Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KASUS BRUXISM DAN NIGHTGUARD

Disusun Oleh :
Nona Viona
160112150088

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 3

BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13

3.1 Definisi ................................................................................................... 13

3.2 Etiologi ................................................................................................... 14

3.3 Peran faktor periferal (morpologis) ........................................................ 14

3.4 Peran faktor sentral (pathophysiologis dan psychologis) ....................... 15

3.4.1 Faktor patofisiologis ....................................................................... 15

3.4.2 Faktor psikologis ............................................................................. 16

3.5 Dampak .................................................................................................. 17

3.6 Rencana Perawatan ................................................................................. 18

3.7 Nightguard.............................................................................................. 19

3.7.1 Desain pembuatan night guard rahang bawah ................................ 19

3.7.2 Cara pemeriksaan ............................................................................ 20

BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 21

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 30

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 30

5.2 Saran ....................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

2
BAB I

PENDAHULUAN

Aktivitas parafungsional merupakan suatu keadaan aktifnya otot-otot secara

fisiologis sehingga menghasilkan kebiasaan-kebiasaan tanpa tujuan fungsional

dan biasanya berpotensi menyebabkan kerusakan. Contoh kebiasaan

parafungsional adalah bruxism (grinding & clenching), menghisap ibu jari, dan

posisi rahang yang tidak benar.

Bruxism merupakan salah satu aktivitas parafungsional oklusal, yaitu

pergerakan oromandibular secara involunter berupa tooth grinding atau clenching

yang terjadi pada saat tidur (sleep bruxism) atau tidak (awake bruxism). Hal ini

ditandai dengan :

1. Terjadinya kerusakan jaringan keras gigi (tooth wear) berupa atrisi, abfraksi,

dan pit oklusal, sehingga menyebabkan hipersensitivitas pada gigi (dapat

berlanjut hingga terjadinya kelainan pulpa)

2. Kerusakan jaringan periodontal, kegoyangan gigi, terbentuknya bony ridges,

iritasi pada mukosa bukal, dan adanya penampakan scalloped tongue

3. Perubahan dimensi vertikal oklusi

4. Nyeri pada otot-otot sistem pengunyahan, hipertrofi otot masseter dua sisi

(pada bruxers kronis), hingga terjadinya sakit kepala / temporal headache

(terutama saat bangun tidur)

3
5. Kelainan pada sendi Temporomandibula (TMJ), seperti pembukaan mulut

terbatas, kliking, krepitasi, dan locking pada rahang.

6. Dapat merusak protesa cekat ataupun restorasi lainnya di dalam mulut.

Adapun beberapa etiologi atau faktor penyebab terjadinya bruxism adalah

stres emosional atau psikologis, ketidakharmonisan oklusi (adanya gigi hilang

yang tidak diganti atau restorasi berlebih / overhang atau jenis restorasi keramik /

porselen), dan adanya kelainan pada sendi TMJ.

Nightguard (Occlusal Splint) didefinisikan sebagai suatu splint akrilik, baik

pada rahang atas atau bawah, yang membantu kondilus rahang untuk mencapai

posisi paling anterior superior dalam fossanya (keadaan relasi sentrik), sehingga

otot-otot masseter berada dalam keadaan relaksasi. Alat ini juga dinamakan splint

relasi sentrik dan orthotik.

Nightguard berfungsi dalam menanggulangi pola aktivitas otot yang

abnormal, melindungi gigi dari kerusakan, melindungi otot-otot pengunyahan,

serta dapat memperbaiki ketidakharmonisan oklusi.

Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai laporan bruxism pada seorang

pasien laki-laki, usia 24 tahun yang datang ke Bagian Periodonsia Rumah Sakit

Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada bulan

April 2016.

4
BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

Nama Pasien : Esa Faisal Umur : 24 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bandung No. RM : 2016-02296

Agama : Islam

Menikah / Belum : Belum Menikah

Tgl. Pemeriksaan : 08 April 2016

KELUHAN UTAMA

Pasien laki-laki usia 24 tahun datang dengan keluhan sendi sering bersuara klik

ketika membuka dan menutup mulut, setelah di konfirmasi ternyata pasien

memiliki kebiasaan menggerot gigi ketika tidur, keluarga dan teman dekatnya

sudah memastikan tentang kebiasaannya itu, bahkan pasien sendiri sudah

menyadari kebiasaan buruk tersebut karena pasien kadang terbangun saat tidur

karena suara dan rasa linu pada giginya. Pasien belum pernah memeriksakan

keluhannya ini ke dokter gigi. Pasien ingin keluhannya disembuhkan.

