Anda di halaman 1dari 8

PERBANDINGAN MANIFESTASI KLINIS NEUROLOGIS PADA PENDERITA

STROKE HEMORAGIK DAN STROKE ISKEMIK


Seyedhossein Ojaghihaghighi, Samad Shams Vahdati, Akram Mikaeilpour, Ali Ramouz

ABSTRAK
Latar Belakang: Kecelakaan serebrovaskular (Cerebrovascular accidentCVA)
merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan urutan ketiga di negara maju. Siapa
pun yang dicurigai terkena stroke harus segera dibawa ke fasilitas medis untuk dilakukan
diagnosis dan perawatan lanjut. Gejala yang mengikuti stroke tidak signifikan dan
bergantung pada area otak yang telah terkena serta jumlah jaringan yang rusak. Parameter
untuk memprediksi luaran jangka panjang pada pasien belum secara jelas digambarkan,
oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan luaran
dan untuk menguji sistem yang dapat digunakan secara praktis dan rutin untuk membantu
manajemen dan memprediksi luaran pasien stroke individual.
Metodologi: Dilakukan penelitian deskriptif berbasis rumah sakit mengenai gejala dan
tanda-tanda neurologis terhadap 503 pasien dengan stroke iskemik, termasuk gejala nyeri
kepala hebat, kejang, gangguan gerakan mata, ukuran pupil, Glasgow Coma Scale (GCS),
dan agitasi.
Hasil: Dalam penelitian ini, pupil dilatasi, agitasi, nyeri kepala onset akut, skor GCS,
kejang, dan gangguan tatapan mata secara signifikan memiliki prevalensi yang lebih
tinggi pada pasien stroke hemoragik (P <0,001). Namun, tingkat nyeri kepala progresif
bertahap secara signifikan lebih tinggi pada pasien stroke iskemik (P <0,001).
Kesimpulan Meskipun hasil penelitian ini memberikan indikator yang dapat diandalkan
untuk membedakan jenis stroke, studi pencitraan masih merupakan modalitas baku emas
dalam penegakan diagnosis.
KATA KUNCI: Stroke; Manifestasi neurologis; Model statistik
PENDAHULUAN
Di negara maju, kejadian serebrovaskular (CVA) merupakan penyebab utama
kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, dan merupakan penyebab
morbiditas dan kecacatan yang paling sering pada pasien yang selamat, di mana, 20%
pasien akan memerlukan perawatan medis dan prosedur rehabilitasi dalam beberapa
bulan pasca CVA. Di sisi lain, CVA menempati proporsi yang signifikan dari anggaran
sistem perawatan kesehatan.
Dua jenis stroke otak adalah stroke hemoragik dan iskemik. Stroke hemoragik, yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, adalah 20% dari CVA. Stroke iskemik, yang
akibat oklusi pembuluh darah dan penyumbatan meliputi 80%.
Untuk mencegah komplikasi dan cacat permanen, diagnosis dini merupakan kunci
manajemen pada stroke, namun, membedakan jenis stroke memainkan peran penting
dalam perawatan pasien selanjutnya. Temuan klinis sederhana sangat membantu dalam
membedakan jenis stroke, namun perlunya pencitraan diagnostik merupakan fakta yang
tak terbantahkan. Computed Tomography (CT) scan tanpa kontras adalah modalitas yang
paling sering digunakan untuk membedakan kedua jenis stroke ini, tapi tidak dapat
diakses di semua rumah sakit dan unit gawat darurat, yang dapat menyebabkan hilangnya
waktu emas penyelamatan. Karena masalah ini, banyak penelitian menggambarkan
berbagai temuan klinis terutama tanda dan gejala neurologis, dan beberapa diantaranya
menyajikan formula untuk membedakan tipe stroke berdasarkan klinisnya saja.
Karakteristik ini meliputi gejala fokal atau nonfokal, gejala negatif atau positif dan onset
mendadak atau onset bertahap, hal ini mengakibatkan segregasi primer tipe stroke di
gawat darurat yang mengarah ke awal diagnosis dan pengobatan. Namun, penelitian
sebelumnya mengklaim bahwa, tanda-tanda neurologis seperti gerakan mata dan
perubahan ukuran pupil, dapat menjadi andalan untuk membedakan tipe stroke.
Mengenai masalah ini, dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk mengidentifikasi
tingkat temuan neurologis, seperti tanda dan gejala mata dan perubahan Skala Koma
Glasgow (GCS) pada pasien stroke dan mengevaluasi prevalensi mereka pada setiap jenis
stroke, untuk Perkenalkan sebuah panduan untuk membedakan jenis stroke yang bisa
lebih menguntungkan di kabupaten tanpa kemungkinan CT scan. Di sisi lain, di negara-
negara berkembang, fasilitas pencitraan tidak tersedia di sebagian besar kabupaten dan
kota kecil, di mana diagnosis dini stroke iskemik dapat menyebabkan rujukan pasien awal
ke pusat dengan fasilitas terapi fi brinolitik dan penurunan pada cedera stroke.

