Salah satu yang harus diperhatikan adalah kemiringan kurva batas padat-cair yang menunjukan bahwa suhu leleh karbondioksida padat naik jika tekanan bertambah. Titik tripel juga terletak di atas 1 atm, tidak dapat berada pada tekanan atmosfer normal berapapun suhunya, dan padatan menyublim jika dibiarkan di tempat terbuka (karena itulah dinamakan es kering). Untuk memperoleh cairan, perlu diberikan tekanan sekurang-kurangnya 5,11 bar. Silinder karbondioksida biasanya berisi cairan atau gas yang dimampatkan pada suhu kamar, ini berarti bahwa jika gas dan cairan ada dalam kesetimbangan maka tekanan uapnya adalah 67 bar. Jika gas disemprotkan melalui klep penutup, gas itu mendingin karena adanya efek Joule-Thomson, sehingga ketika gas itu keluar ke daerah yang tekanannya hanya 1 atm, gas mengembun menjadi padatan seperti salsu yang sangat halus (Atkins, 1999). Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi, sehingga hanya menghitung banyaknya. Misalnya air murni (C=1) dan campuran etanol dan air adalah sistem dua komponen (C=2) (Atkins, 1999). Jika spesies bereaksi dan berada pada kesetimbangan harus memperhitungkan arti kalimat semua fase dalam definisi tersebut. Jadi, untuk amonium klorida yang dalam kesetimbangan dengan uapnya, NH4Cl(s) NH3(g) + HCl(g) kedua fase mempunyai komposisi formal NH4Cl dan sistem mempunyai satu komponen. Jika HCl(g) berlebih ditambahkan, sistem mempunyai dua komponen karena sekarang jumlah relatif HCl dan NH3 berubah-ubah. Sebaliknya kalsium karbonat berada dalam kesetimbangan dengan uapnya (Atkins, 1999): CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) adalah sistem dua komponen karena CaCO3 tidak menggambarkan komposisi uapnya. (Karena tiga spesies dihubungkan oleh stoikiometri reaksi maka konsentrasi kalsium oksida bukanlah variabel bebas). Dalam hal ini C=2, dimulai dari kalsium karbonat murni, atau jumlah yang sama dari kalsium oksida dan karbondioksida, atau jumlah yang berubah-ubah dari ketiga-nya. Aplikasi Diagram Fase Karbon Dioksida 1. Dry Ice Es kering sebenarnya adalah karbon dioksida yang terkondensasi menjadi bentuk padat. Pada pembuatan es kering di pabriknya, CO2 yang normalnya pada suhu ruangan dan pada tekanan 1 atmosfir berbentuk gas, didinginkan dan diberi tekanan yang besar agar dapat menjadi benda padat (menjadi dry ice). Untuk memadatkan CO2 dari bentuk gas, memerlukan suhu yang luar biasa dingin. Pada tekanan normal 1 atmosfir, suhu rendah untuk memadatkan CO2 adalah -78,5C (-109,3F). Karbondioksida (CO2) pada suhu sekitar 79C tekanan di atas 5,1 atm akan langsung membentuk padatan tanpa melalui fase cair. Pembentukan zat padat dari fase gas atau padat menjadi gas tanpa melalui fase cair disebut sublimasi. Padatan CO2 yang terbentuk disebut es kering (dry ice). Freezer pada lemari es kita di rumah tidak cukup dingin untuk memadatkan CO2. Pada tekanan normal 1 atmosfir, CO2 tidak mengalami fase cair. Jadi jika es kering (CO2 padat) tersebut dihangatkan pada suhu kamar atau normal maka ia akan langsung berubah dari bentuk padat ke bentuk gas. Oleh sebab itulah CO2 padat ini disebut es kering, karena jika pada es biasa es mencair pada suhu kamar, maka es kering langsung menguap menjadi gas tanpa harus mencair sehingga tempat di sekitarnya menjadi tetap kering (Wanibesak, 2012). Dry ice biasanya digunakan untuk sebagai pendingin dan pemberi efek asap di atas panggung-panggung, biasanya acara konser asap di dasar panggung menggunakan es kering. Asap tersebut tidak naik ke atas karena memiliki massa jenis yang lebih besar dari udara. Penggunaan lain dari es kering adalah untuk pembersihan sembur (Wanibesak, 2012). 2. Karbon Dioksida Superkritikal Salah satu fluida yang paling banyak dimanfaatkan pada kondisi superkritiknya adalah CO2. Zat ini banyak digunakan terutama dalam salah satu proses pemisahan yaitu ekstraksi. CO2 superkritik (sc CO2) bersifat selektif pada proses pemisahan, bersifat ramah lingkungan dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Saat ini, banyak kali penggunaan pelarut dalam industri sangat dibatasi akibat sifatnya yang cenderung toksik, sehingga, munculnya CO2 superkritik seolah-olah menjadi jalan keluar bagi masalah ini. Selain ramah bagi lingkungan dan tidak bersifat toksik, CO2 juga tidak mudah terbakar sehingga lebih aman digunakan. Kelebihan lain dari CO2 adalah titik kritiknya yang relatif rendah (Tc = 31,3oC dan Pc = 72,9 atm) dibandingkan dengan zat lain seperti air (Anindita,2012). Hingga saat ini, aplikasi ekstraksi dengan menggunakan sc CO2 sudah merambah dari mulai di industri makanan sampai di indsutri farmasi. Contoh aplikasinya antara lain, ekstraksi kafein, ekstraksi dan fraksionasi minyak dan lemak