Chapter I
Chapter I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tanah. Beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA) adalah penetapan tentang jenjang kepemilikan hak atas penguasaan tanah
dan serangkaian wewenang, larangan, dan kewajiban bagi pemegang hak untuk
Undang Pokok Agraria atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 adalah tentang
Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Bangunan,
Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan, Hak Guna Air, Hak Guna Ruang
memiliki tanah akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya
dilanggar. Arti penting tanah bagi manusia sebagai individu maupun negara sebagai
organisasi masyarakat yang tertinggi, secara konstitusi diatur dalam Pasal 33 ayat (3)
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya lebih
dikenal dengan sebutan UUPA. Dalam UUPA kita lihat adanya perbedaan pengertian
bumi dan tanah. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilihat dari kedua pasal
dibawah ini :
dengan istilah bumi. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria pengertian bumi meliputi
permukaan bumi (yang disebut tanah) berikut apa yang ada dibawahnya yang berada
dibawah air.
Atas dasar hak menguasai dari negara, ditentukan adanya macam-macam hak
atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai
berbagai jenis hak atas tanah seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna
Usaha dan sebagainya. Akibat pemanfaatan tanah sesuai dengan kebutuhan manusia
3
pemilikan hak atas tanah. Selain itu tanah juga sering menjadi obyek yang sangat
subur untuk dijadikan ladang sengketa oleh berbagai pihak dan kelompok.1
semua pihak baik dari masyarakat, swasta, maupun instansi pemerintah. Hal ini
hukum. Salah satu penyebabnya adalah karena masih terjadi benturan konsep
penguasaan tanah secara hukum adat dengan konsep penguasaan tanah berdasarkan
Sehubungan dengan itu hak menguasai negara dan hak penguasaan tanah
menurut hukum adat (hak ulayat) perlu mendapatkan legalisasi, sehingga hak-hak
atas tanah yang timbul atas dasar hak menguasai negara dan hak ulayat, yang
diberikan kepada Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia dalam bentuk Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan lain-lain perlu didaftarkan untuk
persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu
1
Arif Budiman, Fungsi Tanah dan Kapitalis, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), halaman 69.
2
Syafruddin Kalo, Kebijakan Kriminalisasi Dalam Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah Di
Indonesia : Suatu Pemikiran, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu
Hukum Agraria pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006, halaman 2.
3
Ibid.
4
dan jika mereka mengerjakan secara terus menerus, maka tanah tersebut dapat
Hak ulayat yang diakui oleh masyarakat adat ini merupakan Hak Pakai tanah
oleh individu, namun kepemilikan ini diakui sebagai milik bersama seluruh anggota
haknya atas tanah yang dibuka kepada anggota dari masyarakat lain atau pendatang
dari luar masyarakat tersebut, kecuali dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati
Hak ulayat ini mengandung aspek hukum privat, yaitu unsur kepunyaan yang
termasuk bidang hukum perdata dan aspek hukum publik yaitu tugas kewenangan
untuk mengatur penguasaan dan memimpin tanah bersama termasuk bidang hukum
atau bersama-sama dengan para ketua adat masyarakat hukum adat yang
bersangkutan dan merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dilingkungan
tersebut baik langsung maupun tidak langsung adalah bersumber dari padanya. 6
Dalam Pasal 3 UUPA No. 5 Tahun 1960 dinyatakan dengan tegas bahwa hak
ulayat masih berlaku sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan harus
4
Ibid, halaman 7.
5
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,
1984), halaman 201 202.
6
Syafruddin Kalo, Ibid, halaman 8.