5
PENGAMATAN DATA PERIODONTIK

1. Riwayat perawatan gigi yang lalu

a. Tanggal terakhir : 30-06-16

b. Jenis perawatan terakhir : scaling

c. Frekuensi perawatan rutin : tidak tentu

2. Alasan hilangnya gigi :

a. Berlubang (karies) : 36, 46, 47

b. Trauma :-

c. Gangguan / tidak erupsi : 42

d. Terlepas sendiri (goyang) :-

e. Alasan tidak diganti : Belum sempat

f. : -

3. Pengetahuan tentang penyakit periodontal yang diderita

a. Permulaan terasa ada kelainan : 2 tahun lalu

b. Daerah yang terganggu : anterior RB dan anterior

RA

c. Derajat keparahan kelainan dihubungkan dengan

Jenis makanan tertentu :-

Siklus menstruasi :-

Frekuensi dan teknik menyikat gigi : -

d. Keluhan pada

Gusi (sensitif,membengkak) : Sensitif

6
Perdarahan gusi (spontan / trauma) : Berdarah saat

menyikat gigi

ANUG : -

Kebiasaan buruk (oral) : menggerot gigi saat tidur

Impaksi makanan :-

4. Perawatan periodontal yang lalu

a. Tanggal terakhir : 30 Juni 2016

b. Jenis perawatan : Scaling

c. Dirawat oleh ahli / bukan : Dokter gigi muda

5. Pemeliharaan oral hygiene

a. Frekuensi menyikat gigi perhari : 1x sehari (pagi)

b. Jenis sikat yang dipakai : tidak pernah memperhatikan

c. Metode : teknik horizontal

d. Pasta gigi : berfluoride

e. Alat bantu lain :-

6. Riwayat pemeriksaan medis

a. Tanggal terakhir :-

b. Jenis perawatan :-

c. Dirawat oleh :-

7
7. Evaluasi kelainan / kondisi sistemik dan pengetahuan tentang kesehatan

gigi

Pasien tidak memiliki kelainan sistemik dan pengetahuan mengenai kesehatan

gigi dan mulut dinilai cukup baik.

8. Pemeriksaan Ekstra Oral dan Intra Oral

Keadaan Ekstraoral :

Mata : pupil isokhor, konjungtiva non-anemis, sklera non-

ikterik

Leher : TAK (tidak teraba, tidak sakit,tidak bengkak)

Bibir : TAK (simetris, tidak pucat, tidak ada lesi)

TMJ : klicking pada bagian kanan dan kiri

Keadaan Intraoral :

Mukosa : Terdapat teraan gigitan di mukosa bukal

Gingiva :

- Bentuk : Oedem di seluruh regio

- Warna : kemerahan di seluruh regio

- Konsistensi : lunak pada anterior RB

- Pitting test :+

- Stippling :+

- Permukaan : mengkilap di seluruh regio

- Resesi : bukal 13, 14, 23, 34, 44, 45

8
- Interdental papil : membulat diseluruh regio

- Stillmans cleft :-

- Mc.Calls festoon : bukal 13, 14, 16, 17, 34, 35, 44, 45

Frenulum : normal

Eksudat sulkus :-

Perkusi :-

Mobility : Grade 1 gigi 21, 22, 31, 32, 33, 41, 43

9. Oklusi

a. Kontak prematur : 12, 14, 16, 23, 24, 25, 26, 33, 34, 35, 37, 48

b. Faset permukaan

Atrisi : 11, 14, 21, 22, 23, 24, 25, 31, 32, 33, 34, 35, 41,

43, 45

Abrasi :-

Erosi :-

c. Geligi tidak beraturan : Crowding di anterior RA dan RB, posterior

kanan RA

10. Gambaran Radiografik

a. Bentuk resorbsi tulang alveolar :

