Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyebab kebutaan terbanyak kedua di dunia setelah


katarak. Diperkirakan terdapat 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan
menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma
tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan. Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi
penduduk. Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40
tahun, tingkat risiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh
penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.1
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani, glaukos yang berarti hijau kebiruan,
hal ini senada dengan kesan warna pada pupil penderita glaukoma. Penyakit ini
ditandai dengan ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan
lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata
yang tidak normal. 2
Di Indonesia, glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal cukup
banyak yang menjadi buta karena penyakit ini. Pada glaukoma kronik dengan sudut
bilik mata depan terbuka, kerusakan pada saraf optik terjadi perlahan-lahan hampir
tanpa keluhan subyektif. Glaukoma akut sangat mengancam terjadinya kebutaan
karena datangnya tiba-tiba, atau mungkin didahului beberapa tanda prodromal. 3
Kebutaan akibat glaukoma dapat dicegah apabila diagnosis sudah dibuat sejak dini
dan diberikan penatalaksanaan yang tepat. 4

2
BAB II
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS
Nama : Tn I
Umur : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kandangsapi, Jebres, Surakarta.
Tgl pemeriksaan : 17 Juni 2017
No. RM : 01382565
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Kedua mata kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Moewardi dengan keluhan
kedua mata kabur sejak 1 tahun terakhir. Pasien merasa makin lama
semakin kabur hingga mengganggu aktivitas pasien. Saat ini, pasien
mengaku matanya yang kiri tidak bisa melihat sama sekali. Kadang terasa
sakit dan cekot-cekot di kedua mata. Pasien juga mengeluhkan mata
kirinya kadang-kadang berair (nerocos) . Keluhan tersebut tidak disertai
dengan silau, bloboken, mata merah, ataupun pandangan dobel pada
kedua mata. Pasien mengaku mempunyai riwayat tensi tinggi namun tidak
rutin mengkonsumsi obat tensi dan kontrol.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Ranap : disangkal
2. Riwayat hipertensi : (+) tidak terkontrol
3. Riwayat kencing manis : disangkal
4. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

3
5. Riwayat trauma mata : disangkal
6. Riwayat kacamata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat keluhan serupa : disangkal

E. Kesimpulan Anamnesis

OD OS
Proses Sekunder Sekunder
Lokalisasi Camera oculi anterior Camera oculi anterior
Sebab Katarak imatur Katarak imatur
Perjalanan Akut Akut
Komplikasi Kebutaan Kebutaan

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B. Vital Sign
BB : 55 kg
TB : 160 cm
TD : 150/90 mmHg
RR : 16 x/menit
HR : 84 x/menit
T : 37.1 0C
C. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh 6/20 0
a. pinhole Tidak maju Tidak maju
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4
c. refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. luka Tidak ada Tidak ada
c. parut Tidak ada Tidak ada
d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Sawo matang Sawo matang
d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Pasangan bola mata dalam
orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. strabismus Tidak ada Tidak ada
c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada

5
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 10 mm 10 mm
2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. kulit
1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada
2.) warna Sawo matang Sawo matang
3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal
7. sekitar glandula lakrimalis

6
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. palpasi Kesan normal Kesan normal
b. tonometri schiotz 24 24.5
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. konjungtiva fornix
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) benjolan Tidak ada Tidak ada
d. konjungtiva bulbi
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.)injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada

7
e. caruncula dan plika
semilunaris
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran 11 mm 11 mm
b. limbus Jernih Jernih
c. permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap
d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. keratoskop ( placido ) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan jernih Jernih
b. kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. warna Cokelat Cokelat
b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan
c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak
d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran 3 mm 3 mm
b. bentuk Bulat Bulat
c. letak Sentral Sentral
d. reaksi cahaya langsung Positif Positif
e. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

8
16. Lensa
a. ada/tidak Ada Ada
b. kejernihan Keruh tipis Keruh tipis
c. letak Sentral Sentral
e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
A. Visus sentralis jauh 6/20 0
B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
dalam orbita
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
H. Kelopak mata Dalam batas normal Dalam batas normal
I. Sekitar saccus Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
J. Sekitar glandula Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
K. Tekanan intarokular Dalam batas normal Dalam batas normal
L. Konjungtiva palpebra Dalam batas normal Dalam batas normal
M. Konjungtiva bulbi Dalam batas normal Dalam batas normal
N. Konjungtiva fornix Dalam batas normal Dalam batas normal
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal

9
P. Kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
Q. Camera okuli anterior Dalam batas normal Dalam batas normal
R. Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklat
S. Pupil Diameter 3 mm, bulat, Diameter 3 mm, bulat,
sentral sentral
T. Lensa keruh keruh

U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS BANDING
1. ODS Primary Open Angle Glaucoma (POAG)
2. ODS Glaukoma sekunder ec katarak

VI. DIAGNOSIS
1. ODS Primary Open Angle Glaucoma (POAG)

VII. TERAPI
1. Timolol 0.5% 2 x 1 tetes/hari
2. Carpine 2% 2 x 1 tetes/hari
3. Glaukon 3 x 1 tetes/hari
4. KSR 3 x 1 tetes/hari

VIII. PLANNING
1. Kontrol 1 bulan

10
IX. PROGNOSIS
OD OS
1. Ad vitam Bonam Bonam
2. Ad fungsionam Dubia Dubia
3. Ad sanam Dubia Dubia

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Bilik Mata Depan


Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan
pengaturan tekanan intraokuler. Cairan aqueos harus mengalir melalui bilik
mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki kanal Schlemm.2
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schwalbe, anyaman
trabekuler (yang terletak diatas kanal Schlemm) dan taji sklera (sceral spur).
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula
berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke
corpus siliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan
kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin
mengecil ketika mendekati kanal schlemm. Bagian dalam anyaman ini yang
menghadap bilik mata depan dikenal sebagai anyaman uvea, sedangkan bagian
luar yang dekat dengan kanal schlemm disebut anyaman korneoskleral. Serat-
serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut.
Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam diantara corpus siliare
dan kanal schlemm, tempat iris dan corpus siliare menempel. Saluran-saluran
eferen dari kanal schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera.1

Gambar 1. Anatomi bilik depan mata.

