaitu
perimteri statis automatis yang menggunakan bowl perimeter atau video
monitorserta perimetri kinetis dan statis manual yang menggunakan
perimeter Goldmann.Perimetri statis automatis telah menjadi standar
pemeriksaan fungsi visual pada glaukom dalam 2 dekade terakhir.
Pengukuran ambang sensitivitas biasanya dilakukan pada beberapi lokasi
pemeriksaan dengan menggunakan stimulus putih pada background putih
yang dikenal dengan standard automated perimetry (SAP).1
Terdapat beragam defek lapang pandang yang dapat ditemukan
pada pasien glaukoma.Seluruh defek tersebut dapat berkembang menjadi
28
defek berat yang ditemukan pada glaukoma stadium lanjut. Defek
tersebut antara lain:6
Generalized depression
Depresi generalisata dapat menjadi tanda awal dari glaukoma,
namun juga dapat terjadi akibat penuaan, miosis, atau kekeruhan
media.Pada perimetri kinetik, depresi generalisata tampak sebagai
kontriksi generalisata dari isopter perifer dan sentral. Meskipun
temuan ini tidak spesifik untuk glaukoma, namun temuan depresi
unilateral atau lebih buruk pada satu mata yang disertai dengan TIO
yang tinggi dan rasio cup:disc yang besar harus dicurigai mengarah
ke glaukoma.6
29
sebagai pembelokan ke arah dalam pada isopter dengan perimetri
manual, atau dengan penurunan sensitivitas pada pemeriksaan statis.
Jika step yang sesuai dengan raphe horizontal ditemukan, maka
defek memang ada. Defek tersebut dapat terjadi pada sentral, perifer
dan keduanya, dan dapat dihubungkan dengan dekek area Bjerrum.6
30
Gambar 2.17 Pembesaran blind spot6
Skotomata parasentral terisolasi
Pemeriksaan perimetri manual yang menggunakan kombinasi
teknik statis dan kinetik dapat menunjukkan skotomota parasentral
yang kecil.Defek glaukomatosa dini memiliki pusat yang pekat dan
kecil. Jika glaukoma berkembang, defek tersebut akan membesar,
semakin dalam dan akan membentuk skotomata arcuata. Respon
yang tidak konsisten pada area parasentral dapat menjadi tanda dini
dari perubahan glaukomatosa6
Defek arcuata
Skotoma arcuata merupakan total defek dari berkas serabut saraf.
Temuan diawali dengan bintik buta, melengkung disekitar fiksasi
dan berakhir pada raphe nasal horizontal.Defek dapat memasuki
daerah perifer secara nasal dan meluas hingga menjadi sebuah
defek altitudinal. Defek arcuata merupakan temuan klasik pada
glaukoma stadium pertengahan dan akhir.6
Central & temporal islands
Sebagian besar akson pada kutub superior dan inferior telah rusak
pada glaukoma stadium lanjut, sehingga hanya menyisakan berkas
papillomakular dan beberapa serabut nasal.Kerusakan ini
menyebabkan lapang pandang yang khas pada stadium lanjut,
dengan yang tersisa hanyalah pulau kecil di sentral dan lengkungan
di temporal yang lebih besar. Pulau sentral mungkin akan
31
membelah fiksasi sehingga hanya serabut dari setengan berkas
papilomakular yang tersisa.6
Reversal of visual field defects
Fluktuasi dan peningkatan familiaritas terhadap pemeriksaan dapat
menyebabkan temuan perbaikan pada pemeriksaan lapang
pandang.Sedikit perbaikan defek lapang pandang dapat terjadi pada
pasien yang menjalani terapi glaukoma. Meskipun demikian,
pasien glaukoma tidak akan mendapaktan fungsi visualnya kembali
dengan pengobatan, bahkan pasien dapat kehilangan fungsi
visualnya meskipun telah dikontrol.6
Seluruh defek diatas dapat ditemukan pada glaukoma sudut terbuka kronis.