5
tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Dengan demikian, hak
ulayat diakui eksistensinya bagi suatu masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada yang dapat diketahui dari kegiatan sehari-hari,
pelaksanaan hak ulayat dibatasi sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan
negara.
muncul lagi kasus tanah antara TNI dengan masyarakat Alas Tlogo di Kabupaten
Pasuruan, Jawa Timur yang juga perlu penanganan sangat serius dari pihak
pemerintah. Sengketa pertanahan yang saat ini terus bermunculan menjadi masalah
pelik yang belum bisa dicarikan jalan keluar yang terbaik. Masalah pertanahan ini
tidak terlepas dari pengalih fungsian tanah dari yang semula untuk kepentingan
Permasalahan pertanahan ini juga sering timbul karena tanah yang sudah
diterbitkan sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah tidak diusahakan oleh
pemiliknya secara maksimal bahkan diterlantarkan dalam waktu yang lama, sehingga
secara liar ataupun secara tidak sah, yang pada gilirannya akan menimbulkan konflik
orang, Badan Hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
sampai tingkat Mahkamah Agung. Menurut pengakuan Rouli Rosdiana Sibarani dan
Josep Sinaga, tanah yang dikuasai mereka merupakan tanah warisan dari Washington
Sinaga Porti yaitu pomparan garis keterunan raja sinaga porti kepada ibeberenya yang
kebetulan bermarga sinaga juga yaitu sinaga dari pomparan garis keturunan raja
sinaga sidallogan. Dan menurut pengakuan dari Rouli Rosdiana Sibarani, Marolop
Sinaga bersama istri pernah datang kerumah 6 (enam) tahun yang lalu meminta izin
untuk mengerjakan sebagian dari tanah milik Rouli Rosdiana Sibarani, kemudian
Rouli Rosdiana Sibarani memberikan izin dengan syarat tidak boleh menanam
tanaman keras dan bila diperlukan setiap saat mereka harus bersedia secara sukarela
mengembalikannya tanpa menuntut ganti rugi. Akan tetapi ketika Rouli Rosdiana
Sibarani membuat jalan menuju keareal tanah miliknya tersebut, Marolop Sinaga
keberatan dan mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan miliknya yang berasal
Dengan kata lain, kunci utama penyelesaian konflik pemilikan tanah ada pada
Republik Indonesia harus secara tegas yang berkaitan dengan surat-surat tanah yang
yang tertulis, lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten, sesuai dengan
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana Syarat-syarat dan prosedur pendaftaran Hak Milik atas tanah yang
2. Bagaimana kepastian hukum atas tanah Sertipikat Hak Milik yang terbit diatas
hak ulayat?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Syarat-syarat dan prosedur pendaftaran Hak Milik atas tanah
2. Untuk mengetahui kepastian hukum atas tanah Sertipikat Hak Milik yang terbit
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang
akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini
sudah ada.
E. Keaslian Penelitian
ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan
judul mengenai Tinjauan Yuridis Atas Pensertipikatan Tanah Yang Berasal Dari Hak
Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan
yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli.
1. Kerangka Teori
yang tertinggi.7 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari
mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus
mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal dalam
penelitian ini.9
Kerangka teori yang dijadikan sebagai fisio analisis dalam penelitian ini
adalah kepastian hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran
tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat
7
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), halaman 254.
8
Ibid, halaman 253.
9
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian , (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994),
halaman 80.
10
hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum
maka sangat penting bahwa hukum ditempatkan dan diakui sebagai suatu gejala
merupakan perbuatan hukum dalam rangka pembuktian dimasa yang akan datang.
Dengan demikian maka orang, karena tidak ada bukti, tidak dapat merujuk pada apa
sehingga kepastian hukum yang merupakan jaminan fundamental bagi penegakan hak
a. Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hal ini
dimungkinkan karena sifat dan watak hukum yang memberi pedoman dan
petunjuk tentang bagaimana berperilaku dalam masyarakat. Menunjukkan mana
10
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), halaman 49-50.
11
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1988),
halaman 58.
12
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001)
halaman 154-155.
11
yang baik dan mana yang tercela melalui norma-normanya yang mengatur
perintah-perintah ataupun larangan-larangan, sedemikian rupa sehingga warga
masyarakat diberi petunjuk untuk bertingkah laku.
b. Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir bathin.