o Vertikal : 34-35, 44-45

9
o Horizontal : 13-12, 11-21, 22-23, 24-25, 33-32, 32-31, 31-41,

41-43

o Kawah :-

b. Banyaknya resorbsi :

o Hebat :-

o Sedang :-

o Sedikit : + di 13-12, 11-21, 22-23, 24-25, 33-32, 32-31, 31-

41, 41-43

c. Keterlibatan daerah furkasi :-

d. Perbandingan abnormal mahkota dengan akar :-

e. Karies :-

f. Kelainan periapikal :-

g. Lain-lain :-

h. Prognosis menyeluruh : baik

11. Evaluasi Oral Hygiene

o Nilai Plak : Buruk

o Kalkulus : Supragingival dan subgingival terlokalisasi pada regio 1

dan 4

12. Model Studi : Rahang Atas dan Rahang Bawah

10
13. Evaluasi pra perawatan :

o Diagnosis : Periodontitis Kronis Generalisata disertai Periodontitis

Kronis Lokalisata Gigi 12, 11, 21, 22, 35, 34, 33, 32,

31, 41, 44, 45

o Etiologi : Penumpukan plak dan bakteri, karies, kebiasaan buruk

(mengunyah satu sisi), gigi hilang tidak diganti, dan

maloklusi

o Sikap pasien : kooperatif

o Prognosa : baik

14. Tahapan Perawatan Gigi (menyeluruh) :

1) Fase pendahuluan :

Menerangkan kepada pasien mengenai kelainan atau penyakitnya

Menerangkan kepada pasien mengenai tahapan perawatan yang

akan dilakukan

2) Fase initial :

Pro OHI+Scaling, Kontrol

Pro penambalan gigi 12 (Kelas IV)

Pro pembuatan Nightguard dan kontrol

Indikasi perawatan ortodonti cekat

3) Fase bedah :-

4) Fase restoratif : GTSL regio 36, 46 dan 47

5) Fase pemeliharaan :

11
Kontrol

OHI dan Homecare

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Istilah bruxism berasal dari kata yunani yaitu brychein, yang berarti to gnash

the teeth atau mengerotkan gigi-gigi. Menurut American Sleep Disorders

Association (ASDA) , bruxism waktu tidur (sleep bruxism) adalah kelainan

gerakan yang ditandai dengan grinding atau clenching gigi geligi waktu tidur.

Sedangkan definisi bruxsim menurut American Academy of Orofacial Pain, 2008

bruxism adalah diurnal or nocturnal parafunctional activity that includes

clenching, bracing, gnashing and grinding of teeth. Menurut The Academy of

Prostodontics, bruxism didefinisikan sebagai parafungsional grinding dari gigi

yang merupakan suatu kebiasaan yang tanpa disadari dan berulang atau tidak

beraturan (spasmodik), non fungsional grinding atau clenching (Basic, 2004 and

Wijaya et al., 2012). Fenomena bruxism telah mempengaruhi banyak orang di

seluruh dunia. Di Amerika Serikat diduga sebanyak 45 juta orang memiliki tanda

dan gejala dari bruxism (sewaktu tidur) dan 20% dari penduduk mengalami

bruxism sewaktu bangun2. Prevalensi bruxism berkisar antara 14% - 20% pada

anak-anak, 5% - 8% pada orang dewasa dan menurun menjadi 3% pada orang usia

diatas 60 tahun3. Tidak terdapat perbedaan predileksi jenis kelamin, artinya

bruxism dapat dialami oleh baik laki-laki maupun perempuan4. Kebanyakan dari

13
mereka tidak memperhatikan kondisi bruxism ini. Biasanya anggota keluarga

yang lebih memperhatikan dan memberitahukan keadaan tersebut karena merasa

terganggu dengan suara yang dikeluarkan oleh penderita bruxism yang

mengerotkan gigi-giginya (Lavigne, 1994).