Pada stadium awal, dapat ditemukan generalized depression yang akan
berkembang secara bertahap dari skotomata parasentral menjadi arcuata dan
kemudian menjadi atitudinal dan berakhir pada defek stadium akhir. Defek
biasanya akan semakin padat dan meluas pada sebelah lapang pandang sebelum
akhirnya menuju sisi lainnya.6
2.9 Tatalaksana
Regimen pengobatan yang dipilih untuk glaukoma harus mencapai tujuan
dengan risiko terendah, efek samping paling sedikit, dan yang menyebabkan
32
sedikit gangguan pada kehidupan pasien, dengan mempertimbangkan biaya
pengobatan. 1,5
Glaukoma Sudut terbuka
Target range TIO menjadi tujuan dari terapi. Pengobatan biasanya dimulai
dengan satu obat topikal, kecuali TIO awal sangat tinggi, dalam hal ini 2 atau
lebih obat dapat ditunjukkan. Pemilihan agen untuk terapi medis awal harus
dilakukan secara individual berdasarkan keampuhan, keamanan, dan tolerabilitas
obat, status dan kebutuhan pasien. Analog Prostaglandin, a2-agonis, dan CAIs
topikal adalah pilihan yang masuk akal untuk terapi lini pertama. Analog
prostaglandin sekali sehari adalah agen paling efektif untuk menurunkan TIO, dan
mereka memiliki profil keamanan sistemik yang terbaik. Dengan demikian,
mereka biasanya adalah kelas pertama obat yang digunakan pada kebanyakan
pasien. 1,5
Jika 1 obat tidak memadai untuk mengurangi TIO ke kisaran yang
diinginkan, obat pertama dapat dihentikan dan gantikan dengan yang lain. Jika
tidak ada agen tunggal yang mengendalikan tekanan, kombinasi agen topikal
harus digunakan. Sekali lagi, individualisasi pilihan agen sangat membantu
pemilihan obat lini kedua. Jika pasien memerlukan 3 atau lebih obat, kepatuhan
menjadi lebih sulit dan potensi efek samping okular dan sistemik lokal meningkat.
1,5
33
tidak menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikiran, dan
rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat beta topical.
Apraklonidin
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergic alfa 2 baru yang menurunkan
pembentukan akuos humor tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipiverin
memilii efek pada pembentukan akuos humor
Inhibitor karbonat anhidrase
Asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat
alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaukoma kronik
apabila terapi topical tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut
dimana tekanan intraocular sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini
mampu menekan pembentukan akuos humor sebesar 40 60 %. Asetazolamid
dapat diberikan peroral dalam dosis 125 250 mg sampai tiga kali sehari atau
sebagai Diamok Sequel 500 mg sekali atau dua kali sehari atau daoat diberikan
secara intravena (500 mg).
34
terutama pada pasien dengan katarak, dan spasme akomodatif yang mung-kin
mengganggu bagi pasien muda. Ablasio retina adalah kejadian yang jarang tetapi
serius.
Epinefrin
Epinefrin, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan
aliran keluar humor akueus dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan
humor akueus. Terdapat sejumlah efek samping okular ekster-nal, termasuk
vasodilatasi konjungtiva refleks, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis,
dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema
makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus. Dipivefrin
adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan
sudut kamera anterior sempit.
35
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting
dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
sikloplegik (siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot
siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik
lensa ke belakang.
36
yang memungkinkan aquos humor mengalir keluar dari ruang anterior melalui
lubang bedah di sklera dan masuk ke ruang subconjunctival dan sub-Tenon.
c. Trabeculectomy techniques
Pengetahuan anatomi internal dan eksternal daerah limbal sangat penting untuk
operasi insisional yang berhasil. Trabeculectomy adalah prosedur penyaringan
ketebalan parsial dijaga ketat di mana blok jaringan corneoscleral perifer diangkat
di bawah flap skleral. Flap skleral memberikan resistansi dan membatasi aliran
aqueous keluar, sehingga mengurangi komplikasi yang terkait dengan hipotensi
dini, seperti ruang anterior datar, katarak, efusi koroid serous dan detasemen
choroidal hemoragik, hipotensi maculopathy, dan edema saraf optic.
Trabeculectomy yang sukses melibatkan pengurangan TIO dan penghindaran atau
penanganan komplikasi. Berbeda dengan operasi katarak, keberhasilan
trabekulektomi sering bergantung pada intervensi pascabencana yang tepat dan
tepat waktu untuk mempengaruhi fungsi filter.
d. Agen antifibrotik
Aplikasi agen antifibrotik seperti 5-fluorouracil (5-FU) dan mitomycin C
(MMC) menghasilkan TIO yang lebih rendah setelah trabekulektomi. Namun,
tingkat komplikasi postoperatif yang serius dapat meningkat, dan agen ini tidak
boleh digunakan tanpa pandang bulu. Karena penggunaannya dikaitkan dengan
peningkatan risiko hipotensi maculopathy, agen antimonotik harus digunakan
dengan hati-hati pada trabeculectomies primer pada pasien muda dengan miopia..