Hukum dengan sifat dan wataknya yang antara lain memiliki daya mengikat baik
fisik maupun psikologis. Daya mengikat dan bila perlu memaksa ini adalah watak
hukum yang menangani kasus-kasus nyata dan memberi keadilan dan
menghukum yang bersalah.
c. Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan. Salah satu daya mengikat
dan memaksa dari hukum juga dapat dimanfaatkan dan didayagunakan untuk
menggerakkan pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan merupakan
alat bagi otoritas untuk membawa masyarakat kearah yang lebih maju.
d. Fungsi kritis dari hukum. Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa
hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata
melakukan pengawasan pada aparatur pengawasan, pada aparatur pemerintah
(petugas) dan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya.
tujuan tetapi dia hanyalah sebagai alat. Yang mempunyai tujuan adalah manusia.
Akan tetapi karena manusia sebagai anggota masyarakat tidak mungkin dapat
dipisahkan dengan hukum, maka yang dimaksud dengan tujuan hukum adalah
mencapai tata tertib antar hubungan manusia dalam kehidupan sosial kata R. Abdoel
Djamali.14 Lebih lanjut disebutkan hukum menjaga keutuhan hidup agar terwujud
suatu keseimbangan psikis dan fisik dalam kehidupan, terutama kehidupan kelompok
sosial yang merasakan tekanan atau ketidak tepatan ikatan sosial. Berarti hukum juga
13
Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarata : Badan Penerbit Iblam, 2006), halaman 11.
14
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006),
halaman 2-3.
12
yang diharapkan oleh peraturan perundangan sangat sulit kita dapatkan. Dikatakan
oleh Satjipto Rahardjo bahwa apa yang diidealkan oleh hukum adalah ketertiban atau
keteraturan (order) terhadap kehidupan sosial, tetapi yang muncul ketidak teraturan
hukum. Pertama bagi penduduk pribumi berlaku hukum adat, sedangkan yang kedua
bagi golongan lainnya berlaku hukum Barat, karena pada masa penjajahan, sistem
sistem hukum Belanda dan Eropa. Akan tetapi, pada kenyataan kepentingan golongan
Bumi Putera selalu dalam posisi yang lemah bahkan tidak menjamin adanya
kepastian hukum bagi hak-hak rakyat atas tanah dan mengabaikan keberadaan hukum
15
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003), halaman 178.
16
Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peranan Hukum Adat di Indonesia, (Jakarta : Kurniaesa, 1981),
halaman 28.
13
dipergunakan sejak tahun 1920, yakni dalam peraturan perguruan tinggi ( N.stb. 1920
menulis bahwa hukum adat adalah perangkat kaidah yang berlaku bagi penduduk
asli dan golongan timur asing yang disatu pihak mempunyai sanksi (karena itu
merupakan ilmu) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan (karena itu merupakan
adat).19
pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat. Didalam pidato Dies tahun
rakyat yang ikut serta dalam perilaku hukum atau pada terjadinya pertentangan
17
Ibid, halaman 30.
18
Ibid, halaman 34.
19
Op.Cit, halaman 28.
14
bertentangan dengan keyakinan hukum masyarakat, tetapi hal itu tercakup dalam
2. Sedangkan rumusan yang kedua dalam orasinya tahun 1937 yang berobyek
Hukum adat, adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan para
authority) serta pengaruh dan yang dalam pelaksanaannya berlaku serta merta
Dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa : Negara mengakui
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
undang. Hal ini berarti bahwa negara masih mengakui hak atas tanah yang dikuasai
berdasarkan hukum adatnya selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
Hukum adat adalah aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang pribumi
dan orang-orang Timur Asing, yang satu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan
hukum) dan dilain pihak tidak dikodifikasi (maka dikatakan adat).22 Soepomo
20
Iman Sudiyat, Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar.,(Yogyakarta: Liberty, 1981),
halaman 6.
21
Soerjono, Op.cit. halaman 29.
22
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 2003),
halaman 15.