3.2 Etiologi

Berdasarkan telaah literatur terdapat dua kelompok faktor penyebab bruxism

yaitu periferal (morfologis) dan sentral (patofisiologis dan psikologis). Saat ini,

bruxism lebih mengarah ke etiologi sentral daripada periferal (Lobbezoo, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian lainnya dilaporkan adanya faktor-faktor eksaserbasi

yaitu obat-obatan, alkohol, penyakit kepribadian, gangguan tidur, terkait dengan

bermimpi selama siklus tidur, keadaan emosional, kecemasan, dan antisipasi

stress (Malki, 2004).

3.3 Peran faktor periferal (morpologis)

Faktor periferal pada waktu lalu dipertimbangkan sebagai etiologi bruxism.

Michelotti dkk, 2005, dalam eksperimennya, bahwa suprakontak nyata

berhubungan dengan pengurangan kegiatan elektomiografi (EMG) ketika bangun.

Hasil double-blind randomized controlled studies di Finland menunjukkan bahwa

interferensi oklusal artifisial tampaknya mengganggu keseimbangan oromotor

pada mereka dengan kelainan temporomandibular (Niemi, 2006).

14
3.4 Peran faktor sentral (pathophysiologis dan psychologis)

3.4.1 Faktor patofisiologis

Patofisiologis dari bruxism sewaktu tidur tampaknya belum dapat

dijelaskan sepenuhnya, tetapi mungkin disebabkan mulai dari faktor psikososial

seperti stres, kecemasan, respon yang eksesif sampai microarousals.

Microarousals didefinisi sebagai periode singkat (3-15 detik) dari aktivitas

cortikal sewaktu tidur, yang berhubungan peningkatan aktivitas sistem syaraf

simpatetik (Kato, 2001). Hampir 80% bruxism terjadi dalam kelompok, sewaktu

tidur dan berhubungan dengan microarousal. Mengerotkan gigi didahului urutan

kejadian psikologis: peningkatan aktivitas simpatetik (pada 4 menit sebelum

mengerot dimulai), diikuti aktivasi cortikal (1 menit sebelumnya) dan peningkatan

ritme jantung dan tonus otot pembukaan mulut (1 detik sebelumnya) Lihat gambar

1. Bukti terbaru yang mendukung hipotesis bahwa bruxism dimediasi secara

sentral dibawah rangsangan autonom dan otak. Bukti mendukung peran syaraf

sentral dan sistem syaraf autonom pada awal aktivitas oromandibular bruxism

selama tidur malam (Lavigne, 2007).

Autonomic cardiac activation


(4-8 minutes before)

Increase in electroencephalographic activity (alpha waves

( 4 s before)

15
Increase in cardiac rhythm

(1 s before)

Increase in the suprahyoid muscle tone

(0.8 s before)

Beginning bruxism episode (masseters)

Gambar 1. Tahapan kejadian psikologis sebelum bruxism (Lavigne, 2007).

3.4.2 Faktor psikologis

Studi oleh Lobbezoo dan Naeije, 2001 menyatakan bahwa pengalaman

stres dan faktor psikososial berperan penting pada penyebab bruxism. Menurut

literatur berdasarkan laporan sendiri (self-reported) dan observasi klinik adanya

keausan gigi adalah satu cara untuk menilai bruxism dalam hubungannya dengan

kecemasan dan stres (Janal, 2007). Besarnya keausan gigi dipengaruhi oleh

kepadatan email atau kualitas saliva dan efektivitas lubrikasinya (Lavigne, 2003).

Dokter gigi diklinik perlu perhatian untuk mengenal kelainan psikis dan

psikiatrik, seperti kecemasan atau kecemasan patologis, kondisi (mood) pasien

dan kelainan personaliti. Pada kondisi tersebut seorang psikolog sangat

diperlukan.

16
3.5 Dampak

Adapun dampak yang dapat terjadi akibat bruxism adalah (Basic, 2004) :

1. Grinding permukaan, atrisi dan perubahan bentuk pada gigi.

Terjadi gesekan non fisiologis yang sangat cepat pada satu atau lebih

gigi. Grinding terjadi pada tepi insisal gigi anterior yang mana terlihat

adanya keretakan prisma enamel pada daerah kontak. Kerusakan email

diikuti dengan kerusakan dentin dan diikuti dengan nyeri pada pulpa.

Dampak keausan dari bruxism paling sering terjadi pada gigi anterior.