METODE
Dalam penelitian deskriptif ini, di satu pusat stroke, Rumah Sakit Imam Reza
dengan akses 24 jam ke CT scan. Sebagai studi pendahuluan yang dirancang untuk
menentukan prevalensi variabel penelitian terkini pada pasien stroke yang dirujuk ke
pusat stroke, populasi kelompok penelitian dihitung setidaknya 500 pasien. Dalam
periode dua tahun, dari tahun 2012 s.d. 2013, semua pasien dengan keluhan cacat
neurologis dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran disertakan dalam penelitian
kami. Pasien dengan penyakit yang mendasarinya seperti, defisiensi metabolik, trauma,
dan toksisitas atau gangguan sistem saraf perifer tidak disertakan. Dokter di unit gawat
darurat (UGD) mengklarifikasi diagnosis stroke saat kunjungan pertama setelah masuk,
berdasarkan temuan klinis. Adanya gangguan tatapan mata, penurunan GCS, ukuran
pupil, anisokor dan agitasi diperiksa dengan seksama.
Semua data, meliputi usia, jenis kelamin dan pemeriksaan yang diberikan dari
dokter UGD dalam daftar periksa yang dirancang. CT scan nonkontras (NCT) dilakukan
untuk memastikan diagnosis pada semua pasien, yang merupakan standar untuk
membedakan stroke hemoragik dan iskemik dengan cepat. Sembilan puluh lima persen
pendarahan subarachnoid (SAH) dan perdarahan parenkim, yang lebih dari 1 cm, tidak
dapat dipastikan dengan pemindaian NCT otak. Namun, sebagian besar waktu, lesi infark
tidak terlihat pada CT scan dalam jendela waktu 6-12 jam, dan sesuai dengan luas area
infark, pada 1/3 pasien CVA iskemik, onset cepat dan perubahan ringan dapat terdeteksi
di CT Scan setelah sekitar 3 jam pasca onset tanda dan gejala. Daftar periksa, beserta
laporan CT scan, digunakan untuk melakukan perhitungan dan analisis. Untuk
menganalisis data demografi dan klinis, uji chi square digunakan untuk variabel kualitatif
dan uji-T untuk variabel kuantitatif.
Semua data pasien terlindungi dan mereka bebas untuk meninggalkan penelitian
pada tahap apapun, namun, tidak ada biaya yang dikenakan untuk pasien yang
berpartisipasi dalam penelitian.
HASIL
Dari 503 pasien dengan diagnosis stroke yang dirawat di satu pusat, usia rata-rata
(SD) adalah 68,45 (8,76), dan rentang usia yaitu 28 sampai 92 tahun. Sekitar 46,1% pasien
adalah perempuan, dan 53,9 % adalah laki-laki. Diagnosisnya adalah stroke hemoragik
pada 144 pasien dan stroke iskemik pada 359 pasien.
Usia rata-rata pasien, masing-masing proporsi jenis kelamin dan manifestasi klinis
pasien berdasarkan diagnosisnya tercantum pada Tabel 1-3.

Tabel 1. Informasi demografis pasien stroke hemoragik dan iskemik yang dirawat di unit
gawat darurat Rumah Sakit Emam Reza tahun 2012-2013
Variabel Jumlah Persentase
Seks
Laki-laki 271 53.9
Perempuan 231 46.1
Jenis lesi
Iskemik 359 71,4
Hemorragik 144 28.6

Tabel 2. Manifestasi klinis penderita stroke hemoragik dan iskemik, dirawat di unit
gawat darurat Emam Reza selama 2012-2013.
Variabel Jumlah Persentase
Nyeri kepala onset akut 140 27.8
Nyeri kepala onset bertahap 19 3.8
Agitasi 139 27.6
Ukuran pupil
Miosis 2 0.4
Midriasis 223 44.3
Normal 278 55.3

Untuk membedakan tipe stroke berdasarkan pemeriksaan klinis, terutama


manifestasi neurologisnya, variabel berikut dianalisis: GCS, nyeri kepala onset akut,
nyeri kepala progresif, agitasi, ukuran pupil, dan kejang.
Menurut rekam GCS, rerata skor GCS (SD) pada pasien stroke iskemik adalah
12,67 (0,81), dengan skor terendah 7 dan tertinggi 15. Meskipun pada pasien stroke
hemoragik, skor GCS rata-rata 8,97 ( 0.182), dengan terendah 6 dan tertinggi 15 (uji
sampel independen P <0,001). Kelemahan pada mata, kejang dan sakit kepala onset
bertahap terjadi dengan prevalensi masing-masing 89 (17,7%), 29 (5%) dan 9 (3,8%)
pasien. Dari pemeriksaan pupil, midriasis ditemukan pada 223 (44,3%) pasien, dan hanya
2 (0,4%) pasien yang menderita miosis.