12
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang lubang, sehingga terdapat hubungan langsung antara
trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20
30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episkelera
dan vena siliaris anterior di badan siliar.1

B. Humor Aquous/Akuos Humor


1. Fisiologi Akuos Humor
Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang kamera
okuli anterior dan posterior. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari
plasma. Komposisi akuos humor sama dengan plasma, tetapi cairan
ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi, dan
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Akuos humor berfungsi
sebagai media refraksi dengan kekuatan rendah mengisi bola mata dan
mempertahankan tekanan intraokuler.4
Akuos humor disekresi oleh epitel badan siliaris dengan kecepatan 2-3
l/menit. Cairan ini mengisi kamera okuli posterior sebanyak 60l, serta
mengisi kamera okuli anterior sebanyak 250l.
Peranan penting akuos humor dalam fisiologi mata manusia adalah:
Sebagai pengganti sistem vaskular untuk bagian mata yang avaskular
seperti pada kornea dan lensa
Memberi nutrisi penting bagi mata (oksigen, glukosa, dan asam amino)
Mengangkat metabolit dan substansi toksik seperti asam laktat dan CO2
Berputar dan mempertahankan tekanan intra okuler yang penting bagi
pertahanan struktur dan penglihatan mata
Akuos humor mengandung askorbat dalam kadar yang sangat tinggi
yang sangat berperan untuk membersihkan radikal bebas dan melindungi
mata dari serangan sinar ultra violet dan radiasi lainnya,
Memberi respon imun humoral dan seluler pada saat terjadi infeksi dan
proses inflamasi. 5,6

13
Aquos humor dibentuk oleh korpus siliaris yang masing-masing
dibentuk oleh 2 lapis epitel diatas stroma dan dialiri oleh kapiler-kapiler
fenestrata, yang berisi pembuluh kapiler yang sangat banyak, yang terutama
difasilitasi oleh cabang lingkar arteri utama dari iris. Permukaan apikal dari
lapisan epitel luar (yang berpigmen) dan lapisan epitel dalam (yang tidak
berpigmen) satu dengan yang lainnya disatukan oleh tight junction, yang
merupakan bagian penting berhubungan dengan sawar darah akuos.
Lapisan epitel dalam yang menonjol ke kamera okuli posterior berisi
banyak mitokondria dan mikrovilli. Sel-sel ini diduga sebagai tempat
produksi akuos humor. Pembentukan aquos humor adalah suatu proses
biologis yang mengikuti irama sikardian. 6,7,8
Mekanisme fisiologis pembentukan aquos humor adalah
sebagai berikut:
a. Transpor aktif
Sekresi aktif membutuhkan energi untuk memindahkan substansi
secara selektif terhadap gradient elektrokimia serta tidak bergantung
pada tekanan. Sekresi aktif bertanggung jawab pada mayoritas
produksi cairan dan melibatkan aktifitas dari enzim karbonik anhidrase.
Ion-ion yang diangkut melalui epitel siliaris tidak berpigmen belum
jelas, menurut kebanyakan teori termasuk sodium, klorida, dan
bikarbonat. Sekresi aktif diperkirakan memproduksi 80% dari total
produksi akuos humor. Sisanya (20%) diproduksi secara difusi dan ultra
filtrasi.2,6
b. Difusi
Merupakan pergerakan pasif ion-ion melalui membran karena
perbedaan konsentrasi. Pada saat akuos humor melewati kamera okuli
posterior menuju kanalis schlemm, cairan ini berkontak dengan korpus
siliaris, iris, lensa, vitreus, kornea dan trabekular meshwork dan terjadi
pertukaran secara difusi dengan jaringan sekitarnya.1
c. Ultrafiltrasi
Adalah suatu proses dimana cairan dan bahan terlarut
melewati membran semi permeabel dibawah gradien tekanan. Setiap

14
menitnya 150 ml darah mengalir melalui kapiler prosesus siliaris,
sekitar 4% filter plasma mengalami penetrasi dalam dinding kapiler
kedalam rongga interstisial antara kapiler dan epitel siliaris. Dalam
korpus siliaris, gerakan cairan dipengaruhi oleh perbedaan tekanan
hidrostatis antara tekanan kapiler dan tekanan cairan interstisial, ditahan
oleh perbedaan antara tekanan onkotik plasma dan akuos humor.
Konsentrasi koloid di dalam ruang jaringan prosesus siliaris 75%
dari konsentrasinya di plasma. Konsentrasi tinggi koloid didalam ruang
jaringan prosesus siliaris akan mempengaruhi pergerakan cairan dari
plasma ke dalam stroma siliar, tetapi mengurangi gerakan cairan dari
stroma ke kamera okuli posterior.6
Komposisi akuos humor normal antara lain: Air (99,9%), Protein
(0,04%), Na+ (144mmol/kg), K+ (4,5 mmol/kg), Cl- (110 mmol/kg),
Glukosa (6,0 mmol/kg), Asam laktat (7,4 mmol/kg), Asam amino (0,5
mmol/kg), inositol (0,1 mmol/kg).5
2. Aliran Keluar Akuos Humor
Akuos humor mengalir keluar melalui dua jalur, yaitu jalur
trabekular dan jalur uveosklera.
a. Jalur trabekulum (konvensional)
Kebanyakan aqueous humor keluar dari mata melalui jalur
jalinan trabekula-kanal Schlemn-sistem vena. Jalinan trabekula
dapat dibagi kedalam tiga bagian: uveal, korneoskleral dan
jukstakanalikular. Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas
jaringan kolagen dan elastis yang dibungkus oleh sel-sel trabekular
yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin
mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar
ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase
humor akuos juga meningkat. Humor akuos bergerak melewati sel
endotelial yang membatasi dinding dalam kanal Schlemm. Sekali
berada dalam kanal Schlemm, akuos memasuki saluran kolektor
menuju pleksus vena episklera melalui kumpulan kanal sklera.2

15
b. Jalur uveosklera (nonkonvensional)
Pada mata normal, setiap aliran non-trabekular disebut dengan
aliran uveoskleral. Mekanismenya didahului lewatnya akuos dari
COA ke dalam otot muskularis dan kemudian kedalam ruang
suprasiliar dan suprakoroid. Cairan kemudian keluar dari mata
melalui sklera yang utuh ataupun sepanjang nervus dan pembuluh
darah yang memasukinya. Aliran uveoskleral tidak bergantung pada
tekanan. Aliran uveoskleral ditingkatkan oleh agen sikloplegik,
adrenergik, dan prostaglandin dan beberapa bentuk pembedahan
(misal siklodialisis) dan diturunkan oleh miotikum.2

Gambar 2. Mekanisme aliran aqueous humor melalui jalur


trabekula dan uveosklera.