2. Mengakibatkan mobilitas/kegoyangan gigi dan berefek pada jaringan

periodontal.

Sering menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal dibandingkan

aktifitas parafungsi lainya. Tekanan yang berlebihan pada gigi yang

diteruskan pada ligamentum periodontal sehingga menyebabkan

kegoyangan pada gigi.

3. Peningkatan tonus dan hipertrofi otot pengunyahan.

Pada saat terjadi bruxism, M. Masseter, dan M. pterygoideus medialis

terus terangsang dan terjadi hipertrofi bilateral M. Masseter.

4. Sakit kepala dan nyeri pada otot pengunyahan.

Nyeri terletak di daerah perbatasan atas depan masseter dan otot

pterigoid medial dan dalam otot temporal, dan terhubung ke rahang

kelelahan dan gerakan mandibula terbatas

17
5. Gangguan TMJ.

Pada tahun 1961 Ramfjord membuktikan bahwa seseorang yang

menggeretakkan giginya biasanya mengalami nyeri pada sendi temporo

mandibularnya.

6. Terjadi kebisingan selama grinding.

Pada saat megatupkan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dengan

keras biasanya terdengar bunyi yang khas yang dihasilkan oleh

pertemuan gigi geligi tersebut.

3.6 Rencana Perawatan

1. Perawatan perilaku termasuk teknik relaksasi, pengendalian stres serta

terapi hipnosis.

2. Perawatan pharmakologis, tidak ada obat yang khusus untuk mengatasi

bruxism, tetapi dari berbagai studi yang terkendali telah dievalusi

berbagai obat yang memiliki efek terhadap bruxism. Golongan relaksasi

otot, sedatif dan anxiolitik seperti diazepam, clonazepam, metocarbamol

dan zolpiden. Agen dopaminergik: L-dopa. Beta-adregenik agonist :

clonidin. Antidepresan: buspirone dan botulinum toxin A (Pierce, 1988).

3. Perawatan gigi diantaranya berbagai alat intraoral untuk mengatasi rasa

sakit lokal, mencegah lesi struktur orofasial, dan mencegah disfungsi

artikulasi temporomandibular.

18
4. Suatu bite splint disebut pula sebagai bite plane, deprogrammer,

intraoral orthotic, night guard, occlusal splint merupakan alat lepasan,

biasanya dibuat dari akrilik atau komposit menutupi permukaan oklusal

dan insisal gigi-gigi di rahang atas atau bawah. Tipe utama dari splints,

dalam hal ini disebut sebagai konservatif splint yaitu Michigan-type

splint, plane splint, bite splint according to Shore, Sved splint, Gelb

splint, distraction splint, repositioning splint, splint untuk melindungi

jaringan mulut dan kombinasi splint.

3.7 Nightguard

Nightguard (Occlusal Splint) didefinisikan sebagai suatu splint akrilik, baik

pada rahang atas atau bawah, yang membantu kondilus rahang untuk mencapai

posisi paling anterior superior dalam fossanya (keadaan relasi sentrik), sehingga

otot-otot masseter berada dalam keadaan relaksasi. Alat ini juga dinamakan splint

relasi sentrik dan orthotik. Nightguard berfungsi dalam menanggulangi pola

aktivitas otot yang abnormal, melindungi gigi dari kerusakan, melindungi otot-

otot pengunyahan, serta dapat memperbaiki ketidakharmonisan oklusi.

3.7.1 Desain pembuatan night guard rahang bawah

1. Dimulai dari distal gigi 37 sampai distal gigi 45.

2. Ketebalan tidak melebihi Free Way Space : DV posisi istirahat DV

posisi sentris.

19
3. Perluasan facial hingga 1/3 incisal; bukal hingga 1/3 oklusal

4. Permukaan incisal dan oklusal datar dan halus dari gigi insisif sampai gigi

molar kedua.

5. Menggunakan artikulator agar kontak rata.

3.7.2 Cara pemeriksaan

1. Oklusi : dimensi vertikal saat istirahat sebelum dan sesudah pemakaian

nightguard

2. Stabilisasi : nightguard tidak terangkat pada salah satu sisi jika sisi

berlawanannya ditekan

3. Adaptasi : semua permukaan nightguard menyentuh permukaan

incisal/oklusal gigi

4. Retensi : bila ditarik dengan tekanan ringan tidak terlepas.

5. Semua gigi RA berkontak dengan permukaan night guard dan tidak ada

sangkutan (interference) pada saat gerakan ke lateral kanan-kiri dan ke

anterior-posterior.