Tabel 3. Perbandingan manifestasi klinis stroke hemoragik dan stroke iskemik, yang
dirawat di unit gawat darurat RS Emam Reza tahun 2012-2013.
Variabel Iskemik Hemoragik Jumlah Nilai P
Nyeri kepala onset akut 0.000
Kuantitas 147 140 7
Persentase kelompok 27,8 92,4 1,9
Persentase total 27,8 26,4 1,4
Nyeri kepala onset 0.020
bertahap
Kuantitas 19 1 18
Persentase kelompok 3.8 0.7 5.0
Persentase total 3,8 0,2 3,6
Agitasi 0.000
Kuantitas 25 25 0
Persentase kelompok 5.0 17,4 0.0
Persentase total 5,0 5,0 0,0

Ukuran pupil 0,000


Miosis
Kuantitas 2 2 0
Persentase kelompok 0,4 1,4 0,0
Persentase total 0,4 0,4 0,0
Midriasis
Kuantitas 223 125 98
Persentase kelompok 44,3 86,8 27,3
Persentase total 44,3 24,9 19,5
Normal
Kuantitas 278 17 261
Persentase kelompok 55,3 11,8 72,7
Persentase total 55,3 3,4 51,9

Selama pemeriksaan, gangguan gerakan mata ditemukan sebanyak 24 (6,7%) pada


pasien stroke iskemik dan 65 (45,1%) pada pasien stroke hemoragik (uji chi-square: nilai
P <0,001). Di antara mereka dengan stroke iskemik, sebanyak 261 (72,7%) pasien
memiliki pupil normal, namun 98 (27,3%) pasien memiliki pupil midriasis. Namun, pupil
midriasis hanya terdapat pada 125 (86,8%) penderita stroke hemoragik, sedangkan 11
(11,8%) diantaranya normal, dan hanya 2 (1,4%) pasien memiliki pupil miosis (Uji Chi
square P <0,001). Pupil anisokor ditemukan hanya pada 10 (2%) pasien dan semuanya
adalah stroke hemoragik (6,9%). Dari 503 pasien, hanya 25 (5%) pasien yang memiliki
manifestasi kejang, dan semuanya berasal dari kelompok stroke hemoragik (17,4%) (Uji
Chi square P <0,001).
Untuk agitasi, prevalensi agitasi adalah 6,7% di antara pasien stroke iskemik (24
pasien) dan 79,9% di antara pasien stroke hemoragik (115 pasien) (uji Chi square P
<0,001). Tujuh (19%) pasien dengan nyeri kepala onset akut berada pada kelompok
stroke iskemik, dan 133 (92,4%) pasien dengan gejala nyeri kepala onset akut berada pada
kelompok stroke hemoragik. Setelah dilakukan pemindaian, berdasarkan hasil CT scan
pada pasien stroke iskemik, lesi hipodens ditemukan pada 324 (90,3%) pasien, tanda
arteri hiperdens pada 328 (91,4%) pasien, kaburnya gambaran sulkus pada 6 (1,7%)
pasien, dan efek massa pada 2 (0,6%) pasien. Namun, pada semua penderita stroke
hemoragik (n = 144) tampak lesi hiperdens.