37
Meskipun 5-FU pada awalnya dianjurkan untuk digunakan pada kelompok
berisiko tinggi seperti pasien dengan mata aphakic atau pseudophakic, glaukoma
neovaskular, atau riwayat operasi yang disalahgunakan, sekarang digunakan
secara rutin oleh banyak ahli bedah. Agen ini dapat digunakan secara intraoperatif
(50 mg / mL pada spons bedah) dengan cara yang serupa dengan yang dijelaskan
selanjutnya untuk MMC. Regu untuk pemberian pasca operasi bervariasi sesuai
dengan respons penyembuhan yang diamati. Dosis individu 5-10 mg dalam 0,1-
0,5 cc dapat disuntikkan. Dosis total dapat dititrasi dengan respon penyembuhan
yang diamati dan toksisitas kornea. Komplikasi seperti cacat epitel kornea
biasanya terjadi dan memerlukan penghentian injeksi 5-FU. Situs injeksi 5-FU
dapat bervariasi: 180 jauh dari lokasi trabekulektomi atau di fornik bagian atas
yang berdekatan dengan bleb. Karena agen ini sangat basa, ahli bedah harus
menghindari penyuntikan 5-FU yang dekat dengan flap skleral untuk mengurangi
risiko paparan intraokular.
e. Manajemen flap
Teknik yang memungkinkan penutupan awal skleral yang lebih ketat
membantu mencegah hipotensi postopera dini. Dua dari teknik ini adalah
penggunaan jahitan flap releasable dan tempat jahitan tambahan yang dapat
dipotong pascabencana untuk memfasilitasi arus keluar setelah trabekulektomi.
Dalam lisis jahitan laser (LSL), konjungtiva dikompres dengan Zeiss goniolens
atau lensa yang dirancang untuk lisis jahitan (seperti lensa Hoskins, Ritch,
Mandelkorn, atau Blumenthal), dan laser hijau argon (ditetapkan pada 300-600
mW pada durasi 0,02 - 0,1 detik dengan ukuran spot 50 - 100 flm) atau laser
merah biasanya dapat melilitkan jahitan nilon yang dipilih dengan satu aplikasi.
Hal ini penting untuk menghindari menciptakan burner konjungtiva tebal penuh.
Durasi yang lebih pendek dari energi laser dan penghindaran pigmen atau darah
sangat membantu untuk mencegah luka bakar semacam itu. Keberhasilan operasi
glaukoma tergantung pada manajemen pasca operasi yang hati-hati.
Kortikosteroid topikal biasanya diberikan secara intensif (minimal 4 kali sehari).
Endophthalmitis yang berhubungan dengan late-onset adalah komplikasi
operasi penyaringan yang berpotensi menghancurkan. Insiden endophthalmitis
pasca operasi yang terkait dengan operasi glaukoma dengan atau tanpa obat
38
antifibrosis telah dilaporkan berkisar antara 1,3% per tahun pasien untuk blebs
superior sampai 7,8% per tahun pasien untuk blebs inferior. Faktor risiko
endophthalmitis terkait bleb meliputi blepharitis atau konjungtivitis, trauma
okular, obstruksi saluran na- solasrimal, penggunaan lensa kontak, kebocoran bleb
kronis, jenis kelamin laki-laki, dan usia muda. Trabeculectomy yang dilakukan
pada limbus inferior dikaitkan dengan risiko endophthalmitis terkait bleb yang
tidak dapat diterima. Penggunaan obat antifibrosis tambahan seperti 5-FU atau
MMC telah dikaitkan dengan peningkatan risiko endophthalmitis terkait bleb,
mungkin karena bleb ini sering berdinding tipis dan avaskular. Pasien mungkin
mengalami blebitis atau dengan blebitis dan endophthalmitis
39
sudut tertutup utama yang tidak terkontrol dengan obat atau setelah iridotomi laser
saat operasi katarak saja tidak memungkinkan pemberian kontrol lop yang
berhasil. Banyak ahli bedah melakukan trabekulektomi dengan operasi katarak
saat TIO stabil namun pasien menggunakan 2 sampai 3 obat penurun TIO. Tujuan
dalam kasus ini adalah untuk menghindari masalah perioperatif dengan
peningkatan TIO dan untuk mencapai pengurangan jangka panjang dalam jumlah
obat yang dibutuhkan.