makanan, hingga pemisahan tokoferol dan antioksidan lainnya.Aplikasi fluida superkritik bukan hanya dalam proses pemisahan, namun masih banyak aplikasi lain seperti katalis, produksi material plastik, hingga sebagai fluida pembersih (Anindita,2012). CO2 sebagai fluida superkritis sebenarnya adalah gas yang dinaikkan temperaturnya mencapai temperatur kritis (temperatur tertinggi yang dapat mengubah fase gas menjadi fase cair dengan cara menaikkan tekanan), dan memiliki tekanan kritis (tekanan tertinggi yang dapat mengubah fase cair menjadi fase gas dengan cara menaikkan temperatur) sehingga sifat-sifatnya berada di antara sifat gas dan cairan. Sebagai pelarut superkritis, CO2 telah cukup banyak dimanfaatkan dibidang penelitian dan industri. Keuntungan lain adalah kita tidak perlu membuat CO2 melainkan cukup menyaringnya dari udara sekitar kita. Walaupun teknologinya masih mahal, bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan secara nyata. Dibidang isolasi dan pengolahan bahan alam, CO2 superkritis dimanfaatkan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi maupun de-ekstraksi senyawa-senyawa aktif dari tumbuhan untuk pengobatan, atau senyawa-senyawa penting untuk industri makanan, misalnya ekstraksi minyak atsiri lemon, jahe, beta-carotene dari tumbuh- tumbuhan atau de-ekstraksi caffein pada kopi (Palgunadi,2009). 3. Diagram Fase Karbon Karbon adalah unsur penyetabil austenit. Kelarutan maksimum dari karbon pada austenit adalah sekitar 1,7% (E) pada 11400C. Sedangkan kelarutan karbon pada ferit naik dari 0% pada 9100C menjadi 0,025% pada 7230C. pada pendinginan lanjut, kelarutan karbon pada ferrit menurun menjadi 0,08% pada temperatur kamar. Karbon atau zat arang merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C dan nomor atom 6 pada tabel periodik. Sebagai unsur golongan 14 pada tabel periodik, karbon merupakan unsur non-logam dan bervalensi 4 (tetravalen), yang berarti bahwa terdapat empat elektron yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. Terdapat tiga macam isotop karbon yang ditemukan secara alami, yakni 12C dan 13C yang stabil, dan 14C yang bersifat radioaktif dengan waktu paruh peluruhannya sekitar 5730 tahun. Karbon merupakan salah satu dari di antara beberapa unsur yang diketahui keberadaannya sejak zaman kuno. Istilah "karbon" berasal dari bahasa Latin carbo, yang berarti batu bara (Sukrawan, 2012) Karbon memiliki beberapa jenis alotrop, yang paling terkenal adalah grafit, intan, dan karbon amorf. Sifat-sifat fisika karbon bervariasi bergantung pada jenis alotropnya. Sebagai contohnya, intan berwarna transparan, manakala grafit berwarna hitam dan kusam. Intan merupakan salah satu materi terkeras di dunia, manakala grafit cukup lunak untuk meninggalkan bekasnya pada kertas. Intan memiliki konduktivitas listik yang sangat rendah, sedangkan grafit adalah konduktor listrik yang sangat baik. Di bawah kondisi normal, intan memiliki konduktivitas termal yang tertinggi di antara materi-materi lain yang diketahui. Semua alotrop karbon berbentuk padat dalam kondisi normal, tetapi grafit merupakan alotrop yang paling stabil secara termodinamik di antara alotrop-alotrop lainnya (Atkins, 1999). Semua alotrop karbon sangat stabil dan memerlukan suhu yang sangat tinggi untuk bereaksi, bahkan dengan oksigen. Keadaan oksidasi karbon yang paling umumnya ditemukan adalah +4, manakala +2 dijumpai pada karbon monoksida dan senyawa kompleks logam transisi lainnya. Sumber karbon anorganik terbesar terdapat pada batu kapur, dolomit, dan karbon dioksida, sedangkan sumber organik terdapat pada batu bara, tanah gambut, minyak bumi, dan klatrat metana. Karbon dapat membentuk lebih banyak senyawa daripada unsur-unsur lainnya, dengan hampir 10 juta senyawa organik murni yang telah dideskripsikan sampai sekarang (Sukrawan, 2012). Berbagai fase mencapai kestabilan pada suhu dan tekanan ekstrim. Contohnya pada atmosfer, gas karbon adalah fase yang stabil hanya pada suhu jauh diatas 400K. untuk memperoleh karbon cair, kita harus bekerja pada suhu 4500K dan tekanan 1kbar (Sukrawan, 2012). Laju perubahan adalah faktor yang penting, dan grafit murni berubah menjadi intan pada laju yang berguna hanya jika ada pada temperatur sekitar 4000K dan tekanan sebesar 200 kbar; akan tetapi pada saat itu pasti alat-alat yang digunakan akan hancur terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam sintesis komersial ditambahkan katalis dan dengan demikian perubahan berlangsung pada tekanan 100kbar dan suhu 2000K, yang merupakan kondisi yang akan dicapai. Kontaminasi oleh katalis logam seperti lelehan Ni yang juga bertindak sebagai pelarut karbon memungkinkan kita untuk membedakan intan komersial dan intan alamiah.