15
memberikan definisi tentang hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis didalam
yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, toh ditaati dan didukung oleh
persepsi warga mayarakat mengenai hukum dan juga penegak hukumnya. Kecuali
dari itu, apabila dalam konteks-konteks sosial tertentu ternyata sarana pengendalian
sosial lainnya lebih efektif, maka peranan hukum berkurang. Hazairin memberikan
suatu uraian yang relatif panjang mengenai masyarakat hukum adat, sebagai
berikut:24
23
Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Tarsito, 1996), halaman 13.
24
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), halaman 93.
16
Tanah negara mengandung aspek publik, artinya aspek yang menonjol disini
adalah aspek kewenangan mengatur dan mengusai tanah oleh negara. Adapun ruang
Pokok Agraria (UUPA), yang termasuk hak atas tanah tanah meliputi Hak Milik,
Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), Hak Sewa,
hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan. Menurut Maria SW Sumardjono,
Kelompok pertama adalah hak milik, sedangkan kedua adalah HGU, HGB, HP. 27
Tanah (hak) ulayat berakses publik dan perdata. Aspek publik tersebut
25
Maria SW Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya,
(Jakarta : Kompas, 2008), halaman 172.
26
Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi Dan Implementasi,
(Jakarta : Kompas, 2005), halaman 62.
27
Ibid, halaman 146.
17
kepala adat.28 Sedangkan aspek perdatanya mengandung arti bahwa hak ulayat
merupakan hak ulayat untuk itu bukan hak milik dalam arti yuridis, melainkan hak
punya bersama.29 UUPA tidak memberikan penjelasan tentang hak ulayat. UUPA
hanya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak ulayat dan hak-hak serupa itu
ialah apa yang didalam perpustakaan adat disebut beschikkingsrecht. Terhadap tidak
adanya pengaturan lebih lanjut hak ulayat dalam UUPA, Boedi Harsono berpendapat;
air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu,
pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat.
hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai dari
Pemerintah.31
Hak menguasai negara meliputi semua bumi, air, dan ruang angkasa baik yang
sudah dihakki oleh seseorang maupun tidak. Penguasaan tanah terhadap tanah
yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak, dibatasi oleh isi dari hak itu,
artinya sampai seberapa negara memberikan kekuasaan kepada seseorang
yang mempunyainya untuk menggunakan haknya. Sedangkan kekuasaan
negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau
pihak lain adalah sangat luas dan penuh. Misalnya negara dapat memberikan
tanah yang sedemikian itu kepada seseorang atau badan hukum, dengan suatu
hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai ataupun dengan memberikan Hak
Pengelolaan pada suatu badan penguasa. Dalam pada itu, kekuasaan negara
atas tanah-tanah ini pun sedikit atau banyak dibatasi pula oleh hak ulayat dari
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum sepanjang kenyataan hak ulayat itu
masih ada.32 Pengertian penguasaan dan menguasai diatas adalah
merupakan aspek publik.
1. Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air dan
ruang yang ada diatasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
31
Ibid, halaman 48
32
Lihat, Penjelasan Umum UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Bagian II.
33
Soedikno Mertokusumo, Hukum Dan Politik Agraria, (Jakarta : Karunika-Universitas
Terbuka, 1988), halaman 445.
19
Hak atas tanah yang terjadi menurut hukum adat adalah hak milik. Terjadinya
hak milik ini melalui pembukaan tanah dan lidah tanah (Aanslibbing). Yang
bersama-sama oleh masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh kepala/ketua adat.
ditepi sungai, danau, atau laut. Tanah yang tumbuh demikian ini menjadi
34
Urip santoso, Ibid, halaman 54.
20
terjadinya hak milik secara demikian ini juga melalui suatu proses pertumbuhan
Lidah tanah (aanslibbing) adalah tanah yang timbul atau muncul karena
berbeloknya arus sungai atau tanah yang timbul ditepi pantai. Tanah ini berasal
dari endapan lumpur yang makin lama makin meninggi dan mengeras. Timbulnya
tanah ini bukan karena kesengajaan dari seseorang atau pemilik tanah yang
berbatasan, melainkan terjadi secara alamiah. Dalam hukum adat, lidah tanah
yang tidak begitu luas menjadi hak bagi pemilik tanah yang berbatasan.