2.10 Prognosis
Setelah pengobatan awal dari glaukoma, pemantauan perkembangan
pasien dibutuhkan utntuk memonitor stabilitas dari TIO, Nervus Optikus, dan
cakupan lapangan pandang, kepuasan pasien akan terapi, efek samping dari terapi,
dan efektifitas dari konseling yang diajarkan kepada pasien. Follow Up juga
memberikan kesempatan untuk memastikan kembali diagnosis. Penatalaksanaan
dari glaukoma5
Sebagian besar dari pasien Glaukoma Primer Sudut Terbuka akan memiliki
gangguan penglihatan di sepanjang hidup mereka. Beragam insidens kebutaan
sudah dilaporkan, diperkirakan kebutaan unilateral terjadi sebanyak 27% dan
kebutaan bilateral terjadi sebanyak 9%, 20 tahun setelah diagnosis ditegakan.
Prevalensi dari kebutaan bilateral pada orang kulit hitam di Amerika Serikat
didapatkan sebanyak 8% sementara pada orang kulit putih hanya sebanyak 4%.
Pasien yang mempunyai risiko terbesar untuk mengalami kebutaan adalah pasien
yang sewaktu terdiagnosis sebagai glaukoma telah memiliki penurunan luas
lapangan pandang.9
Pengobatan dengan medikamentosa, laser, dan pembedahan untuk
menurunkan TIO sudah terbukti secara nyata memperlambat atau mungkin
menghentikan progresivitas dari perkembangan penyakit. Banyak uji klinis yang
telah membuktikan efektifitas dari berbagai cara penurunan TIO dan
membandingkan berbagai penatalaksanaan diberbagai kondisi klinis. Pada
penelitian dengan suatu manifestasi awal glukoma yang diikuti selama 6 tahun, 45
62% pasien mengalami penurunan TIO sebanyak 25% setelah diterapi. Sebuah
studi dari Collaborative Initial Glaukoma Treatment Study (CIGTS) menunjukan
hasil yang relatif sama antara terapi bedah inisial dan terapi medikasi inisial
40
sebagai moda penatalaksanaan dari glaukoma setelah 5 tahun, dengan perbaikan
lapangan pandang yang nyata hanya terjadi pada 10 13% objek penelitian.
Penelitian yang dilakukan Advanced Glaukoma Intervention Study (AGIS),
kelompok pasien dengan TIO yang selalu berada terjaga dibawah 18mmHg tidak
memperlihatkan adanya penurunan lapangan pandang yang progresif; pasien
dengan TIO rata-rata sekitar 14mmHg atau kurang selama 18 bulan pertama akan
mempunyai prognosa lebih baik daripada pasien yang memiliki TIO rata-rata
lebih besar dari 17,5 mmHg.10
2.11 Komplikasi
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara
perlahan hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total.1,5
.
41
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
1. Glaukoma merupakan sekelompok penyakit dengan gambaran neuropati optik
yang khas berupa pencekungan dan pengikisan struktur jaringan saraf dan
jaringan ikat pada diskus optikus yang akan menyebabkan gangguan lapang
pandang.
2. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang tersering, bersifat
kronik dan bersifat progressive.
3. Etiologi glaucoma primer sudut terbuka antaranya kerusakan fungsi trabekula
dan peningkatan tekanan intra okuler.
4. Beberapa faktor risiko glaucoma primer sudut terbuka adalah umur lebih dari
40 tahun, peningkatan tekanan intraokuler, keturunan Amerika-Afrika, riwayat
trauma ocular, penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen,
myopia, diabetes mellitus, penyakit vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi
sistemik dan insufisiensi vascular.
5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
6. Tatalaksana meliputi non-bedah dan bedah.
7. Komplikasi glaukoma primer sudut terbuka adalah kerusakan saraf mata dan
bisa menyebabkan kebutaan.
8. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis yang tidak dapat
diobati dan hanya dapat diperlambat.
42
DAFTAR PUSTAKA
43