DISKUSI
Kejadian serebrovaskular (CVA) mencakup cedera vaskular yang mengurangi
aliran darah otak dan turunannya, dan menyebabkan berbagai derajat disfungsi neurologis
dan kecacatan. Terkini, CVA adalah penyebab utama kematian ketiga setelah penyakit
jantung dan kanker di dunia Barat dan ini mempengaruhi 700.000 orang setiap tahunnya.
Selain itu, CVA menyebabkan morbiditas dan kecacatan yang nyata pada 15% -30%
orang yang selamat, dan 20% pasien memerlukan rehabilitasi. CVA memakan kuota
anggaran kesehatan yang signifikan dan menyebabkan biaya perawatan kesehatan yang
berlebihan. Kematian saat masuk rumah sakit adalah 15% dan sampai 20% -25% selama
30 hari setelahnya. Meskipun, 50% -70% pasien sembuh dari disfungsi neurologis, tetapi
sekitar 15% -30% korban stroke menderita cacat permanen. Dua puluh persen bentuk
stroke adalah hemoragik, yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, dan 80%
iskemik diikuti oklusi pembuluh darah dan penyumbatan akibat trombosis atau
aterosklerosis.
Terdapat dua jenis stroke hemoragik, yaitu perdarahan intrakranial (intracranial
haemorrageICH) dan perdarahan subarachnoid (subarachnoid haemorrageSAH).
Hipertensi (HTN), infark miokard (MI), dan konsumsi obat-obatan trombolitik adalah
faktor risiko yang paling sering ditemui pada stroke hemoragik. Stroke hemoragik
memiliki spektrum manifestasi klinis yang luas, meskipun nyeri kepala onset akut,
muntah dan peningkatan tekanan darah adalah tanda dan gejala yang paling sering dan
menyebabkan tanda neurologis lokal, kemudian berevolusi dalam beberapa menit. Akan
tetapi, tanda dan gejala ini tidak spesifik untuk semua jenis stroke, penelitian sebelumnya
membuktikan bahwa, kejadian manifestasi akut kemungkinan besar mendorong
kemungkinan stroke hemoragik.
Terdapat tiga etiologi utama jelas pada stroke iskemik, yaitu, hipoperfusi, emboli,
dan trombosi. Tanda dan gejala pasien dapat berkembang lambat progresif, namun bisa
pula berkembang lebih dari beberapa jam dengan tingkat keparahan bervariasi. Berbagai
manifestasi dapat terjadi sebagai akibat stroke iskemik, misalnya paresis, ataksia,
kelumpuhan, muntah, dan gangguan tatapan mata, namun, tanda-tanda ini bergantung
pada area otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang terkena.
Diagnosis dan pengobatan segera dapat secara dramatis mengurangi tingkat
kerusakan neurologis pada pasien setelah CVA, dan membedakan jenis stroke
memainkan peran penting dalam manajemen dan perawatan pasien. Meskipun, scan
tomografi non-kontras (pemindaian NCT) adalah modalitas yang banyak digunakan
untuk menyingkirkan perdarahan pada stroke karena baiknya modalitas ini untuk
membuktikan adanya perdarahan di jam pertama CVA, tidak dapat diakses di semua
rumah sakit dan bagian gawat darurat. Diagnosis dini penting pada pasien stroke. untuk
mencegah cacat permanen. Meskipun, kebutuhan akan pencitraan diagnostik dalam
membedakan jenis stroke adalah fakta yang tak terbantahkan, dalam fasilitas kesehatan
tanpa fasilitas radiologi, temuan klinis dapat membantu dalam membedakan jenis stroke.
Hasil penelitian ini yang sesuai dengan penelitian sebelumnya, mengklaim bahwa
pasien mewakili kasus-kasus stroke dengan baik, dan fakta ini menunjukkan bahwa hasil
penelitian ini berlaku untuk semua pasien stroke.
Dalam penelitian ini, diagnosis stroke iskemik merupakan tipe stroke yang paling
sering. Menurut patofisiologi CVA, usia rata-rata pasien dengan stroke iskemik lebih
tinggi daripada pasien stroke hemoragik, seperti yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, analisis statistik menyatakan bahwa skala GCS yang lebih
rendah, agitasi, nyeri kepala onset akut, kejang, dan pupil midriatik memberikan
prevalensi stroke hemoragik yang lebih tinggi, yang serupa dengan studi Besson.
Perbandingan prevalensi pada dua kelompok pasien stroke menunjukkan hubungan yang
signifikan antara onset stroke hemoragik dan manifestasi klinis pada pasien (P <0,001).
Fakta ini menunjukkan bahwa adanya tanda dan gejala ini dapat sangat menyarankan
jenis stroke dan membantu dokter di UGD untuk menegakkan diagnosis primer. Di sisi
lain, karena manifestasi progresivitas stroke iskemik memakan beberapa jam, nyeri
kepala dengan onset yang bertahap memiliki prevalensi stroke iskemik yang lebih tinggi.
Juga dalam penelitian ini, kejadian gejala ini mendorong kemungkinan stroke iskemik
pada pasien (P <0,001).
Bagaimanapun, walau manifestasi klinis sangat membantu dalam membedakan
jenis stroke saat pertama kali datang, namun modalitas pencitraan masih merupakan
metode diagnostik baku emas untuk pasien stroke. Tetapi, di rumah sakit dan pusat
kesehatan distrik, di mana fasilitas pencitraan tidak dapat diakses, manifestasi klinis ini
dapat diterapkan dalam manajemen pasien, pengobatan dan rujukan tepat waktu ke pusat
stroke.

KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, berbagai manifestasi klinis beberapa tipe CVA dievaluasi,
untuk membedakan stroke hemoragik dan iskemik dalam pentuk prevalensi yang
dikategorikan dalam tanda dan gejala. Meskipun hasilnya terbukti memiliki korelasi yang
signifikan antara tipe stroke dan temuan klinis spesifik, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk mengidentifikasi setiap nilai manifestasi tersebut untuk tipe stroke. Mungkin lebih
baik menggunakan beberapa skor baru seperti skor NIHSS yang mengkombinasikan
tanda dan gejala.

Anda mungkin juga menyukai