Menurut Pasal 22 ayat (1) UUPA, terjadinya hak milik menurut hukum adat
Hak atas ini terjadi melalui permohonan pemberian hak atas tanah negara.
Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999, yang dimaksud pemberian hak atas tanah
adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara,
f. Perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
g. Perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah
Negara.
h. Pembaruan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah
Negara.
i. Pembaharuan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Hak
Pengelolaan.
permohonan pemberian hak atas tanah atas tanah negara kepada Kepala Badan
Kabupaten/Kota setempat.
atas tanah ini terjadi karena ketentuan undang-undang diatur dalam ketentuan-
hak atas tanah ini atas dasar ketentuan konversi (perubahan status hak) menurut
UUPA. Sejak berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960, semua hak
atas tanah yang ada sebelumnya diubah menjadi hak atas tanah yang diatur dalam
UUPA.
Yang dimaksud dengan konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan
dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya
UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA (Pasal
penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang
lama, yaitu hak-hak atas tanah menurut BW dan tanah-tanah yang tunduk pada
hukum adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah menurut ketentuan
UUPA.38
c. Peraturan Menteri Pertanian dan agraria No. 2 Tahun 1962 tentang Penegasan
37
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaan dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum, (Jakarta : Rajawali, 1989), halaman 145.
38
A.P Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-Undang Pokok Agraria,
(Bandung : Mandar Maju, 1989), halaman 5.
23
Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 maka tidak
diterbitkan lagi hak-hak tanah yang tunduk kepada hukum adat dan tanah barat
dengan ketentuan Staatsblad 1948 No. 54 tentang pembaharuan akta tanah baik
hak eigendom, erfpacht dan opstal tidak dapat dilakukan lagi, demikian juga tidak
mungkin diterbitkan lagi hak-hak atas tanah yang tunduk kepada Burgelijk
Wetbook (BW).
Pengertian konversi hak-hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah
menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria.
Bagi tanah adat yang wewenangnya mirip atau hampir sama dengan hak milik
menurut UUPA yang ada pada saat mulai berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960
yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik, maka hak atas tanah adat
menjadi hak milik tetapi dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Guna
39
Urip santoso, Ibid, halaman 58.
24
Pengertian hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 menyebutkan hak milik adalah hak yang turun temurun,
terkuat dan terpenuhi dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 6. Dari pasal hak milik atas tanah ialah hak turun temurun
terkuat dan terpenuhi. Turun temurun artinya bahwa hak milik dapat diwariskan
Terkuat artinya hak milik atas tanah dapat menjadi induk atau dibebani dengan
hak atas tanah yang lain, misalnya dengan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak
Sewa, Hak Gadai, Hak Usaha bagi hasil dan hak menumpang.
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dapat terjadi pada tanah Hak Milik.
Terjadinya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dibuktikan dengan Akta
Pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta PPAT ini didaftarkan
Tanah.
mengenai tanah milik karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik
tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna
b. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang berbunyi
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
c. Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang berbunyi
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh
pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
d. Pasal 44 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang berbunyi
Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh
pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
e. Pasal 44 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi
Pembebasan hak tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan
rumah susun, pembebanan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa
untuk bangunan atas hak milik, dan pembebasan lain pada hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan
Hak ulayat ini dalam bentuk dasarnya adalah suatu hak dari persekutuan
hukum adat atas tanah yang didiami, sedangkan pelaksanaannya dilakukan baik oleh
persekutuan itu sendiri, maupun oleh kepala persekutuan atas nama persekutuan.