Kecepatan pembentukan aqueous humor dan hambatan pada


mekanisme pengaliran keluarnya menentukan besarnya tekanan
intraokuler. Normalnya tekanan di dalam bola mata berkisar antara
10-20 mmHg. Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat
produksi aqueous humor yang meningkat misalnya pada reaksi
peradangan dan tumor intraokuler atau karena aliran keluarnya yang
terganggu akibat adanya hambatan pada pratrabekular, trabekular
atau post trabekular.9

16
4. Hubungan aliran akuos humor dengan tekanan intraokuler (TIO)
Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh bola
mata terhadap dinding bola mata, normalnya diatur oleh dinamika
cairan bola mata. Rentang normal tekanan intraokular adalah 10-21
mmHg. Faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular dalam
hubungannya dengan aliran aquos humor adalah kecepatan
pembentukan aquos humor, kemudahan aliran keluar dan tekanan vena
episclera. Normalnya tekanan vena episclera berkisar antara 8-12
mmHg. Peningkatan vena episclera sebesar 1 mmHg biasanya akan
diikuti oleh peningkatan tekanan intraokular dalam besar yang sama.6,7
Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :
FU
IOP = + Pev
C

IOP = Tekanan intraokular (mmHg)


F = Kecepatan produksi aquos humor (l/menit)
U = Pengaliran melalui uveosclera (l/menit)
C = Kemudahan Aliran aquos humor (l/menit/mmHg)
Pev = Tekanan vena episclera (mmHg)
Aliran keluar aquos humor rata-rata normalnya 0.22-
0.28l/menit/mmHg. Kecepatan aliran ini berkurang seiring
peningkatan usia dan dipengaruhi oleh tindakan bedah pada mata, obat-
obatan serta faktor endokrin.9

C. Glaukoma
1. Definisi
Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan ekskavasi
glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan
yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak
normal. Penyakit ini dapat terjadi secara primer (tanpa diketahui sebabnya)
atau secara sekunder sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata.3

17
2. Epidemiologi
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di Indonesia
mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui negara
Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand
0,3%.6 Glaukoma merupakan penyebab kebutaan atau hilangnya
penglihatan kedua terbayak di dunia.10
Pada studi epidemiologi terhadap angka kejadian glaukoma dari tahun
2000-2002 terdapat 5.0% dengan usia rata-rata 40 tahun yang meningkat
dengan bertambahnya usia. Prevalensi pria lebih tinggi daripada wanita.11
3. Etiologi
Glaukoma merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan usia.
Glaukoma tidak disebabkan oleh hanya satu sebab, karena bersifat
multifaktorial. Mekanismenya berhubungan dengan produksi badan siliar
yang terlalu banyak sedangkan pengeluarannya pada anyaman trabekulum
normal (glaukoma hipersekresi). Selain itu, adanya hambatan pengaliran
pada pupil waktu pengaliran cairan dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan (glaukoma blockade pupil), serta pengeluaran dari sudut mata tinggi
(glaukoma simpleks, glaukoma sudut tertutup, glaukoma sekunder akibat
geniosinekia).12
4. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko ikut mempengaruhi terjadinya glaukoma, antara
lain : 13
a. Faktor umum
1) Usia
Usia adalah faktor risiko utama dalam perkembangan
glaukoma. Tersering dijumpai pada usia diatas 65 tahun dan jarang
pada usia dibawah 40 tahun. Insidensi glaukoma terjadi 4-10 kali
lebih banyak pada kelompok usia tua dibandingkan usia 40-50
tahun.
2) Famili
Etiologi glaukoma yang paling mungkin melibatkan mekanisme
multifaktorial atau poligenik yang diturunkan. Beberapa studi

18
menyebutkan bahwa 13-25% pasien dengan glaukoma memiliki
keluarga yang memiliki riwayat untuk penyakit galukoma.
3) Ras
Ras sangat berpengaruh terhadap perkembangan glaukoma,
onset dan respon terhadap terapi. Pada ras kulit hitam onset lebih
dini, respon yang kurang terhadap terapi medikamentosa, dan
biasanya membutuhkan tindakan bedah dengan prevalensi lebih
tinggi menimbulkan kebutaan dibandingkan ras kulit putih.
b. Faktor Okular
1) Tekanan Intraokular
Tekanan intraokular yang tinggi, mempunyai efek langsung
yang dapat menyebabkan glaukoma. Seseorang dengan tekanan
intraokuler diatas 21 mmHg memiliki faktor risiko sebanyak 16 kali
lipat dibandingkan jika tekanan dibawah 16 mmHg. Tekanan
intraokular diatas 21 mmHg tanpa adanya tanda dan
gejala glaukoma disebut hipertensi okular. Menurut suatu studi,
Hipertensi okular merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan
glaukoma, sekitar 9% penderita hipertensi okular yang tidak
dikontrol dalam 5 tahun dapat berkembang menjadi glaukoma.
2) Ketebalan Kornea
Semakin tebal kornea sentral, semakin besar risiko terkena
glaukoma.
c. Penyakit Sistemik
1) Diabetes Melitus
Pengaruh diabetes melitus pada perkembangan glaukoma
masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan risiko
sebanyak 1.6-4.7, namun pada penelitian lain justru dapat menjadi
proteksi untuk mencegah terjadinya glaukoma.
2) Penyakit Tiroid
Penyakit tiroid yang bermanifestasi pada mata menyebabkan
kompresi orbita sehingga menimbulkan neuropati optik.