2. Diagram Fase Air Tekanan Tinggi
Garis cair-uap menggambarkan variasi tekanan uap air cair terhadap temperatur. Sebaliknya garis itu juga menggambarkan variasi temperatur didih terhadap tekanan. Garis padat- cair memperlihatkan ketergantungan temperatur pada tekanan dan menunjukkan bahwa tekanan yang sangat besar diperlukan agar menghasilkan perubahan yang berarti. Perhatikanlah, garis tersebut mempunyai kemiringan negatif, yang berarti temperatur leleh turun jika tekanan bertambah. Alasannya, pada pelelehan, volume berkurang sehingga padatan lebih mudah berubah menjadi cairan, jika tekanan bertambah. Penurunan volume ini terjadi karena sangat terbukanya struktur kisi kristal es molekul air dipisahkan (dan juga dipersatukan) oleh ikatan hidrogen antara moleku-molekul itu. Tetapi struktur ini hancur sebagian pada pelelehan, dan cairannya lebih rapat daripada padatannya (Atkins, 1999). Aplikasi Diagram Fase Air Konsekuensi praktis dari temperatur leleh dengan bertambahnya tekanan adalah gerakan gletser (sungai es), dimana es ditekan oleh pinggiran batu-batuan dan karang yang tajam, es itu meleleh, dan gletser bergerak maju. Walaupun demikian, untuk banyak zat, pelelehan permukaan terjadi dibawah titik normal, dan penjelasan mengenai gerakan gletser (dan meluncur di es) menjadi lebih mudah. Pengurangan potensial kimia air dibawah potensial kimia es berasal dari perbedaan tegangan permukaan antar muka es/karang, es/air, dan karang/air (Atkins, 1999). Pada tekanan tinggi, fase-fase padatan yang berbeda dan air menjadi stabil, karena ikatan antara molekul-molekul berubah. Beberapa diantara fase-fase ini terus (yang disebut es-II, III, V, VI, dan VII: es-IV adalah khayalan, seperti alternatif cairan yang pernah populer dengan sebutan poliair) meleleh pada temperatur tinggi. Misalnya, es-VII meleleh pada temperatur 100C, tetapi hanya ada diatas tekanan 25 kbar (Atkins, 1999).
3. Diagram Fase Helium
Helium adalah elemen ringan kedua setelah hidrogen. Helium dikenal sebagai gas cahaya yang digunakan untuk balon udara. Helium menjadi cair ketika didinginkan sampai temperatur yang sangat rendah. Helium adalah satu-satunya substansi yang tetap cair pada suhu nol mutlak, 0 K (nol Kelvin), atau-273.15 Celcius (Thuneberg, 2012). Helium memiliki dua isotop stabil 4He dan 3He. Biasanya perbedaan isotop dari substansi yang sama hanya berbeda massanya Namun, isotop helium yang berperilaku sangat berbeda ketika mereka didinginkan dengan suhu di bawah beberapa Kelvin. Campuran dua isotop memisah secara spontan pada suhu di bawah 0.8 K. Cairan kedua isotop menjadi superfluida pada temperatur yang rendah, 4He di bawah 2.17 K, dan 3He di bawah 0.0025 K. 4He adalah isotop helium yang lebih umum. 4He tetap cair pada suhu nol jika tekanan di bawah 2,5 MPa (kira-kira 25 atmosfer). Cairan memiliki transisi fase ke fase superfluida, juga dikenal sebagai He-II, pada temperatur 2.17 K (pada tekanan uap) (Thuneberg, 2012). Diagram fase untuk Helium menunjukkan perilaku lain yang tidak biasa. Pertama-tama, kedua isotop He, 3 dan 4 memiliki diagram fase yang berbeda. 4He memiliki dua fase cair dengan transisi antara mereka (-line). Titik tripel Helium adalah ketika He-II (), He-I () dan He(g) pada titik yang sama. He-II adalah superfluida (Mombourquette, 2012).