asasnya bersifat tetap, artinya perpindahan hak milik atas wilayah ini tidak
Menurut Sudargo Gautama hubungan hak ulayat yang dikenal dalam hukum
adat ini tidaklah merupakan hubungan milik. Menurut hukum adat ini dalam rangka
hak ulayat dikenal adanya hak milik perseorangan. Hanya hak milik ini seolah-olah
dikekang oleh hak ulayat.40 Kelemahan hukum tanah adat pada umumnya berbentuk
tidak tertulis sehingga oleh masyarakat, terutama oleh aparat pemerintah dan penegak
Penggugat mengakui bahwa tanah terperkara yang mereka kuasai berasal dari
bercocok tanam diatas tanah terperkara tersebut, dan sepanjang penguasaan dan
pengusahaan tanah terperkara dari sejak Ompung (kakek) para Penggugat hingga
40
Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 1990), halaman 54.
27
diteruskan kepada orang tua para Penggugat hingga sekarang ini kepada para
Penggugat, tidak pernah ada pihak manapun juga yang mengajukan keberatan atau
gangguan atas penguasaan dan pengusahaan para penggugat. Dengan kata lain bahwa
setiap Warga Negara Indonesia yang menguasai tanah negara selama lebih dari 20
tahun berturut-turut, tanpa ada pihak lain yang keberatan, baik perorangan maupun
Nomor 5 Tahun 1999 menurut Pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan Hak Ulayat
adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat
tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk
mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut,
bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara
lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat
Pasal 2 ayat (1) pelaksanaan Hak Ulayat sepanjang pada kenyataannya masih
ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan
hukum adat setempat. Pasal 2 ayat (2) Hak Ulayat masyarakat hukum adat dianggap
1. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum
kehidupannya sehari-hari.
2. Terdapat tanah Ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga
sehari-hari.
tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum
tersebut.
Dalam Pasal 4 ayat (1) penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk Tanah
Ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 oleh perseorangan dan Badan Hukum
dapat dilakukan :
1. Oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan
menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh
pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut
ketentuan UUPA.
masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut
ketentuan UUPA berdasarkan pemberian hak dari negara setelah tanah tersebut
dilepaskan oleh masyarakat hukum adat atau oleh warganya sesuai dengan
41
Boedi Harsono, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, (Jakarta : Djambatan,
2000), halaman 63-65.
29
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi hukum tanah nasional secara utuh diambil dari konsepsinya hukum
adat, yang oleh Boedi Harsono dikatakan bahwa konsepsi hukum tanah nasional
individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung
kesamaan. Konsepsi ini masih relevan (dan harus tetap) dipertahankan untuk masa
kini maupun untuk masa yang akan datang, oleh karena konsepsi ini merupakan
penjabaran dari sila-sila pancasila dibidang pertanahan serta harus dijabarkan lebih
lanjut dalam politik pertanahan nasional sebagaimana yang digariskan dalam Pasal 33
Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep
adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang
1. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Sertifikat sebagai surat bukti tanda hak, diterbitkan untuk
42
Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, (PT. Sofmedia, 2009), halaman 45.
30
kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada
dalam surat ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.43
hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan
tersebut yang termasuk bidang hukum perdata, yaitu yang berhubungan dengan
hak bersama kepunyaan atas tanah tersebut. Ada juga termasuk hukum publik,
leluhur secara turun temurun diatas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan
atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum
masyarakatnya.
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Berasal Dari Hak Ulayat merupakan penelitian normatif yaitu penelitian yang
43
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta :
Djambatan, 2003), halaman 26.
44
Ibid, halaman 500.
31
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum
merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
2. Metode Pendekatan
berupa :
45
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. Raja
Grapindo Persada, 1995), halaman 12
46
Ibid, halaman 14.
47
Bambang Waluto, Penelitian Hukum Dalam Praktik, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996),
halaman 13.
32
a. Studi dokumen
b. Wawancara
Sengketa tanah yang berasal dari hak ulayat menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak yang berperkara, khususnya bagi pihak yang mengalami kekalahan
dalam putusan pengadilan. Dari pada itu diperlukan adanya wawancara yang
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengakuan hak ulayat yang telah terbit
4. Analisis Data
maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena
penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik
48
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1997), halaman 10.