19
3) Hipertensi
Hipertensi menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Usia dan
durasi kejadian hipertensi berefek pada tekanan darah sistemik pada
glaukoma sudut terbuka primer. Penurunan perfusi secara signifikan
meningkatkan prevalensi terjadinya glaukoma sudut terbuka primer.
d. Trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan tekanan
intraokular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema). Darah bebas
menyumbat jalinan trabekular, hal ini akan menyebabkan gangguan
aliran humor aqueous dan terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Jika kamera tidak segera dibentuk kembali maka akan terbentuk sinekia
aterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel.

5. Patofisiologi
Akuos humor disekresi oleh epitel badan siliaris dengan kecepatan 2-3
l/menit. Cairan ini mengisi kamera okuli posterior sebanyak 60l, serta
mengisi kamera okuli anterior sebanyak 250l,5 berfungsi mensuplai
makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa
keluar dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm. Pada
keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi cairan
mata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari
bola mata.1
Patofisiologi dari glaukoma adalah atropi dari nervus optikus dan
hilangnya lapangan pandang. Hipotesis dari proses tersebut adalah adanya
kompresi dari pembuluh darah yang memperdarahi nervus optikus karena
terjadi peningkatan tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi
secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan
daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif
lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil
saraf optik. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira
1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik, serabut syaraf ini akan tertekan,
rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya

20
penglihatan yang permanen. Hal ini menyebakan proses hipoksia jaringan
retina yang berefek pada kehidupan sel ganglion 14
Hipotesis lain meliputi adanya stres oksidatif atau stres nitrat (yang
keduanya mempengaruhi trabekular dan sel ganglion retina), reaksi
autoimun yang mempengaruhi sistem imun seseorang/ degenerasi axon sel
ganglion retina, toksisitas glutamat, serta penurunan/ hilangnya faktor
neurotropik. Beberapa hal tersebut mempengaruhi terjadinya glaukoma.14
Pada proses lain, perubahan ekspresi matriks metaloproteinase (MMPs)
dan inhibitornya (TIMPs) terjadi pada nervus optikus sehingga
menyebabkan glaukoma. Perubahan ekspresi protein seperti MMP1 dan
MTI-MMP telah dilaporkan mempengaruhi nervus optik pada manusia. Sel
astrosit merupakan bagian khusus sel glial pada nervus optikus memiliki
peran penting terhadap perubahan matriks ekstraseluler pada sel ganglion
pada proses glaukomatosa. Pada sentral nervus system, injuri atau stres
dapat menyebabkan astrosit yang normal menjadi reaktif, sehingga
memperlihatkan perubahan morfologi dan ekspresi protein yang
meningkatkan glial fibrillary acidic protein (GFAP). Astrosit juga berespon
terhadap perbedaan stress termasuk injuri, endotelin-1, dan gangguan
oksigen-glucose.14

6. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme absorpsinya, glaukoma diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu glaukoma primer, glaukoma sekunder , dan glaukoma
kongenital. Glaukoma primer diklasifikasikan lagi berdasarkan apakah iris
menutupi jalan trabekula atau tidak. Glaukoma primer sudut terbuka iris
tidak menutupi jalan trabekula sedangkan pada glaukoma primer sudut
tertutup terjadi sebaliknya. Glaukoma kongenital terjadi pada anak-anak.
Sedangkan glaukoma sekunder terjadi disebabkan penyebab lain seperti
trauma, terinduksi steroid, atau penyakit mata lainnya.15

21
1. Glaukoma primer dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka primer merupakan bentuk yang
paling sering dijumpai, bersifat kronis, progresifitas lambat, penyebab
tidak diketahui, neuropati optik dengan karakteristik pola kerusakan
nerus optikus dan penurunan lapang pandang.16 Pada tahap awal,
manifestasi klinis jarang disadari penderita. Proses kerusakan saraf optik
berlangsung perlahan-lahan dan biasanya belum terdeteksi hingga
mencapai kerusakan 95% saraf optik yaitu meliputi progresifitas yang
lambat, tidak nyeri, mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa
disadari oleh penderita. Penyempitan lapang pandangan mata dimulai
dari tepi lapangan pandang meluas ke bagian tengah. Sehingga
penglihatan sentral atau fungsi macula biasanya bertahan lama, walaupun
penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga penderita seperti melihat
melalui teropong (tunnel vision). Untuk menegakkan diagnosis pada
pasien dapat dilakukan pemeriksaan TIO, gambaran diskus optikus, dan
pemeriksaan lapang pandang. Pada gambaran diskus optikus terdapat
gambaran cuping yang asimetris, fokus yang tipis atau bertakik,
perdarahan diskus optik, serta perubahan gambaran tepi diskus optikus.
Terapi pada kasus ini meliputi medikasi, laser (laser trabekuloplasti) dan
operatif (trabekulektomi) untuk menurunkan TIO.4,17

b. Glaukoma primer sudut tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup merupakan jenis paling umum di
seluruh dunia dan menyebakan kebutaan bilateral. Glaukoma primer
sudut tertutup digambarkan oleh sinekia anterior, dan atau aposisi
iriotrabekular, pada keadaan akut dengan gejala hebat, atau kronik,
dengan hilang penglihatan asimtomatik. dan tidak didapatkan kelainan
patologi kecuali predisposisi anatomi.3,17
Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi menjadi glaukoma
akut, subakut dan kronik. Glaukoma akut mempunyai manifestasi nyeri