20
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhakan sendi seing terasa bernyi

klik jika membuka dan menutup mulu. Pasien awalnya mengetahui dari temannya

bahwa pasien sering menggerotkan gigi ketika tidur. Akhir-akhir ini pasien

menyadari sendiri keluhan tersebut karena sempat terbangun beberapa kali ketika

tidur karena suara gerotan dan giginya terasa linu akibat gerakan menggerot

tersebut. Keluhan tersebut dirasakan oleh pasien sejak kurang lebih 2 tahun lalu.

Pasien mengaku tidak ada situasi khusus yang dapat menyebabkan keluhannya

bertambah, karena pasien mengaku tidak pernah ada dalam keadaan stres ketika

kebiasaan tersebut sedang timbul.

Hasil anamnesis tersebut dapat diketahui bahwa pasien memiliki kebiasaan

buruk ketika tertidur yang dikenal dengan istilah bruxism. Bruxism merupakan

salah satu aktivitas parafungsional oklusal, yaitu pergerakan oromandibular secara

involunter berupa tooth grinding atau clenching yang terjadi pada saat tidur (sleep

bruxism) atau tidak (awake bruxism).

Kebiasaan buruk yang dialami pasien ini menyebabkan berbagai kelainan

pada rongga mulut seperti jaringan periodontal, gigi geligi, dan sendi TMJ.

Kelainan yang terjadi pada gigi geligi berupa adanya atrisi pada 15 gigi pasien

yaitu gigi 11, 14, 21, 22, 23, 24, 25, 31, 32, 33, 34, 35, 41, 43, 45 yang disertai

dengan kelainan periodontal berupa kegoyangan grade 1 pada gigi 21, 22, 31, 32,

21
33, 41, 43. Akibat dari atrisi gigi ini menyebabkan terbukanya dentin pada gigi

pasien yang dapat memicu terjadinya sensasi linu ketika pasien menggertakkan

giginya. Kebiasaan buruk ini juga dapat menyebabkan kelainan pada sendi TMJ

dari pasien. Hal ini dapat diketahui dari keluhan pasien berupa terdapat suara klik

(kliking) pada sendi TMJ kiri dan kanan. Kelainan TMJ ini dapat terjadi

diakibatkan pasien menggertakkan gigi ketika tidur yang membuat otot-otot dari

pengungunyahan dan otot masseter tegang yang dapat menyebabkan kelainan

pada sendi TMJ.

Nightguard (Occlusal Splint) didefinisikan sebagai suatu splint akrilik, baik

pada rahang atas atau bawah, yang membantu kondilus rahang untuk mencapai

posisi paling anterior superior dalam fossanya (keadaan relasi sentrik), sehingga

otot-otot masseter berada dalam keadaan relaksasi. Alat ini juga dinamakan splint

relasi sentrik dan orthotik.

Nightguard berfungsi dalam menanggulangi pola aktivitas otot yang

abnormal, melindungi gigi dari kerusakan, melindungi otot-otot pengunyahan,

serta dapat memperbaiki ketidakharmonisan oklusi.

Pertimbangan dalam membuat nightguard rahang atas atau rahang bawah :

Keadaan / Hal Rahang Atas Rahang Bawah

Jumlah / banyaknya gigi 7 gigi 8 gigi


yang mengalami atrisi

Malposisi gigi/ crowding 6 Gigi: 2 gigi:


minimal
16 mesiopalatoversi 31 mesiolabioversi

22
15 palatoversi 41-43 diastem

13 labioversi 43 rotasi

12 palatoversi

11 distolabioversi

23 mesiolabioversi

Bentuk lengkung gigi Kurang baik Baik

Adanya gigi hilang yang - Gigi 36, 46 dan 47


tidak diganti

Oral hygiene Baik Baik

Mobility - 31, 32, 41 (setelah


kontrol scaling 1 bulan)

Pilihan Nightguard

Dari pertimbangan diatas dapat diketahui bahwa terdapat malposisi pada 6

gigi di rahang atas dan serta bentuk lengkung gigi pada rahang atas kurang baik.