22
okuler, sakit kepala, penglihatan kabur, halo pelangi saat melihat cahaya,
mual dan muntah. Sedangkan gambaran objektif meliputi peningkatan
TIO, dilatasi pupil ringan, refleks pupil lambat dan ireguler, edema epitel
kornea, episklera kongesti, dan pembuluh darah konjungtiva, anterior
chamber bengkak, dan melebarnya sel serta menurunnya aqueous. Terapi
pada kondisi ini meliputi iridektomi, laser atau operatif.17 Glaukoma
sudut tertutup subakut mempunyai karakteristik adanya episode
penglihatan kabur, dan nyeri okuler ringan akibat peningkatan TIO.
Kadang-kadang dapat berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup
akut. Pasien didapatkan riwayat berulang berupa nyeri, kemerahan,
kekaburan penglihatan disertai halo di sekitar cahaya pada satu mata.
Serangan sering terjadi pada malam hari dan sembuh dalam semalam.15
Terapi yang sesuai dengan kondisi ini adalah laser iridektomi.17
Glaukoma sudut tertutup kronik mempunyai manifestasi sama dengan
glaukoma sudut terbuka primer, sering dengan penyempitan lapang
pandang yang ekstensif dikedua mata. Pada pemeriksaan didapatkan
peningkatan TIO, sudut bilik mata depan yang sempit disertai sinekia
anterior perifer dalam berbagai tingkat serta kelainan diskus optikus dan
lapang pandang. Pada pasien ini tidak boleh diberikan epinefrin dan
miotik kuat, kecuai apabila sebelumnya telah dilakukan iridotomi atau
iridektomi perifer, sebab obat-obat tersebut akan memperparah
penutupan sudut.15

2. Glaukoma sekunder
. Glaukoma sekunder merupakan jenis glaukoma yang disbeabkan
karena kelainan mata lainnya atau suatu kondisi seperti pemberian steroid
yang menginduksi glaukoma. Glaukoma ini juga terbagi menjadi sudut
terbuka dan tertutup. Glaukoma sekunder sudut terdapat keadaan patologi
yang mendasarinya seperti neovaskularisasi iris, migrasi endotel kornea,
yang mendasari terjadinya sudut tertutup . Glaukoma sekunder sudut
tertutup dibagi menjadi dengan blok pupil serta tanpa blok pupil. Hal-hal
yang menyebabkan blok pupil meliputi edema lensa, dan pupil yang kecil,

23
sedangkan pada glaukoma tanpa blok pupil meliputi mekanisme
pendorongan posterior meliputi tumor pada segmen posterior, atau efusi
uvea, serta tertarik ke depan seperti glaukoma neovaskuler, inflamasi, dan
sindrom iridokornea endotelial. Glaukoma sekunder sudut terbuka
merupakan glaukoma yang disebabkan oleh kelainan lain pada mata,
penyakit sistemik, trauma dan penggunaan obat-obatan tertentu seperti
steroid Pada glaukoma sekunder sudut terbuka terjadi peningkatan
resistensi aliran ayaman trabekuler yang berhubungan dengan beberapa
kondisi, meliputi: pseudoexfoliasi, glaukoma pigmentasi, lensa penginduksi
glaukoma, fakoanafilaksis, tumor intraokuler, inflamasi okuler, trauma dan
pembedahan, serta obat penginduksi glaukoma.3,17

3. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital primer atau glaukoma infantil merupakan
glaukoma yang terjadi saat lahir atau kurang dari satu tahun pertama.
Kondisi ini dipercaya akibat displasia sudut kamera okuli anterior tanpa
abnormaitas okuli atau sistemik. Glukoma infantil sekunder berhubungan
dengan inflamasi, neoplasia, hamartomatous, metabolik dan abnormalitas
pada mata. Glaukoma juvenil adalah glaukoma yang diidentifikasi pada usia
lebih dari 3 tahun atau masa remaja muda. Selain itu glaukoma
developmental termasuk glaukoma kongenital primer dan glaukoma yang
berhubungan dengan anomali pada okuler dan sistemik. Manifestasi klinik
dari glaukoma infantil meliputi triad symptom yaitu epifora, fotofobia, dan
bleparospasme.15,17 Selain itu diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan
peningkatan TIO, mengukur diameter kornea, genioskopi, mengukur
panjang axis dengan USG dan retinoskopi serta ophtalmoscopy.17

24
Gambar 3. Klasifikasi glaukoma17

7. Manifestasi klinis
Sebelum pasien mendapat serangan akut, biasanya pasien mengalam
tanda dini atau prodromal seperti mata kabur sebentar pada satu mata,
melihat pelangi di sekitar cahaya, sedikit sakit kepada di bagian mata yang
bersangkutan, dan bola mata agak nyeri. Keluhan berlangsung sekitar
setengah sampai tiga jam lalu hilang. Jika kembali lagi maka tiap kali akan
berlangsung lebih lama dibanding sebelumnya. Pada fase ini, jika pasien
diperiksa akan didapatkan hiperemi perikorneal ringan, kornea agak keruh
karena edem, bilik mata agak dangkat, pupil sedikit midriasis, dan tekanan
bola mata meninggi. Anamnesis penting sekali untuk mendeteksi adanya
gejala prodromal dari glaukoma.18
Fase selanjutntya adalah serangan akut ketika seseorang tampak sakit
berat dan harus diantar orang lain karena tidak dapat bangun, atau sakit

25
kepala, terus muntal-muntah, dan nyeri di dalam dan sekitar mata. Saat
diperiksa ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi hiperemis,
injeksi siliar dan kornea keruh, bilik mata depan dangkat, pupil midriasis
yang hampir total, refleks pupil lambat, tajam penglihatan menurun sampai
hitung jari, tekanan bola mata tinggi.18

8. Penegakkan Diagnosa

1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan beberapa pertanyaan, seperti kapan
keluhan dimulai, riwayat keluarga, penggunaan alkohol dan rokok, riwayat
penyakit sebelumnya, serta riwayat sosial pasien. Hal tersebut sering
ditanyakan pada gejala pasien dengan glaukoma, seperti keluhan nyeri,
kemerahan, terdapat lingkaran cahaya terang, perubahan penglihatan dan
hilangnya penglihatan. Riwayat kesehatan secara umum juga perlu
ditanyakan, dengan kemungkinan terdapatnya manifestasi okuler atau
mungkin pengaruh dari pengobatan yang digunakan. Riwayat penggunaan
kortikosteroid juga berpengaruh terhadap kondisi glaukoma. Seperti pada
kondisi diabetes melitus, penyakit jantung dan paru-paru, hipertensi,
migrain dan penyakit neurologi lainnya.19

2. Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan Visus
Pada glaukoma tahap awal, tajam penglihatan masih terjaga dan
terutama pada visus sentral dapat dipertahankan hingga stage akhir
penyakit ini. Pada beberapa kasus pasien dengan kondisi mata
hipermetropi meningkatkan resiko glaukoma sudut tertutup dan kondisi
miopia meningkatkan resiko glaukoma sudut terbuka meskipun masih
dalam perdebatan.19

26
b. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata
Pengukuran tekanan intraokuler (TIO) merupakan pemeriksaan
penting dalam penegakkan diagnosa glaukoma. Jika terjadi peningkatan
TIO pada pasien glaukoma, hal ini diakibatkan perubahan ultrastruktur
pada anyaman trabekular sehingga menurunkan aliran aqueous humor
yang dapat diukur dengan tonometer. Faktor yang berpengaruh terhadap
peningkatan bola mata yaitu: perubahan postur, valsava manuver,
penggunaan anastesi umum (ketamin), rokok, graves disease, agen
antikolinergik, dan penggunaan kortikosteroid. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi penurunan TIO adalah, olahraga lama, konsumsi
alkohol, marijuana, kehamilan, asidosis metabolik, dan anastesi umum
kecuali ketamin dan succinilcolin.19
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang
dinamakan tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti
tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan
tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut dengan
tonometer digital, dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan
lenturan bola mata (ballotement) dilakukan penekanan bergantian
dengan kedua jari tangan.15
Pemeriksaan digital merupakan teknik yang paling mudah dan
murah karena tidak memerlukan alat. Caranya dengan melakukan
palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan tahanan kedua
bola mata terhadap tekanan jari. Hasil pemeriksaan ini diinterpretasikan
sebagai T.N yang berarti tekanan normal, Tn+1 untuk tekanan yang
agak tinggi, dan Tn-1 untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat
ketelitian teknik ini dianggap paling rendah karena penilaian dan
interpretasinya bersifat subjektif.16
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan dengan tonometer Schiotz,
dimana mudah dibawa, gampang digunakan dan harganya murah.
Tekanan intraokuler diukur dengan alat yang ditempelkan pada
permukaan kornea setelah sebelumnya mata ditetesi anestesi topikal
(pantocain). Jarum tonometer akan menunjukkan angka tertentu pada

27
skala. Pembacaan skala disesuaikan dengan kalibrasi dari Zeiger-
Ausschlag Scale yang diterjemahkan ke dalam tekanan intraokuler.16

Gambar 4 Pemeriksaan TIO dengan palpasi

c. Gonioskopi
Gonioskopi adalah metode pemeriksaan sudut bilik mata depan
dengan pembesaran binokuler dan sebuah lensa genio khusus. Tes ini
sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut
bilik mata seperti benda asing.2 Lensa genio jenis Goldmann dan
Posner/Zeiss memiliki cermin khusus membentuk sudut sehingga
menghasilkan garis pandangan yang paralel dengan permukaan iris,
cermin tersebut diarahkan ke perifer ke arah lekukan sudut ini. Pasien
di anastesi lokal, kemudian diperiksa dengan slitlamp dan lessa genio
dipasang pada mata. Detil sudut bilik mata depan diperbesar dan
divisualisasikan secara stereoskopik. Dengan memutar cermin, dapat
diperiksa semua bagian sudut sehingga mencapai 360.16

Gambar 5. Pemeriksaan bilik mata depan dengan gonioskopi

28
d. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting
dalam diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan
pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik karena gangguan ini
terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua
penyakit nervus optikus; namun kelainan lapangan pandang, sifat
progresifitas dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus
merupakan ciri khas penyakit ini.16 Gangguan lapangan pandang akibat
glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian
sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Hal
ini penting untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya, juga bagi menentukan sikap pengobatan
selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan
juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer
belum menujukan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukan adanya macam macam skotoma. Jika glaukomanya sudah
lanjut, lapang pandang perifer juga memberikan kelainan berupa
penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas yang kemudian akan
bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan
tunnel vision, seolah olah melihat melalui teropong untuk kemudian
menjadi buta.16
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma
adalah automated perimeter (misalnya, Humphrey, Octopus, atau
Henson), perimeter Goldmann, short wavelenght automated perimetry
(SWAP), frekuensi doubling perimetry (FDP), high pass resolution
perimetry, Friedmann Field AnalyZer dan layar tangent. Conventional
automated perimetry, paling sering menggunakan perimeter Humphrey,
dengan stimulus putih pada latar belakang putih (perimeter white on
white). Defek lapangan pandang tidak terdeteksi sampai kira-kira
terdapat kerusakan ganglion retina sebanyak 40%. 16

29
Gambar 6. Pemeriksaan lapang pandang

e. Pemeriksaan Oftalmoskop
Pada pemeriksaan oftalmoskopi dilihat keadaan papil. Perubahan
yang terjadi pada papil dengan glaukoma terlihat adanya penggaungan
(cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan
lebih dari 0,5 dari diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua
mata, maka harus dicurigai ekskavasio glaukoma.18
Pada keadaan peningkatan tekanan intraokular yang persisten, optic
cup menjadi membesar dan dapat dievaluasi dengan oftalmoskop. Optic
cup normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Optic cup besar yang

30
normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari optic cup didapatkan pada
mata dengan glaukoma.16

9. Terapi
Medikamentosa
a. Medikamentosa
Tujuan pengobatan untuk menurunkan tekanan intraokular
dengan cepat, untuk mencegah kerusakan nervus optikus, untuk
menjernihkan kornea, menurunkan inflamasi intraokular, miosis,
serta mencegah terbentuknya sinekia anterior perifer dan posterior.
Adapun jenis obat untuk glaukoma, yaitu:
1. Supresi pembentukan aqueous humor
Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling
luas digunakan untuk terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat
digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Timolol
maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
0,25% dan 0,5% dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-
preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian
obat-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun-
terutama asma-dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol,
selektivitas relatif reseptor 1-dan afinitas keseluruhan terhadap
semua reseptor yang rendah-menurunkan walaupun tidak
menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau
pikir dan rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat
beta topikal.2
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik 2 baru yang
menurunkan pembentukan aqueous humor tanpa efek pada aliran
keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek pada pembentukan
aqueous humor.1
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang
paling banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu
diklorfenamid dan metazolamid- digunakan untuk glaukoma kronik

31
apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada
glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu
segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan pembentukan
humor akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan per
oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari atau sebagai
Diamox Sequels 500 mg sekali atau dua kali, atau dapat diberikan
secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat anhidrase
menimbulkan efek samping sistemik yang membatasi penggunaan
obat-obat ini untuk terapi jangka panjang. Obat-obat hiperosmotik
mempengaruhi pembentukan aqueous humor serta menyebabkan
dehidrasi korpus vitreum.1

2. Fasilitasi aliran keluar humor aquos


Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar aqueous
humor dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot
siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang
diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum
tidur. Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat
antikolinesterase ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik
yang bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium
bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang
umumnya dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena
mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obat antikolinesterase
ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang diberikan
selama anastesia dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum tindakan
bedah. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis kuat yang dapat
menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan sudut sempit.
Pasien juga harus diberitahu kemungkinan ablasio retina. Semua
obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya
penglihatan terutama pada pasien katarak dan spasme akomodatif
yang mungkin mengganggu pada pasien muda.1

32
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari,
meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan disertai sedikit
penurunan pembentukan aqueous humor. Terdapat sejumlah efek
samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva reflek,
endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi
alergi.efek samping intraokular yang dapat tejadi adalah edema
makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.
Epinefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.1

3. Penurunan volume korpus vitreum


Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan
korpus vitreum. Selain itu, terjadi penurunan produksi aqueous
humor. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tetutup akut dan glaukoma maligna
yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan
(disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid)
dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup
sekunder).1

4. Miotik, midriatik dan siklopegik


Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat
iris bombe karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut
disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot
siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha
untuk menarik lensa ke belakang.2

b. Non-Medikamentosa
Terapi operatif biasanya dilakukan apabila pengobatan dengan
medikamentosa tidak mampu, tidak toleransi, tidak efektif, atau tidak

33
seluruhnya bisa digunakan oleh pasien serta pada glaukoma tidak
terkontrol disertai kerusakan yang progresif atau resiko tinggi
kerusakan.7 Keputusan dilakukannya operasi, meliputi; 1)Target
penurunan tekanan intraokular tidak tercapai, 2) Kerusakan jaringan
saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif meski telah
diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah dilakukan
laser terapi ataupun tindakan pembedahan lainnya, 3) Adanya variasi
tekanan diurnal yang signifikan pada pasien dengan kerusakan diskus
yang berat.2
1) Pembedahan
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan
aqueos di dalam sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga
prosedur ini disebut teknik filtrasi. Pembedahan dapat menurunkan
tekanan intraokuler jika dengan medikamentosa tidak berhasil.
Walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang
sudah hilang tidak dapat kembali normal, terapi medikamentosa
juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan dosisnya menjadi lebih
sedikit.
a) Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada
teknik ini, bagian kecil trabekula yang terganggu diangkat
kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga terbentuk
jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran
keluar cairan aquos sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada
tahun pertama, sekitar 70-90%. Sayangnya di kemudian hari
lubang drainase tersebut dapat menutup kembali sebagai akibat
sistem penyembuhan terhadap luka sehingga tekanan intraokuler
akan meningkat. Oleh karena itu, terkadang diperlukan obat
seperti mitomycin-C and 5-fluorourasil untuk memperlambat
proses penyembuhan. Teknik ini bisa saja dilakukan beberapa
kali pada mata yang sama.18

34
b) Iridektomi perifer
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian
perifer dengan insisi di daerah limbus. Pada tempat insisi ini, iris
dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang keluar
digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya
cairan aquos secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik
mata belakang ke bilik mata depan. Teknik ini biasanya
dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan
aman, namun waktu pulihnya lama.2
c) Sklerotomi dari Scheie
Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan
aquos di bilik mata depan langsung ke bawah konjungtiva. Pada
operasi ini dilakukan pembuatan flep konjungtiva di limbus atas
(arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke dalam bilik mata
depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka,
dilakukan kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep
konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi ini diharapkan
terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke
subkonjungtiva.
d) Drainage Implant Surgery
Operasi ini biasanya dilakukan setelah beberapa kali usaha
trabeculotomy gagal. Pada operasi ini, optalmologis
menempatkan selang pada anterior chamber untuk mengalirkan
aqueus humour.
2) Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada
mata kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan
memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik
ini yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi.

35
Namun hal tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu.
Beberapa tindakan operasi yang lazim dilakukan antara lain:
a) Laser Iridektomi
Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang
aman dan efektif untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan
dengan membuat celah kecil di iris perifer dan mengangkat
sebagian iris yang menyebabkan sempitnya sudut bilik mata
depan. Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan
dilakukannya laser iridektomy, diantaranya kekeruhan kornea,
sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan jaringan iris
yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang pernah
menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada
penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama.2

Gambar 7. Laser iridektomi

Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser


iridektomi meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea,
ablasio retina, pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra
okular meningkat. Kerusakan lensa dihindari dengan cara
menghentikan prosedur dan segera penetrasi iris untuk
iridektomi lebih ke superior iris perifer.
b) Laser Periferal Iridektomi (LPI)

36
Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini
dibuat lubang kecil di iris perifer sehingga iris terdorong ke
belakang lalu sudut bilik mata depan akan terbuka.

Gambar 8. Laser Iridotomi

c) Laser Trabekuloplasti
Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka. Sinar laser
(biasanya argon) ditembakkan ke anyaman trabekula sehingga
sebagian anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat mempermudah
aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus, terapi
medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat keberhasilan dengan
Argon laser trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya
proses penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan bertahan
selama 2 tahun.