Pembuatan nightguard pada rahang bawah lebih memungkinkan ditinjau dari

pertimbangan-pertimbangan diatas. Pembuatan nightguard rahang bawah ini

mengikuti prinsip konvensional.

23
RENCANA PERAWATAN NIGHT GUARD

Rahang Atas

24
Menyetujui,

Pembimbing Diskusi

(drg Agus)

25
RENCANA PERAWATAN NIGHT GUARD

Konvensional (RB)

26
Menyetujui,

Pembimbing Diskusi

(drg Agus)

27
Desain pembuatan night guard rahang bawah (Konvensional) :
1. Dimulai dari distal 37 sampai distal 45

2. Ketebalan tidak melebihi 2 mm (free way space)

3. Perluasan ke facial hingga 1/3 incisal / oklusal

4. Perluasan ke lingual hingga 1/3 incisal /oklusal

5. Permukaan incisal dan oklusal gigi I, P merupakan bidang halus, rata, dan
semua gigi RA berkontak dengan night guard

6. Menggunakan artikulator

Cara pemeriksaan :
1. Oklusi : DV sebelum dan sesudah memakai night guard tidak boleh melebihi
free way space (harus sama).
2. Stabilisasi : apabila night guard ditekan satu sisi dengan ujung tumpul, bagian
sebelahnya tidak mengangkat.
3. Adaptasi : semua bagian permukaan night guard mengenai permukaan
insisal/oklusal gigi (merata).
4. Retensi : bila ditarik dengan tekanan ringan, night guard tidak lepas.
5. Semua gigi RA/RB berkontak dengan permukaan night guard dan tidak ada
sangkutan (interference) pada saat gerakan ke lateral kanan-kiri dan ke
anterior-posterior.

Tahap Uji Coba Lilin:


1. Adaptasi
2. Free way space (FWS) = Dimensi vertical pada saat istirahat (VDR) - dimensi
vertical pada saat oklusi sentrik (VDO)
Dimensi vertical pasien pada saat istirahat = 65 mm
Dimensi vertical pasien pada saat oklusi sentrik = 62 mm
FWS = VDR VDO
FWS = 65 mm 62 mm
FWS = 3 mm

28
3. Oklusi
Semua gigi RB harus berkontak dengan night guard.

Tahap Polishing:
1. Mengurangi daerah premature kontak dengan batu gerinda hijau.
2. Mengkilap dan licin.

Tahap Insersi:
1. Adaptasi
Semua bagian/permukaan night guard mengenai permukaan
incisal/oklusal gigi (merata).
2. Stabilisasi
Apabila night guard ditekan satu sisi dengan ujung tumpul, bagian
sebelahnya tidak mengangkat.
3. Retensi
Apabila ditarik dengan tekanan ringan, night guard tidak lepas pada saat
posisi sentrik dan eksentrik.
4. Oklusi
DV sebelum dan sesudah memakai night guard, tidak melebihi freeway
space, tidak terdapat premature kontak.
5. Semua gigi RB berkontak dengan permukaan night guard dan tidak ada
sangkutan (interference) pada saat gerakan ke lateral kanan-kiri dan ke
anterior-posterior.

Tahap Kontrol Night Guard:


1. Tahap insersi
2. OHI (plak skor dengan disclosing solution)
3. Pemeriksaan jaringan sekitar
4. Keluhan, jika berkurang: penggunaan night guard dikurangi intensitasnya.

29
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa pasien memiliki kebiasaan buruk

pada saat tidur berupa menggertakkan gigi yang dalam kedokteran gigi dikenal

dengan istilah bruxism. Bruxism didefinisikan sebagai parafungsional grinding

dari gigi yang merupakan suatu kebiasaan yang tanpa disadari dan berulang atau

tidak beraturan (spasmodik), non fungsional grinding atau clenching (Basic, 2004

and Wijaya et al., 2012). Pasien yang memiliki kebiasaan buruk dapat

menyebabkan kelainan pada gigi geligi berupa atrisi berupa atrisi, abfraksi, dan

pit oklusal, sehingga menyebabkan hipersensitivitas pada gigi, kerusakan

jaringan periodontal berupa kegoyangan gigi, nyeri pada otot-otot sistem

pengunyahan, hipertrofi otot masseter dua sisi (pada bruxers kronis), dan

kelainan pada sendi Temporomandibula (TMJ), seperti pembukaan mulut

terbatas, kliking, krepitasi, dan locking pada rahang.