Gambar 9. Laser Trabekuloplasti

37
d) Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)
Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya
dengan merusak sebagian corpus siliar sehingga produksi
aqueous berkurang.Terapi ini biasanya diberikan dari
luar melaui sklera, tetapi telah tersedia sistem aplikasi laser
endoskopi.2

Gambar 10. Tindakan Siklodestruksi (Perusakan corpus siliar)

10. Prognosis
Glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total jika tidak diobati.
Pada glaukoma sudut terbuka primer sebagian besar pasien dapat
mempertahankan penglihatannya semasa hidup. Prevalensi terjadinya
buta bervariasi antara 27% dan 9% (unilateral dan bilateral) setelah 20
tahun terjadinya glaukoma.11
Jika glaukoma terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik.2 Pada glaukoma kongenital untuk kasus yang
tidak diobati dapat juga mengakibatkan kebutaan dini.1

38
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Glaukoma merupakan penyakit neurooptik yang menyebabkan
kerusakan neuropati optik yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
intraokuler, kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas, serta kerusakan
lapang pandang. Glaukoma diklasifikasikan sebagai glaukoma primer dan
glaukoma sekunder (glaukma sudut terbuka dan sudut tertutup) serta glaukoma
kongenital
Pada pasien ini didapatkan diagnosa glaukoma primer sudut terbuka..
Hal tersebut ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan okuler serta
pemeriksaan tekanan bola mata. Pemeriksaan pasti dengan menggunakan
gonioskopi dan perimeter belum bisa dilakukan.
Pemberian terapi bisa dilakukan dengan medikamentosa, dan non-
medikamentosa. Pada medikamentosa dapat digunakan pada glaukoma primer
sudut terbuka yaitu seperti golongan antagonis beta adrenergik, adrenergik
antagonis, agen parasimpatomimetik, inhibitor karbonik anhidrase, serta agen
hiperosmotik yang bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler pada bola
mata. Terapi pembedahan dapat dilakukan dengan laser trabekuloplasti atau
trabekulektomi pada glaukoma sudut terbuka. Sedangkan pada glaukoma sudut
tertutup bisa menggunakan laser iridektomi, laser genioplasti atau periferal
iridoplasti, atau pembedahan insisi. Pada glaukoma kongenital bisa dilakukan
geniotomi dan trabekulotomi.

B. Saran
Pada pasien dengan glaukoma selalu dilakukan pemeriksaan visus, lapang
pandang, dan tekanan bola mata yang digunakan sebagai evaluasi terhadap
gejala serta pengobatan yang diberikan. Tindakan pencegahan perlu dilakukan
pada mata yang masih sehat.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon JF. 2009. Glaukoma. Dalam: Vaughan and Asbury Oftalmologi


Umum Edisi 17. Jakarta. EGC.Hal 212-228.
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001.
3. Ilyas, Sidarta. dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran. Saguna Seto. Jakarta. 2002.
4. Crik and Khaw. A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3rd edition. British
Library.
World Scientific Publishing; 2003.
5. Tanihara H, Inoue T, Yamamoto T, Kuwayama Y, Abe H, Araie M. Phase
2 Randomized Clinical Study of a Rho Kinase Inhibitor, K-115, in Primary
Open-Angle Glaucoma and Ocular Hypertension. American Journal of
Ophthalmology. 2013;156(4):731-736.e2.
6. American Academy Of Ophthalmology; Glaucoma, section 10, Basic and
Clinical
Science Course, 2005-2006, pp. 3-30.
7. Solomon Ira Seth. MD; Aqueous Humour Dynamics; journal. [diakses Juni
2017]; tersedia di: http://www.nyee.edu/pdf/solomonaqhumor.pdf
8. American Academy of Ophthalmology; Fundamentals and Principles of
Ophthalmology, section 2, Basic and Clinical Science Course, 2005-2006,
pp. 52-59
9. Sehu, K.W., and Lee, W.R. Glaucoma. Dalam: Ophthalmic Pathology An
Illustrated Guide for Clinicians, Chapter 7. Blackwall Publishing. USA.
2005. Page 135-156.
10. Kulkarni, Uma. Early Detection of Primary Open Angle Glaucoma: Is It
Happening. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012. Vol. 6(4):
667-670.
11. Duker, Jay S. Glaucoma, Therapy to Use in Glaucoma. Dalam: Yanoff &
Duker: Ophthalmology, 3rd ed. 2008. Copyright 2008 Mosby, An Imprint
of Elsevier

40
12. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. hal : 97-100.
13. American Optometric Association. Care of the Patient with Open Angel
Glaucoma.
Journal; 2011. [diakses Juni 2017]; tersedia di
: http://www.aoa.org/documents/CPG-9.pdf
14. Shahidulloh, M., Al-Malki, W.H., Delamere, N.A. Mechanism of Aqueous
Humor Secretion, Its Regulation and Relevance to Glaucoma. Basic and
Clinical Concept. 2011. Page 1-31.
15. Bruce, James., Chew, Chris., Brown, Anthony. Oftalmologi. Erlangga.
Jakarta. 2006. Hal 95-97.
16. Shahidulloh, M., Al-Malki, W.H., Delamere, N.A. Mechanism of Aqueous
Humor Secretion, Its Regulation and Relevance to Glaucoma. Basic and
Clinical Concept. 2011. Page 1-31.
17. Costa VP, Arcieri ES, Harris A. 2009. Blood pressure and glaucoma. Br J
Ophthalmol, 93(10):1276-82.
18. Liesegang, T. J., Skuta, G. L., Cantor, L. B. Glaucoma. American Academy
of Ophtalmology. New York. 2005.
19. Duker, Jay S. Glaucoma, Therapy to Use in Glaucoma. Dalam: Yanoff &
Duker: Ophthalmology, 3rd ed. 2008. Copyright 2008 Mosby, An Imprint
of Elsevier.

41

Anda mungkin juga menyukai