Pasien dibuatkan nightguard pada rahang bawah untuk menanggulangi pola

aktivitas otot yang abnormal, melindungi gigi dari kerusakan, melindungi otot-

otot pengunyahan, serta dapat memperbaiki ketidakharmonisan oklusi.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari makalah ini yaitu :

30
1. Pada saar pembuatan nightguard harus dilakukan dengan benar sehingga

tidak menimbulkan masalah lain setelah penggunaan nightguard.

2. Perlu dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh berhubungan dengan

keluhan pasien setelah penggunaan nightguard rutin.

31
DAFTAR PUSTAKA

Antonio A.G, Santos da Silva Piero, Cople Maia L. Bruxism In Children: A


Warning Sign For Psychological Problems. J Can Dent Assoc; 2006: 72(2);
155- 60.

Basic, Vladimir, Ketij Mehulic. bruxism:An Unsolved Problem in Dental


Medicine, Acta Stomatol Croac;2004:38,br.1.

Janal MN, Raphael KG, Klausner JJ, Teaford MF. The role of tooth-grinding in
the maintenance of myofacial face pain: a test of alternative models. Pain
Med. 2007;8:468-496.

Kato T, Rompre P, Montplaisir JY, Sessle BJ, lavigne GJ. Sleep bruxism an
oromotor activity secondary to microaurosal. J Dent Res. 2001;80(10):1940.

Lavigne GJ, Kato T, Kolta A, Sessle BJ. Neurobiological mechanism involved in


sleep bruxism. Crit Rev Oral Biol. Med. 2003;14:30-46.

Lavigne GJ, Huynh N, Kato T, Okura K, Yao D, et al. Genesis of sleep bruxism:
otor and autonomic-cardiac interaction. Arch Oral Biol. 2007;52:361-381.

Lavigne GJ, Khoury S, Abe S, Yamaguchi T, Raphael K. Bruxism physiology and


pathology: an overview for clinicians. J Oral Rehab. 2008;35:476-494.

Lobbezoo F, Rompre PH, Soucy JP, Iafrancesco C, Turkewicz J, Montplaisir JY,


et al. Lack of association between occlusal-cephalometric measures side
imbalance in striatal D2 receptors binding in sleep-related oromotor
activities. J Orofac pain 2001;15:64-71.

Lobbezoo F, Neije M. Bruxism is mainly regulated centrally not peripherally. J


Oral Rehabil. 2001;28:1085-91.

Luther F. TMD and occlusion part II. Damned if we dont? Functional occlusal
problems: TMD epidemiology in a wilder context. Br Dent J
2007;13:202(1):1-6.

32
Malki G.A, Khalid H.Z, Marcello M. The Journal Prevalence Of Bruxism In
Children Receiving Treathment For Attrition Deficid Hyperactivity
Disorder:a Pilot Study. Of Clinical Pediatric Dentitry.;2004:29(1).

Michelotti A, Farella M, Gallo LM, Veltri A, Palla S, Martma R. Effect of


occlusal interference on habitual activity of human masseter. J Dent Res.
2005;84:644-648.

Niemi PM, Alanen P, Kylml M, Jms T, Alanen P. Psychological factors and


responses to artificial interferences in subjects with and without a history of
temporomandibular disorder. Acta Odontol Scand 2006;64:300-5.

Pierce LJ, Gale EN. Acomparison of different treatments for nocturnal bruxism. J
Dent Res. 1988;67:597-601.

Wijaya Y, S.H Laura, W.O Roselani. Occlusal Grinding Patern During Sleep
Bruxism and Temporomandibular Disorder. Journal Of Dentistry
Indonesian; 2012: 20(2); 25-31.

33

Anda mungkin juga menyukai